Anda di halaman 1dari 15

BAGIAN ILMU IKM-IKK

FAKULTAS KEDOKTERAN REFERAT

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA JULI 2013

KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA PADA PETUGAS


CLEANING SERVICE (PEMBERSIH LANTAI) DI RUMAH SAKIT

OLEH :

NADIA AZPIA TUASIKAL (110 207 036)

ENNY MULIANI (110 207 025)

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITRAAN KLINIK


PADA BAGIAN IKM-IKK FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2013

1
A. PENDAHULUAN

Citra masyarakat bahwa rumah sakit adalah tempat yang sangat bersih
sudah berlangsung lama, sehingga tenaga kerjanya tidak akan terserang
penyakit karena tempat kerjanya yang bersih dan tahu seluk beluk penyakit.
Menjadi hal sulit dipercaya masyarakat jika tenaga kesehatan sakit, apalagi
dokter jatuh sakit. Data tahun 1994 dari Bureau of Labor Statistic di Amerika
Serikat menyatakan dari 5 juta warganya yang bekerja di rumah sakit, 40% di
antaranya adalah dokter, perawat, apoteker serta para asistennya. Sebuah
kelompok tenaga kerja yang mempunyai risiko besar terpajan bahan-bahan
berbahaya di rumah sakit.1

Penyelenggaraan keselamatan dan kesehatan kerja di rumah sakit perlu


mendapat perhatian yang serius oleh karena pelayanan kesehatan ini bersifat
continuum. Perhatian pelayanan keselamatan dan kesehatan di rumah sakit
tidak hanya bagi pengguna rumah sakit yang meliputi pasien, pengunjung
rumah sakit dan tenaga pemberi pelayanan kesehatan tetapi juga bagi
pelaksana dan pengelolah rumah sakit sehingga terhindar dari kecelakaan
kerja.2

Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan menjaga


kebersihan di rumah sakit. Kebersihan di rumah sakit merupakan bentuk
rangkaian kegiatan yang mendapat perhatian secara langsung oleh
masyarakat sebagai pengguna jasa rumah sakit. Namun kegiatan ini sering
kurang mendapatkan perhatian yang serius dari pihak manajemen rumah
sakit. Padahal kurangnya perhatian terhadap tingkat kebersihan rumah sakit
dapat menimbulkan berbagai dampak, antara lain: gangguan estetika,
berkembangbiaknya vektor penyakit, penularan penyakit, dan terjadinya
infeksi nosokomial. Apabila hal ini terjadi maka tidak menutup kemungkinan
rumah sakit tersebut akan dinilai langsung oleh masyarakat bahwa tingkat

2
pelayanannya kurang memuaskan. Dampak jangka panjangnya adalah
rumah sakit akan ditinggalkan para pengguna jasa yang mengakibatkan
menurunnya jumlah kunjungan. Upaya yang harus dilakukan rumah sakit
adalah mampu menyediakan sumber daya manusia yang berkualitas
khususnya tenaga kebersihan (cleaning service). Sumber daya manusia yang
berkualitas ini bisa didapat dengan melakukan pelatihan, pembinaan,
pengawasan dan memberi penghargaan yang layak untuk menumbuhkan
rasa tanggung jawab dan meningkatkan etos kerja bagi tenaga kerja. 2

Salah satu tujuan dari program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
adalah untuk mencegah terjadinya Penyakit Akibat Kerja (PAK) pada pekerja.
Penyakit Akibat Kerja (PAK) merupakan penyakit yang disebabkan oleh
pekerjaan, alat kerja, bahan, proses maupun lingkungan kerja. Penyakit
Akibat Kerja (PAK) di rumah sakit dapat menyerang semua tenaga kerja, baik
yang medis (seperti perawat, dokter dan dokter gigi), maupun non medis
(seperti petugas kebersihan (cleaning service)) rumah sakit. Menurut Anies,
petugas kebersihan (cleaning service) mempunyai resiko untuk terpajan
bahan biologi berbahaya (biohazard). Kontak dengan alat medis sekali pakai
(disposable equipment) seperti jarum suntik bekas maupun selang infus
bekas, serta membersihkan seluruh ruangan di rumah sakit dapat
meningkatkan resiko untuk terkena penyakit infeksi bagi petugas kebersihan
(cleaning service) rumah sakit.2

Keberadaan cleaning service di sebuah instansi merupkan suatu


keharusan. Tidak jarang sebagian dari kita melupakan, merendahkan,
mengecilkan bahkan menghinakan profesi ini. Padahal jasa cleaning service
dalam sebuah instansi memiliki kontribusi penting untuk organisasi berhasil
mencapai tujuannya. Indikator-indikator keberhasilan itu bisa dilihat sepintas
dari bagaimana keadaan ruangan disetiap sudut kantor. Kita bisa menikmati

3
sebuah ruangan apakah itu bersih atau kotor, nyaman atau tidak tergantung
bagaimana sentuhan dari para cleaning service ini. 3

B. DEFINISI
1. Kesehatan dan Keselamatan Kerja

Kesehatan kerja (Occupational health) merupakan bagian dari kesehatan


masyarakat yang berkaitan dengan semua pekerjaan yang berhubungan
dengan faktor potensial yang mempengaruhi kesehatan pekerja (dalam hal
ini Dosen, Mahasiswa dan Karyawan). Bahaya pekerjaan (akibat kerja),
Seperti halnya masalah kesehatan lingkungan lain, bersifat akut atau kronis
(sementara atau berkelanjutan) dan efeknya mungkin segera terjadi atau
perlu waktu lama.

Efek terhadap kesehatan dapat secara langsung maupun tidak langsung.


Kesehatan masyarakat kerja perlu diperhatikan, oleh karena selain dapat
menimbulkan gangguan tingkat produktifitas, kesehatan masyarakat kerja
tersebut dapat timbul akibat pekerjaanya. Sasaran kesehatan kerja
khususnya adalah para pekerja dan peralatan kerja di lingkungan
perusahaan. Melalui usaha kesehatan pencegahan di lingkungan kerja
masing-masing dapat dicegah adanya penyakit akibat dampak pencemaran
lingkungan maupun akibat aktivitas dan produk perusahaan terhadap
masyarakat konsumen baik di lingkungan perusahaan maupun masyarakat
luas. Tujuan kesehatan kerja adalah:4

1. Memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat pekerja


di semualapangan pekerjaan ketingkat yang setinggi-tingginya, baik fisik,
mental maupunkesehatan social.

2. Mencegah timbulnya gangguan kesehatan masyarakat pekerja yang


diakibatkanoleh tindakan/kondisi lingkungan kerjanya.

4
3. Memberikan perlindungan bagi pekerja dalam pekerjaanya dari
kemungkinan bahaya yang disebabkan olek faktor-faktor yang
membahayakan kesehatan.

4. Menempatkan dan memelihara pekerja di suatu lingkungan pekerjaan


yang sesuai dengan kemampuan fisik dan psikis pekerjanya. Kesehatan
kerja mempengaruhi manusia dalam hubunganya dengan pekerjaan dan
lingkungan kerjanya, baik secara fisik maupun psikis yang meliputi, antara
lain: metode bekerja, kondisikerja dan lingkungan kerja yang mungkin
dapat menyebabkan kecelakaan, penyakit ataupun perubahan dari
kesehatan seseorang. Pada hakekatnya ilmu kesehatan kerja
mempelajari dinamika, akibat dan problematika yang ditimbulkan akibat
hubungan interaktif tiga komponen utama yang mempengaruhi seseorang
bila bekerja yaitu:4

a. Kapasitas kerja: Status kesehatan kerja, gizi kerja, dan lain-lain.

b. Beban kerja: fisik maupun mental.

c. Beban tambahan yang berasal dari lingkungan kerja antara


lain:bising, panas,debu, parasit, dan lain-lain. Bila ketiga komponen
tersebut serasi maka bisadicapai suatu kesehatan kerja yang optimal.
Sebaliknya bila terdapatketidakserasian dapat menimbulkan masalah
kesehatan kerja berupa penyakitataupun kecelakaan akibat kerja yang
pada akhirnya akan menurunkan produktifitas kerja.4

Kesehatan dan Keselamatan kerja

Upaya untuk memberikan jaminan keselamatan meningkatkan derajat


kesehatan para pekerja atau buruh dengan cara pencegahan kecelakaan dan
penyakit akibat kerja, pengendalian bahaya di tempat kerja, promosi
kesehatan, pengobatan dan rehabilitasi.5

5
Dasar Hukum

Pelaksanaan upaya K3RS dilandasi oleh perangkat hukum sebagai


berikut :1

1. UU No. 14 Tahun 1969, tentang ketentuan Pokok Tenaga Kerja, yang


menyatakan bahwa, tiap tenaga kerja berhak mendapat perlidungan
atas keselamatan, kesehatan, kesusilaan, pemeliharaan moril kerja
serta perlakuan yang sesuai dengan martabat manusia dan moral
agama.

2. UU No. 1 Tahun 1970, tentang Keselamatan Kerja, yang menyatakan


bahwa keselamatan kerja dilaksanakan dalam segala tempat kerja,
baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air maupun di udara yang
berada di dalam wilayah kekuasaan Republik Indonesia.

3. UU No. 23 Tahun 1992 pasal 23, menyatakan bahwa Kesehatan Kerja


diselenggarakan untuk mewujudkan produktivitas kerja yang optimal.
Kesehatan kerja meliputi pelayanan kesehatan, pencegahan penyakit
akibat kerja dan syarat kesehatan kerja. Setiap tempat kerja wajib
menyelenggarakan kesehatan kerja.

4. UU No. 25 Tahun 1997, tentang Ketenaga Kerjaan, pasal 108 yang


menegaskan kembali bahwa, setiap pekerja mempunyai hak untuk
memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja,
moral dan kesusilaan dan pelakuan yang sesuai dengan harkat dan
martabat manusia serta agama.

5. Rekomendasi ILO/WHO Konvensi No. 155/1981, ILO menetapkan


kewajiban setiap negara untuk merumuskan, melaksanakan dan

6
mengevaluasi kebijakan nasionalnya di bidang kesehatan dan
keselamatan kerja serta lingkungan kerja.

Cleaning Service

Secara umum definisi cleaning service adalah memberikan pelayanan


kebersihan, kerapihan dan Hygenisasi dari sebuah gedung / bangunan baik
indoor ataupun outdoor sehingga tercipta suasana yang comfortable dalam
menunjang aktifitas sehari-hari sebagai tujuan jangka pendeknya, dan
sebagai tujuan jangka panjangnya adalah untuk mempertahankan life of time
semua benda yang termasuk dalam lingkup kerja cleaning service tersebut. 6

Sistem Kerja Petugas Cleaning Service di Rumah Sakit:6

Jam kerja petugas cleaning service atau petugas kebersihan di Rumah


Sakit dimulai pukul 07.00 WIB-22.00 WIB. Terbagi menjadi 2 shift, yaitu:
a. Shift 1 (Pukul 07.00 WIB-15.00 WIB).

b. Shit 2 (Pukul 14.00 WIB-22.00 WIB).

Petugas cleaning service di Rumah Sakit memiliki beberapa tugas,


antara lain:6

1. Membersihkan setiap ruangan kantor, poliklinik, kamar pasien, kamar


mandi/wc, dan koridor yang ada di area rumah sakit (in side).

2. Membersihkan seluruh taman dan halaman yang ada di area rumah sakit
(out side).

7
3. Mengangkut sampah non medis yang terdapat di area rumah sakit ke TPS
(Tempat Pembuangan Sementara) sampah yang ada di area rumah sakit,
dan mengangkut sampah medis rumah sakit ke IPAL (Instalasi Pengolahan
Air Limbah) rumah sakit.

Untuk melaksanakan tugas-tugas di atas, maka setiap harinya dibentuk tim


yang terdiri atas 3 (tiga) tim, yaitu:6
1. Tim pembersih ruangan, yang bertugas melaksanakan pembersihan
pada setiap ruangan yang ada di area rumah sakit.

2. Tim sampah, yang bertugas melaksanakan pengangkutan sampah


medis ke IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) rumah sakit dan
sampah non medis ke TPS (Tempat Pembuangan Sementara)
sampah, serta membersihkan halaman dan taman di area rumah sakit.

3. Tim khusus, yang bertugas untuk membersihkan bagian-bagian


khusus seperti langit-langit ruangan, kaca, dan karat yang memerlukan
penanganan khusus, serta area kerja dengan ketinggian > 5 meter.

Kegiatan petugas Cleaning service (pembersih lantai) di rumah sakit : 5


a. Kegiatan pembersihan ruang minimal dilakukan pagi dan sore hari
b. Pembersihan lantai di ruang perawatan pasien dilakukan setelah
pembenahan/merapikan tempat tidur pasien, jam makan, jam
kunjungan dokter, kunjungan keluarga, dan sewaktu-waktu bilama
diperlukan.
c. Cara-cara pembersihan yang dapat menebarkan debu harus
dihindari.
d. Harus menggunakan cara pembersihan dengan perlengkapan
pembersih (pel) yang memenuhi syarat dan bahan antiseptik yang
tepat

8
e. Pada masing-masing ruang supaya disediakan perlengkapan pel
tersendiri
f. Pembersihan dinding dilakukan secara periode minimal dua kali
setahun dan di cat ulang apabila sudah kotor atau cat sudah pudar.
g. Setiap percikan ludah, darah, atau eksudat luka pada dinding harus
segera dibersihkan dengan menggunakan antiseptik.

C. PENYAKIT AKIBAT KERJA

Penyakit akibat kerja dapat menyerang semua tenaga kerja, baik


medis dan non medis. Menurut Bennet Silalahi (1995) perusahaan mengenal
dua kategori penyakit yang diderita tenaga kerja, yaitu: 7
1. Penyakit umum
Merupakan penyakit yang mungkin dapat diderita oleh semua orang,
dan hal ini adalah tanggung jawab semua anggota masyarakat, karena itu
harus melakukan pemeriksaan sebelum masuk kerja.

2. Penyakit akibat kerja


Dapat timbul setelah karyawan yang tadinya terbukti sehat memulai
pekerjaannya. Faktor penyebab bisa terjadi dari golongan fisik, golongan
kimia, golongan biologis, golongan fisiologis dan golongan psikologis.

Komponen kesehatan lingkungan yang memiliki potensi menimbulkan


penyakit dikelompokkan sebagai berikut : 7
(a) Golongan Fisik : Seperti energi, kebisingan, kelembaban tinggi,
pencahayaan kurang dan cuaca panas.

(b) Golongan Kimia : Bau amoniak, asap rokok, limbah rumah sakit dan
bahan pembersihan lantai.
(c) Golongan Biologi : Seperti spora jamur, bakteri dan cacing

9
(d) Golongan Psikologi : Seperti hubungan antara pasien, keluarga pasien
dengan perawat, antara bawahan dan atasan.

Komponen tersebut akan berinteraksi dengan menusia melalui media


atau wahana : Udara, air, tanah, makanan, vektor penyakit (seperti nyamuk)
atau manusia itu sendiri.

Petugas kebersihan mempunyai risiko terbesar terpajan bahan biologi


berbahaya (biohazard). Kontak dengan alat medis sekali pakai (disposable
equipment) seperti jarum suntik bekas, selang infus bekas. Membersihkan
seluruh ruangan rumah sakit dapat meningkatkan faktor terkena infeksi.
Mengepel lantai tidaklah membasmi mikroorganisme, tetapi kebanyakan
hanya memindahkan debu dan bahan kimia dari satu ke tempat lain di rumah
sakit. Sehingga bila saat mengepel lantai tidak benar, maka debu yang
ditumpangi mikroorganisme patogen bertebaran di udara,
dapat menyebabkan infeksi saluran pernafasan. Debu sebaiknya dihisap
dengan vacuum cleaner. Desinfektan pembersih lantai yang sudah
diencerkan dengan air di dalam ember pel harus digunakan dalam waktu 24
jam, agar tidak kehilangan sifat antimikrobanya.

Pencucian (laundry) Petugas pengumpul, pencuci dan distribusi


kembali linen kotor yang digunakan pasien, akan terpajan mikroorganisme
patogen secara tetap. Untuk menghindari pajanan tetap tersebut, petugas
cuci harus melakukan:

o Semua linen kotor disatukan dalam kantong plastik, disimpan


secara hati-hati. Sesampai di ruang cuci, linen kotor langsung
dituang dari kantong (tidak dipegang tangan) langsung ke
dalam mesin cuci kosong, tidak bercampur dengan cucian lain.

10
o Kantong plastik pengumpul linen kotor sebaiknya diberi tanda
atau terpisah, misalnya kantong plastik linen pasien berisiko
tinggi seperti penderita Hepatitis, AIDS terpisah dengan pasien
lain.

o Petugas sortir linen bersih, juga harus memperhatikan


kebersihan diri, karena dapat menjadi sumber infeksi.

o Petugas cuci harus memakai sarung tangan karet sebagai


pencegahan dasar penyebaran infeksi. Petugas cuci dapat
menderita dermatitis kontak akibat deterjen dan bahan kimia
lain untuk cuci. Dapat pula terpajan mikroorganisme yang
terbawa aerosol (di rumah sakit maju).

11
D. PENUTUP

Penyakit akibat kerja dan atau berhubungan dengan pekerjaan dapat


disebabkan oleh pemajanan dilingkungan kerja. Dewasa ini terdapat
kesenjangan antara pengetahuan ilmiah tentang bagaimana bahaya-bahaya
kesehatan berperan dan usaha-usaha untuk mencegahnya, misalnya antara
penyakit yang sudah jelas penularannya dapat melalui darah dan pemakaian
jarum suntik yang berulang-ulang, atau perlindungan yang belum baik pada
pekerja rumah sakit dengan kemungkinan terpajan melalui kontak langsung. 8

Untuk mengantisipasi permasalahan ini maka langkah awal yang


penting adalah mengenalan atau identifikasi bahaya yang bisa timbul dan
dievaluasi, kemudian dilakukan pengendalian untuk mengantisipasi dan
mengetahui kemungkinan bahaya.8

Pengenalan lingkungan kerja

Pengenalan lingkungan kerja ini biasanya dilakukan dengan


caranya melihat dan mengenal ("walk through inspection), dan ini
merupakan langkah dasar yang pertama-tama dilakukan dalam upaya
kesehatan kerja.

Evaluasi lingkungan kerja

12
Merupakan tahap penilaian karakteristik dan besarnya potensi-
potensi bahya yang mungkin timbul, sehingga bisa untuk menentukan
prioritas dalam mengatasi permasalahan.

Pengedalian lingkungan kerja

Dimaksudkan untuk mengurangi atau menghilangkan


pemajanan terhadap zat/ bahan yang berbahaya di lingkungan kerja.
Kedua tahapan sebelumnya, tidak dapat menjamin sebuah lingkungan
kerja yang sehat. Jadi hanya dapat dicapai dengan teknologi
pengendalian yang adekuat untuk mencegah efek kesehatan yang
merugikan dikalangan pekerja.

Pengendalian lingkungan (environmental control measures) , desain


dan tata letak yang adekuat, penghilangan atau pengurangan bahan
berbahaya pada sumbernya. Pengedalian perorangan (personal control
measures), penggunaan alat pelindung perorangan merupaka alternatif lain
untuk melindungi pekerja dari bahaya kesehatan. Namun alat pelindung
perorangan harus sesuai dan adekuat. Pembatasan waktu selama pekerja
terpajan terhadap zat tertentu yang berbahaya dapat menurunkan resiko
terkenanya bahaya kesehatan di lingkungan kerja. Kebersihan perorangan
dan pakaiannya, merupakan hal yang penting, terutama untuk para pekerja
yang dalam pekerjaannya berhubungan dengan bahan kimia serta partikel
lain.8

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Epi, S. Penyakit Akibat Kerja Pada petugas kesehatan di Rumah


Sakit. http://sikkahoder.blogspot.com/2013/02/penyakit-akibat-
kerja-pada-petugas.html. Diakses pada 1 Juli 2013.

2. Lestari, Gita Ayu Puji. Gambaran Kesehatan Kerja Petugas


Cleaning Service Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan Tahun
2009.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17235/5/Chapte
r%20I.pdf. Diakses pada 1 juli 2013

3. Surtila, Ilham. Cleaning Service.


http://birokrasi.kompasiana.com/2013/05/31/cleaning-service-
560988.html Diakses pada 1 Juli 2013.

4. Rais, Muhammad K. Makalah keselamatan kerja di perusahaan.


http://www.scribd.com/doc/76872093/26670577-Makalah-
Keselamatan-Kerja-Di-Perusahan. Diakses pada 1 Juli 2013.

5. Keputusan Menteri kesehatan Republik Indonesia.


http://www.hukor.depkes.go.id/up_prod_kepmenkes/.pdf. Diakses
pada 1 Juli 2013

6. Veloso, Bryan. Cleaning Service.


http://terminaljasa.wordpress.com/cleaning-service-2/. Diakses
pada 1 Juli 2013.

7. Buchori. Penyakit Akibat Kerja dan Penyakit terkait kerja.


http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17235/5/Chapte
r%20II.pdf. Diakses pada 1 Juli 2013.

14
8. Kusuma, Ibrahim J. Pelaksanaan program kesehatan dan
keselamatan kerja karyawan PT. Biratex Industries Semarang.
http://eprints.undip.ac.id/26498/2/Jurnal.pdf. Diakses pada 1 Juli
2013.

15

Anda mungkin juga menyukai