Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
DAFTAR ISI.............................................................................................................. i
BAB 1..................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN....................................................................................................... 1
1.1 LATAR BELAKANG........................................................................................... 1
1.2 RUMUSAN MASALAH...................................................................................... 3
1.3 TUJUAN.......................................................................................................... 3
BAB II..................................................................................................................... 5
TINJAUAN PUSTAKA................................................................................................ 5
2.1 jenis mikroorganisme yang terdapat di dalam susu segar dan produknya.............................5
2.2 mekanisme perkembangbiakan mikroorganisme yang berlangsung pada susu segar dan
produknya.............................................................................................................. 8
2.3 perhitungan jumlah mikroorganisme yang terdapat pada susu segar dan produknya.............12
2.3.1 Pengujian Mutu Susu Secara Biologik...............................................................12
2.4 faktor faktor yang menyebabkan timbulnya kerusakan pada susu segar dan produknya......14
2.5 perlakuan pada susu segar dan produknya untuk meminimalisir dan mencegah adanya
mikroorganisme pada produk produk tersebut..............................................................16
BAB III.................................................................................................................. 19
DIAGRAM ALIR..................................................................................................... 19
Bahan.............................................................................................................. 20
BAB IV.................................................................................................................. 26
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................. 26
1
BAB 1
PENDAHULUAN
Susu adalah bahan pangan yang berasal dari sekresi kelenjar ambing pada hewan
mamalia (sapi, kambing, kerbau, dan kuda) serta mengandung protein, lemak, laktosa,
mineral, dan vitamin. Susu memiliki kandungan gizi yang tinggi dan merupakan bahan
makanan sempurna, karena mengandung hampir semua zat gizi yang diperlukan tubuh
manusia dalam jumlah yang cukup dan seimbang, yaitu 1 bagian karbohidrat, 17 asam
lemak, 11 asam amino, 16 vitamin, dan 21 mineral. Oleh karena itu, susu dapat dijadikan
pilihan pertama untuk dikonsumsi bagi penderita gizi buruk. Ketersediaan susu perlu
diperhatikan untuk memenuhi angka kecukupan gizi yang dianjurkan.
Susu merupakan media yang sangat baik bagi pertumbuhan bakteri dan dapat
menjadi sarana bagi penyebaran bakteri yang membahayakan kesehatan manusia. Karena
itu, susu akan mudah tercemar mikroorganisme bila penanganannya tidak memperhatikan
aspek kebersihan.
Oleh sebab itu, upaya memenuhi ketersediaan susu harus disertai dengan
peningkatan kualitas dan keamanan produk susu, karena seberapa pun tinggi nilai gizi
suatu bahan pangan akan menjadi tidak berarti bila bahan pangan tersebut berbahaya bagi
kesehatan.
Pada umumnya, bakteri merupakan penyebab utama penyakit yang ditularkan dari
ternak ke manusia melalui pangan. Bakteri yang menyerang ternak saat di kandang dapat
menular ke manusia karena pemeliharaan dan proses panen yang tidak higienis.
Pemerahan susu yang tidaksesuai anjuran dapat menyebabkan susu tercemar
1
mikroorganisme dari lingkungan sekitar sehingga kualitas susu menurun. Proses
pencemaran mikroba pada susu dimulai ketika susu diperah karena adanya bakteri yang
tumbuh di sekitar ambing, sehingga saat pemerahan bakteri tersebut terbawa dengan susu.
Pencemaran pada susu terjadi sejak proses pemerahan, dari berbagai sumber seperti kulit
sapi, ambing, air, tanah, debu, manusia, peralatan, dan udara.Bakteri yang dapat
mencemari susu terdiri atas dua golongan, yaitu bakteri patogen dan bakteri pembusuk.
Kedua golongan bakteri tersebut dapat menyebabkan penyakit yang ditimbulkanoleh susu
(milkborne disease), seperti tuberkulosis, bruselosis, dan demam tipoid. Mikroorganisme
lain yang terdapat di dalam susu yang dapat menyebabkan penyakit adalah Salmonella,
Shigella, Bacillus cereus, dan S. aureus. Mikroorganisme tersebut dapat masuk ke dalam
susu melalui udara, debu, alat pemerah, dan manusia. Mikroorganisme yang berkembang
dalam susu dapat menurunkan kualitas susu dan mempengaruhi keamanan produk
tersebut bila dikonsumsi oleh manusia.
Susu berlendir seperti tali karena terjadinya pengentalan dan pembentukan lendir
akibat pengeluaran bahan seperti kapsul dan bergetah oleh beberapa jenis bakteri.
1 Tidak mengandung atau tidak bersentuhan dengan barang atau zat yang diharamkan.
2
3 Tidak dikurangi atau ditambah sesuatu apa pun, dan mengandung zat gizi dalam
jumlah yang cukup dan seimbang.
1 Tanda tanda organoleptik tidak berubah atau tidak menyingkir, berwarna putih
kekuningan, bau dan rasa khas susu serta konsistensi normal.
3 Cemaran mikroba maksimum 1 juta CFU/ml. Susu segar yang ASUH dapat dihasilkan
dari ml sapi perah yang sehat serta pemerahannya baik dan benar.
3
d Bagaimana mengetahui dan memahami faktor-faktor yang meenyeebabkan
timbulnya kerusakan pada susu segar dan produknya.
e Bagaimana cara mengetahui dan memahami cara yang tepat dalam perlakuan
pada susu segar dan produknya untuk meminimalisir dan mencegah adanya
mikroorganisme pada produk produk tersebut.
1.3 TUJUAN
a. Mengetahui dan memahami jenis mikroorganisme yang terdapat di dalam susu segar
dan produknya.
c. Menguasai cara perhitungan jumlah mikroorganisme yang terdapat pada susu segar
dan produknya.
e. Mengetahui dan memahami cara yang tepat dalam perlakuan pada susu segar dan
produknya untuk meminimalisir dan mencegah adanya mikroorganisme pada produk
produk tersebut.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 jenis mikroorganisme yang terdapat di dalam susu segar dan produknya.
a. Staphylococcus aureus
Salah satu bakteri penyebab keracunan setelah minum susu adalah Staphylococcus aureus .
Di beberapa negara di Eropa, seperti Norwe-gia, Staphylococcus aureus merupakan salah
satu bakteri penyebab keracunan setelah minum susu. Sumber-sumber Staphylococcus aureus
terdapat di sekitar kita, yaitu bagian permukaan kulit, mukosa mulut, hidung, dan kulit
kepala. Pemeriksaan S.aureus dapat menggunakan metode isolasi dilanjutkan uji koaglutinasi
plasma kelinci.
b. Salmonella sp .
Salmonella sp. merupakan bakteri ber-bahaya yang dikeluarkan dari saluran pencernaan
hewan dan manusia bersama dengan feses. Salmonella enteritidis merupakan salah satu
serotipe yang sering mengontaminasi susu di samping Salmonella typhimurium. Berdasarkan
SNI 01-6366-2000, pemerik-saan Salmonella sp.dilakukan secara kualitatif dan harus negatif.
c. Escherichia coli
Escherichia coli termasuk bakteri berbahaya karena dapat menyebabkan diare. Salah satu
syarat Escherichia coli dalam SNI 01-6366-2000 harus negatif.
Bakteri pencemar dalam susu dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu bakteri patogen dan
bakteri pembusuk. Bakteri pembusuk seperti Micrococcus sp , Pseudomonas sp , dan
Bacillus sp akan menguraikan protein menjadi asam amino dan merombak lemak dengan
enzim lipase sehingga susu menjadi asam dan berlendir. Beberapa Bacillus sp. yang
mencemari susu antara lain adalah Bacillus cereus, Bacillus subtilis, dan Bacillus
5
licheniformis . Esherichia coli O157: H7 termasuk kelompok enterohemoragik Escherichia
coli (EHEC) pada manusia yang menyebabkan terjadinya hemorrhagic colitis (HC),
hemolyticuremic syndrome (HUS), danthrombo-cytopenia purpura (TPP). Infeksi
Escherichia Coli O157:H7 pada manusia terjadi karena minum susu yang terkontaminasi
feses sapi atau dari lingkungan.
Bakteri yang mampu hidup pada refrigerator adalah Listeria monocytogenes . Infeksi Listeria
monocytogenes pada manusia terjadi secara kronis. Kejadian Listeria mono- cytogenes dalam
susu dipengaruhi oleh musim. Pada musim dingin, kasus listeriosis pada manusia lebih sering
muncul dibeberapa negara di Eropa. Listeriosis di Eropa disebabkan mengonsumsi keju yang
berasal dari susu mentah. Pada wanita hamil, Listeria Monocytogenes menye babkan
keguguran karena bakteri tersebut dapat menembus plasenta.
Kasus keracunan setelah minum susu juga disebabkan oleh Camphylobacter jejuni . Kasus
tersebut terjadi pada anak sekolah, terutama pada saat melakukan kunjungan ke peternakan.
Susu yang terkontaminasi kotoran unggas berpotensi menimbul-kan terjadinya food borne
disease oleh Camphylobacter jejuni.
Kelompok Bacillus sp. yang sering menjadi penyebab keracunan setelah minum susu adalah
Bacillus cereus. Kontaminasi Bacillus cereus dengan jumlah 10 4 cfu/ml berpotensi
menghasilkan toksin sehingga menimbulkan gejala seperti mual dan muntah. Gejala
keracunan Bacillus cereus dalam susu mencuat pada tahun 19881989. Gejala muncul
0,501 jam setelah minum susu.
Secara umum, menurut suhu, mikroorganisme dapat dibedakan menjadi 4 jenis utama:
Mikroorganisme Psycrophillic , tumbuh optimum pada suhu antara 20 to 30C. Masih dapat
tumbuh pada suhu dibawah 7C. Dibagi dua kelompok lagi, Obligate Psychrophillic (0 - 15
C) dan Facultative Psychrophillic (0 - 40C). Pada umumnya organisme inilah yang
bertanggung jawab terhadap pembusukan dalam suhu ruang pendingin. Mikroorganisme
Mesophillic , tumbuh optimum pada suhu 30 to 40C. Mikroorganisme mesofilik cenderung
tidak tumbuh pada suhu dalam ruang pendingin (refrigerator). Mikroorganisme
Thermophillic, tumbuh optimum pada suhu 55 and 65 C. Mikroorganisme
Hyperthermophillic, yang hidup dengan baik pada suhu sangat tinggi (sampai 110 C,
bahkan dalam percobaan, ada yang tahan pada suhu 130 C selama 2 jam). Untuk setiap
6
kelompok, tingkat pertumbuhan meningkat pesat sampai mencapai temperatur optimum,
setelah itu pertumbuhan kembali menurun.
Seperti telah disinggung diatas, susu berada dalam kondisi steril ketika di sekresi di dalam
ambing, namun dalam perjalanan menuju puting, susu dapat terkontaminasi berbagai macam
mikroorganisme.
Bakteri Asam Laktat (BAL), tidak berlebihan kiranya bila bakteri dalam genus ini disebut
sebagai salah satu bakteri terpenting (yang sudah diketahui tentunya) dalam kehidupan
manusia. Lactic acid bacteria termasuk bakteri gram positif fakultatif dan secara umum tidak
berbahaya, bahkan dibutuhkan oleh manusia dan hewan. BAL banyak ditemukan di sekeliling
kita, sebagai contoh, BAL banyak ditemukan di sekitar vagina dan di dalam usus halus. BAL
sangat berperan dalam membantu proses pencernaan kita. Kalau anda ingat minuman
kesehatan Yakult , BAL inilah yang juga berperan dalam aspek kesehatan dari minuman
tersebut selain kandungan mineral dan nutrisi lainnya. BAL mampu memproses karbohidrat
dalam susu yang disebut laktosa menjadi asam laktat. Mereka secara natural ada didalam susu
(murni) dan secara luas digunakan sebagai kultur starter dalam produksi berbagai macam
produk olahan fermentasi susu.
Bakteri Coliform , coliform adalah mikroorganisme yang berbentuk batang ( rod ) dan
memiliki gram negatif. Coliform memiliki sifat fakultative anaerob. Artinya bakteri ini
normalnya dalam pernafasan aerobik memproduksi ATP ( Adenosine Triphosphate , sebuah
monomer yang berfungsi sebagai media transportasi energi kimia antar sel dalam makhluk
hidup) apabila dalam lingkungannya tersedia oksigen. Apabila oksigen tidak tersedia,
organisme ini dapat berubah menjadi pemproduksi asam laktat dan alkohol atau yang dikenal
dengan nama fermentasi. Coliform aktif tumbuh pada suhu sekitar 37 C. Organisme ini
dapat menyebabkan pembusukan yang cepat pada susu karena mampu melakukan fermentasi
pada laktosa pada suhu sekitar 35 C dan sekaligus juga memproduksi asam dan gas. Selain
itu mereka juga mampu mendegradasi protein pada susu. Coliform adalah organisme
indikator. Artinya, kehadiran organisme ini sering diasosiasikan dengan organisme patogen,
tapi tidak berarti bahwa coliform ini dengan sendirinya adalah patogen. Kehadiran coliform
merupakan indikator yang baik bahwa sesuatu itu telah terkena
kontaminasi. Coliform dapat dimatikan dengan proses yang disebut HTST ( High
Temperature, Short Time) pada 72C selama 16 detik. Escherichia coli (E-coli) merupakan
7
salah satu anggota dari kelompok coliform dan dapat melakukan fermentasi gula susu
(laktosa) pada suhu 44C.
1. Psikrotropik: suhu optimum 14-20 C, tetapi dapat tumbuh lambat pada suhu refrigerator (4
C). Kelompok mikroorganisme ini yang penting pada ma-kanan kaleng adalah Clostridium
botulinum tipe E dan strain non- proteolitik tipe B dan F.
2. Psikrofilik
3. Mesofilik: suhu optimum 30-37 C. Suhu ini merupakan suhu normal gudang. Clostridium
botulinum merupakan salah satu contoh mikroorganisme kelompok ini.
4. Termofilik: suhu optimum kebanyakan termofilik pada suhu 45-60 C. Jika spora bakteri
tidak dapat bergerminasi dan tidak tumbuh di bawah suhu 50 C, bakteri tersebut disebut
obligat termofil. Jika tumbuh pada kisaran suhu 50-66 C atau pada suhu yang lebih rendah
(38 C), bakteri ini disebut fakultatif termofilik. Beberapa obligat termofil dapat tumbuh pada
suhu 77 C dan bakteri ini sangat resisten terhadap pemanasan (121 C selama 60 menit).
Bakteri termofilik tidak memproduksi toksin selama pertumbuhannya pada makanan. Contoh
bakteri dari kelompok ini adalah Bacillus stearother-mophilus. Bakteri termofilik, seperti
8
Bacillus stearothermophilus menyebabkan busuk asam (flat sour) pada makanan kaleng
berasam rendah dan B. coagulans pada makanan kaleng asam. Bakteri termofil lainnya, yaitu
Clostridium thermosaccha- rolyticum menyebabkan penggembungan kaleng karena
memproduksi CO dan H . Kebusukan sulfida disebabkan oleh Clostridium nigridicans.
5. Hyperthermofilik : Mikroba thermofil yang dapat tumbuh pada suhu diatas 80C Pada
umumnya semakin tinggi suhu pertumbuhan bakteri, resistensi terhadap pemanasan semakin
tinggi. Dengan demikian bakteri thermofil lebih resisten terhadap pemanasan daripada bakteri
mesofil. Pemanasan yang digunakan untuk membunuh spora mesofil mungkin saja tidak
cukup untuk mencegah terjadinya kebusukan oleh spora thermofil, kecuali jika makanan
tersebut disimpan pada suhu di bawah thermofil. Untuk produk-produk makanan, seperti
kacang polong, jagung, makanan bayi dan daging yang beresiko busuk karena thermofil, para
pengolah makanan harus ekstra hati-hati dalam mencegah terjadinya kebusukan karena
germinasi dan pertumbuhan spora thermofil. Bahan-bahan yang digunakan seperti gula,
tepung dan rempah-rempah harus terbebas dari spora thermofil.
Bakteri thermofil juga dapat tumbuh pada peralatan yang kontak langsung dengan makanan,
sehingga makanan harus dipertahankan pada suhu 77 C atau lebih tinggi lagi untuk mencegah
pertumbuhan thermofil. Selain itu, produk harus segera didinginkan sampai suhu di bawah 41
C setelah sterilisasi dan menyimpan produk ini di bawah suhu 35 C. Bacillus
stearothermophilus, B. thermoacidurans, dan C. thermosaccarolyticum merupakan anggota
kelompok bakteri termofilik (50-55 C) yang lebih tahan panas dibanding C. botulinum.
Dalam proses pengalengan, bakteri ini tidak menjadi target proses, karena suhu penyimpanan
makanan kaleng umumnya di bawah suhu 30 C. Proses sterilisasi makanan kaleng umumnya
tidak membunuh bakteri thermofilik. Apabila proses pendinginan setelah proses sterilisasi
terlalu lambat atau produk disimpan pada suhu penyimpanan di atas normal dimana bakteri
thermofilik dapat tumbuh, maka makanan kaleng dapat rusak oleh bakteri thermofilik.
Terbentuknya Hapanoid Selama beberapa waktu, diketahui bahwa membran plasma bakteri
(prokariot) terdiri dari campuran protein dan lipid. Adapun lipid yang membentuk membran
sel terdiri dari 65 % fosfolipid, 25% kolesterol dan 10% lipid lain. Membran plasma bakteri
diketahui tidak mengandung sterol, yaitu kelas lipid yang biasanya ditemukan pada semua
membrane plasma mikroorganisme eukariot yang berperan sebagai stabilisator membran.
9
Posisi sterol diduga digantikan oleh kelompok lipid lain yang dikenal sebagai hopanoid. Hal
ini diperkuat oleh Mycoplasma mycoides adalah prokariotik yang menggunakan kholesterol
dalam membrannya. Peran sterol ini dapat diganti dengan diplopterol. Fakta ini didasarkan
pada hasil percobaan yang menunjukkan kesamaan pola pertumbuhan sel antara biakan yang
mengandung cholesterol dan diplopterol. Dalam Bacillus acidocaldarius , konsentrasi
hopanoid meningkat dengan kenaikan temperatur dan penurunan pH hopanoid disini berperan
dalam menetralkan efek destabilisasi membran pada temperatur yang tinggi atau pH yang
sangat asam. Dalam Zymomonas mobilis , konsentrasi yang tinggi dari hopanoid
memberikan karakter toleransi terhadap kadar alkohol seluler yang tinggi. Dengan demikian
hopanoid terlibat dalam mekanisme adaptasi membran akibat pengaruh lingkungan.
Hopanoid merupakan turunan triterpen pentasiklik yang banyak ditemukan dalam eubakteria.
Hopanoid berfungsi sebagai penstabil membran sel bakteri yang memiliki ciri struktural yang
mirip dengan sterol yang terdapat pada membran sel eukariotik (Sahm dkk., 1992).
Kemiripan pola struktur utama pembentuk sterol dan hopan adalah sama- sama memiliki sisi
polar dan sisi non polar. Sisi polar pada sterol adalah gugus hidroksinya sedangkan pada
hopan adalah gugus asam atau juga hidroksi disepanjang rantai alkilnya.Sisi non polar pada
kedua macam senyawa tersebut juga memiliki kemiripan yakni terbentuk oleh beberapa
cincin siklik yang kaku (rigid) sehingga merupakan komponen yang kokoh dalam
pembentukan membrane sel. Distribusi senyawa hopanoid banyak ditemukan pada kelompok
bakteri Gram positif maupun Gram negatif. Bacillus Acidocaldarius adalah bakteri Gram
positif yang dapat hidup pada kondisi asam menghasilkan senyawa hopanoid diantaranya
hopan, hop-22(29)ene, hop-17(21)ene dan glikosil homohopanoid (Taylor dan Richard,
1984). Sedangkan kelompok senyawa hopanoid yang dari bakteri Gram negative diantarnya
Acetobacter rancens (A.pasteurianum) menghasilkan hopan-22-ol,hop-22(29)ene,
homohopanoid. Pseudomonas sp. yang merupakan kelompok bakteri Gram negatif
mempunyai kandungan hopanoid, yaitu hopan-22-ol dan hop-22(29)ene. Kelompok bakteri
Gram negatif lain yang juga merupakan penghasil hopanoid adalah Metylococcus capculatus,
Rhodomicrobium vannielli, Methanotropicbacteria, Acetobacter sp, Zymomonas
mobilis,Bradyrhizobium japonicum, Azetobacter vinelandi, Beijerincki sp , Zymomonas
mobilis merupakan bakteri Gram negatif yang mampu beradaptasi pada medium alkoholik.
Kemampuan adaptasi ini dikarenakan adanya senyawa hopanoid yang terdapat dalam
membran plasma yang berperan dalam memelihara kestabilan membran dengan
meningkatkan kekakuan (rigidity) dalam matriks lipid. Kompleks hopanoid merupakan
komponen utama dari membran lipid yang dimiliki oleh Zymomonas mobilis . Diduga,
10
produksi hopanoid bakteri disebabkan karena perannya dalam mereduksi tekanan-tekanan
dari luar. Produksi hopanoid oleh bakteri sesungguhnya digunakan untuk mencegah
mencairnya lipid terhadap suhu yang tinggi dari lingkungan yang artinya permeabilitas
membran untuk melangsungkan proses transport tetap terjaga. Hasil penelitian sebelumnya
dengan menggunakan bakteri Zymomonas mobilis yang merupakan bakteri asam didapatkan
bahwa kandungan hopanoid mencapai 30 mg/g berat sel kering atau 40-50 % dari total
kandungan lipid apabila pada medium pertumbuhan Zymomonas mobilis ditambahkan
etanol. Angka tersebut merupakan angka tertinggi yang dimiliki olehbakteri.
Selain itu pada membran sel bakteri Zymomonas mobilis terdapat komponen asam lemak
unsaturated (seperti asam palmitoleat, asam oleat, asam vassenic) yang mampu menetralkan
efek negatif dari etanol. Penetralan ini dilakukan dengan cara meningkatkan fluiditas
membran plasma, untuk menggantikan efek penurunan fluiditas yang disebabkan oleh etanol.
Hopanoid yang dihasilkan oleh bakteri Zymomonas .
Studi yang dilakukan berkenaan dengan hubungan bakteri penghasil hopanoid dan
lingkungan tempat ia hidup telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya. Semuanya
menunjukkan bahwa hopanoid kebanyakan diproduksi oleh bakteri yang hidup dalam
lingkungan tertekan. Allycyclobacillus misalnya hidup pada pH rendah. Bacillus
acidocaldarius hidup pada suhu tinggi. Zymomonas mobilis merupakan bakteri yang produksi
hopanoidnya dipengaruhioleh kondisi keasaman yang tinggi dari lingkungan yaitu medium
alkoholik.
Terbentuknya spora Mikroorganisme penghasil lipase tersebar luas di alam, termasuk sumber
air panas, karena telah ditemukan beberapa bakteri yang memiliki sifat termostabil.
Ketahanan beberapa jenis bakteri pada suhu tinggi karena mampu membentuk spora
(endospora).
Endospora genus Bacillus memunculkan dugaan bahwa Bacillus termasuk salah satu
kelompok mikroorganisme sel purba, karena sebarannya amat luas di muka bumi dan ada
beberapa jenis Bacillus yang dapat tumbuh baik pada suhu tinggi.Habitatnya yang luas
kemungkinkan genus ini mudah ditemukan baik di udara, air maupun ditanah
Terbentuknya Heat-shock Protein (Hsp) Salah satu mekanisme bakteri dapat bertahan pada
suhu tinggi maupun suhu ekstrim adalah dengan menghasilkan gen yang mengkode
chaperone GroE dan DnaK (homolog bakteri, Hsp60 dan Hsp70) yang terletak di bagian
11
operon. Hsp merupakan jenis promotor yang tahan terhadap perubahan suhu lingkungan yang
ekstrim ( Heat-shock protein ). Respon bakteri terhadap perubahan suhu tinggi, tidak terbatas
pada responnya terhadap temperature saja dan respon stress yang umum, seperti penambahan
etanol, kandungan logan berat, tekanan osmotik tinggi, keberadaan polutan, dan interaksi
dengan inang eukariotik. Heat- shock protein, termasuk chaperon dan enzim protease, dapat
mencegah denaturasi protein. Efek dari respon ini meningkatkan sifat thermotoleran, salt-
tholerance dan ketahanan terhadap keberadaan logam berat.
2.3 perhitungan jumlah mikroorganisme yang terdapat pada susu segar dan
produknya.
Pengujian bakteriologik secara umum ditujukan untuk mengetahui jumlah bakteri dalam susu
segar. Untuk menentukan jumlah bakteri dapat digunakan beberapa cara, yaitu:
1). Jumlah bakteri secara keseluruhan (Total Cell Count). Pada cara ini dihitung semua
bakteri baik yang hidup maupun yang mati.
Pada cara ini dihitung jumlah bakteri dalam satuan isi yang sangat kecil, untuk itu digunakan
kaca objek khusus yang bergaris (Petroff-Hauser) berbantuk bujur sangkar. Cara ini hanya
dapat digunakan untuk cairan yang mengandung bakteri dalam jumlah tinggi (Lay, 1994).
12
b). Menghitung berdasarkan kekeruhan.
Dasar teknik ini adalah banyaknya cahaya yang diabsorbsi sebanding dengan banyaknya sel
bakteri pada batas-batas tertentu. Umumnya untuk menghitung dengan cara ini digunakan
turbidimetri (Lay, 1994).
Pada cara ini pengenceran dilakukan dengan menggunakan sejumlah botol pengencer yang
diisi sampel dan aqua destilata steril. Agar cair didinginkan sampai suhu sekitar 44C dan
baru kemudian dituangkan ke cawan petri setelah agak membeku cawan dieramkan selama
24-48 jam (37C).
Sampel dipipet lalu ditaruh dalam cawan petri kosong steril, lalu dituang dalam media agar
yang mencair, dengan suhu sekitar 45C lalu digoyangkan dengan hati-hati sehingga
sampel dan media tercampur rata kemudian dibiarkan memadat.
Sebanyak 0.1 ml sampel ditaruh pada permukaan agar yang sudah memadat dalam cawan
petri. Kemudian sampel ditaruh pada permukaan agar yang sudah memadat dalam cawan
petri, lalu sampel diratakan di atas permukaan media tersebut dengan bantuan alat perata
(Lay, 1994).
13
pendingin. Sebagian industri pengolahan susu akan menolak susu apabila jumlah TPC >10 6
cfu/ ml. Pemeriksaan TPC dapat dilakukan dengan metode hitungan cawan
b. Koliform
Koliform merupakan parameter sanitasi susu dan produk lainnya. Koliform termasuk bakteri
yang dikeluarkan dari saluran pencernaan hewan dan manusia. Pemeriksaan koliform dapat
menggunakan metode Most Probe Number (MPN).
Isolasi dan identifikasi merupakan metode konvensional dalam pemeriksaan bakteri yang
didasarkan pada reaksi biokimia. Oleh karena itu, dalam isolasi dan iden-tifikasi bakteri
diperlukan media yang selektif. Setelah dilakukan pewarnaan Gram dilanjutkan dengan uji
biokimia pada berbagai media seperti gula. Bakteri yang sudah diisolasi dan diidentifikasi
selan-jutnya diuji secara serologis untuk menentukan serotipenya. Isolasi dan identifikasi
untuk berbagai jenis bakteri dapat mengikuti metode Cowan.
Merupakan uji mikrobiologis yang lebih sensitif dibandingkan dengan metode konvensional.
Saat ini banyak pengem- bangan dari metode PCR, salah satunya adalah MultiplexPCR.
Metode ini dapat digunakan untuk mendeteksi Staphylococcus aureus dan membedakan jenis
enterotoksin. Pengembangan PCR yang membe-rikan sensitivitas 93,30% dan mendeteksi S.
aureus103cfu/g adalah Real TimePCR (RTQ- PCR). Teknik 3 Reaction multiplexPCR lebih
akurat,cepat, dan spesifik karena metode tersebut menggunakan tiga primer sehinggadalam
satu kali runningdapat mendeteksi tiga jenis bakteri patogen sekaligus. Dalam kasus
keracunan susu yang disebutkan di atas, susu yang beracun tersebut merupakan susu yang
cara sterilisasinya menggunakan metode UHT. Seharusnya bakteri di dalam susu sudah mati
karena adanya pemanasan tinggi berarti bakteri dalam susu tersebut berasal dari kontaminasi
selama proses produksi dan penyimpanan.
14
2.4 faktor faktor yang menyebabkan timbulnya kerusakan pada susu segar dan
produknya
1) PH
2) Kelembapan
3) Suhu
4) Aktivitas air
5) Mikroorganisme
Kandang sapi yang tidak bersih dan tidak sehat maka jumlah bakteri dalam susu dapat naik
dengn cepat. Sehingga harus diperhatikan dengan cermat keadaan kadang seperti misalnya,
pencucian lantai kandang harus dengan air mengalir yang bersih, saluran pembuangan, dan
ventilasi luar ruangan.
Keadaan sapi perah yang tidak sehat dan tidak bersih pada waktu diperah akan menghasilkan
mutu susu yang tidak baik.
15
Kontaminasi sering disebabkan oleh alat-alat pada waktu pemerahan, wadah susu, air pencuci
alat maupun wadah yang dalam keadaan kotor, maka semua itu harus dijaga kebersihannya.
Pemerah atau pekerja sebisa mungkin harus sehat atau terhindar dari penyakit, karena akan
mempengaruhi kontaminasi bakteri dalam susu.
Sapi yang baru saja diberi makan akan menghasilkan susu dengan kandungan lebih banyak
dari pada sapi yang belum diberi makan.
Penyimpanan susu lebih baik dilakukan pada suhu yang tinggi (65C) daripada suhu yang
rendah (4C), karena pada suhu tinggi jumlah bakteri yang ada pada susu lebih sedikit
daripada suhu yang rendah (Hadiwiyoto, 1994).
2.5 perlakuan pada susu segar dan produknya untuk meminimalisir dan mencegah
adanya mikroorganisme pada produk produk tersebut.
Mencegah keracunan setelah minum susu dapat dilakukan dengan memperbaiki proses
penerimaan bahan baku atau susu segar, penanganan, pemrosesan, dan penyimpanan.
Kontaminasi pada susu dapat dikurangi antara lain dengan menjaga kesehatan ternak, higiene
susu, dan pasteurisasi. Higiene personal berperan penting pula dalam mencegah keracunan
setelah minum susu. Penerimaan bahan baku harus memenuhi standar SNI susu segar. Selama
pena-nganan, susu ditempatkan pada suhu dingin dalam milk cantertutup sehingga terhindar
dari kontaminasi lingkungan. Untuk susu segar yang telah meme-nuhi standar SNI, proses
16
penyimpanan dan pendistribusiannya sampai ke tangan konsumen perlu diperhatikan.
Penyim-panan harus dilakukan pada suhu dingin sampai susu ke tangan konsumen karena
meskipun telah melalui proses pasteuri-sasi, susu masih mengandung bakteri pembusuk.
Bakteri pembusuk akan berkembang pada suhu ruang. Oleh karena itu, susu pasteurisasi
harus disimpan pada kondisi dingin. Susu yang mengandung mikroba >106 cfu/ml sudah
terbentuk toksin yang dengan pasteuri-sasi masih dapat bertahan hidup.
a. Pasteurisasi
Kasus keracunan setelah minum susu perlu diwaspadai dan diperlukan tindakan pencegahan.
Pasteurisasi merupakan salah satu tindakan yang dapat dilakukan untuk mematikan bakteri
patogen. Namun, melalui pasteurisasi, bakteri yang berspora masih tahan hidup sehingga susu
pasteurisasi hanya memiliki masa kedaluwarsa sekitar satu minggu. Pasteurisasi dilakukan
dengan waktu tertentu sepertidisajikan pada Tabel 2. Pasteurisasi tidak mengubah komposisi
susu sehingga komposisinya masih setara susu segar (Jay 1996). Pasteurisasi umumnya
dilakukan pada suhu 720 C selama 15 detik.
1). Pasteurisasi lama (low temperature, long time). Pemanasan susu dilakukan pada
temperature yang tidak begitu tinggi dengan waktu yang relatif lama (pada temperature 62-
65C selama 1/2-1 jam).
2). Pasteurisasi singkat (High temperature, Short time). Pemanasan susu dilakukan pada
temperature tinggi dengan waktu yang relatif singkat (pada temperatur 85-95C selama 1-2
menit saja).
(UHT). Pemasakan susu dilakukan pada temperature tinggi yang segera didinginkan pada
temperature 10C (temperatur minimal untuk pertumbuhan bakteri susu). Pasteurisasi dengan
UHT dapat pula dilakukan dengan memanaskan susu sambil diaduk dalam suatu panci pada
suhu 81C selama 1/2 jam dan dengan cepat didinginkan. Pendinginan dapat dilakukan
dengan mencelupkan panci yangberisi susu tadi ke dalam bak air dingin yang airnya mengalir
terus menerus.
Susu yang melalui proses UHT akan memiliki masa kedaluwarsa lebih panjang dibandingkan
dengan susu pasteurisasi. Susu dengan proses UHT akan steril karena bakteri pembusuk,
17
patogen, dan berspora akan mati sehingga susu aman dikonsumsi. Kasus keracunan setelah
minum susu yang disebabkan oleh S. aureusterjadi karena kontaminasi selama penyimpanan
maupun proses produksi
b. Sterilisasi Susu
Sterilisasi susu adalah proses pengawetan susu yang dilakukan dengan cara memanaskan
susu sampai mencapai temperatur di atas titik didih, sehingga bakteri maupun kuman berikut
sporanya akan mati semua. Pembuatan susu steril dapat dilakukan dengan cara:
1). Sistem UHT yaitu susu dipanaskan sampai suhu 137 C- 140 C selama 2-5 detik.
2). Mengemas susu dalam wadah hermetic kemudian memanaskannya pada suhu 110 C- 121
C selama 20-45 detik. Cara sterilisasi susu ini memerlukan peralatan yang khusus dengan
biaya
yang relatif mahal. Oleh karena itu sterilisasi susu umumnya dilakukan oleh industriindustri
pengolahan susu (Anonim, 1998).
c. Penggunaan Bakteriosin
18
BAB III
DIAGRAM ALIR
1 BIRU METILEN
Bahan
1 Susu segar
2 Susu basi
Alat
1 Pipet ukur
2 Tabung reaksi
3 Pipet tetes
4 Rak kayu
Cara kerja
19
Tambahkan reagen Biru Metilen sebanyak 1 ml.
20
2 MENTEGA
Bahan
Mentega
Air steril
Larutan NA
Alat
Cara kerja
21
1
Ambil 1 ml dari tabung pengenceran 10
dan masukkan kedalam tabung pengenceran
2
10 yang telah berisi air steril sebanyak 9
ml. Aduk hingga homogen.
3 SUSU PASTEURISASI
Bahan
22
Alat
3 Cawan petri
Cara kerja
Ambil 1 ml dan masukkan kedalam tabung reaksi yang sudah berisi air steril
sebanyak 9 ml pada factor pengenceran 10 1. Aduk hingga homogen.
1
Ambil 1 ml dari tabung pengenceran 10 dan masukkan kedalam tabung
2
pengenceran 10 yang telah berisi air steril sebanyak 9 ml. Aduk hingga
homogen.
23
Ambil 1 ml dari masing masing factor pengenceran, masukkan ke dalam cawan
petri. Tambahkan medium PCA. Goyang goyang seperti angka 8.
Diamkan hingga benar benar padat dalam keadaan terbuka. Kemudian tutup dan
bungkus dalam keadaan terbalik.
Inkubasi selama 3 hari dan hitung jumlah mikroorganisme yang berkembang biak.
4 SUSU BUBUK
Bahan
1 Susu bubuk
2 Air steril
3 Medium PCA
24
Alat
3 Pipet tetes
Cara kerja
1
Ambil 1 ml dari tabung pengenceran 10 dan masukkan
2
kedalam tabung pengenceran 10 yang telah berisi air
steril sebanyak 9 ml. Aduk hingga homogen.
25
2
Ambil 1 ml dari tabung pengenceran 10 dan masukkan
3
kedalam tabung pengenceran 10 yang telah berisi air
steril sebanyak 9 ml. Aduk hingga homogen.
26
Diamkan hingga benar benar padat dalam keadaan
terbuka. Kemudian tutup dan bungkus dalam keadaan
terbalik.
27
KELOMPOK
PRODUK I II III IV
JAM JAM JAM JAM
28
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
https://www.academia.edu/6729771/ANALISIS_DAYA_SIMPAN_PRODUK_SUSU_PAST
EURISASI_BERDASARKAN_KUALITAS_BAHAN_BAKU_MUTU_SUSU
http://dunia-mikro.blogspot.com/2010/08/mekanisme-perubahan-warna-biru-metilen.html
http://dwiinsimiratmuko.blogspot.com/2014/02/methylene-blue-ruductase-test-mbrt.html
29