Anda di halaman 1dari 13

BAB I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Dalam kehidupan sekarang yang penuh tantangan dan perjuangan
ini, setiap orang harus memiliki bekal yang cukup untuk menghadapinya.
Oleh sebab itu, semua orang harus menyiapkan bekal untuk mengarungi
kehidupan ini. Bekal yang harus dimiliki adalah sikap mental dan kekayaan
rohani yang meliputi sikap, cara berfikir yang benar, ilmu, pengertian,
keuletan, ketabahan, dan semangat yang tidak kunjung padam. Tentunya, kita
akan sepakat jika keseluruhan modal atau bekal yang dimaksud dapat kita
persiapkan dengan cara belajar.
Ada ungkapan bahwa waktu manusia belajar itu berlangsung seumur
hidup, dengan kata lain mulai manusia lahir hingga meninggal dunia. Namun,
apakah arti sesungguhnya dari belajar itu? Dan bagaimana kah cara belajar
yang paling baik? Dari segi pendidik, bagaimanakah cara mengajar yang
tepat? Telah banyak ahli yang mendapatkan kesimpulan dari penelitiannya
dan mencurahkannya dalam bentuk teori belajarnya. Tidak sedikit pula yang
mengembangkan teori-teori yang sudah ada guna melengkapi dan
mendukung teori sebelumnya.
Dalam kesempatan ini, penulis hendak membahas salah satu teori
belajar yang cukup terkenal, yakni teori belajar tingkah laku (behavioral
learning theories). Tujuan dari makalah ini salah satunya adalah untuk
mendefinisikan arti belajar dan penerapannya yang lebih menekankan pada
tingkah laku yang dapat diamati. Teori belajar ini juga fokus pada akibat yang
menyenangkan atau tidak menyenangkan dari tingkah laku yang
diperbuatnya sehingga mempengaruhi dan mengakibatkan terjadinya
perubahan tingkah laku. Teori ini juga mencoba untuk menemukan prinsip
dari tingkah laku yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Makalah yang diberi judul Jenis - Jenis Konsep dan Prinsip Belajar
TIngkah Laku ini dibuat sebagai salah satu tugas pada mata kuliah Landasan
Pendidikan dan Pembelajaran. Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari

1
kata sempurna. Untuk itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat
diharapkan sehingga makalah ini dapat menjadi lebih baik

1.2. Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah yang dapat ditarik pada makalah ini adalah
sebagai berikut:
1. Apakah yang dimaksud dengan belajar sesuai teori belajar tingkah laku?
2. Jenis konsep apa sajakah yang terdapat pada teori belajar tingkah laku?
3. Bagaimanakah prinsip belajar tingkah laku?

1.3. Manfaat Makalah


Dari rumusan masalah yang telah dijabarkan sebelumnya, maka
tujuan dari makalah ini adalah:
1. Mendefinisikan belajar sesuai dengan teori belajar tingkah laku.
2. Mengetahui jenis jenis konsep yang terdapat pada teori belajar tingkah
laku.
3. Mengetahui prinsip belajar tingkah laku.

2
BAB II. ISI

2.1. Belajar berdasarkan Teori Belajar Tingkah Laku


Kata belajar tentu tidak lah asing ditelinga kita. Apa yang
dimaksud dengan belajar? Pertanyaaan yang sederhana hingga kita mulai
berfikir tentang jawabannya. Sebelum menjawab pertanyaan tersebut mari
kita pertimbangkan dan klasifikasikan pernyataan pernyataan dibawah ini
termasuk contoh belajar atau bukan?
1. Anak kecil yang mencoba melangkahkan kaki untuk pertama kalinya.
2. Remaja laki-laki yang merasa tertarik kepada beberapa perempuan.
3. Anak kecil yang cemas dan takut ketika melihat seorang dokter yang
membawa alat suntik.
4. Jauh setelah belajar tentang perkalian, seorang perempuan menemukan
cara lain dalam perkalian bilangan 5 yakni dengan cara membaginya
dengan 2 kemudian mengkalikannya dengan 10.
Pada dasarnya belajar menurut teori tingkah laku didefinisikan
sebagai perubahan pada individu yang disebabkan oleh pengalaman. (Driscoll
dalam Slavin, 2006). Perubahan yang terjadi dikarenakan perkembangan
seperti tumbuh tinggi bukanlah contoh dari belajar. Bukanlah karakteristik
dari seseorang jika telah ada sejak lahir seperti reflek, rasa lapar, rasa sakit,
dsb. Namun antara belajar dengan perkembangan memiliki hubungan yang
tidak dapat dipisahkan.
Dari uraian tersebut, kita bisa menyimpulkan bahwa contoh nomor 1
lebih condong pada kemajuan dari perkembangan tapi juga tergantung pada
pengalaman seperti merangkak dan lain-lain. Contoh nomor 2 bukan
merupakan belajar, akan tetapi belajar bentuk pilihan orang yang diinginkan
menjadi pasangan. Contoh nomor 3 merupakan belajar tingkah laku sebab
mengasosiasikan alat suntik dengan rasa sakit sehingga tubuhnya bereaksi
ketika melihat alat suntik. Reaksi yang terjadi mungkin tidak disengaja
namun masih merupakan belajar. Sedangkan contoh nomor 4 merupakan
contoh dari belajar yang terbentuk dari dalam (berfikir). Meskipun bukan
dikarenakan lingkungan tapi hal ini termasuk belajar teertunda dan terjadi
karena mempunyai pengalaman sebelumnya.

3
Belajar dapat berlangsung secara sengaja seperti didalam kelas atau
saat mencari informasi didalam internet, dan juga dapat berlangsung secara
tidak sengaja seperti ketakutan akan jarum suntik. Saat membaca makalah ini
pun pembaca dapat dikatakan belajar, minimal belajar mengetahui dimana
(dihalaman berapa) informasi dapat ditemukan.
Masalah bagi para pendidik bukan bagaimana membuat siswa belajar
namun bagaimana membantu siswa belajar secara khusus mengenai
informasi, kemampuan, dan konsep yang berguna bagi kehidupan saat
dewasa kelak.

2.2. Jenis Konsep Teori Belajar Tingkah Laku (Behaviour)


Para peneliti yang mendukung teori ini melaksanakan percobaan
untuk memahami bagaimana manusia dan binatang belajar. Adapun 3 orang
peneliti dengan teorinya yang sangat terkenal dalam mendukung teori belajar
tingkah laku adalah:
a. Ivan Pavlov (Classical Conditioning)
Ivan Pavlov merupakan teoritis asal Rusia. Bersama partner nya
dia mempelajari mengenai proses pencernaan pada anjing. Hasil
penelitian Pavlov menunjukkan bahwa jika bubuk daging ditempatkan
didekat mulut anjing, maka anjing tersebut akan mengeluarkan air liur.
Karena bubuk daging dapat memancing respon secara otomatis tanpa
pelatihan atau pengkondisian terlebih dahulu, maka bubuk daging ini
disebut stimulus tak bersyarat (Unconditioned Stimulus). Sedangkan
respon berupa air liur yang keluar saat didekatkan bubuk daging pada
mulut anjing tanpa adanya latihan sebelumnya disebut respon tak
bersyarat (Unconditioned Response).
Sedangkan Anjing tersebut tidak akan mengeluarkan air liur jika
tiba-tiba dibunyikan bel. Maka bel dalam percobaan ini disebut Neutral
Stimulus. Namun yang mengejutkan Pavlov membuktikan bahwa apabila
sebelumnya Neutral Stimulus dipasangkan dengan Unconditioned
Stimulus maka akan menjadi Conditioned Stimulus.Jadi bel nantinya bisa
memicu Anjing untuk mengeluarkan air liur dengan cara didekatkan

4
dengan daging kemudian belnya dibunyikan, setelah melakukan
tindakan tersebut beberapa kali, bel dibunyikan sendiri tanpa adanya
daging dan hasilnya anjing akan mengeluarkan air liur, saat itulah bel
menjadi Conditioned Stimulus. Proses dari Neutral Stimulus menjadi
Conditioned Stimulus itulah yang dinamakan Classical Conditioning.
b. E. L. Thorndike (The Law of Effect)
Penelitian dari Pavlov memberi inspirasi bagi peneliti peneliti
lain, salah satunya adalah Thorndike. Pada penelitiannya terdahulu
menggambarkan bahwa sebagian besar tingkah laku merupakan respon
dari stimulus yang ada dalam lingkungan, teori inilebih dikenal dengan
stimulus-response (S-R) theory. Dalam penelitiannya, Thorndike
memiliki asumsi bahwa ada beberapa tingkah laku yang diakibatkan oleh
refleks, sehingga yang terjadi adalah ketidaksengajaan. Sehingga tingkah
laku dapat terwujud karena suatu kesengajaan atau ketidaksengajaan.
Thorndike mampu melebihi Ivan dalam hal menunjukkan bahwa
stimulus itu dapat muncul setelah adanya tingkah laku dan dapat
mempengaruhi tingkah laku selanjutnya (tingkah laku mendatang).
Dalam percobaanya, Thorndike menempatkan seekor kucing dalam
sebuah kotak dan mengamati bagaimana kucing tersebut mencari jalan
keluar sehingga mendapatkan makanan. Hasilnya kucing tersebut belajar
untuk mencari jalan keluar, dan waktunya lebih cepat seiring dengan
seringnya pengulangan yang dilakukan, dan uniknya kucing tersebut
tidak melakukan pengulangan jalan keluar yang tidak efektif.
Dari percobaannya, Thorndike membangun sebuah teori yang
diberi nama Law of effect yang menyatakan bahwa jika suatu aksi diikuti
oleh perubahan lingkungan yang memuaskan maka kemungkinan aksi
tersebut akan berulang pada situasi yang sama akan bertambah,
sebaliknya jika setelah melakukan aksi terdapat perubahan lingkungan
yang tidak memuaskan maka peluang terjadi pengulangan aksi pada
situasi yang sama akan semakin berkurang. Kesimpulan yang diambil
Thorndike adalah akibat dari suatu tingkah laku sangat menentukan
tingkah laku di masa yang akan dating.
c. B. F. Skinner (Operant Conditioning)

5
Beberapa tingkah laku akan muncul karena adanya stimulus
tertentu. Skinner berpendapat bahwa tingkah laku yang bersifat refleks
merupakan bagian kecil dari keseluruhan tingkah laku. Mirip dengan
Thorndike, Skinner lebih menekankan pada hubungan antara tingkah
laku dengan akibatnya, seperti jika prilaku seseorang diikuti oleh
dampak yang menyenangkan maka orang tersebut akan mengulanginya
dengan lebih sering. Penggunaan akibat atau dampak baik yang
menyenangkan atau tidak menyenangkan sering disebut dengan Operant
Conditioning.
Percobaan yang dilakukan Skinner lebih memfokuskan pada
penempatan subyek dalam situasi yang terkontrol dan mengamati
perubahan tingkah lakunya yang dihasilkan oleh perubahan yang
sistematis sebagai akibat dari perilakunya. Dalam penelitiannya, Skinner
mengembangkan alat yang sangat terkenal yang diberi nama Skinner
box, yang didalamnya berisikan alat alat sederhana untuk mempelajari
tingkah laku hewan yang biasanya tikus atau burung. Jika berisikan
tikus, maka isi dari kotak tersebut adalah penghalang yang dapat dengan
mudah ditekan oleh tikus dan mesin pembagi makanan dan minuman
akan memberikan butiran makan dan minuman untuk tikus tersebut.
Tikus tersebut tidak dapat melihat dan mendengar apapun yang berada
diluar kotak tersebut sehingga semuanya dapat dikontrol dengan sangat
baik. Hasilnya setelah beberapa kali penekanan penghalang oleh tikus
tersebut, maka frekuensi penekanannya semakin sering. Keuntungan
yang sangat penting dari penggunaan Skinner box adalah mendapatkan
pembelajarn ilmiah yang lebih hati hati dari tingkah laku dalam
lingkungan yang terkontrol. Keuntungan lainnya siapapun dengan
peralatan yang sama dapat mengulang percobaan yang dilakukan
Skinner.
2.3. The Role Consequences
Merupakan salah satu prinsip dalam pembelajaran tingkah laku.
Selain penelitian dari 3 tokoh yang telah dipaparkan, sebenarnya masih
banyak penelitian penelitian lainya yang menghasilkan prinsip penting dari

6
teori belajar tingkah laku, yakni bahwa tingkah laku dapat berubah menurut
akibat yang bersifat segera. Seperti halnya Skinner atau pun Thorndike
dimana terjadi perubahan tingkah laku pada kucing karena mendapatkan
makanan sebagai akibat sehingga menjadi lebih cepat. Dampak atau akibat
yang menyenangkan akan membuat pengulangan semakin bertambah,
sedangkan dampak yang tidak menyenangkan akan mengurangi frekuensi
pengulangan terhadap tingkah laku tersebut.
Contoh lain jika anak merasa senang membaca maka dia akan
membaca buku lebih sering, namun jika merasa bosan dalam membaca maka
dia akan jarang untuk membaca atau mengalihkannya dalam bentuk aktivitas
yang lain. Dampak atau akibat yang menyenangkan biasa dikenal dengan
istilah penguatan (Reinforcers) sedangkan dampak atau akibat yang buruk
disebut hukuman (Punisher)
2.4. Reinforcers (Primary and Secondary Reinforcers)
Prinsip lainnya dari pembelajaran tingkah laku adalah Reinforcers
yang didefinisikan sebagai segala dampak yang menguatkan (menambah
frekuensi dari) tingkah laku. Perlu diperhatikan bahwa efektivitas dari sebuah
Reinforcers perlu diuji cobakan. Kita tidak bisa mengasumsikan 1 bentuk
Reinforcers yang berhasil pada seseorang akan dapat berhasil pula pada orang
yang lain. Seperti ada anak kecil yang dengan diberi permen maka dia akan
mengulangi perbuatannya semakin sering, namun bagai anak yang dewasa
atau mungkin anak yang tidak menyukainya, permen tidak akan berdampak
apapun bagi mereka. Sehingga jika seorang guru mengatakan bahwa dengan
membererikan Reinforcers berupa permen tidak berhasil, maka yang terjadi
adalah kesalahan guru dalam penggunaan istilah Reinforcers sebab tidak ada
fakta bahwa permen merupakan Reinforcers untuk individu tersebut
meskipun mungkin bagi individu lain. Dengan kata lain tidak ada bentuk
reward apapun yang dapat diasumsikan sebagai Reinforcers untuk semua
orang pada semua kondisi.
Dari segi bentuknya Reinforcers dapat dibagi menjadi 2 bagian,
yakni Primary reinforcers (Penguatan primer) dan secondary reinforcers
(Penguatan sekunder). Penguatan primer (Primary reinforcers) adalah segala

7
bentuk akibat dari tingkah laku yang memenuhi kebutuhan dasar seperti air,
makanan, keamanan, kehangatan atau keramahan dan hubungan seksual.
Sedangkan penguatan sekunder (secondary reinforcers) adalah segala bentuk
akibat dari tingkah laku yang dipelajari seseorang sebagai nilai melalui
asosiasinya dengan penguatan primer. Sebagai contoh, uang tidak
mempunyai nilai bagi anak kecil sampai anak tersebut belajar bahwa uang
dapat membeli makanan. Contoh lain seperti skor yang tidak mempunyai
banyak nilai bagi anak anak kecuali orang tuanya yang menilai bagus untuk
skor yang didapatkan yang implikasinya orang tua memberikan pujian, dan
itu yang memiliki nilai bagi anak sebagai asosiasinya dengan cinta,
kehangatan, keamanan, dan penguatan lainnya. Ada 3 kategori dasar dari
penguatan sekunder, yang pertama adalah penguatan social meliputi pujian,
senyuman, pelukan, dan perhatian. Tipe yang kedua yakni penguatan
aktivitas yang meliputi akses mainan, permainan, atau aktivitas
menyenangkan lainnya. Tipe yang terakhir adalah penguatan symbol seperti
uang, skor, bintang, poin, dan lain sebagainya.
Sebagian besar, penguatan yang digunakan disekolaha adalah
pemberian sesuatu kepada siswa. Penguatan yang demikian disebut
penguatan positif termasuk didalamnya pujian, skor, dan bintang.
Bagaimanapun ada cara lain untuk menguatkan tingkah laku yakni dengan
mempertimbangkan akibat tidak menyenangkan yang akan didapat ketika
tidak melakukan tingkah laku tersebut. Sehingga penguatan terhadap tingkah
laku terjadi karena mencegah adanya dampak yang tidak menyenangkan.
Contohnya, orang tua yang mungkin akan membebaskan anaknya dari
makanan penutup jika anaknya dapat menyelesaikan pekerjaan rumahnya.
Dalam hal ini, makanan penutup dianggap sebagai suatu kondisi yang tidak
menyenangkan, sehingga terbebas dari itu merupakan suatu penguatan.
Penguatan karena ingin menghindari sesuatu atau kondisi yang tidak
menyenangkan disebut dengan penguatan negatif.
Penguatan negative sering disalah gunakan atau disama artikan
dengan hukuman Salah satu cara untuk menghindari kesalahan tersebut

8
adalah untuk mengingat bahwa penguatan dilakukan untuk memperkuat
tingkah laku sedangkan hukuman dilakukan untuk mengurangi tingkah laku
2.5. The Premack Principle
Merupakan aturan yang menyatakan bahwa aktifitas yang
menyenangkan dapat digunakan untuk penguatan partisipasi dalam aktifitas
yang kurang menyenangkan. Dengan kata lain akses kepada suatu aktifitas
yang diinginkan kadang diperlukan untuk meningkatkan frekuensi aktivitas
yang kurang diinginakan. Contohnya seperti saat seorang guru mengatakan
Selesaikanlah pekerjaan kamu dan kamu bisa pergi keluar atau saat orang
tua menyuruh kita membersihkan kamar, baru setelah itu akan membacakan
cerita. Sehingga dibacakan cerita merupakan aktifitas yang menyenangkan
untuk membuat tingkah laku seperti membersihkan kamar semakin sering.
Prinsip ini juga dikenal dengan prinsip Aturan nenek, mengapa demikian,
berasal dari ucapan para nenek yang mengatakan makanlah sayuranmu dan
kamu bisa pergi bermain. Jadi seorang guru dapat menggunakan aturan
nenek ini untuk meningkatkan frekuensi aktivitas yang dianggap kurang
menyenangkan.
2.6. Intrinsic and Extrinsic Reinforcers
Dari segi datangnya suatu reward, penguatan dibagi menjadi 2 yakni
instrinsic dan extrinsic reinforcers. Sebagian besar penguatan yang dianggap
penting dalam memelihara tingkah laku adalah rasa senang yang melekat
pada saat melakukan aktivitas tersebut. Contohnya adalah orang yang
memiliki hobi seperti berenang, membaca, mendaki gunung, dan lain
sebagainya tidak memiliki alasan lain melakukan aktivitas tersebut selain
menyenangkan untuk dilakukan. Penguatan seperti inilah yang disebut
dengan instrinsic reinforcers. Dengan kata lain instrinsic reinforcers adalah
perilaku yang menyenangkan bagi seseorang demi kepentingannya sendiri
tanpa adanya reward yang diberikan Tentunya instrinsic reinforcers berbeda
dengan extrinsic reinforcers. Pujian dan penghargaan diberikan untuk
memotivasi seseorang dalam menerima tingkah laku yang mungkin tidak
diterima tanpa adanya penghargaan tersebut. Dengan kata lain extrinsic
reinforcers merupakan penguatan dengan cara memberikan sebuah

9
penghargaan bagi mereka yang bertingkah laku seperti yang diharapkan.
Namun perlu diperhatikan dalam penggunaan di bidang pendidikan terutama
disekolah, efek dari pemberian penguatan yang nyata pada aktivitas siswa,
hal ini membuat kebanyakan dari siswa beraktivitas bukan karena apa yang
mereka inginkan tapi karena reward yang didapatkan. Tidak ada dasar yang
memprihatinkan bahwa penggunaan extrinsic reinforcers akan mengurangi
motivasi instrinsic. Akan lebih bagus penguatan yang digunakan adalah
penguatan yang bersifat social dan komunikasi, salah satunya berupa
pengakuan sehingga dapat membangun kemandirian siswa.
2.7. Uses of Reinforcement
Penguatan hakikatnya dilakukan dengan tujuan agar tingkah laku
yang diharapkan dapat muncul dan sifatnya berulang. Terdengar begitu
mudah tetapi dalam praktiknya tidak mudah untuk memunculkannya. Untuk
itu kita harus mengetahui yang perlu dilakukan agar penguatan dapat berjalan
dengan baik adalah sebagai berikut:
a. Memutuskan tingkah laku apa yang diinginkan dari siswa dan beri
penguatan ketika tingkah laku tersebut muncul. Perlu diketahui ketika
siswa mulai mengerjakan suatu permasalahan, sangat memungkinkan
siswa tersebut akan membutuhkan penguatan disetiap proses
penyelesaian masalah tersebut. Untuk itu guru harus menyediakan
rewards yang cukup atau paling tidak mengetahui penguatan seperti
apa yang akan diberikan.
b. Beritahukan kepada siswa tentang tingkah laku yang kamu inginkan
dan ketika tingkah laku tersebut muncul, berikan penguatan pada siswa
dan beritahukan kepada mereka apa alasannya. Guru dapat
memperlihatkan rubrik penilaian mengenai aspek aspek apa saja
yang dinilai beserta poin yang bisa didapatkan. Dengan demikian
siswa menjadi tahu mana kelebihan dan mana kekurangannya dari
umpan balik yang didapatkan dari kamu.
c. Penguatan tingkah laku yang tepat dan segera setelahtingkah laku
tersebut muncul. Perlu diketahui bahwa penguatan yang tertunda itu
kurang efektif jika dibandingkan dengan penguatan yang sesegera
mungkin. Seperti halnya ketika memberi suatu penugasan, beri umpan

10
balik kepada siswa sesegera mungkin, hal ini sangat penting untuk
membuat siswa mengetahui tentang apa yang harus dia lakukan
selanjutnya.
d. Berkaitan dengan 3 hal yang telah dianjurkan sebelumnya, perlu
diperhatikan juga dalam pemberian penguatan tidak diperbolehkan
secara asal asalan saat memilih penguatan yang hendak diberikan.
Aturannya berikan penguatan jika diperlukan, dan penguatan tersebut
harus dari yang paling dasar terlebih dahulu, dengan urutannya
penguatan diri sendiri, pujian, perhatian, nilai dan pengakuan, call
home, penguatan berbasis rumah, hak istimewa, penguatan aktivitas,
penguatan nyata, makanan. Artinya jika pujian dapat bekerja dengan
baik jangan gunakan nilai, jika nilai bekerja dengan baik jangan
gunakan hak istimewa, dan seterusnya. Tidak kalah penting juga untuk
tidak menyerah dalam menggunakan penguatan ini dan berfikir akan
menggunakan hukuman.

11
BAB III. PENUTUP

2.8. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari makalah ini guna
menjawab rumusan masalah adalah sebagai berikut:
1. Belajar sesuai teori belajar tingkah laku didefinisikan sebagai perubahan
pada individu yang disebabkan oleh pengalaman baik yang disengaja
maupun yang tidak sengaja.
2. Jenis konsep dalam teori belajar tingkah laku yang pertama adalah
classical conditioning (Proses dari Neutral Stimulus menjadi Conditioned
Stimulus), yang kedua yakni the law of effect (jika suatu aksi diikuti oleh
perubahan lingkungan yang memuaskan maka kemungkinan aksi tersebut
akan berulang pada situasi yang sama akan bertambah, dan berlaku
sebaliknya) ,dan yang ketiga adalah operant conditioning (Penggunaan
akibat atau dampak baik yang menyenangkan atau tidak menyenangkan
untuk memunculkan suatu tingkah laku)
3. Prinsip dasar dalam teori belajar tingkah laku sebenarnya ada beberapa,
namun yang diulas dalam makalah ini hanya 2 yakni the role of
consequence (tingkah laku dapat berubah karena akibat yang bersifat
segera), dan reforcers (segala dampak yang menguatkan dan menambah
frekuensi dari tingkah laku), reforcers ini dibagi menjadi 2 yakni primary
reforcers (segala bentuk akibat dari tingkah laku yang memenuhi
kebutuhan dasar seperti air, makanan, keamanan, kehangatan atau
keramahan dan hubungan seksual) dan secondary reforcers (segala
bentuk akibat dari tingkah laku yang dipelajari seseorang sebagai nilai
melalui asosiasinya dengan penguatan primer).
2.9. Saran
Adapun saran yang dapat penulis berikan adalah sebagai berikut:
1. Saat menulis makalah yang serupa dapat ditambahkan mengenai prinsip
prinsip belajar tingkah laku yang lain seperti hukuman, pemeliharaan, dan
lain sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA

12
Slavin, R.E. (2006). Educational Psychology Theory and Practice. E-book.
Johns Hopkins University

13

Anda mungkin juga menyukai