Anda di halaman 1dari 19

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bacterial Vaginosis (BV) adalah suatu kondisi perubahan ekologi vagina yang

ditandai dengan pergeseran keseimbangan flora vagina dimana dominasi

Lactobacillus digantikan oleh bakteri fakultatif anaerob antara lain didominasi oleh

Mobiluncus species, Bacteroides species, khususnya Gardnerella vaginalis. Bakterial

vaginosis merupakan kondisi yang umum dijumpai pada wanita usia reproduktif.1

Prevalensi kejadian bakterial vaginosis di seluruh dunia terbilang cukup

tinggi. Penelitian yang dilakukan Amsel dkk pada wanita yang mendatangi klinik

ginekologi di pusat kesehatan Universitas Washington, Amerika mendapatkan

prevalensi BV sebesar 25 %, dan sebanyak 50 % diantaranya asimtomatis.2

Vaginosis bakteri merupakan salah satu dari penyebab yang paling sering

keluhan ginekologis. Pasien wanita dengan VB mempunyai risiko lebih tinggi

terhadap penularan infeksi menular seksual (IMS) lainnya. Pada VB dalam

kehamilan dapat mengakibatkan komplikasi berupa abortus, persalinan prematur,

ketuban pecah dini dan endometritis postpartum. Penelitian pada wanita Asia di India

dan Indonesia melaporkan bahwa prevalensi vaginosis bakteri sekitar 32% (Pujiastuti,

2014). Pada tahun 2005 di Jakarta prevalensi infeksi saluran reproduksi yang terjadi

yaitu candidiasis 6,7%, tricomoniasis 5,4% dan bacterial vaginosis 5,1%. Menurut

data tahun 2007 di Indonesia prevalensi infeksi saluran reproduksi sebagai berikut

bacterial vaginosis 53% serta vaginal kandidiasis 3%. Tahun 2008 prevalensi infeksi

1
saluran reproduksi pada remaja putri dan wanita dewasa yang disebabkan oleh

bakterial vaginosis sebesar 46%, candida albicans 29%, dan tricomoniasis 12%

(Manuaba I.B.G, 2007). Strategi pencegahan dibutuhkan untuk mengurangi insiden

vaginosis bakteri. Identifikasi faktor risiko merupakan upaya kewaspadaan penting

untuk mencegah vaginosis bakterialis.3

1.2. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan dari referat ini adalah sebagai bahan rujukan dalam kasus

vaginosis bakterial.

1.3. Manfaat Penulisan

Manfaat penulisan referat ini yaitu diharapkan penulis dan pembaca dapat

mengetahui penyebab, gejala klinis, diagnosis, dan tatalaksana awal vaginosis

bakterial sesuai dengan penyebabnya.

2
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Vaginosis Bakterial (VB) adalah sindrom klinis akibat pergantian

Lactobacillus sp., penghasil hidrogen peroksidase (H2O2), yang merupakan flora

normal pada vagina dengan bakteri anaerob konsentrasi tinggi (seperti : Bacteriodes

sp., Mobiluncus sp., Gardnerella vaginalis dan Mycoplasma hominis.Vaginosis

bakterial merupakan penyebab utama timbulnya sekret vagina yang berbau tidak

sedap pada wanita usia reproduktif. Lactobacillus sp., merupakan mikroorganisme

yang mendominasi pada wanita dengan sekret vagina normal. Mikrorganisme

tersebut berperan dalam membantu pertahanan lingkungan vagina terhadap patogen

dengan menjaga keasaman pH vagina dan produksi hidrogen peroksida sebagai

antimikroba (Pujiastuti,2014).4

Pergantian Lactobacillus spp. ini menyebabkan penurunan konsentrasi H2O2

yang umumnya ditandai dengan produksi sekret vagina yang banyak, berwarna abu-

abu. hingga kuning, tipis, homogen, berbau amis dan terdapat peningkatan pH.

Sindrom klinis ini dikenal pula sebagai Haemophilus vaginalis vaginitis, Gardnerella

vaginalis vaginitis, atau vaginitis non spesifik. VB merupakan penyebab paling

sering dari keluhan duh tubuh vagina dan keputihan yang bau, namun 50% pasien VB

tidak memberikan gejala apapun. VB dapat memberikan komplikasi berupa infeksi

traktus urinarius. Penyebab perubahan mikrob yang khas ditemukan pada kasus VB

masih belum seluruhnya diketahui, begitu juga kemungkinan penularan VB melalui

3
hubungan seksual masih belum bisa ditegakkan. Pasien wanita dengan VB

mempunyai risiko lebih tinggi terhadap penularan infeksi menular seksual (IMS)

lainnya. Pada VB dalam kehamilan dapat mengakibatkan komplikasi berupa abortus,

persalinan prematur, ketuban pecah dini dan endometritis postpartum.4

Penyebab vaginosis bakterial bukan mikroorganisme tunggal. Pada suatu

analisis dari data flora vagina memperlihatkan bahwa ada 4 kategori dari bakteri

vagina yang berhubungan dengan vaginosis bakterial yaitu : Gardnerella vaginalis,

Bacteroides sp., Mobiluncus sp., Mycoplasma hominis. bakterial ditandai oleh

perubahan flora saluran genital, dominasi Lactobacillus, digantikan oleh berbagai

jenis organisme Gram positif maupun Gram negatif seperti Gardnerella vaginalis,

Mobiluncus sp., Bacteriodes sp., dan Mycoplasma sp. Lactobacillus memproduksi

H2O2 (Arianita, 2015).5

Vaginosis yang mempertahankan pH vagina dalam keadaan asam sehingga

mencegah berkembangnya bakteri-bakteri lain, dengan terjadinya pergeseran

dominasi flora di vagina. Perubahan mikrobiologis ini menyebabkan perubahan

biokimia berupa peningkatan pH vagina, produksi uap amin dan peningkatan kadar

endotoksin, enzim sialidase serta glikosidase bakteri yang ditemukan pada cairan

vagina (Maskur, 2007).6

2.2 Epidemiologi

Infeksi BV adalah penyebab paling umum dari gejala-gejala yang terjadi pada

vagina wanita, namun sampai saat ini belum jelas bagaimana peran aktivitas

diperkembangan infeksi BV. Prevalensi di Amerika Serikat diperkirakan 21,2 juta

(29,2%) diantara wanita usia 14-49 tahun, didasarkan pada sampel perwakilan

4
nasional dari wanita yang berpartisipasi dalam NHANES 2001-2004. Sebagian besar

wanita denganinfeksi BV (84%) melaporkan tidak merasakan adanya gejala. Wanita

yang belum melakukan hubungan seks vaginal, oral, atau anal masih bisa terinfeksi

BV (18,8%), demikian pula pada wanita hamil (25%), dan wanita yang sudah pernah

hamil (31,7%). Prevalensi infeksi BV meningkat berdasarkan jumlah pasangan

seksual seumur hidup. Perempuan bukan kulit putih memiliki prevalensi yang lebih

tinggi (Afrika-Amerika 51%, Amerika Meksiko 32%) daripada wanita kulit putih

(23%).5

Dari beberapa penelitian, 13.747 wanita hamil pada 23 hingga 26 minggu

kehamilan menjalani evaluasi untuk infeksi BV dengan menggunakan kriteria

pengecatan gram sekret vagina. Walaupun 16,3% wanita memiliki infeksi BV,

prevalensi terjadinya infeksi BVbervariasi luas dari segi etnis, 6,1% pada wanita

Asia, 8,8% dariwanita Kaukasia, 15,9% Hispanik, dan 22,7% dari wanita keturunan

Afrika-Amerika. Studi-studi lain telah menemukan prevalensi infeksi BV antenatal

dari wanita dengan gejala yang asimtomatik, 5% di Italia, 12% Helshinki, 21% di

London, 14% di Jepang, 16% di Thailand, dan 17% di Jakarta. 9 Aggarawati dalam

penelitiannya mendapatkan prevalensi infeksi BV pada ibu hamil sebesar 43,3% dari

60 wanita hamil yang memenuhi kriteria inklusi.7

2.3 Etiologi

Penyebab dari BV masih belum diketahui dengan pasti, tetapi berdasarkan

epidemiologi kumpulan gejala yang timbul pada BV berhubungan dengan aktivitas

seksual. BV merupakan infeksi vagina tersering pada wanita yang aktif secara

5
seksual. Penyebab BV bukan organisme tunggal. Pada suatu analisis dari data flora

vagina memperlihatkan ada 4 jenis bakteri vagina yang berhubungan dengan BV

yaitu : Gardnerella vaginalis, Bacteroides Spp, Mobiluncus Spp, Mycoplasma

hominis.13

a. Gardnerella vaginalis

Selama 30 tahun terakhir observasi Gardner dan Dukes bahwa G.vaginalis sangat

erat hubungannya dengan BV. Meskipun demikian dengan media kultur yang sensitif

G.vaginalis dapat diisolasi dalam konsentrasi yang tinggi pada wanita tanpa tanda-

tanda infeksi vagina. G.vaginalis dapat diisolasi pada sekitar 95% wanita dengan BV

dan 40-50% pada wanita tanpa gejala vaginitis atau pada penyebab vaginitis lainnya.

Sekarang diperkirakan bahwa G.vaginalis berinteraksi melalui cara tertentu dengan

bakteri anaerob dan mycoplasma genital menyebabkan BV. 13

b. Bakteri anaerob

Bacteroides Spp diisolasi sebanyak 76% dan Peptostreptococcus sebanyak 36% pada

wanita dengan BV. Pada wanita normal kedua tipe anaerob ini lebih jarang

ditemukan. Penemuan species anaerob dihubungkan dengan penurunan laktat dan

peningkatan suksinat dan asetat pada cairan vagina. Setelah terapi dengan

metronidazole, Bakteroides dan Peptostreptococcus tidak ditemukan lagi dan laktat

kembali menjadi asam organik predominan dalam cairan vagina. Spiegel

menyimpulkan bahwa, bakteri anaerob berinteraksi dengan G.vaginalis untuk

menimbulkan vaginosis. Peneliti lain memperkuat adanya hubungan antara bakteri

anaerob dengan BV. Mikroorganisme anaerob lain yaitu Mobiluncus Spp. merupakan

6
batang anaerob lengkung yang juga ditemukan pada vagina bersamasama dengan

Organisme lain yang dihubungkan dengan BV. Mobiluncus Spp tidak pernah

ditemukan pada wanita normal, 85% wanita dengan BV mengandung organisme ini.
13

c. Mycoplasma hominis

Berbagai peneliti menyimpulkan bahwa Mycoplasma hominis juga harus

dipertimbangkan sebagai agen etiologik untuk BV, bersama-sama dengan

G.vaginalis dan bakteri anaerob. Prevalensi tiap mikroorganisme ini meningkat pada

wanita dengan BV. Organisme ini terdapat dengan konsentrasi 100-1000 kali lebih

besar pada wanita dengan BV mengandung organisme ini. 13

2.4 Faktor Risiko

Ekosistem vagina adalah lingkaran kehidupan yang ada di vagina. Ekosistem

ini dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu estrogen dan laktobasilus (bakteri baik).

Jika keseimbangan ini terganggu, bakteri laktobasilus akan mati dan bakteri phatogen

akan tumbuh sehingga tubuh akan rentan terhadap infeksi. Penggunaan antiseptik

yang terlalu sering dapat berakibat pada gangguan keseimbangan ekosistem pada

vagina. Hal ini sejalan dengan pendapat Michael Charter et al (2012) yang

menyatakan bahwa mencuci vagina merupakan salah satu penyebab dari vaginosis

bakterial. Mencuci vagina dengan menggunakan sabun dan deodoran dapat

mengganggu keseimbangan bakteri. Hasil penelitian Nicola L (2011) menyimpulkan

bahwa beberapa tindakan pembersihan vagina meningkatkan risiko perkembangan

flora intermediate vagina dan vaginosis bakterial pada wanita yang sebelumnya

memiliki flora vagina yang normal.

7
Selain itu pemasangan IUD juga merupakan factor risiko vaginosis

bakterualis. Efek samping pemasangan IUD akibat adanya manipulasi secara

langsung terhadap saluran maupun organ reproduksi mulai dari vagina, endometrium,

dan uterus dan juga terdapatnya benda asing di dalam uterus akan menyebabkan

reaksi inflamasi dan mengganggu fisiologi organ reproduksi. Ketidakseimbangan

hormon yang terjadi dengan pemasangan alat, serta teknik, cara, dan lama

pemasangan sangat beresiko menggangu flora normal vagina. Selain itu tindakan

medis pemasangan IUD seringkali didahului dengan tindakan desinfeksi pada vagina

yang dapat membunuh sebagian besar laktobasillus yang ada pada area yang terpapar

desinfektan.5

Dari hasil penelitian Ernawati tahun 2011 tentang risiko kebiasaan mengganti

celana dalam terhadap kejadian vaginosis bacterial, terdapat hubungan yang

signifikan antara kebiasaan mengganti celana dalam secara rutin dengan kejadian

vaginosis bakterial dengan hasil uji statistik Chi-square diperoleh nilai p = 0,000 <

= 0,05. Hasil Odds ratio menunjukkan nilai 8,3 dan CI interval 3,14 21,88 yang

menyatakan bahwa kebiasaan mengganti celana dalam berperan sebagai faktor risiko

kejadian vaginosis bakterial pada wanita usia subur.3

Setiap perempuan bisa mendapat BV. Beberapa perilaku atau kegiatan dapat

mengganggu keseimbangan flora bakteri alami dan meningkatkan risiko pertumbuhan

BV, termasuk: (1) Douching - menggunakan air atau larutan obat untuk

membersihkan vagina, (2) Mandi dengan menggunakan cairan antiseptik, (3)

Memiliki pasangan seks baru, (4) Memiliki banyak pasangan seks, (5) Wangian

gelembung mandi dan beberapa sabun wangi, (6) merokok, (7) Menggunakan IUD

8
(intrauterine device), seperti alat kontrasepsi yang terbuat dari plastik dan tembaga

yang cocok di dalam rahim, (8) Menggunakan deodorant vagina, (9) Mencuci pakaian

dengan deterjen yang kuat dan sebagainya. Namun, wanita yang belum pernah

berhubungan seksual bisa juga mendapat BV.3

2.5 Patofisiologi

Sekelompok kuman harus bekerja secara sinergistik untuk menimbulkan kejadian

vaginosis. Flora campuran kuman anaerob dapat tumbuh secara berlebihan sebagai

akibat adanya peningkatan substrat, peningkatan pH, dan hilangnya dominasi flora

normal laktobasili yang menghambat pertumbuhan kuman lain. Pada wanita normal

dijumpai kolonisasi strain Laktobasili yang mampu memproduksi H2O2, sedangkan

pada penderita vaginosis terjadi penurunan jumlah populasi laktobasili secara

menyeluruh, sementara populasi yang tersisa tidak mampu menghasilkan H2O2.

Diketahui bahwa H2O2 dapat menghambat pertumbuhan kuman-kuman yang terlibat

dalam vaginosis, yaitu oleh terbentuknya H2O-halida karena pengaruh peroksidase

alamiah yang berasal dari serviks. Dengan meningkatnya pertumbuhan kuman,

produksi senyawa amin oleh kuman anaerob juga bertambah, yaitu berkat adanya

dekarboksilase mikrobial. Senyawa amin yang terdapat pada cairan vagina yaitu

putresin, kadaverin, metilamin, isobutilamin, fenetilamin, histamin, dan tiramin. 15,16

Bakteri anaerob dan enzim yang diproduksi oleh Gardnerella dalam suasana pH

vagina yang meningkat akan mudah menguap dan menimbulkan bau amis, bau serupa

juga dapat tercium jika pada sekret vagina yang diteteskan KOH 10%. Senyawa amin

aromatik yang berkaitan yang berkaitan dengan timbulnya bau amis tersebut adalah

9
trimetilamin, suatu senyawa amin abnormal yang dominan pada BV. Bakteri anaerob

akan memproduksi aminopeptida yang akan memecah protein menjadi asam amino

dan selanjutnya menjadi proses dekarboksilasi yang akan mengubah asam amino dan

senyawa lain menjadi amin, yaitu dekarboksilasi ornitin (metabolit arginin) akan

menghasilkan putresin, dekarboksilasi lisin akan menghasilkan kadaverin dan

dekarboksilasi betain (metabolit kolin) akan menghasilkan trimetilamin.14

Poliamin asal bakteri ini bersamaan dengan asam organik yang terdapat dalam

vagina penderita infeksi BV, yaitu asam asetat dan 11 suksinat, bersifat sitotoksik dan

menyebabkan eksfoliasi epitel vagina. Hasil eksfoliasi yang terkumpul membentuk

sekret vagina. Dalam pH yang alkalis Gardnerella vaginalis melekat erat pada sel

epitel vagina yang lepas dan membentuk clue cells. Secara mikroskopik clue

cellsnampak sebagai sel epitel yang sarat dengan kuman, terlihat granular dengan

pinggiran sel yang hampir tidak tampak.14,15,16

2.6 Manifestasi Klinis

Gambaran klinis yang umum terdapat pada VB adalah bau vagina yang khas

berupa bau amis seperti bau ikan. Hal ini disebabkan produksi senyawa amin berupa

trimethylamin, putresin dan cadaverin oleh bakteri anaerob. Senyawa amin ini

banyak menguap bila pH lingkungan meningkat, seperti saat berhubungan seksual

dan saat menstruasi. Duh tampak homogen, encer, bewarna putih dan menempel

pada dinding vagina atau sering kali tampak pada labia atau fourchette. 17

2.7 Diagnosis

10
2.7.1 Kultur

Kultur tidak bisa menjadi gold standard untuk diagnosis vaginosis bakteri. Hal

ini dikarenakan organisme yang terlibat dalam infeksi BV tidak dapat dipisahkan

dengan mudah dan bakteribakteri yang berperan dalam terjadinya infeksi BV tetap

ada dengan jumlah yang sedikit pada kondisi normal sehingga pada hasil kultur akan

selalu terdiagnosis sebagai infeksi BV. Bakteri Gardnerella vaginalis ditemukan

sebanyak 60% pada kultur vagina normal. Kultur G. vaginalis hanya memberikan

sedikit keuntungan untuk mendiagnosis VB karena G.vaginalis merupakan flora

vagina sehingga didapatkan juga pada cairan vagina normal , meskipun dalam

konsentrasi rendah.18

2.7.2 Kriteria Spiegel

Metode pemeriksaan Spiegel merupakan penilaian yang berdasar pada jumlah

kuman Lactobacillus, Gardnerella dan flora campuran dalam menegakkan diagnosis

apakah seseorang terdiagnosis BV atau tidak. Kriteria Spiegel bersifat lebih tegas

karena hanya terdapat 2 kriteria aja, yaitu normal dan BV positif,sehingga lebih

memudahkan dalam menentukan perlu atau tidaknya dilakukan terapi.19

Jika pada pengecatan Gram menunjukkan predominasi (3+ sampai 4+)

Lactobacillus, dengan atau tanpa morfotipe Gardnerella, diinterpretasikan normal.

Jika pada pengecatan Gram menunjukkan flora campuran meliputi bakteri Gram

positif, bakteri Gram negatif,atau bakteri Gram variabel dan morfotipe Lactobacillus

menurun atau tidak ada (0-2+), diinterpretasikan infeksi BV.19

11
2.7.3 Kriteria Nugent

Kriteria Nugent atau juga dikenal sebagai skor Nugent merupakan metode

diagnosis infeksi BV dengan pendekatan berdasarkan jumlah bakteri yang ada sekret

vagina. Kriteria Nugent merupakan modifikasi dari metode Spiegel dalam

penghitungan jumlah kuman pada preparat basah sekret vagina. Kriteria Nugent

dinilai dengan adanya gambaran Lactobacillus, Gardnerella vaginalis dan Mobiluncus

spp. (skor dari 0 sampai 4 tergantung pada ada atau tidaknya pada preparat). Kuman

batang Gram negatif/Gram variable kecil (Garnerella vaginalis) jika lebih dari 30

bakteri per lapangan minyak imersi (oif) diberi skor 4; 6-30 bakteri per oif diberi skor

3; 1-5 bakteri per oif diberi skor 2; kurang dari 1 per oif diberi skor 1; dan jika tidak

ada diberi skor 0.19

Kuman batang Gram-positif besar (Lactobacillus) skor terbalik, jika tidak

ditemukan kuman tersebut pada preparat diberi skor 4; kurang dari 1 per oif diberi

skor 3; 1-5 per oif diberi skor 2; 6-30 per oif diberi skor 1; dan lebih dari 30 per oif

diberi skor 0. Kuman batang Gram berlekuk-variabel (Mobiluncus sp.) , jika terdapat

lima atau lebih bakteri diberi skor 2 , kurang dari 5 diberi skor 1 , dan jika tidak

adanya bakteri diberi skor 0. Semua skor dijumlahkan hingga nantinya menghasilkan

nilai akhir dari 0 sampai 7 atau lebih. Kriteria untuk infeksi BV adalah nilai 7 atau

lebih tinggi; skor 4-6 dianggap sebagai intermediate, dan skor 0-3 dianggap normal.20

2.7.4 Kriteria Amsel

12
Kriteria Amsel dalam penegakan diagnosis BV harus terpenuhi 3 dari 4 kriteria

berikut:

a. Adanya peningkatan jumlah cairan vagina yang bersifat homogen. Keluhan

yang sering ditemukan pada wanita dengan BV adalah adanya gejala cairan

vagina yang berlebihan,berwarna putih yang berbau amis dan menjadi lebih

banyak setelah melakukan hubungan seksual. Pada pemeriksaan spekulum

didapatkan cairan vagina yang encer, homogen, dan melekat pada dinding

vagina namun mudah dibersihkan. Pada beberapa kasus, cairan vagina terlihat

berbusa yang mana gejala hampir mirip dengan infeksi trikomoniasis sehingga

kadang sering keliru dalam menegakan diagnosis.14


b. pH cairan vagina yang lebih dari 4,5 pH vagina ditentukan dengan

pemerikasaan sekret vagina yang diambil dari dinding lateral vagina

menggunakan cotton swab dan dioleskan pada kertas strip pH.(2,5,7).

Pemeriksaan ini cukup sensitif, 90% dari penderita BV mempunyai pH cairan

vagina lebih dari 5; tetapi spesitifitas tidak tinggi karena PH juga dapat

meningkat akibat pencucian vagina, menstruasi atau adanya sperma. pH yang

meningkat akan meningkatkan pertumbuhan flora vagina yang abnormal.21


c. Whiff test Positif
Whiff test diuji dengan cara meneteskan KOH 10% pada sekret vagina,

pemeriksaan dinyatakan positif jika setelah penentesan tercium bau amis

(Fishy odor).1,4,20Diduga meningkat pH vagina menyebabkan asam amino

mudah terurai 17 dan menegeluarkan putresin serta kadaverin yang berbau

amis khas. Bau amis ini mudah tercium pada saat melakukan pemeriksaan

13
spekulum, dan ditambah bila cairan vagina tersebut kita tetesi KOH 10% .

Cara ini juga memberikan hasil yang positif terhadap infeksi trikomoniasis.21
d. Ditemukan clue cells pada pemeriksaan mikroskopis. Clue cells merupakan

sel epitel skuamous vagina yang tertutup banyak bakteri sehingga

memberikan gambaran tepi yang tidak rata. Tepi yang tidak rata ini akibat

melekatnya bakteri termasuk Gardnerella dan Mobiluncus. Clue Cells

merupakan kriteria terbaik untuk diagnosis VB. Menemukan clue cells di

dalam sekret vagina merupakan hal yang sangat esensial pada kriteria Amsel.

Clue cells merupakan sel-sel epitel vagina yang dikelilingi oleh bakteri Gram

variabel coccobasilli sehingga yang pada keadaan normal sel epitel vagina

yang ujung-ujungnya tajam, perbatasanya menjadi tidak jelas atau berbintik.

Clue cells dapat ditemukan dengan pengecatan gram sekret vagina dengan

pemeriksaan laboratorium sederhana dibawah mikroskop cahaya. Jika

ditemukan paling sedikit 20% dari lapangan pandang.19,21

14
Gambar 2.1 Gambaran clue cells dengan pengecatan.22
2.7.5 GasLiquid Chromatography(GLC)

GLC merupakan salah satu metode diagnosis infeksi BV secara tidak langsung,

yaitu dengan cara mendeteksi adanya hasil metabolisme mikroorganisme sekret

vagina. Pada infeksi BV salah satu gejala yang menjadi karakteristik yang khas yaitu

didapatkan bau amis pada sekret vagina. Bau ini berhubungan dengan adanya hasil

matabolisme bakteri yaitu diamin, putresin dan kadaverin. Pada infeksi BV juga

didapatkan tingginya konsentrasi asam suksinat yang merupakan hasil metabolisme

dari bakteri anaerob.19

Laktobasilus juga merupakan flora dominan pada kondisi normal yang

menghasilkan asam laktat. Spiegel, dkk melaporkan bahwa rasio suksinat dan laktat

yang lebih besar dari 0,4 pada analisis GLC cairan vagina mempunyai korelasi

dengan diagnosis klinik vaginosis bakterial. Namun cara diagnosis ini tidak

dikerjakan secara luas pada pusat pelayanan kesehatan di Indonesia.19,21

2.8 Diagnosa Banding

VB dapat didiagnosis banding dengan trikomoniasis dan kandidiasis. Pada

trikomoniasis, pemeriksaan hapusan vagina hampir menyerupai hapusan vagina VB,

namun Mobilluncus dan clue cells tidak pernah dijumpai. Pemeriksaan mikroskopik

menunjukkan peningkatan sel polimorfonuklear dan dengan preparat basah

ditemukan protozoa. Whiff test dapat positif pada trikomoniasis.12 Pada kandidiasis,

pemeriksaan mikroskop sekret vagina ditambah KOH 10% berguna untuk

mendeteksi hifa dan spora kandida. Keluhan yang sering terjadi pada kandidiasis

15
adalah gatal dan iritasi pada vagina. Sekret vagina biasanya putih dan tebal, tanpa

bau dan pH normal.7

2.9 Tatalaksana

Tujuan pengobatan pada wanita tidak hamil ialah untuk menghilangkan tanda

dan gejala infeksi vagina, dan mengurangi resiko untuk terkena penyakit , yaitu

Chlamidia trachomatis, Neissseria gonorhoea, HIV dan penyakit IMS lainnya.23

Berdasarkan Centre for Disease Control and Prevention (CDC) tahun 2015

regimen pengobatan yang direkomendasikan untuk VB pada wanita tidak hamil

ialah metronidazol 500 mg yang diberikan dua kali sehari selama 7 hari, atau

metronidazol 0,75% intravagina yang diberikan satu kali sehari selama 5 hari, atau

klindamisin krim 2% intravagina yang diberikan pada malam hari selama 7 hari. Atau

regimen alternatif , yaitu tinidazol 2 gram, yang diberikan satu kali sehari selama dua

hari, atau tinidazol 1 gram yang diberikan satu kali sehari selama 5 hari atau

klindamisin 300 mg, yang diberikan dua kali sehari selama lima hari atau

klindamisin ovula 100 mg satu kali sehari pada malam hari selama tiga hari.

sedangkan pada wanita hamil, berdasarkan CDC tahun 2015 pengobatan yang

direkomendasikan ialah ; metronidazol 500 mg yang diberikan dua kali sehari

selama 7 hari, atau metronidazol 250 mg yang diberikan tiga kali sehari selama 7 hari

atau klindamisin 300 mg yang diberikan dua kali sehari selama 7 hari. Dari beberapa

penelitian dan metaanalisis dikatakan pemberian metronidazol pada wanita hamil

tidak berkaitan dengan efek teratogenik dan mutagenik pada bayi.

16
Dokter harus mempertimbangkan pilihan pasien, efek samping yang mungkin

terjadi , serta interaksi obat. Pasien harus diberitahukan untuk tidak berhubungan

seksual atau selalu memakai kondom dengan tepat selama masa pengobatan.24

2.10 Komplikasi

Vaginosis bakterial paling banyak dihubungkan dengan komplikasi pada obstetri dan

ginekologi yaitu dalam kaitan kesehatan reproduksi. merupakan faktor resiko

gangguan pada kehamilan, resiko kelahiran prematur dan berat badan lahir rendah.

Selain itu VB juga merupakan faktor resiko mempermudah mendapat penyakit

infeksi menular seksual lain, yaitu gonore, klamidia, trikomoniasis, herpes genital dan

Human Imunodeficiency Virus (HIV).VB meningkatkan kerentanan terhadap infeksi

HIV melalui mekanisme diantaranya karena pH vagina yang meningkat,

berkurangnya jumlah Lactobacillus sp. penghasil H2O2 dan produksi enzim oleh flora

VB yang menghambat imunitas terhadap HIV.5

2.11 Pencegahan

Tindakan yang bisa dilakukan untuk pencegahan terjadinya BV misalnya:

1. Menghindari penggunaan vaginal douching maupun produk higiene wanita lain,

misalnya disinfektan pemberi vagina, pengencang dan pengering vagina.

2. Membersih bagian luar vagina cukup dengan air sabun.

3. Menggunakan kondom selama hubungan seksual

4. Membersihkan dengan benar alat kontrasepsi setelah pemakaian (seperti

diafragma, cervical caps dan spermicide). Tenaga kesehatan juga sebaiknya memberi

pengertian terhadap beberapa hal sederhana yang berperan pada pencegahan infeksi

17
endogen saluran genital. Pada wanita hamil dengan riwayat kehamilan pernah

mengalami aborsi spontan atau kelahiran prematur perlu dilakukan skrining BV (juga

trikomoniasis) dengan jalan mendeteksi secara mikroskopis discharge vagina dengan

pengecatan Gram atau metode bedside yang sederhana. Jika hasil pemeriksaan positif

sebaiknya diobati pada saat setelah trimester pertama kehamilan dengan

menggunakan Metronidazol 500 mg sehari tiga kali selama tujuh hari.25

BAB 3
Penutup

3.1 Kesimpulan

Vaginosis Bakterial (VB) adalah sindrom klinis akibat pergantian

Lactobacillus sp., penghasil hidrogen peroksidase (H2O2), yang merupakan flora

normal pada vagina dengan bakteri anaerob konsentrasi tinggi (seperti : Bacteriodes

sp., Mobiluncus sp., Gardnerella vaginalis dan Mycoplasma hominis. Setiap

perempuan bisa mendapat BV. Beberapa perilaku atau kegiatan dapat mengganggu

keseimbangan flora bakteri alami dan meningkatkan risiko pertumbuhan BV,

18
termasuk: Douching - menggunakan air atau larutan obat untuk membersihkan

vagina, (2) Mandi dengan menggunakan cairan antiseptik, (3) Memiliki pasangan

seks baru, (4) Memiliki banyak pasangan seks, (5) Wangian gelembung mandi dan

beberapa sabun wangi, (6) merokok, (7) Menggunakan IUD (intrauterine device),

seperti alat kontrasepsi yang terbuat dari plastik dan tembaga yang cocok di dalam

rahim, (8) Menggunakan deodorant vagina, (9) Mencuci pakaian dengan deterjen

yang kuat dan sebagainya. Diagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesis dan gejala

klinisnya, pemeriksaan spekulum, kriteria Amsel, pemeriksaan penunjang dan

mikroskop. Penderita datang dengan keluhan keputihan yang keluar dari vagina

berbau amis dan berwarna putih ke abu-abuan , encer dan terdapat juga keluhan rasa

gatal serta nyeri. Strategi pencegahan dibutuhkan untuk mengurangi insiden vaginosis

bakteri. Identifikasi faktor risiko merupakan upaya kewaspadaan penting untuk

mencegah vaginosis bakterialis

19

Anda mungkin juga menyukai