Anda di halaman 1dari 14

Maut Setelah Gigi Dicabut

"ANAKKU BERTERIAK INGIN SEMBUH"


Setelah giginya dicabut dokter gigi sebuah rumah sakit, bocah usia sembilan tahun ini
malah mengalami perdarahan. Beberapa hari kemudian, dia meninggal. "Semua ini
karena karena kesalahan dokter," ujar sang ibunda, Dahniar Br Lumbangaol (45), saat
ditemui di rumahnya di Kampung Bulak, Sawangan, Bogor.

Keluarga kami sekarang sudah tak lengkap lagi. Yosua Christian (9), anak sulungku
yang kelas 3 SD itu, tak mungkin hadir di tengah-tengah kami. Dua minggu setelah
kami bawa ke Rumah Sakit Fatmawati karena sakit gigi, Yosua meninggal. Yang
membuat aku dan suamiku, Yanto Situmorang (43) sakit hati, Yosua meninggal setelah
giginya dicabut oleh dokter Didi Alamsyah SpBM dari Rumah Sakit (RS) Fatmawati,
Jakarta.

Sampai sekarang masih terbersit tanya, "Kenapa dokter mencabut gigi Yosua tanpa izin
kami, orang tuanya?" Bukankah seharusnya gusi bengkak itu harus dirawat dan diberi
obat dulu.

Sebelum kami bawa ke RS Fatmawati, Senin (16/1) Yosua kami bawa ke Puskesmas
Bappenas di Cinangka Wates, Bogor, karena gusi bengkak. Meski Yosua sudah dikasih
obat, tetap tak ada perubahan. Seminggu kemudian kami bawa lagi ke Puskesmas
yang sama, tetap saja tak sembuh.

Lalu, Yosua yang kesakitan, kami bawa ke klinik di UI. Yosua disarankan dibawa
berobat ke RS besar. Akhirnya, kami membawanya ke RS Fatmawati tanggal 30
Januari lalu. Yosua segera ditangani dan disuntik oleh dr. Didi. Mulut Yosua juga
dirontgen. Tanpa konsultasi kepada kami, setelah itu geraham kiri Yosua dicabut.

Akaibatnya terjadi perdarahan. Darah keluar terus-menerus dari bekas gigi dicabut itu.
Sepengetahuan kami, dr Didi tidak mengambil tindakan apa-apa. Dia cuma memberi
kain kasa untuk menghentikan darah yang keluar. Begitu Didi pergi, perdarahan tidak
juga berhenti. Perawat memberi kain kasa lagi.

SUSAH MAKAN
Setelah darah diyakini berhenti, Yosua segera dibawa bapaknya pulang. Namun, di
perjalanan dengan menggunakan sepeda motor, Yosua kembali merintih kesakitan.
Sampai di rumah, darah sudah menggenang di kerah bapaknya. Ternyata selama di
perjalanan, Yosua menahan sakit, sehingga kepalanya terus-terusan berada di pundak
bapaknya.
Kondisi Yosua sungguh menyedihkan. Darah segar sudah ngumpul di mulutnya. Sore
itu juga, kami memeriksakan ke klinik gigi dekat rumah. Klinik tak berani mengambil
tindakan karena tahu Yosua sudah ditangani dokter RS Fatmawati. Mereka hanya
menyumpal dengan tampon agar darah berhenti. Syukurlah akhirnya perdarahan
berhenti. Namun, pihak klinik menyarankan agar Yosua kembali diperiksa di RS
Fatmawati.

Awal Februari, kami datang lagi ke RS Fatmawati. Dr Didi yang memeriksa malah
berucap, "Lo kok gigi Yosua goyang semua." Saat itu, Yosua periksa darah. Hasil darah
bisa diketahui dua hari kemudian. Hasilnya di hari Jumat (3/2) itu, trombosit Yosua
makin turun menjadi 28.000. Eh, dr Didi malah bilang, "Terserah, Yosua mau dirawat di
RS atau tidak."

Sehari kemudian, kondisi Yosua terus merosot. Kami kembali membawanya ke RS. Tak
lama di situ, perawat minta Yosua dirawat di kamar saja. Karena ketiadaan biaya, aku
minta kamar khusus gakin saja. Yosua dirawat di kamar Isolasi 303.

Sungguh miris melihat kondisi Yosua. Kondisinya saat di IGD pun sudah tidak stabil.
Dia sempat manggil-manggil aku, bapak, dan adiknya. Malah dia juga memanggil-
manggil dokter. Tampaknya dia memang berusaha untuk sembuh. Namun, fisiknya
sudah sungguh lemah dan tak berdaya.

Yang kami sesalkan, dr. Didi malah tak melakukan tindakan apa-apa. Dia masih bisa
bilang, "Terserah Ibu kalau Yosua harus dirawat lagi di rumah sakit." Duh, rasanya
pedih banget dengar penjelasan seperti itu. Bahkan perawat mengungkapkan, kalau
trombosit sudah mencapai 28.000, Yosua boleh di rawat di rumah asal diberi makanan
cukup dan bergizi.
Sedih mendengarnya. Yosua sudah semakin susah makan karena gusinya bengkak.
Agar fisiknya tetap kuat. Yosua diberi infus dan susu.Padahal, sehari sebelum giginya
dicabut, anak itu sempat makan sepiring nasi soto. Wah, makannya lahap sekali

KONDISI KIAN BURUK


Seminggu dirawat, tetapi kondisi Yosua tak berubah. Aku menyesalkan tindakan RS.
Selama di RS, Yosua tak mendapat perawatan apa-apa. Giginya yang goyang juga tak
disentuh. Bahkan dr. Didi yang menangani Yosua hanya dua kali mengontrol.

Sebelum meninggal, Yosua muntah darah. Dari mulut dan hidungnya keluar darah
bergumpal-gumpal. Dia sempat muntah darah lagi beberapa jam sebelum meninggal.
Aku dan suamiku panik melihat kondisinya. Saat itu, kepanikan suamiku sudah tak
teratasi. Dia segera berteriak dengan histeris agar perawat melihat kondisi Yosua.
Akhirnya dokter datang. Lalu, suamiku diminta membeli obat di apotek rumah sakit.
Belum sempat obat diberikan, kondisi Yosua makin memburuk. Badannya sudah
kuning. Yosua masih memanggil-manggil perawat. Para dokter tampak memompa dada
Yosua. Namun, nyawa Yosua tak bisa diselamatkan lagi. Dia meninggal jam 10.00.

(Dahniar menangis sesenggukan. Kepergian si buah hati membuatnya terpukul.


Bahkan, suaminya, Yanto Situmorang, masih tidak percaya anaknya sudah tiada.
Dahniar dan Yanto menuding, kepergian anaknya tak lepas dari kelalaian pihak RS,
dalam hal ini dr. Didi yang mencabut gigi anaknya.)

Karena diperlakukan tak semestinya Selasa (14/2) kami adukan pihak RS Fatmawati
terutama dr. Didi ke Polda Metro Jaya. Tujuannya agar kasus serupa tak dialami orang
lain.

*Sumber : tabloidnova.com - 8 June 2014 12:13 WIB


Dokter RSOB-BP Batam Diduga Lakukan Mal Praktek

PosmetroBatam
Batam : Puluhan massa yang tergabung dalam Aliansi Peduli Masyarakat Batam meminta Badan
Pengusahaan (BP) Batam menindaklanjuti dugaan mal praktek yang dilakukan oknum dokter berinisial
GJS yang bertugas di RSOB-BP Batam. Massa menilai, dokter spesialis bedah syaraf tersebut, lalai
dalam menjalani tugasnya.

Penanggungjawab aksi, Yelfian menjelaskan, kasus ini terjadi beberapa bulan yang lalu. Saat itu
lanjutnya, pasien atas nama Heri Erwanto mengalami kecelakaan lalulintas pada pukul 03.00 dini hari.
Korban yang menderita luka di bagian kepalanya, langsung dibawa ruang UGD RSOB-BP Batam.
Sampai disana, dokter umum yang bertugas disana memberitahukan kondisi pasien kepada dokter
spesialis bedah. Kemudian dianjurkan agar pasien di operasi, ujarnya di depan kantor BP Batam, Jumat
(25/10).

Setelah pasien dibius untuk melakukan operasi, dokter tidak kunjung datang. Setelah ditelepon lagi,
dokter bedahnya bilang dijahit saja, ujar Yelfian lagi. Setelah dianggap sehat, pasien diperbolehkan
pulang. Masalah muncul setelah pasien kembali ke kota kelahirannya di Temenggung, Jawa Tengah.
Disana menurut Yelfian, korban kembali memeriksakan kesehatannya ke rumsahsakit Sarjito. Waktu di
cek, dokter disana bilang kalau korban tidak ada dioperasi. Tetapi hanya dijahit dan mengalami infeksi.
Mengetahui itu dia minta keluarganya yang di Batam untuk menindaklanjuti ini. Berdasarkan itu dan atas
izin orang diberikan kuasa, kita mengirimkan surat ke manajemen RSOB-BP Batam, jelasnya. Tetapi
lanjutnya, pihak manajemen tidak mau mengklarifikasi apa yang disampaikan pihaknya dan keluarga
korban.

Kita berharap kedepannya ada pelayanan medis yang profesional. Rumahsakit jangan hanya
mengedepankan sisi ekonomis. Tapi harus mengedepankan sisi kemanusian, jelasnya.

Sementara itu, Direktur PTSP dan Humas BP Batam, Dwi Djoko Wiwoho menegaskan, dirinya akan
menyampaikan semua pernyataan massa pendemo kepada Kepala BP Batam

Sementara itu, Direktur RSOB-BP Batam, Zul Indra merespon positif. Saya baru bulan ke enam disini. ini
masukan dan informasi serta kontrol masyarakat terhadap RSBP, jelasnya. Ia menjelaskan, untuk
menindaklanjuti ada mekanismenya Pertama mekanisme internal, akan dibahas di komite medis. Setelah
itu mungkin ada sanksi, administrasi dan sanksi hukum, tegasnya - Posmetrobatam

Sumber posmetro batam Sabtu, 26 Oktober 2013


Heboh! HP Dokter Masuk ke Perut Pasien Operasi Caesar

KASUS dugaan malapraktik ini terjadi di Jordania.


Perempuan bernama Hanan Mahmoud Abdul Karim,
36, tersiksa karena ada benda yang terus bergetar
dalam perutnya.

Usut punya usut, benda yang bergetar itu adalah


ponsel seorang dokter. Sebagaimana dilansir Gulf
News Jordan, ponsel tersebut terjatuh ke dalam perut
Hanan saat dia menjalani operasi Caesar di sebuah rumah sakit pada 24 April lalu.

Semuanya terasa berjalan lancar. Bayi Hanan yang memiliki berat 4,8 kg berada dalam kondisi
sehat. Setelah efek bius hilang, Hanan juga bisa melakukan beberapa hal sendiri.

Namun, masalah dia rasakan ketika tiba di rumah. Hanan mengeluhkan gejala sakit perut yang
tidak tertahan. Sakit menjadi-jadi ketika dia merasakan ada yang bergetar dalam perutnya. Hanan
pun memutuskan untuk kembali ke rumah sakit.

Sayang, rumah sakit tidak merespons dengan baik. Mereka menyatakan tidak ada masalah apa-
apa dalam perut Hanan. Karena tidak tega melihat Hanan kesakitan, ibundanya, Majeda Abdul
Hamid, membawanya ke rumah sakit lain untuk diperiksa melalui X-ray.

Ternyata, ditemukan objek asing di perutnya. Dokter pun segera melakukan operasi untuk
mengeluarkannya, ujarnya.

Betapa kagetnya Majeda mendapati bahwa barang asing dalam perut anaknya adalah handphone
(HP). Karena tidak pernah menjalani operasi, Majeda meyakini bahwa itu adalah HP dokter atau
orang yang terlibat dalam operasi Caesar Hanan.

Kasus itu cukup menggemparkan di Jordania. Sampai-sampai anggota parlemen Jordania Salim
Al Bataynah membawanya ke dalam sidang parlemen. Orang-orang yang bertanggung jawab
dalam masalah ini harus mengundurkan diri, tuntut Salim.

Namun, Juru Bicara Kementerian Kesehatan Hatem Al Azrae menampik tuduhan tersebut.
Kasus ini mengada-ada, ucapnya.

Meski Hatem beserta jajarannya kukuh membantah, publik di sana kurang menerima penjelasan
tersebut. (bil/c6/ang)

Sumber posmetro medan 16 May 2015


IDI Tuduh Ribka Tjiptaning Hina Profesi Dokter

JurnalParlemen/Andri Nurdriansyah

Ketua Komisi IX Ribka Tjiptaning dalam forum Diskusi Dialektika Demokrasi bertema "Rakyat Miskin Sakit Siapa
Bertanggungjawab", Kamis (7/3) lalu.

Jakarta - Ketua Umum PB Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Zaenal Abidin menuduh Ketua
Komisi IX Ribka Tjiptaning Proletariaty telah menghina profesi dokter. Dalam surat yang
ditujukan langsung kepada Ribka itu, politisi PDIP itu diminta segera mengklarifikasinya.

Surat itu itu dipicu pernyataan Ribka dalam forum Diskusi Dialektika Demokrasi bertema
"Rakyat Miskin Sakit Siapa Bertanggungjawab" yang bertempat di Press Room Gedung
Nusantara III Kompleks DPR RI Senayan Kamis 7 Maret 2013 lalu yang menyatakan bahwa
dalam banyak hal dan kesempatan dokter lebih jahat dari polisi lalu lintas.

"Dengan ini kami sampaikan bahwa pernyataan Saudara yang bernada menghinakan profesi
kedokteran tersebut secara langsung telah mengakibatkan ketersinggungan bagi sebagian besar
dokter di Indonesia," kata Zaenal.

"Untuk menghindari gejolak serta mengantisipasi semakin berkembangnya opini yang dapat
mempengaruhi kinerja profesi dokter secara lebih luas, maka dengan ini kami meminta agar
Saudara dapat memberikan klarifikasi secara menyeluruh atas pernyataan tersebut kepada kami,"
pintanya.

Surat Ketua IDI juga ditembuskan ke Ketua DPR RI, Ketua Fraksi PDIP DPR RI, Ketua Majelis
Kehormatan Etik Kedokteran, Ketua Majelis Pengembangan Pelayanan Keprofesian, Ketua
Majelis Kolegium Kedokteran Indonesia dan segenap Ketua IDI Wilayah.

Dalam jejaring sosial change.org sudah muncul petisi yang menggalang suara memojokkan
Ribka. Tidak tahu persis apakah petisi itu dibuat kalangan dokter atau bukan. Tapi dalam tagline
petisi itu menuntut agar Ribka diberhentikan sebagai Ketua Komisi IX dan dijatuhi sanksi oleh
Majelis Kehormatan Etik Kedokteran. Ribka adalah seorang dokter dan pemilik rumah sakit
tanpa kelas.

http://www.jurnalparlemen.com Jum`at, 15 Maret 2013

Curhat Dicabuli Atasan Via Email, Dokter Ira Malah Dipidana

Masih ingat kasus Prita Mulyasari yang dipidana lantaran curhat melalui surat
elektronik? Kasus itu kini berulang dan menimpa dr Ira Simatupang, mantan dokter
yang bertugas di RSUD Tangerang.

dr Ira mencurahkan isi hatinya melalui email kepada sahabatnya mengenai perilaku
atasannya yang mencoba mencabulinya. Namun, email itu justru bocor dan dibaca
oleh atasannya itu. dr Ira pun akhirnya dipidana dan terancam hukuman 8 bulan
penjara.

"Saat ini kami sedang mengajukan upaya kasasi ke Mahkamah Agung atas perkara
yang menimpa klien kami," kata Slamet Yuwono, pengacara dr Ira Simatupang, saat
berbincang dengan Liputan6.com, Senin (18/3/2013).

Slamet menceritakan, kasus yang menjerat kliennya ini berawal saat dr Ira masih
bertugas di RSUD Tangerang. Saat bekerja, dr Ira mendapat perlakukan tak senonoh
dari atasannya. "Klien kami mengaku ada percobaan pencabulan dari atasannya,"
jelasnya.

dr Ira tak diam saja. Dia lantas melaporkan perbuatan atasannya itu ke polisi. "Tapi
sampai saat ini laporan tersebut tak pernah ditindaklanjuti. Padahal saksi-saksi
sudah banyak," ujarnya.

dr Ira lantas mencurahkan isi hatinya melalui email kepada sahabatnya sesama
dokter di RSUD Tangerang. Surat elektronik itu dikirimkan periode 23 April hingga
September 2010.

Namun, surat elektronik itu ternyata bocor dan sampai ke telinga atasannya itu.
"Klien kami tidak tahu siapa yang membocorkan email itu, dan dr Ira pun lantas
dilaporkan ke polisi atas pencemaran nama baik dan UU ITE," ujarnya. "Padahal
email itu dibuat karena dia ingin membela diri atas perlakuan atasannya."

Laporan atasannya itu pun ditindaklanjuti polisi. dr Ira pun terancam hukuman
pidana. Kondisi mentalnya pun semakin tertekan saat dia diberhentikan dari RSUD
Tangerang dan juga rekomendasi program super spesialis di Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia pun dicabut. "Padahal tinggal hitungan bulan, dr Ira akan
mendapatkan gelar super spesialis," ujarnya.

Saat itu, lanjut Slamet, kliennya tengah mengandung. Hal ini mempengaruhi
perkembangan janin di perut dr Ira. "Anaknya menderita autis karena tertekan saat
masih dalam kandungan," jelasnya.

Kasus pencemaran nama baik itu sampai ke meja hijau. Pada 17 Juli 2013,
Pengadilan Negeri Tangerang menghukum dr Ira 5 bulan penjara dengan masa
percobaan 10 bulan.

Hukuman itu diperkuat Pengadilan Tinggi Banten pada 29 November 2012. Majelis
Hakim Tinggi menambah hukuman dr Ira menjadi 8 bulan penjara dengan masa
percobaan 2 tahun.

Atas dasar itu, dr Ira melalui tim pengacara dari OC Kaligis mengajukan kasasi ke
Mahkamah Agung pada 17 Januari 2013. "Kami tidak terima dengan putusan
pengadilan tinggi yang kami nilai tidak melihat latar belakang kasus tersebut,"
ujarnya.

"Harapan kami, MA dapat menangani perkara ini secara proposional dan perkara ini
dapat ditangani oleh Hakim Agung yang ahli mengenai IT khususnya UU ITE. Dan
kami berharap putusannya bisa seperti perkara Prita Mulyasari," tambah Slamet.
(Ary)

Sumber news.liputan6.com 18 Mar 2013


Kasus Dr. Ira Simatupang
Berawal dari tahun 2006, ketika dia (dr. Ira) mengalami pelecehan seksual dan percobaan
perkosaan oleh seorang oknum dokter inisial JT, di RSUD Tangerang. Peristiwa itu baru
dilaporkan Ira pada tahun 2008 kepada Direktur Umum RSUD Tangerang, tempat dia juga
bekerja sebagai ahli kandungan. Tidak puas karena tidak mendapatkan tanggapan berarti dari
direktur rumah sakit, Ira lantas melaporkan kasus itu ke pihak kepolisian.

Setelah ditangani oleh polisi pada tahun 2009, penyidikan kasus itu telah di SP3 (Perintah
Penghentian Penyidikan) oleh kepolisian dengan alasan tidak cukup bukti. Begitu juga dengan
pemecatan, RSUD Tangerang tidak pernah memecat dr Ira. Justru dia yang meminta agar Surat
Ijin Praktek (SIP) dicabut. Agar bisa berpraktek di rumah sakit lain, ucap dokter Bambang.
Apalagi, saat dr Ira mengajukan permohohan pencabutan SIP, Dirut RSUD Tangerang, dr
Mamahit yang juga suami Menkes Endang Rahayu Sedyaningsih mencegahnya. Itu dibuktikan
dengan surat yang dibuat pada 6 Desember 2008 lalu. Pasalnya, dokter honorer itu masih terikat
kontrak perjanjian kerja dan tengah mengikuti studi S3 di FKUI. Jadi surat permohonan
pencabutan SIP itu tidak dikabulkan. Artinya Ira tidak dipecat dari RSUD Tangerang, tegas
Bambang juga. Tapi, dr Ira mengurus sendiri pencabutan SIP itu ke Dinas Kesehatan (Dinkes)
Kota Tangerang. Akhirnya, permohonan pencabutan SIP itu dikabulkan pada 14 November 2008.
Karena yang bersangkutan sudah mencabut SIP-nya di RSU Tangerang, maka pihak kami
melaporkan ke FKUI bahwa yang bersangkutan bukan lagi karyawan honorer di RSUD
Tangerang, cetus Bambang juga. Karena itulah, program S3 bidang Kanker Kandungan yang
tengah digeluti ira secara otomatis gugur atau berhenti kuliah.
Dokter Ira yang kecewa kemudian menulis surat ke sejumlah pihak termasuk Bupati Tangerang,
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, dan Kementerian Kesehatan, kembali keluhannya itu tidak
ditanggapi. Penolakan-penolakan itu kemudian mendorong Ira menulis sejumlah email kepada
dokter yang terlibat kasus dugaan pelecehan seksual pada 2006. Email-email itu, yang juga
dikirim Ira ke sejumlah rekannya, belakangan menjadi bukti pencemaran nama baik yang
menjerat dirinya sendiri.
Akan tetapi, cerita Ira itu, dibantah oleh Dokter Bambang Gunawan yang melaporkan Ira ke
kepolisian Tangerang. Dia melaporkan Ira ke polisi karena namanya dicemarkan dalam email-
email yang dikirim Ira, padahal dia sama sekali tidak terlibat dalam kasus pelecehan seksual
yang terjadi pada 2006. Pada 2010 dia masih mengirim email-email kepada dokter yang terlibat
kasus pelecehan seksual pada 2006, tetapi saat itu dia mulai menyebut-nyebut nama saya, keluh
Bambang.
Bambang bercerita isi email-email itu cenderung mencemarkan, tidak senonoh dan menuduh
dia berselingkuh, padahal Bambang sama sekali tidak terlibat dalam kasus yang terjadi pada
tahun 2006 itu.Bahkan sampai tanggal 6 atau 7 Januari kemarin dia masih mengirim email-
email yang menyebut nama saya kepada dokter itu (yang terlibat dugaan pelecehan seksual itu),
jelas Bambang.
Menurut Bambang kasus yang membelit Ira kini berawal dari hubungan asmara dokter
perempuan itu dengan seorang dokter di RSUD Tangerang. Hubungan yang tidak berakhir
bahagia itu yang kemudian membuat Ira melaporkan dokter tersebut ke Direktur RSUD
Tangerang dan sejumlah pihak lain. Karena tidak puas laporannya tidak ditanggapi, Ira lantas
mengirim email-email ke sejumlah rekannya, termasuk kepada dokter yang terlibat hubungan
asmara dengannya.
Tetapi apa urusannya dengan saya? Mengapa saya dibawa-bawa? ketus Bambang. Merasa
dirinya dirugikan dan namanya dicemarkan dalam email-email itu, Bambang lantas melaporkan
mantan rekan sejawatnya itu ke kepolisian pada Juli 2010. lalu Polres Metro Tangerang Kota
melimpahkan berkas penyidikan kasus dugaan pencemaran nama baik dengan tersangka dr Ira ke
Kejaksaan Negeri (Kejari) Tangerang. dr Ira dijerat dengan UU ITE dengan ancaman 6 tahun
penjara. Kasus itu akan disidangkan pekan depan di PN Tangerang.
Sementara, dr Bambang Gunawan yang tak lain adalah mantan atasan Ira di RSUD Kabupaten
Tangerang dalam kesaksiannya mengungkapkan, bahwa ada sebanyak 867 email yang
disebarkan oleh dr Ira kepadanya. Penetapan dr Ira Simatupang tersangka terkait curhat lewat
email tentang percobaan pemerkosaan oleh mantan rekan satu kerjanya di RSUD Tangerang
terus berpolemik. Akibat keluh kesahnya itu membuat dokter kandungan itu dijerat Pasal 27 ayat
3 Undang-Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan dan Transaksi Elektronik (ITE) oleh
Polres Metro Tangerang Kota dengan ancaman 6 tahun penjara.
https://gocekhukum.wordpress.com
Diduga Malpraktek | Dokter RS Mitra Sejati Dikenai Pasal Kelalaian

MEDAN | Polresta Medan sementara ini masih menerapkan pasal kelalaian terkait
tewasnya Maruli Silalahi (33) yang merupakan pasien BPJS kelas II di RS Mitra Sejati
Medan Jalan AH Nasution, yang diduga menjadi korban malpraktek dr Herry.

Demikian dikatakan Kasat Reskrim Polresta Medan, Kompol Wahyu Bram di Mapolresta
Medan, Kamis (26/3/2015).

Saat ini, masih ada dugaan malpraktek, namun sejak hari pertama, kita sudah mengirim sampel
organ tubuh yang memerah milik korban untuk diperiksa di Laboratorium Forensik (Labfor),
entah kenapa itu dan saat ini paling kuat dugaan kita pasalnya adalah kelalaian yang
mengakibatkan kematian, kata Kasat Reskrim Polresta Medan, Kompol Wahyu Bram.

Wahyu menjelaskan, ia masih menunggu hasil Labfor yang hasilnya akan disampaikan ke Ikatan
Dokter Indonesia (IDI) dan hasilnya nanti akan disimpulkan.

Intinya korban sudah di visum, tidak ada masalah dengan praktek kedokterannya, hanya saja
saat ini kita masih menunggu hasil Labfor, jelasnya.

Seperti diberitakan, tewasnya Maruli Silalahi (33) yang merupakan pasien BPJS kelas II di RS
Mitra Sejati Medan, diduga menjadi korban malpraktek oleh dr Herry.

Pihak Polresta Medan masih menunggu hasil otopsi RS Pirngadi Medan. Namun, informasi yang
diterima, korban tewas diduga akibat diserang bakteri.

Saat ini, sendiri kita sedang menyiapi surat ke IDI, namun hasil otopsi, korban tewas diduga
tewas akibat bakteri, kita sudah mengambil sampel dan membawanya ke Labfor untuk diuji
sampel, ujar Kasat Reskrim Polresta Medan, Kompol Wahyu Bram pekan lalu.

Selain itu, Wahyu juga menambahkan, untuk saat ini pihaknya masih menunggu hasil
pemeriksaan sampel dari tubuh korban ke Labfor Poldasu Cabang Medan. Selain itu, pihaknya
juga sudah memeriksa keterangan orang tua korban.

Masih orang tua korban saja yang diperiksa. Lalu kita akan menentukan siapa yang melakukan
penyelidikan, pungkasnya kemaren Petang. (ucup/B)
Sumber http://bareskrim.com 26/3/2015

Kecewa dengan Dokter Galuh Richata Sp Urologi!


Diluar sana tentunya banyak sekali dokter yang santun, nyaman diajak konsultasi,

Namun, kali ini sungguh berbeda,untuk Pertama kali nya saya mengantar ayah saya ke Dokter
tersebut tanggal 2 April 2015 di RS.Ciremai (Cirebon) untuk kontrol kondisi Prostat & kencing
batu setelah sebelumnya 7 hari dirawat di RS & 10 hari rawat jalan di rumah untuk bertemu
dengan dokter Galuh Richata SpU yang cukup arogan ini (mungkin yang terakhir kali juga).

Bagaimana tidak, pasien terus menerus dari awal pembicaran selalu di beri perkataan dengan
nada tinggi (padahal ayah saya dan kami yang mengantar bukan pasien THT) , yang membuat
kami sebagai pasien terkesan seperti Maling Tertangkap Basah yang sedang di introgasi oleh
penyidik dari kepolisian, Sehingga ayah saya pun (Pasien) enggan bercerita banyak tentang
keluhan-keluhan nya, setiap ayah saya ngomong, berkali kali dipatahkan dokter tersebut.
Link Youtube (www.youtube.com)

...sebelumnya dari awal percakapan sudah nada tinggi terus...(setelah beberapa saat lalu saya

merekam)

Dokter tanya hasil rontgen (padahal sejak kami masuk sampai keluar lagi, hasil rontgen selalu di

Dokter, dan sudah ditanyakan ke perawat pun/bagian radiologi saat keluar RS juga masih di

pegang dokter),

Dokter : Ada tuh rontgen nya, tapi dimana? ketinggalan kali, Bapak dirawat di ruang mana?

Pasien : Di Ruang yudha

D : Sekarang ke perawat ambil rontgen nya, mana?? ada rontgen DMO disini, tapi mana Rontgen

nya??

P : Di map nya ada?

D : Map nya mana? Ada ngga? Ini mah cuman USG!Aduh!

D : Pasti ada Di Sana (Ruang perawat)

D : Mohon maaf Mas nya kesana sekarang!! Kalo Ketemu Satpam bilang! Disuruh sama Dokter

Galuh mau ambil Rontgen di Ruang Yudha!

D : Bawa Ini nya! Bawa Ini nya...

......ngoceh lagi

(apa sepatutnya dokter begini?yang salah siapa, marah marah ke siapa)

Sangat tidak santun & terkesan angkuh.terlebih pasien sudah berusia lanjut (76
tahun) , menderita Prostat, Kencing Batu yang sebelumnya di rawat di RS karena
kencing mengeluarkan darah yang saya yakin tidak semua dokter urologi di
Indonesia pun pernah mengalami nya.

Setelah kejadian tersebut ayah saya shock,dan kami sekeluarga memutuskan untuk
ganti dokter, sambil menunggu jadwal untuk Operasi Kencing Batu nya
(saya khawatir ayah saya lemah lagi kondisi jantung nya,sehingga molor lagi jadwal
Operasi nya)
Mohon perbaiki attitude & pelayanan anda ya dok karena anda tidak berarti apa-
apa, bila tidak ada pasien!

Singkat saja dari saya selaku pihak keluarga, Sekedar mengingatkan kepada semua
dokter di indonesia, dan dr.Galuh khususnya,tolong bersikap dan berucaplah yang
santun, kepada semua pasien yang datang ke ruangan anda. baik muda/tua tanpa
terkecuali.

Anggap mereka itu keluarga anda sendiri.Terlebih bila pasien tersebut berusia
lanjut, anggap mereka itu orang tua anda.

tetap lah rendah hati, di atas langit, masih ada langit.

Terima Kasih

Semoga dengan adanya tulisan ini, mengingatkan Dokter-dokter lainnya untuk


selalu rendah hati & mengedepankan kenyamanan pasien dalam berkonsultasi.

http://www.kaskus.co.id/post/551f416a507410943e8b456a#post551f416a507410943e8b456a

Anda mungkin juga menyukai