Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan demokrasi di Indonesia dapat di bagi empat periode yaitu;
periode 1945-1959, periode 1959-1965, periode1965-1998, dan periode pasca
Orde Baru. Demokrasi pada periode 1945-1959 dikenal dengan sebutan
parlementer, sistem ini berlaku sebulan setelah kemerdekaan di
proklamasikan. Namun demikian, model demokrasi ini di anggap kurang
cocok untuk Indonesia. Lemahnya budaya demokrasi untuk mempraktikan
demokrasi model barat ini telah memberi peluang sangat besar kepada partai-
partai politik mendominasi kehidupan sosial politik. Ketiadaan budaya
demokrasi yang sesuai dengan sistem demokrasi parlementer ini ahirnya
melahirkan fragmentasi politik berdasarkan afiliasi kesukuan dan agama.
Akibatnya pemerintahan yang berbasis pada koalisi politik pada masa ini
jarang dapat bertahan lama.
Demokrasi di negera Indonesia bersumber dari Pancasila dan UUD 1945
sehingga sering di sebut demokrasi Pancasila. Demokrasi Pancasila berintikan
musyawarah untuk mufakat, dengan berpangkal tolak pada paham
kekeluargaan dan Gotong royong yang ditujukan kepada kesejateraan yang
mengandung unsur-unsur berkesadaran religius berdasarkan kebenaran,
kecintaan dan budi pekerti luhur. Dalam demokrasi Pancasila kebebasan
individu tidak bersikap mutlak, tetapi harus dengan tanggung jawab sosial.
Pemerintahan demokrasi merupakan pemerintahan yang dilakukan oleh rakyat
dan untuk rakyat, maka persoalan tentang sistem pemerintahan demokrasi itu
langsung mengenai soal-soal rakyat sebagai penduduk dan warga dalam hak
dan kewajibanya.
Menurut Haris Soche dalam Winarno (2008:91) mengatakan bahwa:
Demokrasi adalah sistem yang menunjukan bahwa kebijaksanaan umum di
tentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang di awasi secara efektif
oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan berkala yang didasarkan atas dasar
prinsip kesamaan politik dan diselanggarakan dalam suasana terjaminya
kebebasan politik. Berdasarkan pendapat yang dikemukakan oleh para ahli
diatas, penulis dapat menyimpulkan bahwa demokrasi adalah untuk
1
pemerintahan rakyat, karena itu kekuasaan pemerintah itu melekat pada diri
rakyat, atau diri orang banyak dan merupakan hak bagi rakyat atau orang
banyak untuk mengatur, mempertahankan dan melindungi dirinya dari
pelaksanaan dan pemperkosaan pada orang lain atau badan yang serahi untuk
memerintah serta peran utama rakyat dalam proses sosial dan politik dan
pertanggung jawaban wakil rakyat yang duduk dipemerintahaan kepala rakyat
serta pemilihan wakil rakyat dapat dilaksanakan secara langsung maupun
tidak langsung melalui pemilihan umum. Sehingga demokrasi adalah
pemerintahan di tangan rakyat yang mengandung tiga hal yaiti pemerintahan
dari rakyat, pemerintahan oleh rakyat dan pemerintahan untuk rakyat yang
penuh tanggung jawab.
Menurut Darji Darmodihardjo, S.H. dalam Budiyanto (2005:54),
mengatakan bahwa Demokrasi Pancasila adalah paham demokrasi yang
bersumber kepada kepribadian dan falsafah hidup bangsa Indonesia, yang
perwujudanya adalah seperti termasuk dalam ketentuan-ketentuan Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945.
Macam-macam demokrasi yang oleh Negara-negara di dunia yaitu:
1. Demokrasi parlementer adalah suatu demokrasi yang menempatkan
kedudukan dalam legeslatif lebih tinggi dari pada eksekutif. Kepala
pemerintahan dipimpin oleh seorang perdana menteri. Perdana menteri
dan menteri-menteri dalam Kabinet diangkat dan diberrhentikan oleh
parlemen. Dalam demokrasi parlementer presiden menjabat sebagai kepala
Negara.
2. Demokrasi dengan sistem pemisahan kekuasaan, dianut sepenuhnya oleh
Amerika Serikat. Dalam sistem ini kekuasaan legislatif dipegang oleh
konggres, kekuasaan ekskutif dipegang oleh Presiden, dan kekuasaan
yudikatif di pegang oleh Mahkamah Agung.
3. Demokrasi melalui referendum, yang paling mencolok dari sistem
demokrasi melalui referendum adalah pengawasan dilakukan oleh rakyat
dengan cara referendum. Sistem referendum menunjukan suatu sistem
pengawasan langsung oleh rakyat.

2
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksud demokrasi?
2. Apa unsur-unsur pendukung tegaknya demokrasi?
3. Apa yang di maksud demokrasi pancasila?
4. Bagaimana pemilihan presiden sebelum dan sesudah amandemen?
5. Bagaimana bagaimana pemilihan wakil rakyat sebelum dan sesudah
amandemen?
6. Bagaimana kehidupan masyarakat berdasarkan HAM ?

C. Tujuan
1. Mengetahui apa yang maksud demokrasi.
2. Mengetahui unsur-unsur pendukung tegaknya demokrasi.
3. Mengetahui apa yang di maksud demokrasi pancasila.
4. Mengetahui bagaimana pemilihan presiden sebelum dan sesudah
amandemen.
5. Mengetahui bagaimana pemilihan wakil rakyat sebelum dan sesudah
amandemen.
6. Mengetahui bagaimana kehidupan masyarakat berdasarkan HAM .

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Demokrasi Secara Etimologis


Istilah demokrasi berasal dari bahasa Yunani demokratia, dari dua kata,
demos = rakyat dan kratos = kekuatan. Jadi secara harafiah demokrasi berarti
kekuatan rakyat atau suatu bentuk pemerintahan Negara dengan rakyat
sebagai pemagang kedaulatannya ; singkatnya pemerintahan rakyat.

3
Sejak abad ke-6 Sebelum Masehi, bentuk pemerintahan negara-negara
kota (polis) di Yunani berdasarkan demokrasi. Athena membuktikan dalam
sejarah tentang demokrasi yang tulen adalah pemerintahan yang sungguh-
sungguh melaksanakan kehendak rakyat dengan sebenarnya. Akan tetapi,
penafsiran atas demokrasi itu berubah menjadi suara terbanyak dari rakyat
banyak.
Tafsiran terakhir ini tidak benar karena demkrasi diartikan sebagai
pelaksanaan pemungutan suara yang lebih banyak dari rakyat banyk. Jadi,
tidak melaksanakan kehandak seluruh rakyat. Dalam hal ini demokrasai dapat
disalahgunakan oleh golongan yang lebih besar dalam suatu negara untuk
memperoleh pengaruh pada pemerintahan negara dengan selalu mengalahkan
kehendak golongan yang kecil jumlah anggotanaya. Dalam demokrasi yang
tulen dijaminlah haak-hak kebebasan tiap-tiap orang dalam sii=uatu negara.

B. Pengertian Demokrasi Secara Umum


Demokrasi saat ini secara umum diartikan sebagai perbandingan separuh
+ satu. Golongan yang telah memperoleh suara separuh + satu menjadi
pemenang atas golongan yang lain. Cara demikian sudah dianggap
berdasarkan demokrasi.
Menurut Hans Kalsen, pada dasarnya demokrasi adalah pemerintahan oleh
rakyat dan untuk rakyat. Artinya, yang melaksanakan kekuasaan negara
demokrasi ialah wakil-wakil rakyat yang terpilih. Rakyat dan kepentingannya
anak diperhatkan dalam melaksanakan kekuasaan negara.
Cara melaksanakan kekuasaan negara demokrasi ialah senantiasa
mengingat kehendak dan keinginan rakyat. Jadi, tiap-tiap tindakan dalam
melaksanakan kekuasaan negara tidak bertentangan dengan kehendak dan
kepentingan rakyat, dan sedapat mungkin berusaha memenuhi segala
keinginan rakyat.
Banyaknya kekuasaan negara demokrasi yang boleh dilaksanakan dapat
ditentuaka dengan angka-angka, akan tetapi sebanyak mungkin untuk
memperoleh hasil yang diinginkan oleh rakyat, asal tidak menyimpang dari
dasar-dasar pokok demokrasi.

C. Ciri-ciri demokrasi

4
Salah satu ciri demokrasi sekarang ini ialah tiap-tiap keputusan selalu
berdasarkan atas kelebihan suara. Maka, selalu timbul perjuangan untuk
merebut suara terbanyak pada tiap-tiap persoalan diantara golongan-
golonngan. Golongan besar memperoleh suara terbanyak sedangkan golongan
kecil mendaerita kekalahan. Walaupun demikian, perjuangan demokrasi dalam
perebutan suara terbanyak bukanlah suatu hal antara hidup atau mati, sebab
golongan kecilpun tetap berhak untuk duduk dalam pemerintahan. Jadi,
berlainan dengan perjuangan dala pemerintahan autokrasi atau diktator, di
mana golongan yang kalah, yaitu golongan rakyat yang tidak termasuk
golongan atau partai diktator, tidak berarti sama sekali.
Syarat-syarat terselanggaranya pemerintahan demokratis ialah:
1. Adanya perlindungan konstitusi yang menjamin hak individu dan
menentukan pula cara/prosedur untuk memperoleh perlindungan atas hak-
hak yang dijamin,
2. Badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak,
3. Kebebasan untuk menyatakan pendapat, dan
4. Pendidikan kewarganegaraan (civic education).
Demokrasi, menurut International Commision Of Jurist (ICJ) adalah suatu
bentuk pemerintahan di mana hak untuk membuat keputusan-keputusan
politik diselenggarakan oleh warga negara melalui wakil-wakil yang dipilih
oleh mereka dan bertanggung jawaab kepada mereka melalui suatu proses
pemilihan yang bebas.
Henry B.mayo mengatakan bahwa sistem politik yang ddemokratis terjadi
apabila kebijaksanaan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil
yang dipilih dan diawasi scara efektif oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan
brkala yang didasarkan atas kesamaan politik dan diselenggarakan dalam
suasana terjaminnya kebebasan politik. Lebih lanjut dikatakan bahwa
demokrasi disamping sebagai sistem pemerintahan juga dapat dikatakan
sebagai gaya hidup serta tata masyarakat tertentu. Oleh sebab itu, demokrasi
juga mengandung unsur-unsur moral yang mengandung nilai-nilai:
1. Menyelesaikan perselisihan dengan damai dan secara melembaga.
2. Menjamin terselenggaranya perubahan secara damai dalam suatu
masyarakat yang sedang berubah.

5
3. Menyelenggarakan pergantian kepemimpinan secara teratur.
4. Maembatasi pemakaian kekerasan sampai minimum.
5. Mengakui serta mengganggap wajar adanya kanekaragaman.
6. Menjamin tegaknya keadilan.

D. Unsur Penegak Demokrasi


Tegaknya demokrasi sebagai sebuah tata kehidupan sosial dan sistem
politik sangat bergantung kepada tegaknya unsur penopang demokrasi itu
sendiri. Unsur-unsur yang dapat menopang tegakknya demokrasi antara lain :
1. Negara Hukum
Istilah negara hukum identik dengan terjemahan dari rechtsstaat dan
the rule of law. Konsepsi negara hukum mengandung pengertian bahwa
Negara memberikan perlindungan hukum bagi warga negara melalui
pelembagaan peradilan yang bebas dan tidak memihak dan penjaminan
hak asasi manusia. Istilah rechtsstaat dan the rule of law yang
diterjemahkan menjadi negara hukum menurut Moh. Mahfud MD pada
hakikatnya mempunya makna berbeda. Istilah rechtsstaat banyak dianut di
negara-negara eropa kontinental yang bertumpu pada sistem civil law.
Sedangkan the rule of law banyak dikembangkan di negara-negara Anglo
Saxon yang bertumpu pada common law. Civil law menitikberatkan pada
administration law, sedangkan common law menitikberatkan pada judicial.
Konsep rechtsstaat mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
a. Adanya perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM);
b. Adanya pemisahan dan pembagian kekuasaan pada lembaga negara
untuk menjamin perlindungan HAM;
c. Pemerintahan berdasarkan peraturan;
d. Adanya peradilan administrasi.
Adapun the rule of law dicirikan oleh :
a. Adanya supremasi aturan-aturan hukum;
b. Adanya kesamaan kedudukan di depan hukum (aquality before the
law);
c. Adanya jaminan perlindungan HAM.
Dengan demikian, konsep negara hukum sebagai gabungan dari kedua
konsep di atas dicirikan sebagai berikut :
a. Adanya jaminan perlindungan terhadap HAM;
b. Adanya supremasi hukum dalam penyelenggaraan pemerintahan;

6
c. Adanya pemisahan dan pembagian kekuasaan negara;
d. Adanya lembaga peradilan yang bebas dan mandiri.
Menurut Mahfud MD yang mengutip hasil dari Konferensi
International Commission of Jurists di Bangkok disebutkan bahwa ciri-ciri
negara hokum adalah sebagai berikut :
a. Perlindungan konstitusional, artinya selain menjamin hak-hak
individu, konstitusi harus pula menentukan cara prosedural untuk
memperoleh atas hak-hak yang dijamin (due process of law);
b. Adanya badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak;
c. Adanya pemilu yang bebas;
d. Adanya kebebasan menyatakan pendapat;
e. Adanya kebebasan berserikat/berorganisasi dan beroposisi;
f. Adanya pendidikan kewarganegaraan.
Istilah negara hukum di Indonesia dapat ditemukan dalam penjelasan
UUD 1945 yang berbunyi Indonesia ialah negara yang berdasar atas
hukum (rechtsstaat) dan bukan berdasar atas kekuasaan belaka
(machtsstaat). Penjelasan tersebut merupakan gambaran sistem
pemerintahan negara Indonesia. Dalam kaitan dengan istilah negara
hukum Indonesia, Padmo Wahyono menyatakan bahwa konsep negara
hokum Indonesia yang menyebut rechtsstaat dalam tanda kurung memberi
arti bahwa negara hukum Indonesia mengambil pola secara tidak
menyimpang dari pengertian negara hukum pada umumnya (genusbegrip)
yang kemudian disesuaikan dengan keadaan Indonesia.
Jauh sebelum itu, Moh Yamin membuat penjelasan tentang konsepsi
negara hokum Indonesia bahwa kekuasaan yang dilakukan pemerintah
Indonesia harus berdasar dan berasal dari ketentuan undang-undang.
Karena itu harus terhindar dari kesewenangwenangan. Negara hukum
Indonesia juga memberikan pengertian bahwa bukan polisi dan tentara
(alat negara) sebagai pemegang kekuasaan dan kesewenang-wenangan
negara terhadap rakyat, melainkan adanya kontrol dari rakyat terhadap
institusi negara dalam menjalankan kekuasaan dan kewenangan yang ada
pada negara.

7
Dengan demikian berdasarkan penjelasan di atas, bahwa negara hukum
baik dalam arti formal yaitu penegakan hukum yang dihasilkan oleh
lembaga legislatif dalam penyelenggaraan negara, maupun negara hukum
dalam arti material yaitu selain menegakkan hukum, aspek keadilan juga
harus diperhatikan menjadi prasyarat terwujudnya demokrasi dalam
kehidupan bernegara dan berbangsa. Tanpa negara hukum tersebut yang
merupakan elemen pokok, suasana demokratis sulit dibangun.
2. Masyarakat Madani (Civil Society)
Masyarakat madani (Civil Society) dicirikan dengan masyarakat
terbuka, masyarakat yang bebas dari pengaruh kekuasaan dan tekanan
negara, masyarakat yang kritis dan berpartisipasi aktif serta masyarakat
egaliter. Masyarakat madani merupakan elemen yang sangat signifikan
dalam membangun demokrasi. Sebab salah satu syarat penting bagi
demokras adalah terciptanya partisipasi masyarakat dalam proses-proses
pengambilan keputusan yang dilakukan oleh negara atau pemerintahan.
Masyarakat madani mensyaratkan adanya civic engagement yaitu
keterlibatan warga negara dalam asosiasi-asosiasi sosial. Civic
engagement ini memungkinkan tumbuhnya sikap terbuka, percaya, dan
toleran antarsatu dengan lain yang sangat penting artinya bagi bangunan
politik demokrasi (Saiful Mujani, 2001). Masyarakat madani (civil society)
dan demokrasi bagi Gellner merupakan dua kata kunci yang tidak dapat
dipisahkan. Demokrasi dapat dianggap sebagai hasil dinamika masyarakat
yang menghendaki adanya partisipasi. Selain itu, demokrasi merupakan
pandangan mengenai masyarakat dalam kaitan dengan pengungkapan
kehendak, adanya perbedaan pandangan, adanya keragaman dan
konsensus. Tatanan nilai-nilai masyarakat tersebut ada dalam masyarakat
madani. Karena itu demokrasi membutuhkan tatanan nilai-nilai sosial yang
ada pada masyarakat madani.
Lebih lanjut menurut Gellner, masyarakat madani (Civil Society)
bukan hanya merupakan syarat penting atau prakondisi bagi demokrasi
semata, tetapi tantanan nilai dalam masyarakat madani seperti kebebasan

8
dan kemandirian juga merupakan sesuatu yang inheren baik secara internal
(dalam hubungan horizontal yaitu hubunganantar sesama warga negara)
maupun secara eksternal (dalam hubungan vertikal yaitu hubungan negara
dsan pemerintahan dengan masyarakat atau sebaliknya). Sebagai
perwujudan masyarakat madani secara konkret dibentuk berbagai
organisasiorganisasi di luar negara yang disebut dengan nama NGO (Non-
Government Organization) yang di Indonesia dikenal dengan nama
lembaga swadaya masyarakat (LSM).
Masyarakat madani dapat menjalankan peran dan fungsinya sebagai
mitra dan partner kerja lembaga eksekutif dan legislatif serta yudikatif
juga dapat melakukan control sosial (social control) terhadap pelaksanaan
kerja lembaga tersebut. Dengan demikian masyarakat madani menjadi
sangat penting keberadaannya dalam mewujudkan demokrasi.
3. Infrastruktur Politik
Infrastruktur politik dianggap sebagai salah satu unsur yang signifikan
terhadap tegaknya demokrasi. Infrastruktur politik terdiri dari partai politik
(political party), kelompok gerakan (movement group) dan kelompok
penekan atau kelompok kepentingan (pressure/interest group).
Partai politik merupakan struktur kelembagaan politik yang anggota-
anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama yaitu
memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik dalam
mewujudkan kebijakan-kebijakannya.
Kelompok gerakan yang lebih dikenal dengan sebutan organisasi
masyarakat merupakan sekumpulan orang-orang yang berhimpun dalam
satu wadah organisasi yang berorientasi pada pemberdayaan warganya
seperti Muhammadiyah, NU, Persis, Perti, Nahdatul Wathon, Al-Wasliyah,
Al-Irsyad, Jamiatul Khair, dan sebagainya.
Kelompok penekan atau kelompok kepentingan (pressure/interest
group) merupakan sekelompok orang dalam sebuah wadah organisasi yang
didasarkan pada kriteria profesionalitas dan keilmuan tertentu seperti IDI
(Ikatan Dokter Indonesia), KADIN (Kamar Dagang Industri), ICMI

9
(Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia), PGRI (Persatuan Guru Republik
Indonesia), LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia), PWI (Persatuan
Wartawan Indonesia) dan sebagainya.
Menciptakan dan menegakkan demokrasi dalam tata kehidupan
kenegaraan dan pemerintahan, partai politik seperti dikatakan oleh Miriam
Budiardjo, mengemban beberapa fungsi : 1. Sebagai sarana komunikasi
politik; 2. Sebagai sarana sosialisasi politik; 3. Sebagai sarana rekrutmen
kader; 4. Sebagai sarana pengatur konflik.
Keempat fungsi partai politik tersebut merupakan pengejawantahan
dari nilai-nilai demokrasi yaitu adanya partisipasi, kontrol rakyat melalui
partai politik terhadap kehidupan kenegaraan dan pemerintahan serta
adanya pelatihan penyelesaian konflik secara damai (conflict resolution).
Begitu pula aktivitas yang dilakukan oleh kelompok gerakan dan
kelompok penekan yang merupakan perwujudan adanya kebebasan
berorganisasi, kebebasan menyampaikan pendapat dan melakukan oposisi
terhadap negara dan pemerintah. Hal itu merupakan indikator bagi
tegaknya sebuah demokrasi. Kaum cendekiawan, kalangan civitas
akademia kampus, kalangan pers merupakan kelompok penekan signifikan
untuk mewujudkan sistem demokratis dalam penyelenggaraan negara dan
pemerintahan. Begitu pula aktivitas yang dilakukan oleh kelompok
gerakan merupakan wujud keterlibatan dalam melakukan kontrol terhadap
kebijakan yang diambil oleh negara. Dengan demikian partai politik,
kelompok gerakan, dan kelompok penekan sebagai infrastruktur politik
menjadi salah satu pilar tegaknya demokrasi.

E. Demokrasi Pancasila
Demokrasi pancasila pada hakikatnya adalah kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebjaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan yang
berketuhanan Yang Maha Esa, berperikemanusiaan yang adil dan beradab,
persatuan Indonesia dan yang bersama-sam menjiwai keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.

10
Negara Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945
adalah negara demokrasi yang bersifat monodualis. Hal ini bersumber pada
sifat kodrat manusia sebaagai makhluk individualis dan makhluk sosial.
Negara demokrasi monodualis bukan demokrasi perseorangan atau demojrasi
liberal, demikian bukan pula demokrassi golongan (kelas). Demokrasi
monodualis juga bukan demokrasi organis, yaitu massa sebagai suatu kesatuan
hanya menganggap manusia sebaagai makhluk sosial.

Rumusan sila keempat pancasila sebagai dasar filsafat negara dan dasar
politik negara terkandung tiga unsur yaitu:
1. Kerakyatan
2. Permusyawaratan/perwakilan
3. Kedaulatan rakyat
Hubungan yang tarkandung diantara tiga unsur tersebut adalah sebagai
berikut. Kedaulatan rakyat berarti penjelmaan dari sila keempat pancasila
(kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebjaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan). Kerakyatan ini merupakan cita-cita
kefilsafatan dari demokrasi pancasila, di dalamnya ada dua arti, yaitu;
a. Demokrasi politik, yaitu berkaitan dngan pelaksanaan dan
penyelenggaraan negara dalam bidang politik atau persamaan dalam
bidang politik.
b. Demokrasi sosial-ekonomi, yaitu berkaitan dengan pelaksanaan dan
penyelenggaraan negara di bidang sosial ekonomi atau persamaan dala
bidang kemasyarakaatan dan ekonomi untuk mewujudkan kessejahteraan
bersama.
Demokrasi pancasila mengandung aspek-aspek sebagai berikut.
1) Formal, artinya paham demokrasi menunjukancara partisipasi rakyat
dalam penyelenggaraan pemerintah, yakni dengan mempergunakan
demokrasi perwakilan (indirect democracy). Rakyat berpartisipasi dalam
pemerintahan/penyelenggaraan negara melalui wakil-wakilnya yang
duduk menjadi anggota Badan Perakilan Rakyat.
2) Material, artinya paham demokrasi yang memberikan penegasan dan
pengakuan bahwa manusia sebgai makhluk Tuhan mempunyai moral dan

11
martabat yang sama. Manusia bukan merupakan objek melainkan subjek.
Kesamaan derajat, baik itu dimuka hokum (equality before the law)
maupun dalam memperoleh kesempatan (equality for the opportunity).
Adanya pengakuan terhadap rakyat dan martabat manusia sebagai
makhluk Tuhan membawa konsekuensi adanya pengakuan terhadap hak-
hak dan kewajiban asasi manusia.
3) Normatif, artinya paham demokrasi yang berdasarkan pada norma-norma
persatuan dan solidaritas serta keadilan. Persatuan dan solidaritas berarti
menghendaki adanya saling keterbukaan antara warga negara dan
penguasa, sedangkan keadilan berarti mementinhkan keseimbangan
dantara pemenuhan hak dan kewajiban asasi.
4) Optatif, artinya paham demokrasi yang menitikberatkan pada tujuan dan
keinginan untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera dalam negara
hokum kesejahteraan.
5) Organisasi, artinya menggambarkan perwujudan demokrasi dalam
organisasi pemerintahan atau lembaga-lembaga negara dan organisasi
kekuatan sosial politik serta organisasi kemasyarakatan dalam
masyarakat negara.
6) Semangat, artinya menekankan bahwa dalam demokrasi Pancasila
dibutuhkan warga negara yang berkepribadian, berbudi pekerti luhur,
bersikap rsional dan tekun dalam pengabdian.
Berasarkan aspek-aspek yang terkandung didalam prinsip demokrasi
Pancasila ini kita dapat membedakan dengan paham demokrasi yang
berkembang didunia Barat.

F. Pemilihian Presiden
1. Sebelum Amandemen
Presiden selain memegang kekuasaan eksekutif (executive power),
juga memegang kekuasaan legislative (legislative power) dan kekuasaan
yudikatif (judicative power). Presiden mempunyai hak prerogatif yang
sangat besar. Tidak ada aturan mengenai batasan periode seseorang dapat
menjabat sebagai presiden serta mekanisme pemberhentian presiden dalam
masa jabatannya, sehingga presiden bisa menjabat seumur hidup. Presiden

12
dan Wakil Presiden sebelum amandemen diangkat dan diberhentikan oleh
MPR. Presiden mempunyai wewenang :
a. Mengangkat dan memberhentikan anggota BPK.
b. Menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (dalam
kegentingan yang memaksa)
c. Menetapkan Peraturan Pemerintah
d. Mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri
2. Setelah Amandemen
Kedudukan presiden sebagai kepala negara, kepala pemerintahan dan
berwenang membentuk Undang-Undang dengan persetujuan DPR. Masa
jabatan presiden adalah lima tahun dan dapat dipilih kembali selama satu
periode. Wewenang presiden setelah amandemen:
Memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD
Presiden tidak lagi mengangkat BPK, tetapi diangkat oleh DPR dengan
memperhatikan DPD lalu diresmikan oleh presiden.
Memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan
Laut, dan Angkatan Udara.
Mengajukan Rancangan Undang-Undang kepada Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR). Presiden melakukan pembahasan dan pemberian
persetujuan atas RUU bersama DPR serta mengesahkan RUU menjadi
UU.
Menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (dalam
kegentingan yang memaksa)
Menetapkan Peraturan Pemerintah
Mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri
Menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan
negara lain dengan persetujuan DPR
Membuat perjanjian internasional lainnya dengan persetujuan DPR
Menyatakan keadaan bahaya
Pemilihan Calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai
politik atau gabungan partai politik peserta pemilu sebelumnya. Pilpres
pertama kali di Indonesia diselenggarakan pada tahun 2004.

13
Jika dalam Pilpres didapat suara >50% jumlah suara dalam pemilu
dengan sedikitnya 20% di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari
separuh jumlah provinsi Indonesia, maka dinyatakan sebagai Presiden dan
Wakil Presiden terpilih. Jika tidak ada pasangan calon Presiden dan Wakil
Presiden terpilih, maka pasangan yang memperoleh suara terbanyak
pertama dan kedua dalam Pilpres mengikuti Pilpres Putaran Kedua.
Pasangan yang memperoleh suara terbanyak dalam Pilpres Putaran Kedua
dinyatakan sebagai Presiden dan Wakil Presiden Terpilih.

G. Pemilihan Wakil Rakyat


1. Sebelum amandemen
Pemilu 1999 adalah pemilu pertama pasca kekuasaan presiden
Suharto. Pemilu ini diadakan di bawah kepemimpinan Presiden B.J.
Habibie. Pemilu ini terselenggara di bawah sistem politik Demokrasi
Liberal. Artinya, jumlah partai peserta tidak lagi dibatasi seperti pemilu-
pemilu lalu yang hanya terdiri dari Golkar, PPP, dan PDI.
Sebelum menyelenggarakan Pemilu, pemerintahan B.J. Habibie
mengajukan tiga rancangan undang-undang selaku dasar hukum
dilangsungkannya pemilu 1999, yaitu RUU tentang Partai Politik, RUU
tentang Pemilu, dan RUU tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR,
dan DPRD. Ketiga RUU ini diolah oleh Tim Tujuh yang diketuai Profesor
Ryaas Rasyid dariInstitut Ilmu Pemerintahan. Setelah disetujui DPR,
barulah pemilu layak dijalankan. Pemilu 1999 diadakan berdasarkan
Undang-undang Nomor 3 tahun 1999 tentang Pemilihan Umum. Sesuai
pasal 1 ayat (7) pemilu 1999 dilaksanakan dengan menggunakan sistem
proporsional berdasarkan stelsel daftar dengan varian Roget.
Dalam pemilihan anggota DPR, daerah pemilihannya (selanjutnya
disingkat Dapil) adalah Dati I (provinsi), pemilihan anggota DPRD I
dapilnya Dati I (provinsi) yang merupakan satu daerah pemilihan,
sementara pemilihan anggota DPRD II dapilnya Dati II yang merupakan
satu daerah pemilihan. Jumlah kursi anggota DPR untuk tiap daerah
pemilihan ditetapkan berdasarkan jumlah penduduk Dati I dengan

14
memperhatikan bahwa Dati II minimal harus mendapat 1 kursi yang
penetapannya dilakukan oleh KPU.
Undang-undang Nomor 3 tahun 1999 juga menggariskan bahwa
jumlah kursi DPRD I minimal 45 dan maksimal 100 kursi. Jumlah kursi
tersebut ditentukan oleh besaran penduduk. Provinsi dengan jumlah
penduduk hingga 3.000.000 jiwa mendapat 45 kursi. Provinsi dengan
jumlah penduduk 3.000.001 7.000.000 mendapat 55 kursi. Provinsi
dengan jumlah penduduk 5.000.001 7.000.000 mendapat 65 kursi.
Provinsi dengan jumlah penduduk 7.000.001 9.000.000 mendapat 75
kursi. Provinsi dengan jumlah penduduk 9.000.001 12.000.000
mendapat 85 kursi. Sementara itu, provinsi dengan jumlah penduduk di
atas 12.000.000 mendapat 100 kursi.
Undang-undang juga mengamanatkan bahwa untuk Dati II
(kabupaten/kota) minimal mendapat 1 kursi untuk anggota DPRD I lewat
penetapan KPU. Dati II berpenduduk hingga 100.000 mendapat 20 kursi.
Dati II berpenduduk 100.001 200.000 mendapat 25 kursi. Dati II
berpenduduk 200.001 300.000 mendapat 30 kursi. Dati II berpenduduk
300.001 400.000 mendapat 35 kursi. Dati II berpenduduk 400.001
500.000 mendapat 40 kursi. Sementara itu, untuk Dati II berpenduduk di
atas 500.000 mendapat 45 kursi. Setiap kecamatan minimal harus diwakili
oleh 1 kursi di DPRD II. KPU adalah pihak yang memutuskan penetapan
perolehan jumlah kursi.
Jumlah partai yang terdaftar di Kementrian Hukum dan HAM adalah
141 partai, sementara yang lolos verifikasi untuk ikut Pemilu 1999 adalah
48 partai. Pemilu 1999 diadakan tanggal 7 Juni 1999. Namun, tidak seperti
pemilu-pemilu sebelumnya, Pemilu 1999 mengalami hambatan dalam
proses perhitungan suara. Terdapat 27 partai politik yang tidak bersedia
menandatangani berkas hasil pemilu 1999 yaitu: Partai Keadilan, PNU,
PBI, PDI, Masyumi, PNI Supeni, Krisna, Partai KAMI, PKD, PAY, Partai
MKGR, PIB, Partai SUNI, PNBI, PUDI, PBN, PKM, PND, PADI, PRD,
PPI, PID, Murba, SPSI, PUMI, PSP, dan PARI.

15
Karena penolakan 27 partai politik ini, KPU menyerahkan keputusan
kepada Presiden. Presiden menyerahkan kembali penyelesaian persoalan
kepada Panitia Pengawas Pemilu (selanjutnya disingkat Panwaslu.
Rekomendasi Panwaslu adalah, hasil Pemilu 1999 sudah sah, ditambah
kenyataan partai-partai yang menolak menandatangani hasil tidak
menyertakan point-point spesifik keberatan mereka. Sebab itu, Presiden
lalu memutuskan bahwa hasil Pemilu 1999 sah dan masyarakat
mengetahui hasilnya tanggal 26 Juli 1999.
Masalah selanjutnya adalah pembagian kursi. Sistem Pemilu yang
digunakan adalah Proporsional dengan varian Party-List. Masalah yang
muncul adalah pembagian kursi sisa. Partai-partai beraliran Islam
melakukan stembus-accord (penggabungan sisa suara) menurut hitungan
Panitia Pemilihan Indonesia (PPI) hanya beroleh 40 dari 120 kursi. Di sisi
lain, 8 partai beraliran Islam yang melakukan stembus-accord tersebut
mengklaim mampu memperoleh 53 dari 120 kursi sisa.
Perbedaan pendapat ini lalu diserahkan PPI kepada KPU. KPU, di
depan seluruh partai politik peserta pemilu 1999 menyarankan voting.
Voting ini terdiri atas dua opsi. Pertama, pembagian kursi sisa dihitung
dengan memperhatikan suara stembus-accord. Kedua, pembagian tanpa
stembus-accord. Hasilnya, 12 suara mendukung opsi pertama, dan 43
suara mendukung opsi kedua. Lebih dari 8 partai melakukan walk-out.
Keputusannya, pembagian kursi dilakukan tanpa stembus-accord.
Penyelesaian sengketa hasil pemilu dan perhitungan suara ini masih
dilakukan oleh badan-badan penyelenggara pemilu karena Mahkamah
Konstitusi belum lagi terbentuk.
Total jumlah suara partai yang tidak menghasilkan kursi 9.700.658
atau meliputi 9,17% suara sah. Hasil ini diperoleh dengan menerapkan
sistem pemilihan Proporsional dengan Varian Roget. Dalam sistem ini,
sebuah partai memperoleh kursi seimbang dengan suara yang diperolehnya
di daerah pemilihan, termasuk perolehan kursi berdasarkan the largest
remainder (sisa kursi diberikan kepada partai-partai yang punya sisa suara
terbesar).

16
Perbedaan antara Pemilu 1999 dengan Pemilu 1997 adalah bahwa pada
Pemilu 1999 penetapan calon terpilih didasarkan pada rangking perolehan
suara suatu partai di daerah pemilihan. Jika sejak Pemilu 1971 calon
nomor urut pertama dalam daftar partai otomatis terpilih bila partai itu
mendapat kursi, maka pada Pemilu 1999 calon terpilih ditetapkan
berdasarkan suara terbesar atau terbanyak dari daerah di mana seseorang
dicalonkan. Contohnya, Caleg A meski berada di urutan terbawah daftar
caleg, jika dari daerahnya ia dan partainya mendapatkan suara terbesar,
maka dia-lah yang terpilih. Untuk penetapan caleg terpilih berdasarkan
perolehan suara di Daerah Tingkat II (kabupaten/kota), Pemilu 1999 ini
sama dengan metode yang digunakan pada Pemilu 1971.
Dari total 500 anggota DPR yang dipilih, sebanyak 460 orang berjenis
kelamin laki-laki dan hanya 40 orang yang berjenis kelamin perempuan.
Sebab itu, persentase anggota DPR yang berjenis kelamin perempuan
hanya meliputi 8% dari total.
2. Setelah Amandemen
Pemilu 2004 merupakan sejarah tersendiri bagi pemerintah dan rakyat
Indonesia. Di pemilu 2004 ini, untuk pertama kali rakyat Indonesia
memilih presidennya secara langsung. Pemilu 2004 sekaligus
membuktikan upaya serius mewujudkan sistem pemerintahan Presidensil
yang dianut oleh pemerintah Indonesia.
Pemilu 2004 menggunakan sistem pemilu yang berbeda-beda,
bergantung untuk memilih siapa. Dalam pemilu 2004, rakyat Indonesia
memilih presiden, anggota parlemen (DPR, DPRD I, dan DPRD II), serta
DPD (Dewan Perwakilan Daerah). Untuk ketiga maksud pemilihan
tersebut, terdapat tiga sistem pemilihan yang berbeda.
Sistem pemilu yang digunakan adalah Proporsional dengan Daftar
Calon Terbuka. Proporsional Daftar adalah sistem pemilihan mengikuti
jatah kursi di tiap daerah pemilihan. Jadi, suara yang diperoleh partai-
partai politik di tiap daerah selaras dengan kursi yang mereka peroleh di
parlemen.

17
Untuk memilih anggota parlemen, digunakan sistem pemilu
Proporsional dengan varian Proporsional Daftar (terbuka). Untuk memilih
anggota DPD, digunakan sistem pemilu Lainnya, yaitu Single Non
Transverable Vote (SNTV). Sementara untuk memilih presiden, digunakan
sistem pemilihan Mayoritas/Pluralitas dengan varian Two Round System
(Sistem Dua Putaran).
Berikut ini merupakan undang-undang mengenai kehidupan demokrasi
wakil-wakil rakyat sebelum dan sesudah amandemen.
1. BAB II (MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT)
Pasal 2
a) Majelis permusyawaratan rakyat terdiri atas anggota-anggota dewan
perwakilan rakyat,di tambah dengan utusan-utusan dari daerah-daerah
dan golongan-golongan,menurut aturan yang ditetapkan dengan
undang-undang.
b) Majelis permusyawaratan rakyat ,bersidang sedikitnya sekali dalam
lima tahun di ibukota negara.
c) Segala putusan majelis permusyawaratan rakyat, ditetapkan dengan
suara yang terbanyak.
Perubahan Pasal 2
a) Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota Dewan
Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah yang
dipilih melalui pemilihan umum dan diatur lebih lanjut dengan
undang-undang.****)
b) Majelis Permusyawaratan Rakyat bersidang sedikitnya sekali dalam
lima tahun di ibu kota negara. Segala putusan Majelis
Permusyawaratan Rakyat ditetapkan dengan suara yang terbanyak.
c) Segala putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat ditetapkan dengan
suara yang terbanyak.

Pasal 3
Majelis permusyawaratan rakyat menetapkan undang-undang dasar dan
garis-garis besar daripada haluan negara.
Perubahan Pasal 3
a) Majelis permusyawaratan rakyat berwenang mengubah dan
menetapkan undang-undang dasar.***)

18
b) Majelis permusyawaratan rakyat melantik presiden dan/atau wakil
presiden.***/****)
c) Majelis permusyawaratan rakyat rakyat hanya dapat memberhentikan
presiden dan/atau wakil presiden dalam masa jabatannya menurut
undang-undang dasar.***/****)
2. BAB VII (DEWAN PERWAKILAN RAKYAT)
Pasal 19
a) Susunan Dewan Perwakilan Rakyat ditetapkan dengan undang-
undang.
b) Dewan Perwakilan Rakyat bersidang sedikitnya sekali dalam setahun.
PERUBAHAN PASAL 19
Pasal 19
a) Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dipilih melalui pemilihan
umum.**)
b) Susunan Dewan Perwakilan rakyat diatur dengan undang-undang.**)
c) Dewan Perwakilan Rakyat bersidang sedikitnya sekali dalam
setahun.**)
Pasal 20
a) Tiap-tiap undang-undang menghendaki persetujuan Dewan Perwakilan
Rakyat.
b) Jika sesuatu rancangan undang-undang tidak mendapat persetujuan
Dewan Perwakilan Rakyat, maka rancangan tadi tidak boleh
dimajukan lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan Rakyat masa itu.
Perubahan Pasal 20
a) Pasal 20
1) Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk
undang undang.*)
2) Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh Dewan Perwakilan
Rakyat dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama.*)
3) Jika rancangan undang-undang itu tidak mendapat persetujuan
bersama, rancangan undang-undang itu tidak boleh diajukan lagi
dalam persidangan Dewan Perwakilan Rakyat masa itu.*)
4) Presiden mengesahkan rancangan undang-undang yang telah
disetujui bersama untuk menjadi undang-undang.*)
5) Dalam hal rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama
tersebut tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu tiga puluh hari
semenjak rancangan undang-undang tersebut disetujui, rancangan

19
undang-undang tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib
diundangkan.**)
b) Pasal 20A
1) Dewan Perwakilan Rakyat memiliki fungsi legislasi, fungsi
anggaran dan fungsi pengawasan.**)
2) Dalam melaksanakan fungsinya, selain hak yang diatur dalam
pasal-pasal lain Undang-Undang Dasar ini, Dewan Perwakilan
Rakyat mempunyai hak interpelasi, hak angket, dan hak
menyatakan pendapat.**)
3) Selain hak yang diatur dalam pasal-pasal lain Undang-Undang
Dasar ini, Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak mengajukan
pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat, serta hak
imunitas.**)
4) Ketentuan lebih lanjut tentang hak Dewan Perwakilan Rakyat dan
hak anggota Dewan Perwakilan Rakyat diatur dalam undang-
undang.**)
Pasal 21
a) Anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat berhak memajukan
rancangan undang-undang.
b) Jika rancangan itu, meskipun disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat,
tidak disahkan oleh Presiden, maka rancangan tadi tidak boleh
dimajukan lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan Rakyat masa itu.
Perubahan Pasal 21
a) Anggota Dewan Perwakilan Rakyat berhak mengajukan usul
rancangan undang-undang.*)
Pasal 22
a) Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak
menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang.
b) Peraturan pemerintah itu harus mendapat persetujuan Dewan
Perwakilan Rakyat dalam persidangan yang berikut.
c) Jika tidak mendapat persetujuan, maka peraturan pemerintah itu harus
dicabut.
Perubahan Pasal 22
a) Pasal 22A
Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara pembentukan undang-undang
diatur dengan undang-undang.**)
b) Pasal 22B

20
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dapat diberhentikan dari jabatannya,
yang syarat-syarat dan tata caranya diatur dalam undang-undang.**)
3. BAB VII ***) (DEWAN PERWAKILAN DAERAH)
Pasal 22C
a) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dipilih dari setiap provinsi melalui
pemilihan umum.***)
b) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dari setiap provinsi jumlahnya
sama dan jumlah seluruh anggota Dewan Perwakilan Daerah itu tidak
lebih dari sepertiga jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat.***)
c) Dewan Perwakilan Daerah bersidang sedikitnya sekali dalam
setahun.***)
d) Susunan dan kedudukan Dewan Perwakilan Daerah diatur dengan
undang-undang.***)
Pasal 22D
a) Dewan Perwakilan Daerah dapat mengajukan kepada Dewan
Perwakilan Rakyat rancangan undang-undang yang berkaitan dengan
otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan
pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam
dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan
perimbangan keuangan pusat dan daerah.***)
b) Dewan Perwakilan Daerah ikut membahas rancangan undang-undang
yang berkaitan dengan otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah;
pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah; pengelolaan
sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta
perimbangan keuangan pusat dan daerah; serta memberikan
pertimbangan kepada Dewan Perwakilan Rakyat atas rancangan
undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara dan
rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan,
dan agama.***)
c) Dewan Perwakilan Daerah dapat melakukan pengawasan atas
pelaksanaan undang-undang mengenai: otonomi daerah, pembentukan,
pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah,
pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya,
pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, pajak,

21
pendidikan, dan agama serta menyampaikan hasil pengawasannya itu
kepada Dewan Perwakilan Rakyat sebagai bahan pertimbangan untuk
ditindaklanjuti.***)
d) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dapat diberhentikan dari
jabatannya, yang syarat-syarat dan tata caranya diatur dalam undang-
undang.***)
4. BAB VIIB***) (PEMILIHAN UMUM)
Pasal 22E
a) Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia,
jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.***)
b) Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil
Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.***)
c) Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan
Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah partai
politik.***)
d) Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan
Daerah adalah perseorangan.***)
e) Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum
yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri.***)
f) Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan umum diatur dengan undang-
undang.***)

H. Perbandingan Kehidupan Demokrasi Sebelum dan sesudah Amandemen


1. Sebelum Amandemen
a. MPR, sebagai pelaksana kedaulatan rakyat, mempunyai kekuasaan
untuk menetapkan UUD, GBHN, memilih Presiden dan Wakil
Presiden serta mengubah UUD
b. Presiden, yang berkedudukan dibawah MPR, mempunyai kekuasaan
yang luas yang dapat digolongkan kedalam beberapa jenis:
c. Kekuasaan penyelenggaran pemerintahan;
d. Kekuasaan didalam bidang perundang undangan, menetapakn PP,
Perpu;
e. Kekuasaan dalam bidang yustisial, berkaitan dengan pemberian grasi,
amnesti, abolisi dan rehabilitasi;

22
f. Kekuasaan dalam bidang hubungan luar negeri, yaitu menyatakan
perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan Negara lain,
mengangkat duta dan konsul.
g. DPR, sebagai pelaksana kedaulatan rakyat mempunyai kekuasaan
utama, yaitu kekuasaan membentuk undang-undang (bersama-sama
Presiden dan mengawasi tindakan presiden.
h. DPA, yang berkedudukan sebagai badan penasehat Presiden,
berkewajiban memberikan jawaban atas pertanyaan presiden dan
berhak mengajukan usul kepada pemerintah
i. BPK, sebagai counterpart terkuat DPR, mempunyai kekuasaan untuk
memeriksa tanggung jawab keuangan Negara dan hasil
pemeriksaannya diberitahukan kepada DPR.
j. MA, sebagai badan kehakiman yang tertinggi yang didalam
menjalankan tugasnya tidak boleh dipengaruhi oleh kekuasaan
pemerintah.
2. Setelah Amandemen
a. MPR, Lembaga tinggi negara sejajar kedudukannya dengan lembaga
tinggi negara lainnya seperti Presiden, DPR, DPD, MA, MK, BPK,
menghilangkan kewenangannya menetapkan GBHN, menghilangkan
kewenangannya mengangkat Presiden (karena presiden dipilih secara
langsung melalui pemilu), tetap berwenang menetapkan dan mengubah
UUD, susunan keanggotaanya berubah, yaitu terdiri dari anggota
Dewan Perwakilan Rakyat dan angota Dewan Perwakilan Daerah yang
dipilih secara langsung melalui pemilu.
b. DPR, Posisi dan kewenangannya diperkuat, mempunyai kekuasan
membentuk UU (sebelumnya ada di tangan presiden, sedangkan DPR
hanya memberikan persetujuan saja) sementara pemerintah berhak
mengajukan RUU, Proses dan mekanisme membentuk UU antara DPR
dan Pemerintah, Mempertegas fungsi DPR, yaitu: fungsi legislasi,
fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan sebagai mekanisme kontrol
antar lembaga negara.
c. DPD, Lembaga negara baru sebagai langkah akomodasi bagi
keterwakilan kepentingan daerah dalam badan perwakilan tingkat
nasional setelah ditiadakannya utusan daerah dan utusan golongan

23
yang diangkat sebagai anggota MPR, keberadaanya dimaksudkan
untuk memperkuat kesatuan negara Republik Indonesia, dipilih secara
langsung oleh masyarakat di daerah melalui pemilu, mempunyai
kewenangan mengajukan dan ikut membahas RUU yang berkaitan
dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, RUU lain yang
berkait dengan kepentingan daerah.
d. BPK, Anggota BPK dipilih DPR dengan memperhatikan pertimbangan
DPD, berwenang mengawasi dan memeriksa pengelolaan keuangan
negara (APBN) dan daerah (APBD) serta menyampaikan hasil
pemeriksaan kepada DPR dan DPD dan ditindaklanjuti oleh aparat
penegak hukum, berkedudukan di ibukota negara dan memiliki
perwakilan di setiap provinsi, mengintegrasi peran BPKP sebagai
instansi pengawas internal departemen yang bersangkutan ke dalam
BPK.
e. Presiden, Membatasi beberapa kekuasaan presiden dengan
memperbaiki tata cara pemilihan dan pemberhentian presiden dalam
masa jabatannya serta memperkuat sistem pemerintahan presidensial,
Kekuasaan legislatif sepenuhnya diserahkan kepada DPR, Membatasi
masa jabatan presiden maksimum menjadi dua periode saja,
Kewenangan pengangkatan duta dan menerima duta harus
memperhatikan pertimbangan DPR, kewenangan pemberian grasi,
amnesti dan abolisi harus memperhatikan pertimbangan DPR,
memperbaiki syarat dan mekanisme pengangkatan calon presiden dan
wakil presiden menjadi dipilih secara langsung oleh rakyat melui
pemilu, juga mengenai pemberhentian jabatan presiden dalam masa
jabatannya.
f. Mahkmah Agung, Lembaga negara yang melakukan kekuasaan
kekuasaan kehakiman, yaitu kekuasaan yang menyelenggarakan
peradilan untuk menegakkan hukum dan keadilan [Pasal 24 ayat (1)],
berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peaturan
perundang-undangan di bawah Undang-undang dan wewenang lain
yang diberikan Undang-undang.di bawahnya terdapat badan-badan

24
peradilan dalam lingkungan Peradilan Umum, lingkungan Peradilan
Agama, lingkungan Peradilan militer dan lingkungan Peradilan Tata
Usaha Negara (PTUN), badan-badan lain yang yang fungsinya
berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam Undang-undang
seperti: Kejaksaan, Kepolisian, Advokat/Pengacara dan lain-lain.
g. Mahkamah Konstitusi, Keberadaanya dimaksudkan sebagai penjaga
kemurnian konstitusi (the guardian of the constitution), Mempunyai
kewenangan: Menguji UU terhadap UUD, Memutus sengketa
kewenangan antar lembaga negara, memutus pembubaran partai
politik, memutus sengketa hasil pemilu dan memberikan putusan atas
pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh presiden dan atau
wakil presiden menurut UUD, Hakim Konstitusi terdiri dari 9 orang
yang diajukan masing-masing oleh Mahkamah Agung, DPR dan
pemerintah dan ditetapkan oleh Presiden, sehingga mencerminkan
perwakilan dari 3 cabang kekuasaan negara yaitu yudikatif, legislatif,
dan eksekutif.

I. Kehidupan Masyarakat Berdasarkan HAM


Harus diakui pada masa Orde Baru dari segi pembangunan fisik memang
ada dan 5 terkendali, tetapi pada masa Orde Baru demokrasi tidak ada,
kalangan intelektual dibelenggu, pers di daerah dibungkam, KKN
dan pelanggaran hak asasi manusia terjadi di mana-mana.
Soeharto, presiden Republik Indonesia ke-2, menduduki tahta
kepresidenan Indonesia selama 32 tahun. Itu berarti, Soeharto telah
memenangkan sekitar enam kali pemilihan umum (Pemilu). Presiden Soeharto
mengkondisikan kehidupan politik yang sentralistik untuk melanggengkan
kekuasaan sehingga salah satu hak sebagai warga negara untuk
mendapatkan kedudukan dalam pemerintahan menjadi hak yang sulit
didapatkan. Salah satu di antara mekanisme yang digunakan untuk
membantu Golkar agar selalu menang dalam setiap Pemilu adalah
kewajiban bagi para pegawai negeri sipil untuk selalu mendukung Golkar
(Indrayana, 2007 : 143).

25
Rendahnya transparansi pengelolaan negara juga menjadi salah
satu keburukan pemerintahan Orde Baru. Transparansi merupakan bentuk
kredibilitas dan akuntabilitasnya. Pada masa Orde Baru, hak penyiaran
dikekang. Berita-berita televisi dan surat kabar tidak boleh
membicarakan keburukan-keburukan pemerintahan, kritik terhadap
pemerintah, dan berita-berita yang dapat mengganggu stabilitas dan
keamanan nasional. Pemerintah Soeharto menerapkan sistem sensor yang
ketat untuk membatasi kebebasan pers (Indrayana, 2007 : 172). Kemerdekaan
berserikat dan berkumpul serta mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan
dikebiri atas nama stabilisasi politik dan ekonomi, dan hal tersebut
tampak jelas dalam sejumlah kasus seperti pemberangusan simpatisan PKI di
tahun 1965-1967, peristiwa Priok, dan penahanan serta penculikan aktivis
partai pasca kudatuli.
Sementara penyingkiran hak-hak atas pekerjaan dan penghidupan
yang layak bagi kemanusiaan terlihat menyolok dalam kasus pembunuhan
aktivis buruh Marsinah, pengusiran warga Kedungombo (Elsam & LCHR,
1995 : 179), dan pembunuhan 4 petani di waduk Nipah Sampang. Pelajaran
berharga di masa itu, meskipun jaminan hak asasi manusia telah diatur jelas
dalam konstitusi, tidak serta merta di tengah rezim militer otoritarian akan
mengimplementasikannya seiring dengan teks-teks konstitusional untuk
melindungi hak-hak asasi manusia.
Lemahnya fungsi lembaga perwakilan rakyat menjadi salah satu
keburukan Orde Baru. Dewan Perwakilan Rakyat dan Majelis
Permusyawaratan Rakyat menjadi semacam boneka yang dikendalikan oleh
pemimpin negara. Dalam hal ini, hak mengeluarkan pendapat yang
berupa aspirasi-aspirasi dan keinginan rakyat tidak mampu diwujudkan
oleh pemerintah.
Hukum yang diskriminatif menjadi keburukan Orde Baru
selanjutnya. Hukum hanya berlaku bagi masyarakat biasa atau
masyarakat menengah ke bawah. Pejabat dan kelas atas menjadi

26
golongan yang kebal hukum. Hak masyarakat untuk mendapatkan
perlakukan yang sama di depan hukum menjadi hal yang sangat langka.
Pelanggaran hak asasi manusia di masa Orde Baru membawa setidak-
tidaknya dalam dua konsekuensi. Pertama, hak hak korban pelanggaran hak
asasi manusia tidak pernah dipulihkan, sehingga secara psikologis merasa
tidak mendapatkan layanan keadilan dan kesejahteraan. Kedua, pelaku
dan penanggungjawab dari kejahatan hak asasi manusia tidak ditindak secara
hukum, sehingga menimbulkan ketidakadilan bagi korban, dan tidak
menutup kemungkinan akan menimbulkan rasa dendam dan kebencian dari
pihak keluarga dan masyarakat.
Perlindungan hak asasi manusia dalam Orde Baru memang dirasa masih
lemah. Meski demikian, Orde Baru memperlihatkan peran yang besar
untuk menjaga stabilitas nasional. Stabilitas nasional ini memungkinkan
negara untuk menjaga terlaksananya pelaksanaan perlindungan hak
asasi manusia bagi masyarakat.
Penyebab utama runtuhnya kekuasaan Orde Baru adalah adanya
krisis moneter tahun 1997. Sejak tahun 1997 kondisi ekonomi
Indonesia terus memburuk seiring dengan krisis keuangan yang melanda
Asia. KKN semakin merajalela, sementara kemiskinan rakyat terus
meningkat. Terjadinya ketimpangan sosial yang sangat mencolok
menyebabkan munculnya kerusuhan sosial. Muncul demonstrasi yang
digerakkan oleh mahasiswa. Tuntutan utama kaum demonstran adalah
perbaikan ekonomi dan reformasi total. Periode Reformasi diawali dengan
pelengseran Soeharto dari kursi Presiden Indonesia oleh gerakan reformasi.
Pada tanggal 21 Mei 1998 Presiden Soeharto mengundurkan diri dari
jabatannya sebagai presiden RI dan menyerahkan jabatannya kepada
wakil presiden B.J. Habibie. Peristiwa ini menandai berakhirnya
kekuasaan Orde Baru dan dimulainya Orde Reformasi.
Reformasi dalam bidang politik berhasil mengganti lima paket undang-
undang masa Orde Baru dengan tiga undang-undang politik yang
lebih demokratis, yaitu : (1) Undang - Undang Nomor 2 Tahun 1999 tentang

27
Partai Politik, (2) Undang - Undang Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan
Umum, dan (3) Undang - Undang Nomor 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan
Kedudukan DPR/MPR. Kebijakan dalam bidang politik ini membawa
pengaruh pada tata politik yang adil. Hak warga negara untuk mendapatkan
kedudukan di bidang politik dan pemerintahan menjadi terbuka. DPR dan
MPR mulai berfungsi dengan baik sebagai aspirasi rakyat untuk memperoleh
hak-hak mereka.
Kebebasan berekspresi dalam masyarakat mulai terangkat kembali. Hal ini
terlihat dari munculnya partai-partai politik dari berbagai golongan dan
ideologi. Masyarakat bisa menyampaikan kritik secara terbuka kepada
pemerintah. Mereka bisa dengan bebas dan aktif mendiskusikan isu isu
kritis, termasuk urgennya mereformasi UUD 1945. Kebebasan
berpendapat dan berekspresi ini mempengaruhi reformasi reformasi
konstitusi yang dihasilkan pada rentang waktu 1999 2002 (Indrayana, 2007 :
172).
Selain itu, hak dalam berpendapat yang diwujudkan dalam kebebasan pers
juga lebih dijunjung tinggi kedudukannya. Dengan pers, masyarakat
dapat menyerukan aspirasi mereka. Hak masyarakat untuk
mendapatkan informasi secara jelas dan terbuka pun mulai dibuka.
Pemerintah Soeharto menerapkan sistem sensor yang ketat untuk
membatasi kebebasan pers. Menteri Penerangan kala itu mengeluarkan
Peraturan Menteri (Permen) No. 01 Tahun 1984 tentang Izin
Penerbitan. Peraturan ini memberi kewenangan kepada Menteri Penerangan
untuk mencabut SIUP atau lisensi penerbitan milik perusahaan media mana
pun yang tidak mendukung kebijakan pemerintah. Pada bulan Juni 1998,
pemerintah Habibie mencabut peraturan ini dan menyederhanakan
prosedur pemberian surat izin bagi dunia penerbitan. Kebijakan ini melahirkan
ratusan penerbitan baru dan era baru dalam kebebasan pers (Indrayana, 2007 :
172).
Kekerasan negara seakan telah berkurang, meskipun sesungguhnya masih
saja kerap terjadi, termasuk pelanggengan impunitas, yaitu kekerasan negara

28
telah terjadi dalam beberapa kasus, misalnya pasca amandemen UUD 1945,
peristiwa penembakan polisi maupun tentara yang menewaskan sejumlah
masyarakat adat dan petani dalam kasus Bulukumba (Sulawesi Selatan), kasus
Manggarai (Nusa Tenggara Timur), dan kasus Alas Tlogo (Jawa Timur) ;
kekerasan terhadap pekerja pers (Kasus Tomy Winata vs. Tempo, dll.); dan
kasus pembunuhan aktivis pembela HAM Munir.
Lahirnya Undang - Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi
Manusia; Undang - Undang Nomor. 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak
Asasi Manusia; dan undang - undang lainnya yang didesakkan oleh lembaga-
lembaga demokrasi dan hak asasi manusia ialah bukti kontribusi masyarakat
sipil dalam mewujudkan demokrasi.
Sejak beberapa tahun terakhir, perhatian yang semakin meningkat terhadap
masalah hak asasi manusia, pada dasarnya bisa dikonstatir. Pengalaman pahit
yang dirasakan dalam kehidupan nyata mendorong untuk menyadarkan
manusia mengenai hak asasi manusia yang dimilikinya serta hak asasi orang
lain. Namun, berbagai kasus tetap kunjung datang. Meningkatnya
pengangguran dan kemiskinan, pendidikan semakin mahal sehingga banyak
kaum muda penerus generasi bangsa tidak mendapatkan pendidikan
yang layak, pengambil alihan hak milik atas tanah milik rakyat kecil yang
sering dilakukan tanpa ganti rugi, ketidakadilan atas hukuman yang diterima
warga negara kelas menengah ke bawah dibandingkan dengan hukuman yang
diterima warga negara kelas atas yang terbukti bersalah, serta kejahatan yang
semakin beragam dan merajalela adalah sebagian realitas sosial yang
perlu diperhatikan sebagai implementasi dari pelaksanaan hak asasi
manusia di Indonesia pada masa sekarang.

BAB III

29
PENUTUP

Kesimpulan
1. Setelah amandemen UUD 1945 banyak perubahan terjadi, baik dalam struktur
ketatanegaraan maupun perundang-undangan di Indonesia.
2. Tata urutan perundang-undangan Indonesia adalah UUD 1945, UU/ Perpu, PP,
Peraturan Presiden dan Perda.
3. Lembaga-lembaga Negara menurut sistem ketatanegaraan Indonesia meliputi:
MPR, Presiden, DPR, DPD, MA, MK, BPK, dan Komisi Yudisial. Lembaga
pemerintahan yang bersifat khusus meliputi BI, Kejagung, TNI, dan
Polri.Lembaga khusus yang bersifat independen misalnya KPU, KPK,
Komnas HAM, dan lain-lain.

DAFTAR PUSTAKA

30
Danujaya, Budi. 2005. Demokrassi dan Sistem Pemerintahan Negara. Kompas

Elsam & LCHR. 1995. Atas Nama Pembangunan: Bank Dunia dan Hak Asasi
Manusia di Indonesia. Jakarta: Elsam.

Hadrian. 2013. Perbandingan lembaga negara sebelum dan sesudah amandemen


UUD 1945. Universitas mathlaul anwar. Jakarta

Indrayana, D. 2007. Amandemen UUD 1945 : Antara Mitos dan Pembongkaran.


Bandung : PT Mizan Pustaka.

Mahyudin, 2013. Studi Komparatif Lembaga Negara Sebelum Dan Sesudh


Aamandemen Uud 1945.

Sumarsono. S. Sunarso, Agus Mansyur, Hamdan, dkk, 2001, Pendidikan


Kewarganegaraan, Gramedia, Jakarta.

Santosa. Heru, dkk. 2002. Sari Pendidikan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945 Beserta Perubahannya. Yogyakarta: Tirta Wacana Yogya.

Theo Yusuf, Mengembangkan Demokrasi, Warta Perundang-Undangan No. 3037,


Jakarta Kompas.

31

Anda mungkin juga menyukai