Anda di halaman 1dari 16

Trombosis Vena Dalam dan Penanganannya

Steven Hartanto Kurniawan


102009186
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510
Email: stephanigualagetzsa.sg@gmail.com

Pendahuluan
Trombosis adalah terbentuknya bekuan darah dalam pembuluh darah. Thrombus atau
bekuan darah ini dapat terbentuk pada vena, arteri, jantung atau mikrosirkulasi dan
menyebabkan komplikasi akibat obstruksi atau emboli. Di Amerika Serikat, thrombosis
merupakan penyebab utama kematian dengan angka kematian sekitar 2 juta penduduk tiap
tahun akibat thrombosis arteri, vena atau komplikasinya. Angka kejadia thrombosis vena dala
atau deep vein thrombosis (DVT) yang baru berkisar 50 per 100.000 penduduk, sedangkan
pada usia lebih dari 70 tahun diperkirakan 200 per 100.000 penduduk.
Thrombosis vena banyak sekali mempunyai komplikasi yang sangat fatal bagi tubuh
antara lain resiko trombo emboli pada pasien devisiensi antitrombin III dapat mencapai 80%,
70% pada gagal jantung kongestif dan 40% pada infark miocard akut. Pada pasien dieropa
dan 16% di Amerika Serikat. Pada pasien yang menjalani operasi ginekologi dan obsetri,
1
risiko DVT berkisar 7-45% sedangkan pada operasi saraf anatara 9-50%.

Kasus
Seorang laki-laki 65 tahun yang sedang dirawat inap dikonsulkan dengan keluhan
betis kirinya sakit disertai bengkak dan kemerahan sejak 4 jam yang lalu. Pasien tersebut
sudah hari dirawat setelah menjalani operasi pergantian sendi panggul 2 hari yang lalu.

Anamnesis
Hal pertama yang perlu dilakukan oleh seorang dokter ketika pasien datang adalah
melakukan anamnesis. Anamnesis merupakan suatu bentuk wawancara antara dokter dan
pasien dengan memperhatikan petunjuk-petunjuk verbal dan non verbal mengenai riwayat
penyakit pasien. Riwayat pasien merupakan suatu komunikasi yang harus dijaga
kerahasiaannya, yaitu segala hal yang diceritakan oleh penderita. Anamnesis atau medical

1
history adalah informasi yang dikumpulkan oleh seorang dokter dengan cara melakukan
wawancara dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan spesifik baik itu terhadap pasien itu
sendiri (auto-anamnesis) maupun dari orang yang dianggap dapat memberikan keterangan
yang berhubungan dengan keadaan pasien (allo-anamnesis/hetero-anamnesis). Berdasarkan
anamnesis yang baik, seorang dokter biasanya akan menanyakan identitas dan keadaan pasien
meliputi:2

- Nama lengkap - Status perkawinan


- Jenis kelamin - Pekerjaan
- Umur - Suku bangsa
- Tempat tanggal lahir - Agama
- Alamat tempat tinggal - Pendidikan

Hal pertama yang ditanyakan kepada pasien adalah mengenai riwayat pribadi pasien.
Riwayat pribadi adalah segala hal yang menyangkut pribadi pasien; mengenai peristiwa
penting pasien dimulai dari keterangan kelahiran, serta sikap pasien terhadap keluarga dekat.
Termasuk dalam riwayat pribadi adalah riwayat kelahiran, riwayat imunisasi, riwayat makan,
riwayat pendidikan dan masalah keluarga. Setelah mendapatkan data pribadi pasien,
anamnesis selanjutnya adalah menanyakan keluhan utama pasien, riwayat penyakit sekarang,
riwayat penyakit dahulu, riwayat keluarga dan riwayat sosial. 2
Keluhan utama adalah gangguan atau keluhan yang terpenting yang dirasakan
penderita sehingga mendorong ia untuk datang berobat dan memerlukan pertolongan serta
menjelaskan tentang lamanya keluhan tersebut. Keluhan utama merupakan dasar untuk
memulai evaluasi pasien. Riwayat penyakit sekarang adalah penyakit yang bermula pada saat
pertama kali penderita merasakan keluhan itu.

2
Riwayat penyakit dahulu adalah riwayat penyakit yang pernah diderita di masa
lampau yang mungkin berhubungan dengan penyakit yang dialaminya sekarang.
Riwayat keluarga merupakan segala hal yang berhubungan dengan peranan herediter
dan kontak antar anggota keluarga mengenai penyakit yang dialami pasien. Dalam hal
ini faktor-faktor sosial keluarga turut mempengaruhi kesehatan penderita. Riwayat
sosial mencakup keterangan mengenai pendidikan, pekerjaan dan segala aktivitas di
luar pekerjaan, lingkungan tempat tinggal, perkawinan, tanggungan keluarga, dan
lain-lain. Perlu ditanyakan pula tentang kesulitan yang dihadapi pasien. 2
Pada kasus pasien ini diketahui bahwa pasien hari yang lalu menjalani operasi
pergantian sendi panggul dimana operasi ini merupakan operasi bedah yang cukup
besar lalu 4 jam yang lalu didapati bahwa betis pasien mengalami pembengkakan, lalu
menanyakan riwayat thrombosis pada keluarga juga merupakan suatu hal yang
penting.

Pemeriksaan Fisik
Tujuan pemeriksaan fisik umum adalah untuk mengidentifikasi keadaan
umum pasien saat pemeriksaan dengan penekanan pada tanda-tanda vital, keadaan
sakit, gizi dan aktivitas pasien. Setelah anamnesis selesai dilakukan, maka
pemeriksaan fisik biasanya dimulai dengan pemeriksaan objektif yaitu tekanan darah,
denyut nadi, pernapasan, suhu dan tingkat kesadaran, serta pemeriksaan tanda-tanda
vital dengan inspeksi, palpasi, dan auskultasi. 2
- Inspeksi (look)
Lihat apakah ada deformitas seperti penonjolan abnormal, angulasi, rotasi, dan
pemendekan. Cari functio lesa (hilangnya fungsi), bandingkan antara sinistra
dan dextra apakah ada kelainan atau tidak seperti panjang pendek kedua
ekstermitas .
Tampak adanya edema dan deformitas (penonjolan yang abnormal, angulasi,
rotasi, pemendekan) hal yang penting adalah apakah kulit itu utuh; kalau kulit
robek dan luka memiliki hubungan dengan fraktur, cedera terbuka.
- Palpasi (feel)
Terdapat nyeri tekan setempat, teraba adanya penonjolan tulang, tetapi perlu
juga memeriksa bagian distal dari fraktur untuk merasakan nadi dan untuk
menguji sensasi. Cedera pembuluh darah adalah keadaan darurat yang
memerlukan pembedahan.
- Pemeriksaan Gerak (movement)
Menguji kemampuan gerak ekstremitas dengan tes gerak sendi normal. Pada
ekstremitas normal, tidak akan menemukan kesulitan untuk melakukannya.
Perhatikan adanya krepitasi atau tidak, nyeri saat digerakkan, serta seberapa
jauh gangguan-gangguan fungsi gerak yang ditimbulkan oleh fraktur (range of
motion) serta kekuatan ekstremitas sendiri.
- Pemeriksaan Khusus
Menguji gerakan sendi dengan gerakan yang khusus dapat dilakukan oleh
ekstremitas yang tanpa mengalami gangguan/masalah.

Biasanya pada DVT akan ditemukan tanda-tanda klinis yang klasis yaitu
edema tungkai yang unilateral, eritema, hangat, nyeri dan dapat pula diraba pembuluh
darah superficial. Pada pasien tersebut ditemukan inflasi dan eritema pada betis
kirinya (unilateral).

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang atau pemeriksaan laboratorium dalam arti luas adalah
setiap pemeriksaan yang dilakukan di luar pemeriksaan fisik. Pemeriksaan penunjang
dalam garis besarnya dimaksudkan sebagai alat diagnostik, petunjuk tatalaksana, dan
petunjuk prognosis. 2
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada kasus DVT antara lain : 1
1. Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan yang penting untuk mendiagnosis
DVT. Pada DVT pemeriksaan radiologis yang dapat dilakukan adalah
venografi dan flebografi pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan paling
standart untuk DVT baik pada betis, paha, maupun system ileofemoral
lainnya, kerugiannya adalah pemasangan kateter vena dan resiko alergi
terhadap bahan radiokontras (yodium). Dapat pula dilakukan Ultrasoografi
(USG) Doppler maupun Ultrasonografi kompresi, pemeriksaan USG Doppler
adalah pemeriksaan USG yang dilakukan secara duplex dan mempunyai
spesifisitas dan sensitivitas yang tinggi untuk DVT proksimal. Ketepatan
pemeriksaan USG Doppler untuk DVT proksimal yang simtomatik adalah
94% dibandingkan dengan venografi. Sedangkan USG kompresi mempunyai
sensitivitas 89% dan spesifisitas 97% ada DVT proksimal yang simtomatik
sedangkan DVT pada daerah betis mempunyai hasil negative palsu 50%.
Selain itu dapat pula dilakukam MRI, biasanya MRI digunakan untuk
mendiagnosis DVT pada perempuan hamil atau DVT pada pelvis, iliaka dan
vena kava dimana usg Doppler pada ekstremitas bawah menunjukan hasil
negative.

2. Pemeriksaan labolatorium
Pada pemeriksaan labolatorium hemostasis didapatkan peningkatan D-dimer
dan penurunan anti thrombin. Peningkatan D-dimer merupakan indicator
adanya thrombosis aktif. Pemeriksaan ini sangat sensitive tapi tidak spesifik
dan sebenarnya lebih berperan untuk menyingkirkan adanya thrombosis jika
hasilnya negative. Pemeriksaan ini mempunyai sensitifitas 93%, spesifisitas
77% dan nilai prediksi negative 98% pada DVT proksimal, sedangkan pada
DVT daerah betis sensitivitasnya 70%. Pemeriksaan labolatorium lain
umumnya tidak teralu bermakna untuk mendiagnosis adanya thrombosis,
tetapi dapat membantu menentukan faktor risiko .

Diagnosis Kerja : Diagnosis kerja scenario ini adalah Trombosis Vena Dalam (Deep
Vein Trombosis/DVT).
Patogenesis
Berdasarkan Triad of Virchow, terdapat 3 faktor yang berperan dalam
patogenesis terjadinya trombosis pada arteri atau vena yaitu kelainan dinding
pembuluh darah, perubahan aliran darah dan perubahan daya beku darah.
Trombosis vena adalah suatu deposit intra vaskuler yang terdiri dari fibrin, sel darah
merah dan beberapa komponen trombosit dan lekosit.
Patogenesis terjadinya trombosis vena adalah sebagai berikut :
1. Stasis vena.
2. Kerusakan pembuluh darah.
3. Aktivitas faktor pembekuan.
Faktor yang sangat berperan terhadap timbulnya suatu trombosis vena adalah statis
aliran darah dan hiperkoagulasi.
1. Statis Vena
Aliran darah pada vena cendrung lambat, bahkan dapat terjadi statis terutama
pada daerah-daerah yang mengalami immobilisasi dalam waktu yang cukup
lama.
Statis vena merupakan predis posisi untuk terjadinya trombosis lokal karena
dapat menimbulkan gangguan mekanisme pembersih terhadap aktifitas faktor
pembekuan darah sehingga memudahkan terbentuknya trombin.

2. Kerusakan pembuluh darah


Kerusakan pembuluh darah dapat berperan pada pembentukan trombosis vena,
melalui :
a. Trauma langsung yang mengakibatkan faktor pembekuan.
b. Aktifitasi sel endotel oleh cytokines yang dilepaskan sebagai akibat
kerusakan jaringan dan proses peradangan.

Permukaan vena yang menghadap ke lumen dilapisi oleh sel endotel.


Endotel yang utuh bersifat non-trombo genetik karena sel endotel
menghasilkan beberapa substansi seperti prostaglandin (PG12), proteoglikan,
aktifator plasminogen dan trombo-modulin, yang dapat mencegah
terbentuknya trombin.
Apabila endotel mengalami kerusakan, maka jaringan sub endotel akan
terpapar. Keadaan ini akan menyebabkan sistem pembekuan darah di aktifkan
dan trombosir akan melekat pada jaringan sub endotel terutama serat kolagen,
membran basalis dan mikro-fibril. Trombosit yang melekat ini akan
melepaskan adenosin difosfat dan tromboksan A2 yang akan merangsang
trombosit lain yang masih beredar untuk berubah bentuk dan saling melekat.
Kerusakan sel endotel sendiri juga akan mengaktifkan sistem pembekuan
darah.

3. Perubahan daya beku darah


Dalam keadaan normal terdapat keseimbangan dalam sistem pembekuan darah
dan istem fibrinolisis. Kecendrungan terjadinya trombosis, apabila aktifitas
pembekuan darah meningkat atau aktifitas fibrinolisis menurun.
Trombosis vena banyak terjadi pada kasus-kasus dengan aktifitas pembekuan
darah meningkat, seperti pada hiper koagulasi, defisiensi Anti trombin III,
defisiensi protein C, defisiensi protein S dan kelainan plasminogen.4
Etiologi
Pasien bedah dapat mengalami kelainan system hemostatik yang menimbulkan
thrombosis. Untuk mencegah thrombosis, system hemostatik mengandung tiga protein
plasma penting : (1) anti trombinn III, (2) protein C dan (3) protein S. 1,3
Thrombosis vena profunda berulang dapat timbul pada pasien dengan kelainan
antitrombin III congenital. Kenyataan ini mempertegas kepentingan klinik
antitrombin II dalam mencegah thrombosis pada sirkulasi. Gangguan antitrombil III
congenital terjasi sekunder dari thrombosis berat, sindroma DIC, terapi heparin,
penyakit hati dan kelainan pembuangan protein pada ginjal serta tractus
gastrointestinalis. Kekurangan antitrombin III congenital dapat menimbulkan kelainan
trombotik pada keadaan klinik. Protein C adalah protein plasma lain yang berfungsi
membatasi pembentukan thrombin. Gangguan protein c congenital sudah ditemukan
dan dianggap berhubungan dengan thrombosis vena profunda dan superfiscial. Pasien
bedah belum ditemukan memiliki devisisensi protein c kecuali bila dia menderita
sindroma DIC. Protein C diaktifkan pada permukaan sel endotel bila penyakit
autoimun melukai endotel atau bila trauma local memodifikasi permukaan sel endotel,
maka protein c tidak dapat di aktifkan. Ia akan menimbulkan segmen pembuluh darah
yang mudah mengalami thrombosis. Baru-baru ini sudah dilakukan penelitian tentang
hal tersebut. Protein S adalah protein yang tergantung pada vitamin k, protein ini
berfungsi untuk melokalisasi protein C pada permukaan fosfolipid. Bila tidak ada
protein S pada permukaan fosfolipid, maka aktivasi protein C terganggu dan
fungsinya berkurang. Kekurangan protein S congenital terbukti dapat menimbulkan
kelainan trombotik yang mirip dengan protein C. 3
Dalam keadaan normal, darah yang bersirkulasi berada dalam keadaan cair,
tetapi akan membentuk bekuanjika teraktivasi atau terpapar dengan suatu permukaan.
Virchow mengungkapkan suatu trias yang merupakan dasar terbentuknya thrombus
yang dikenal dengan trias Virchow. Triad ini terdiri dari: 1) ganguan pada aliran darah
yang menyebabkan statis, 2) gangguan keseimbangan antara prokoagulab dn
antikoagulan yang menyebabkan aktivasi faktor pembekuan dan 3) gangguan pada
dinding pembuluh darah (endotel) yang menyebabkan prokoagulan. 3
Thrombus yang terbentuk pada arteri, karena alirannya cepat maka terdiri dari
tombosit yang diikat oleh fibrin yang tipis, sedangkan thrombus pada vena terutama
terbentuk pad adaerah statis dan terdiri dari eritrosit dengan fibrin dalam jumlah yang
besar dan memiliki sedikit trobosit.
Thrombosis vena dalam pasca bedah merupakan komplikasi operasi dan
istirahat tirah baring. Pada pasien yang mengalami operasi abdomen untuk tumor
ganas ginekologi atau pasien yang menjalani operasi panggun rekonstruksi,
thrombosis vena dalam pasca beda dapatterjasi. Sebagian besar thrombosis yang
terjadi pada vena terjadi pada anggota gerak bagian bawah karena pada daerah ini
aliran darah berkurang. Secara klinik, thrombosis vena profunda menimbulkan
penyumbatan pada aliran darah, yang merangsang timbulnya respon peradangan pada
vena. Bekuan darah pada sistel vena profunda mempunyai komplikasi utama emboli
yang berada dalam sirkulasi pulmonalis. 3

Epidemiologi
Trombosis vena dalam terjadi kira-kira 1 per 1000 orang per tahun. Kira-kira 1-
5% menyebabkan kematian akibat komplikasi. Trombosis vena dalam sangat sedikit
dijumpai pada anak-anak. Ratio laki-laki dan perempuan yaitu 1:1,2. Trombosis vena
dalam biasanya terjadi pada umur lebih dari 40 tahun.4

Gejala klinis
Gelaja klinis pada pasien DVT dapat terlihat yaitu :5
a. 50% dari semua pasien tidak menunjukan gejala
b. Obstruksi vena profunda dari tungkai menghasilkan edema dan
pembengkakan ekstremitas
c. Kulit pada tungkai yang terkena dapat teraba hangat; vena superficial
dapat lebih menonjol
d. Pembengkakan bilateral mungkin sulit untu dideteksi.
e. Nyeri tekan terjadi kemudian; terdeteksi dengan palpasi ringan pada
tungkai
f. Tanda human ( nyeri pada betis setelah dorsoflesi tajam kaki), tidak
spesifik untuk thrombosis vena profunda karena nyeri ini dapar
didatangkan olehsetiap kondisi yang menyakitkan pada betis
g. Pada beberapa kasus, tanda embolus pulmonal merupakan indikasi
pertama adanya thrombosis vena profunda
h. Thrombus vena superficial menyebabkan nyeri terkan, kemerahan dan rasa
hangat pada daerah yang terkena.
Penatalaksanaan
Medika Mentosa
1. Pemberian Heparin standar
Heparin 5000 ini bolus (80 iu/KgBB), bolus dilanjutkan dengan drips
konsitnus 1000 1400 iu/jam (18 iu/KgBB), drips selanjutnya tergantung
hasil APTT. 6 jam kemudian di periksa APTT untuk menentukan dosis dengan
target 1,5 2,5 kontrol.
1. Bila APTT 1,5 2,5 x kontrol dosis tetap.
2. Bila APTT < 1,5 x kontrol dosis dinaikkan 100 150 iu/jam.
3. Bila APTT > 2,5 x kontrol dosis diturunkan 100 iu/jam.

2. Pemberian Oral Anti koagulan


Obat yang biasa di pakai adalah Warfarin. Pemberian Warfarin di mulai
dengan dosis 6 8 mg (single dose) pada malam hari. Dosis dapat dinaikan
atau di kurangi tergantung dari hasil INR (International Normolized Ratio).
Target INR : adalah 2,0 3,0

Tujuan penatalaksanaan DVT pada fase akut adalah1


1. Menghentikan bertambahnya thrombus
2. Membatasi bengkak yang progesif pada tungkai
3. Melisiskan atau membuang bekuan darah (trombektomi) dan mencegah
disfungsi vena atau sindrom pasca thrombosis di kemudian hari
4. Mencegah emboli
Antikoagulan, Unfractionated heparin (UFH) merupakan antikuagulan yang
sudah lama digunkan untuk penatalaksanaan DVT pada saat awal mekanisme kerja
utama heparin adalah meningkatkan kerja antitrombin III segai inhibitor dan
melepaskan tissue factor pathway inhibitor dari dinding pembuluh darah. Terapi ini
diberikan dengan bolus 80 IU/kgbb/jam dengan pemantauan nilai Activated Partial
Tromboplastin Time (APTT) sekitar 6 jam setelah bolus untuk mencapai target APTT
1,5-2,5 kali nilai control dan kemudian dipantau sedikitnya setiap hari. Sebelum
memulai terapi heparin, APTT, masa protombin (protombin time) dan jumlah
trombosit harus diperiksa, terutama pada pasien dengan risiko pendarahan yang
tinggi atau dengan gangguan hati atau ginjal. 1
Heparin berat molekul rendah (Low Molecular Weight Heparin/LMWH) dapat
diberikan 1 atau 2 kali sehari secara subkutan da mempunyai efikasi yang baik,
keuntungannya adalah risiko pendarahan mayor yang lebih kecil, dan tidak
membutuhkan pemantauan labolatorium yang sering dibandingkan dengan UFH,
kecuali pada pasien-pasien tertentu seperti gagal ginjal atau sangat gemuk. 1
Pemberian antikoagulan UFH atau LMWH ini dilanjutkan dengan antikoagulan
oral yang bekerja menghambat faktor pembekuan yang memerlukan vit K.
antikoagulan oral yang sering digunakan warfarin atau coumarin/ derivatnya. Obat ini
diberikan bersama-samasaat awal tetapi heparin dengan pemantauan INR. Heparin
diberikan selama minimal 5 hari dan daoat dihentikan bila antikoagualan oral ini
mencapi target INR yaitu 2,0-3,0 selama 2 hari berturut-turut. Lama pemberian
antikoagulan masih bervariasi, tetapi pada umumnya bergantung pada faktor risiko
DVT tersebut. Pasien yang mengalami DVT harus mendapatkan antikoagulan selama
6 minggu hingga 3 bulan jika mempunyai faktor risiko yang reversible atau sedikitnya
6 bulan jika faktor risikonya tidak diketahui (idiopatik), sedangkan pada pasien yang
mempunyai faktor risiko molecular yang diturunkan seperti defisiensi antitrombin III,
protein C, protein S, lupus anticoagulant atau antibody cardiolipin, antikoagulan oral
diberikan lebih lama bahkan dapat seumur hidup. Pemberian antikoagulan seumur
hidup ini juga diindikasikan pada pasien yang mengalami lebih dari dua kali episode
thrombosis vena atau satu kalitrombosispada kanker yang aktif. 1
Terapi trombolitik, terapi ini bertujuan untuk melisiskan thrombus secra cepat
dengan cara mengaktifkn plasminogen menjadi plasmis. Terapi ini umumnya hanya
efektif pada fase awal dan penggunaannya benar-benar harus dipertimbangkan secara
baik karena mempunyai faktor risiko perdarahan 3 kali lipat dibandingkan dengan
terapi antikoagulan saja pada umunya terapi ini hanya dilakukan pada DVT dengan
occlusi total terutama pada ileofemoral. 1
Trombektomi, trombektomi terutama dengan fistula arteriovena sementara,
harus dipertimbangkan pada thrombosis vena ileofemoral akut yang kurang dari7 hari
dengan harapan hisup lebih dari 10 tahun. 1
Filter vena kava interior, filter ini digunakan pada thrombosis di atas lutut
pada kasus dimana antikoagulan merupakan kontraindikasi atau gagal mencegah
emboli berulang. 1

Non-Medika Mentosa
Penatalaksanaan utama adalah menggunakan cara konservatif, yang
terdiri dari: stop merokok, olahraga, penghilangan faktor resiko, dan obat.
Setelah penatalaksanaan konservatif; sekitar 50% pasien menunjukkan
perbaikan, 30% tidak berubah, 25% memburuk, dan hanya 5% yang menjadi
iskemia kritikal. Tindakan intervensi bedah pada pasien yang hanya
mengeluhkan klaudikasio hanya diindikasikan bila: 8
kegagalan terapi konservatif
gejala klaudikasio yang hebat serta mempengaruhi kehidupan
sehari-hari
lesi tidak multipel dan difus
unilateral
kelainan pada aorta atau iliaka

Komplikasi
1. Embolisasi pulmonalis adalah proses dengan bekuan darah dalam system vena
profunda, terlaepas dari dinding pembuluh dan masuk ke sirkulasi pulmonalis.
Sebagian besar emboli berasal dari system profunfa atau vena pelvis dan
mengganggu fungsi oksigenasi paru-paru atau fungsi jantung, bila emboli
menyumbat sebagian besar (lebih dari 60%) sirkulasi pulmonalis. Emboli
arteri dari daerah thrombosis pada arteria aterosklerotik dapat menimbulkan
cedera jaringan yang serius dan disfungsi organ, tergantung pada besar dan
letak emboli. 1
2. Sindroma pasca phlebitis suatu komplikasi thrombosis vena profunda yang
serius. Sindroma ini merupakan akibat langsung kerusakan katup vena oleh
thrombus. Ia menimbulkan peningkatan tekanan hidrostatik pada vvvena
perforantes betis, yang normalnya mengalirkan darah dari vena superfisialis ke
system vena profunda. Bila katup perforantes rusak, maka aliran darag
terdorong ke system superfisialis selama kontrasi otot betis bawah. Kenaikan
aliran darah merangsang timbulnya edema dan mengganggu fungsi jaringan
subkutis. Sehingga menimbulkan perubahan warna dan ulserasi kulit yang
serius. 3

Prognosis
Semua pasien dengan trombosis vena dalam pada masa yang lama mempunyai
resiko terjadinya insufisiensi vena kronik. Kira-kira 20% pasien dengan DVT yang
tidak ditangani dapat berkembang menjadi emboli paru, dan 10-20% dapat
menyebabkan kematian. Dengan antikoagulan terapi angka kematian dapat menurun
hingga 5 sampai 10 kali.1
Pada pasien dengan oklusi yang berat, maka dalam keadaan istirahat pun,
aliran darah tidak dapat mencukupi kebutuhan metabolisme basal dari jaringan,
sehingga dapat timbul critical limb ischemia. Pasien akan mengeluh nyeri pada saat
istirahat atau merasa dingin atau baal pada jari kaki dan kaki. Gejala ini lebih nyata
pada saat tidur (posisi tungkai horizontal), dan membaik saat tungkai dalam posisi
tergantung ke bawah. Ini dapat menjadi pembeda dengan kelainan pada vena pada
tungkai. Pada gangguan aliran vena tungkai, rasa nyeri lebih nyata dalam posisi
berdiri dan membaik saat tungkai dalam posisi elevasi.

Diagnosis Banding
1. Superfiscial trombopheblitis
Tromboflebitis adalah peradangan dan pembekuan dalam pembuluh
darah. Tromboflebitis berarti bahwa gumpalan darah telah terbentuk dalam
vena dekat dengan kulit. Mungkin juga ada infeksi pada pembuluh darah.
Tromboflebitis biasanya terdapat di vena kaki atau lengan. Dengan hati-hati,
masalah ini harus diselesaikan sampai dalam waktu 2 sampai 3 minggu.
Tromboflebitis paling sering mempengaruhi vena superfisial di kaki, tetapi
dapat juga mempengaruhi vena superfisial di paha. Sering kali, tromboflebitis
terjadi pada orang dengan varises tetapi tidak semua penderita varises
menderita tromboflebitis. Tromboflebitis superfisialis menyebabkan reaksi
peradangan akut yang menyebabkan trombus melekat dengan kuat ke dinding
vena dan jarang pecah dan terlepas. Vena permukaan tidak memiliki otot di
sekitarnya yang bisa menekan dan membebaskan suatu trombus. Karena itu
tromboflebitis superfisialis jarang menyebabkan emboli.2
Tromboflebitis melibatkan reaksi inflamasi akut yang menyebabkan
trombus untuk tetap pada dinding pembuluh darah dan mengurangi
kemungkinan thrombus hilang. Tidak seperti dalam vena, vena superfisial
tidak memiliki otot-otot sekitarnya untuk menekan dan mengusir trombus.
Karena ini tromboflebitis superfisialis jarang menyebabkan emboli.
Tromboflebitis yang berulang kali terjadi di vena yang normal disebut
bermigrasi radang pembuluh darah atau migrasi tromboflebitis. Ini mungkin
menunjukkan kelainan yang mendasari serius, seperti kanker dari organ
internal. 2
Tromboflebitis dapat disebabkan oleh infeksi atau cedera vena. Penyebab
lainnya mungkin tidak bergerak cukup cepat setelah pembedahan atau
beristirahat di tempat tidur untuk waktu yang lama, mungkin mengenakan
gips, merokok, minum pil KB, obat-obatan mungkin melukai dinding
pembuluh darah dan menyebabkan tromboflebitis. Penyebab lainnya mungkin
varises, kehamilan, atau iritasi dari infus di pembuluh darah/ menggunakan
intravena (IV) line, atau setelah trauma pada vena. Ini melibatkan respons
peradangan berhubungan dengan gumpalan di pembuluh darah. 2
Resiko yang menyebabkan kecenderungan peningkatan pembekuan
darah, infeksi, atau saat terakhir kehamilan, varises, dan kimia atau iritasi
lainnya dari daerah. Berkepanjangan duduk, berdiri, atau imobilisasi
meningkatkan risiko. Dangkal tromboflebitis mungkin kadang-kadang
dikaitkan dengan kanker perut (seperti karsinoma pankreas), deep vein
thrombosis, thromboangiitis obliterans, dan (jarang) dengan embolus paru. 2
Sakit dan pembengkakan lokal berkembang dengan cepat, kulit di atas
vena menjadi merah, dan hangat dan sangat keras. Karena darah di vena yang
beku, pembuluh darah terasa seperti tali yang keras di bawah kulit, tidak
lembut seperti normal atau varises vena.
Paling sering, tromboflebitis berkurang dengan sendirinya. Dengan
analgesik, seperti aspirin atau yang lain non-steroid anti-inflamasi (NSAID),
biasanya membantu mengurangi rasa sakit. Selain NSAID, antikoagulan dan
antibiotic juga harus diberikan. Untuk mempercepat penyembuhan, bisa
disuntikkan anestesi (obat bius) lokal, dilakukan pengangkatan trombus dan
kemudian pemakaian perban kompresi selama beberapa hari.
Selain obat dan terapi operatif tersebut dapat pula di tambahkan dengan
meninggikan bagian kaki yang terkena agar aliran darah vena menjadi lebih
mudah. 2

2. Peripheral arteri occlusive disease


Penyakit arteri perifer (peripheral arterial disease) adalah suatu
kelainan klinis akibat adanya stenosis atau oklusi pada aorta dan/atau arteri
ekstremitas. Aterosklerosis merupakan penyebab tersering dari penyakit ini
pada usia >40 tahun. Penyebab lainnya adalah thrombosis, emboli, vaskulitis,
trauma. Prevalensi tertinggi timbulnya penyakit ini pada usia dekade keenam
dan ketujuh. Rokok telah diketahui sebagai faktor risiko dari timbulnya
penyakit arteri perifer, selain faktor lainnya seperti diabetes mellitus,
hiperkolesterolemia, dan hipertensi.3,4
Manifestasi klinis tersering dari penyakit arteri perifer adalah adanya
klaudikasio intermiten, suatu rasa nyeri, keram, baal, atau letih pada otot yang
muncul dalam penggunaan otot untuk aktivitas, dan membaik saat keadaan
istirahat, biasanya setelah 2-5 menit. Gejala ini muncul pada daerah distal dari
lokasi lesi oklusif, misalnya klaudikasio pada betis akibat adanya kelainan
pada arteri femoral-poplitea. Karena lebih tingginya insidensi obstruksi pada
pembuluh darah bagian inferior tubuh, maka gejala klaudikasio intermiten ini
lebih banyak didapatkan pada otot-otot ekstremitas bawah. 3,4
Pada pasien dengan oklusi yang berat, maka dalam keadaan istirahat
pun, aliran darah tidak dapat mencukupi kebutuhan metabolisme basal dari
jaringan, sehingga dapat timbul critical limb ischemia. Pasien akan mengeluh
nyeri pada saat istirahat atau merasa dingin atau baal pada jari kaki dan kaki.
Gejala ini lebih nyata pada saat tidur (posisi tungkai horizontal), dan membaik
saat tungkai dalam posisi tergantung ke bawah. Ini dapat menjadi pembeda
dengan kelainan pada vena pada tungkai. Pada gangguan aliran vena tungkai,
rasa nyeri lebih nyata dalam posisi berdiri dan membaik saat tungkai dalam
posisi elevasi. 3,4
Dapat juga dilakukan pemeriksaan yang dapat menunjang diagnostic
penyakit ini yaitu : 3,4
1. Angiografi
Pemeriksaan angiografi merupakan pemeriksaan gold standardalam
kelainan arteri perifer. Pemeriksaan angiografi adalah pemeriksaan invasif
dan memerlukan izin pasien. Pemeriksaan angiografi memberikan resiko
kepada pasien dengan gagal ginjal oleh karena menggunakan zat kontras.
2. Computed Tomography Angiography
Dalam pemeriksaan ini gambar yang didapat dihasilkan melalui
pemeriksaan CT-scan. Citra yang dihasilkan serupa dengan angiografi
biasa hanya dalam 3 dimensi, dan sebenarnya tidak bermakna klinis yang
lebih baik. Pemeriksaan ini memiliki kerugian yang sama dengan
pemeriksaan angiografi biasa yaitu; berbahaya digunakan pada pasien
dengan gagal ginjal.
3. Magnetic Resonance Angiography
Citra angiography diperoleh melalui pemeriksaan MRI. Sama dengan
CTA; zat kontras diberikan secara intravena. MRA atau CTA dapat
diindikasikan apabila pasien tidak dapat mentolerir tusukan intra-arterial,
misal karena kelainan bilateral atau kelainan perdarahan. MRA
dikontraindikasikan pada pasien dengan alat pacu jantung atau katup
protesis metal.
Penatalaksanaan utama adalah menggunakan cara konservatif, yang
terdiri dari: stop merokok, olahraga, penghilangan faktor resiko, dan obat.
Setelah penatalaksanaan konservatif; sekitar 50% pasien menunjukkan
perbaikan, 30% tidak berubah, 25% memburuk, dan hanya 5% yang menjadi
iskemia kritikal. Tindakan intervensi bedah pada pasien yang hanya
mengeluhkan klaudikasio hanya diindikasikan bila: 3,4

kegagalan terapi konservatif


gejala klaudikasio yang hebat serta mempengaruhi kehidupan sehari-hari
lesi tidak multipel dan difus
unilateral
kelainan pada aorta atau iliaka
Pasien yang telah mengalami iskemik kritikal tungkai memiliki
prognosis yang buruk, yaitu: mortalitas 1 tahun sebesar 25%, dan 5 tahun
sebesar 50%. Penyebab utama kematian bukanlah akibat iskemia tungkai akan
tetapi oleh karena kelainan pada koroner atau serebrovaskular. Oleh karena itu
penatalaksanaan iskemik kritikal tungkai bertujuan untuk mencegah adanya
amputasi tungkai, bukanlah untuk meningkatkan angka harapan hidup pasien.
3,4

Penatalaksanaan untuk kelainan iskemik kritikal tungkai adalah


tindakan intervensi melalui pembedahan atau endovaskular atau kombinasi
keduanya. Sebagai patokan kasar adalah: bila pasien memiliki keadaan umum
yang buruk, atau dengan harapan hidup pendek karena faktor komorbid, dan
tidak memerlukan tindakan lain seperti amputasi atau debridement, sebaiknya
intervensi dilakukan secara endovascular. Pasien yang memiliki harapan hidup
yang panjang (tanpa kelainan kardiovaskular atau serebrovaskular yang
mengancam) selayaknya segera menjalani operasi bypass sehingga kualitas
hidupnya dapat meningkat. Tindakan intervensi endovaskular sebaiknya tidak
dikerjakan pada kelainan arteri infrainguinal oleh karena tingginya angka
oklusi dan hanya boleh dipertimbangkan bila tidak tersedianya vena autogen
sebagai graft. 3,4

Kesimpulan
Laki-laki 65 tahun yang mempunyai keluhan bengkak kemerahan pada betis
kirinya mungkin dikarenakan oleh operasi penggantian sendi panggulnya yang
berlangsung 2 hari lalu. Mungkin terjadi komplikasi setelah pembedahan. Salah satu
komplikasi yang paling mungkin terjadi adalah thrombosis vena dalam (deep vein
thrombosis/DVT).

Daftar Pustaka
1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, penyunting. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Jilid 2. Jakarta: Interna Publishing; 2009.
h.1354-8.
2. Santoso M. Pemeriksaan fisik diagnosis. Jakarta: Bidang Penerbitan Yayasan
Diabetes Indonesia; 2004.h.1-4,6,13-5,20,98.
3. Sabiston. Buku Ajar Bedah. Jilid 1. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC; 2005.
h. 114-5.
4. Shires, Spencer. Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah. Edisi 7 Jakarta: Jakarta:
Penerbit buku kedokteran EGC; 2005. h. 339-44.
5. Baughman DC, Hackley JC. Medikal-Bedah. Jakarta : Penerbit buku kedokteran
EGC; 2005. h. 184-8.

Anda mungkin juga menyukai