Anda di halaman 1dari 17

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 TINJAUAN UMUM

Menurut Supriyadi (1997) jembatan adalah suatu bangunan yang memungkinkan suatu jalan
menyilang sungai/saluran air, lembah atau menyilang jalan lain yang tidak sama tinggi
permukaanya. Secara umum bentuk dan bagianbagian suatu struktur jembatan dapat dibagi dalam 4
bagian utama, yaitu: struktur atas, struktur bawah, bangunan pelengkap dan pengaman jembatan,
serta trotoar.

Gambar 2.1 Komponen-komponen jembatan

2.2 KOMPONEN JEMBATAN

Menurut Supriyadi (1997) bagian pokok jembatan dapat dibagi dalam 2 (dua) bagian utama
yaitu bagian struktur atas dan struktur bawah.

2.2.1 Struktur Atas

Struktur atas jembatan adalah bagian-bagian jembatan yang memindahkan beban-beban


lantai jembatan ke perletakan arah horisontal. Lantai jembatan adalah bagian dari suatu jembatan
yang langsung menerima beban lalu lintas kendaraan, pejalan kaki dan beban yang membebaninya
secara langsung. Secara umum bangunan atas pada jembatan terdiri dari yaitu :

3
a. Gelagar Induk
Komponen ini terletak pada jembatan yang letaknya memanjang arah jembatan atau tegak
lurus arah aliran sungai. Komponen ini merupakan suatu bagian struktur yang menahan
beban langsung dari pelat lantai kendaraan.
b. Gelagar Melintang atau Diafragma
Komponen ini terletak pada jembatan yang letaknya melintang arah jembatan yang
mengikat balok-balok gelagar induk. Komponen ini juga mengikat beberapa balok gelagar
induk agar menjadi suatu kesatuan supaya tidak terjadi pergeseran antar gelagar induk.
c. Lantai Jembatan
Berfungsi sebagai penahan lapisan perkerasan yang menahan langsung beban lalu lintas
yang melewati jembatan. Komponen ini menahan suatu beban yang langsung dan
ditransferkan secara merata keseluruh lantai kendaraan.
d. Perletakan atau Andas
Terletak menumpu pada abutment dan pilar yang berfungsi menyalurkan semua beban
langsung jembatan ke abutment dan diteruskan ke bagian fondasi.
e. Plat Injak
Plat injak berfungsi menghubungkan jalan dan jembatan sehingga tidak terjadi perbedaan
tinggi keduanya, juga menutup bagian sambungan agar tidak terjadi keausan antara jalan
dan jembatan pada pelat lantai jembatan.

2.2.2 Struktur Bawah


Struktur bawah suatu jembatan adalah merupakan suatu pengelompokan bagian-bagian
jembatan yang menyangga jenis-jenis beban yang sama dan memberikan jenis reaksi yang sama,
atau juga dapat disebut struktur yang langsung berdiri di atas dasar tanah.
a. Fondasi
Fondasi merupakan perantara dalam penerimaan beban yang bekerja pada bengunan ke
tanah dasar dibawahnya. Maka bentuk bangunan fondasi sangat tergantung dari tanah
dasar dibawahnya atau tergantung dari jenis tanah bawah dasar fondasi, yang menentukan
besarnya kuat dukung tanah dan penurunan yang terjadi. Berikut beberapa jenis fondasi
yang sering digunakan yaitu :
1) Fondasi dangkal
Fondasi dangkal digunakan bila lapisan tanah dibawah fondasi yang telah diperhitungkan
dan diperkirakan mampu memikul beban bangunan diatasnya. Fondasi dangkal

4
mempunyai kedalaman berkisar 0-12 m, tetapi dalam pemilihan jenis fondasi pun
berbeda-beda, tergantung dari struktur tanah yang cocok untuk fondasi yang telah
direncanakan, dan biasanya menggunakan jenis fondasi telapak atau sumuran (caisson)
serta
2) Fondasi dalam
Fondasi yang mempunyai kedalaman berkisar >12 m dan biasanya berupa tiang
pracetak, tiang kayu, tiang beton yang dicor ditempat dengan pipa cassing baja yang
ditekan dan dipuntir kedalam tanah atau dengan pengeboran tanah. Pada umumnya
digunakan jenis fondasi tiang pancang.
b. Abutment
Abutment terletak pada ujung jembatan, abutment ini juga berfungsi sebagai penahan tanah
dan menahan bagian ujung dari balok gelagar induk. Umumnya abutment dilengkapi dengan
konstruksi sayap yang berfungsi untuk menahan tanah dalam arah tegak lurus as jembatan
dari tekanan lateral (menahan tanah ke samping).
c. Pilar
Berbeda dengan abutment yang jumlahnya ada 2 (dua) dalam satu jembatan. Bentuk pilar
suatu jembatan harus mempertimbangkan pola pergerakan aliran sungai, sehingga dalam
perencanaanya selain pertimbangan dari segi kekuatan juga memperhitungkan masalah
keamanannya. Dalam segi jumlah pun bermacam-macam tergantung dari jarak bentangan
yang tersedia, keadaan sungai dan keadaan tanah.

2.2.3 Bangunan Pelengkap dan Pengaman Jembatan

Bangunan pelengkap pada jembatan adalah bangunan yang merupakan pelengkap dari
konstruksi jembatan yang fungsinya untuk pengamanan terhadap struktur jembatan secara
keseluruhan dan keamanan terhadap pemakai jalan. Macam-macam bangunan pelengkap :

a. Saluran Drainase
Terletak dikanan-kiri abutment dan di sisi kanan-kiri perkerasan jembatan. Saluran drainase
berfungsi untuk saluran pembuangan air hujan pada jembatan.
b. Jalan Pendekat
Jalan pendekat/oprit jembatan terletak di kedua ujung jembatan, yang berfungsi sebagai
jalan masuk bagi kendaraan yang akan lewat jembatan agar terasa nyaman.

5
c. Talud
Talud mempunyai fungsi utama sebagai pelindung abutment dari aliran air sehingga sering
disebut talud pelindung terletak sejajar dengan arah arus sungai.
d. Guide Post/Patok Penuntun
Berfungsi sebagai penunjuk jalan bagi kendaraan yang akan melewati jembatan, biasanya
diletakkan sepanjang panjang oprit jembatan.
e. Lampu Penerangan
Selain berfungsi untuk penerangan di daerah jembatan pada malam hari juga berfungsi
untuk estetika.

2.2.4 Trotoar

Trotoar berfungsi untuk melayani pejalan kaki sehingga memberi rasa aman baik bagi
pejalan kaki maupun pengguna jalan yang lain.

2.3 KLASIFIKASI JEMBATAN

Jenis jembatan dapat dibagi berdasarkan fungsi, lokasi, bahan konstruksi dan tipe struktur,
yaitu:

a. Berdasarkan fungsinya, jembatan dapat dibedakan sebagai berikut:


1) Jembatan jalan raya (highway bridge),
2) Jembatan jalan kereta api (railway bridge),
3) Jembatan pejalan kaki atau penyeberangan (pedestrian bridge).
b. Berdasarkan lokasi, jembatan dapat dibedakan sebagai berikut:
1) Jembatan di atas sungai atau danau,
2) Jembatan di atas lembah,
3) Jembatan di atas jalan (fly over),
4) Jembatan di atas saluran irigasi/drainase (culvert),
5) Jembatan di dermaga (jetty).
c. Berdasarkan bahan konstruksi, jembatan dapat dibedakan sebagai berikut:
1) Jembatan kayu (log bridge),
2) Jembatan beton (concrete bridge),
3) Jembatan beton prategang (prestressed concrete bridge),

6
4) Jembatan baja (steel bridge),
5) Jembatan komposit (compossite bridge).
d. Berdasarkan tipe strukturnya, jembatan dapat dibedakan menjadi beberapa macam, antara
lain:
1) Jembatan plat (slab bridge),
2) Jembatan plat berongga (voided slab bridge),
3) Jembatan gelagar (girder bridge),
4) Jembatan rangka (truss bridge),
5) Jembatan pelengkung (arch bridge),
6) Jembatan gantung (suspension bridge),
7) Jembatan kabel (cable stayed bridge),
8) Jembatan kantilever (cantilever bridge).

2.4 BENTUK-BENTUK STRUKTUR JEMBATAN

Struktur jembatan mempunyai berbagai macam tipe, baik dilihat dari bahan strukturnya
maupun dari bentuk strukturnya. Masing-masing tipe struktur jembatan cocok digunakan untuk
kondisi yang berbeda. Menurut Satyarno (2003), sesuai dengan perkembangan, bentuk jembatan
berubah dari yang sederhana menjadi yang sangat komplek. Secara garis besar terdapat sembilan
macam perencanaan jenis jembatan yang dapat digunakan, yaitu:

2.4.1 Jembatan Balok (Beam Bridges)

Jembatan balok adalah jenis jembatan yang paling sederhana yang dapat berupa balok
dengan perletakan sederhana (simple spans) maupun dengan perletakan menerus (continous
spans). Jembatan balok terdiri dari struktur berupa balok yang didukung pada kedua ujungnya, baik
langsung pada tanah/batuan atau pada struktur vertikal yang disebut pilar atau pier. Jembatan balok
tipe simple spans biasa digunakan untuk jembatan dengan bentang antara 15 meter sampai 30
meter dimana untuk bentang yang kecil sekitar 15 meter menggunakan baja (rolled-steel) atau beton
bertulang dan bentang yang berkisar sekitar 30 meter menggunakan beton prategang.

7
Gambar 2.2 Jembatan balok tipe sederhana dan menerus

2.4.2 Jembatan Kantilever (Cantilever Bridges)

Jembatan kantilever adalah merupakan pengembangan jembatan balok. Tipe jembatan


kantilever ini ada dua macam yaitu tipe cantilever dan tipe cantilever with suspended span
sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 2.3. Pada jembatan kantilever, sebuah pilar atau tower
dibuat dimasing-masing sisi bagian yang akan disebrangi dan jembatan dibangun menyamping
berupa kantilever dari masing-masing pilar atau tower. Pilar atau tower ini mendukung seluruh
beban pada lengan kantilever.

Selama pembuatan jembatan kantilever sudah mendukung sendiri beban-beban yang


bekerja. Jembatan kantilever biasanya dipilih apabila situasi atau keadaan tidak memungkinkan
penggunaan scaffolding atau pendukungpendukung sementara yang lain karena sulitnya kondisi di
lapangan. Jembatan kantilever dapat digunakan untuk jembatan dengan bentang antara 400 m
sampai 500 m. Umumnya konstruksi jembatan kantilever berupa box girder dengan bahan beton
presstress pracetak.

Gambar 2.3 Jembatan kantilever tipe cantilever dan cantilever with span

8
2.4.3 Jembatan Lengkung (Arch Bridges)
Jembatan lengkung adalah suatu tipe jembatan yang menggunakan prinsip kestabilan
dimana gaya-gaya yang bekerja di atas jembatan di transformasikan ke bagian akhir lengkung atau
abutment. Jembatan lengkung dapat dibuat dari bahan batu, bata, kayu, besi cor, baja maupun
beton bertulang dan dapat digunakan untuk bentang yang kecil maupun bentang yang besar.
Jembatan lengkung tipe closed spandrel deck arch biasa digunakan untuk bentang hanya sekitar 0.5
m sampai 2 m dan biasa disebut dengan gorong-gorong. Untuk bentang besar jembatan lengkung
dapat digunakan untuk bentang sampai 500 m. Sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 2.4,
jembatan lengkung dapat dibagi menjadi 11 macam yaitu :

Gambar 2.4 Tipe-tipe jembatan lengkung

2.4.4 Jembatan Rangka (Truss Bridges)


Jembatan rangka dibuat dari struktur rangka yang biasanya terbuat dari bahan baja dan
dibuat dengan menyambung beberapa batang dengan las atau baut yang membentuk pola-pola

9
segitiga. Jembatan rangka biasanya digunakan untuk bentang 20 m sampai 375 m. Ada banyak tipe
jembatan rangka yang dapat digunakan diantaranya sebagai berikut seperti ditunjukkan pada
Gambar 2.5 berikut :

Gambar 2.5 Tipe-tipe jembatan rangka

2.4.5 Jembatan Gantung (Suspension Bridges)


Jembatan gantung terdiri dari dua kabel besar atau kabel utama yang menggantung dari
dua pilar atau tiang utama dimana ujung-ujung kabel tersebut diangkurkan pada fondasi yang
biasanya terbuat dari beton. Dek jembatan digantungkan pada kabel uatma dengan mengunakan
kabel-kabel yang lebih kecil ukurannya sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 2.5. Pilar atau tiang
dapat terbuat dari beton atau rangka baja.

Gambar 2.6 Jembatan gantung

10
Struktur dek dapat terbuat dari beton atau rangka baja. Kabel utama mendukung beban
struktur jembatan dan mentransfer beban tersebut ke pilar utama dan ke angkur. Jembatan gantung
merupakan jenis jembatan yang digunakan untuk betang-bentang besar yaitu antara 500 m sampai
2000 m.

2.4.6 Jembatan Kabel (Cable Stayed Bridges)


Jembatan kabel merupakan suatu pengembangan dari jembatan gantung dimana terdapat
juga dua pilar atau tower. Akan tetapi pada jembatan kabel dek jembatan langsung di hubungkan ke
tower dengan menggunakan kabel-kabel yang membentuk formasi diagonal. Kalau pada jembatan
gantung struktur dek dapat terbuat dari rangka baja maupun beton, pada jembatan kabel umumnya
deknya terbuat dari beton. Jembatan kabel ini juga digunakan untuk bentang-betang besar tetapi
tidak sebesar bentang pada jembatan gantung. Besar bentang maksimum untuk jembatan kabel
sekitar 500 m sampai 900 m.

Gambar 2.7 Jembatan kabel

2.5 PEMBEBANAN JEMBATAN

Dalam proses perencanaan jembatan, beban-beban yang bekerja harus dianalisis untuk
mengetahui gaya-gaya yang bekerja pada masa layannya. Gaya-gaya tersebut nantinya digunakan
untuk menentukan dimensi profil dan analisis sambungan. Menurut RSNI T-02-2005 beban-beban
yang bekerja pada jembatan meliputi:

2.5.1 Aksi dan Beban Tetap, meliputi:


a. Beban sendiri
b. Beban mati tambahan berupa beban trotoar, beban sandaran, beban aspal dan beban air
hujan.

11
c. Pengaruh penyusutan dan rangkak, seperti: pengaruh prategang, tekanan tanah dan
pengaruh tetap pelaksanaan.
Beban tetap berdasarkan SNI T-02-2005 dijelaskan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Berat isi untuk beban mati (kN/m3)


No Bahan Berat (kN/m3)
1 Lapisan permukaan beraspal 22,00
2 Besi tuang 71,00
3 Timbunan tanah dipadatkan 17,20
4 Kerikil dipadatkan 18,80 22,70
5 Aspal beton 22,00
6 Beton ringan 12,25 19,60
7 Beton 22,0 25,00
8 Beton prategang 25,00 26,00
9 Beton bertulang 23,50 25,50
10 Lempung lepas 12,50
11 Batu pasangan 23,50
12 Pasir kering 15,70 17,20
13 Pasir basah 18,00 18,80
14 Lumpur lunak 17,20
15 Baja 77,00
16 Kayu (ringan) 7,80
17 Kayu (keras) 11,00
18 Air murni 9,80
19 Air garam 10,00
20 Besi tempa 75,50
Sumber : RSNI T-02-2005

2.5.2 Beban Lalu Lintas


a. Beban D
Beban D adalah susunan beban pada setiap lajur lalu lintas yang terdiri dari beban
terbagi rata (q) dan beban garis terpusat (P). Besarnya nilai q tergantung pada total
panjang jembatan yang dibebani, yaitu:
L 30 m, q = 9 kPa
L 30 m, q = 9. kPa

dimana,
q = intensitas beban terbagi rata dalam arah memanjang jembatan (kPa)
L = panjang total jembatan yang dibebani (m)

12
Sementara besarnya nilai P adalah 49 kN/m yang harus ditempatkan tegak lurus
terhadap arah lalu lintas jembatan dan di mana akan menghasilkan momen positif
maksimum.

Gambar 2.8 Distribusi beban D yang bekerja pada jembatan

b. Beban Truk (T)


Beban truk adalah satu kendaraan berat dengan 3 as yang ditempatkan pada beberapa
posisi dalam lajur lalu lintas rencana. Tiap as terdiri dari dua bidang kontak
pembebanan yang dimaksud sebagai simulasi pengaruh roda kendaraan berat. Hanya
satu truk (T) diterapkan per lajur lalu lintas rencana.

Gambar 2.9 Pembebanan truk (T)

13
c. Faktor Beban Dinamis (FDB)
FBD merupakan hasil interaksi antara kendaraan yang bergerak dengan jembatan.
Besarnya FBD tergantung kepada frekuensi dasar dari suspensi kendaraan, biasanya
antara 2 sampai 5 Hz untuk kendaraan berat, dan frekuensi dari getaran lentur
jembatan. Untuk perencanaan, FBD dinyatakan sebagai beban statis ekuivalen.
Besarnya nilai FDB untuk beban garis terpusat (BGT) ditentukan berdasarkan panjang
bentang ekuivalen, yaitu:
Untuk L 50 m FDB = 0,40
Untuk 50 m < L < 90 m FDB = 0,40 0,0025 (L 50)
Untuk L > 90 m FDB = 0,3
Sementara FDB untuk beban T diambil 30%.
d. Gaya Rem
Menurut RSNI T-02-2005 gaya rem diambil sebesar 5% dari beban lajur D (q = 9 kPa).
e. Gaya Sentrifugal
Konstruksi jembatan yang ada pada tikungan harus diperhitungkan terhadap suatu gaya
horizontal radial yang dianggap bekerja pada tinggi 1,80 m di atas lantai kendaraan.
Gaya horizontal tersebut dinyatakan dalam prosen terhadap beban D.
f. Beban Pejalan Kaki
Semua elemen dari trotoar atau jembatan penyeberangan yang langsung memikul
pejalan kaki harus direncanakan untuk beban nominal 5 kPa.
g. Beban pada Sandaran Trotoar
Menurut PPJR, beban horisontal pada tiang sandaran adalah sebesar 100kg/m. Beban
tersebut terletak setinggi 90 cm dari lantai trotoar.
h. Beban pada Kerb
Beban kerb pada tepi lantai jembatan sebesar 500 kg/m arah horizontal. Beban tersebut
terletak pada puncak kerb.
i. Beban Tumbuk pada Pilar Jembatan
Bagian pilar yang mungkin terkena tumbukan kendaraan perlu diberi tembok pengaman.
Bila tidak terdapat sarana pengaman, maka untuk menghindari gaya akibat tumbukan
antara kendaraan dan pilar dapat digunakan salah satu dari kedua gaya tumbuk
horizontal yang paling menentukan:
a) Pada arah lalu lintas = 100 ton
b) Pada tegal lurus lalu lintas = 50 ton

14
2.5.3 Aksi Lingkungan
a. Penurunan
Jembatan harus direncanakan untuk bisa menahan terjadinya penurunan yang
diperkirakan, termasuk perbedaan penurunan, sebagai aksi daya layan. Pengaruh
penurunan mungkin bisa dikurangi dengan adanya rangkak dan interaksi pada struktur
tanah.
b. Gaya Akibat Perbedaan Suhu
Pada umumnya pengaruh perbedaan suhu dapat dihitung dengan mengambil
perbedaan suhu yang tergantung pada jenis materialnya.
c. Beban Angin
Gaya nominal ultimate dan daya layan jembatan akibat angin tergantung pada
kecepatan angin rencana seperti berikut:

TEW1 = 0,0006.Cw (Vw)2.Ab

Apabila suatu kendaraan sedang berada diatas jembatan, beban garis merata
tambahan arah horisontal harus diterapkan pada permukaan lantai seperti rumus
sebagai berikut:

TEW2 = 0,0012.Cw (Vw)2.Ab

dimana, Vw = kecepatan angin rencana (m/s) untuk keadaan batas yang ditinjau.
Cw = koefisien seret.
Ab = luas ekuivalen bagian samping jembatan (m2).

Tabel 2.2 Nilai koefisien seret, Cw


Tipe Jembatan Cw
Bangunan atas masif: (1), (2)
b/d = 1,0 2,1 (3)
b/d = 2,0 2,5 (3)
b/d 6,0 2,15 (3)
Bangunan atas rangka 1,2
Catatan (1) b = lebar keseluruhan jembatan dihitung dari sisi luar sandaran
d = tinggi bangunan atas termasuk tinggi bagian sandaran yang masif
Catatan (2) untuk harga antara dari b/d bisa diinterpolasi linier
Catatan (3) apabila bangunan atas mempunyai superelevasi, Cw harus dinaikkan sebesar 3% untuk
setiap derajat superelevasi, dengan kenaikan maksimum 2,5%
Sumber : RSNI T-02-2005
15
Tabel 2.3 Nilai kecepatan angin, Vw
Lokasi
Keadaan Batas
Sampai 5 km dari pantai > 5 km dari pantai
Daya layan 30 m/s 25 m/s
Ultimit 35 m/s 30 m/s
Sumber : RSNI T-02-2005

d. Beban Gempa
Besarnya beban gempa menurut metode analisis respon spektra ditentukan oleh
percepatan gempa rencana dan massa total struktur. Massa total struktur terdiri dari
berat sendiri elemen struktur (DEAD), berat sendiri elemen non-struktur (MS) dan beban
mati tambahan (MA). Nilai spectrum respons tersebut harus dikalikan dengan suatu
faktor skala (scale factor) sebesar percepatan gravitasi (g = 981 cm/det2).
Analisis dinamik dilakukan dengan metode superposisi spectrum response dengan
mengambil response maksimum dari arah gempa melintang jembatan (arah Y) maupun
arah memanjang jembatan (arah X).
Digunakan number eigen (NE) = 12 dengan kombinasi dinamis (modal combination)
CQC dan directional combination SRSS.
e. Gaya Angkat/Apung
Bagian-bagian dasar bangunan bawah pada rencana fondasi lansung atau fondasi
terapung harus diperhitungkan terhadap gaya angkat yang mungkin terjadi.
f. Gaya Akibat Hanyutan dan Tumbukan Batang Kayu.
Pada bangunan bawah harus diperhitungkan dan besarnya ditetapkan berdasarkan
hasil penyelidikan setempat.
g. Gaya Akibat Aliran Air
Gaya tekanan aliran adalah hasil perkalian tekanan air dengan luas bidang pengaruuh
pada suatu pilar.

2.5.4 Aksi-Aksi Lainnya


Yaitu berupa gesekan pada perletakan, pengaruh getaran dan beban pelaksanaan.

2.6 KOMBINASI PEMBEBANAN

Berdasarkan RSNI T-02-2005, terdapat dua kondisi kombinasi pembebanan, yaitu kondisi
layan dan ultimit. Kombinasi pembebanan yang dimaksud dapat dilihat pada Tabel 2.3.
16
Tabel 2.4 Kombinasi pembebanan menurut RSNI T-02-2005

2.7 METODE PERANCANGAN


Metode perancangan jembatan dijelaskan melalui flowchart pada Gambar 2.10 berikut ini :

17
Gambar 2.10 Flowchart perancangan jembatan

18

Anda mungkin juga menyukai