Anda di halaman 1dari 3

Sahabat Empat Ekor Lembu

Seekor singa mengawasi empat ekor lembu yang sedang makan di padang rumput. "Mereka sulit
sekali aku mangsa. Mereka selalu rukun dan mengikatkan ekornya satu sama lain sehingga aku
tidak bisa menyerang dari belakang," pikir singa itu.

Tapi suatu hari, keempat lembu bertengkar karena perbedaan pendapat. "Rumput di lembah sana
hijau dan segar. Ayo kita ke sana," ajak lembu pertama.

Tidak, aku tidak suka rumput di lembah itu. Lebih baik kita ke bukit sana. Rumputnya jauh
lebih segar," kata lembu kedua.

"Aku tidak mau menaiki bukit. Menurutku rumput di sini tetap yang terbaik," kata lembu ketiga.

"Aku tidak setuju dengan kalian semua. lkutlah denganku, akan aku tunjukkan rumput terbaik di
balik bukit," seru lembu keempat.

"Aku akan tetap pergi ke lembah sana. Kalian terserah mau ke mana. Kita berpisah saja," kata
lembu pertama.

"Aku tetap di sini. Kalian akan menyesal jika bertemu singa," kata lembu ketiga.

"Aku tidak takut pada singe," kata lembu keempat.

"Jika kalian tidak mau pergi denganku, aku akan pergi sendiri," katanya kembali.

Akhirnya, empat lembu berpisah. Saat lembu pertama sampai di lembah, singa sudah
mengintainya. Tidak menunggu lama, singa menyerang lembu pertama dengan cakar dan
taringnya. Lembu pertama mati dimangsa singa.

Singa lalu menemukan lembu kedua di bukit. Lembu kedua tidak akan menang melawan singa
sendirian. Singa menerkam dan memakannya juga.

Tinggallah dua lembu lagi. Nampaknya, singa juga tidak akan kesulitan memangsa mereka.
Itulah akibat dari pertengkaran empat lembu. Mereka mati diterkam singa.
Pesan Moral dari Cerita Tentang Sahabat : Empat Ekor Lembu adalah jangan bertengkar
dengan teman. Hadapilah permasalahan secara bersama-sama. Jika bekerjasama, kamu akan
mudah menyelesaikan suatu masalah.

AKIBAT KESOMBONGAN SI KAMBING

Si Congek adalah julukan untuk anak kambing yang nakal. Sok jagoan. Mau menangnya
sendiri. . Semua perintahnya bagaikan hukum yang harus dituruti seluruh teman-temannya. Dia
suka main paksa dan main perintah. Dia enggan menerima nasehat. Siapa saja berani
menasehatinya maka akan dijadikan musuhnya. Bila dia melakukan kesalahan maka tidak boleh
ada seorangpun yang boleh menyalahkannya.
Semua teman-teman benci terhadap sifat si Congek. Namun selama ini tidak ada seorangpun
yang punya nyali untuk melawannya. Meskipun begitu, diam-diam semua teman si congek
berniat akan melakukan perlawanan bila waktunya tepat. Hanya satu niat mereka yaitu ingin
menyadarkan si congek dari sifat takabur, sombong dan semena-mena terhadap teman.
Nah, malam itu sang bulan menampakkan diri. Sinarnya sungguh menakjubkan. Terang
benderang namun tidak membuat udara terasa panas. Angin bertiup semilir, sehingga udara
malam itu terasa sejuk. Seluruh hewan bersorak-sorai bermain di bawah sinar bulan. Ada yang
bermain petak umpet. Ada yang bermain kereta-api-kereta-apian. Ada yang berlomba lari. Ada
yang bermain tebak-tebakan.Ada yang cuma memandangi keindahan sinar rembulan. Tidak ada
satupun yang melewatkan malam itu tanpa keceriaan.
"Hoiiiii, berhenti!" teriak si Congek dari kejauhan. "Memangnya siapa yang menyuruh kalian
teriak-teriak di malam hari begini?Siapaa...???"
Dan seketika itu juga, semua menghentikan aktivitasnya. Keceriaan mereka menikmati
indahnya sinar rembulan berhenti. Tidak ada yang berani melanjutkan bermainnya. Mereka
ketakutan mendengar bentakan si congek.Ada yang cuma bisa menggerutu karena
kegembirannya terhenti akibat kedatangan si congek. Ada yang tubuhnya bergetar takut bila si
congek semakin kalap.
"Siapa yang memerintahkan kamu teriak-teriak, heh?" tanya si congek
"Ngg..ngg...ka..mii...ti..dak...."
"Hei...kamu kalau ngomong yang jelas !!"
"Maksud...ka..mii...tidak..a..da.."
"Tidak ada apanya....kamu ini bicara apa?! Yang jelas dooong kalau ngomong!"
Dan tiba-tiba si kelinci memberanikan diri menjawab pertanyaan si congek.
"Begini, kawan," kata si kelinci mengawali ucapannya. "Terus terang, tidak ada satupun yang
menyuruh kami bergembira malam ini. Kami spontan saja melakukannya. Kami tidak ingin
melewatkan malam yang indah penuh sinar bulan ini begitu saja. Kami ingin bergembira.
Bahkan si Rembulan juga nampak tertawa melihat kegembiraan kita."
"Apa?! Si rembulan berani tertawa bersama kalian? Berani benar dia dengan aku! Apa dia
tidak kenal siapa aku?" kata si congek di hadapan teman-temannya. Nampaknya si congek tidak
mengerti siapa rembulan itu sebenarnya. Dikiranya si Rembulan adalah teman baru mereka.
"Hoii...ayo tunjukkan dimana si Rembulan itu berada?! Berani sekali dia? Apa dia mau
menantang aku ya?"
Teman-teman si congek saling pandang satu sama lain. Mereka keheranan karena si Congek
ternyata kurang wawasan. Kurang pengetahuan. Dia terlalu meremehkan teman sehingga tidak
mengerti siapa sebenarnya si Rembulan dan dimana letaknya. "Wah, kesempatan emas untuk
memberi pelajaran si congek, nih," pikir si kelinci.
"Hohohoho...ternyata engkau belum tahu dimana si rembulan bersembunyi ya, kambing?"
kata si kelinci mengolok-olok si kambing congek.
"Awas....ayo tunjukkan, kelinci! Kalau sampai engkau menyembunyikan dia maka aku tidak
segan-segan akan melukaimu dengan kedua tandukku ini!" ancam si congek.
"Sabar, teman," kata si kelinci. "Aku akan menunjukkan dimana si rembulan bersembunyi.
Coba lihatlah dibalik bukit itu. Si rembulan lagi menampakkan satu matanya yang cemerlang.
Tuh, dia lagi memandang kita dari kejauhan. Dia bersembunyi di balik bukit itu, kambing."
Si congek menoleh ke arah bukit. Dia melihat sebuah lingkaran mirip bola mata yang
sinarnya cemerlang. Sedari tadi si congek memperhatikan ke arah bukit, ternyata mata si
rembulan tidak berkedip-kedip juga.
"Hei, Rembulan! Kenapa matamu terus menatap aku?! Kamu menantang aku, ya?!" bentak
si congek kepada si rembulan yang terus bersinar cemerlang itu.
Mendengar pembicaraan si tupai dan si congek membuat seluruh teman-teman si congek
tertawa dalam hati. "Ternyata kesombongan dan kecongkakan si congek tidak diimbangi dengan
kepandaiannya. TONG KOSONG NYARING BUNYINYA," pikir teman-temannya. Kini
mereka menyaksikan si kelinci ingin memberi pelajaran agar si congek yang sombong segera
berubah sikap. Agar si congek lebih menghargai pendapat teman-temannya. Agar si congek sadar
bahwa hidup itu harus bisa tolong menolong sesama teman. Hidup itu tidak bisa sendirian.
"Hei, rembulan...kamu masih berani melototi aku, ya? Awas kukejar engkau...kalau berhasil
kutangkap maka aku tidak segan-segan menandukmu," bentak si congek sambil berlari mengejar
si rembulan yang bersembunyi di balik bukit.
Seluruh teman-teman si congek mengikuti langkahnya dari kejauhan. Mereka tidak berani
mendekat sebab mereka mengerti bahwa si rembulan mustahil bisa dikejar si congek sampai
kapanpun. Tetapi akibat ketidaktahuan si congek, akibat kedunguannya, akibat mau menangnnya
sendiri maka ia terus mengejar kemanapun si rembulan berada.
Ketika sampai di jalan setapak di sisi bukit, si congek masih terus berusaha mengejar
rembulan. Walaupun jalan setapak relatif sempit namun tidak mengecilkan nyali si congek untuk
terus melanjutkan keinginannya. Mengejar Rembulan.
"Haiiiii, hati-hati, Kambing...hati-hati masuk jurang," teriak si kelinci ketika melihat bahwa
kaki si congek akan tergelincir ke jurang.
"Awassss...hati-hati berjalan!"
Si congek terkejut mendengar teriakan si kelinci. Ia sadar ternyata semua ini adalah jebakan
kepada dirinya. Apalagi ketika dia melihat si rembulan masih berada jauh dari balik bukit yang
ditujunya, sedangkan jalan setapak yang dilaluinya sudah buntu. Tidak ada jalan lain.
Sebenarnya si congek mau melangkah mundur namun ia gengsi ketika melihat teman temannya
telah menghadang langkahnya di belakang. Oleh karena itu, dia cuma bisa berdiri saja di ujung
jalan setapak.

"Hai, kambing....hati-hati!....ayo kita segera turun dari bukit ini...percuma engkau mengejar
si Rembulan sebab tempatnya cukup jauh...kenapa engkau keras kepala begitu? Kenapa engkau
bersikap sombong begitu? Kenapa engkau bersikap sok jagoan begitu?" kata si kelinci. "Akibat
sok jagoanmu itu akhirnya engkau ketemu batunya. Ternyata engkau lebih mengandalkan
kekuatanmu daripada kepandaianmu? Engkau mengandalkan okolmu daripada kepandaianmu?
Akhirnya kebodohanmu menjebak dirimu sendiri."
Si Congek tidak bisa menyembunyikan rasa malunya. Ternyata dirinya telah dijebak si
kelinci. Ia sadar bahwa akibat kebodohannya dia mudah di jerumuskan teman-temannya. Akibat
kebodohannya ia mudah diakali teman. Ternyata mengandalkan kekuatan otot tidak menjadi
jaminan dia bisa menguasai teman-temannya. Ternyata memiliki ilmu pengetahuan itu
menjadikan kita tidak mudah dijerumuskan teman. Dan siapa yang berilmu akan lebih berharga
daripada mengandalkan kekuatan otot. Siapa yang berilmu tidak akan pernah bersikap takabur
dan sombong kepada

Moral cerita : Hidup itu janganlah mengandalkan kekuatan diri. Dampaknya bisa menimbulkan
sikap takabur, sombong, sok jagoan dan tidak bisa menerima pendapat teman. Alangkah
indahnya apabila hidup penuh kedamaian, saling menghormati sesama, saling menghargai
pendapat sesama apalagi diimbangi dengan kepandaian yang memadai.Bersikaplah seperti ilmu
padi :Semakin berisi akan semakin merunduk.

Anda mungkin juga menyukai