Epidemiologi Bencana
Hari Sabtu, 28 Agustus 2010, Gunung Sinabung setinggi 2.460 meter dari permukaan laut di
Kabupaten Tanah Karo, Sumatera Utara meletus setelah terlelap 400 tahun. Gunung Sinabung
perutnya berupa asap hitam dan debu vulkanik. Gunung SInabung terbentuk sesudah letusan
Gunung Toba yang membentuk kaldera danau toba. Dari Foto-foto satelit memperlihatkan
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi Kementerian Energi
dan Sumber Daya Mineral menaikkan status Gunung Sinabung ke level awas. Selain itu, tipe
gunung api tersebut juga diubah dari tipe B menjadi tipe A. Berdasarkan hasil koordinasi
ada di tangan Bupati Tanah Karo. Seorang warga wafat setelah menderita sesak napas saat
dalam perjalanan mengungsi keluar dari desanya. Surbakti (54), warga Desa Cinta Rakyat.
Irwan Meilano, Peneliti Geodesi dari Institut Teknologi Bandung mengatakan letusan Gunung
Sinabung berlangsung cepat dalam rentang krisis. Pola letusan yang pendek, kurang dari 24
jam dinilai tidak lazim. Selalu ada jangka waktu yang cukup lama sejak gunung mengeluarkan
asap hingga meletus dan menimbulkan gempa vulkanik. Pada kasus letusan Gunung
Sinabung, kemungkinan magma naik setinggi 3-5 kilometer dari dapur magma di perut bumi.
Sumatera memiliki ciri khas, yaitu hubungan antara gunung berapi dan aktivitas lempeng
bumi. Hampir semua gunung api umumnya berbaris di patahan atau sesar Sumatera dan
menjadi contoh yang bagus hubungan aktivitas vulkanik dengan tektonik. Saat gempa Aceh
2004, meningkatkan aktivitas gunung-gunung api di sesar Sumatera bagian atas. Sedangkan
letusan Gunung Sinabung kemungkinan hasil proses pergerakan lempeng sejak lama. Di
Indonesia, banyak gunung api yang mirip seperti Sinabung yakni pernah meletus belasan
hingga ratusan tahun lalu, namun selama ini seperti tidak aktif, misalnya Gunung Tangkuban
2010 mengatakan bencana letusan Gunung Sinabung belum dikategorikan bencana nasional.
Pemerintah telah menugaskan jajaran Pemerintah Daerah untuk memberi bantuan kepada
korban letusan Gunung Sinabung di Sumatera Utara. Aparat Keamanan pun diinstruksiakan
miliar yang disiapkan untuk kebutuhan 10 hari. Dana itu akan digunakan untuk
menanggulangi kebutuhan para pengungsi, aparat keamanan dan petugas kesehatan. Dana
diambil dari anggaran Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sehingga pengungsi
nyaman di tempat pengungsian, yang keadaannya tidak sama dengan di rumah.
Kementerian Kesehatan telah mengirim bantuan berupa 20 ribu masker, 2 koli obat-obatan
untuk ISPA guna mengantisipasi sesak napas akibat debu letusan Gunung Sinabung di
Kabupaten Tanah Karo, Sumatera Utara, Sabtu lalu. Bantuan ini mulai sebarkan kepada
pengungsi. Kemenkes juga mengirimkan tim surveilans dan Pusat Penanggulangan Masalah
Kesehatan (PPK) untuk bergabung dengan tim surveilans setempat mengukur udara dan debu
serta kesehatan lingkungan di lokasi pengungsian. Sekitar 26 ribu warga yang tinggal di kaki
gunung terpaksa mengungsi ke Brastagi dan Kaban Jahe. Infeksi Saluran Pernafasan Atas
(ISPA) dan iritasi mata menjadi penyakit yang umum di derita para pengungsi. Kemenkes juga
mengirimkan tim surveilans dan Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan (PPK) untuk
bergabung dengan tim surveilans setempat mengukur udara dan debu serta kesehatan
Sementara itu, Dinkes Karo telah mendirikan 9 Pos Kesehatan di lokasi pengungsian yang
dilayani dokter dengan 3 perawat. Dinkes Karo juga menyiagakan 30 dokter, 32 perawat, 25
ambulans dan semua Puskesmas. Dinkes dari provinsi juga telah mengirimkan 7 petugas
yaitu dokter, perawat dan tenaga umum, dan 5.000 masker. Tujuan pembagian masker agar
penduduk terhindar dari debu dan racun belerang seiring dengan keluarnya semburan lahar
Palang Merah Indonesia (PMI) telah membuka dapur umum bagi pengungsi letusan Gunung
Sinabung. Rencananya PMI akan membuka 2 unit dapur umum di lokasi bencana. Dapur
umum ini akan dimobilisasi dari kota Medan untuk didirikan di Kabupaten Tana Karo.
Untuk mengoperasikan dapur umum ini, PMI mengerahkan 14 relawan. Dalam sehari, dapur
ini bisa memasok makanan untuk 2000 orang dan akan didirikan selama lima hari, mulai
Selasa besok. PMI melalui PMI Propinsi Sumatera Utara telah menyalurkan berbagai bantuan
berupa masker, tikar, dan peralatan kebersihan (hygiene kit) kepada para korban bencana.
Bantuan masker saat ini masih sangat dibutuhkan para pengungsi mengingat Gunung
Sinabung yang masih aktif mengeluarkan asap tebal disertai debu yang dapat mengganggu
kesehatan. Demikian penjelasan Sekretaris Jenderal PMI Budi A. Adiputro kepada media.
Epidemiologi Bencana
Bencana alam (natural disaster) berupa letusan gunung berapi merupakan ancaman nyata
terhadap kesehatan masyarakat. Dalam mengidentifikasi suatu letusan gunung berapi, maka
mutlak tersedia data menyangkut luas daerah dan jumlah penduduk yang memiliki risiko
terpapar letusan gunung berapi. Berdasarkan zonasi, maka biasanya dibagi atas tiga zona:
daerah terlarang (forbidden zone), daerah bahaya I (first danger zone) dan daerah bahaya II
Didalam wilayah Indonesia terdapat sedikitnya 128 gunung berani yang masuk kategori aktif.
Luas daerah yang terancam seluas 16.620 kilometer dengan jumlah warga disekitar gunung
mencapai kira-kira tiga juta jiwa. Di Pulau Sumatera terdapat sedikitnya 11 gunung berapi,
sedang di Pulau Jawa sebanyak 20 gunung berapi. Sementara di Pulau Sulawesi sebanyak 11
gunung berapi dan Kepulauan Maluku empat gunung berapi. Terakhir di Sunda Kecil meliputi
Bali (2 gunung berapi), Sumbawa (2 gunung berapi) Lombok (1 gunung berapi) dan Flores (21
gunung berapi). Hanya Pulau Kalimantan dan Pulau Irian yang terdeteksi memiliki gunung
berapi.
Dari seluruh gunung berani yang aktif di seluruh dunia, 15 persen berada di Indonesia.
Gunung berapi tersebut tercatat telah mengalami 1000 kali letusan sepanjang sejarah
dengan jumlah korban sekitar 175 ribu orang. Luas areal gunung berapi diperkirakan
mencapai 334.450 km2 dengan luas area yang terancam bahayanya mencapai 16.620 km2,
sementara jumlah penduduk yang tinggal didaerah berbahaya diperkirakan berjumlah 1,4
juta jiwa atau 0,7 persen dari total penduduk Indonesia (Bustan, 2000).
Sejak tsunami Aceh 26 Desember 2004, silih berganti bencana terjadi di wilayah Indonesia
mulai dari banjir, gempa bumi, tanah longsor, dan angin puting beliung. Salah satu disiplin
ilmu yang memiliki banyak peran dalam penanggulangan bencana adalah epidemiologi. Sejak
saat itu, studi-studi epidemiologi mengenai bencana alam (disaster epidemiology) mulai
berkembang di Indonesia. sementara di Jepang dan Amerika Serikat yang juga kerap dilanda
bencana alam, pendekatan sains dalam mengatasi bencana sudah lama berlangsung.