Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pertumbuhan penduduk yang tinggi dan terjadinya urbanisasi yang tidak
diimbangi sarana dan prasarana, telah menambah banyaknya dearah kumuh di perkotaan.
Makin berkurangnya air bersih, pencemaran air dan tanah menciptakan kondisi
lingkungan fisik yang memungkinkan perkembangan vektor dan sumber infeksi
termasuk oleh penyakit parasitik.
Penyakit infeksi yang disebabkan oleh cacing masih tinggi prevelansinya
terutama pada penduduk di daerah tropik seperti di Indonesia, dan merupakan masalah
yang cukup besar bagi bidang kesehatan masyarakat. Hal ini dikarenakan Indonesia
berada dalam kondisi geografis dengan temperatur dan kelembaban yang sesuai,
sehingga kehidupan cacing ditunjang oleh proses daur hidup dan cara penularannya.
Identifikasi parasit yang tepat memerlukan pengalaman dalam membedakan
sifat sebagai spesies, parasit, kista, telur, larva, dan juga memerlukan pengetahuan
tentang berbagai bentuk pseudoparasit dan artefak yang mungkin dikira suatu parasit.
Identifikasi parasit juga bergantung pada persiapan bahan yang baik untuk pemeriksaan
baik dalam keadaan hidup maupun sediaan yang telah di pulas. Bahan yang akan di
periksa tergantung dari jenis parasitnya, untuk cacing atau protozoa usus maka bahan
yang akan di periksa adalah tinja atau feses, sedangkan parasit darah dan jaringan dengan
cara biopsi, kerokan kulit maupun imunologis .
Feses adalah sisa hasil pencernaan dan absorbsi dari makanan yang kita makan
yang dikeluarkan lewat anus dari saluran cerna.Jumlah normal produksi 100 200 gram /
hari. Terdiri dari air, makanan tidak tercerna, sel epitel, debris, celulosa, bakteri dan
bahan patologis, Jenis makanan serta gerak peristaltik mempengaruhi bentuk, jumlah
maupun konsistensinya dengan frekuensi defekasi normal 3x per-hari sampai 3x per-
minggu.
Pemeriksaan feses ( tinja ) adalah salah satu pemeriksaan laboratorium yang
telah lama dikenal untuk membantu klinisi menegakkan diagnosis suatu penyakit.
Meskipun saat ini telah berkembang berbagai pemeriksaan laboratorium yang modern ,
dalam beberapa kasus pemeriksaan feses masih diperlukan dan tidak dapat digantikan
oleh pemeriksaan lain. Pengetahuan mengenai berbagai macam penyakit yang
memerlukan pemeriksaan feses , cara pengumpulan sampel yang benar serta pemeriksan

1
dan interpretasi yang benar akan menentukan ketepatan diagnosis yang dilakukan oleh
klinisi.
Pemeriksaan feses di maksudkan untuk mengetahui ada tidaknya telur cacing
ataupun larva infektif. Pemeriksaan ini juga dimaksudkan untuk mendiagnosa tingkat
infeksi cacing parasit usus pada orang yang di periksa fesesnya. Pemeriksaan feses dapat
dilakukan dengan metode kualitatif dan kuantitatif. Secara kualitatif dilakukan dengan
metode natif, metode apung, metode harada mori, dan Metode kato. Metode ini
digunakan untuk mengetahui jenis parasit usus, sedangkan secara kuantitatif dilakukan
dengan metode kato untuk menentukan jumlah cacing yang ada di dalam usus. Prinsip
dasar untuk diagnosis infeksi parasit adalah riwayat yang cermat dari pasien. Teknik
diagnostik merupakan salah satu aspek yang penting untuk mengetahui adanya infeksi
penyakit cacing, yang dapat ditegakkan dengan cara melacak dan mengenal stadium
parasit yang ditemukan.
Sebagian besar infeksi dengan parasit berlangsung tanpa gejala atau
menimbulkan gejala ringan. Oleh sebab itu pemeriksaan laboratorium sangat dibutuhkan
karena diagnosis yang hanya berdasarkan pada gejalaklinik kurang dapat dipastikan.
Misalnya, infeksi yang disebabkan oleh cacing gelang ( Ascaris lumbricoides). Infeksi ini
lebih bamyak ditemukan pada anak-anak yangsering bermain di tanah yang telah
terkontaminasi, sehingga mereka lebih mudahterinfeksi oleh cacain-cacing tersebut.
Biasanya hal ini terjadi pada daerah di mana penduduknya sering membuang tinja
sembarangan sehingga lebih mudah terjadi penularan. Pengalaman dalam hal
membedakan sifat berbagai spesies parasit, kista, telur, larva, dan juga pengetahuan
tentang bentuk pseudoparasit dan artefak yang dikira parasit, sangat dibutuhkan dalam
pengidentifikasian suatu parasit
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas maka agar pembahasan tidak
melebar atau meluas penulis membatasi kajian-kajiannya, dengan rumusan masalah
sebagai berikut :
1. Bagaimanakah prinsip-prinsip dasar pemeriksaan feses ?
2. Bagaimanakah cara mendemontrasikan pemeriksaan feses ?
3. Bagaimanakah cara melakukan interpretasi hasil pemeriksaan feses ?

C. Tujuan

2
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah :

1. Mahasiswa mengetahui prinsip-prinsip pemeriksaan feses


2. Mahasiswa mendemonstrasikan pemeriksaan feses
3. Mahasiswa mengetahui adanya telur/ cacing pada feses
D. Manfaat

Adapun manfaat dari percobaan ini yaitu setelah melakukan praktikum ini kita dapat
mengetahui jenis jenis cacing yang terdapat pada sampel fese yang diperiksa.

BAB II

3
TINJAUAN PUSTAKA

A. MACAM-MACAM METODA PEMERIKSAAN FESES

Penularan penyakit parasit disebabkan oleh tiga faktor yaitu sumber infeksi,
cara penularan dan adanya hospes yang ditulari. Efek gabungan dari faktor ini
menentukan penyebaran dan menetapnya parasit pada waktu dan tempat tertentu.
Penyakit yang disebabkan oleh parasit dapat bersifat menahun disertai dengan sedikit
atau tanpa gejala. (Noble, 1961).

Pemeriksaan telur-telur cacing dari tinja terdiri dari dua macam cara
pemeriksaan, yaitu secara kualitatif dan kuantitatif. Pemeriksaan kualitatif dilakukan
dengan menggunakan metode natif, metode apung, dan metode harada mori.
Sedangkan pemeriksaan kuantitatif dilakukan dengan menggunakan metode kato.

1. Pemeriksaan Kualitatif
Metode Natif

Metode ini dipergunakan untuk pemeriksaan secara cepat dan baik untuk
infeksi berat, tetapi untuk infeksi yang ringan sulit ditemukan telur-telurnya. Cara
pemeriksaan ini menggunakan larutan NaCl fisiologis (0,9%) atau eosin 2%.
Penggunaa eosin 2% dimaksudkan untuk lebih jelas membedakan telur-telur
cacing dengan kotoran disekitarnya.

1. Maksud : Menemukan telur cacing parasit pada feces yang diperiksa.


2. Tujuan : Mengetahui adanya infeksi cacing parasit pada seseorang yang
diperiksa fecesnya.
3. Dasar teori : eosin memberikan latar belakang merah terhadap telur yang
berwarna kekuning-kuningan dan untuk lebih jelas memisahkan feces
dengan kotoran yang ada.
4. Kekurangan : dilakukan hanya untuk infeksi berat, infeksi ringan sulit
terditeksi.
5. Kelebihan : mudah dan cepat dalam pemeriksaan telur cacing semua
spesies, biaya yang di perlukan sedikit, peralatan yang di gunakan sedikit.
Metode Apung (Flotation method)

Metode ini digunakan larutan NaCl jenuh atau larutan gula atau larutan gula
jenuh yang didasarkan atas BD (Berat Jenis) telur sehingga telur akan mengapung

4
dan mudah diamati. Metode ini digunakan untuk pemeriksaan feses yang
mengandung sedikit telur. Cara kerjanya didasarkan atas berat jenis larutan yang
digunakan, sehingga telur-telur terapung dipermukaan dan juga untuk
memisahkan partikel-partikel yang besar yang terdapat dalam tinja. Pemeriksaan
ini hanya berhasil untuk telur-telur Nematoda, Schistostoma, Dibothriosephalus,
telur yang berpori-pori dari family Taenidae , telur-telur Achantocephala ataupun
telur Ascaris yang infertil.

1. Maksud
Mengetahui adanya telur cacing parasit usus untuk infeksi ringan.
2. Tujuan
Mengetahui adanya infeksi cacing parasit usus pada seseorang yang diperiksa
fecesnya.
3. Dasar teori :
Berat jenis NaCl jenuh lebih berat dari berat jenis telur.
4. Kekurangan
Penggunaan feses banyak dan memerlukan waktu yang lama, perlu ketelitian
tinggi agar telur di permukaan larutan tidak turun lagi
5. Kelebihan
dapat di gunakan untuk infeksi ringan dan berat, telur dapat terlihat jelas.
Metode Harada Mori

Metode ini digunakan untuk menentukan dan mengidentifikasi larva cacing


Ancylostoma Duodenale, Necator Americanus, Srongyloides Stercolaris dan
Trichostronngilus yang didapatkan dari feses yang diperiksa. Teknin ini
memungkinkan telur cacing dapat berkembang menjadi larva infektif pada kertas
saring basah selama kurang lebih 7 hari, kemudian larva ini akan ditemukan
didalam air yang terdapat pada ujung kantong plastik.

1. Maksud
Mengidentifikasi larva cacing Ancylostoma Duodenale, Necator Americanus,
Srongyloides Stercolaris dan Trichostronngilus spatau mencari larva cacing-
cacing parasit usus yang menetas diluar tubuh hospes
2. Tujuan
Mengetahui adanya infeksi cacing tambang
3. Dasar teori
Hanya cacing-cacing yang menetas di luar tubuh hospes akan menetas 7 hari
menjadi larva dengan kelembaban yang cukup.
4. Kekurangan

5
Dilakukan hanya untuk identifikasi infeksi cacing tambang, waktu yang
dibutuhkan lama dan memerlukan peralatan yang banyak.
5. Kelebihan
lebih mudah dilakukan karena hanya umtuk mengidentifikasi larva infektif
mengingat bentuik larva jauh lebih besar di bandingkan dengan telur.
2. Pemeriksaan Kuantitatif
Metode Kato

Teknik sediaan tebal (cellaphane covered thick smear tecnique) atau disebut teknik
Kato. Pengganti kaca tutup seperti teknik digunakan sepotong cellahane tape .
Teknik ini lebih banyak telur cacing dapat diperiksa sebab digunakan lebih banyak
tinja. Teknik ini dianjurkan untuk Pemeriksaan secara massal karena lebih
sederhana dan murah. Morfologi telur cacing cukup jelas untuk membuat diagnosa.

1. Maksud
Menemukan adanya telur cacing parasit dan menghitung jumlah telur
2. Tujuan
Mengetahui adanya infeksi cacing parasit dan untuk mengetahui berat
ringannya infeksi cacing parasit usus
3. Dasar teori
Dengan penambahan melachite green untuk memberi latar belakang hijau.
Anak-anak mengeluarkan tinja kurang lebih 100 gram/hari, dewasa
mengeluarkan tinja kurang lebih 150 gram/hari. Jadi, misalnya dalam 1 gram
feces mengandung 100 telur maka 150 gram tinja mengandung 150.000 telur.
4. Kekurangan
Bahan feses yang di gunakan banyak.
5. Kelebihan
6. Dapat mengidentifikasi tingkat cacing pada penderita berdasar jumlah telur
dan cacing, baik di kerjakan di lapangan, dapat digunakan untuk pemeriksaan
tinja masal karena murah dan sederhana, cukup jelas untuk melihat morfologi
sehingga dapat di diagnosis.

6
BAB III

METODOLOGI

A. Waktu dan Tempat

Adapun waktu dan tempat dilaksanakannya praktikum pemeriksaan sputum yaitu:

Hari/Tanggal : Rabu,11 Januari 2017

Pukul : 08.00 10.30 wita

Tempat : Laboratorium Terpadu Parasitologi FK UNIZAR Mataram

B. Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum pemeriksaan sputum yaitu:

1. Alat

7
1. Object glass

2. Cover gelas

3. Lidi

4. Mikroskop

5. Pot Sampel

6. Selotif

7. Kertas Minyak

8. Kertas Saring

9. kertas Karton

2. Bahan

1. Feses

2. Eosin 2%

3. Larutan Kato ( malacite green 3%, Gliserin,Aquadest )

4. Tissue

3. Prosedur Kerja

A. Sediaa Langsung ( Eosin 2% )

1. Teteskan 1- 2 tetes Eosin 2% pada objek gelas

2. Ambil sedikit feses dengan menggunakan lidi

3. Letakan pada obyek gelas yang sudah ditetes eosin 2% kemudian dicampur

4. Tutup dengan air.

5. Amatilah dibawah mikroskop dengan pembesaran 10 x

B. Pembuatan Preparat/Sediaan Dahak

1. Rendam selotif pada larutan kato selama kurang lebih 24 jam seblum dipakai

8
2. Letakan kertas minyak di atas meja kerja
3. Ambil kurang lebih seluas jari tangan fese menggunakan lidi kemudian ditaruh
di atas kertas minyak
4. Letakan kawat saring diatas feses lalu ditekan dengan 2 batang lidi sehingga
feses naik ke atas melalui kawat saring
5. Pindahkan feses yang sudah ada di atas kawat saring sebesar biji kacang merah
ke atas obyk gelas.
6. Tutup sedikit yang sudah direndam dengan larutan kato, usahakan perekat
selotif menghadap ke feses di atas obyek gelas.
7. Ratakan feses ke seluruh penjuru di bawah selotif dengan obyek gelas lainnya
hingga cukup tipis
8. Biarkan selama 30 menit di atas tissue
9. Periksa di bawah mikroskop

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan

Adapun hasil pengamatan dari praktikum yaitu :

9
B. Pembahasan

Identifikasi parasit tergantung dari persiapan bahan yang baik untuk


memeriksa dengan mikroskop, baik dalam keadaan hidup maupun sebagai sediaan yang
telah dipulas. Hal yang menguntungkan adalah untuk

Mengetahui kira-kira ukuran dari bermacam-macam parasit tetapi perbedaan


individual tidak memungkinkan membedakan spesies hanya dengan melihat besarnya.
Tinja sebagai bahan pemeriksa harus dikumpulkan didalam suatu tempat yang bersih dan
kering bebas dari urine. Identifikasi terhadap kebanyakan telur cacing dapat dilakukan
dalam beberapa hari setelah tinja dikeluarkan. (Kurt, 1999)

10
Hasil pemeriksaan tinja yang telah dilakukan dengan metode natif, metode
apung, metode harada mori dan metode kato menunjukkan hasil yang negatif yang
artinya bahwa tidak ditemukan telur ataupun larva dalam tinja yang telah diperiksa. Hasil
negatif pada semua metode yang dilaksanakan dapat disebabkan antara lain:

1. Sampel atau feces diperoleh dari orang yang dehat (tidak terinfeksi cacing parasit usus)

2. Kurang ketelitian dan kecerobohan praktikan dalam melakukan praktikum. Misalnya


pada metode natif pada saat menusuk-menusukkan lidi bambu pada feces telur yang
terdapat pada feces tidak menempel pada lidi. Pada metode apung, pada saat larutan
feces didiamkan pada tabung reaksi, tabung reaksi goyang sehingga telur yang sudah
terapung mengendap lagi.

3. Kurangnya pemahaman praktikan pada bentuk morfologi telur cacing parasit maupun
larvanya.

4. Praktikan kurang paham tentang urutan kerja pada masing-masing metode.

5. Pada saat diambil fecesnya, cacing belum bertelur sehingga tidak ditemukkan telur pada
feces.

Pemeriksaan feces pada dasrnya dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan secara
kualitatif dan pemeriksaan secara kuantitatif. Pemeriksaan feces secara kualitatif, yaitu
pemeriksaan yang didasarkan pada ditemukkan telur pada masing-masing metode
pemeriksaan tanpa dihitung jumlahnya. Pemeriksaan feces secara kuantitatif yaitu
pemeriksaan feces yang didasarkan pada penemuan telur pada tiap gram feces.
(Gandahusada,2000)

Telur fertile bentuknya yaitu, telur oval lebar, mempunyai tiga lapis dinding
yang terluar bergerigi, terdapat rongga udara. Telur infertile bentuknya yaitu, telur lebih
besar daripada yang fertile, dengan ovum yang atrofi, tidak terdapat rongga udara.

Metode yang digunakan pada pemeriksaan feces masing-masing memiliki


kelebihan dan kekurangan. Kelebihan masing-masing metode antara lain:

1. Metode natif : Murah, mudah dan cepat.

2. Metode apung : Baik untuk semua jenis telur baik untuk infeksi berat dan ringan. Telur
yang ditemukan terpisah dari kotoran.

11
3. Metode harada mori : Baik sekali untuk melihat infeksi cacing tambang dimana larvanya
jauh lebih besar dari telurnya.

4. Metode kato : Bila digunakkan dalam penelitian lapangan tidak membutuhkan cover
glass, cover glass bisa diganti dengan cellophane tape, lebih murah. Dengan teknik lebih
banyak telur cacing dapat diperiksa sebab digunakkan lebih banyak tinja. Teknik ini disa
digunakkan untuk pemeriksaan tinja secara masal karena lebih sederhana dan murah.
Morfologi telur cacing cukup jelas untuk membuat diagnosis.

Kelebihan masing-masing metode yang digunakan antara lain:

1. Metode natif : Sedikitnya feces yang digunakkan untuk infeksi ringan hanya untuk
pemeriksaan infeksi berat.

2. Metode apung : membutuhkan waktu lebih lama, pada waktu pengambilan telur, telur
yang mengapung tidak terambil. Pada waktu menunggu baki atau tabung reaksi
tersenggol sehingga tidak mengapung dan hasilnya negatif.

3. Metode harada mori : Membutuhkan waktu dan alat yang lebih lama.

4. Metode kato : Pada metode kato kuantitatif, karena banyak telur yang dihitung bisa
menyebabkan jumlah telur pada feces hasilnya tidak akurat.

Pemeriksaan dengan metode natif, slide dengan pewarnaan permanen untuk


bentuk tropozoid harus dipersiapkan sebelum pemekatan. Slide dengan pewarnaan
tambahan untuk melihat kista dan ovum dapat dibuat dari hasil pemekatan tersebut.
Dalam banyak keadaan, khususnya dalam membedakkan Entamoeba histolytica dengan
jenis amoeba lainnya, identifikasi sebagai tindakkan sementara. Sediaan apus dengan
pewarnaan permanen memungkinkan penelitian terhadap detail selular.

Teknik Flotasi pada metode apung untuk konsentrasi kista dan telur
berdasarkan perbedaan berat jenis antara larutan kimia tertentu (1120 sampai 1210) dan
telur larva cacing serta kista protozoa (1050 sampai 1150). Terutama yang dipakai adalah
larutan gula, NaCl atau ZnSO4. Telur dan Kista mengapumg dipermukkaan larutan yang
lebih berat, sedangkan tinja tenggelam perlahan-lahan ke dasar. Flotasi lebih baik dari
pada sedimentasi pada pembuatan konsentrasi kista dan telur, kecuali telur
beroperkulum, telur Schistoma dan telur Ascaris yang tidak dibuahi. Flotasi ZnSO4

12
biasanya sering dipergunakkan dan lebih baik dari flotasi gula, NaCl atau larutan garam
jenuh (Brine).

Cara pengapungan feces dicampur dengan larutan garam denagn berat jenis
1200 gram/cc, sehingga telur cacing dan kista akan mengapung ke permukaan kemudian
diambil sebagai bahan pemeriksaan. Larutan dengan berat jenis 1200 gram/cc ini telur
cacing Necator americanus, Ancylostoma dupdenale, Ascaris lumbricoides, Trichuris
trichiura tidak mengalami kerusakan, tetapi larva dari Schistosoma sp, Strongyodes sp,
Necator americanus, Ancylostoma duodenale dan kista protozoa menjadi sangat menciut.
Sebaliknya, telur Opisthorchis sp dan Clonorchis sinensis berat jenisnya lebih besar dari
1200 gram/cc sehingga mengendap.

Cara menghitung telur pada pemeriksaan dengan metode kato kuantitatif.


Penyelidikkan mengenai penduduk yang terkena infeksi, diharapkan dapat menentukkan
berat infeksi dengan mendapatkan jumlah telur yang diperkirakan. Telur yang
dikeluarkan setiap harinya berbeda-beda, maka diperlukan perhitungan atas beberapa
bahan, terdapat siklus dalam pembentukan telur, pengaruh dari kepadatan tinja, makanan,
pencernaan yang salah dan faktor-faktor lain yang diketahui, dan pengeluaran telur tiap
cacing mungkin berbeda untuk hospes yang berbeda. Jumlah telur yang dikeluarkan tiap
harinya lebih dapat dipercaya dari pada jumlah telur dalam tiap gram tinja. Menghitung
jumlah telur sebelum pengobatan dapat menentukan pengobatan yang diperlukan dan
menghitung jumlahnya setelah pengobatan dapatmenentukkan hasilnya. (Brown, 1969)

Empat kriteria untuk infeksi oleh cacing parasit (Darwin Karyadi):

Infeksi sangat ringan : 1-9 (15-149 butir telur)


Infeksi ringan : 10-24 (150-375 butir telur)
Infeksi sedang : 25-49 (375-749 butir telur)
Infeksi berat : > 50 (750 butir telur lebih)

Infeksi oleh parasit berlangsung tanpa gejala atau menimbulkan gejala ringan.
Diagnosis yang berdasarkan gejala klinik saja kurang dapat dipastikkan, segingga harus
dengan bantuan pemeriksaan labolatorium. Bahan yang akan diperiksa tergantung dari
jenis parasit, untuk cacing atau protozoa usus maka bahan yang diperiksa adalah tinja.
Identifikasi terhadap kebanyakkan telur cacing dapat dilakukan dalam bebrapa hari
setelah tinja dikeluarkan.

13
14
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pemeriksaan dengan metode kato (kualitatif) adalah mengatui infeksi cacing


parasit pada orang yang diperiksa. Pemeriksaan kuantitatif dengan metode kato
bertujuan untuk menentukan jumlah telur yang terdapat dalam tinja yang diperiksa.
Hasil yang didapat dari pemeriksaan adalah negatif yang artinya bahwa tidak
ditemukkan telur dalam tinja yang diperiksa.

Pada pemeriksaan yang dilakukan pada tanggal 11 Januari 2017 di Laboratorium


Parasitologi FK Unizar Mataram ditemukan beberapa cacing pada sampel fese yaitu
cacing tambang, teluar lumbricus intestinal,ascaris lubriquedes.

B. Saran
1. Meningkatkan pengetahuan tentang penyakit parasit agar masyarakat dapat
terhindar dari zoonosis
2. Membuang faeces pada tempatnya, untuk mencegah terjadinya infeksi cacing
parasit usus.
3. Menghindari makanan, air, tanah yang terkontaminasi oleh tinja yang
mengandung telur atau larva

15
DAFTAR PUSTAKA

Gandahusada, S. W. Pribadi dan D. I. Herry. 2000. Parasitologi Kedokteran. Fakultas


Kedokteran UI : Jakarta.

Hairani, Budi dan Annida. 2012. Intestinal parasite incidence on elementary school students
in town and village at Tanahs Bumbu District. Jurnal Buski Jurnal Epidemiologi
dan Penyakit Bersumber Binatang. Volume 4 (2) : 102-108.

Natadisastra, Djaenudin dan Ridad Agoes. 2009. Parasitologi Kedokteran Ditinjau dari Organ
Tubuh yang Diserang. Jakarta : EGC.

Sehgal, Rakesh. 2003. Practicals and Viva in Medical Parasitology. New Delhi : Elsevier.

16

Anda mungkin juga menyukai

  • DDDD
    DDDD
    Dokumen41 halaman
    DDDD
    Deden Kurniawan Hidayat Tolouwi
    Belum ada peringkat
  • Teknik Pengumpulan Data
    Teknik Pengumpulan Data
    Dokumen33 halaman
    Teknik Pengumpulan Data
    armihiskia
    Belum ada peringkat
  • Cover LBM
    Cover LBM
    Dokumen1 halaman
    Cover LBM
    Deden Kurniawan Hidayat Tolouwi
    Belum ada peringkat
  • Fikkkk 100%
    Fikkkk 100%
    Dokumen33 halaman
    Fikkkk 100%
    Deden Kurniawan Hidayat Tolouwi
    Belum ada peringkat
  • Pencitraan Pada Stroke
    Pencitraan Pada Stroke
    Dokumen25 halaman
    Pencitraan Pada Stroke
    Deden Kurniawan Hidayat Tolouwi
    Belum ada peringkat
  • 32manu Skrip DM
    32manu Skrip DM
    Dokumen8 halaman
    32manu Skrip DM
    Nasrullah
    Belum ada peringkat
  • Pedoman Tata Laksana Gizi Buruk
    Pedoman Tata Laksana Gizi Buruk
    Dokumen28 halaman
    Pedoman Tata Laksana Gizi Buruk
    Izza Azizy
    50% (2)
  • Kata Penganta Ashar
    Kata Penganta Ashar
    Dokumen2 halaman
    Kata Penganta Ashar
    Deden Guru Leo
    Belum ada peringkat
  • 5080 174606 COver
    5080 174606 COver
    Dokumen1 halaman
    5080 174606 COver
    Deden Kurniawan Hidayat Tolouwi
    Belum ada peringkat
  • Ashar
    Ashar
    Dokumen1 halaman
    Ashar
    Deden Kurniawan Hidayat Tolouwi
    Belum ada peringkat
  • 32manu Skrip DM
    32manu Skrip DM
    Dokumen4 halaman
    32manu Skrip DM
    Deden Kurniawan Hidayat Tolouwi
    Belum ada peringkat
  • LBM 1
    LBM 1
    Dokumen12 halaman
    LBM 1
    Deden Kurniawan Hidayat Tolouwi
    Belum ada peringkat
  • Jantung Kelar
    Jantung Kelar
    Dokumen11 halaman
    Jantung Kelar
    Selmuust Tana
    Belum ada peringkat
  • LBM 2
    LBM 2
    Dokumen32 halaman
    LBM 2
    Nurul An Nisa
    Belum ada peringkat
  • 123
    123
    Dokumen2 halaman
    123
    Deden Kurniawan Hidayat Tolouwi
    Belum ada peringkat
  • Tugas Infeksi E.coli
    Tugas Infeksi E.coli
    Dokumen7 halaman
    Tugas Infeksi E.coli
    Deden Kurniawan Hidayat Tolouwi
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar Dafftar Isi Fix 444 Oke
    Kata Pengantar Dafftar Isi Fix 444 Oke
    Dokumen7 halaman
    Kata Pengantar Dafftar Isi Fix 444 Oke
    Deden Kurniawan Hidayat Tolouwi
    Belum ada peringkat
  • Pemeriksaan HIV Dan HbsAg
    Pemeriksaan HIV Dan HbsAg
    Dokumen1 halaman
    Pemeriksaan HIV Dan HbsAg
    Deden Kurniawan Hidayat Tolouwi
    Belum ada peringkat
  • Kie Cerebral Palsy
    Kie Cerebral Palsy
    Dokumen1 halaman
    Kie Cerebral Palsy
    Pradnyani Putri Gumitri
    Belum ada peringkat
  • Iseng Sja
    Iseng Sja
    Dokumen2 halaman
    Iseng Sja
    Deden Kurniawan Hidayat Tolouwi
    Belum ada peringkat
  • 15
    15
    Dokumen1 halaman
    15
    Deden Kurniawan Hidayat Tolouwi
    Belum ada peringkat
  • 15
    15
    Dokumen1 halaman
    15
    Deden Kurniawan Hidayat Tolouwi
    Belum ada peringkat
  • DDDDDD
    DDDDDD
    Dokumen2 halaman
    DDDDDD
    Deden Kurniawan Hidayat Tolouwi
    Belum ada peringkat
  • Tugas SGD Lansia
    Tugas SGD Lansia
    Dokumen7 halaman
    Tugas SGD Lansia
    Deden Kurniawan Hidayat Tolouwi
    Belum ada peringkat
  • TR - Task Reading
    TR - Task Reading
    Dokumen21 halaman
    TR - Task Reading
    Deden Kurniawan Hidayat Tolouwi
    Belum ada peringkat
  • Fisiologi Otak
    Fisiologi Otak
    Dokumen1 halaman
    Fisiologi Otak
    Deden Kurniawan Hidayat Tolouwi
    Belum ada peringkat
  • TR GW
    TR GW
    Dokumen25 halaman
    TR GW
    Deden Kurniawan Hidayat Tolouwi
    Belum ada peringkat
  • DD DDDD DDDD DDDD
    DD DDDD DDDD DDDD
    Dokumen2 halaman
    DD DDDD DDDD DDDD
    Deden Kurniawan Hidayat Tolouwi
    Belum ada peringkat
  • Laporan Praktikum Modul Infeksi Dan Hematologi
    Laporan Praktikum Modul Infeksi Dan Hematologi
    Dokumen1 halaman
    Laporan Praktikum Modul Infeksi Dan Hematologi
    Deden Kurniawan Hidayat Tolouwi
    Belum ada peringkat
  • Fisiologikardiovaskular
    Fisiologikardiovaskular
    Dokumen25 halaman
    Fisiologikardiovaskular
    Deden Kurniawan Hidayat Tolouwi
    Belum ada peringkat