Anda di halaman 1dari 24

I.

PENDAHULUAN

Rongga mulut merupakan tempat hidup bakteri aerob dan anaerob yang berjumlah
lebih dari 400 ribu spesies bakteri. Ratio antara bakteri aerob dengan anaerob berbanding 10:1
sampai 100:1. Organisme-organisme ini merupakan flora normal dalam mulut yang terdapat
dalam plak gigi, cairan sulkus ginggiva, mucus membrane, dorsum lidah, saliva dan mukosa
mulut. Infeksi odontogen dapat menyebar secara perkontinuitatum, hematogen dan limfogen,
yang disebabkan antara lain oleh periodontitis apikalis yang berasal dari gigi nekrosis, dan
periodontitis marginalis. Infeksi gigi dapat terjadi melalui berbagai jalan: (1) lewat
penghantaran yang pathogen yang berasal dari luar mulut; (2) melalui suatu keseimbangan
flora yang endogenus; (3) melalui masuknya bakteri ke dalam pulpa gigi yang vital dan steril
secara normal.

Pada umumnya infeksi gigi dapat dirawat dengan pemberian antibiotik, anti jamur dan
anti viral. Pengobatan sistemik dapat membunuh bakteri yang patogen yang berlokasi pada
tempat yang tidak dapat dicapai oleh instrumen gigi atau antiseptik yang diberikan secara
topikal.

Keberhasilan klinis pada saat ini merupakan gambaran untuk mengetahui etiologi dari
infeksi gigi (odontogen), seleksi yang tepat dari pemberian variasi antimikrobial dalam
mencegah dan marawat infeksi gigi, dan pengaturan akibat yang terjadi ketika dihubungkan
dengan prosedur pengobatan gigi. Rekomendasi didasarkan pada literatur yang mutakhir dan
kerentanan mikroorganisme terhadap infeksi dalam rongga mulut.

Keterangan ilmiah menerangkan bahwa adanya peningkatan hubungan antara infeksi


yang parah dengan penyakit sistemik seperti penyakit jantung, DM, kehamilan, dan infeksi
paru. Ini karena adanya bakteri gram negatif yang menyebabkan terjadinya penyakit
periodontal yang memicu produksi lipopolisakarida, heat shock
protein dan proinflammatory cytokines. Adanya hubungan antara penyakit periodontal dan
problem medis yang lain, maka penting untuk mencegah terjadinya infeksi gigi sedini
mungkin sehingga dapat dicegah atau diobati. Dokter gigi dan dokter umum harus waspada
terhadap terjadinya implikasi klinis pada hubungan inter-relasi antara infeksi odontogenik dan
kondisi medis lain yang dapat berpengaruh terhadap pasien yang membutuhkan perawatan.
II. Infeksi Odontogen

2.1 Definisi

Infeksi odontogen adalah infeksi yang berasal dari gigi. Penyebabnya adalah bakteri
yang merupakan flora normal dalam mulut, yaitu bakteri dalam plak, dalam sulkus gingiva,
dan mukosa mulut. Yang ditemukan terutama bakteri kokus aerob gram positif, kokus anaerob
gram positif dan batang anaerob gram negatif. Bakteri-bakteri tersebut dapat menyebabkan
karies, gingivitis, dan periodontitis. Jika mencapai jaringan yang lebih yang lebih dalam
melalui nekrosis pulpa dan poket periodontal dalam, maka akan terjadi infeksi odontogen.
Yang penting adalah infeksi ini disebabkan oleh bermacam-macam bakteri, baik aerob
maupun anaerob.
Infeksi odontogen dapat menyebar secara perkontinuitatum, hematogen dan limfogen,
yang disebabkan antara lain oleh periodontitis apikalis yang berasal dari gigi gangren, dan
periodontitis marginalis dari gingivitis meluas yang tidak terawat.

2.2 Etiologi

Penyebabnya adalah bakteri yang merupakan flora normal dalam mulut, yaitu bakteri
dalam plak, dalam sulkus gingiva, dan mukosa mulut. Flora normal dalam rongga mulut
terdiri dari Streptococus viridans, Streptococcus mutans, Staphylococcus
sp, Lactobacillus sp, dan Candida albicans. Di dalam rongga mulut, bakteri-bakteri tersebut
menguraikan sisa-sisa makanan dan menghasilkan senyawa yang bersifat asam. Senyawa
asam tersebut menempel pada email gigi dan menyebabkan akan mengikis email sehingga
menghasilkan permukaan email yang buram dan kasar. Selanjutnya permukaan email yang
kasar akan menjadi tempat berkembangnya bakteri yang bersifat kariogenik (penyebab
karies), yaitu Streptococcus mutans. Bakteri ini memiliki makanan utama, yakni sisa
makanan yang terutama mengandung gula sukrosa sebagai tempatnya tumbuh dan
berkembang biak sehingga menyebabkan gigi menjadi
berlubang. Bakteri flora normal mulut bisa masuk aliran darah melalui gigi yang
berlubang atau karies gigi dan gusi yang berdarah sehingga terjadi bakterimia (adanya bakteri
di dalam darah).

Infeksi odontogen biasanya disebabkan oleh bakteri endogen. Lebih dari setengah
kasus infeksi odontogen yang ditemukan (sekitar 60 %) disebabkan oleh bakteri anaerob.
Organisme penyebab infeksi odontogen yang sering ditemukan pada pemeriksaan kultur
adalah alpha-hemolytic Streptococcus, Peptostreptococcus, Peptococcus, Eubacterium,
Bacteroides (Prevotella) melaninogenicus, and Fusobacterium. Bakteri aerob sendiri jarang
menyebabkan infeksi odontogen (hanya sekitar 5 %). Bila infeksi odontogen disebabkan
bakteri aerob, biasanya organisme penyebabnya adalah spesies Streptococcus. Infeksi
odontogen banyak juga yang disebabkan oleh infeksi campuran bakteri aerob dan anaerob
yaitu sekitar 35 %. Pada infeksi campuran ini biasanya ditemukan 5-10 organisme pada
pemeriksaan kultur.

2.3 Patofisiologi Infeksi Gigi

Infeksi gigi merupakan suatu hal yang sangat mengganggu manusia, infeksi biasanya
dimulai dari permukaan gigi yaitu adanya plak gigi. Plak disebabkan oleh hasil fermentasi
metabolisme bakteri Streptococcus mutans yang menghidrolisis sukrosa menjadi komponen
monosakarida, fruktosa, dan glukosa. Enzim glukosiltransferase selanjutnya merakit glukosa
menjadi dekstran. Residu fruktosa adalah gula utama yang difermentasi menjadi asam laktat.
Akumulasi bakteri dan dekstran menempel pada permukaan gigi dan membentuk plak gigi.

Plak gigi yang berlangsung lama akan berkembang menjadi karies gigi, karies gigi
yang sudah mendekati ruang pulpa, kemudian akan berlanjut menjadi pulpitis dan akhirnya
akan terjadi kematian pulpa gigi (nekrosis pulpa). Infeksi gigi dapat terjadi secara lokal atau
meluas secara cepat. Adanya gigi yang nekrosis menyebabkan bakteri bisa menembus masuk
ruang pulpa sampai apeks gigi. Foramen apikalis dentis pada pulpa tidak dapat mendrainase
pulpa yang terinfeksi. Selanjutnya proses infeksi tersebut menyebar progresif ke ruangan atau
jaringan lain yang dekat dengan struktur gigi yang nekrosis tersebut.

Penjalaran infeksi odontogen akibat dari gigi yang nekrosis dapat menyebabkan abses,
abses ini dibagi dua yaitu penjalaran tidak berat (yang memberikan prognosis baik) dan
penjalaran berat (yang memberikan prognosis tidak baik, di sini terjadi penjalaran hebat yang
apabila tidak cepat ditolong akan menyebabkan kematian). Adapun yang termasuk penjalaran
tidak berat adalah serous periostitis, abses subperiosteal, abses submukosa, abses subgingiva,
dan abses subpalatal, sedangkan yang termasuk penjalaran yang berat antara lain abses
perimandibular, osteomielitis, dan phlegmon dasar mulut. Gigi yang nekrosis juga merupakan
fokal infeksi penyakit ke organ lain, misalnya ke otak menjadi meningitis, ke kulit menjadi
dermatitis, ke mata menjadi konjungtivitis dan uveitis, ke sinus maxilla menjadi sinusitis
maxillaris, ke jantung menjadi endokarditis dan perikarditis, ke ginjal menjadi nefritis, ke
persendian menjadi arthritis.
Infeksi odontogenik merupakan suatu proses infeksi yang primer atau sekunder yang
terjadi pada jaringan periodontal, perikoronal, karena traumatik atau infeksi pasca bedah. Ciri
khas dari infeksi odontogenik adalah berasal dari karies gigi yang merupakan suatu proses
dekalsifikasi email. Suatu perbandingan demineralisasi dan remineralisasi struktur gigi terjadi
pada perkembangan lesi karies. Demineralisasi yang paling baik pada gigi terjadi pada saat
aktivasi bakteri yang tinggi dan dengan pH yang rendah. Remineralisasi yang paling baik
terjadi pada pH lebih tinggi dari 5,5 dan pada saliva terdapat konsentrasi kalsium dan fosfat
yang tinggi. Sekali email larut, infeksi karies dapat langsung melewati bagian dentin yang
mikroporus dan langsung masuk ke dalam pulpa.

Di dalam pulpa, infeksi dapat berkembang melalui suatu saluran langsung menuju
apeks gigi dan dapat menggali menuju ruang medulla pada maksila atau mandibula. Infeksi
tersebut kemudian dapat melobangi plat kortikal dan merusak jaringan superfisial dari rongga
mulut atau membuat saluran yang sangat dalam pada daerah fasial. Serotipe dari
streptococcus mutans (cricetus, rattus, ferus, sobrinus) merupakan bakteri yang utama
dapat menyebabkan penyakit dalam rongga mulut. Tetapi meskipun lactobacilli bukan
penyebab utama penyakit, mereka merupakan suatu agen yang progresif pada karies gigi,
karena mereka mempunyai kapasitas produksi asam yang baik.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan penyebaran dan kegawatan infeksi


odontogenik adalah:

Jenis dan virulensi kuman penyebab.


Daya tahan tubuh penderita.

Jenis dan posisi gigi sumber infeksi.

Panjang akar gigi sumber infeksi terhadap perlekatan otot-otot.

Adanya tissue space dan potential space.

2.4 Gejala Klinis

Penderita biasanya datang dengan keluhan sulit untuk membuka mulut (trismus), tidak
bisa makan karena sulit menelan (disfagia), nafas yang pendek karena kesulitan bernafas.
Penting untuk ditanyakan riwayat sakit gigi sebelumnya, onset dari sakit gigi tersebut apakah
mendadak atau timbul lambat, durasi dari sakit gigi tersebut apakah hilang timbul atau terus-
menerus, disertai dengan demam atau tidak, apakah sudah mendapat pengobatan antibiotik
sebelumnya.

Infeksi yang fatal bisa menyebabkan gangguan pernafasan, disfagia, edema palpebra,
gangguan penglihatan, oftalmoplegia, suara serak, lemah lesu dan gangguan susunan saraf
pusat (penurunan kesadaran, iritasi meningeal, sakit kepala hebat, muntah).

Pemeriksaan fisik dimulai dari ekstra oral, lalu berlanjut ke intra oral. Dilakukan
pemeriksaan integral (inspeksi, palpasi dan perkusi) kulit wajah, kepala, leher, apakah ada
pembengkakan, fluktuasi, eritema, pembentukan fistula, dan krepitasi subkutaneus. Dilihat
adakah limfadenopati leher, keterlibatan ruang fascia, trismus dan derajat dari trismus.
Kemudian diperiksa gigi, adakah gigi yang karies, kedalaman karies, vitalitas gigi, lokalisasi
pembengkakan, fistula dan mobilitas gigi.

II.5 Jenis Infeksi Odontogen

2.5.1 Pericoronitis
i) Definisi

Secara klinis, perikorontis seperti abses periodontal namun begitu, etiologinya


berbeda. "Peri-" berarti "di sekitar." perkataan "-coron-" bagian dari istilah mengacu pada
"mahkota" dari gigi. Akhiran "-itis" mengacu pada adanya infeksi. Jadi, kata perikoronitis
secara harfiah berarti "infeksi di sekitar bagian mahkota gigi."

ii) Gambaran Klinis dan Diagnosa.

Perikoronitis dapat memberi efek terhadap molar ketiga kerana kasus impaksi banyak
terjadi pada molar ketiga dan terletak pada pinggir anterior mandibular. Oleh karena itu, kasus
impaksi molar ketiga banyak terjadi pada usia dewasa muda.

Perikoronitis akut mulanya terjadi sebagai kesakitan yang terjadi secara lokal dan
pembekakan gingiva. Kesakitan in dapat dirasakan pada bagian muka, telinga atau sudut pada
mandibular. Apabila dilakukan diagnosa secara visual dan palpasi, terdapat pembekakan,
inflamasi, dan bagian lunak pada jaringan lunak yang terletak disekeliling koronal termasuk
oklusal.

Inspeksi menunjukkan terdapat akumulasi plak dan debris pada porsi yang terendah
pada gigi yang terinfeksi dan juga gigi tetangga karena jaringan lunak yang mengalami infeksi
tersebut menghalang sikat gigi untuk mencapai daerah tersebut. Pus dapat terlihat dibawah
margin jaringan perikoronal atau dapat dikeluarkan apabila dilakukan palpasi.

Massa retromolar terdiri dari campuran jaringan kolagenik yang cukup padat dan
pembengkakan jaringan granulasi, dengan moderat untuk sejumlah besar sel inflamasi kronis
campuran di seluruh daerah terinfeksi. Mukosa superior dapat ulserasi dengan tempat ulkus
debris nekrotik fibrinoid. Epitel berdekatan dengan gigi yang terinfeksi biasanya menyajikan
dengan kombinasi proses hiperplasia, degenerasi dan nekrosis, dan mungkin dengan neutrofil.
Koloni bakteri, plak gigi dan sisa-sisa makanan nekrotik mungkin melekat pada epitel. Secara
patologis harus membedakan lesi ini dari granuloma piogenik dan gingivitis rutin, dan ini
sering membutuhkan korelasi dengan gambaran klinis.

iii) Etilogi

Etiologi perikoronitis secara umum adalah infeksi. Namun beigtu, mikroorganisma


spesifik yang menyebabkan perikoronitis ini masih belum diketahui. Tetapi terdapat penelitian
yang menemukan S.viridans, campuran flora oral, spirochetes dan sobakteri terlibat didalam
kasus ini. Terdapat penelitian lain juga menemukan prevotella intermedia, Peptostreptococcus
micros, F. nucleatum, A. actinomycetemcomitans dan Veillonella di dalam poket lesi akut
perikoronal.

Disamping itu, etiologi perikoronitis adalah trauma dari gigi tetangga dalam terjadinya
ekserbasi dan pembekakan jaringan. Faktor lainnya adalah stress emosi, rokok, chronic
fatigue, dan infeksi pada saluran respiratori di bagian atas.

iv) Klasifikasi

Perikoronitis diklasifikasikan menjadi kronis dan akut. Perikoronitis kronis dapat hadir
tanpa atau hanya gejala ringan dan remisi panjang antara setiap peninggian fase untuk
perikoronitis akut. Perikoronitis akut dikaitkan dengan berbagai gejala termasuk sakit parah,
pembengkakan dan demam. Kadang-kadang ada abses perikoronal terkait (akumulasi nanah) .
Infeksi ini dapat menyebar ke bagian lain dari wajah atau leher, dan kadang-kadang dapat
menyebabkan gangguan jalan nafas (misal Ludwig angina) yang membutuhkan perawatan
rumah sakit darurat.

v) Patogenesis

Umumnya, bakteri tidak dijumpai dalam jaringan. Namun, apabila terdapat port de
entre, bakteri tersebut dapat menginvasi jaringan. Pertahanan pertama yaitu PMN akan
terjadi pada daerah terinfeksi termasuk thrombosis yang memenuhi jaringan vaskuler dalam
mempertahankan homeostasis. Jumlah leukosit dan mikroorganisme meningkat seterusnya
menyebabkan terjadinya pus. Bakteri yang sering ditemukan adalah Stretococcus Viridians
pada tempat terjadinya abses. Penelitian dilakukan, eksudat perikoronitis terdapat 90.2%
oraganisme obligate anaerobes.

vi) Mekanisme Terjadinya Trismus akibat Perikoronitis

Infeksi pada daerah mastikator sering terjadi akibat infeksi dari gigi molar
terutamanya infeksi dari molar ketiga. perikoronitis dari daerah molar ketiga atau abses yang
terjadi akibat dari abses sering ditemukan dalam kasus ini dimana mikroorganisma yang
berasal dari molar ketiga dan menyebar ke 'masticator spaces'.

Infeksi yang terjadi pada 'masticator spaces' menyebabkan otot mastikator juga
terlibat dan seterusnya terjadi peradangan dan pembekakan di sekitar sudut mandibular
apabila dilakukan pemeriksaan secara visual. Pasien yang mengalami ini akan kesulitan dalam
membuka mulut atau sewaktu mengunyah.

vii) Penatalaksanaan

Tingkat keparahan infeksi dan penyebaran infeksi menentukan penatalakasanaan


perikoronitis. Infeksi yang sudah menyebar ke kelenjar limfe, ruangan fasial akan
menyebabkan demam yang parah dan memerlukan perawatan yang lebih daripada
perikoronitis akut. Selain itu, amat penting untuk diketahui gigi yang terinfeksi dan prognosa
jaringan perikoronal sama ada bisa sembuh atau sebaliknya.

Pengobatan definitif segera perikoronitis akut dianjurkan karena perawatan bedah


telah terbukti untuk mengatasi penyebaran infeksi dan rasa sakit, dengan pengembalian lebih
cepat dari fungsi. Juga pengobatan langsung menghindari penggunaan antibiotik yang terlalu
sering (mencegah resistensi antibiotik ).

Namun, operasi kadang-kadang tertunda di daerah infeksi akut, dan diberikan anti
nyeri dan antibiotik , karena alasan :

Mengurangi risiko yang menyebabkan situs bedah yang terinfeksi dengan tertunda
penyembuhan (misalnya osteomyelitis atau cellulitis).
Menghindari pengurangan efisiensi anestesi lokal yang disebabkan oleh lingkungan
asam jaringan yang terinfeksi.
Menyelesaikan pembukaan mulut yang terbatas, membuat bedah mulut lebih mudah.
Prognosa pasien lebih baik dengan perawatan gigi ketika bebas dari rasa sakit .
Memungkinkan untuk perencanaan yang memadai dengan waktu prosedur yang
dialokasikan dengan benar.

Langkah teknik debridement: pertama, area di bawah operkulum yang lembut diirigasi
untuk menghilangkan kotoran dan eksudat inflamasi. Seringkali garam hangat digunakan
tetapi solusi lain dapat digunakan yang mengandung hidrogen peroksida, chlorhexidine atau
antiseptik lainnya. Irigasi dapat dibantu dalam hubungannya dengan debridement
(menghilangkan plak, kalkulus dan sisa-sisa makanan) dengan instrumen periodontal. Irigasi
mungkin cukup untuk meringankan setiap abses perikoronal terkait, jika sayatan kecil dapat
dibuat untuk memungkinkan drainase. Memendekkan gigi lawan yang menggigit ke dalam
operkulum yang terkena untuk menghilangkan sumber trauma.

Setelah pengobatan, jika ada tanda-tanda sistemik dan gejala, seperti wajah atau leher
bengkak, limfadenitis serviks, demam atau malaise, antibiotik oral harus diberikan. Antibiotik
umum digunakan adalah dari kelompok penisilin, klindamisin dan metronidazol.

Jika ada disfagia atau sesak (kesulitan menelan atau bernapas), maka ini biasanya berarti
ada infeksi parah dan harus dihantar ke rumah sakit yang tepat sehingga obat dapat diberikan
secara intravena.

2.5.2 Abses

1. Abses periapikal

Abses periapikal sering juga disebut abses dento-alveolar, terjadi di daerah

periapikal gigi yang sudah mengalami kematian dan terjadi keadaan eksaserbasi akut.

Mungkin terjadi segera setelah kerusakan jaringan pulpa atau setelah periode laten

yang tiba-tiba menjadi infeksi akut dengan gejala inflamasi, pembengkakan dan

demam. Mikroba penyebab infeksi umumnya berasal dari pulpa, tetapi juga bisa

berasal sistemik (bakteremia).


Gambar 2.2 : Abses periapikal

A. Abses Apikalis Akut


Abses apikalis akut adalah proses inflamasi pada jaringan periapikal gigi, yang
disertai pembentukan eksudat. Abses apikalis akut disebabkan masuknya bakteri, serta
produknya dari saluran akar gigi yang terinfeksi. Abses apikalis akut ditandai dengan
nyeri yang spontan, adanya pembentukan nanah, dan pembengkakan. Pembengkakan
biasanya terletak di vestibulum bukal, lingual atau palatal tergantung lokasi apeks gigi
yang tekena. Abses apikialis akut juga terkadang disertai dengan manifestasi sistemik
seperti meningkatnya suhu tubuh, dan malaise. Tes perkusi abses apikalis akut akan
menghasilkan respon yang sangat sensitif, tes palpasi akan merespon sensitif.
Sedangkan tes vitalitas tidak memberikan respon.
Secara histologi abses apikalis akut menunjukkan adanya lesi destruktif dari
nekrosis yang mengandung banyak leukosit PMN yang rusak, debris, dan sel serta
eksudat purulen. Gambaran radiografis abses apikalis akut, terlihat penebalan pada
ligamen periodontal dengan lesi pada jaringan periapikal.

Gambar 2.3. Gambaran radiografi dari abses periapikal akut


Sumber : Ingle J.I. Endodontics 5th ed. 2002.p.185. 21
B. Abses Apikalis Kronis
Abses apikalis kronis merupakan keadaan yang timbul akibat lesi yang
berjalan lama yang kemudian mengadakan drainase ke permukaan. Abses apikalis
kronis disebabkan oleh nekrosis pulpa yang meluas ke jaringan periapikal, dapat juga
disebabkan oleh abses akut yang sebelumnya terjadi. Abses adalah kumpulan pus yang
terbentuk dalam jaringan. Pus ini merupakan suatu kumpulan sel-sel jaringan lokal
yang mati, sel-sel darah putih, organisme penyebab infeksi atau benda asing dan racun
yang dihasilkan oleh orgnisme dan sel darah. Abses apikalis kronis merupakan reaksi
pertahanan yang bertujuan untuk mencegah infeksi menyebar kebagian tubuh lainnya.
Abses apikalis kronis berkembang dan membesar tanpa gejala yang subjektif,
hanya dapat dideteksi dengan pemeriksaan radiografis atau dengan adanya fistula
didaerah sekitar gigi yang terkena. Fistula merupakan ciri khas dari abses apikalis
kronis. Fistula merupakan saluran abnormal yang terbentuk akibat drainasi abses.
Abses apikalis kronis pada tes palpasi dan perkusi tidak memberikan respon non-
sensitif, sedangakan tes vitalitas tidak memberikan respon. Gambaran radiografis
abses apikalis kronis terlihat putusnya lamina dura hingga kerusakan jaringan
periradikuler dan interradikuler.

2. Abses subperiosteal

Gejala klinis abses subperiosteal ditandai dengan selulitis jaringan lunak mulut

dan daerah maksilofasial. Pembengkakan yang menyebar ke ekstra oral, warna kulit

sedikit merah pada daerah gigi yang terinfeksi. Penderita merasakan sakit yang hebat,

berdenyut dan dalam serta tidak terlokalisir. Pada rahang bawah bila berasal dari gigi

premolar atau molar pembengkakan dapat meluas dari pipi sampai pinggir mandibula,

tetapi masih dapat diraba. Gigi penyebab sensitif pada sentuhan atau tekanan.

a b
Gambar 2.3 : a. Ilustrasi gambar Abses subperiosteal dengan lokalisasi di
daearah lingual
b. Tampakan Klinis Abses Subperiosteal
Sumber : Oral Surgery, Fargiskos Fragiskos D, Germany, Springer

3. Abses submukosa

Abses ini disebut juga abses spasium vestibular, merupaan kelanjutan abses

subperiosteal yang kemudian pus berkumpul dan sampai dibawah mukosa setelah

periosteum tertembus. Rasa sakit mendadak berkurang, sedangkan pembengkakan

bertambah besar. Gejala lain yaitu masih terdapat pembengkakan ekstra oral kadang-
kadang disertai demam, lipatan mukobukal terangkat, pada palpasi lunak dan fluktuasi

positif. Bila abses berasal dari gigi insisivus atas maka sulkus nasolabial mendatar,

terangkatnya sayap hidung dan kadang-kadang pembengkakan pelupuk mata bawah.

Kelenjar limfe submandibula membesar dan sakit pada palpasi.

a b
Gambar 2.4 : a. Ilustrasi gambar Abses Submukosa dengan lokalisasi didaerah bukal.
b. Tampakan klinis Abses Submukosa
Sumber : Oral Surgery, Fargiskos Fragiskos D, Germany, Springer

4. Abses fosa kanina

Fosa kanina sering merupakan tempat infeksi yang bersal dari gigi rahang atas

pada regio ini terdapat jaringan ikat dan lemak, serta memudahkan terjadinya

akumulasi cairan jaringan. Gejala klinis ditandai dengan pembengkakan pada muka,

kehilangan sulkus nasolabialis dan edema kelopak mata bawah sehingga tampak

tertutup. Bibir atas bengkak, seluruh muka terasa sakit disertai kulit yang tegang

berwarna merah.

a b
Gambar 2.5 : a. Ilustrasi abses Fossa kanina
b. Tampakan klinis Abses Fossa kanina
Sumber : Oral Surgery, Fragiskos Fragiskos D, Germany, Springer

5. Abses spasium bukal

Spasium bukal berada diantara m. masseter ,m. pterigoidus interna dan m.

Businator. Berisi jaringan lemak yang meluas ke atas ke dalam diantara otot

pengunyah, menutupi fosa retrozogomatik dan spasium infratemporal. Abses dapat

berasal dari gigi molar kedua atau ketiga rahang atas masuk ke dalam spasium bukal.

Gejala klinis abses ini terbentuk di bawah mukosa bukal dan menonjol ke arah

rongga mulut. Pada perabaan tidak jelas ada proses supuratif, fluktuasi negatif dan gigi

penyebab kadang-kadang tidak jelas. Massa infeksi/pus dapat turun ke spasium

terdekat lainnya. Pada pemeriksaan ekstraoral tampak pembengkakan difus, tidak jelas

pada perabaan.

a b

Gambar 2.6 : a. Ilustrasi gambar memperlihatkan penyebaran abses


lateral ke muskulus buccinator
b. Tampakan Klinis
Sumber : Oral Surgery, Fragiskos Fragiskos D, Germany, Springer

6. Abses spasium infratemporal

Abses ini jarang terjadi, tetapi bila terjadi sangat berbahaya dan sering

menimbulkan komplikasi yang fatal. Spasium infratemporal terletak di bawah dataran

horisontal arkus-zigomatikus dan bagian lateral di batasi oleh ramus mandibula dan

bagian dalam oleh m.pterigoid interna. Bagian atas dibatasi oleh m.pterigoid
eksternus. Spasium ini dilalui a.maksilaris interna dan n.mandibula, milohioid, lingual,

businator, dan n.chorda timpani. Berisi pleksus venus pterigoid dan juga berdekatan

dengan pleksus faringeal.

a b
Gambar 2.7 : a. Ilustrasi gambar penyebaran abses ke rongga infratemporal
b. Tampakan klinis
Sumber : Oral Surgery, Fargisos Fragiskos D, Germany, Springer

7. Abses spasium submasseter

Spasium submasseter berjalan ke bawah dan ke depan diantara insersi otot

masseter bagian superfisialis dan bagian dalam. Spasium ini berupa suatu celah sempit

yang berjalan dari tepi depan ramus antara origo m.masseter bagian tengah dan

permukaan tulang. Keatas dan belakang antara origo m.masseter bagian tengah dan

bagian dalam. Disebelah belakang dipisahkan dari parotis oleh lapisan tipis lembar

fibromuskular. Infeksi pada spasium ini berasal dari gigi molar tiga rahang bawah,

berjalan melalui permukaan lateral ramus ke atas spasium ini.

Gejala klinis dapat berupa sakit berdenyut diregio ramus mandibula bagian

dalam, pembengkakan jaringan lunak muka disertai trismus yang berjalan cepat,

toksik dan delirium. Bagian posterior ramus mempunyai daerah tegangan besar dan

sakit pada penekanan.


a b
Gambar 2.8 : a. Ilustrasi gambar menunjukkan penyebaran abses ke daerah submasseter
b. Tampakan klinis
Sumber : Oral Surgery, Fragiskos Fragiskos D, Germany, Springer

8. Abses spasium submandibula

Spasium ini terletak dibagian bawah m.mylohioid yang memisahkannya dari

spasium sublingual. Lokasi ini di bawah dan medial bagian belakang mandibula.

Dibatasi oleh m.hipoglosus dan m.digastrikus dan bagian posterior oleh m.pterigoid

eksternus. Berisi kelenjar ludah submandibula yang meluas ke dalam spasium

sublingual. Juga berisi kelenjar limfe submaksila. Pada bagian luar ditutup oleh fasia

superfisial yang tipis dan ditembus oleh arteri submaksilaris eksterna.

Infeksi pada spasium ini dapat berasal dari abses dentoalveolar, abses

periodontal dan perikoronitis yang berasal dari gigi premolar atau molar mandibula.

a b
Gambar 2.9 : a. Ilustrasi gambar penyebaran dari abses ke
daerah submandibular di bawah muskulus mylohyoid
b. Tampakan klinis
Sumber : Oral Surgery, Fragiskos Fragiskos D, Germany, Springer
9. Abses sublingual

Spasium sublingual dari garis median oleh fasia yang tebal , teletak diatas

m.milohioid dan bagian medial dibatasi oleh m.genioglosus dan lateral oleh

permukaan lingual mandibula.

Gejala klinis ditandai dengan pembengkakan dasar mulut dan lidah terangkat,

bergeser ke sisi yang normal. Kelenjar sublingual akan tampak menonjol karena

terdesak oleh akumulasi pus di bawahnya. Penderita akan mengalami kesulitan

menelan dan terasa sakit.

a b
Gambar 2.10 : a. Perkembangan abses di daerah sublingual
b. Pembengkakan mukosa pada dasar mulut dan elevasi
lidah ke arah berlawanan
Sumber : Oral surgery, Fragiskos Fragiskos D, Germany, Springer

10. Abses spasium submental

Spasium ini terletak diantara m.milohioid dan m.plastima. di depannya

melintang m.digastrikus, berisi elenjar limfe submental. Perjalanan abses ke belakang

dapat meluas ke spasium mandibula dan sebaliknya infesi dapat berasal dari spasium

submandibula. Gigi penyebab biasanya gigi anterior atau premolar.

Gejala klinis ditandai dengan selulitis pada regio submental. Tahap akhir akan

terjadi supuratif dan pada perabaan fluktuatif positif. Pada pemeriksaan intra oral tidak

tampak adanya pembengkakan. Kadang-kadang gusi disekitar gigi penyebab lebih

merah dari jaringan sekitarnya. Pada tahap lanjut infeksi dapat menyebar juga ke arah

spasium yang terdekat terutama kearah belakang.


a b
Gambar 2.11 : a. Ilustrasi penyebaran abses ke daerah submental
b. Tampakan klinis
Sumber : Oral Surgery, Fragiskos Fragiskos D, Germany, Springer

11. Abses spasium parafaringeal

Spasium parafaringeal berbentuk konus dengan dasar kepala dan apeks

bergabung dengan selubung karotid. Bagian luar dibatasi oleh muskulus pterigoid

interna dan sebelah dalam oleh muskulus kostriktor, sebelah belakang oleh glandula

parotis, muskulus prevertebalis dan prosesus stiloideus serta struktur yang berasal dari

prosesus ini. Kebelakang dari spasium ini merupakan lokasi arteri karotis, vena

jugularis dan nervus vagus, serta sturktur saraf spinal, glosofaringeal, simpatik,

hipoglosal dan kenjar limfe.

Infeksi pada spasium ini mudah menyebar keatas melalui berbagai foramina

menuju bagian otak. Kejadian tersebut dapat menimbulkan abses otak, meningitis atau

trombosis sinus. Bila infeksi berjalan ke bawah dapat melalui selubung karotis sampai

mediastinuim.

2.5.3 PERIODONTITIS APIKALIS

Periodontitis apikal dapat didefinisikan sebagai peradangan semua struktur


pendukung gigi di daerah sekitar apeks gigi. Inflamasi periapikal biasanya disebabkan
oleh infeksi gigi yang khas menyebabkan sakit gigi dalam soketnya. Hal ini sering
disertai dengan kerusakan tulang dan kadang-kadang, apeks akar gigi. Namun jaringan
periapikal memiliki kemampuan untuk menyembuhkan jika penyebab peradangan
dihilangkan. Periodontitis periapikal dapat dibagi menjadi periodontitis apikal akut
dan kronis.
Etiologi

i. Infeksi
Penyebab paling umum dari penyakit ini adalah infeksi bakteri yang
menyebabkan kerusakan gigi, yang mengarah ke peradangan pulpa (yang
merupakan daerah dalam tender gigi). Peradangan ini disebut pulpitis. Jika pulpitis
ini tidak diobati, racun bakteri bisa merangkak ke dalam saluran akar,
menyebabkan periodontitis.
ii. Trauma
Setiap pukulan langsung ke gigi kadang-kadang dapat menyebabkan pulpa gigi
mati dan mungkin menjadi terinfeksi oleh bakteri dari margin gusi, yang
menyebabkan periodontitis apikal. Sebuah gigitan tiba-tiba pada benda keras,
tekanan yang tidak semestinya selama perawatan ortodontik dapat menyebabkan
periodontitis akut meskipun biasanya berumur pendek.
iii. Perawatan saluran akar
Instrumentasi mekanis melalui akar gigi selama pengobatan atau dari bahan
kimia pengisi saluran akar juga dapat menyebabkan peradangan pada daerah
periapikal.

Macam Periodontitis Apikalis

A. Periodontitis Apikalis Akut

Periodontitis apikalis akut adalah suatu keradangan akut dari jaringan


periodontal dan tulang di daerah apikal gigi. Gejala subjektif dari periodontitis apikalis
akut berupa sakit yang sangat, terutama bila gigi yang bersangkutan ini digunakan
untuk menggigit, selain itu gigi yang bersangkutan terasa lebih menonjol. Pada
pemeriksaan klinis, gigi yang mengalami periodontitis apikalis akut sudah non-vital,
pada pemeriksaan perkusi dan juga drug terasa sakit sekali. Sakit ini disebabakan oleh
adanya keradangan yang terdapat di jaringan periapikal.

B. Periodontitis Apikalis Kronis

Periodontitis apikalis kronis adalah suatu keradangan kronis pada jaringan


periapikal gigi yang biasanya merupakan kelanjutan dari periodontitis apikalis akut.
Namun periodontitis apikalis kronis ini biasanya merupakan kelainan yang terjadi
sejak awal tanpa menunjukkan gejala akut terlebih dahulu. Hal ini dapat diakibatkan
oleh karena infeksi periapikal yang sifatnya ringan, atau juga karena resistensi jaringan
cukup baik, atau gabungan keduanya.
Rasa sakit yang timbul biasanya berupa keluhan rasa tidak nyaman atau
kadang-kadang tidak ada keluhan sama sekali. Pada pemeriksaan klinis didapatkan
berupa gigi yang telah non-vital, pada pemeriksaan perkusi didapatkan keluhan rasa
sakit berupa nyeri ringan atau sama sekali tidak ada respon sakit.

Patofisiologi

Patogenesis penyakit jaringan pulpa dan periapikal gigi yang merupakan


kelanjutandari proses karies gigi dapat dijelaskan secara lebih rinci seperti berikut ini.
Jika gigi dengan karies superfisialis tidak dirawat, maka kerusakan akan terus
berlanjut dari enamel ke dentin. Biasanya seseorang baru menyadari adanya kerusakan
pada giginya apabila sudah timbul rasa nyeri. Nyeri akan timbul apabila
rangsangan/jejas mengenai ujung sel odontoblast di batas dentin dengan
e n a m e l ya n g m e r u p a k a n g a r i s d e p a n p e r t a h a n a n j a r i n g a n p u l p a .
A p a b i l a r a n g s a n g a n s u d a h mencapai pulpa, nyeri dentin dapat berlanjut
menjadi nyeri pulpa. Kemudian terjadi reaksi pada sistem aliran darah mikro dan
sistem seluler jaringan pulpa. Proses ini menyebabkan udema pada pulpa karena
terganggunya keseimbangan antara aliran darah yang masuk dengan yang keluar.
Udema pada pulpa yang terletak didalam rongga pulpa yang sempit mengakibatkan
sistem persarafan pulpa terjepit, sehingga menimbulkan rasa nyeri hebat yang sering
hampir tak tertahankan. Persarafan pulpa gigi adalah serat saraf cabang
sensorik ganglion Trigeminal dan cabang otonomik ganglion servika superior.
Fungsi saraf sensorik ( saraf afferent / sensory neuron, diantaranya A-delta dan C-
fibers) adalah untuk mendeteksi rangsangan dan melanjutkannya ke sistem saraf pusat,
sedangkan fungsi sistem otonomik ialah untuk menjaga keseimbangan jaringan pulpa
dan menjaga sistemhomeostatis. Sistem pada organ pulpa gigi inilah yang
mengatur proses pemulihan / reaksi jaringan pulpa terhadap cedera.

Bila jaringan pulpa dapat menahan jejas yang masuk, menimbulkan


kerusakan jaringan yang sedikit dan mampu untuk pulih kembali maka keradangan
pulpa ini diklasifikasikan sebagai pulpitis reversibel. Pada proses berikutnya jika
kerusakan jaringan pulpa tambah meluas sehingga pemulihannya tidak dapat tercapai,
keradangan ini disebut pulpitis ireversibel. Jaringan pulpa yang telah meradang
tersebut mudah mengalami kerusakan secara menyeluruh dan mengakibatkan pulpa
menjadi nekrosis atau mati. Pulpa yang nekrosis untuk sementara mungkin tidak
menimbulkan nyeri, namun menjadi tempat k u m a n b e r k e m b a n g b i a k ya n g
a k h i r n ya m e n j a d i s u m b e r i n f e k s i . P r o d u k i n f e k s i n ya m u d a h
m e n y e b a r k e j a r i n g a n s e k i t a r n ya . B i l a menyebar ke jaringan periapikal
dapat terjadi periodontitis periapikal. Penyebaran kuman dapat pula menjangkau jauh
ke organ tubuh lainnya seperti jantung, ginjal, otak, dan lain sebagainya. Dalam
keadaan demikian gigi tersebut kemudian menjadi focal infection. Adanya
kemungkinan hubungan antara sepsis dalam mulut dengan endocarditis telah
banyak dilaporkan. H a l i n i l a h y a n g k e m u d i a n m e n j a d i s a l a h s a t u d a s a r
a l a s a n u n t u k b e k e r j a s e c a r a asepsis dalam setiap tindakan perawatan
endodontic.

Jika keradangan jaringan periapikal dibiarkan tanpa perawatan,


produk iritasi pulpa yang mati dapat menjadi rangsangan yang terus
menerus di jaringan periapikal. Dalam keadaan normal jaringan periapikal
gigi tersebut akan berusaha menghambat laju jejas dengan
cara mengadakan proliferasi jaringan granulasi sehingga terbentuk suatu
granuloma periapikal. Jika proses iritasi berlangsung terus maka epitel Malassez
yang terperangkap didalam granuloma mengadakan proliferasi. Proliferasi
epitel ini diduga disebabkan oleh karena a d a n y a p e n u r u n a n t e k a n a n
oksigen dan adanya kemampuan epitel untuk mengadakan
anaerobic glycolysis. Pertumbuhan kista yang terus berlangsung disebabkan
oleh karena meningkatnya tekanan osmotik dalam lumen, sehingga sel di
pusat dan pada dinding mengalami degenerasi akibat dari ischemia.

Epitel memperbanyak diri dengan cara pembelahan sel di daerah


y a n g berdekatan dengan lapisan basal, sel-sel pada bagian sentral menjadi terpisah
makin lama makin jauh dari sumber nutrisi, kapiler dan cairan jaringan dari jaringan
ikat. Oleh karena kegagalan memperoleh nutrisi bagian tersebut akan mengalami
degenerasi sehingga menjadi nekrotik atau liquefy. S e l
p a d a b a g i a n s e n t r a l p r o l i f e r a s i e p i t e l Malassez i n i a k a n m e n g a l a m i
k e m a t i a n , membentuk suatu epithelial loop sehingga terbentuk suatu kista
radikuler yang kecil. Eksudat m e n g a l i r d a r i p e m b u l u h d a r a h k a p i l e r
m e l a l u i r u a n g i n t r a e p i t e l p a d a d i n d i n g e p i t e l k i s t a radikuler menuju
ke rongga kista. Eksudat mengalir ke rongga kista secara pasif akibat adanya
kenaikan tekanan osmotik yang timbul oleh karena adanya pelepasan sel-
sel epitel, lekosit dan makrofag ke rongga kista. Dengan adanya akumulasi cairan
di dalam rongga kista serta resorpsi tulang rahang di sekitarnya, kista radikuler
menjadi bertambah besar.
Diagnosis
Diagnosis periodontitis ditegakkan berdasarkan anamnesa, gambaran klinik
dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesa didapatkan gejala berupa gusi mudah
berdarah, gigi goyang. Dari pemeriksaan penunjang untuk memastikan bakteri
penyebab dapat dilakukan kultur, dan untuk pemeriksaan radiologis, gambaran
radiologik pada gigi yang mengalami kelainan periondontium biasa memperlihatkan
kehilangan tulang yang menyeluruh baik vertikal maupun horizontal sepanjang
permukaan pada ketinggian yang berberda-beda atau tampak gambaran destruksi
processus alveolaris berbentuk V (cup like resorption).

Penatalaksanaan

1. Skaling dan root planing


Skaling subginggiva adalah metode paling konservatif dari reduksi poket dan bila
poket dangkal, merupakan satu-satunya perawaan yang perlu dilakukan. Meskipun
demikian, bila kedalaman poket 4 mm atau lebih, diperlukan perawatan tambahan.
Yang paling sering adalah root planing dengan atau tanpa kuretase subgingiva.

Skaling adalah suatu tindakan pembersihan plak gigi,kalkulus dan deposit-deposit lain
dari permukaan gigi. Penghalusan akar dilakukan untuk mencegah akumulasi kembali
dari deposit-deposit tersebut. Tertinggalnya kalkulus supragingival maupun kalkulus
subgingival serta ketidak sempurnaan penghalusan permukaan gigi dan akar gigi
mengakibatkan mudah terjadi rekurensi pengendapan kalkulus pada permukaan gigi.

2. Antibiotik
Antibiotik biasanya diberikan untuk menghentikan infeksi pada gusi dan jaringan di
bawahnya. Perbaikan kebersihan mulut oleh pasien sendiri juga sangat penting.
Obat pilihan adalah tetrasiklin, tetapi akhir-akhir ini obat yang mengandung
metronidazol dibuktikan sangat efektif terhadap bakteri patogen periodontal.
Pengalaman klinik menunjukkan bahwa metronidazol dikombinasikan dengan
amoksisilin sangat efektif untuk perawatan periodontitis lanjut dan hasilnya
memuaskan.

3. Obat kumur antiseptik


Terutama yang sering digunakan pada saat sekarang adalah chlorhexidin atau
heksitidin yang telah terbukti efektif dalam meredakan proses peradangan pada
jaringan periodontal dan dapat mematikan bakteri patogen periodontal serta dapat
meghambat terbentuknya plak.

4. Bedah periodontal
Pada kasus-kasus yang lebih parah, tentunya perawatan yang diberikan akan jauh lebih
kompleks. Bila dengan kuretase tidak berhasil dan kedalaman poket tidak berkurang,
maka perlu dilakukan tindakan operasi kecil yang disebut gingivectomy. Tindakan
operasi ini dapat dilakukan di bawah bius lokal.

Pada beberapa kasus tertentu yang sudah tidak bisa diatasi dengan perawatan di atas,
dapat dilakukan operasi dengan teknik flap, yaitu prosedur yang meliputi pembukaan
jaringan gusi, kemudian menghilangkan kotoran dan jaringan yang meradang di
bawahnya.

5. Ektraksi gigi
Bila kegoyangan gigi parah atau didapatakan gangren pulpa, maka dilakukan ektraksi
gigi.

Pencegahan
Sikat gigi dua kali sehari, pada pagi hari setelah sarapan dan malam hari
sebelum tidur
Lakukan flossing sekali dalam sehari untuk mengangkat plak dan sisa makanan
yang tersangkut di antara celah gigi-geligi.
Pemakaian obat kumur anti bakteri untuk mengurangi pertumbuhan bakteri
dalam mulut, misalnya obat kumur yang mengandung chlorhexidine. Lakukan
konsultasi terlebih dahulu dengan dokter gigi Anda dalam penggunaan obat
kumur tersebut.
Berhenti merokok
Lakukan kunjungan secara teratur ke dokter gigi setiap 6 bulan sekali untuk
kontrol rutin dan pembersihan.

Kesimpulan
Infeksi odontogen adalah infeksi yang berasal dari gigi. Penyebabnya adalah
bakteri yang merupakan flora normal dalam mulut, yaitu bakteri dalam plak, dalam
sulkus gingiva, dan mukosa mulut.. Bakteri-bakteri tersebut dapat menyebabkan karies,
gingivitis, dan periodontitis. Jika mencapai jaringan yang lebih yang lebih dalam
melalui nekrosis pulpa dan poket periodontal dalam, maka akan terjadi infeksi
odontogen.

Manifestasi klinis yang terdapat pada infeksi odontogen adalah keluhan sulit untuk
membuka mulut (trismus), sakit dalam menelan (disfagia), nafas yang pendek karena
kesulitan dalam bernafas. Infeksi yang fatal bisa menyebabkan gangguan pernafasan,
disfagia, edema palpebra, gangguan penglihatan, oftalmoplegia, suara serak, lemah lesu
dan gangguan susunan saraf pusat (penurunan kesadaran, iritasi meningeal, sakit kepala
hebat, muntah).

Tatalaksana pada infeksi odontogenik dilakukan berdasarkan anamnesa,


pemeriksaan klinis dan pemeriksaan penunjang. Yang harus diperhatikan saat
pemeriksaan klinis adalah kesadaran, jalan nafas, dan tanda vital pasien. Algoritma
penatalaksanaan infeksi odontogenik:

menilai derajat keparahan penyakit dan kondisi sistemik intervensi medis atau
pembedahan darurat bila diperlukan
evaluasi pasien rawat jalan atau rawat inap

antibiotik empiris, bila terdapat pus/discharge swab kultur dan tes sensitivitas
beri antibiotik yang sesuai

tindakan pembedahan dengan terapi medis sebelumnya

rehabilitasi evaluasi pasien

Prognosis
Prognosis lesi-lesi ini bergantung pada perawatan periodontik, perawatan saluran
tidak merupakan indikasi, terutama jika pulpanya masih vital. Bila penanganan dilakukan
segera, kehilangan gigi dapat dicegah, bila tidak ditangani dengan baik dapat terbentuk pus
dan bisa meluas menjadi pyorrhea alveolaris atau dapat menimbulkan kegoyangan gigi
yang parah sehingga harus dilakukan ekstraksi gigi.
DAFTAR PUSTAKA

Ariji Y, Gotoh M, Kimura Y, Naitoh M, Kurita K,Natsume N, Ariji E. 2002. Odontogenic


Infection Pathway to The Submandibular Space: Imaging Assessment.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/entrez/query.fcgi
Malik N. A., 2011. Textbook of Oral and Maxillofacial Surgery. 3rd edition. India. Jaypee.
Pp/714-716
Peterson L. J, Edward Ellis III, James R. Hupp, Myron R. Tucker. 2003. Contemporaray
Oral ad Maxillofacial Surgery. 4th edition. Missouri. Mosby. Pp/ 186-188
Topazian R.G., Morton H. Goldberg, James R. Hupp. 2002. Oral and Maxillofacial
Infections. 4th edition. Philadelphia. W.B. Saunders Company. Pp/ 171-173, 142-144
Mustaqimah DN. Masalah nyeri pada kasus penyakit periodontal dan cara mengatasinya.
Jurnal Kedokteran gigi FKG UI 2009;7:315-9.
Ingel J.I, Bakland LK. Endodontisc 5th ed. London: BC. Decker; 2002. p. 178-86.
A. W. Green, E. A. Flower dan N. E. New.. 2001. Mortality Associated with Odontogenic
Infection!. British Dental journal.
http://www.nature.com/bdj/journal/vigo/n10/full/48010244.html

Referat
Infeksi Odontogenik

Pembimbing :
dr. Bambang Agus Soesanto, Sp. THT-KL

Disusun oleh :
Nadya Hambali 406151061
Berlian Purnamasari Setiono 406152036
Ardy Fiansyah 406152024
Rizky Fatimah - 406161003

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THT


Rumah Sakit Daerah Kota Semarang
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

Anda mungkin juga menyukai