PENDAHULUAN
Rongga mulut merupakan tempat hidup bakteri aerob dan anaerob yang berjumlah
lebih dari 400 ribu spesies bakteri. Ratio antara bakteri aerob dengan anaerob berbanding 10:1
sampai 100:1. Organisme-organisme ini merupakan flora normal dalam mulut yang terdapat
dalam plak gigi, cairan sulkus ginggiva, mucus membrane, dorsum lidah, saliva dan mukosa
mulut. Infeksi odontogen dapat menyebar secara perkontinuitatum, hematogen dan limfogen,
yang disebabkan antara lain oleh periodontitis apikalis yang berasal dari gigi nekrosis, dan
periodontitis marginalis. Infeksi gigi dapat terjadi melalui berbagai jalan: (1) lewat
penghantaran yang pathogen yang berasal dari luar mulut; (2) melalui suatu keseimbangan
flora yang endogenus; (3) melalui masuknya bakteri ke dalam pulpa gigi yang vital dan steril
secara normal.
Pada umumnya infeksi gigi dapat dirawat dengan pemberian antibiotik, anti jamur dan
anti viral. Pengobatan sistemik dapat membunuh bakteri yang patogen yang berlokasi pada
tempat yang tidak dapat dicapai oleh instrumen gigi atau antiseptik yang diberikan secara
topikal.
Keberhasilan klinis pada saat ini merupakan gambaran untuk mengetahui etiologi dari
infeksi gigi (odontogen), seleksi yang tepat dari pemberian variasi antimikrobial dalam
mencegah dan marawat infeksi gigi, dan pengaturan akibat yang terjadi ketika dihubungkan
dengan prosedur pengobatan gigi. Rekomendasi didasarkan pada literatur yang mutakhir dan
kerentanan mikroorganisme terhadap infeksi dalam rongga mulut.
2.1 Definisi
Infeksi odontogen adalah infeksi yang berasal dari gigi. Penyebabnya adalah bakteri
yang merupakan flora normal dalam mulut, yaitu bakteri dalam plak, dalam sulkus gingiva,
dan mukosa mulut. Yang ditemukan terutama bakteri kokus aerob gram positif, kokus anaerob
gram positif dan batang anaerob gram negatif. Bakteri-bakteri tersebut dapat menyebabkan
karies, gingivitis, dan periodontitis. Jika mencapai jaringan yang lebih yang lebih dalam
melalui nekrosis pulpa dan poket periodontal dalam, maka akan terjadi infeksi odontogen.
Yang penting adalah infeksi ini disebabkan oleh bermacam-macam bakteri, baik aerob
maupun anaerob.
Infeksi odontogen dapat menyebar secara perkontinuitatum, hematogen dan limfogen,
yang disebabkan antara lain oleh periodontitis apikalis yang berasal dari gigi gangren, dan
periodontitis marginalis dari gingivitis meluas yang tidak terawat.
2.2 Etiologi
Penyebabnya adalah bakteri yang merupakan flora normal dalam mulut, yaitu bakteri
dalam plak, dalam sulkus gingiva, dan mukosa mulut. Flora normal dalam rongga mulut
terdiri dari Streptococus viridans, Streptococcus mutans, Staphylococcus
sp, Lactobacillus sp, dan Candida albicans. Di dalam rongga mulut, bakteri-bakteri tersebut
menguraikan sisa-sisa makanan dan menghasilkan senyawa yang bersifat asam. Senyawa
asam tersebut menempel pada email gigi dan menyebabkan akan mengikis email sehingga
menghasilkan permukaan email yang buram dan kasar. Selanjutnya permukaan email yang
kasar akan menjadi tempat berkembangnya bakteri yang bersifat kariogenik (penyebab
karies), yaitu Streptococcus mutans. Bakteri ini memiliki makanan utama, yakni sisa
makanan yang terutama mengandung gula sukrosa sebagai tempatnya tumbuh dan
berkembang biak sehingga menyebabkan gigi menjadi
berlubang. Bakteri flora normal mulut bisa masuk aliran darah melalui gigi yang
berlubang atau karies gigi dan gusi yang berdarah sehingga terjadi bakterimia (adanya bakteri
di dalam darah).
Infeksi odontogen biasanya disebabkan oleh bakteri endogen. Lebih dari setengah
kasus infeksi odontogen yang ditemukan (sekitar 60 %) disebabkan oleh bakteri anaerob.
Organisme penyebab infeksi odontogen yang sering ditemukan pada pemeriksaan kultur
adalah alpha-hemolytic Streptococcus, Peptostreptococcus, Peptococcus, Eubacterium,
Bacteroides (Prevotella) melaninogenicus, and Fusobacterium. Bakteri aerob sendiri jarang
menyebabkan infeksi odontogen (hanya sekitar 5 %). Bila infeksi odontogen disebabkan
bakteri aerob, biasanya organisme penyebabnya adalah spesies Streptococcus. Infeksi
odontogen banyak juga yang disebabkan oleh infeksi campuran bakteri aerob dan anaerob
yaitu sekitar 35 %. Pada infeksi campuran ini biasanya ditemukan 5-10 organisme pada
pemeriksaan kultur.
Infeksi gigi merupakan suatu hal yang sangat mengganggu manusia, infeksi biasanya
dimulai dari permukaan gigi yaitu adanya plak gigi. Plak disebabkan oleh hasil fermentasi
metabolisme bakteri Streptococcus mutans yang menghidrolisis sukrosa menjadi komponen
monosakarida, fruktosa, dan glukosa. Enzim glukosiltransferase selanjutnya merakit glukosa
menjadi dekstran. Residu fruktosa adalah gula utama yang difermentasi menjadi asam laktat.
Akumulasi bakteri dan dekstran menempel pada permukaan gigi dan membentuk plak gigi.
Plak gigi yang berlangsung lama akan berkembang menjadi karies gigi, karies gigi
yang sudah mendekati ruang pulpa, kemudian akan berlanjut menjadi pulpitis dan akhirnya
akan terjadi kematian pulpa gigi (nekrosis pulpa). Infeksi gigi dapat terjadi secara lokal atau
meluas secara cepat. Adanya gigi yang nekrosis menyebabkan bakteri bisa menembus masuk
ruang pulpa sampai apeks gigi. Foramen apikalis dentis pada pulpa tidak dapat mendrainase
pulpa yang terinfeksi. Selanjutnya proses infeksi tersebut menyebar progresif ke ruangan atau
jaringan lain yang dekat dengan struktur gigi yang nekrosis tersebut.
Penjalaran infeksi odontogen akibat dari gigi yang nekrosis dapat menyebabkan abses,
abses ini dibagi dua yaitu penjalaran tidak berat (yang memberikan prognosis baik) dan
penjalaran berat (yang memberikan prognosis tidak baik, di sini terjadi penjalaran hebat yang
apabila tidak cepat ditolong akan menyebabkan kematian). Adapun yang termasuk penjalaran
tidak berat adalah serous periostitis, abses subperiosteal, abses submukosa, abses subgingiva,
dan abses subpalatal, sedangkan yang termasuk penjalaran yang berat antara lain abses
perimandibular, osteomielitis, dan phlegmon dasar mulut. Gigi yang nekrosis juga merupakan
fokal infeksi penyakit ke organ lain, misalnya ke otak menjadi meningitis, ke kulit menjadi
dermatitis, ke mata menjadi konjungtivitis dan uveitis, ke sinus maxilla menjadi sinusitis
maxillaris, ke jantung menjadi endokarditis dan perikarditis, ke ginjal menjadi nefritis, ke
persendian menjadi arthritis.
Infeksi odontogenik merupakan suatu proses infeksi yang primer atau sekunder yang
terjadi pada jaringan periodontal, perikoronal, karena traumatik atau infeksi pasca bedah. Ciri
khas dari infeksi odontogenik adalah berasal dari karies gigi yang merupakan suatu proses
dekalsifikasi email. Suatu perbandingan demineralisasi dan remineralisasi struktur gigi terjadi
pada perkembangan lesi karies. Demineralisasi yang paling baik pada gigi terjadi pada saat
aktivasi bakteri yang tinggi dan dengan pH yang rendah. Remineralisasi yang paling baik
terjadi pada pH lebih tinggi dari 5,5 dan pada saliva terdapat konsentrasi kalsium dan fosfat
yang tinggi. Sekali email larut, infeksi karies dapat langsung melewati bagian dentin yang
mikroporus dan langsung masuk ke dalam pulpa.
Di dalam pulpa, infeksi dapat berkembang melalui suatu saluran langsung menuju
apeks gigi dan dapat menggali menuju ruang medulla pada maksila atau mandibula. Infeksi
tersebut kemudian dapat melobangi plat kortikal dan merusak jaringan superfisial dari rongga
mulut atau membuat saluran yang sangat dalam pada daerah fasial. Serotipe dari
streptococcus mutans (cricetus, rattus, ferus, sobrinus) merupakan bakteri yang utama
dapat menyebabkan penyakit dalam rongga mulut. Tetapi meskipun lactobacilli bukan
penyebab utama penyakit, mereka merupakan suatu agen yang progresif pada karies gigi,
karena mereka mempunyai kapasitas produksi asam yang baik.
Penderita biasanya datang dengan keluhan sulit untuk membuka mulut (trismus), tidak
bisa makan karena sulit menelan (disfagia), nafas yang pendek karena kesulitan bernafas.
Penting untuk ditanyakan riwayat sakit gigi sebelumnya, onset dari sakit gigi tersebut apakah
mendadak atau timbul lambat, durasi dari sakit gigi tersebut apakah hilang timbul atau terus-
menerus, disertai dengan demam atau tidak, apakah sudah mendapat pengobatan antibiotik
sebelumnya.
Infeksi yang fatal bisa menyebabkan gangguan pernafasan, disfagia, edema palpebra,
gangguan penglihatan, oftalmoplegia, suara serak, lemah lesu dan gangguan susunan saraf
pusat (penurunan kesadaran, iritasi meningeal, sakit kepala hebat, muntah).
Pemeriksaan fisik dimulai dari ekstra oral, lalu berlanjut ke intra oral. Dilakukan
pemeriksaan integral (inspeksi, palpasi dan perkusi) kulit wajah, kepala, leher, apakah ada
pembengkakan, fluktuasi, eritema, pembentukan fistula, dan krepitasi subkutaneus. Dilihat
adakah limfadenopati leher, keterlibatan ruang fascia, trismus dan derajat dari trismus.
Kemudian diperiksa gigi, adakah gigi yang karies, kedalaman karies, vitalitas gigi, lokalisasi
pembengkakan, fistula dan mobilitas gigi.
2.5.1 Pericoronitis
i) Definisi
Perikoronitis dapat memberi efek terhadap molar ketiga kerana kasus impaksi banyak
terjadi pada molar ketiga dan terletak pada pinggir anterior mandibular. Oleh karena itu, kasus
impaksi molar ketiga banyak terjadi pada usia dewasa muda.
Perikoronitis akut mulanya terjadi sebagai kesakitan yang terjadi secara lokal dan
pembekakan gingiva. Kesakitan in dapat dirasakan pada bagian muka, telinga atau sudut pada
mandibular. Apabila dilakukan diagnosa secara visual dan palpasi, terdapat pembekakan,
inflamasi, dan bagian lunak pada jaringan lunak yang terletak disekeliling koronal termasuk
oklusal.
Inspeksi menunjukkan terdapat akumulasi plak dan debris pada porsi yang terendah
pada gigi yang terinfeksi dan juga gigi tetangga karena jaringan lunak yang mengalami infeksi
tersebut menghalang sikat gigi untuk mencapai daerah tersebut. Pus dapat terlihat dibawah
margin jaringan perikoronal atau dapat dikeluarkan apabila dilakukan palpasi.
Massa retromolar terdiri dari campuran jaringan kolagenik yang cukup padat dan
pembengkakan jaringan granulasi, dengan moderat untuk sejumlah besar sel inflamasi kronis
campuran di seluruh daerah terinfeksi. Mukosa superior dapat ulserasi dengan tempat ulkus
debris nekrotik fibrinoid. Epitel berdekatan dengan gigi yang terinfeksi biasanya menyajikan
dengan kombinasi proses hiperplasia, degenerasi dan nekrosis, dan mungkin dengan neutrofil.
Koloni bakteri, plak gigi dan sisa-sisa makanan nekrotik mungkin melekat pada epitel. Secara
patologis harus membedakan lesi ini dari granuloma piogenik dan gingivitis rutin, dan ini
sering membutuhkan korelasi dengan gambaran klinis.
iii) Etilogi
Disamping itu, etiologi perikoronitis adalah trauma dari gigi tetangga dalam terjadinya
ekserbasi dan pembekakan jaringan. Faktor lainnya adalah stress emosi, rokok, chronic
fatigue, dan infeksi pada saluran respiratori di bagian atas.
iv) Klasifikasi
Perikoronitis diklasifikasikan menjadi kronis dan akut. Perikoronitis kronis dapat hadir
tanpa atau hanya gejala ringan dan remisi panjang antara setiap peninggian fase untuk
perikoronitis akut. Perikoronitis akut dikaitkan dengan berbagai gejala termasuk sakit parah,
pembengkakan dan demam. Kadang-kadang ada abses perikoronal terkait (akumulasi nanah) .
Infeksi ini dapat menyebar ke bagian lain dari wajah atau leher, dan kadang-kadang dapat
menyebabkan gangguan jalan nafas (misal Ludwig angina) yang membutuhkan perawatan
rumah sakit darurat.
v) Patogenesis
Umumnya, bakteri tidak dijumpai dalam jaringan. Namun, apabila terdapat port de
entre, bakteri tersebut dapat menginvasi jaringan. Pertahanan pertama yaitu PMN akan
terjadi pada daerah terinfeksi termasuk thrombosis yang memenuhi jaringan vaskuler dalam
mempertahankan homeostasis. Jumlah leukosit dan mikroorganisme meningkat seterusnya
menyebabkan terjadinya pus. Bakteri yang sering ditemukan adalah Stretococcus Viridians
pada tempat terjadinya abses. Penelitian dilakukan, eksudat perikoronitis terdapat 90.2%
oraganisme obligate anaerobes.
Infeksi pada daerah mastikator sering terjadi akibat infeksi dari gigi molar
terutamanya infeksi dari molar ketiga. perikoronitis dari daerah molar ketiga atau abses yang
terjadi akibat dari abses sering ditemukan dalam kasus ini dimana mikroorganisma yang
berasal dari molar ketiga dan menyebar ke 'masticator spaces'.
Infeksi yang terjadi pada 'masticator spaces' menyebabkan otot mastikator juga
terlibat dan seterusnya terjadi peradangan dan pembekakan di sekitar sudut mandibular
apabila dilakukan pemeriksaan secara visual. Pasien yang mengalami ini akan kesulitan dalam
membuka mulut atau sewaktu mengunyah.
vii) Penatalaksanaan
Namun, operasi kadang-kadang tertunda di daerah infeksi akut, dan diberikan anti
nyeri dan antibiotik , karena alasan :
Mengurangi risiko yang menyebabkan situs bedah yang terinfeksi dengan tertunda
penyembuhan (misalnya osteomyelitis atau cellulitis).
Menghindari pengurangan efisiensi anestesi lokal yang disebabkan oleh lingkungan
asam jaringan yang terinfeksi.
Menyelesaikan pembukaan mulut yang terbatas, membuat bedah mulut lebih mudah.
Prognosa pasien lebih baik dengan perawatan gigi ketika bebas dari rasa sakit .
Memungkinkan untuk perencanaan yang memadai dengan waktu prosedur yang
dialokasikan dengan benar.
Langkah teknik debridement: pertama, area di bawah operkulum yang lembut diirigasi
untuk menghilangkan kotoran dan eksudat inflamasi. Seringkali garam hangat digunakan
tetapi solusi lain dapat digunakan yang mengandung hidrogen peroksida, chlorhexidine atau
antiseptik lainnya. Irigasi dapat dibantu dalam hubungannya dengan debridement
(menghilangkan plak, kalkulus dan sisa-sisa makanan) dengan instrumen periodontal. Irigasi
mungkin cukup untuk meringankan setiap abses perikoronal terkait, jika sayatan kecil dapat
dibuat untuk memungkinkan drainase. Memendekkan gigi lawan yang menggigit ke dalam
operkulum yang terkena untuk menghilangkan sumber trauma.
Setelah pengobatan, jika ada tanda-tanda sistemik dan gejala, seperti wajah atau leher
bengkak, limfadenitis serviks, demam atau malaise, antibiotik oral harus diberikan. Antibiotik
umum digunakan adalah dari kelompok penisilin, klindamisin dan metronidazol.
Jika ada disfagia atau sesak (kesulitan menelan atau bernapas), maka ini biasanya berarti
ada infeksi parah dan harus dihantar ke rumah sakit yang tepat sehingga obat dapat diberikan
secara intravena.
2.5.2 Abses
1. Abses periapikal
periapikal gigi yang sudah mengalami kematian dan terjadi keadaan eksaserbasi akut.
Mungkin terjadi segera setelah kerusakan jaringan pulpa atau setelah periode laten
yang tiba-tiba menjadi infeksi akut dengan gejala inflamasi, pembengkakan dan
demam. Mikroba penyebab infeksi umumnya berasal dari pulpa, tetapi juga bisa
2. Abses subperiosteal
Gejala klinis abses subperiosteal ditandai dengan selulitis jaringan lunak mulut
dan daerah maksilofasial. Pembengkakan yang menyebar ke ekstra oral, warna kulit
sedikit merah pada daerah gigi yang terinfeksi. Penderita merasakan sakit yang hebat,
berdenyut dan dalam serta tidak terlokalisir. Pada rahang bawah bila berasal dari gigi
premolar atau molar pembengkakan dapat meluas dari pipi sampai pinggir mandibula,
tetapi masih dapat diraba. Gigi penyebab sensitif pada sentuhan atau tekanan.
a b
Gambar 2.3 : a. Ilustrasi gambar Abses subperiosteal dengan lokalisasi di
daearah lingual
b. Tampakan Klinis Abses Subperiosteal
Sumber : Oral Surgery, Fargiskos Fragiskos D, Germany, Springer
3. Abses submukosa
Abses ini disebut juga abses spasium vestibular, merupaan kelanjutan abses
subperiosteal yang kemudian pus berkumpul dan sampai dibawah mukosa setelah
bertambah besar. Gejala lain yaitu masih terdapat pembengkakan ekstra oral kadang-
kadang disertai demam, lipatan mukobukal terangkat, pada palpasi lunak dan fluktuasi
positif. Bila abses berasal dari gigi insisivus atas maka sulkus nasolabial mendatar,
a b
Gambar 2.4 : a. Ilustrasi gambar Abses Submukosa dengan lokalisasi didaerah bukal.
b. Tampakan klinis Abses Submukosa
Sumber : Oral Surgery, Fargiskos Fragiskos D, Germany, Springer
Fosa kanina sering merupakan tempat infeksi yang bersal dari gigi rahang atas
pada regio ini terdapat jaringan ikat dan lemak, serta memudahkan terjadinya
akumulasi cairan jaringan. Gejala klinis ditandai dengan pembengkakan pada muka,
kehilangan sulkus nasolabialis dan edema kelopak mata bawah sehingga tampak
tertutup. Bibir atas bengkak, seluruh muka terasa sakit disertai kulit yang tegang
berwarna merah.
a b
Gambar 2.5 : a. Ilustrasi abses Fossa kanina
b. Tampakan klinis Abses Fossa kanina
Sumber : Oral Surgery, Fragiskos Fragiskos D, Germany, Springer
Businator. Berisi jaringan lemak yang meluas ke atas ke dalam diantara otot
berasal dari gigi molar kedua atau ketiga rahang atas masuk ke dalam spasium bukal.
Gejala klinis abses ini terbentuk di bawah mukosa bukal dan menonjol ke arah
rongga mulut. Pada perabaan tidak jelas ada proses supuratif, fluktuasi negatif dan gigi
terdekat lainnya. Pada pemeriksaan ekstraoral tampak pembengkakan difus, tidak jelas
pada perabaan.
a b
Abses ini jarang terjadi, tetapi bila terjadi sangat berbahaya dan sering
horisontal arkus-zigomatikus dan bagian lateral di batasi oleh ramus mandibula dan
bagian dalam oleh m.pterigoid interna. Bagian atas dibatasi oleh m.pterigoid
eksternus. Spasium ini dilalui a.maksilaris interna dan n.mandibula, milohioid, lingual,
businator, dan n.chorda timpani. Berisi pleksus venus pterigoid dan juga berdekatan
a b
Gambar 2.7 : a. Ilustrasi gambar penyebaran abses ke rongga infratemporal
b. Tampakan klinis
Sumber : Oral Surgery, Fargisos Fragiskos D, Germany, Springer
masseter bagian superfisialis dan bagian dalam. Spasium ini berupa suatu celah sempit
yang berjalan dari tepi depan ramus antara origo m.masseter bagian tengah dan
permukaan tulang. Keatas dan belakang antara origo m.masseter bagian tengah dan
bagian dalam. Disebelah belakang dipisahkan dari parotis oleh lapisan tipis lembar
fibromuskular. Infeksi pada spasium ini berasal dari gigi molar tiga rahang bawah,
Gejala klinis dapat berupa sakit berdenyut diregio ramus mandibula bagian
dalam, pembengkakan jaringan lunak muka disertai trismus yang berjalan cepat,
toksik dan delirium. Bagian posterior ramus mempunyai daerah tegangan besar dan
spasium sublingual. Lokasi ini di bawah dan medial bagian belakang mandibula.
Dibatasi oleh m.hipoglosus dan m.digastrikus dan bagian posterior oleh m.pterigoid
sublingual. Juga berisi kelenjar limfe submaksila. Pada bagian luar ditutup oleh fasia
Infeksi pada spasium ini dapat berasal dari abses dentoalveolar, abses
periodontal dan perikoronitis yang berasal dari gigi premolar atau molar mandibula.
a b
Gambar 2.9 : a. Ilustrasi gambar penyebaran dari abses ke
daerah submandibular di bawah muskulus mylohyoid
b. Tampakan klinis
Sumber : Oral Surgery, Fragiskos Fragiskos D, Germany, Springer
9. Abses sublingual
Spasium sublingual dari garis median oleh fasia yang tebal , teletak diatas
m.milohioid dan bagian medial dibatasi oleh m.genioglosus dan lateral oleh
Gejala klinis ditandai dengan pembengkakan dasar mulut dan lidah terangkat,
bergeser ke sisi yang normal. Kelenjar sublingual akan tampak menonjol karena
a b
Gambar 2.10 : a. Perkembangan abses di daerah sublingual
b. Pembengkakan mukosa pada dasar mulut dan elevasi
lidah ke arah berlawanan
Sumber : Oral surgery, Fragiskos Fragiskos D, Germany, Springer
dapat meluas ke spasium mandibula dan sebaliknya infesi dapat berasal dari spasium
Gejala klinis ditandai dengan selulitis pada regio submental. Tahap akhir akan
terjadi supuratif dan pada perabaan fluktuatif positif. Pada pemeriksaan intra oral tidak
merah dari jaringan sekitarnya. Pada tahap lanjut infeksi dapat menyebar juga ke arah
bergabung dengan selubung karotid. Bagian luar dibatasi oleh muskulus pterigoid
interna dan sebelah dalam oleh muskulus kostriktor, sebelah belakang oleh glandula
parotis, muskulus prevertebalis dan prosesus stiloideus serta struktur yang berasal dari
prosesus ini. Kebelakang dari spasium ini merupakan lokasi arteri karotis, vena
jugularis dan nervus vagus, serta sturktur saraf spinal, glosofaringeal, simpatik,
Infeksi pada spasium ini mudah menyebar keatas melalui berbagai foramina
menuju bagian otak. Kejadian tersebut dapat menimbulkan abses otak, meningitis atau
trombosis sinus. Bila infeksi berjalan ke bawah dapat melalui selubung karotis sampai
mediastinuim.
i. Infeksi
Penyebab paling umum dari penyakit ini adalah infeksi bakteri yang
menyebabkan kerusakan gigi, yang mengarah ke peradangan pulpa (yang
merupakan daerah dalam tender gigi). Peradangan ini disebut pulpitis. Jika pulpitis
ini tidak diobati, racun bakteri bisa merangkak ke dalam saluran akar,
menyebabkan periodontitis.
ii. Trauma
Setiap pukulan langsung ke gigi kadang-kadang dapat menyebabkan pulpa gigi
mati dan mungkin menjadi terinfeksi oleh bakteri dari margin gusi, yang
menyebabkan periodontitis apikal. Sebuah gigitan tiba-tiba pada benda keras,
tekanan yang tidak semestinya selama perawatan ortodontik dapat menyebabkan
periodontitis akut meskipun biasanya berumur pendek.
iii. Perawatan saluran akar
Instrumentasi mekanis melalui akar gigi selama pengobatan atau dari bahan
kimia pengisi saluran akar juga dapat menyebabkan peradangan pada daerah
periapikal.
Patofisiologi
Penatalaksanaan
Skaling adalah suatu tindakan pembersihan plak gigi,kalkulus dan deposit-deposit lain
dari permukaan gigi. Penghalusan akar dilakukan untuk mencegah akumulasi kembali
dari deposit-deposit tersebut. Tertinggalnya kalkulus supragingival maupun kalkulus
subgingival serta ketidak sempurnaan penghalusan permukaan gigi dan akar gigi
mengakibatkan mudah terjadi rekurensi pengendapan kalkulus pada permukaan gigi.
2. Antibiotik
Antibiotik biasanya diberikan untuk menghentikan infeksi pada gusi dan jaringan di
bawahnya. Perbaikan kebersihan mulut oleh pasien sendiri juga sangat penting.
Obat pilihan adalah tetrasiklin, tetapi akhir-akhir ini obat yang mengandung
metronidazol dibuktikan sangat efektif terhadap bakteri patogen periodontal.
Pengalaman klinik menunjukkan bahwa metronidazol dikombinasikan dengan
amoksisilin sangat efektif untuk perawatan periodontitis lanjut dan hasilnya
memuaskan.
4. Bedah periodontal
Pada kasus-kasus yang lebih parah, tentunya perawatan yang diberikan akan jauh lebih
kompleks. Bila dengan kuretase tidak berhasil dan kedalaman poket tidak berkurang,
maka perlu dilakukan tindakan operasi kecil yang disebut gingivectomy. Tindakan
operasi ini dapat dilakukan di bawah bius lokal.
Pada beberapa kasus tertentu yang sudah tidak bisa diatasi dengan perawatan di atas,
dapat dilakukan operasi dengan teknik flap, yaitu prosedur yang meliputi pembukaan
jaringan gusi, kemudian menghilangkan kotoran dan jaringan yang meradang di
bawahnya.
5. Ektraksi gigi
Bila kegoyangan gigi parah atau didapatakan gangren pulpa, maka dilakukan ektraksi
gigi.
Pencegahan
Sikat gigi dua kali sehari, pada pagi hari setelah sarapan dan malam hari
sebelum tidur
Lakukan flossing sekali dalam sehari untuk mengangkat plak dan sisa makanan
yang tersangkut di antara celah gigi-geligi.
Pemakaian obat kumur anti bakteri untuk mengurangi pertumbuhan bakteri
dalam mulut, misalnya obat kumur yang mengandung chlorhexidine. Lakukan
konsultasi terlebih dahulu dengan dokter gigi Anda dalam penggunaan obat
kumur tersebut.
Berhenti merokok
Lakukan kunjungan secara teratur ke dokter gigi setiap 6 bulan sekali untuk
kontrol rutin dan pembersihan.
Kesimpulan
Infeksi odontogen adalah infeksi yang berasal dari gigi. Penyebabnya adalah
bakteri yang merupakan flora normal dalam mulut, yaitu bakteri dalam plak, dalam
sulkus gingiva, dan mukosa mulut.. Bakteri-bakteri tersebut dapat menyebabkan karies,
gingivitis, dan periodontitis. Jika mencapai jaringan yang lebih yang lebih dalam
melalui nekrosis pulpa dan poket periodontal dalam, maka akan terjadi infeksi
odontogen.
Manifestasi klinis yang terdapat pada infeksi odontogen adalah keluhan sulit untuk
membuka mulut (trismus), sakit dalam menelan (disfagia), nafas yang pendek karena
kesulitan dalam bernafas. Infeksi yang fatal bisa menyebabkan gangguan pernafasan,
disfagia, edema palpebra, gangguan penglihatan, oftalmoplegia, suara serak, lemah lesu
dan gangguan susunan saraf pusat (penurunan kesadaran, iritasi meningeal, sakit kepala
hebat, muntah).
menilai derajat keparahan penyakit dan kondisi sistemik intervensi medis atau
pembedahan darurat bila diperlukan
evaluasi pasien rawat jalan atau rawat inap
antibiotik empiris, bila terdapat pus/discharge swab kultur dan tes sensitivitas
beri antibiotik yang sesuai
Prognosis
Prognosis lesi-lesi ini bergantung pada perawatan periodontik, perawatan saluran
tidak merupakan indikasi, terutama jika pulpanya masih vital. Bila penanganan dilakukan
segera, kehilangan gigi dapat dicegah, bila tidak ditangani dengan baik dapat terbentuk pus
dan bisa meluas menjadi pyorrhea alveolaris atau dapat menimbulkan kegoyangan gigi
yang parah sehingga harus dilakukan ekstraksi gigi.
DAFTAR PUSTAKA
Referat
Infeksi Odontogenik
Pembimbing :
dr. Bambang Agus Soesanto, Sp. THT-KL
Disusun oleh :
Nadya Hambali 406151061
Berlian Purnamasari Setiono 406152036
Ardy Fiansyah 406152024
Rizky Fatimah - 406161003