Anda di halaman 1dari 29

1.

DEFINISI CHRONIC KIDNEY DISEASE ( CKD )

Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan

gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan

tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan

dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain

dalam darah) (Brunner & Suddarth, 2011).

Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah penurunan fungsi ginjal yang

bersifat persisten dan irreversible. Sedangkan gangguan fungsi ginjal yaitu

penurunan laju filtrasi glomerulus yang dapat digolongkan dalam kategori

ringan, sedang dan berat (Mansjoer, 2010).

CRF (Chronic Renal Failure) merupakan gangguan fungsi ginjal yang

progresif dan irreversible, yang menyebabkan kemampuan tubuh gagal untuk

mempetahankan metabolisme dan keseimbangan cairan maupun elektrolit,

sehingga timbul gejala uremia yaitu retensi urea dan sampah nitrogen lain

dalam darah (Smeltzer, 2011).

2. ETIOLOGI CHRONIC KIDNEY DISEASE ( CKD )

Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak

nefron ginjal. Sebagian besar merupakan penyakit parenkim ginjal difus dan

bilateral.

1. Infeksi, misalnya Pielonefritis kronik.

2. Penyakit peradangan, misalnya Glomerulonefritis.


3. Penyakit vaskuler hipertensif, misalnya Nefrosklerosis benigna,

nefrosklerosis maligna, stenosis arteri renalis.

4. Gangguan jaringan penyambung, seperti lupus eritematosus

sistemik (SLE), poli arteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif.

5. Gangguan kongenital dan herediter, misalnya Penyakit ginjal polikistik,

asidosis tubuler ginjal.

6. Penyakit metabolik, seperti DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis.

7. Nefropati toksik, misalnya Penyalahgunaan analgetik, nefropati timbale.

8. Nefropati obstruktif

a. Saluran Kemih bagian atas: Kalkuli neoplasma, fibrosis, netroperitoneal.

b. Saluran Kemih bagian bawah: Hipertrofi prostate, striktur uretra, anomali

congenital pada leher kandung kemih dan uretra.

3. PATOFISIOLOGI CHRONIC KIDNEY DISEASE ( CKD )

Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus

dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh).

Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang

meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR /

daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai

dari nefronnefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih

besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai

poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah

banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya
gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas

kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada

tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai

15 ml/menit atau lebih rendah itu. ( Barbara C Long, 2010 )

Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang

normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi

uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan

produk sampah maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia

membaik setelah dialisis. (Brunner & Suddarth, 2011 ).

Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi tiga

stadium yaitu:

Stadium 1 (penurunan cadangan ginjal)

Ditandai dengan kreatinin serum dan kadar Blood Ureum Nitrogen (BUN)

normal dan penderita asimtomatik.

Stadium 2 (insufisiensi ginjal)

Lebih dari 75% jaringan yang berfungsi telah rusak (Glomerulo filtration

Rate besarnya 25% dari normal). Pada tahap ini Blood Ureum Nitrogen

mulai meningkat diatas normal, kadar kreatinin serum mulai meningklat

melabihi kadar normal, azotemia ringan, timbul nokturia dan poliuri.

Stadium 3 (Gagal ginjal stadium akhir / uremia)


Timbul apabila 90% massa nefron telah hancur, nilai glomerulo filtration

rate 10% dari normal, kreatinin klirens 5-10 ml permenit atau kurang. Pada

tahap ini kreatinin serum dan kadar blood ureum nitrgen meningkat sangat

mencolok dan timbul oliguri. (Price, 2012)

4. PATWAY CHRONIC KIDNEY DISEASE ( CKD )


5. TANDA DAN GEJALA CHRONIC KIDNEY DISEASE ( CKD )
Sistem Tubuh Manifestasi
Biokimia Asidosis Metabolik (HCO3 serum 18-20

mEq/L)

Azotemia (penurunan GFR, peningkatan BUN,

kreatinin)

Hiperkalemia

Retensi atau pembuangan Natrium

Hipermagnesia

Hiperurisemia

Perkemihan& Kelamin Poliuria, menuju oliguri lalu anuria

Nokturia, pembalikan irama diurnal

Berat jenis kemih tetap sebesar 1,010

Protein silinder

Hilangnya libido, amenore, impotensi dan

sterilitas

Kardiovaskular Hipertensi

Retinopati dan enselopati hipertensif

Beban sirkulasi berlebihan

Edema

Gagal jantung kongestif

Perikarditis (friction rub)


Disritmia
Pernafasan Pernafasan Kusmaul, dispnea

Edema paru

Pneumonitis

Hematologik Anemia menyebabkan kelelahan

Hemolisis

Kecenderungan perdarahan

Menurunnya resistensi terhadap infeksi (ISK,

pneumonia,septikemia)

Kulit Pucat, pigmentasi

Perubahan rambut dan kuku (kuku mudah

patah, tipis, bergerigi, ada garis merah biru yang

berkaitan dengan kehilangan protein)

Pruritus

kristal uremik

kulit kering

memar

Saluran cerna Anoreksia, mual muntah menyebabkan

penurunan BB

Nafas berbau amoniak


Rasa kecap logam, mulut kering

Stomatitis, parotitid

Gastritis, enteritis

Perdarahan saluran cerna

Diare

Metabolisme Protein-intoleransi, sintesisi abnormal

intermedier Karbohidrat-hiperglikemia, kebutuhan insulin

menurun

Lemak-peninggian kadar trigliserida

Neuromuskular Mudah lelah

Otot mengecil dan lemah

Susunan saraf pusat :

Penurunan ketajaman mental

Konsentrasi buruk

Apati

Letargi/gelisah, insomnia

Kekacauan mental

Koma

Otot berkedut, asteriksis, kejang

Neuropati perifer :
Konduksi saraf lambat, sindrom restless leg

Perubahan sensorik pada ekstremitas

parestesi

Perubahan motorik foot drop yang berlanjut

menjadi paraplegi

Gangguan kalsium dan Hiperfosfatemia, hipokalsemia

rangka Hiperparatiroidisme sekunder

Osteodistropi ginjal

Fraktur patologik (demineralisasi tulang)

Deposit garam kalsium pada jaringan lunak

(sekitar sendi, pembuluh darah, jantung, paru-

paru)

Konjungtivitis (uremik mata merah)

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG CHRONIC KIDNEY DISEASE ( CKD )

1. Laboratorium

a. Pemeriksaan penurunan fungsi ginjal


b. Ureum kreatinin.

c. Asam urat serum.

2. Identifikasi etiologi gagal ginjal

a. Analisis urin rutin

b. Mikrobiologi urin

c. Kimia darah

d. Elektrolit

e. Imunodiagnosis

3. Identifikasi perjalanan penyakit

a. Progresifitas penurunan fungsi ginja

b. Ureum kreatinin, Clearens Creatinin Test (CCT)

4. Etiologi CKD dan terminal

Foto polos abdomen.

USG.

Nefrotogram.

Pielografi retrograde.

Pielografi antegrade.

Mictuating Cysto Urography (MCU).

5. Diagnosis pemburuk fungsi ginjal

RetRogram
USG.

7. PENATALAKASAAN MEDIS DAN NON MEDIS CHRONIC KIDNEY

DISEASE ( CKD )

1. Terapi Konservatif

Perubahan fungsi ginjal bersifat individu untuk setiap klien Cronic renal

Desease (CKD) dan lama terapi konservatif bervariasi dari bulan sampai

tahun.

Tujuan terapi konservatif :

a. Mencegah memburuknya fungsi ginjal secara profresi.

b. Meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksi asotemia.

c. Mempertahankan dan memperbaiki metabolisme secara optimal.

d. Memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit.

Prinsip terapi konservatif :

a. Mencegah memburuknya fungsi ginjal.

1) Hati-hati dalam pemberian obat yang bersifat nefrotoksik.

2) Hindari keadaan yang menyebabkan diplesi volume cairan

ekstraseluler dan hipotensi.

3) Hindari gangguan keseimbangan elektrolit.

4) Hindari pembatasan ketat konsumsi protein hewani.

5) Hindari proses kehamilan dan pemberian obat kontrasepsi.

6) Hindari instrumentasi dan sistoskopi tanpa indikasi medis yang

kuat.
7) Hindari pemeriksaan radiologis dengan kontras yang kuat tanpa

indikasi medis yang kuat.

b. Pendekatan terhadap penurunan fungsi ginjal progresif lambat

1) Kendalikan hipertensi sistemik dan intraglomerular.

2) Kendalikan terapi ISK.

3) Diet protein yang proporsional.

4) Kendalikan hiperfosfatemia.

5) Terapi hiperurekemia bila asam urat serum > 10mg%.

6) Terapi hIperfosfatemia.

7) Terapi keadaan asidosis metabolik.

8) Kendalikan keadaan hiperglikemia.

c. Terapi alleviative gejala asotemia

1) Pembatasan konsumsi protein hewani.

2) Terapi keluhan gatal-gatal.

3) Terapi keluhan gastrointestinal.

4) Terapi keluhan neuromuskuler.

5) Terapi keluhan tulang dan sendi.

6) Terapi anemia.

7) Terapi setiap infeksi.

2. Terapi simtomatik

a. Asidosis metabolic

Jika terjadi harus segera dikoreksi, sebab dapat meningkatkan serum

K+ (hiperkalemia) :
1. Suplemen alkali dengan pemberian kalsium karbonat 5 mg/hari.

2. Terapi alkali dengan sodium bikarbonat IV, bila PH < atau sama

dengan 7,35 atau serum bikarbonat < atau sama dengan 20 mEq/L.

b. Anemia

1. Anemia Normokrom normositer

Berhubungan dengan retensi toksin polyamine dan defisiensi hormon

eritropoetin (ESF: Eritroportic Stimulating Faktor). Anemia ini

diterapi dengan pemberian Recombinant Human Erythropoetin ( r-

HuEPO ) dengan pemberian 30-530 U per kg BB.

2. Anemia hemolysis

Berhubungan dengan toksin asotemia. Terapi yang dibutuhkan adalah

membuang toksin asotemia dengan hemodialisis atau peritoneal

dialisis.

3. Anemia Defisiensi Besi

Defisiensi Fe pada CKD berhubungan dengan perdarahan saluran

cerna dan kehilangan besi pada dialiser ( terapi pengganti hemodialisis

). Klien yang mengalami anemia, tranfusi darah merupakan salah satu

pilihan terapi alternatif ,murah dan efektif, namun harus diberikan

secara hati-hati.

Indikasi tranfusi PRC pada klien gagal ginjal :

a) HCT < atau sama dengan 20 %

b) Hb < atau sama dengan 7 mg5


c) Klien dengan keluhan : angina pektoris, gejala umum anemia dan

high output heart failure.

Komplikasi tranfusi darah :

a) Hemosiderosis

b) Supresi sumsum tulang

c) Bahaya overhidrasi, asidosis dan hiperkalemia

d) Bahaya infeksi hepatitis virus dan CMV

e) Pada Human Leukosite antigen (HLA) berubah, penting untuk

rencana transplantasi ginjal.

c. Kelainan Kulit

1) Pruritus (uremic itching)

Keluhan gatal ditemukan pada 25% kasus CKD dan terminal,

insiden meningkat pada klien yang mengalami HD.

Keluhan :

a). Bersifat subyektif

b). Bersifat obyektif : kulit kering, prurigo nodularis, keratotic

papula dan lichen symply

Beberapa pilihan terapi :

a). Mengendalikan hiperfosfatemia dan hiperparatiroidisme

b). Terapi lokal : topikal emmolient ( tripel lanolin )

c). Fototerapi dengan sinar UV-B 2x perminggu selama 2-6 mg,

terapi ini bisa diulang apabila diperlukan

d. Pemberian obat
Diphenhidramine 25-50 P.O

Hidroxyzine 10 mg P.O

e. Hipertensi

Bentuk hipertensi pada klien dengan GG berupa : volum dependen

hipertensi, tipe vasokonstriksi atau kombinasi keduanya. Program

terapinya meliputi :

1). Restriksi garam dapur.

2). Diuresis dan Ultrafiltrasi.

3). Obat-obat antihipertensi.

3. Terapi pengganti

Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5,

yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa

hemodialisis, dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal (Suwitra, 2011).

a. Dialisis yang meliputi :

1) Hemodialisa

Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala

toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh

terlalu cepat pada pasien GGK yang belum tahap akhir akan

memperburuk faal ginjal (LFG). Secara khusus, indikasi HD adalah :

1. Pasien yang memerlukan hemodialisa adalah pasien GGK dan

GGA untuk sementara sampai fungsi ginjalnya pulih.

2. Pasien-pasien tersebut dinyatakan memerlukan hemodialisa

apabila terdapat indikasi:


a. Hiperkalemia > 17 mg/lt

b. Asidosis metabolik dengan pH darah < 7.2

c. Kegagalan terapi konservatif

d. Kadar ureum > 200 mg % dan keadaan gawat pasien uremia,

asidosis metabolik berat, hiperkalemia, perikarditis, efusi,

edema paru ringan atau berat atau kreatinin tinggi dalam

darah dengan nilai kreatinin > 100 mg %

e. Kelebihan cairan

f. Mual dan muntah hebat

g. BUN > 100 mg/ dl (BUN = 2,14 x nilai ureum )

h. preparat (gagal ginjal dengan kasus bedah )

i. Sindrom kelebihan air

j. Intoksidasi obat jenis barbiturat

Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi

elektif. Beberapa yang termasuk dalam indikasi absolut, yaitu

perikarditis, ensefalopati/ neuropati azotemik, bendungan paru dan

kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik,

hipertensi berat, muntah persisten, dan Blood Uremic

Nitrogen (BUN) > 120 mg% atau > 40 mmol per liter dan kreatinin

> 10 mg% atau > 90 mmol perliter. Indikasi elektif, yaitu LFG

antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m, mual, anoreksia, muntah, dan

astenia berat (Sukandar, 2011).


Menurut konsensus Perhimpunan Nefrologi Indonesia

(PERNEFRI) (2003) secara ideal semua pasien dengan Laju Filtrasi

Goal (LFG) kurang dari 15 mL/menit, LFG kurang dari 10

mL/menit dengan gejala uremia/malnutrisi dan LFG kurang dari 5

mL/menit walaupun tanpa gejala dapat menjalani dialisis. Selain

indikasi tersebut juga disebutkan adanya indikasi khusus yaitu

apabila terdapat komplikasi akut seperti oedem paru, hiperkalemia,

asidosis metabolik berulang, dan nefropatik diabetik.

Hemodialisis di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan sampai

sekarang telah dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan.

Umumnya dipergunakan ginjal buatan yang kompartemen

darahnya adalah kapiler-kapiler selaput semipermiabel (hollow

fibre kidney). Kualitas hidup yang diperoleh cukup baik dan

panjang umur yang tertinggi sampai sekarang 14 tahun. Kendala

yang ada adalah biaya yang mahal (Rahardjo, 2012).

2) Dialisis Peritoneal (DP)

Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal

Dialysis (CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia.

Indikasi medik CAPD, yaitu pasien anak-anak dan orang tua (umur

lebih dari 65 tahun), pasien-pasien yang telah menderita penyakit

sistem kardiovaskular, pasien-pasien yang cenderung akan

mengalami perdarahan bila dilakukan hemodialisis, kesulitan

pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke, pasien GGT (gagal


ginjal terminal) dengan residual urin masih cukup, dan pasien

nefropati diabetik disertai co-morbidity dan co-mortality. Indikasi

non-medik, yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi

untuk melakukan sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari

pusat ginjal (Sukandar, 2011).

3) Transplantasi ginjal atau cangkok ginjal.

Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan

faal). Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu:

a. Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh

(100%) faal ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih

70-80% faal ginjal alamiah

b. Kualitas hidup normal kembali

c. Masa hidup (survival rate) lebih lama

d. Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan

dengan obat imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan

e. Biaya lebih murah dan dapat dibatasi

8. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI PADA

CHRONIC KIDNEY DISEASE ( CKD )

PENGKAJIAN PRIMER

Pengkajian dilakukan secara cepat dan sistemik,antara lain :

1. Airway

a. Lidah jatuh kebelakang


b. Benda asing/ darah pada rongga mulut

c. Adanya secret

2. Breathing

a. pasien sesak nafas dan cepat letih

b. Pernafasan Kusmaul

c. Dispnea

d. Nafas berbau amoniak

3. Circulation

a. TD meningkat

b. Nadi kuat

c. Disritmia

d. Adanya peningkatan JVP

e. Terdapat edema pada ekstremitas bahkan anasarka

f. Capillary refill > 3 detik

g. Akral dingin

h. Cenderung adanya perdarahan terutama pada lambung

4. Disability : pemeriksaan neurologis GCS menurun bahkan terjadi

koma, Kelemahan dan keletihan, Konfusi, Disorientasi, Kejang, Kelemahan

pada tungkai

A : Allert : sadar penuh, respon bagus

V : Voice Respon : kesadaran menurun, berespon thd suara

P : Pain Respons : kesadaran menurun, tdk berespon thd suara, berespon

thd rangsangan nyeri


U : Unresponsive : kesadaran menurun, tdk berespon thd suara, tdk

bersespon thd nyeri

PENGKAJIAN SEKUNDER

Pemeriksaan sekunder dilakukan setelah memberikan pertolongan atau

penenganan pada pemeriksaan primer.

Pemeriksaan sekunder meliputi :

1. AMPLE : alergi, medication, past illness, last meal, event

2. Pemeriksaan seluruh tubuh : Head to toe

3. Pemeriksaan penunjang : lebih detail, evaluasi ulang

a. Keluhan Utama

Badan lemah, cepat lelah, nampak sakit, pucat keabu-abuan, kadang-

kadang disertai udema ekstremitas, napas terengah-engah.

b. Riwayat kesehatan

Faktor resiko (mengalami infeksi saluran nafas atas, infeksi kulit, infeksi

saluran kemih, hepatitis, riwayat penggunaan obat nefrotik, riwayat

keluarga dengan penyakit polikistik, keganasan, nefritis herediter)

c. Anamnesa

Oliguria/ anuria 100 cc/ hari, infeksi, urine (leucosit, erytrosit, WBC,

RBC)

Cardiovaskuler: Oedema, hipertensi, tachicardi, aritmia, peningkatan

kalium

Kulit : pruritus, ekskortiasis, pucat kering.


Elektrolit: Peningkatan kalium, peningkatan H+, PO, Ca, Mg,

penurunan HCO3

Gastrointestinal : Halitosis, stomatitis, ginggivitis, pengecapan

menurun, nausea, ainoreksia, vomitus, hematomisis, melena, gadtritis,

haus.

Metabolik : Urea berlebihan, creatinin meningkat.

Neurologis: Gangguan fungsi kognitif, tingkah laku, penurunan

kesadaran, perubahan fungsi motorik

Oculair : Mata merah, gangguan penglihatan

Reproduksi : Infertil, impoten, amenhorea, penurunan libido

Respirasi : edema paru, hiperventilasi, pernafasan kusmaul

9. ANALISA DATA PADA CHRONIC KIDNEY DISEASE ( CKD )

No
Data Etiologi Masalah
Data
1 DS : pasien mengatakan selama Penurunan Kelebihan volume

sakit BAK berkurang hanya haluaran urin , cairan

sedikit sedikit retensi cairan

DO : ureum : 243 mg/dl dan natrium

Kreatinin 12,2 mg/dl sekunder

Clearean creatinin : 4,44% terhadap

Balane cairan : +336 penurunan

USG : Renin : membesar fungsi ginjal


Ureter : melebar

Mukosa Vu menebal
2 DS : pasien mengatakan nafsu Katabolisme Resiko tinggi

makan berkurang , makan sedikit protein , perubahan nutrisi

terasa penuh mual , kadang pembatasan diet kurang dari

muntah , peningkatan kebutuhan tubuh .

DO : pasien hanya makan metabolisme

porsi dari menu yang disajikan anoreksia, mual

A : lingkar perut : 88 cm dan muntah

Lingkar kepala : 57 cm

Lingkar lengan : 25 cm

Tinggibadan : 160 kg

IMT : 20,7 (berat badan normal)

B : ureum : 243 mg/d

Kreatinine : 12,2 mg/dl

Clearen creatinin : 4,44%

Hemoglobin : 10,2 mg/dl

C : demam, pusing serta mual

muntah

D : diit rendah garam rendah

protein

3 DS : selama sakit dimandikan Penurunan Intoleransi aktifitas

oleh keluarga 2x perhari dibantu produksi energi


oleh keluarga dan perawat , metabolik ,

pasien mengatakan lemas anemia , retensi

DO : pasien terlihat lemas produk sampah

HB : 10,3 Penurunan

Skala aktif produksi energi

metabolik ,

anemia , retensi

A Selama Sakit produk sampah


0 1 2 3 4
K

TI

VI

TA

S
Bernafas
Berpakaian
Toilet
Berjalan
Makan /

minum

4 DS : pasien mengatakan gatal Gangguan Resiko tinggi

gatal pada tubuh apalagi bila sistem kerusakan

berkeringat metabolik dan integritas kulit

pruritus.
DO : kulit pasien terlihat kering

Pasien terlihat ada pruritus di

tubuhnya bagian tangan

10. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Kelebihan volume cairan b.d penurunan haluaran urin , retensi urin dan natrium

sekunder terhadap penurunan fungsi ginjal

2. Intoleransi aktivitas b.d penurunan produksi energi dari anemia

3. Resiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d mual muntah

4. Resiko tinggi kerusakan inegritas b.d gangguan status metabolic dan kulit kering.

11. PERENCANAAN

Intervensi
Data Dx. Kep Tujuan
Keperawatan
1 Kelebihan Setelah dilakukan tindakan Kaji adanya oedema

volume keperawatan 3 x 14 jam pasien Ukur denyut jantung

cairan mampu electrolit and acid base dan awasi TD


balance
Monitor pemasukan
Dengan KH : cairan.

Bunyi nafas bersih , terbebas Ukur balance cairan

dari edema Beri informasi untuk

sedikit minum

Kolaborasi

pemberian obat

diuritika dengan

dokter
2 Intolerans Setelah dilakukan tindakan Monitor intake

i aktivitas keperawatan 3 X 14 jam pasien nutrisi untuk

mampu activity toleran memastikan

Dengan KH : kecukupan

Mampu melakukan aktivitas sember energi.

sehari - hari ( ADLs) secara Beri bantuan

mandiri dalam aktifitas

dan ambulasi.

Ajarkan teknik

mengontrol

pernafasan saat

aktifitas

Kolaborasi

dengan ahli

fisioterapi
3 Resiko Setelah dilakukan tindakan kaji/catat
tinggi selama 3 x 14 jam pasien pemasukan diet.

perubahan diharapkan Tawarkan

nutrisi mempertahankan/meningkatkan perawatan

kurang berat badan dan selera untuk mulut / sering

dari makan. cuci mulut.

kebutuhan Ajurkan / berikan

makan sedikit

tapi sering.

Kolborasi dengan

ahli gizi untuk

diit rendah

protein dan

rendah garam
4 Resiko Setelah dilakukan tindakan Kaji keluhan

tinggi keperawatan selama 3 x 14 pasien.

kerusaka jampasien tidak mengalami Inspeksi kulit

integritas infeksi dengan kriteria terhadap warna


kulit hasil: turgor,vaskuler
-Klien bebas dari tanda perhatikan
dan gejala infeksi kemerahan.
-Jumlah leukosit dalam Ubah posisi
batas normal pasien dengan

sering dan
gerakan pasien

dengan perlahan.

Ajurkan pasien

untuk

menggunakan

pakain yang

longgar

Pertahankan linen

kering dan bebas

keriput.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2011. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3.

Jakarta: EGC

Smeltzer, 2011. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3. Jakarta: EGC

Sukandar, 2011. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa

keperawatan dan masalah kolaboratif. Jakarta: EGC

Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second

Edition. New Jersey: Upper Saddle River

Kasuari. 2011. Asuhan Keperawatan Sistem Pencernaan dan Kardiovaskuler

Dengan Pendekatan Patofisiology. Magelang. Poltekes Semarang PSIK Magelang

Mansjoer, A dkk. 2010. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media

Aesculapius

Mc Closkey, C.J., et all. 2010. Nursing Interventions Classification (NIC) Second

Edition. New Jersey: Upper Saddle River


Nanda. 2013. Nursing Diagnoses Definition dan Classification. Philadelpia

Udjianti, WJ. 2010. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai