Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

OSTEOPOROSIS

A. Definisi
Osteoporosis adalah kelainan dimana terjadi penurunan masa tulang total.

Terdapat perubahan pergantian tulang homeostasis normal, kecepatan resorpsi

tulang lebih besar dari kecepatan pembentukan tulang, mengakibatkan

penurunan masa tulang total. Tulang secara progresif menjadi porus, rapuh

dan mudah patah. Tulang menjadi udah fraktur dengan stress yang tidak akan

menimbulkan pada tulang normal. Osteoporosis sering mengakibatkan fraktur

konversi vertebra torakalis dan lumbalis, fraktur daerah koulum femoralis

dan daerah tronkanter, dan patah tulang coles pada pergelangan tangan.

Fraktur kompresi ganda vertebra mengakibatkan deformitas skeletal.


Osteoporosis merupakan penyakit skeletal sistemik yang ditandai dengan

massa tulang yang rendah dan kerusakan mikroarsitektur jarinngan tulang,

yang mengakibatkan meningkatnya fragilitas sehingga tulang cenderung

untuk mengalai fraktur spontan atau akibat trauma minimal. (Consensus

Development Converence, 1993).


Osteoporosis dapat dijumpai tersebar di seluruh dunia dan sampai saat ini

masih merupakan masalah dalam kesehatan masyarakat teruma di Negara

berkembang. Di Amerika Serikat osteoporosis menyerang 20-25 juta

penduduk, 1 diantara 2-3 wanita post-menopause dan lebih dari 50%

penduduk di atas umur 75-80 tahun. Sekitar 80% penderita penyakit

osteoporosis adalah wanita, termasuk wanita muda yang mengalami

penghentian siklus menstruasi (amenorrhea). Hilangnya hormone estrogen

setelah menopause meningkatkan risiko terkena osteoporosis.

1
Penyakit osteoporosis lebih banyak menyerang wanita, pria tetap memiliki

risiko terkena penyakit osteoporosis. Sama seperti pada wanitma, penyakit

osteoporosis pada pria juga dipengaruhi estrogen. Bedanya, laki-laki tidak

mengalami menopause, sehingga osteoporosis datang lebih lambat. Jumlah

usia lanjut di Indonesia diperkirakan akan naik 414% dalamkurun waktu

1990-2025, sedangkan perempuan yang tahun 2000 diperhitungkan 15,5 juta

akan naik menjadi 24 juta pada tahun 2015.


Beberapa fakta seputar penyakit osteoporosis yang dapat meningkatkan

kesadaran akan ancaman osteoporosis berdasarkan Studi di Indonesia.


Prevalensi osteoporosis untuk umur kurang dari 70 tahun untuk wanita

sebanyak 18-36%, sedangkan pria 20-27%, untuk umur di atas 70 tahun

untuk wanita 53,6%, pria 38%. Lebih dari 50% keretakan osteoporosis

pinggang di seluruh dunia kemungkinan terjadi di Asia pada 2050. (Yayasan

Osteoporosis Internasional) Mereka yang terserang rata-rata berusia di atas 50

tahun. (Yayasan Osteoporosis Internasional) Satu dari tiga perempuan dan

satu dari lima pria di Indonesia terserang osteoporosis atau keretakan tulang.

(Yayasan Osteoporosis Internasional) Dua dari lima orang Indonesia memiliki

risiko terkena penyakit osteoporosis. (Depkes, 2006).


Berdasarkan data Depkes, jumlah penderita osteoporosis di Indonesia jauh

lebih besar dan merupakan Negara dengan penderita osteoporosis terbesar ke

2 setelah Negara Cina.


Peran perawat adalah memberikan pengetahuan mengenai osteoporosis,

program pencegahan, pengobatan, cara mengurangi nyeri dan menegah

terjadinya fraktur.

B. Jenis Osteoporosis
Bila disederhanakan, terdapat dua jenis osteoporosis, yaitu osteoporosis

prier dan sekunder.

2
1. Osteoporosis primer adalah kehilangan massa tulang yang

terjadi sesuai dengan proses penuaan, sedangkan

osteoporosis sekunder didefinisikan sebagai kehilangan

massa tulang akibat hal-hal tertentu. Sampai saat ini

osteoporosis primer masih menduduki tempat utama

karena lebih banyak ditemukan dibanding dengan

osteoporosis sekunder. Proses ketuaan pada wanita

menopause dan usia lanjut merupakan contoh dari

osteoporosis primer.
2. Osteoporosis sekunder mungkin berhubungan dengan

kelainan patologis tertentu termasuk kelainan endokrin,

efek samping obat-obatan, immobilisasi. Pada osteoporosis

sekunder, terjadi penurunan densitas tulang yang cukup

berat untuk menimbulkan fraktur traumatic akibat faktor

ekstrinsik seperti kelebihan steroid, arthritis rheumatoid,

kelainan hati/ginjal kronis, sindrom malabsorbsi,

mastositosis sistemik, hiperparatiroidisme, varian status

hipogonade, dan lain-lain.

Osteoporosis akibat pemakaian steroid


Harvey Cushing, lebih dari 50 tahun yang lalu telah

mengamati bahwa hiperkortisolisme berhubungan erat

dengan penipisan massa tulang. Sindroma Cushing relative

jarang dilaporkan. Setelah pemakaian steroid semakin meluas

untuk pengobatan berbagai kondisi penyakit, efek samping

3
yang cukup serius semakin sering diamati. Diperkirakan,

antara 30% sampai 50% pengguna steroid jangka panjang

mengalami patah tulang (atraumatic fracture), misalnya di

tulang belakang atau paha.


Penelitian mengenai osteoporosis akibt pemakaian steroid

menghadapi kendala karena pasien-pasien yang diobati

tersebut mungkin mengalami gangguan sistemik yang

kompeks. Misalnya, penderita arthritis rheumatoid dapat

mengalami penipisan tulang (bone loss) akibat penyakit

tersebut aau karena pemberian steroid. Risiko osteoporosis

dipengaruhi oleh dosis dan lama pengobatan steroid, namun

juga terkaitdengan jenis kelamin dan apakah penderita sudah

menopause atau belum.


Penipisan tulang akibat pemberian steroid paling cepat

berlangsung pada 6 bulan pertama pengobatan, dengan rata-

rata penurunan 5% pada tahun pertama, kemudian menurun

menjadi 1%-2% pada tahun-tahun berikutnya. Dosis harian

prednisone 7,5 mg per hari atau lebih secara jelas

meningkatkan pengeroposan tulang dan kemungkinan

fraktur. Bahkan prednisone dosis rendah (5 g per hari) telah

terbukti meningkatkan risiko fraktur vertebra.

C. Epidomologi
Wanita lebih sering mengalai osteoporosis dan lebih ekstensif lebih dari

pria karena masa puncak masa tulang juga lebih rendah dan efek kehilangan

estrogen selama menopause. Wanita Afrika/Amerika memiliki masa tulang

4
lebih besar dari pada massa tulang Kaukasia, lebih tidak rentang terhadap

osteoporosis. Wanita Kaukasia tidak gemuk dan berkerangka kecil

mempunyai risiko tinggi osteoporosis. Lebih setengah dari semua wanita di

atas usia 45 tahun memperlihatkan buti pada sinar X adanya osteoporosis.


Identifikasi awal wanita usia belasan dan dewasa muda yang mempunyai

risiko tinggi dan pendidikann untuk meningkatkan asupan kalsium,

berpartisipasi dala latihan pembebanan berat badan teratur, dan mengubah

gaya hidup misalnya mengurangi penggunaan cafein, sigaret dan alkohol

akan menurunkan resiko osteoporosis, fraktur tulang dann kecacatan yang

diakibatkan pada usia lanjut.


Prevalensi osteoporosis pada wanita 75 tahun adalah 90%. Rata-rata

wanita usia 75 telah kehilangan 25% tulang kortikalnya dan 40%

trabekularnya. Bertambahnya usia populasi ini isedensi fraktur 1,3 juta

pertahun, nyeri dan kecacatan yang berkaitan dengan nyeri mmeningkat.

D. Etiologi
Remodeling tulang normal pada orang dewasa akan meningkatkan masa

tulang sampai sekitar usia 35 tahun. Genetic, nutrisi, pilihan gaya hidup dan

aktivitas fisik mempengaruhi puncak masa tulang menghilangnya estrogen

pada saat menopause dan pada oofoorektomi mengakibatkan percepatan

resorsi tulang dan berlangsung terus menerus selama bertahun-tahun

pascamenopause. Pria mepunyai massa tulang yang lebih besar dan tidak

mengalami perubahan hormonal mendadak. Akibatnya, insidensi osteoporosis

lebih rendah pada pria. Faktor nutrisi mempengaruhi pertumbuhan

osteoporosis. Vitamin D penting untuk absorbsi kalsium dan untuk

mineralisasi tulang normal. Diet mengandung kalsium dan vitamin D yang

tidak mencukupi selama bertahun-tahun mengakibatkan pengurangan massa

5
tulang dan fungsi tubuh. Asupan kalsium dan vitamin D yang tidak

mencukupi selama bertahun-tahun mengakibatkan pengurangan massa tulang

dan pertubuhan osteoporosis. Asupan harian yang dianjurkan (RDA =

Recomment daily allowence) kalsium meningkat pada adoleasens dan dewasa

muda (11-24 tahun) sampai 1200 mg untuk memaksimalkan puncak massa

tulang. RDA untuk orang dewasa tetap 800 mg, tapi 1000-1500 mg/hari untuk

wanita pascamenopause dan lansia perlu mengkonsumsi kalsium dalam

jumlah tak terbatas. Bahan katabolic endogen (diproduksi oleh tubuh) dan

eksogen (dari sumber luar) dapat menyebabkan osteoporosis. Kortikosteroid

berlebih, sindrom cushing, hipertiroidisme dan hiperparatiroidisme

menyebabkan kehilangan tulang. Derajat osteoporosis berhubungan dengan

durasi terapi kortikosteroid. Ketika terapi dihentikan atau masalah metabolise

telah diatasi, perkembangan osteoporosis akan berhenti namun restorsi

kehilangan massa tulang biasanya tidak terjadi. Keadaan medis menyerta

(misalnya sindrom malabsorbsi intoleransi laktosa, penyalahgunaan alkohol,

gagal ginja, gagal hepar dan gangguan endokrin) mempengaruhi pertumbuhan

osteoporosis. Obat-obatan misalnya isoniasit, heparin, tetrasiklin, antasida

yang mengandung aluminium, kortikosteroid) mempengaruhi tubuh dan

metabolisme kalsium.
Immobilitas menyumbang perkembangan osteoporosis. Pembentukan

tulang dipercepat dengan adanya stress berat badan dan aktivitas otot. Ketika

diimmobilisasi dengan gips, paralisis atau inaktivitas umum, tulang akan

diresorbsi lebih cepat dari pembentukannya dan terjadilah osteoporosis.

E. Patofisiologi

6
Osteoporosis merupakan silent disease. Penderita

osteoporosis umumnya tidak mepunyai keluhan sama

sekali sampai orang tersebut mengalami fraktur.

Osteoporosis mengenai tulang seluruh tubuh, tetapi paling

sering menimbulkan gejala pada daerah-daerah yang

menyanggah berat badan atau pada daerah yang

mendapat tekanan (tulang vertebra dan kolumna femoris).

Korpus vertebra menunjukkan adanya perubahan bentuk,

pemendekan dan fraktur kompresi. Hal ini mengakibatkan

berat badan pasien menurun dan terdapat lengkung

vertebra abnormal (kiposis). Osteoporosis pada kolumna

femoris sering merupakan predisposisi terjadinya fraktur

patologikk (yaitu fraktur akibat trauma ringan), yang sering

terjadi pada pasien usia lanjut.


Massa total tulang yang terkena mengalami

penurunan dan menunjukkan penipisan korteks serta

trabekula. Pada kasus ringan, diagnosis sulit ditegakkan

karena adanya variasi ketebalan trabekular pada individu

normal yang berbeda.


Diagnosis mungkin dapat ditegakkan dengan

radiologis maupun histologist jika osteoporosis

dalamkeadaan berat. Struktur tulang, seperti yang

ditentukan secara analisis kimia dari abu tulang tidak

menunjukkan adanya kelainan, pasien osteoporosis

7
mempunyai kalsium, fosfat dan alkali fosfatase yang

normal dalam serum.


Osteoporosis terjadi karena adanya interaksi yang

menahun antara faktor genetic dan faktor lingkungan.


Faktor genetic meliputi:
Usia, jenis kelamin, ras keluarga, bentuk tubuh, tidak

petnah melahirkan.
Faktor lingkungan meliputi:
Merokok, alkohol, kopi, defisiensi itain dan gizi, gaya hidup,

mobilitas, anoreksia nervosa, dan peakaian obat-obatan.


Kedua faktor diatas akan menyebabkan melemahnya

daya serap sel terhadap kalsium dari darah ke tulang,

peningkatan pengeluaran kalsium bersama urin, tidak

tercapainya masa tulang yang maksimal dengan resobsi

tulang menjadi lebih cepat yang selanjutnya menibulkan

penyerapan tulang lebih banyak dari pada pembentukan

tulang baru sehingga terjadi penurunan massa tulang total

yang disebut osteoporosis.

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Radiologis
Gejala radiologis yang khas adalah densitas atau massa

tulang yang menurun yang dapat dilihat pada ertebra

spinalis. Dinding dekat korpus vertebra biasanya

merupakan lokasi yang paling berat. Penipisan korteks

dan hilangnya trabekula transfersal merupakan kelainan

yang sering ditemukan. Lemahnya korpus vertebra

menyebabkan penonjolan yang menggelembung dari

8
nucleus pulposus kedalam ruang intervertebral dan

menyebabkan deformitas bikonkaf.


2. CT-Scan
CT-Scan dapat mengukur densitas tulang seara

kuantitatif yang mempunyai nilai penting dala

diagnostic dan terapi follow up. Mineral vertebra di atas

110 mg/cm3 biasanya tidak menimbulkan fraktur

vertebra atau penonjolan, sedangkan mineral vertebra

dibawah 65 mg/cm3 ada pada hampir semua klien yang

mengalami fraktur.
3. Pemeriksaan Laboratorium
a. Kadar Ca, P, Fosfatase alkali tidak menunjukkan

kelainan yang nyata.


b. Kadar HPT (pada pasamenopause kadar HPT

meningkat) dan Ct (terapi ekstrogen merangsang

pembentukan Ct)
c. Kadar 1,25-(OH)2-D3 absorbsi Ca menurun
d. Ekskresi fosfat dan hidroksipolin terganggu sehingga

meningkat kadarnya.

G. Penatalaksanaan
Diet kaya kalisium dan vitamin D yang mencukupi

dan seimbang sepanjang hidup, dengan peningkatan asupa

kalsium pada permulaan umur pertengahan dapat

melindungi terhadap demineralisasi skeletal. Terdiri dari 3

gelas vitain D susu skim atau susu penuh atau makanan

lain yang tinggi kalsium (misalnya keju, brokoli, salon)

setiap hari. Untuk meyakinkan asupan kalsium yang

9
mencukupi perlu diresepkan preparat kalsium (kalsium

karbonat).
Pada menopause, terapi pergantian hormone (HRT =

hormone replacemene therapy) dengan estrogen dan

progesterone dapat diresepkan untuk memperlambat

kehilangan tulang dan mencegah terjadinya patah tulang

yang diakibatkannya. Wanita yang telah mengalami

pengangkatn ovarium atau telah menjalani menopause

premature dapat mengalami osteoporosis pada usia yang

cukup muda. Penggantian horon perlu dipikirkan pada

pasien ini estrogen menurunkan resorpsi tulang tapi tidak

meningkatkan massa tulang. Penggunaan hormone dalam

jangka panjang masih dievaluasi. Estrogen tidak akan

mengurangi kecepatan kehilangan tulang dengan pasti.

Terapi estrogen sering dihubungkan dengan sedikit

peningkatan insidensi kanker payudara dan endometrial.

Aka selama HRT pasien harus diperiksa payudaranya setiap

bulan dan diperiksa panggunya termasuk masukan

papinicolao dan biopsy endometrial (bila ada indikasi),

sekali atau dua kali setahun.


Obat-obatan lain yangdapta direspkan untuk

menangani osteoporosis termasuk kaksitonin, natriu

flourida dan natriu etidronat. Kalsitonin secara primer

menekan kehilangan tulang dan diberikan secara injeksi

subkutan atau intra muscular. Efek samping (missal

10
gangguan gastrointestinal, aliran panas, frekuensi urin)

biasanya ringan dan kadang-kadang dialami. Natriu

flourida memperbaiki aktifitas osteoblastik dan

pembentukan tulang, namun kualitas tulang yang masih

baru dalam pengkajian. Natriu etidronat, yang

menghalangi resorpsi tulang osteoklastik, sedangkan dala

penelitian untuk efisiensi penggunaannya sebagai terapi

osteoporosis.

H. Komplikasi
Osteoporosis mengakibatkan tulang secara progresif

menjadi panas, rapuh dan udah patah. Osteoporosis sering

mengakibatkan fraktur. Bisa terjadi fraktur kompresi

vertebra torakalis dan lumbalis, fraktur daerah kolum

femoris dan daerah trokhantter, dan fraktur colles pada

pergelangan tangan.

I. Pengkajian
1. Anamnese
a. Identitas klien
b. Identitas penanggung jawab
2. Riwayat Kesehatan
Dalam pengkajian riwayat kesehatan, perawat perlu

mengidentifikasi adanya:
a) Rasa nyeri atau sakit tulang punggung (bagian

bawah), leher dan pinggang


b) Berat badan menurun
c) Biasanya diatas 45 tahun
d) Jenis kelamin sering pada wanita
e) Pola latihan dan aktivitas
3. Pola Aktivitas Sehari-hari

11
Pola aktivitas dan latihan biasanya berhubungan

dengan olahraga, pengisian waktu luang dan rekreasi,

berpakaian, makan, mandi dan toilet. Olahraga dapat

membentuk pribadi yang baik dan individu akan merasa

lebih baik. Selain itu, olahraga dapat mempertahankan

tonus otot dan gerakan sendi. Lansia memerlukan

aktivitas yang adekuat untuk mempertahankan fungsi

tubuh. Aktifitas tubuh memerlukan interaks yang

kompleks antara saraf dan musculoskeletal.


Beberapa perubahan yang terjadi sehubungan

dengan menurunnya gerak persendian adalah agility

(kemampuan gerak cepat dan lanar) menurun dan

stamina menurun.
4. Riwayat Psikososial
Penyakit ini sering terjadi pada wanita. Biasanya

sering timbul kecemasan, takut melakukan aktivitas dan

perubahan konsep diri. Perawat perlu mengkaji

masalah-masalah psikologis yang timbul akibat proses

ketuaan dan efek penyakit yang menyertai.


5. Pemeriksaan Fisik
a. B1 (Breathing)
Inspeksi : ditemukan ketidaksietrisan rongga dada

dan tulang belakang


Palpasi : taktil fremitus seibang kanan dan

kiri
Perkusi : resonan seluruh lapang paru
Auskultasi : pada lansia biasanya ronkhi

b. B2 (Blood)

12
Pengisian kapiler kurang dari 1 detik, sering terjadi

keringat dingin dan pusing. Adanya pulsus perifer

memberi makna terjadi gangguan pembuluh darah

atau edema yang berkaitan dengan efek obat.


c. B3 (Brain)
Kesadaran biasanya kompos mentis. Pada kasus yang

lebih parah, klien dapat mengeluh pusing dan

gelisah.
1) Kepala dan wajah: ada sianosis
2) Mata: sclera ikterik, konjungtia tidak aneis
3) Leher: biasanya JVP noral
Nyeri punggung yang disertai pebatasan

pergerakan spinal yang disadari dan halus

merupakan idikasi adanya satu fraktur atau lebih,

fraktur kompresi vertebra.


d. B4 (Bladder)
Produksi urne biasanya dalam batas noral dan tidak

ada keluhan pada system perkemihan.


e. B5 (Bowel)
Untuk kasus osteoporosis, tidak ada gangguan

eliinasi namun perlu di kaji frekuensi, konsistensi,

warna, serta bau feses.


f. B6 (Bone)
Pada inspeksi dan palpasi daerah kolumna

vertebralis. Klien osteoporosis sering menunjukkan

kifosis atau gibbus (dowagers hump) dan penurunan

tinggi badan dan berat badan. Ada perubahan gaya

berjalan, deformitas tulang, leg-length inequality dan

nyeri spinal. Lokasi fraktur yang sering terjadi adalah

vertebra torakalis 8 dan lubalis 3.

13
J. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan dapak sekunder dari fraktur

vertebra
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan disfungsi

sekunder akibat perubahan skeletal (kifosis), nyeri

sekunder atau fraktur baru


3. Risiko cedera berhubungan dengan dampak sekunder

perubahan skeletal dan ketidakseimbangan tubuh


4. Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan

program terapi yang berhubungan dengan kurang

inforasi, salah persepsi ditandai dengan klien

mengatakan kurng mengerti tentang penyakitnya, klien

tampak gelisah

K. Intervensi Keperawatan

N Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


o. Keperawatan
1. Nyeri Setelah dilakukan 1. Pantau tingkat 1. Tulang dala
berhubungan tindakan keperawatan nyeri pada peningkatan
dengan dapak diharapkan nyeri punggung, nyeri julah trabekular,
sekunder dari berkurang. terlokalisasi atau pebatasan
fraktur Kriteria hasil: menyebar pada gerak spinal.
2. Alternative lain
vertebra Klien akan abdomen atau
untuk
mengekspresikan pinggang.
2. Ajarkan pada klien mengatasi
nyerinya
tenang alternative nyeri,
Klien dapat tenang
lain untuk
dan istirahat yang pengaturan
mengatasi dan
cukup mengurangi rasa posisi, kopres
Klien dapat nyerinya. hangat dan
3. Kaji obat-obatan
mandiri sebagainya.
untuk mengatasi
dalamperawatan 3. Keyakinan klien
nyeri.

14
dan penanganan 4. Rencanakan pada tidak dapat
secara sederhana klien tentang menoleransi
periode istirahat
obat yang
adekuat dengan
berbaring dala adekuat atau
posisi telentang tidak adekuat
selama kurang
mengatasi
lebih 15 menit.
nyerinya.
4. Kelelahan dan
keletihan dapat
menurunkan
minat untuk
aktivitas sehari-
hari.
2. Hambatan Setelah dilakukan 1. Kaji tingkat 1. Dasar untuk
mobilitas fisik tindakan keperawatan kemampuan klien memberikan
berhubungan diharapkan klien yang masih ada. alternative dan
2. Rencanakan
dengan mampu melakukan latihan gerak
tentang pemberian
disfungsi mobilitas fisik. yang sesuai
program latihan:
sekunder Kriteria hasil: dengan
Bantu klien ika
akibat Klien dapat kemampuannya.
diperlukan 2. Latihan akan
perubahan meningkatkan
latihan meningkatkan
skeletal mobilitas fisik Ajarkan klien
Klien mampu pergerakan
(kifosis), nyeri tentang aktiitas
melakukan ototdan stiulasi
sekunder atau hidup sehari-
aktivitas hidup sirkulasi darah.
fraktur baru hari yang dapat 3. Aktivitas hidup
sehari-hari secara
dikerjakan sehari-hari
mandiri Ajarkan
secara mandiri.
pentingnya 4. Dengan latihan
latihan fisik:
3. Bantu kebutuhan Masa otot
untuk beradaptasi lebih besar
dan melakukan sehingga
aktivitas hidup memberikan

15
sehari-hari, perlindungan
rencana okupasi. pada
4. Peningkatan
osteoporosis
latihan fisik secara Merangsang
adekuat: pembentuka
Dorong latihan
n tulang
dan hindari Gerakan
tekanan pada menimbulkan
tulang seperti kompresi
berjalan vertical dan
Instruksikan
fraktur
klien untuk
vertebra
latihan selaa
kurang lebih 30
menit dan
selingi dengan
istirahat dengan
berbaring
selama 15
menit.
3. Risiko cedera Setelah dilakukan 1. Ciptakan 1. Menciptakan
berhubungan tindakan keperawatan lingkungan yang lingkungan yang
bebas dari bahaya:
dengan diharapkan cedera Tempatkan klien aman dan
dampak tidak terjadi pada tempat mengurangi
sekunder Kriteria hasil: tidur rendah risiko terjadinya
Amati lantai
perubahan Klien tidak jatuh osteoporosis.
yang dapat
2. Ambulasi yang
skeletal dan dan fraktur tidak membahayanka
n klien dilakukan
ketidakseimba terjadi
Klien dapat Berikan tergesa-gesa
ngan tubuh
penerangan
menghindari dapat
yang cukup
aktivitas yang Tempatkan klien menyebabkan

mengakibatkan pada ruangan mudah jatuh.


yang tertutup 3. Penarikan yang
fraktur
dan mudah terlalu keras

16
untuk akan
diobservasi mengkibatkan
Ajarkan klien
tentang fraktur.
4. Pergerakan
pentingnya
menggunakan yang cepat akan
alat pengaan di memudahkan
ruangan
terjadinya
2. Berikan dukungan
ambulasi sesuai fraktur kompresi
dengan kebutuhan. vertebra.
3. Bantu klien untuk 5. Obat-obatan
melakukan
seperti diuretic,
aktivitas hidup
sehari-hari secara fenotiazin dapat
hati-hati. menyebabkan
4. Ajarkan pada klien
pusing,
untuk berhenti
secara perlahan, mengantuk dan
tidak naik tangga lemah yang
dan mengangkat
merupakan
beban berat.
5. Observasi efek predisposisi
samping obat- klien untuk
obatan yang
jatuh.
digunakan.
4. Kurang Setelah dilakukan 1. Kaji ulang proses 1. Memberikan
pengetahuan tindakan keperawatan penyakit dan dasar
mengenai diharapkan klien harapan yang akan pengetahuan
proses memahai tentang datang. dimana klien
2. Ajarkan pada klien
osteoporosis penyakit osteoporosis dapat membuat
tentang terjadinya
dan program dan program terapi. pilihan
osteoporosis.
terapi yang Kriteria hasil: berdasarkan
3. Berikan pendidikan
berhubungan Klien mampu informal.
kepada klien
2. Informasi yang
dengan kurang menjelaskan mengenai efek
diberikan akan
inforasi, salah tentang samping
membuat klien
persepsi penyakitnya penggunaan obat.
Mampu lebih
ditandai
menyebutkan memahami

17
dengan klien program terapi tentang
mengatakan yang diberkan penyakitnya.
3. Suplemen
kurng mengerti Klien tampak
tenang kalsium sering
tentang
mengakibatkan
penyakitnya,
nyeri lambung
klien tampak
dan distensi
gelisah
abdomen maka
klien sebaiknya
mengkonsusi
kalsium
bersama
makanan untuk
mengurangi
terjadinya efek
samping.

18

Anda mungkin juga menyukai