PENDAHULUAN
1
dan berkepanjangan. Berdasarkan sebuah studi dari Framingham, hipertensi
menyumbang sekitar seperempat dari kasus gagal jantung. Pada populasi usia
lanjut, sebanyak 68% kasus gagal jantung dikaitkan dengan hipertensi. Penyakit
gagal jantung meningkat sesuai dengan usia, berkisar kurang dari l % pada usia
kurang dari 50 tahun hingga 5% pada usia 50-70 tahun dan 10% pada usia 70
tahun ke atas. Diramalkan tahun 2030 akan ada setidaknya 25 juta orang
meninggal akibat penyakit jantung.2
Seperti yang telah dikemukakan di atas, efek hipertensi berupa gagal
jantung mengalami peningkatan. Perkembangan ini umumnya diawali dengan
Hipertrofi Ventrikel Kiri (HVK) yang memberikan gambaran pembesaran anatomi
jantung (kardiomegali). Pada 50% hipertensi sedang dan hampir pada semua
penderita yang dirawat karena hipertensi berat dijumpai HVK melalui
pemeriksaan ekokardiografi. dan hipertensi sendiri terbukti mendahului gagal
jantung pada 91% kasus gagal jantung. 3
Melihat kondisi dan data data seperti meningkatnya prevalensi hipertensi
sementara masih banyak pasien yang belum diobati ataupun yang sudah diobati
namun belum adekuat, sehingga mengakibatkan tinggi pula insidensi mortalitas
dan morbiditas penyakit jantung yang merupakan salah satu beban ekonomi
bagi negara tertinggal dan berkembang khususnya Indonesia, maka pemahaman
anamnesa, gejala klinik, pemeriksaan fisik, serta kelainan lain yang menyertai
penyakit ini, sangat diperlukan sehingga identifikasi dan pengobatan menjadi
lebih tepat.
2
BAB II
LAPORAN KASUS
B. Keluhan Utama
Sesak nafas yang semakin berat sejak 1 hari SMRS.
3
Sesak tidak disertai bunyi mengi , tidak dipengaruhi cuaca dan debu. Os
merasa lebih nyaman tidur dengan 3 bantal. Keluhan batuk dan
demam disangkal. Os juga mengeluh nyeri dada kiri menjalar hingga
punggung. Nyeri dada seperti diremas-remas. Nyeri timbul ketika os
beraktivitas, berlangsung < 10 menit dan hilang saat istirahat. Nafsu
makan berkurang. Mual dan muntah disangkal. Mata dan kaki sembab
disangkal. BAB dan BAK seperti biasa.
1 hari SMRS, os mengeluh sesak nafas bertambah hebat, sesak
tidak berkurang meskipun istirahat, sesak nafas disertai dengan nyeri
dada sebelah kiri, seperti di remas-remas. Nyeri terasa berat dan terus
menerus selama 1 hari,nyeri tidak menghilang saat beristirahat, Nyeri
menjalar ke punggung. os juga merasa jantung berdebar-debar.
Keluhan sering gemetar, berat badan menurun disangkal. Os lalu
dibawa berobat dan di rawat inap di RSUD bangka tengah.
4
Tekanan darah : 170/100 mmHg
Nadi : 120x/menit
Pernapasan : 28x/menit regular, abdominothorakal
Temperatur : 36,70C
B. Keadaan Spesifik
Keadaan Spesifik :
Kulit
Warna kuning langsat, efloresensi (-), scar (-), pigmentasi normal, ikterus
pada kulit (-), turgor normal, keringat umum (-), keringat setempat (-),
pucat pada telapak tangan dan kaki (-), sianosis (-), pertumbuhan rambut
normal.
Kepala
Bentuk oval, simetris, ekspresi sakit sedang, rambut hitam, alopesia (-),
deformitas (-), perdarahan (-), nyeri tekan (-).
Mata
Exophtalmus (-), edema palpebra (-), konjungtiva palpebra anemis (-),
sklera ikterik (-), pupil isokor, reflek cahaya normal, pergerakan mata ke
segala arah baik, lapangan penglihatan luas.
Hidung
Bagian luar tidak ada kelainan, septum dan tulang-tulang dalam perabaan
baik, selaput lendir dalam batas normal, tidak ditemukan penyumbatan
maupun perdarahan, pernapasan cuping hidung tidak ada.
Telinga
Pada liang telinga tidak ada kelainan, pendengaran baik.
Mulut
5
Tonsil tidak ada pembesaran, pucat pada lidah (-), lidah tidak kotor, atrofi
papil(-), gusi berdarah (-), stomatitis (-), rhagaden (-), bau pernapasan khas
(-).
Leher
Pembesaran kelenjar getah bening (-), hipertrofi otot
sternokleidomastoideus (-), pembesaran kelenjar tiroid (-), JVP (5-2) cm
H2O, pulsasi (-).
Dada
Bentuk dada simetris, nyeri tekan (-), nyeri ketok (-), krepitasi (-)
Paru-paru
I : simetris, barrel chest (-)
P : stem fremitus kanan = kiri
P : sonor di lapangan paru kiri dan kanan
A: vesikuler kanan = kiri, ronkhi halus (+), wheezing (-)
Jantung
I : ictus cordis tidak terlihat
P : ictus codis teraba
P : batas atas ICS II, batas kanan linea sternalis dextra ICS IV, batas kiri
linea axillaris anterior sinistra ICS V
A: HR 120 x/menit, reguler, murmur sistolik grade 2 pada katup mitral,
gallop (-)
Abdomen
I : Datar
P : Lemas, nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, lien tidak teraba
P : tympani, nyeri ketok (-), shifting dullness (-)
A : Bising Usus (+) normal
6
Ekstremitas Atas
Eutoni, eutrophi, gerakan bebas, kekuatan +5, nyeri sendi (-), edema (-),
jaringan parut (-), pigmentasi normal, acral hangat, jari tabuh (-), turgor
kembali cepat, clubbing finger (-).
Ekstremitas Bawah
Eutoni, eutrophi, gerakan cukup, kekuatan +5, nyeri sendi (-), jaringan
parut (-), pigmentasi normal, acral hangat, clubbing finger (-), turgor
kembali cepat, pitting edema (-)
Alat Kelamin
Tidak diperiksa
Profil Lipid
Kolesterol : 181 mg/dl
Trigliserida : 83 mg/dl
Fungsi Ginjal
7
Ureum : 15 mg/dl
Creatinin : 0,8 mg/dl
Urinalisa
Protein : 2+
Reduksi : (-)
Urobilin : (-)
Bilirubin : (-)
Sediment : (-)
Leukosit : 2-4
Eritrosit : 5-7
Epitel : (+)
Kristal : (-)
Silinder : granuler (+)
Keton : (-)
B. Hasil Elektrokardiograf
5 Februari 2015
Kesan : irama sinus, HR 120 x/m, axis normal,gel P < 0,12 det, P-R
Interval < 0,20 det, segment ST isoelektrik, Q patologis di II, III AVF, gel
8
S di V1 ditambah gel R di V5 atau V6 lebih dari 35 mm menunjukkan
Left Ventrikel Hipertrophy (LVH)
7 Februari 2015
Kesan : irama sinus, HR 83 x/m, axis normal, gel P < 0,12 det, P-R
Interval < 0,20 det, segment ST isoelektrik. Q patologis di II, III AVF, gel
S di V1 ditambah gel R di V5 atau V6 lebih dari 35 mm menunjukkan
Left Ventrikel Hipertrophy (LVH)
C. Radiologi
6 Februari 2015
9
Kesan : Kardiomegali
2.4. Diagnosis Kerja
Hipertensi Heart Disease (HHD) NYHA IV
2.5. Tatalaksana
Non medikamentosa
Bed rest posisi duduk
O2 2-4 liter
Diet rendah garam
Medikamentosa
- IVFD Asering 10 TPM (micro)
- Furosemide 2 x 20 mg (IV)
- Ranitidin 2 x 50 mg (IV)
- Bisoprolol 1 x 5 mg tab
- Amlodipin 1 x 10 mg tab
- Laxadyn syr 3 x 1 C
- Alprazolam 1 x 1 mg tab
2.6. Prognosis
10
Quo ad vitam : dubia
Quo ad functionam : malam
Quo ad sanationam : dubia
2.7. Follow Up
Tanggal 6 Februari 2015
S : sesak nafas (+), nyeri dada kiri tembus hingga belakang
O: Ku : tampak sakit sedang
TD : 130/90 mmhg
N : 98x/menit
RR : 28x/menit
T : 36,5 0C
Abdomen : datar, lemas, nyeri tekan epigastrium (-), hepar tidak teraba,
lien tidak teraba, timpani, BU (+) normal
11
Inj. Farsix 2 x 20 mg (IV)
Inj. Ranitidin 2 x 50 mg (IV)
Bisoprolol 1 x 10 mg tab
Amlodipin 1 x 10 mg tab
NRF 1 x 1 tab
Alprazolam 1 x 1 mg tab
Laxadyn syr 3 x 1 C
Abdomen : datar, lemas, nyeri tekan epigastrium (-), hepar dan lien
tidak teraba, Timpani, BU (+) normal
12
Ekstremitas : Ikterik (-)akral hangat, edema (-/-), eutonia
A HHD NYHA IV
P : IVFD Asering 10 TPM
Inj. Farsix 2 x 20 mg (IV)
Inj. Ranitidin 2 x 50 mg (IV)
Bisoprolol 1 x 10 mg tab
Amlodipin 1 x 10 mg tab
Alprazolam 1 x 1 mg tab
Laxadyn syr 3 x 1 C
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
13
A. Definisi
Hipertensi heart disease (HHD) adalah istilah yang diterapkan untuk
menyebutkan penyakit jantung secara keseluruhan, mulai dari left ventricle
hyperthrophy (LVH), aritmia jantung, penyakit jantung koroner, dan penyakit
jantung kronis, yang disebabkan karena peningkatan tekanan darah, baik secara
langsung maupun tidak langsung.
B. Klasifikasi
Gagal jantung menurut onset dibedakan menjadi gagal jantung akut dan
gagal jantung kronis. Gagal jantung akut adalah serangan cepat (rapid onset) dari
gejala-gejala atau tanda akibat fungsi jantung yang abnormal. Dapat terjadi
dengan atau tanpa adanya sakit jantung sebelumnya. Sedangkan gagal jantung
kronis adalah gagal jantung yang biasanya merupakan kombinasi antara jantung
dan sistem organ lainnya terutama penyakit metabolik.3
Gagal jantung secara anatomi dibedakan menjadi gagal jantung kanan dan
gagal jantung kiri. Gagal jantung kiri adalah kelemahan ventrikel meningkatkan
tekanan vena pulmonalis dan paru, sedangkan gagal jantung kanan adalah
keadaan yang melemahkan ventrikel kanan akibat peningkatan tekanan pada
paru.3
Berdasarkan drajatnya gagal jantung diklasifikasikan menurut NYHA (New
York Heart Association) :4
Diagnosis gagal ditegakkan berdasarkan derajat gagal jantung NYHA :
NYHA 1, tidak adanya keterbatasan dalam aktivitas ringan.
NYHA 2, adanya sedikit keterbatasan dalam aktivitas ringan, penderita
merasa lebih nyaman saat beristirahat, aktivitas ringan terkadang
menyebabkan dyspnea, palpitasi.
NYHA 3, aktivitas fisik berat yang terbatas.
NYHA 4, penderita tidak dapat melakukan aktivitas apapun.
C. Etiologi
Faktor resiko yang dianggap sebagai penyebab gagal jantung :4
1. metabolisme tubuh yang meningkat :
febris
anemia
14
hipertiroid
2. volume preload yang meningkat :
diet garam
cairan intravena
gagal ginjal
3. Peningkatan afterload :
hipertensi tak terkontrol
emboli paru
4. penurunan kontraksi miokard :
obat-obatan yang bersifat inotropik negatif
obat antiaritmia
5. severe bradikardi
6. progresifitas penyakit yang sebelumnya :
infark miokard akut
aneurisma ventrikel
endokarditis
D. Patogenesis
Peningkatan tekanan darah secara sistemik meningkatkan resistensi terhadap
pemompaan darah dari ventrikel kiri, sehingga beban jantung bertambah. Sebagai
akibatnya terjadi hipertrofi ventrikel kiri untuk meningkatkan kontraksi.
Hipertrofi ini ditandai dengan ketebalan dinding yang bertambah, fungsi ruang
yang memburuk, dan dilatasi ruang jantung. Akan tetapi kemampuan ventrikel
untuk mempertahankan curah jantung dengan hipertrofi kompensasi akhirnya
terlampaui dan terjadi dilatasi dan payah jantung. Jantung semakin terancam
seiring parahnya aterosklerosis koroner. Angina pectoris juga dapat terjadi kerana
gabungan penyakit arterial koroner yang cepat dan kebutuhan oksigen miokard
yang bertambah akibat penambahan massa miokard.
Gambar 1. Patofisiologi Gagal Jantung pada HHD
15
Aktifitas neurohormonal terjadi dengan peningkatan vasokonstriktor (renin,
angiotensin II, katekolamin) yang memicu retensi garam dan air serta
meningkatkan beban akhir (afterload) jantung. Hal tersebut mengurangi
pengosongan ventrikel kiri (LV) dan menurunkan curah jantung, yang
menyebabkan aktivasi neuroendokrin yang lebih hebat. Sehingga
meningkatkan afterload dan seterusnya, yang akhirnya membentuk lingkaran
setan.
Adanya gagal jantung menyebabkan kompensasi yang bertujuan
memperbaiki curah jantung dan tekanan darah , dengan meningkatnya tonus
simpatis beserta pelepasan norefinefrin dan efinefrin yang lebih besar. Pengaktifan
adrenoreseptor di jantung akan menyebabkan peningkatan frekuensi jantung,
peningkatan kontraktilitas sehingga curah jantung sedikit meningkat.
Vasokonstriksi adrenergik 1 akan menimbulkan penurunan aliran darah yang
melalui otot rangka, kulit, dan ginjal, akibat penuruan curah jantung sehingga
darah lebih banyak ke arteri menyuplai jantung dan otak. Penurunan perfusi ginjal
yang akan mengaktifkan sistem renin-angiotensin-aldosteron, meningkatkan
fraksi dan meningkatkan pelepasan ADH. Dari semua mekanisme tersebut
menyebabkan absorpsi garam dan air dan menyebabkan vasokonstriksi. Akibat
dari gagal jantung kiri maka akan terjadi peningkatan tekanan kapiler paru
16
sehingga dispnea dan takipnea melalui reseptor-J di paru dan edema paru dengan
hipoksia. Sedangkan gagal jantung kanan akan terjadi edema perifer (kaki bagian
bawah seharian dan pada malam hari terjadi pengeluaran cairan dengan deuresis
nokturnal).4
E. Manifestasi Klinis
Merupakan gabungan dari kedua bentuk klinik gagal jantung kiri dan
kanan.
F. Penegakan Diagnostik
Kriteria Framingham dapat pula dipakai untuk diagnosa gagal jantung
kongestif :3
17
Kriteria Major :
paroksisimal nokturnal dispnea
distensi vena leher
ronki paru
kardiomegali
edema paru akut
gallop S3
peninggian tekanan vena jugularis
refluks hepatojugular
Kriteria Minor :
edema ekstremitas
batuk malam hari
dispnea d`effort
hepatomegali
efusi pleura
penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal
takikardi (>120/menit)
18
Sedangkan pada gagal jantung kanan akan tampak gambran lowvoltage pada
lead I, II, III, aksis ke kanan karena disebabkan peningkatan tekanan pada
ventrikel kanan, sehingga ventrikel kanan tampak hipertrophy9. Tampak
gelombang T inversi pada lead II, v2, v3, v4, v5, v6 dan hampir pada semua lead
gelombang P meninggi dan ST strain pada sadapan v2 (Gambar. 2).
Atrial fibrilasi kejadian AF disebabkan oleh berbagai keadaan, salah satunya
adalah pada pasien-pasien dengan Congestive Heart Failure (CHF), dimana
terjadi pembesaran ruang-ruang jantung, termasuk atrium tempat permulaan
terjadi konduksi aliran listrik jantung. AF menjadi suatu keadaan yang emergensi
dibidang kardiovaskular ketika terjadi peningkatan respon yang berlebihan oleh
ventrikel (Nadi>100x/), keadaan ini kita sebut sebagai Rapid Ventricular
Response.3
Gambar 3. EKG pada Atrial Fibrilasi
Sumber : Electrocardiograph9
19
Selain dari pemeriksaan fisik, EKG dan poto thorax diagnosis gagal jantung
juga dapat ditegakkan dengan pemeriksaan dopler dan kateterisasi.3
G. Tatalaksana
Edukasi :
Membatasi aktifitas fisik
Mengobati faktor pencetus dan sebab penyakit jantung
Mengatur dan mengurangi konsumsi garam
Terapi konservatif :
posisikan jalan nafas jangan sampai tertengkuk.
oksigenasi yang adekuat.
pertahankan saturasi oksigen antara 95%-98%.
Terapi farmakologi :4
ACE-Inhibitor, menurunkan angiotensin II dan aldosteron, mempengaruhi
efek negatif yang ditimbulkan oleh senyawa-senyawa tersebut, diantaranya
dapat mereduksi remodeling ventrikuler, fibrosis miokardial, apoptosis
miosit, hipertropi kardiak, pelepasa norepinefrin, vasokonstriksi dan
retensi antrium dan air. Efek hemodinamik dapat diamati dengan terapi
jangka panjang, termasuk diantaranya peningkatan secara signifikan
indeks kardiak, kerja stroke, dan indeks volume stroke, dibarengi dengan
penurunan secara signifikan pada tekanan pengisian ventrikel kiri,
resistensi vaskular sistemik, rata-rata tekanan atrial dan denyut jantung.
Obat ini harus dititrasi sampai dengan adanya perbaikan dengan bukti
klinis bukan dengan gejala subjektif.
Beta Bloker, efek menguntungkan dari penggunaan senyawa -bloker
dapat ditunjukkan melalui perlambatan atau pembalikan dari detrimental
ventrikular remodeling yang disebabakan stimulasi simpatis, menurunkan
kematian miosit akibat nekrosis atau apoptosis yang terinduksi oleh
katekolamin, timbulnya efek antiaritmia dan pencegahan terhadap efek
dari aktivasi simpatis. Obat-obatan ini dapat menimbulakn peningkatan
fraksi ejeksi dari ventrikel kiri, menurunkan massa ventrikel, dan
20
mengurangi volumes sistolik dan siastolik. Beta bloker tidak diberikan
pada pasien dengan kontraindikasi seperti asma.
bisoprolol, inisiasi 1, 25 mg perhari dosis target 10 mg per hari.
metoprolol, inisiasi 25 mg perhari dengan dosis target 150-200 mg
per hari.
Deuretik, bila ditemukan adanya beban cairan atau kongesti.
furosemid, dosis inisial 20-40 mg dengan maksimum 250-500 mg
per hari.
hidroklortiazid, dosis inisial 25 mg, maksimum 50-75 mg per hari.
spinorolaktone , dosis inisial jika diberikan bersama ACE-inhibitor
25, dengan dosis maksimal 50 mg per hari, sedangkan tanpa ACE-
inhibitor 50 mg, dosis maksimal 100-200 mg per hari.
Glikosida, jika ditemukan tanda-tanda atrial fibrilasi. Dosis yang diberikan
0,125 mg setiap 2 hari, jika tidak ditemukan gejala fibrilasi lagi maka
loading dose tidak diperlukan.
21
I. Prognosis
Gagal jantung merupakan pembunuh nomor satu di seluruh dunia, menurut
AHA (American Heart Association) 5 juta orang meninggal akibat gagal jantung
di tahun 2008, sehingga jika tidak ditangani dengan cepat dan tepat maka harapan
hidup penderita pun sedikit dengan penurunan kualitas hidup.2
BAB IV
ANALISA KASUS
Dari hasil anamnesis pada pasien ini didapatkan adanya sesak nafas yang
dirasakan sejak 1 bulan yang lalu, namun menghebat dalam 1 hari terakhir
SMRS. Sejak 1 bulan yang lalu pasien sering terbangun malam hari karena sesak,
22
keadaan ini menunjukan adanya paroksismal nocturnal dispnea. Penderita lebih
merasa nyaman dengan menggunakan 3 bantal menunjukan adanya ortopnea.
23
ronki basah tidak nyaring
kardiomegali
edema paru akut
irama derap S3
peningkatan tekanan vena jugularis
refluks hepatojugular
Kriteria Minor
Edema ekstremitas
Batuk malam hari
Dispnea deffort
Hepatomegali
Efusi pleura
Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal
Takikardia (>120/menit).
Diagnosis gagal jantung ditegakkan minimal ada 1 kriteria major dan 2 kriteria
minor atau 2 kriteria major.
Pada kasus ini terpenuhi 3 kriteria mayor yaitu berupa paroksismal
nokturnal dispnea, kardiomegali, dan ronkhi basah halus serta dipenuhi 2 kriteria
minor yaitu dispnea deffort dan takikardi. Kriteria Framingham diatas
mendukung diagnose pasien mengalami gagal jantung. Dari manifestasi klinis
yang ditemukan yaitu sesak nafas diperberat saat berbaring (ortopnea), terutama
saat tengah malam (paroksismal nocturnal dyspnea), takipnea, takikardia, ronkhi
basah halus di basal paru menunjukkan pasien mengalami gagal jantung kiri
derajat fungsional ke-IV . Sedangkan tanda gagal jantung kanan tidak ditemukan
pada pasien ini. Diagnosa CHF yaitu adanya kegagalan pada jantung kanan dan
kiri juga tidak terpenuhi pada pasien ini sehingga dapat disingkirkan. Dengan
demikian dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan didukung dengan pemeriksaan
penunjang maka penderita pada kasus kami didiagnosa dengan Hipertensi Heart
Disease (HHD) nyha IV.
24
Gagal jantung dapat disebabkan oleh banyak hal. Pada Framingham
Study mengungkapkan, 90 persen gagal jantung kongestif (CHF) disebabkan
penyakit jantung koroner dan hipertensi. Hipertensi telah dibuktikan
meningkatkan risiko terjadinya gagal jantung pada beberapa penelitian, dimana
hipertensi dapat menyebabkan gagal jantung melalui beberapa mekanisme,
termasuk hipertrofi ventrikel kiri. Hipertensi ventrikel kiri dikaitkan dengan
disfungsi ventrikel kiri sistolik dan diastolik dan meningkatkan risiko terjadinya
infark miokard. Pada kasus kami, penderita mempunyai riwayat hipertensi sejak 4
tahun, tidak terkontrol, dan pernah dirawat dengan keluhan yang sama 1 tahun yll.
Gagal jantung juga dapat disebabkan oleh adanya regurgitasi mitral dan
stenosis aorta. Dimana regurgitasi mitral (dan regurgitasi aorta) menyebabkan
kelebihan beban volume (peningkatan preload) sedangkan stenosis aorta
menimbulkan beban tekanan (peningkatan afterload).
Prinsip penatalaksanaan gagal jantung kongestif adalah meningkatkan
oksigenasi dengan pemberian oksigen dan menurunkan konsumsi O2 melalui
istirahat/pembatasan aktivitas, mengurangi beban awal dengan pembatasan
cairan, pemberian diuretik dan vasodilator, mengurangi beban akhir dengan
pemberian ACE antagonis dan prasosin, serta memperbaiki kontraktilitas dengan
pemberian inotropik. Pada kasus kami, terapi yang diberikan yaitu Bed Rest
Posisi duduk, O2 2-4 l/m, Furosemide 2 x 20 mg (IV), Ranitidin 2 x 50 mg
(IV), Bisoprolol 1 x 5 mg tab, Amlodipin 1 x 10 mg tab, Laxadyn syr 3 x 1 C,
Alprazolam 1 x 1 mg tab
Meskipun banyak peningkatan dalam evaluasi dan penanganan dari gagal
jantung, gejala-gejala dari gagal jantung masih memberikan prognosis yang
buruk. Namun pada pasien ini prognosisnya cukup baik karena karena kondisi
penderita mengalami perbaikan dalam perawatan. Pasien di pulangkan pada
tanggal 8 Februari 2015.
DAFTAR PUSTAKA
25
1. Lumbantobing, S.M., 2008. Tekanan Darah Tinggi. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
2. Panggabean, Marulam M. Gagal Jantung dalam: Buku Ajar Penyakit
Dalam Edisi 4. Jakarta; Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FK UI;
2006. hlm.1503.
3. Braunwald, Eugene. Heart Failure and Cor Pulmonale in Principles
of_Internal Medicine 16th Ed. McGraw-Hill Medical publishing division ;
2005. p. 1367.
4. Brashaers, Valentina L. Gagal Jantung Kongestive dalam Aplikasi Klinis
Patofisiologi, Pemeriksaan dan Manajemen Edisi 2, Jakarta; EGC; 2007.
hlm 53-54.
5. Mansjoer Arif, dkk. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius; 2001. hlm 434-435.
26