BLOK DENTOMAKSILOFASIAL I
Skenario 2
Anggota Kelompok 3:
UNIVERSITAS JEMBER
2016
Latar Belakang
STEP 2
Identifikasi Masalah
1. Apa keterlibatan furcation involvement terhadap gigi?
2. Apa yang menyebabkan munculnya fistula?
3. Bagaimana keterkaitan akumulasi plak gigi dengan kerusakan gigi?
4. Bagaimana etiologi gingivitis?
5. Apa indikasi dari Bleeding on probing positif?
6. Apa indikasi dari kehilangan tulang (bone loss)?
7. Bagaimana penjelasan mengenai mobilitas gigi derajat 1 dan 2 ?
8. Apa saja ciri-ciri gingivitis dan penyakit periodontal?
9. Bagaimana keterkaitan gingivitis sehingga terjadi penyakit periodontal?
10. Bagaimana patogenesis gingivitis dan penyakit periodontal?
11. Bagaimana ciri-ciri gingiva sehat dan tidak sehat?
12. Bagaimana bisa terjadi subluksasi pada temporomandibular joint?
STEP 3
Brainstorming
1. Adanya destruksi pada jaringan periodontal , misalkan pada terjadinya
resesi gingiva yang berlanjut sehingga dapat mencapai pada belahan akar
sehingga bifurkasi ataupun trifukasi dapat terlihat. Resesi gingiva tersebut
dapat dikarenakan adanya akumulasi plak gigi yang banyak dan lama-
kelamaan dapat menembus atau menjadi kalkulus sub gingiva. Hal ini jika
terjadi dalam waktu yang lama dapat menyebabkan bone loss sehingga
akar atau belahan akar (bifurkasi dan trifurkasi) dapat terlihat jelas.
2. Benjolan atau bisul pada gusi atau disebut juga fistula, terjadi karena
keradangan menahun (kronis) dan pernanahan pada daerah akar gigi anda
(periapical abcess). Asal mula penyakit ini adalah terjadinya karies
(lobang) pada gigi, biasanya pada gigi geraham, namun bisa saja terjadi
pada semua gigi. Karies yang menahun menyebabkan keradangan pada
daerah sekitar akar gigi, keradangan ini menyebabkan kerusakan tulang
dan jaringan penyangga gigi yang lain. Keradangan yang menahun dan
infeksi kuman karies dapat menyebabkan pernanahan pada sekitar akar
gigi yang karies tersebut. Pertahanan tubuh kita akan berusaha menyerap,
selain itu juga berusaha membuang jaringan yang telah rusak, nanah akibat
infeksi dan kuman tersebut keluar tubuh melalui permukaan yang terdekat.
Biasanya jalan yang terdekat adalah menembus tulang tipis dan gusi yang
menghadap ke pipi, melalui saluran yang disebut fistula. Jika saluran ini
buntu karena sesuatu sebab, maka akan terjadi pengumpulan nanah,
jaringan yang rusak dan kuman, sehingga akan terjadi pembengkaan di
daerah tersebut. Fistula juga dapat timbul karena beberapa sebab, yaitu
adanya nekrosis pulpa yang menyebabkan migrasi bakteri dapat
menembus ke apikal sehingga tubuh melakukan respon imun, salah
satunya dengan memfagosit bakteri-bakteri. Sisa-sisa hasil dari fagositosis
dikeluarkan melalui fistula. Nekrosis pulpa ini juga dapat menyebabkan
abses periapikal sehingga pada saat dilakukannya perawatan saluran akar,
perlu dibuat berupa saluran atau fistula untuk mengeluarkan sisa
mikroorganisme. Selain dari nekrosis pulpa, adanya akumulasi plak dapat
menyebabkan penumpukan mikroorganisme terutama bakteri. Jumlah
bakteri yang tidak sedikit ini, tubuh melakukan respon pertahanan dengan
membunuh atau memfagosit bakteri-bakteri tersebut. Sama seperti respon
bakteri pada nekrosis pulpa, sisa-sisa bakteri yang telah di bunuh akan
dikeluarkan dari daerah tersebut dengan cara permeabilitas pembuluh
darah pada gingiva diperlebar sehingga pembuluh darah kecil pada gingiva
akan vasodilatasi dan lama-kelamaan akan bocor atau pecah sehingga sisa-
sisa respon imun terhadap mikroorganisme dapat dikeluarkan melalui
saluran atau fistula.
3. Keterkaitan akumulasi plak terhadap kerusakan gigi dapat diakibatkan
karena pada plak yang menumpuk, kemungkinan penumpukan jumlah
bakteri juga akan bertambah. Pada plak, terdapat berbagai macam bakteri,
ada bakteri yang menghasilkan eksotoksin, kolagenase dan beberapa
protein termasuk enzim. Bakteri-bakteri yang dapat mengeluarkan enzim
yaitu enzim hialuronidase. Enzim ini dapat mengubah permeabilitas
gingiva sehingga bakteri dapat berpenetrasi ke dalam. Ada pula bakteri
yang dapat menghasilkan eksotoksin. Eksotoksin ini dapat menghancurkan
neutrofil sehingga dapat menghalangi pertahanan primer dari gingiva.
Selain menghasilkan enzim hialuronidase dan eksotoksin, ada bakteri yang
dapat menghasilkan kolagenase yang dapat mengakibatkan rusaknya
kolagen pada gingiva sehingga kadar kolagen gingiva akan menurun,
akibatnya gingiva dapat resesi dan gingiva menjadi lebih keras. Pada plak
juga terdapat bakteri-bakteri gram negatif yang dapat menghasilkan asam
lemak dan peptida dalam rongga mulut. Adanya asam lemak dan peptida
ini dapat mengakibatkan adanya perubahan permeabilitas pembuluh darah
sehingga tubuh akan merespon dengan mengeluarkan kemokin yang akan
bermigrasi menuju bakteri untuk melawan bakteri. Jika hal ini imun tubuh
tidak dapat melawan bakteri maka dapat menyebabkan penurunan
perlekatan gingiva pada gigi. Adanya akumulasi plak juga dapat
mengakibatkan terjadinya karies. Karies yang tidak ditangani dalam waktu
yang lama dapat mengakibatkan nekrosis pada pulpa. Nekrosis pulpa yang
berlanjut dapat merusak pada jaringan periodontal.
4. Ada beberapa etiologi gingivitis yaitu :
Akumulasi plak : adanya bakteri yang menghasilkan enzim
hialuronidase dapat menyebabkan gingivitis
Trauma : bisa dikarenakan menyikat gigi yang tidak benar
sehingga terjadi perdarahan pada gingiva
Defisiensi vitamin C : dapat mengakibatkan penurunan pertahanan
tubuh sehingga mikroorganisme terutama bakteri dapat mudah
masuk dan dapat mengakibatkan inflamasi.
Hormonal : biasanya dialami oleh ibu hamil dan perempuan yang
sedang mengalami menstruasi. Pada fase tersebut, perempuan
dapat dengan mudah terjangkit gingivitis akibat fase labil dari
hormon endokrin. Hal ini dapat mengakibatkan penurunan massa
kolagen sehingga gingiva dapat mengalami resesi. Selain itu fase
labil dari hormon akan mempengaruhi distribusi sel-sel inflamasi
sehingga distribusi sel-sel imun akan menurun dan pertahanan
tubuh terhadap bakteri yang menyebabkan gingivitis akan menurun
sehingga mudah sekali terserang gingivitis.
Nekrosis pulpa : nekrosis yang berkelanjutan dapat mengakibatkan
penyebaran bakteri hingga ke jaringan lunak sekitar gigi oleh
karena itu rentan sekali terjadi gingivitis.
5. Pada bleeding on probing positif, dapat mengakibatkan adanya perdarahan
sehingga dapat mengindikasikan adanya gingivitis karena dalam gingiva
terdapat pembuluh darah kecil yang jika terjadi vasodilatasi dan
mendapatkan gesekan dapat rentan sekali terjadi perdarahan. Selain itu
Probing depth yang pada gigi normal adalah 0,5-2 mm, sehingga jika
terdapat probing depth sebesar 3-6 mm dapat menyebabkan adanya
indikasi periodontitis.
6. Adanya bone loss atau kehilangan tulang pada gigi dapat mengindikasikan
adanya periodontitis. Hal ini dikarenakan terjadinya resorpsi tulang
alveolar. Pada saat terjadinya inflamasi, dapat menghasilkan sitokin yang
akan memperngaruhi osteoklas semakin meningkat dan bakteri juga dapat
mengeluarkan toksin yang dapat menghambat produksi osteoblas dengan
cara merangsang limfosit B yang kemudian merangsang produksi
kemokin. Adanya ketidakseimbangan antara osteoklas dan osteoblas ini
dapat mengakibatkan terjadinya resopsi tulang. Jika resorpsi tulang ini
berlangsung dalam waktu lama tanpa diimbangi oleh adanya remodeling
tulang, dapat menyebabkan bone loss atau kehilangan tulang.
Setelah pengkajian ulang, mekanisme bone loss adalah sebagai berikut.
Resorpsi tulang mungkin merupakan faktor paling kritis pada kerusakan
daerah perlekatan akibat periodontitis yang menyebabkan tanggalnya gigi.
Substansi yang dikeluarkan dari plak bakteri dan jaringan dapat
menyebabkan kerusakan tulang baik melalui diferensiasi maupun oleh
stimulasi osteoklas atau melalui penghambat pembentukan tulang oleh
osteoblas. Faktor-faktor yang menyebabkan resorpsi tulang sudah sering
diteliti dengan sistem kultur jaringan dengan menggunakan tulang
embrionik yang di beri label kalsium radioaktif, substansi yang dapat
merangsang resorpsi tulang berasal dari tiga sumber : Bakteri plak,
gingival dan faktor yang berasal dari sistem imun.
Substansi dari bakteri plak terdiri dari LPS dan lipoteichoic acid
(Hausmann, 1974). Ekstrak dari gingival juga dapat menyebabkan resorpsi
tulang. Heparin dari sel mast meningkatkan resorpsi tulang melalui LPS
bakteri dan lipoteichoic acid, tetapi tidak dapat merangsang terjadinya
resorpsi tulang bila berdiri sendiri. Prostaglandin yang terdapat pada
gingiva yang terinflamasi dalam konsentrasi yang tinggi, merupakan
perangsang yang poten untuk resorpsi tulang. Substansi bakteri seperti
LPS mungkin dapat menyebabkan resorpsi tulang melalui aksi
mengaktifkan komplemen alternatif yang mengeluarkan prostaglandin.
Aktivasi sistem imun juga dapat menyebabkan resorpsi tulang melalui
produksi OAF. Keadaan ini dihasilkan oleh limfosit B dan T yang
teraktikan.
Fungsi osteoklas dapat diatur oleh osteoblas yang mempunyai
reseptor permukaan untuk hormon paratiroid, metabolit vitamin D dan
prostaglandin (Meikle dkk, 1986). Osteoblas dapat member respons
terhadap agen-agen ini dengan cara mensekresi asam dan proteinase netral
yang berperan penting pada degradasi matriks tulang.
Dari penelitian mikroskop electron jelas terlihat bahwa osteoklas
mempunyai aksi melarutkan mineral tulang, yang dirangsang oleh sekresi
asam. Keadaan ini menimbulkan osteoid yang tidak termineralisasi, yang
nantinya akan dihancurkan oleh proteinase yang berasal dari osteoblas dan
akhirnya di resorpsi oleh Osteoklas.
STEP 4
Mapping
GINGIVA
ETIOLOGI
INFLAMASI
Learning Objective
STEP 6
Mandiri
STEP 7
Reporting
Marginal Gingival
Marginal gingival / unattached gingiva merupakan bagian tepi gingiva
yang menyelimuti gigi seperti kerah pada baju. Pada 50% kasus, batas marginal
gingiva dengan attached gingiva ditandai dengan adanya cerukan dangkal yang
disebut free gingival groove. Marginal gingiva umumnya memiliki lebar 1mm,
membentuk dinding jaringan lunak dari sulkus gingiva. Marginal gingiva dapat
dipisahkan dengan permukaan gigi dengan menggunakan probe periodontal.
(Willmann, 2006)
Attached Gingiva
Attached gingiva berhubungan dengan marginal gingiva. Ini terlihat jelas
dan erat terikat pada dasar periosteum tulang alveolar. Gingiva melekat dan
meluas ke mukosa alveolar yang relatif longgar dan bergerak. Attached gingiva
adalah jarak antara mukogingival junction dna proyeksi pada permukaan eksternal
dari bawah sulkus gingiva atau poket periodontal.
Lebar gingiva tergantung dari bentuk wajah dan mulutnya. Yang terbesar
umumnya diwilayah insisivus (3,5 4,5 mm pada rahang atas dan 3,3 3,9mm di
mandibula) dan berkurang dibagian posterior, dengan lebar paling tidak di daerah
premolar pertama (1,9 mm pada rahang atas dan 1,8 mm di mandibula).
Karena mukogingival junction tidak bergerak sepanjang hidup manusia,
perubahan lebar pada attached gingiva disebabkan oleh pembentukan akhir
koronal. Lebar attached gingiva meningkat dengan usia dan pada gigi
supraerupted. Pada aspek lingual mandibula ini, attached gingiva berakhir di
muko-alveolar junction yang dilapisi selaput lendir di dasar mulut. Permukaan
palatal dari gingiva melekat pada rahang atas yang terlihat bercampur dengan
mukosa dan palatum durum (Willmann, 2006).
Interdental Gingiva
Interdental gingiva menempati embrassure gingiva, yang merupakan ruang
interproksimal dibawah daerah kontak gigi. Interdental gingiva dapat berbentuk
piramidal atau memiliki col. Pada yang pertama, ujung satu papila terletak
langsung dibawah titik kontak, yang terakhir menyajikan depresi valley-like yang
menghubungkan fasial dan lingual papilla serta sesuai dengan bentuk kontak
interproksimal.
Karakteristik Gingiva Sehat
1. Warna
Gingiva sehat umumnya memiliki warna yang disebut coral pink. Warna
lain seperti merah, putih, dan biru dapat menandai adanya peradangan (gingivitis)
atau kelainan lain. Walaupun menurut textbook warna gingiva disebut coral
pink, pigmentasi rasial normal membuat gingiva berwarna lebih gelap. Karena
warna gingiva dipengaruhi pigmentasi rasial, keseharian dalam warna lebih
penting daripada warna yang ada.
2. Kontur
Gingiva sehat memiliki permukaan halus dan bergelombang didepan tiap
gigi. Gingiva sehat menempati daerah interdental dengan tepat dan pas, berbeda
dengan papilla gingiva yang membengkak yang terdapat pada gingivitis, atau
embrassure yang kosong pada penyakit periodontal. Gusi yang sehat melekat erat
pada tiap gigi, bentuknya meruncing seperti ujung pisau pada tepi marginal
gingiva bebas. Disisi lain, gusi yang meradang memiliki tepi yang menggembung
atau bulat.
3. Tekstur
Gingiva sehat bertekstur padat, tahan terhadap adanya pergerakan. Tekstur
ini sering dideskripsikan sama seperti kulit jeruk. Gingiva yang tidak sehat
teksturnya membengkak dan seperti busa. Gingiva berfungsi melindungi jaringan
dibawah perlekatan gigi terhadap pengaruh lingkungan rongga mulut (Susanto,
2009)
B. Ligamentum Periodontal
Ligamen adalah suatu ikatan yang biasanya menghubungkan dua buah
tulang. Akar gigi berhubungan dengan soketnya pada tulang alveolar melalui
struktur jaringan ikat yang dapat dianggap sebagai ligamen. Ligamen periodontal
tidak hanya menghubungkan gigi ke tulang rahang tetapi juga menopang gigi
pada soketnya dan menyerap beban yang mengenai gigi.
Ligamentum periodontal terdiri atas komponen selular dan interselular.
Komponen selular terdiri atas sel jaringan ikat, sel-sel epithelial, sel-sel sistem
imunitas, dan sel-sel yang berkaitan dengan elemen neurovaskular. Sel-sel
jaringan ikat terdiri dari fibroblast, cementoblast, dan osteoblast, sedangkan sel-
sel imunitas terdiri dari neutrofil, limfosit, makrofag, sel Mast, dan eusinofil.
Komponen interselular ligamentum periodontal tersusun atas jaringan
fibrous dan substansi dasar. Jaringan fibrous terdiri dari serat kolagen, terutama
kolagen tipe I dan III. Pada ligamentum periodontal terdapat istilah serat Sharpey,
yaitu bagian terminal dari serat kolagen utama yang masuk ke dalam sementum
dan tulang. Serat ini dapat mengalami kalsifikasi dalam derajat signifikan.
C. Sementum
Sementum merupakan jaringan menyerupai tulang yang tipis dank eras
yang menyelimuti akar anatomi gigi dan temat melekatnya serabut sharpey.
Sementum dibentuk oleh sementoblas yang berkembang dari sel-sel mesenkim
yang tidak terdiferensiasi dalam jaringan ikat folikel dentalis.
Struktur Sementum
Menurut Manson & Eley (1993) secara umum sementum dibagi menjadi
dua, yaitu sementum aseluler (primer) dan sementum seluler (sekunder).
Keduanya mengandung matrix alcified interfibrilar dan fibril kolagen. Struktur
sementum antara lain:
1. Sementum seluler
Tipe sementum yang ditemukan di daerah apikal dan region furkasi gigi.
Mengandung sementosit yang berada dalam lakuna, berhubungan melalui
suatu sistem anastomosis kanalikuli. Terdapat dua sumber serat kolagen,
yaitu Sharpey`s fiber dan kelompok serat yang merupakan bagian matriks
sementum yang dibentuk sementoblast.
2. Sementum aseluler
Tipe sementum ini menutupi semua bagian dari permukaan akar gigi yang
berupa lapisan hyaline tipis. Mempunyai garis incremental yang berjalan
paralel pada permukaan akar gigi. Terdiri atas Sharpey`s fiber yang
terkalsifikasi.
3. Sementum intermediate
4. Tulang Alveolar
Tulang alveolar adalah bagian dari maxilla dan mandibula yang membentuk
dan menyokong soket gigi. Tulang alveolar terus menerus mengalami remodeling
akibat aktivitas dari osteoclast dan osteoblast (Carison, 2009).
Tulang alveolar terdiri dari :
1. Keping kortikal eksternal yang dibentuk oleh tulang havers dan lamella
tulang compact (Caranza, 2002). Keping kortikal eksternal menutupi
tulang alveolar dan lebih tipis pada bagian facial (Zainal & Salmah,
1992). Keping kortikal eksternal berjalan miring kea rah koronal untuk
bergabung dengan tulang alveolar sejati dan membentuk membentuk
dinding alveolar dengan ketebalan sekitar 0,1 0,4 mm. Dinding alveolar
dilalui oleh pembuluh darah dan pembuluh lymph serta syaraf yang
masuk ke dalam ruang periodontal melalui sejumlah kanal kecil.
2. Dinding soket yang tipis pada bagian dalam tulang compact disebut
tulang alveolar sejati yang terlihat seperti lamina dura pada gambaran
radiografis (Carranza, 2002)
3. Trabekula cancellous berada diantara lapisan tulang compact dan tulang
alveolar sejati. Septum interdental terdiri dari trabekula concellous yang
mendukung tulang dan menutupi bagian dalam border tulang compact
(Carranza, 2002)
Faktor trauma
a. Oklusi primer lesi patologis oleh gaya kuat yang mengganggu
jaringan penyangga gigi yang normal. Contohnya : kekuatan
orthodonti dan jigling force (gigi penyangga gigi tiruan), akan
mengakibatkan hilangnya perlekatan atau membentuk poket, bila
mendapat tekanan lebih besar daripada daya adaptasi jaringan
periodontal.
b. Oklusi sekunder lesi patologis oleh gaya normal pada jaringan
penyangga gigi yang sakit. Ini berakibat pada meningkatnya
penyebaran inflamasi atau jaringan penyangga gigi yang terinfeksi ke
jaringan penyangga gigi lainnya.
Faktor oklusi traumatik ini adalah faktor resiko yang signifikan dalam
perkembangan penyakit periodontal.
Faktor Sistemik
Faktor sistemik merupakan faktor resiko yang dapat bersifat langsung
maupun tidak langsung terhadap tingkat keparahan penyakit periodontal.
1. Faktor endokrin
Pubertas, kehamilan, menopause merupakan keadaan yang berakibat
adanya perunahan hormonal. Pada ibu hamil, sering terlihat adanya
pembengkakan gingiva dan perdarahan gingiva spontan. Kehamilan
merupakan keadan fisiologis yang menyebabkan perubahan keseimbangan
hormonal, terutama perubahan hormon estrogen dan progesteron.
Peningkatan konsentrasi hormon estrogen dan progesteron pada masa
kehamilan mempunyai efek bervariasi pada jaringan, di antaranya
pelebaran pembuluh darah yang mengakibatkan bertambahnya aliran darah
sehingga gusi menjadi lebih merah, bengkak dan mudah mengalami
perdarahan. Selain itu hormon progesteron dan estrogen dapat merangsang
pembentukan prostaglandin pada gingiva ibu hamil dimana prostaglandin
adalah mediator inflamatori sehingga dapat memperburuk gingivitis.
Kadar progesteron yang meningkat selama masa kehamilan juga dapat
memicu terjadinya peradangan gingiva dengan menghambat produksi
interleukin-6 (IL-6). Interleukin-6 berfungsi menstimulasi diferensiasi
limfosit B, limfosit T dan mengaktifkan sel makrofag dan sel NK, dimana
sel-sel tersebut berperan menyerang dan memfagositosis bakteri yang
masuk ke sirkulasi darah, sehingga dengan dihambatnya produksi IL-6
mengakibatkan gingiva rentan terhadap peradangan. Namun keadaan ini
bersifat reversibel dan menghilang setelah ibu melahirkan.
2. Malnutrisi
Hubungan sebab-akibat antara malnutrisi dengan penyakit periodontal
masih belum diketahui secara pasti. Penelitian tentang hal ini Iebih banyak
dilakukan dengan binatang percobaan. Namun, meskipun ada hubungan,
diperkirakan hal ini terjadi secara tidak langsung. Sebagai contoh,
defisiensi vitamin A dan C dapat menurunkan fungsi fagositosis sel,
sehingga mempercepat terjadinya penyakit periodontal, bila ada plak gigi.
3.Obat-obatan
Pemakai obat-obatan untuk epilepsi seperti Phenytoin sering terlihat
adanya pembengkakan gingiva. Namun demikian, apakah penampakan
klinis ini sama seperti penyakit periodontal karena plak gigi masih harus
diteliti.
4.Kondisi psikologi
Faktor psikososial seperti stress fisik maupun mental dapat
mengganggu kestabilan imun respon yaitu adanya gangguan hubungan
neuroendokrinrespon imun. Studi epidemiologi memperlihatkan bahwa
penderita stress menunjukkan tingkat penyakit periodontal yang lebih
parch dibanding kontrol. Diperlihatkan bahwa stress meningkatkan level
glukokortikoid yang selanjutnya dapat menurunkan fungsi sel makrofag,
netrofil, monosit dan sel mastus.
5. Diabetes Melitus
Penderita Diabetes Melitus (DM) yang mempunyai tingkat resiko
terjadinya penyakit periodontal destruktif lebih tinggi dibanding individu
tanpa tanpa DM. Hal ini disebabkan karena interaksi perubahan patologis
akibat DM yaitu
A. Perubahan vaskular
Status hiperglikemia yang terlalu lama berakibat adanya perubahan
vaskular. Peningkatan gukosa darah yang lama menyebabkan
kenaikan pembentukan produk akhir dari proses glikasi lanjut yang
berupa protein tanpa proses glikasi enzimatik dan berupa lipid.
Produk ini terakumulasi pada dinding pembuluh darah sehingga
meningkatkan ketebalan dinding darah. Akibatnya terjadi
gangguan diapedesis leukosit, difusi oksigen dan pembuangan hasil
metabolisme.
B. Modifikasi respon hospes
DM menyebabkan terjadinya gangguan pada khemotaksis,
fagositosis dan destruksi bakteri sel netrofil. Gangguan ini
mungkin karena peningkatan level PGE2 dan peningkatan level
lipid (terutama asam lemak tak jenuh dan trigliserid) akibat
turunnya konsentrasi insulin.
C. Gangguan metabolisme jaringan konektivus
Gangguan ini lebih banyak karena adanya gangguan metabolisme
kolagen (salah satu matriks ekstraseluler). Glikasi non-enzimatik
meningkatkan ikatan silang antar kolagen sehingga mengurangi
kelarutan dan memperlambat metabolisme kolagen. Hal ini
berakibat terjadinya gangguan proses penyembuhan luka.
D. Respon inflamasi yang berlebihan
Pada kondisi hiperglikemia pada penderita DM, sensitivitas sel
monosit terhadap stimulus seperti LPS meningkat drastis. Jadi
setelah stimuli dengan LPS, sei monosit akan memproduksi
mediator, seperti IL-1, PGE2 dan TNF-alpha lebih tinggi.
Akibatnya lebih cepat terjadi destruksi jaringan periodontal karena
aktivitasosteoklast untuk resorpsi tulang dan aktivitas MMP yang
merusak matriks ekstraseluler.
Salah satu komplikasi diabetes mellitus yang cukup serius di
bidang kedokteran gigi adalah oral diabetik, yang meliputi mulut
kering, gusi mudah berdarah (gingivitis), kalkulus, resorbsi tulang
alveolaris, periodontitis dan lain sebagainya. Dari sekian banyak
komplikasi yang terjadi, periodontitis merupakan komplikasi yang paling
sering terjadi pada penderita diabetes mellitus dengan tingkat
prevalensi yang tinggi hingga mencapai angka 75%. Hasil penelitian
tingkat keparahan periodontitis pada 126 penderita diabetes mellitus
pada tahun 2008 terdapat 8 orang (6,3%) yang menderita periodontitis
reversibel dan 118 orang (93,7%) yang menderita periodontitis
irreversibel. Menurut penelitian Hidayati Sri, Adin Muafiro, Joko Suwito
(2008), penderita diabetes mellitus mempunyai kecenderungan untuk
menderita periodontitis lebih besar dibandingkan dengan yang tidak
menderita diabetes mellitus.
6.Infeksi HIV
HIV (Human lmmunodefficiency Virus) menyebabkan sindroma
imunodefisiensi yang dikenal sebagai AIDS. Pada penderita AIDS,
peningkatan keparahan penyakit periodontal mungkin disebabkan karena
gangguan khemotaksis, fagositosis dan penghancuran bakteri sel netrofil,
penurunan khemotaksis monosit, gangguan penghancuran bakteri via
reseptor Fc dan gangguan fungsi sitotoksik sel monosit via antibodi-
antigen kompleks. Penurunan jumlah sel CD4 (set T helper) memperjelas
gangguan respon imun dan peningkatan penyakit periodontal.
7.Faktor Genetik
Peradangan gingiva yang berasal dari faktor genetik terlihat pada
Hereditary gingival fibromatosis dan beberapa kelainan mukokutaneus
yang bermanifestasi sebagai peradangan gingiva. Hereditary gingival
fibromatosis (HGF) adalah suatu keadaan yang tidak biasa yang ditandai
oleh diffuse gingival enlargement, kadang-kadang menutupi sebagian
besar permukaan atau seluruh gigi. Peradangan timbul tanpa tergantung
dari pengangkatan plak secara efektif.
Faktor Hematologi
Plak bakteri pada daerah subgingiva tidak dipengaruhi oleh Iingkungan mulut
namun terbatas oleh ruang yang sangat terbatas dan sistem pertahanan alami
(innate) hospes. Ruangan subgingiva sangat terbatas pada individu sehat
periodontal. Namun,bila akumulasi plak terjadi terus-menerus, akan terjadi
pengurangan perlekatan lapisan epitel gingiva pada permukaan gigi dan berakibat
peningkatan kedalaman poket gingiva. Sebaliknya, hospes akan membatasi
perkembangan plak dengan memelihara keutuhan lapisan epitel. Cairan krevikular
gingival mengandung pula komponen antibakteri seperti lisosim, komplemen dan
beberapa faktor pendorong peningkatan permeabilitas pembuluh darah,
diantaranya bradikinin, thrombin, dan fibrinogen. Sel polimorfonuklear dan
monosit yang keluar dari pembuluh darah dapat pula menghancurkan bakteri. Sel
ini memerlukan signal atau faktor yang disebut khemoatraktan (disebut pula
khemokin) agar dapat keluar dari pembuluh darah dan berjalan menuju ke plak
gigi. Khemokin ini diantaranya interleukin-8 (IL-8) dan MCP-1 (Monocyte
Chemotaxis Protein-1). Semakin mendekati lokasi gigi, level protein ini pada
gingiva akan semakin meningkat.
Pada individu berusia muda dengan jaringan periodontal sehat, plak gigi
didominasi oleh bakteri gram positif, streptokokus dan actinomyces sp. Semakin
tua usia, jenis bakteri plak gigi pada jaringan periodontal sehat akan berubah
dengan semakin banyaknya gram negatif seperti Fusobacterium nucleatum,
Porphyromonas gingivalis, Prevotella intermedia dan EikeIla corodens.Jadi umur
individu sangat menentukan jenis bakteri plak gigi pada jaringan periodontal
sehat. Pada penderita gingivitis, jumlah bakteri akan bertambah dan peran sistem
pertahanan hospes akan mempengaruhi perubahan jenis bakteri. Plak gigi pada
gingivitis didominasi oleh gram negatif.
Patogenesis Gingivitis
Gingivitis dapat dibagi menjadi dua yaitu gingivitis yang diinduksi plak dan
tanpa diinduksi plak. Gingivitis yang diinduksi plak merupakan hasil interaksi
antara mikroorganisme pada plak gigi dan sel inflamasi inang. Interaksi antara
bakteri plak dan inang dipengaruhi oleh faktor lokal, faktor sistemik, medikasi,
dan malnutrisi yang akan mempengaruhi keparahan dandurasi penyakit. Faktor
lokal diantaranya faktor retensi kalkulus pada mahkota dan permukaan akar gigi,
bentuk dan tepi restorasi yang tidak baik, desain gigi tiruan lepasan yang kurang
baik, alat ortodonsi, maloklusi, gigitan terbuka, dan kebiasaan merokok. Faktor
sistemik yaitu adanya penyakit diabetes, kehamilan dan pubertas. Tahap terjadinya
gingivitis yang diinduksi plak dapat dibedakan menjadi empat fase yaitu tahap
awal, tahap dini, tahap menetap, dan tahap lanjut (Newman et al, 2012).
Tahap awal (initial stage),
Gingivitis berkembang selama 2-4 hari setelah akumulasi plak. Timbul dilatasi
kapiler dan peningkatan permeabilitas vaskular. Produk bakteri akan
menstimulasi netrofil dan monosit untuk bermigrasi ke jaringan ikat. Aliran
cairan sulkus gingival meningkat dan melakukan proses pengenceran terhadap
produk bakteri dan sekaligus membersihkan bakteri dan produknya dari sulkus
gingiva. Gejala klinis yang nampak hanyalah peningkatan aliran cairan sulkus
gingiva (Newman et al, 2012).
Tahap dini (early lesion),
Gingivitis berkembang 1 minggu setelah akumulasi plak dan menampakkan
tanda awal gejala klinis. Gingiva tampak eritema akibat proliferasi kapiler,
kebocoran mikrovaskuler, dan adanya vasodilatasi. Migrasi limfosit dan
netrofil ke sulkus gingiva meningkat untuk memfagosit bakteri. Sel
polymorphonuclear (PMN) dapat ditemukan di lamina basal dan epitelium.
Fibroblas mengalami degenerasi melalui apoptosis sehingga meningkatkan
infiltrasi leukosit. Terjadi destruksi kolagen di apikal dan lateral junctional
epitheliumdan epitelium sulkus. Sel basal mulai berproliferasi. Gejala klinis
yang nampak yaitu eritema dan tampak sedikit bengkak pada gingiva
(Newman et al, 2012).
Tahap menetap (established lesion)
Biasa disebut gingivitis kronis. Gingivitis kronis. Terjadi 2 sampai 3 minggu
setelah akumulasi plak. Progesivitas dari lesi dini menjadi lesi menetap
tergantung dari komposisi dan kuantitas plak gigi, kerentanan inang, dan
faktor resiko. Terdapat infiltrasi sel inflamasi yang didominasi sel plasma,
netrofil dan limfosit pada jaringan ikat yang terinflamasi, di tepi dan lateral
junctional epithelium dan epitelium sulkus, disekitar pembuluh darah, dan di
antara serat kolagen. Pada tahap ini aliran darah pada gingival berkurang
sehingga aliran vena menjadi lamban. Hal tersebut mengakibatkan adanya
ekstravasasi sel darah merah ke dalam jaringan ikat dan dan penguraian
hemoglobin ke dalam komponen pigmen. Maka secara klinis warna gingiva
tampak memerah dan kebiru-biruan. Selain perubahan warna dapat juga
dijumpai perubahan ukuran ataupun tekstur pada gingival. Junctional
epithelium dan epitelium sulkus membentuk poket epitel yang tidak melekat
dan mengandung netrofil dalam jumlah banyak. Epitel poket terulserasi
sehingga akan berdarah pada saat probing (Newman et al, 2012). Gingivitis
kronis dapat mengalami dua keadaan yaitu keadaan tetap dan tidak
berkembang, atau mengalami perkembangan lebih lanjut dan menjadi
penyakit yang destruktif. Gingivitis kronis bersifat reversibel sehingga dengan
terapi periodontal yang berhasil, bakteri plak akan kembali normal seperti
pada jaringan periodontal yang sehat, terjadi penurunan sel plasma dan jumlah
sel limfosit yang proporsional (Newman et al, 2012).
Tahap lanjut (advanced lesion)
Merupakan transisi dari gingivitis ke periodontitis yang dipengaruhi
komposisi dan kuantitas biofilm, respon inflamasi inang, faktor penerimaan
inang, termasuk faktor lingkungan dan genetik. Netrofil dominan ditemukan
pada poket epitel dan poket periodontal, sel plasma dominan pada jaringan
ikat. Junctional epithelium bermigrasi sepanjang akar gigi menuju area deplesi
kolagen, sedangkan osteoklas mulai meresorpsi tulang alveolar. Ketika poket
semakin dalam, poket menjadi tempat yang baik untuk bakteri patogen
periodontal karena menjadi lingkungan yang anaerob dengan suplai nutrisi
dan bakteri tidak tereliminasi oleh sel inflamasi. Kerusakan ligamen
periodontal terus berlanjut, resorpsi tulang, junctional epithelium bermigrasi
ke apikal, sehingga poket yang terbentuk semakin dalam (Newman et al,
2012). Mikrobiota plak gigi pada gingivitis awal yaitu bakteri Gram-positif
bentuk batang, Grampositif bentuk kokus, dan bakteri Gram-negatif bentuk
kokus. Transisi menjadi gingivitis tampak nyata dengan adanya inflamasi dan
bakteri Gram-negatif batang dan filamen mulai muncul, kemudian bakteri
spirochaeta dan motil. Proporsi bakteri subgingiva pada gingivitis yang
diinduksi plak yaitu Gram-positif (56%), Gram-negatif (44%), dan
mikroorganisme anaerob fakultatif (59%) dan anaerob (41%). Bakteri Gram-
positif termasuk Streptococcus spp. (Streptococcus sanguinis, Streptococcus
mitis, Streptococcus intermedius, Streptococcus oralis, dan Streptococcus
anginosus), Actinomyces spp. (Actinomyces viscosus dan Actinomyces
naeslundii), Eubacterium nodatum dan Parvimonas micra. Bakteri Gram-
negatif meliputiCapnocytophaga spp., Fusobacterium spp., Prevotella spp.,
Campylobacter gracilis, Campylobacter concisus, Veilonella parvula,
Haemophilus spp., dan Eikenella corrodens. Bakteri Porphyromonas
gingivalis, Tannerella forsythia, Prevotella intermedia, Campylobacterrectus,
Treponema spp., dan Aggregatibacter actinomycetemcomitans yang banyak
ditemukan pada periodontitis kronis juga dapat ditemukan pada gingivitis
namun dalam jumlah sedikit (Newman et al, 2006).
Periodontitis
Periodontitis didefinisikan sebagai inflamasi pada jaringan pendukung gigi
yang disebabkan oleh mikroorganisme spesifik, sehingga menimbulkan kerusakan
progresif dari
ligamen periodontal dan tulang alveolar dengan pembentukan poket, resesi
gingiva atau keduanya (Gambar 2.2). Gejala klinis yang membedakan
periodontitis dengan gingivitis adalah kehilangan perlekatan klinis. Keadaan ini
juga diiringi dengan pembentukan poket periodontal dan perubahan pada densitas
dan ketinggian tulang alveolar (Newman et al, 2012). Periodontitis
diklasifikasikan menjadi periodontitis kronis, periodontitis agresif, dan
periodontitis sebagai manifestasi penyakit sistemik. Periodontitis kronis adalah
periodontitis yang banyak terjadi orang dewasa namun juga bisa ditemukan pada
anak-anak. Periodontitis kronis berhubungan dengan akumulasi plak dan kalkulus.
Secara umum progesivitas penyakit berjalan lambat. Peningkatan progesivitas
penyakit bisa dipicu oleh faktor lokal, sistemik, atau faktor lingkungan yang bisa
mempengaruhi interaksi normal antara inang dan bakteri (Newman et al, 2012).
Berdasarkan area yang terlibat, periodontitis kronis bisa diklasifikasikan
menjadi
localizedyaitu kurang dari 30% area yang terlibat atau generalized yaitu lebih dari
30% area yang terlibat. Tingkat keparahan penyakit dibagi berdasarkan jumlah
kehilangan perlekatan klinis (clinically attachment loss/ CAL) yaitu slight (1-2
mm CAL), moderate (3-4 mm CAL) dan severe (>5 mm CAL) (Newman et al,
2012).
Localized gingivitis (membatasi gusi pada satu daerah gigi atau beberapa
daerah gigi)
Generalized gingivitis (meliputi gusi di dalam rongga mulut secara
menyeluruh)
1. Perdarahan
Perdarahan gingiva bisa terjadi secara spontan atau karena trauma
mekanis, misalnya sewaktu menyikat gigi. Terjadinya pendarahan gingival
pada waktu probing merupakan tanda klinis gingivitis yang
penting.Pendarahan ini mudah terjadi karena inflamasi kronis
menyebabkan penipisan dan ulserasi epitel sulkus, dan pembuluh darah
yang penuh berisi darah menjadi rapuh dan terdesak oleh cairan dan sel
radang sehingga berada lebih dekat ke permukaan epitel sulkus.
2. Perubahan warna
Perubahan warna gingiva biasanya bermula pada papila interdental dan
gingiva bebas. Bila inflamasi bertambah parah terjadi perubahan warna
pada gingiva cekat. Akibat inflamasi kronis warna gingiva yang normalnya
merah jambu akan berubah menjadi sedikit merah sampai merah tua
karena terjadinya proliferasi vaskular dan
berkurangnya keratinisasi akibat terhimpitnya epitel oleh jaringan yang
terinflamasi.
3. Perubahan Konsistensi
Pada tahap awal konsistensi gingiva belum mengalami
perubahan.Konsistensi gingiva kemudian dapat berubah menjadi lunak dan
menggembung, serta berlekuk apabila ditekan. Hal ini adalah
akibat jaringan ikat gingiva diinfiltrasi oleh cairan dan sel-sel
eksudasi inflamasi.Dalam tahap lanjut konsistensinya menjadi sangat
lunak dan rapuh yang mudah koyak apabila diprobing, Konsistensi yang
demikian disebabkan karena degenerasi jaringan ikat dan epitel gingiva.
Bila inflamasi kronisberlangsung lama terjadi fibrosis dan proliferasi epitel
sehinggakonsistensi gingiva menjadi kaku seperti kulit.
4. Perubahan tekstur permukaan
Perubahan tekstur permukaan yang sering terlihat adalah hilangnya tekstur
seperti kulit jeruk, dan berubah menjadi licin dan berkilat karena
perubahan histopatologis yang terjadi didominasi oleh eksudasi. Tekstur
yang demikian terjadi pada gingiva yang berkonsistensi lunak. Perubahan
histopatologisnya didominasi oleh fibrosis, tekstur permukaannya adalah
bernodul-nodul.
5. Perubahan kontur/bentuk
Perubahan kontur gingiva pada gingivitis umumnya berkaitandengan
terjadinya pembesaran gingiva (gingival enlargement), meskipun
pembesaran gingiva ini juga bisa disebabkan oleh sebab-sebab lain
sebagaimana biasanya akibat pembesaran gingiva ini tepi giginya
membulat dan papila interdental menjadi tumpul.
6. Perubahan saku gusi
Pada gingivitis terjadi pembentukan saku gusi (gingival pseudopocket)
yaitu sulkus gingiva yang dinding jaringan lunaknya terinflamasi tanpa
adanya migrasi epitel saku ke apikal. Perbedaan saku gusi dengan sulkus
gingiva adalah pada saku gusi terdapat tanda-tanda inflamasi gingiva.
Kedalamannya bisa tetap, tetapi bisa juga bertambah apabila terjadi
pembesaran gingiva atau naiknya tepi gingiva ke koronal.
7. Resesi
Resesi adalah tersingkapnya permukaan akar gigi akibat bergesernya
posisi gingiva ke apikal, bisa terjadi pada gingiva yang terinflamasi
apabila gingivanya tipis terutama bila gingiva cekatnya inadequate
Terminology
Akar kompleks adalah bagian dari gigi yang terletak apikal cemento-enamel
junction (CEJ) Akar kompleks dapat dibagi menjadi dua bagian :
Furcation entrance: the transitional area between the undivided and the
divided part of the root
Furcation fornix: the roof of the furcation
Degree of separation: the angle of separation Between two roots (cones)
Divergence: distance between two roots
Klasifikasi :
FO : Terdapat poket dibagian mesia atau distal akar, tetapi belum terjadi
furcation involvement
F2 : Furkasi akar yang terekspose lebih dari 3 mm tetapi belum terjadi furkasi
akar yang terekspose secara keseluruhan
Salah satu faktor yang berperan penting dalam terjadinya gangguan sendi
temporomandibula adalah keadaan oklusi gigi-geligi. Perubahan bentuk
komponen artikular terbukti ada hubungannya dengan beban biomekanis yang
diterima sendi dan pada akhirnya berkaitan dengan oklusi. Ketidakseimbangan
oklusi dapat disebabkan oleh karena hilangnya gigi geligi pada rahang.
Kehilangan gigi akan mengganggu kestabilan oklusi sehingga meningkatkan
kerentanan terhadap perubahan beban fungsional sendi temporomandibula yang
akan menyebabkan perubahan patologis kondilus dan artrosis (proses degenerasi
tanpa peradangan).
DAFTAR PUSTAKA