Anda di halaman 1dari 54

HUBUNGAN ANTARA STRES DAN OBESITAS PADA

SISWA KELAS SEMBILAN SEKOLAH


MENENGAH PERTAMA

PROPOSAL SKRIPSI

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan


Mencapai Derajat Sarjana Kedokteran

GILANG PRADANA
NIM: 03011115

UNIVERSITAS TRISAKTI
FAKULTAS KEDOKTERAN
JAKARTA, OKTOBER 2014

Bidang Ilmu: Komunitas Kedokteran

PROPOSAL SKRIPSI

JUDUL
HUBUNGAN ANTARA STRES DAN OBESITAS PADA
SISWA KELAS SEMBILAN SEKOLAH
MENENGAH PERTAMA
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Mencapai Derajat Sarjana Kedokteran

(GILANG PRADANA, 03011115)

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA KEDOKTERAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA, OKTOBER 2014

PERSETUJUAN
Proposal Skripsi

Judul:
HUBUNGAN ANTARA STRES DAN OBESITAS PADA
SISWA KELAS SEMBILAN SEKOLAH
MENENGAH PERTAMA
Nama mahasiswa: Gilang Pradana
NIM: 03011115

Telah disetujui untuk diuji di hadapan


Tim Penguji Proposal Skripsi
Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti

Pada hari ............... , tanggal ................... 20....


Pembimbing

(dr. Meiyanti, SpFK)


PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama : Gilang Pradana
NIM : 03011115
Program Studi : Sarjana Kedokteran
Alamat Korespondensi : Kav. DKI, Jln. Lembah Hibrida Blok I/10 No. 5
Telepon / mobile : 081280456423
E-mail : pradanagil@yahoo.com
Judul skripsi : Hubungan Antara Stres dan Obesitas Pada Siswa
Kelas Sembilan Sekolah Menengah Pertama

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini adalah benar-
benar merupakan hasil karya ilmiah saya sendiri. Skripsi ini belum pernah
diajukan sebagai suatu karya ilmiah untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu
perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau
pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara
tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian
atau keseluruhan skripsi ini merupakan hasil karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi atas perbuatan tersebut sesuai dengan SK Permendiknas No. 17
tahun 2010 tentang pencegahan dan penanggulangan plagiat di perguruan tinggi.
Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya, agar dapat
dimanfaatkan sebagaimana mestinya.

Jakarta, ................. 20....

Gilang Pradana
NIM 03011115
DAFTAR ISI
HALAMAN
HALAMAN JUDUL............... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING.................. ii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN iii
DAFTAR ISI iv
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR............... vii
DAFTAR LAMPIRAN............ viii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang....................................................................1
1.2 Perumusan masalah....................2
1.3 Tujuan........................ 2
1.3.1 Tujuan umum....................... 2
1.3.2 Tujuan khusus.......................... 2
1.4 Hipotesis.....................2
1.5 Manfaat...................... 3
1.5.1 Manfaat bagi ilmu pengetahuan...........................3
1.5.2 Manfaat bagi profesi................................ 3
1.5.3 Manfaat bagi masyarakat................. 3

BAB II TINJAUAN, RINGKASAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI


2.1 Obesitas................................................................................. 4
2.1.1 Definisi........................................................................ 4
2.2 Indeks massa tubuh.............................................................. 4
2.2.1 Definisi........................................................................ 4
2.2.2 Faktor yang behubungan dengan IMT........................ 5

2.3 Stres....................................................................................... 5
2.3.1 Definisi..................................................................... 5
2.3.2Respon fisiologis stres akut dan kronis.................... 6
2.3.3Anatomi sumbu hipotalamus pituitary adrenal.........8
2.3.4Hubungan stres dan obesitas................................... 9
2.3.5Hubungan kortisol dan akumulasi lemak viseral..... 12
2.3.6Aktivitas sumbu HPA dan hormon dalam
regulasi makanan...................................................... 13
2.3.7 Hubungan glukokortikoid dan insulin...................... 14
2.3.8 Hubungan glukokortikoid dan leptin.......................15
2.3.9 Hubungan glukokortikoid dan NPY......................... 15
2.3.10 Hubungan Makan berlebih dan dampaknya. 16
2.4 Ringkasan Pustaka................................................................17
2.5 Kerangka teori...................................................................... 20

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL


3.1 Kerangka konsep................... 21
3.2 Definisi operasional.............................. 22

BAB IV METODE
4.1 Desain penelitian.......... 24
4.2 Lokasi dan waktu penelitian.........24
4.3 Populasi dan sampel penelitian........ 24
4.4 Bahan dan instrumen penelitian........................................................... 27
4.5 Analisis data..... 29
4.6 Alur kerja penelitian......... 30
4.7 Etika penelitian.31
4.8 Penjadwalan penelitian.31
4.9 Pembiayaan penelitian..32
DAFTAR PUSTAKA.. 33
LAMPIRAN.....38
DAFTAR TABEL
HALAMAN
Tabel 1. Ringkasan pustaka.................................................................................17
Tabel 2. Definisi operasional.............................................................................. 22

6
DAFTAR GAMBAR
HALAMAN

Gambar 1 Respon fisiologis terhadap stress....................................................... 7


Gambar 2 Model teori reward based stress eating................................................. 8

7
Gambar 3 Kerangka teori.................................................................................... 20
Gambar 4 Kerangka konsep................................................................................ 21
Gambar 5 Alur pemilihan sampel penilitan........................................................ 26
Gambar 6 Pedoman pengukuran tinggi badan.29
Gambar 7 Alur kerja penelitian........................................................................... 30

8
DAFTAR LAMPIRAN
HALAMAN
Lampiran 1 Informed consent........38
Lampiran 2 Kuesioner........ 41

8
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Riset kesehatan dasar (Riskesdas) menyatakan bahwa prevalensi obesitas
pada remaja umur 13-15 tahun di Indonesia sebesar 10,8 %. Pada kelompok umur
13-15 tahun, penilaian status gizi dinilai berdasarkan tinggi badan per umur
(TB/U) dan indeks massa tubuh per umur (IMT/U). (1) Strategi yang efektif untuk
menurunkan prevalensi obesitas adalah dengan mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi obesitas, salah satu diantaranya yaitu stres.(2)
Individu dengan stres cenderung mengkonsumsi makanan berlebih dan
memilih makanan tak sehat (tinggi lemak jenuh dan karbohidrat). Konsumsi
makanan lezat dapat mengurangi dampak negatif stres melalui peningkatan
sensorik terhadap rasa senang. Kebiasaan makan berlebih ini dalam jangka
panjang dapat menyebabkan peningkatan berat badan (BB) hingga obesitas(3)
Murid sekolah menengah pertama (SMP) umumnya berusia 13-15 tahun.
SMP ditempuh dalam waktu 3 tahun, mulai dari kelas 7-9. WHO mengidentifikasi
remaja sebagai periode setelah masa anak-anak dan sebelum dewasa, dari usia 10-
19 tahun. Siswa kelas 9 cenderung memiliki tingkat stres yang lebih tinggi
dibandingkan siswa kelas 7 dan 8, karena tuntutan siswa kelas 9 adalah lulus ujian
akhir sekolah (UAS) dan ujian nasional (UN), dimana kedua hal tersebut
merupakan syarat untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan sekolah menengah
atas (SMA).
Pada penelitian yang dilakukan oleh Goodman et all. mengenai peran
depresi terhadap perkembangan obesitas pada dewasa, yang dilakukan terhadap
9374 remaja di kelas 7-12, dikatakan bahwa keadaan depresi secara tidak
langsung dapat memprediksi kejadian obesitas.(4) Kemudian, Richardson LP et all.
juga meneliti mengenai hubungan depresi pada remaja dan obesitas ketika
dewasa, yang dilakukan terhadap 1037 partisipan, dikatakan bahwa depresi pada
remaja berkorelasi dengan obesitas di masa depan, tetapi hanya pada perempuan.
(5)
Penelitian tersebut didukung oleh Pine DS et all. dalam penelitiannya mengenai
hubungan depresi pada anak dan IMT ketika dewasa, yang dilakukan pada 177
anak berumur 6-17 tahun, dikatakan bahwa korelasi antara depresi dan obesitas

1
pada anak dilihat dari peningkatan IMT ketika dewasa. (6) Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui hubungan antara stres dan obesitas pada siswa kelas sembilan
sekolah menengah pertama.

1.2 Perumusan masalah


Bagaimana hubungan antara stres dan obesitas pada siswa kelas
sembilan sekolah menengah pertama dua lima dua?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum
Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui ada atau
tidaknya hubungan antara stres dan obesitas pada siswa kelas sembilan SMP
dua lima dua.
1.3.2 Tujuan khusus
1.3.2.1 Mendeskripsikan prevalensi stres dan tingkat aktifitas fisik
pada siswa kelas sembilan sekolah menengah pertama..
1.3.2.2 Mengetahui nilai IMT pada siswa kelas sembilan sekolah
menengah pertama.

1.4 Hipotesis
Stres berhubungan positif dengan obesitas.

1.5 Manfaat
1.5.1 Bagi ilmu pengetahuan
Penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan wawasan ilmu
pengetahuan kedokteran tentang obesitas khususnya pada remaja usia
13-15 tahun.

1.5.2 Bagi profesi


Menjadi acuan dan meningkatkan kepedulian akan penanganan
obesitas pada remaja usia 13-15 tahun dengan cara mengurangi faktor
yang mempengaruhinya dan melaksanaan penatalaksanaan yang tepat.
1.5.3 Bagi masyarakat

2
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman
pada masyarakat bahwa obesitas merupakan kasus yang sering terjadi
pada remaja usia 13-15 tahun namun tidak ditangani dengan baik,
sehingga masyarakat dapat mengurangi penyebab faktor obesitas.

3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Obesitas
2.1.1 Definisi
Obesitas adalah suatu keadaan dimana akumulasi lemak tubuh yang
berlebihan di jaringan lemak bawah kulit (subkutan). Individu dengan IMT antara
persentil 85-95 sesuai umur dan jenis kelamin disebut overweight, sedangkan
individu dengan persentil IMT 95 disebut obesitas.(7) Obesitas merupakan salah
satu parameter dari IMT. Oleh karena itu, IMT perlu dibahas dalam penelitian ini.
2.2 Indeks massa tubuh

2.2.1 Definisi

Indeks massa tubuh adalah penghitungan; berat badan dalam satuan


kilogram dibagi dengan tinggi badan kudarat dalam satuan meter persegi (kg/m 2).
IMT merupakan penilaian yang simpel, murah, non invasif, dan dapat mewakili
status gizi lebih atau gizi kurang seseorang. Peralatan untuk mengukur IMT
mudah didapatkan dan hasil penghitungan yang dilakukan cukup akurat. Namun
keterbatasan penilaian statu gizi dengan menggunakan IMT harus
dipertimbangkan karena pengukuran lebih mengacu pada kelebihan berat badan
daripada kelebihan presentase lemak tubuh. Faktor-faktor seperti usia dan massa
otot dapat mempengaruhi hubungan antara IMT dan lemak tubuh. Selain itu, IMT
tidak bisa membedakan antara kelebihan lemak, otot atau massa tulang, sehingga
tidak bisa menjadi indikator lemak tubuh seseorang. Atlet, dengan jadwal latihan
yang rutin, memiliki IMT yang tinggi karena penambahan massa otot. Orang
dewasa memiliki kadar lemak tubuh yang lebih tinggi dibandingkan dewasa
muda. Wanita memiliki total lemak tubuh yang lebih tinggi dibanding pria.(8)

Indeks massa tubuh (IMT) telah diakui sebagai salah satu indikator terbaik
untuk menilai status gizi.(9-10) Status gizi normal adalah suatu ukuran status gizi
dimana terdapat keseimbangan antara jumlah energi yang masuk ke dalam tubuh
dan energi yang dikeluarkan tubuh, untuk digunakan dalam beraktivitas. Energi
yang masuk ke dalam tubuh dapat berupa karbohidrat, protein, lemak, dan zat gizi
lainnya. Status gizi lebih (overnutrition) merupakan keadaan gizi seseorang

4
dimana jumlah energi yang masuk lebih besar dari jumlah energi yang
dikeluarkan, sehingga kelebihan zat gizi disimpan dalam bentuk lemak dan dapat
menjadi faktor risiko dari obesitas.(11) Status gizi kurang (undernutrition)
merupakan keadaan gizi seseorang dimana jumlah energi yang masuk lebih
sedikit dari energi yang dikeluarkan, disebabkan oleh karena jumlah energi yang
masuk lebih sedikit dari anjuran kebutuhan individu.(12)
2.2.2 Faktor yang berhubungan dengan IMT
Faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi termasuk diantaranya
adalah umur, frekuensi makan, tingkat pendidikan, pendapatan, dan pengetahuan.
Semakin bertambahnya umur seseorang, maka terjadi peningkatan kebutuhan
energi seiring dengan meningkatnya aktivitas atau kegiatan fisik. Frekuensi
makan masyarakat Indonesia adalah dua sampai tiga kali dalam sehari. Namun,
sebagian besar penduduk di kota sering melewatkan sarapan. Alasan yang
menyebabkan malas sarapan termasuk; keadaan terburu-buru, tidak lapar atau
tidak adanya makanan yang tersedia, dan sedang menjaga berat bedan. Pendidikan
berhubungan dengan pengetahuan seseorang akan pentingnya zat-zat gizi
seimbang dan mengetahui bagaimana pola makan atau gaya hidup yang baik.(13)
2.3 Stres
2.3.1 Definisi
Secara umum, stres dapat didefinisikan sebagai respon nonspesifik tubuh
terhadap setiap faktor yang mengancam kemampuan kompensasi tubuh untuk
mempertahankan homeostatis. Stres yang dapat menginduksi respon stres adalah:
stres fisik (trauma, operasi, suhu panas atau dingin yang ekstrim); stres kimia
(berkurangnya pasokan oksigen, ketidakseimbangan asam basa); stres fisiologis
(latihan berat, syok hemoragik, nyeri); stres emosional atau psikologis
(kecemasan, ketakutan, kesedihan); dan stresor sosial (konflik pribadi, perubahan
gaya hidup).(13)
2.3.2 Respon fisiologis stres akut dan kronis
Stres terbagi atas stres akut dan kronis. Reaksi terhadap stres dibagi
menjadi: active fight or flight (sistem simpatis medula adrenal) dan passive
(sistem korteks adrenal pituitari kortisol yang melibatkan aksis
hipotalamikpituitari-adrenal (HPA)) (Gambar 2). Pada aktivasi sistem simpatis

5
medula adrenal, terjadi pelepasan katekolamin (adrenalin dan noradrenalin)
selama periode stres akut. Hiperaktivasi dari aksis HPA, dengan pelepasan
kortikosteroid (kortisol), dihubungkan dengan individu stres kronis. (13) Respon
terhadap stres akut dan kronis dapat menyebaban perubahan fisiologis termasuk
pengosongan lambung yang lambat,(14) peningkatan tekanan darah dan denyut
jantung, peningkatan mobilisasi penyimpanan energi, dan penurunan aliran darah
ke organ non esensial (seperti ginjal, apendiks, tonsil, dan uterus).
Hormon dilepaskan ketika terjadi respon terhadap stres dan hal itu dapat
mempengaruhi nafsu makan. Noradrenalin dan corticotropin-releasing hormone
(CRH) dapat menekan nafsu makan, sedangkan kortisol dikenal untuk
merangsang nafsu makan selama stres. Kecemasan, depresi, kegelisahan,
kemarahan, apatisme dan keterasingan adalah emosi yang biasanya menyertai
stres kronis. Respon terhadap stres akut atau kronis juga dapat mengubah pola
makan dan perilaku seseorang untuk mengkonsumsi alkohol dan merokok.(13)

Gambar 1 Respon fisiologis terhadap stres. CRH, corticotropin-releasing


hormone; ACTH, adenocorticotropin hormone.
Respon stres terdiri dari respon adaptif yang berasal dari sistem saraf pusat
maupun sistem saraf perifer. Hal ini mempengaruhi individu secara fisiologis dan

6
psikologis sehingga terjadi perubahan nafsu makan, metabolisme serta perilaku
makan. Respon stres akut termasuk perubahan perilaku dan perubahan secara
endokrinologis yang meningkatkan kewaspadaan, menurunkan libido,
meningkatkan denyut jantung dan tekanan darah, dan mengalihkan aliran darah
terutama untuk kebutuhan energi otot, jantung, dan otak. Saat ada stresor, terjadi
mekanisme fight or flight, sehingga energi dialihkan dan diprioritaskan ke
jaringan otak dan otot sebagai mekanisme pertahanan diri. Pada keadaan tersebut,
sistem pencernaan dan reproduksi berpotensi akan terancam. Dengan demikian,
respon stres mencakup peningkatan nafsu makan.(15)

Gambar 2 Model teori reward based stress eating.(16)


2.3.3 Anatomi sumbu hipotalamus pituitary adrenal
Respon stres tergantung pada intensitas, durasi, dan jenis stresor. Stres
melibatkan aktivasi hipotalamus pituitary adrenal (HPA) dan sistem simpatis
adrenomedullary (SAM). Pusat kontrol stres berada di hipotalamus dan batang

7
otak. Corticotropin-releasing hormone (CRH) memulai respon stres dan terdiri
dari regulator hipotalamus utama yaitu sumbu HPA. CRH menstimulasi sekresi
dari ACTH dari pituitary anterior. Sirkulasi ACTH menyebabkan zona fasciculata
dari korteks adrenal yang menstimulasi pelepasan kortisol atau kortikosteron.
Kortisol memberikan umpan balik ke otak untuk menghentikan sekresi kortisol.
Umpan balik negatif ini melindungi organisme dari paparan kortisol yang
berkepanjangan dan merugikan, dan menjaga agar kadarnya tetap stabil. sistem
SAM berasal dari lokus seruleus, dan bersama-sama dengan sumbu HPA
membangun serangkaian efektor dari respon stres.(16)
Model kognitif stres menjelaskan bagaimana penilaian stres, menetapkan
nilai dan makna untuk rangsangan stres, dan menentukan dampak yang
ditimbulkan stresor. Penelitian pada hewan telah membedakan dua tanggapan
stres yang bertentangan yaitu stres tidak terkontrol dan stres terkontrol, aktivasi
sumbu HPA yang tinggi, dan aktivasi SAM yang tinggi. Penelitian menunjukkan
bahwa jika stres dipandang sebagai ancaman yang menuntut seseorang yang tidak
memiliki kemampuan untuk mengatasi dengan baik dan cenderung mengalami
stres (perasaan kalah dan takut), respon stres saraf khusus mengaktifkan sumbu
HPA.(16) klasifikasi stres berdasarkan psikologis diklasifikasikan menjadi 2 yaitu
stressor ancaman dan stressor tantangan. Pada manusia, ketika ancaman stres
termasuk konsep one's social self, seperti malu untuk gagal di depan publik,
kortisol akan dilepaskan lebih banyak.(17) Sebaliknya jika stresor dianggap sebagai
tantangan, dalam arti bahwa seseorang memiliki kemampuan untuk mengatasi
stres dengan respon yang berbeda, SAM akan diaktifkan melebihi sumbu HPA.
Mengingat bahwa kortisol merangsang rasa lapar dan meningkatkan nafsu makan,
dan adrenalin adalah bagian dari respon fight or flght yang menurukan kerja
sistem pencernaan, menunjukkan bahwa ancaman stres akan merangsang makan
pada individu yang menganggap bahwa stres adalah ancaman, namun tidak pada
individu yang menganggap bahwa stres adalah tantangan.(16)
2.3.4 Hubungan stres dan obesitas
Telah ditemukan pada beberapa penelitian yang dilakukan terhadap
manusia, dan dilakukan di laboratorium guna untuk menguji efek dari stres
terhadap pemilihan makanan. Pada kondisi tinggi kortisol, individu akan

8
mengkonsumsi makanan tinggi kalori dan lemak saat mengalami stres. Penelitian
menunjukkan kortisol merupakan marker dari aktivitas aksis HPA, yang dapat
mempengaruhi pengaturan nafsu makan melalui neuropeptide-Y (NPY) dan
menurunkan inhibisi nafsu makan pada sistem leptin. Oleh karena itu, efek yang
terjadi adalah peningkatan nafsu makan. Stres dihubungkan dengan peningkatan
asupan makan yang dikaitkan dengan obesitas, namun pada pria saja dan tidak
pada wanita. Mungkin terdapat respon spesifik terhadap stres yang dibedakan
beradasarkan jenis kelamin dimana pria lebih memilih untuk meminum alkohol
dan merokok sebagai salah satu bentuk pertahanan diri terhadap stres.(13)
Sekresi kortisol meningkat pada individu yang obesitas, sehingga
didapatkan hipotesis bahwa individu dengan obesitas mengkonsumsi makanan
dalam jumlah lebih besar dibanding dengan individu tanpa obesitas pada keadaan
stres kronis. Pada wanita obesitas, total asupan makan tidak berhubungan dengan
tingkat stres sehari-hari, dan juga menunjukkan bahwa pada wanita tanpa obesitas
akan makan lebih banyak pada hari yang menyenangkan. (13) Belakangan ini, night
eating syndrome, dengan karakteristik yaitu morning anorexia dan night time
hyperphagia, telah dihubungkan dengan gangguan pada aksis HPA dan secara
positif berhubungan dengan IMT.(18)
Respon stres dihubungkan dengan perkembangan obesitas abdominal.
Obesitas dihubungkan dengan penyakit jantung coroner (PJK), diabetes tipe 2,
hipertensi, dislipidemia, dan obesitas abdominal, yang memperparah risiko untuk
terkena PJK dan diabetes tipe 2. Telah ditinjau bahwa pengulangan aktivasi aksis
HPA yang terus-terusan akibat stres, dengan peningkatan kortisol, mengarah
kepada aktivasi dari adipose tissue lipoprotein lipase dan penumpukan masa
lemak abdominal. Stres merangsang peningkatan sekresi kortisol baik pada pria
dan wanita dengan kelebihan berat badan atau yang obesitas.(13)

9
Kelebihan glukokortikoid berperan dalam perkembangan obesitas melalui
peningkatan asupan makanan serta distribusi lemak viseral. mekanisme
psikobiologis mengarah pada respon seseorang terhadap stres, apakah ia akan
makan atau tidak selama stres. Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa
pada perempuan dengan kelebihan berat badan, atau skor tinggi pada kuesioner
pengendalian diet, lebih memilih makan selama stres. Peningkatan kadar kortisol
dapat meningkatkan asupan kalori, seperti untuk orang yang memakai prednison
untuk berbagai kondisi medis atau pengobatan kanker. Dalam studi terkontrol
dengan baik, administrasi glukokortikoid nyata meningkat asupan makanan.
Tingkat stres yang tinggi, menyebabkan peningkatan kortisol, mengarah pada
asupan makanan padat kalori. Dengan demikian, salah satu respon stres adalah
terjadinya mekanisme psychobiological yang menjelaskan individu akan makan
selama stres.(19)
Dalam salah satu penelitian terhadap mahasiswa kedokteran yang sehat,
pada mahasiswa yang memilih makan saat stres, diidentifikasi memiliki kortisol
urin dan insulin yang secara signifikan lebih tinggi kadarnya selama periode stres
ketika ujian mahasiswa kedokteran, dibandingkan dengan mahasiswa yang
memilih untuk tidak makan selama stres.(20) Orang dengan anoreksia, bulimia, dan
binge eating disorder (BED) cenderung menunjukkan kadar kortisol basal lebih
besar atau reaktivitas kortisol yang lebih besar, seperti ditinjau oleh Gluck. (20-21)
Dalam stres terkontrol yang dilakukan di laboratorium, pada subjek terkontrol
wanita menujukkan peningkatan asupan makanan ketika diberikan tekanan atau
stressor.(20) Uji stres dilakukan dengan Stress Test Trier Sosial , pada keadaan
kortisol yang tinggi, mereka akan mengkonsumsi lebih banyak kalori setelah
mengalami stres, terutama makanan lemak tinggi. Tidak ada perbedaan dalam
asupan kalori antara grup dengan kortisol tinggi dan kortisol rendah pada hari
terkontrol.(19) Dalam penelitian kedua, didapatkan perbandingan stressor ancaman
mirip dengan stressor tantangan. Hasil awal menunjukkan bahwa memang, pada
subjek yang memandang stresor sebagai ancaman, asupan makanan mereka lebih
besar, terutama makanan padat kalori, daripada mereka yang menganggap stresor
sebagai tantangan.(22) Dengan demikian, tinggi reaktivitas kortisol terhadap stres

10
muncul untuk memprediksi asupan yang lebih besar dari makanan padat kalori
secara naturalistik, serta di laboratorium. Hubungan antara kortisol dan asupan
makanan pada manusia juga dapat melibatkan efek glukokortikoid pada
Neuropeptide Y (NPY), CRH,(19) leptin serta opioid(23) dan sinyal
endocannabinoid.(19)
2.3.5 Hubungan kortisol dan akumulasi lemak viseral
Obesitas dikaitkan dengan disregulasi sumbu HPA yang mungkin
mempengaruhi penurunan sensitivitas terhadap umpan balik negatif, atau
sensitivitas jaringan perifer dari jaringan otot lemak dan tulang terhadap
glukokortikoid.(24) Kelebihan konsentrasi kortisol telah dikaitkan dengan
akumulasi lemak visceral. Satu penjelasan untuk ini mungkin berhubungan
dengan peningkatan metabolisme glukokortikoid karena peningkatan reseptor
glukokortikoid di jaringan adiposa intra-abdominal dibandingkan dengan daerah
tubuh lain. Glukokortikoid juga mempengaruhi lemak visceral melalui efeknya
pada metabolisme lipid. Pada keadaan stres akut, konsentrasi kortisol fisiologis
merangsang seluruh tubuh untuk melakukan lipolisis. Dengan adanya insulin,
konsentrasi kortisol yang meningkat menghambat mobilisasi lipid dan mendukung
akumulasi lipid secara langsung baik dengan stimulasi lipoprotein lipase, atau
tidak langsung dengan menghambat efek lipolitik hormon pertumbuhan. Regulasi
sumbu HPA yang berbeda dapat memicu distribusi lemak. Dalam studi stres
laboratorium terkontrol, ketika membandingkan wanita dengan pinggang tinggi
dan rendah, tidak ada perbedaan di awal konsentrasi kortisol antara kelompok.
Namun, dalam menanggapi stressor, perempuan dengan pinggang tinggi
menunjukkan reaktivitas kortisol yang berlebihan, sesuai dengan penelitian lain.(26)
Kelompok lain berpendapat bahwa peningkatan kortisol memicu peningkatan
asupan makanan pada wanita dengan distribusi lemak perut yang berlebih
dibanding distribusi lemak perifer.(25)
Kortisol intraseluler juga memainkan peran penting dalam adipositas dan
risiko terkena penyakit. Peningkatan sensitivitas jaringan terhadap glukokortikoid
signifikan dengan ditemukannya 11- hidroksisteroid dehydrogenase (11 HSD),
suatu enzim yang mengatur akses glukokortikoid pada reseptor di perifer dan
jaringan otak dan mengkonversi glukokortikoid yang tidak aktif seperti kortison

11
menjadi glukokortikoid aktif.(26) Proses itu sangat penting karena glukokortikoid
yang aktif memicu diferensiasi dan proliferasi adiposit. Konsentrasi 11 HSD
meningkat pada jaringan viseral maupun subcutaneous di jaringan adiposa pada
obesitas.(25) Secara bersama-sama, bersinergi dengan insulin, konsentrasi kortisol
darah meningkat secara kronis, biasanya didorong oleh lemak viseral langsung
melalui penghambatan lipolisis dan secara tidak langsung melalui penghambatan
pertumbuhan yaitu hormon lipolisis dan hormon seks steroid dan akumulasi lemak
viseral lebih lanjut melalui peningkatan glukokortikoid intraseluler.(19)
2.3.6 Aktivitas sumbu HPA dan hormon dalam regulasi makanan
Regulasi asupan makanan yang adekuat dalam keadaan di bawah tekanan
stres, berperan penting untuk bertahan hidup. Karena itu, sumbu HPA tidak hanya
berperan sebagai 'konduktor' dari respon stres yang tepat, tetapi juga terkait
dengan parameter endokrin yang mengatur perilaku makan. Selain regulasi oleh
irama sirkardian, ditandai dengan peningkatan konsentrasi kortisol pada pagi hari,
konsentrasi rendah di malam hari dan aktivasi umpan balik yang cepat di bawah
tekanan, glukokortikoid dilepaskan. Studi menunjukkan terjadi umpan balik
antara glukokortikoid, leptin, insulin dan NPY ketika terjadi aktivasi akut dari
sumbu HPA. Interaksi antara hormon ini memfasilitasi penyimpanan, distribusi
dan pelepasan energi sesuai dengan kebutuhan dan memberikan kontribusi untuk
inisiasi dan penghentian makan.(19)
Insulin dan leptin adalah sinyal adipositas penting yang dirilis secara
proporsional sesuai dengan jaringan adiposa putih. Pada peningkatan BB, terjadi
pula peningkatan sensitivitas sinyal otak terhadap rasa kenyang dan menyebabkan
berkurangnya asupan sehingga BB akan menurun. (27) Seperti disebutkan
sebelumnya, ada semakin banyak bukti untuk peningkatan sekresi kortisol dalam
obesitas primer. Di bawah normal, tanpa tekanan keadaan insulin dan
glukokortikoid memiliki efek antagonis pada metabolisme perifer, menciptakan
sistem yang seimbang untuk memberikan cukup energi pada suatu organisme
sesuai dengan kebutuhan. Dalam lingkungan stres kronis, sistem menjadi tidak
seimbang. Terjadi regulasi kontra katabolik hormon (kortisol dan katekolamin)
yang efeknya berlawanan dan menyebabkan gangguan metabolisme.(28)
peningkatan konsentrasi glukokortikoid telah dikaitkan dengan resistensi insulin

12
serta resistensi leptin. Dengan demikian, stres tinggi yang diinduksi kortisol dapat
menyebabkan gangguan sensitisasi sinyal kenyang.(19)
Sinyal adipositas insulin dan leptin tidak hanya berperan dalam regulasi
energi tetapi juga memiliki pengaruh langsung maupun tidak langsung pada pusat
penghargaan otak. Penelitian terakhir membuktikan keterkaitan sinyal
dopaminergik dalam otak, antara sinyal regulasi energi dan pusat pengargaan di
otak dapat di obeservasi dari reseptor insulin dan leptin pada daerah ventral
tegmental,(19) struktur kunci dari area penghargaan di otak. (29) Insulin dan leptin
mengurangi efek menguntungkan dari makanan. Sebaliknya, NPY dapat
meningkatkan efek menguntungkan dari makanan, terkait dengan pusat
pengargaan di otak. Penulis lain tidak menemukan pengaruh NPY pada pusat
penghargaan di otak(19) atau menunjukkan bahwa NPY penting dalam menanggapi
kekurangan energi daripada efek menguntungkan dari makanan.(30)
2.3.7 Hubungan glukokortikoid dan insulin
Hubungan antara kortisol dan insulin berperan penting dalam
keseimbangan energi, dan dapat menjadi terganggu pada keadaan stres kronis.
Glukokortikoid menimbulkan efek diabetogenik dengan mengganggu fungsi
insulin pada beberapa tingkatan. Kortisol telah terbukti secara langsung
menghambat sekresi insulin dari sel beta pankreas dan merusak translokasi insulin
pada transporter glukosa intraseluler (GLUT 4), dan pada akhirnya mengarah pada
resistensi insulin.(29)
Glukokortikoid yang berlebihan dapat menginduksi resistensi insulin di
hati dan otot rangka melalui gangguan reseptor insulin intraseluler pada tingkat
postreseptor. Sebuah studi pada subyek manusia dengan kelebihan BB,
mengungkapkan efek dari deksametason sebagaimana telah ditemukan pada
hewan. Deksametason oral meningkatkan kadar insulin plasma sebesar 83%, dan
tingkat leptin plasma sebesar 80%. namun, hiperinsulinemia dalam penelitian
tidak mempengaruhi kadar glukosa plasma. Efek yang sama ditemukan oleh
peneliti lain, menunjukkan bahwa kortisol, melalui beberapa mekanisme, dapat
menghasilkan resistensi terhadap aksi insulin pada metabolisme glukosa.(19)
2.3.8 Hubungan glukokortikoid dan leptin
Glukokortikoid dan insulin juga berinteraksi pada regulasi dari konsentrasi
serum leptin. peningkatan konsentrasi leptin dari titik dasar ke puncak

13
berhubungan dengan makan yang menginduksi sekresi insulin.(19) Insulin
mempunyai efeknya pada sekresi leptin, yaitu terjadi sekresi kortisol endogen. (31)
Karena efek anoreksigenik nya, kortisol yang meningkat diharapkan untuk
mengurangi asupan makanan. Dosis glukokortikoid yang besar menyebabkan
makan berlebihan dan akibatnya obesitas, meskipun konsentrasi leptin tinggi.
Hasil ini menunjukkan keadaan resitensi leptin, obesitas disebabkan oleh
glukokortikoid terkait stimulasi dari leptin.(19)
2.3.9 Hubungan glukokortikoid dan NPY
Selain insulin dan leptin, ada bukti bahwa glukokortikoid merangsang
asupan makanan, melalui sistem NPY, sehingga meningkatkan obesitas. Infus
deksametason sentral menurunkan CRH hpotalamus dan meningkatkan NPY.
Infus NPY kronis mengakibatkan hyperphagia ditandai hiperinsulinemia pada
tikus. Oleh karena itu, reaksi umpan balik dikaaitkan antara CRH dan NPY pada
tingkat hipotalamus. Dalam reaksi umpan balik itu, glukokortikoid merangsang
pelepasan NPY melalui penghambatan CRF.(19)
NPY merupakan peptida ansiolitk, yang mengarah pada penurunan
kecemasan. NPY memainkan peran penting dalam respon terhadap stres dan
gangguan kejiwaan, dengan demikian, berpotensi sebagai mediator penting
'emotional eating'. Konsentrasi NPY rendah telah diamati pada subyek dengan
gangguan stres pasca trauma dan depresi,(32) dimana kondisi kejiwaan terkait
dengan hilangnya nafsu makan. Peningkatan NPY dikaitkan dengan ketahanan
stres pada subyek yang memiliki pengalaman traumatis. (33) Meningkatnya NPY
dalam respon terhadap stres mungkin menjadi salah satu sinyal biokimia yang
mendasari stres makan. Masalah utama yang ditemukan pada penelitian NPY
pada manusia adalah bahwa metabolisme pusat sulit untuk diakses. Oleh karena
itu, kebanyakan studi menggunakan area perifer yang lebih mudah diakses, yang
mungkin mewakili aktivitas sistem saraf simpatik dan tidak hanya fokus pada
sinyal NPY pusat.(32)
2.3.10 Hubungan makan berlebih dan dampaknya
Makanan yang sangat lezat memiliki sifat yang memicu ketergantungan.
Seperti penyalahgunaan obat, makanan lezat dapat mengaktifkan sistem
penghargaan otak, yang terdiri dari opioid, dopamin dan sinyal endokannabinoid
dalam sistem limbik, sehingga menghasilkan perilaku adiktif yang kuat baik untuk

14
penggunaan obat serta makanan lezat.(19) Sementara penyalahgunaan obat
mengaktifkan sistem penghargaan otak dengan cara farmakologis yang langsung,
makanan lezat bereaksi dengan kedua cara, respon sensorik cepat serta proses
paska-ingestif lambat seperti peningkatan glukosa darah dan adipositas dan
mungkin sinyal usus.(33) Sinyal leptin dan insulin diperkirakan mengurangi asupan
makanan dengan menimbulkan rasa kenyang. Model hewan telah memberikan
bukti bahwa obesitas sering ditandai dengan penurunan jumlah sinyal adiposa atau
resisten di level reseptor.(19)
Stimulasi berulang jalur penghargaan otak melalui makanan yang sangat
lezat dapat menyebabkan adaptasi neurobiologis yang akhirnya meningkatkan
sifat kompulsif makan.(34-35) Beberapa peneliti juga memiliki bukti yang diberikan
bahwa makanan enak dapat menyebabkan ketergantungan opioid endogen.(34)
Ketergantungan opioid diuji dengan menggunakan nalokson, antagonis opioid,
dan reduksi nalokson diinduksi dengan paparan sukrosa.(19)
Aktivasi sumbu HPA memicu sistem-neurotransmiter lain, yaitu pelepasan
opioid endogen. Ada bukti kuat yang menunjukkan bahwa pelepasan opioid
adalah bagian dari mekanisme pertahanan organisme melawan efek merugikan
dari stres. Penurunan aktivitas opioid sumbu HPA pada tingkat yang bertujuan
untuk mengakhiri dan melemahkan respon stres, menyebabkan mekanisme umpan
balik negatif. Pelepasan opioid meningkatkan asupan makanan lezat dan makanan
2.4 Ringkasan pustaka
lezat meneruskan pelepasan opioid.(19)
Tabel 1. Ringkasan pustaka
Peneliti Lokasi Studi Subjek Variabel
Studi yang
penelitian desain
diteliti

Barefoot JC, Heitmann Amerika Studi 3885 mahasiswa laki- Gejala depresi da
BL, Helms MJ, kohort laki dan 841 perubahan BB pada saa
Williams RB, Surwit perempuan remaja hingga dewasa
RS, Siegler IC
Goodman E, Whitaker Amerika Studi 9374 remaja di kelas Studi prospekti
RC kohort 7-12. mengenai peran depres
terhadap perkembanga
obesitas pada dewasa.

15
Richardson LP, Davis Dunedin, Studi 1037 partisipan (52% Penelitian longitudina
R, Poulto R, New kohort laki-laki) dengan mengenai depresi pad
McCauley E, Moffitt Zealand tahun kelahiran remaja dan obesita
TE, Caspi A, Connell antara 1 April 1972 ketika dewasa.
F sampai dengan 31
Maret 1973.
Peneliti Lokasi Studi Subjek Variabel
17 Studi yang
penelitian desain
diteliti

Kivimaki M, Head J, Inggris Studi 7965 pegawai sipil. Stres kerja, peningkata
Ferrie JE, Shpley MJ, kohort dan penurunan BB: buk
Brunner E, Vahtera J, efek dari tekana
Marmot MG pekerjaan terhadap IMT
dalam studi Whitehall II
Roberts C, Troop N, London, Studi 71 suster dengan rata- Efek stres terhada
Connan F, Treasure J, Inggris kasus rata berumur 43 peningkatan BB: biolog
Campbell C kontrol tahun. dan psikologi sebaga
prediktor dari perubaha
IMT.
Vicennati V, Pasqui F, Bologna, Studi 14 perempuan dengan Hubungan antara stre
Cavazza C, Pagotto U, Itali kasus stres dan 21 dan perkembanga
Pasquali R kontrol perempuan tanpa obesitas dan kortiso
stres. pada wanita.

18
Peneliti Lokasi Studi Subjek Variabel
Studi yang
penelitian desain
diteliti

Belcher RB, Kalifornia Studi kohort 404 wanita muda Efek kekhawatira
Nguyen-rodriguez terhadap emosi makan
ST, McClain AD, BB, dan IMT
Hsu Y, Unger JB,
Spuruitjt-Metz D
Pine DS, Goldstein Kolombia Studi kohort Anak berumur 6-17 Hubungan antara depre

16
RB, Wolk S, tahun, 90 anak pada anakdan IMT ketik
Weissman MM, dengan depresi dan dewasa.
87 anak tanpa
gangguan psikiatri.

19

19

17
2.5 Kerangka teori

Faktor stress:
Faktor eksternal:
- Stres fisik:
- Faktor lingkungan Trauma, operasi, suhu panas atau

- Sosial dingin yang ekstrim


- Stres psikologis:
- Palatabilitas Kecemasan, ketakutan, kesedihan
- Stres kimia:
- Ketersediaan pangan Pasokan oksigen menurun,
ketidakseimbangan asam basa
Faktor pendidikan
- Tingkat risiko: orang tua - Stres fisiologis:
g Obesitas Latihan berat, syok hemoragik,
-Pendapatan
Umur orang tua
Strategi nyeri
- Stressor sosial:
koping dan Konflik pribadi, perubahan gaya
jenis kelamin
Gaya hidup: hidup

- Aktivitas fisik Genetik:


- Pola makan
Gambar 3. Kerangka teori penelitian Neuropeptide-Y (NPY)

20
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka konsep

Stres psikologis
Obesitas
Aktivitas fisik

Gambar 4. Kerangka konsep

21

14
3.2 Definisi operasional

Tabel 2. Definisi operasional


Va Definisi Alat Cara Pengukuran Hasil Pengukuran Skala Referensi
riabel Operasional Ukur Pengukuran
th
IM Rasio standar Timba Sampel diukur BB 1. <5 Ordinal Kuczmarski RJ,
T berat badan terhadap ngan digital dan TB. Kemudian hasil persentil: Underweight Ogden CL, Grummer-
2. 5 - <85th
tinggi badan dan pengukuran dimasukkan Strawn LM .
persentil: Normal
berdasarkan usia dan microtoice ke dalam rumus IMT, lalu Hyattsvile,
3. 85 - <95
jenis kelamin saturmeter hasil penghitungan Maryland(39)
persentil: Overweight
(2000)
dicocokkan dengan 4. 95
growth chart CDC. persentil: Obesitas
Str Respon Stress Wawancara 1. 0-20: Stres terkontrol Ordinal Ministry of
2. 21-40: Stres ringan
es terhadap stressor questionari Social Security,
3. 41-60: Stres sedang
e for 4. 61-80: Stres berat National Solidarity,
students and Reform
Instituiton. Republic
of Mauritus(40)
(2012)

Va Definisi Alat Cara Pengukuran Hasil Pengukuran Skala Referensi


riabel Operasional Ukur Pengukuran
22
Ak Setiap gerakan Kuesi Wawancara 5. 1: Tidak Ordinal Kowalski KC,
tifitas tubuh yang oner PAQ-A ada aktivitas Crocker PRE, Donen
6. 2: Sedikit
fisik dihasilkan oleh otot RM. Saskatoon,
7. 3: Cukup
rangka yang Saskatchhewan,
banyak
memerlukan 8. 4: Banyak Canada(41)
9. 5: Sangat (2004)
pengeluaran energi
banyak

23
BAB IV METODE PENELITIAN

4.1 Desain penelitian


Metode penelitian yang digunakan adalah analitik dengan desain potong
silang untuk mengetahui hubungan stres dan obesitas pada siswa kelas sembilan
di SMP dua lima dua.
4.2 Lokasi dan waktu penelitian
Penelitian dilakukan di SMP dua lima dua dimulai dari Desember hingga
Febuari tahun 2014.
4.3 Populasi dan sampel penelitian
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswa kelas sembilan SMP dua
lima dua tahun ajaran 2014. Sampel adalah bagian dari populasi yang dianggap
mewakili populasi.
Populasi infinit:
z 2 p q
no =
d2

1,96 2 0,108 0,892


no =
0,052
n0=147,9784=148

Keterangan:
n0: Besar sampel optimal yang dibutuhkan
z : Pada tingkat kemaknaan 95% besarnya 1,96
p : Prevalensi obesitas pada siswa kelas 9 = 10,8 % (0,108)(1)
q : Prevalensi tidak mengalami obesitas (1-p) = 1-0,108 = 0,892
d : Akurasi dari ketepatan pengukuran, untuk p = >10% adalah 0,05

Populasi finit:
no
n=
n
1+ o
N ( )

24
(148)
n=
1+(148/210)

n=86,8137=87

n total=n+15 n
n total=87+13, 05
n total=100 ,05= 100

Keterangan
n : Besar sampel yang dibutuhkan untuk populasi yang finit
n0 : Besar sampel dari populasi infinit
N : Besar populasi finit = 210
Besar sampel yang diperlukan adalah 100 orang. Pada penghitungan, 15%
adalah sampel yang diperkirakan akan drop-out. Pada tahap pertama dalam
pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan secara simple random sampling
dengan cara undian sehingga dari tiga SMP dikelurahan Duren Sawit didapatkan
SMP dua lima dua. Kemudian pada tahap kedua, dalam pemilihan subyek studi
yaitu siswa kelas sembilan SMP dua lima dua dilakukan secara consecutive
sampling, mulai dari bulan Januari hingga Febuari mengingat bahwa UN SMP
tahun 2015 akan dilakukan bulan April tahun 2015, dan jangka waktu tersebut
dianggap merupakan puncak stres siswa SMP kelas sembilan. Pada tahap ketiga,
dalam pemilihan subyek studi kelas sembilan yang terbagi atas 7 kelas dengan
masing-masing kelas berisi 30 orang, pengambilan sampel dilakukan secara
simple random sampling dengan cara tabel angka acak, dan diambil 15 siswa dari
masing-masing kelas sehingga didapatkan 15 siswa dikalikan dengan 7 kelas yaitu
105 orang.

Kelurahan
duren Simple
random
SMP Petri SMPN 252 SMP Pami
Jaya Jaya
consecuti
ve
25
Kelas 7 Kelas 8 Kelas 9

Kelas 9-2 Kelas 9-3 Kelas 9-4 Kelas 9-5 Kelas 9-6 Kelas 9-7
Kelas 9-1

30 orang 30 orang 30 orang 30 orang 30 orang 30 orang 30 orang

15 orang 15 orang 15 orang 15 orang 15 orang 15 orang 15 orang

Simple
Gambar 5. Alur105
pemilihan
orangsampel penilitan Random
sampling

26
Kriteria pemilihan subjek:
1. Kriteria inklusi
- Siswa dapat diajak berkomunikasi.
2. Kriteria eksklusi
Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah:
- Siswa yang menderita penyakit kronis, kelainan jiwa, atau gangguan makan.
- Siswa adalah perokok atau peminum alkohol.
- Siswa tidak bersedia menjadi responden.

4.4 Bahan dan instrumen penelitian


Dalam memperoleh data primer dilakukan dengan memberikan kuesioner
mengenai identitas siswa, identitas orang tua siswa, kuesioner aktivitas fisik
(PAQ-A), dan kusioner stress (stress questionnaire for students). Pada IMT,
dilakukan pengukuran langsung oleh peneliti dengan mengukur berat badan dan
tinggi badan responden. Adapun alat yang dipakai untuk mengukur berat badan
yaitu timbangan digtal merek kris dengan kapasitas 150 kg dan ketelitian 100
gram; menggunakan baterai alkaline 3A sebanyak 2 buah.
Prosedur penimbangan berat badan:
1. Letakan alat timbang pada lantai yang datar.
2. Responden yang akan ditimbang diminta membuka alas kaki dan jaket serta
mengeluarkan isi kantong yang berat seperti kunci.
3. Responden diminta naik ke alat timbang dengan posisi kaki tepat di tengah alat
timbang tetapi tidak menutupi jendela baca .
4. Perhatikan posisi kaki responden tepat di tengah alat timbang, sikap tenang
(tidak bergerak-gerak) dan kepala tidak menunduk (memandang lurus kedepan)
5. Angka di kaca jendela alat timbang akan muncul, dan tunggu sampai angka
tidak berubah.
6. Catat angka yang terakhir (ditandai dengan munculnya tanda bulatan O diujung
kiri atas kaca display). Angka hasil penimbangan dibulatkan menjadi satu digit
misal 0,51 - 0,54 dibulatkan menjadi 0,5 dan 0,55 - 0,59 dibulatkan menjadi 0,6
7. Minta Responden turun dari alat timbang.
Prosedur pengukuran tinggi badan
1. Minta responden melepaskan alas kaki (sandal/sepatu), topi (penutup kepala).

27
2. Pastikan alat geser berada diposisi atas.
3. Reponden diminta berdiri tegak, persis di bawah alat geser.
4. Posisi kepala dan bahu bagian belakang, lengan, pantat dan tumit menempel
pada dinding tempat microtoise di pasang.
5. Pandangan lurus ke depan, dan tangan dalam posisi tergantung bebas.
6. Gerakan alat geser sampai menyentuh bagian atas kepala responden. Pastikan
alat geser berada tepat di tengah kepala responden. Dalam keadaan ini bagian
belakang alat geser harus tetap menempel pada dinding.
7. Baca angka tinggi badan pada jendela baca ke arah angka yang lebih besar (ke
bawah ) Pembacaan dilakukan tepat di depan angka (skala) pada garis merah,
sejajar dengan mata petugas.
8. Apabila pengukur lebih rendah dari yang diukur, pengukur harus berdiri di atas
bangku agar hasil pembacaannya benar.
9. Pencatatan dilakukan dengan ketelitian sampai satu angka dibelakang koma
(0,1 cm). Contoh 157,3 cm; 160,0 cm; 163,9 cm.(42)

28
Gambar 6. Pedoman pengukuran tinggi badan.(42)
4.5 Analisis data
Data yang didapat akan dianalisis dan diinterpretasikan dengan menguji
hipotesis menggunakan program komputer SPSS 19.0 for windows dengan
analisis univariat dan bivariat. Analisis univariat dilakukan pada masing-masing
variabel untuk mengetahui karakteristik masing-masing variabel. Hasil analisis ini
digunakan untuk menentukan prevalensi stres pada siswa kelas 9. Analisis bivariat
digunakan untuk menghubungkan antara variabel bebas dan variabel terikat.
Untuk membuktikan hipotesis penelitian, digunakan uji Chi-square.
Untuk menguji kemaknaan, peneliti menggunakan p-value dengan tingkat
kemaknaan 5% dan derajat kepercayaan 95%. Jika p-value <0.05 maka
menunjukkan adanya hubungan antara variabel terikat dan bebas, sedangkan jika
p-value >0.05 maka menunjukkan tidak adanya hubungan antara variabel terikat
dan bebas.

29
4.6 Alur kerja penelitian

Siswa kelas sembilan

Kriteria inklusi

Subyek studi

Wawancara Pengukuran langsung


1. Identitas pasisen IMT: Tinggi badan dan berat
badan
2. Identitas orang tua
3. Tingkat stres.
4. Aktivitas fisik

Data entry

Gambar 7.Analisis datapenelitian.


Alur kerja

30
4.7 Etika penelitian
1. Surat Ijin Penelitian dari Fakultas Kedokteran Trisakti.

Surat ijin penelitian diberikan oleh Fakultas Kedokteran Trisakti


berupa persetujuan kaji etik dan akan diserahkan kepada pihak perwakilan
dari SMP dua lima dua.

2. Kerahasiaan

Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan


kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah
lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaan
oleh peneliti.

Tahapan Kegiatan Tahun 2014 bulan Tahun


2015 bulan
6 7 8 9 1 11 12 1 2 3
0
A Perencanaan
1 Perumusan topik dan pembuatan judul
2 Penyusunan proposal
3 Konsultasi dengan dosen pembimbing
4 Presentasi proposal
B Pelaksanaan
1 Observasi lokasi penelitian dan pengumpulan data
2 Pengolahan data
3 Konsultasi dengan dosen pembimbing
C Pelaporan Hasil
1 Penulisan
2 Diskusi
3 Presentasi
4 Perbaikan
4.8. Penjadwalan penelitian

4.9 Pembiayaan penelitian

Biaya yang dikeluarkan terkait dengan penelitian dijelaskan dengan


rincian kurang lebih sebagai berikut:

1. Fotokopi kuesioner : Rp 105.000 (105 kuesioner)

31
2. Pembelian alat penelitian :

Timbangan digital merek kris : Rp 200.000,00

Microtoice saturmeter : Rp 200.000,00

3. Transportasi : Rp 100.000

4. Souvenir (alat tulis) : Rp 10.000 x 105 siswa :1.050.000

5. Kaji etik penelitian : Rp 100.000

Total Rp 1.755.000,00

32
DAFTAR PUSTAKA
1. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI.
Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta: 2013;p259-60.
2. Simsa R, Gordona S, Garciaa W, Clarka E, Monyea D, Callenderb C,
Campbella A. Perceived Stress and Eating Behaviors in a Community-based
Sample of African Americans. Eat Behav 2008;9;13742.
doi:10.1016/j.eatbeh.2007.06.006.
3. McEwen BS. Protection and Damage From Acute and Chronic Stress:
Allostasis and Allostatic Overload and Relevance to the Pathophysiology of
Psychiatric Disorders. Ann N Y Acad Sci 2004;1032;17.
4. Goodman E, Whitaker RC. A Pospective Study of the Role of Epressioninthe
Development and Persistance of Adolescent Obesity. Pediatrics 2002;100;497.
doi:10.1542/peds.110.3.497.
5. Richardson LP, Davis R, Poulto R, McCauley E, Moffitt TE, Caspi A, Connell
F. A Longitudinal Evaluation of Adolescent Depression and Adult Obesity.
Arch Pediatr Adolesc Med 2003;157;739-45.
6. Pine DS, Goldstein RB, Wolk S, Weissman MM. The Association Between
Chldhood Depression and Adulthood Body Mass Index. Pediatrics
2001;107;1049. doi: 10.1542/peds.107.5.1049.
7. Hassink S. Problem in Childhood Obesity. Prim Care 2003;30;1-17.
8. Nix S. Williams Basic Nutrition & Diet Therapy. 20th Ed. Mosby Inc. USA:
2005.
9. Adak DK, Gautam RK, Bharati S, Gharami AK, Pal M, Bharati P. Body Mass
Index and Chronic Energy Deficiency of Adult Males of Central Indian
Population. Hum Biol 2006;78:161-78.
10. Lancet. Appropriate Body-mass Index for Asian Populations and Its
Implication for Policy and Intervention Strategies. 2004;363;157-63.
11. Wardlaw GM, Jeffrey SH. Perspectives in Nutrition. 7th Ed. Mc Graw Hill
Companies Inc, New York;p203-25.
12. Centers for Disease Control and Prevention. BMI for Children and Teens.
http://www.cdc.gov/healthyweight/assessing/bmi/childrens_bmi/about_childre
ns_bmi.html November 15, 2014.
13. Pliner P, Mann N. Influence of Social Norms and Palatability on Amount
Consumed and Food Choice. Appetite 2004;42:227-37.

33
14. Torres, Susan, Nowson, Caryl. Relationship Between Stress, Eating Behavior,
and Obesity. Nutrition 2007;23;11-12;887-94.
15. Majzoub JA. Corticotropin-releasing Hormone Physiology. Eur J Endocrinol
2006;155:716.
16. Agolla, Joseph E, Henry O. An Assessment of Academic Stress Among
Undergraduate Students: the Case of University of Botswana Educational
Research and Review. 2009;4;63-70.
17. Goeders NE. The Impact of Stress on Addiction. Eur
Neuropsychopharmacol 2003;13:43541.
18. Colles SL, Dixon JB, O'Brien P E. Night Eating Syndrome and Nocturnal
Snacking: Association with Obesity, Binge Eating and Psychological Distress.
Int J Obes 2007. doi:10.1038/sj.ijo.0803664.
19. Tanja C. Adam, Elissa S, Epel. Stress, Eating and the Reward
system. Physiology & Behavior 2007;91;449-58.
20. Gluck ME. Stress Response and Binge Eating Disorder.
Appetite 2006;46;2630.
21. Gluck ME, Geliebter A, Hung J, Yahav E. Cortisol, Hunger, and
Desire to Binge Eat Following a Cold Stress Test in Obese
Women with Binge Eating Disorder. Psychosom Med
2004;66;87681.
22. Cosley B, McCoy S, Ehle M, Saslow L, Epel E. Does Stress Make
You Fat? Good Stress, Bad Stress and Comfort Food Eating.
Memphis TN 2007;p449-58.
23. Levine AS, Billington CJ. Opioids as Agents of Reward-related
Feeding: a Consideration of the Evidence. Physiol Behav
2004;82;5761.
24. Asensio C, Muzzin P, Rohner-Jeanrenaud F. Role of
Glucocorticoids in the Physiopathology of Excessive Fat
Deposition and Insulin Resistance. Int J Obes Relat Metab
Disord 2004;28;4552.
25. Desbriere R, Vuaroqueaux V, Achard V, Boullu-Ciocca S,
Labuhn M, Dutour A. 11beta-hydroxysteroid Dehydrogenase
Type 1 mRNA is Increased in Both Visceral and Subcutaneous
Adipose Tissue of Obese Patients. Obesity 2006;14;7948.

34
26. Seckl JR, Morton NM, Chapman KE, Walker BR. Glucocorticoids
and 11beta-hydroxysteroid Dehydrogenase in Adipose Tissue.
Recent Prog Horm Res 2004;59;35993.
27. Woods SC, Lutz TA, Geary N, Langhans W. Pancreatic Signals
Controlling Food Intake; Insulin, Glucagon and Amylin. Philos
Trans R Soc Lond 2006;361;121935.
28. Ikemoto S, Wise RA. Mapping of Chemical Trigger Zones for
Reward. Neuropharmacology 2004;47;190201.
29. Levine AS, Jewett DC, Cleary JP, Kotz CM, Billington CJ. Our
Journey With Neuropeptide Y: Effects on Ingestive Behaviors
and Energy Expenditure. Peptides 2004;25;50510.
30. Laferrere B, Abraham C, Awad M, Jean-Baptiste S, Hart AB,
Garcia- Lorda P. Inhibiting Endogenous Cortisol Blunts the
Meal-entrained Rise in Serum Leptin. J Clin Endocrinol Metab
2006;91;2232-8.
31. Heilig M. The NPY System in Stress, Anxiety and Depression.
Neuropeptides 2004;38;21324.
32. Yehuda R, Brand S, Yang RK. Plasma Neuropeptide Y
Concentrations in Combat Exposed Veterans: Relationship to
Trauma Exposure, Recovery From PTSD, and Coping. Biol
Psychiatry 2006;59;6603.
33. Volkow ND, Wise RA. How Can Drug Addiction Help Us
Understand Obesity? Nat Neurosci 2005;8;55560.
34. Barefoot JC, Heitmann BL, Helms MJ, Williams RB, Surwit RS,
Siegler IC. Symptoms of Depression and Changes in Body
Weight From Adolescence to Mid-life. Int J Obes 1998;22;688-
94.
35. Kivimaki M, Head J, Ferrie JE, Shpley MJ, Brunner E, Vahtera J, Marmot
MG. Work Stress, Weight Gain and Weight Loss: Evidence for Bidirectional
Effects of Job Strain on Body Mass Index in the Whitehall II Study. Int J
Obes. 2006;30;982-87. doi:101038/sj.0803229.
36. Roberts C, Troop N, Connan F, Treasure J, Campbell C. The Effects of Stress
on Body Weight: Biological and Psychologcal Predictors of Change in BMI.
Obesit 2007;15;3045-55.

35
37. Vicennati V, Pasqui F, Cavazza C, Pagotto U, Pasquali R. Stress-related
Development of Obesity and Cortisolin Women. Obesity 2007;17;1678-83.
doi:10.1038/oby.2009.76.
38. Belcher RB, Nguyen-Rodriguez ST, McClain AD, Hsu Y, Unger JB, Spuruijt-
Metz D. The Influence of Worries on Emotional Eating, Weight Concerns, and
Body Mass Index in Latina Female Youth. J Adolesc Health 2011; 48;487-92.
doi:10.1016/j.jadohealth.2010.08.008.
39. Kuczmarski RJ, Ogden CL, Grummer-Strawn LM. CDC Growth Charts:
United States. Hyattsvile, Maryland:National Center for Health Statistics;
2000. Avalaible at:
http://www.cdc.gov/growthcharts/data/set2clinical/cj41l073.pdf November 15,
2014.
http://www.cdc.gov/growthcharts/data/set2clinical/cj41l074.pdf November 15,
2014
40. Ministry of Social Security, National Solidarity and Reform Instituiton. Stress
Questionnaire for Students. Republic of Mauritus;2013. Avalaible at:
http://lifeplus.govmu.org/portal/sites/lifeplus/file/student.pdf November 15,
2014.
41. Kowalski KC, Crocker PRE, Donen RM. The Physical Activity Questionaire
for Adolescents (PAQ-A) Manual. College of Kinesiology, Univeristy of
Saskatchewan;2012. Avalaible at: http://www.hfsf.org/uploads/Physical
%20Activity%20Questionnaire%20Manual.pdf November 15, 2014.
42. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI.
Riset Kesehatan Dasar 2007 Pedoman Pengukuran dan Pemeriksaan. Jakarta:
2007:p13-7.

36
LAMPIRAN

Lampiran 1. Lembar Informed Consent


INFORMED CONSENT
Penelitian mengenai Hubungan Stres dan Obesitas Pada Siswa Kelas
Sembilan Sekolah Menengah Pertama dua lima dua ini dapat memberikan
pengetahuan mengenai apakah terdapat hubungan antara stres dan obesitas. Hasil
penelitian ini diharapkan dapat memberikan petunjuk kepada para siswa kelas
sembilan SMP dua lima dua agar melakukan tindakan pencegahan terhadap stres
dan dampak negatif yang ditimbulkan stres.
Oleh karena itu, kami mengharapkan Saudara untuk ikut serta dalam
penelitian ini. Bila bersedia maka peneliti akan melakukan wawancara dan
mengukur tinggi dan berat badan Saudara. Semua hasil pemeriksaan akan
dirahasiakan.
Saudara bebas untuk menolak ikut dalam penelitian ini. Bila saudara
bersedia ikut dalam penelitian ini kami mohon untuk menandatangani formulir
persetujuan dibawah ini.

Jakarta, 23 September 2014

(Gilang Pradana)

38
FORMULIR PERSETUJUAN

Semua penjelasan di atas telah disampaikan kepada saya dan telah saya
pahami. Dengan menandatangani formulir ini saya SETUJU untuk ikut dalam
penelitian ini.
Nama peserta penelitian :

Tanda tangan :

Tanggal :

39
Lampiran 2. Kuesioner
I. Identitas responden
(tulislah identitas saudara atau coret yang tidak perlu)
1. Nama :
2. Umur :
3. Jenis kelamin : Pria /wanita

II. Identitas orang tua responden


2.1 Identitas ayah
1. Nama ayah :
2. Pendidikan terakhir :
3. Pendapatan per bulan :
2.2 Identitas ibu
1. Nama ibu :
2. Pendidikan terakhir :
3. Pendapatan per bulan :

II. Riwayat penyakit

(pilih jawaban yang sesuai dengan anda, contreng pada kolom Ya dan Tidak)

Ya Tidak
1 Apakah saudara memiliki riwayat penyakit kronis?
.
2 Apakah saudara memiliki riwayat kelainan jiwa?
.
3 Apakah saudara memiliki riwayat gangguan makan?
.
4 Apakah anda perokok?
.
5 Apakah anda peminum alkohol?
.

III. Indek massa tubuh


1. Berapakah berat badan anda? kg
2. Berapak tinggi badan anda? cm
3. Apakah terjadi perubahan berat badan selama tahun terakhir
kuliah di smp 252? (coret jawaban yang sesuai)
a. Ya b.Tidak
Jika Ya, sebutkan berapa perubahan berat badan anda: ....... kg

40
41
IV. Kuesioner stres

42
Ministry of social security, national solidarity, and reform instituiton
Stress questionnaire for students
No Tidak Jarang Kadang Sering Sangat
. pernah - sering
kadang
1. Saya tidak bisa
berkonsentrasi di kelas
2. Saya tidak mengerti apa yang
diajarkan guru saya
3. Saya tidak yakin dapat
belajar dengan baik
4. Saya jarang masuk sekolah
5. Saya sering terlambat
6. Kegiatan saya terlalu banyak
7. Banyak yang harus saya
lakukan dengan bayaran
sekolah dan pekerjaan rumah
8. Uang jajan saya sedikit
9. Saya tidak punya cukup uang
untuk berbelanja
10. Orang tua saya membatasi
pemakaian uang jajan saya
11. Saya kesulitan untuk berbaur
dengan keluarga saya
12. Saya tidak memiliki teman
dan merasa sendirian
13. Saya merasa tidak nyaman
karena banyak saingan untuk
mencapai prestasi yang baik
14. Saya tidak punya waktu
untuk berolahraga
15. Saya mengalami kenaikan
atau penurunan berat badan
16. Saya merasa cepat lelah dan
tidur saya kurang atau
berlebih dibanding biasanya

43
17. Saya merasa sedih dan
depresi
18. Saya merasa tidak ada yang
peduli dengan saya
19. Saya sangat tertekan karena
pelajaran dan ujian yang sulit
20. Saya tidak banyak
melakukan banyak hal jika
saya sudah menyukai suatu
kegiatan tertentu

VI. Aktivitas fisik


Physical Activity Questionnaire for High School (PAQ-A)
4.1 Aktivitas fisik saat waktu senggang: apakah anda melakukan beberapa
aktivitas dibawah ini selama seminggu terakhir? Jika ya, seberapa sering?
(centang salah satu kolom yang sesuai dengan anda)
No. Jenis aktivitas fisik Tidak 1-2 3-4 5-6 7 atau
perna kali kali kali lebih
h
1. Skipping
2. Bersepatu roda
3. Ice skating
4. Jalan santai
5. Bersepeda
6. Jogging atau berlari
7. Senam aerobik
8. Berenang
9. Bisbol, softball atau kasti
10. Futsal
11. Menari
12. Badminton
13. Bermain skateboard
14. Sepak bola
15. Voli
16. Basket

44
4.2 Dalam 7 hari terakhir selama mendapatkan kelas olahraga, seberapa aktif
anda dalam berlari, melompat, dan melempar?
a. saya tidak mengikuti kelas olahraga
b. hampir tidak pernah
c. kadang-kadang
d. cukup sering
e. selalu
4.3 Dalam 7 hari terakhir, apa yang biasanya kamu lakukan saat istirahat makan
siang (selain makan siang)?
a. duduk (mengobrol, membaca, mengerjakan tugas)
b. berdiri atau berjalan di sekitar lingkungan sekolah
c. berlari atau bermain sedikit
d. berlari dan bermain cukup sedikit
e. berlari dan bermain keras sebagian besar waktu

4.4 Dalam 7 hari terakhir, setelah pulang sekolah, seberapa aktif kamu melakukan
olahraga, menari, atau bermain?
a. tidak sama sekali
b. 1 kali dalam seminggu terakhir
c. 2-3 kali dalam seminggu terakhir
d. 4 kali dalam seminggu terakhir
e. 5 kali dalam seminggu terakhir
4.5 Dalam 7 hari terakhir, saat sore hari, seberapa aktif kamu melakukan
olahraga, menari, atau bermain?
a. tidak sama sekali
b. 1 kali dalam seminggu terakhir
c. 2-3 kali dalam seminggu terakhir
d. 4-5 kali dalam seminggu terakhir

45
e. 6-7 kali dalam seminggu terakhir
4.6 Pilih salah satu jawaban dibawah ini yang sesuai dengan anda selama 7 hari
terakhir?
a. sebagian besar waktu luang saya habiskan melakukan hal-hal yang
melibatkan sedikit aktivitas
b. saya kadang-kadang (1-2 seminggu lalu) melakukan aktivitas fisik di
waktu luang (misalnya bermain olahraga, pergi berjalan, berenang,
bersepeda, aerobik)
c. saya sering (3-4 kali seminggu) melakukan aktivitas fisik di waktu luang
d. saya cukup sering (5-6 kali seminggu) melakukan aktivitas fisik di waktu
luang
e. saya sangat sering (7 kali atau lebih dalam seminggu) melakukan aktifitas
fisik

4.7 Seberapa sering anda melakukan aktivitas fisik (seperti berolahraga, bermain,
menari, atau aktivitas fisik lain)
No Tidak Sedikit Cukup Sering Sangat
. pernah sering sering
1. Senin
2. Selasa
3. Rabu
4. Kamis
5 Jumat
6. Sabtu
7. Minggu

4.8 Apakah anda sakit dalam seminggu terakhir, atau adakah hal lain yang
menghalangi anda dalam melakukan aktifitas fisik?
a. Ya

46
b. Tidak
menghalangi anda?

47

Anda mungkin juga menyukai