Anda di halaman 1dari 22

Laporan Kasus

OD Keratitis Profunda

Oleh:
Anggia Lestari

11.2016.012

Pembimbing :

Dr. Djoko Heru SpM

Fakultas Kedokteran UKRIDA

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata

Periode 5 Desember 7 Januari 2016

RS Mardi Rahayu, Kudus

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA


(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)
Jl. Arjuna Utara No.6 Kebon Jeruk Jakarta Barat
KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
Hari/Tanggal Ujian/Presentasi Kasus: Oktober 2016
SMF ILMU PENYAKIT MATA
Rumah Sakit Mardi Rahayu- Kudus Jawa Tengah

Tanda Tangan
Nama :Grace Vanny Sayow
NIM : 11-2015-204
Dr. Pembimbing :dr Djoko Heru SpM -------------------

STATUS PASIEN
I IDENTITAS
Nama : Fina Abrorika AN
Umur : 13 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : pelajar
Alamat : Jalan Wilalung Gajah Demak
Tanggal Pemeriksaan : 6 Desember 2016

II ANAMNESIS
Dilakukan Autoanamnesis pada tanggal 6 Desember 2016

Keluhan Utama:
Mata kiri terdapat bintik putih.

Keluhan Tambahan:
Mata kiri merah , terasa mengganjal., pandangannya kabur.

Riwayat Penyakit Sekarang:


Pasien datang ke poliklinik Rumah Sakit Mardi Rahayu dengan keluhan
penglihatan mata kiri buram dan merah. Gejala diawali satu bulan SMRS mata merah,
mengganjal, lalu pasien menetesi dengan obat tetes mata yang di beli di apotek. Satu
minggu SMRS pasien mengeluh kalau melihat berita berjalan di telivisi seperti ada
bayangan dan mata kirinya berkabut. Tidak ada demam, silau atau rasa berkelilipan
dan belekan. Tidak diawali batuk pilek atau sakit tenggorokan. Riwayat kena debu
disangkal.Tidak ada riwayat pemakaian lensa kontak.
Riwayat Penyakit Dahulu
a Umum
- Asthma : tidak ada
- Hipertensi : tidak ada
- Diabetes Melitus : tidak ada
- Stroke : tidak ada
- Alergi : tidak ada

b Mata
- Riwayat sakit mata sebelumnya : tidak ada
- Riwayat penggunaan kaca mata :tidak ada
- Riwayat operasi mata : tidak ada
- Riwayat trauma mata sebelumnya : tidak ada

Riwayat Penyakit Keluarga:


Penyakit mata serupa : tidak ada
Penyakit mata lainnya : tidak ada
Asthma : tidak ada
Diabetes : tidak ada
Glaukoma : tidak ada
Alergi : tidak ada
Hipertensi : tidak ada

Riwayat Kebiasaan:
Pasien tidak menggunakan lensa kontak.

III PEMERIKSAAN FISIK

STATUS GENERALIS
Keadaan umum : tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan darah :-
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 36C
Nadi : 82 x/menit
Kepala : Normocephali
Mulut : Bibir lembap, mukosa mulut lembap
THT : tidak ada deviasi septum nasi, MAE lapang, faring
tidak hiperemis. Tonsil T3- T4,tenang, uvula di
tengah
Thoraks : Simetris, Retraksi (-)
Jantung : BJ I-II Reguler ,Murni, Murmur (-) Gallop (-)
Paru : SN vesikuler Rh -/- Wh -/-
Abdomen : Datar, Simetris , Nyeri tekan (-) , Bising usus normal.
Ekstremitas : Tidak ada kelainan deformitas, pustule (-) vesikel (-)
edema -/-

STATUS OPHTALMOLOGIS

OD OS

KETERANGAN OD OS
1 VISUS
Visus 1,0 F1 0,8
Koreksi - -
Addisi - -
Distansi pupil - -
Kacamata Lama - -

2 KEDUDUKAN BOLA MATA


Eksoftalmos Tidak ada Tidak ada
Enoftalmos Tidak ada Tidak ada
Deviasi Tidak ada Tidak ada
Gerakan Bola Mata Normal ke semua arah Normal ke semua arah

3 PALPEBRA SUPERIOR DAN INFERIOR


Edema Tidak ada Tidak ada
Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada
Ektropion Tidak ada Tidak ada
Entropion Tidak ada Tidak ada
Blefarospasme Tidak ada Tidak ada
Trikiasis Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Ptosis Tidak ada Tidak ada

4 KONJUNGTIVA SUPERIOR DAN INFERIOR


Hiperemis Ada Tidak ada
Krepitasi Tidak ada Tidak ada
Folikel Tidak ada Tidak ada
Papil Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Hordeolum Tidak ada Tidak ada
Kalazion Tidak ada Tidak ada
Korpus alienum Tidak ada Tidak ada

5 KONJUNGTIVA BULBI
Sekret Tidak ada Tidak ada
Injeksi Konjungtiva Tidak ada Tidak ada
Injeksi Siliar Tidak ada Tidak ada
Pendarahan Subkonjungtiva Tidak ada Tidak ada
Pterigium Tidak ada Tidak ada
Pinguekula Tidak ada Tidak ada
Nevus Pigmentosus Tidak ada Tidak ada
Kista Dermoid Tidak ada Tidak ada

6 SKLERA
Warna Putih Putih
Ikterik Tidak Ada Tidak ada

7 KORNEA
Kejernihan Jernih Jernih
Permukaan Rata Rata
Ukuran 11 mm 11 mm
Sensibilitas Baik Baik
Infiltrat Ada Tidak ada
Keratik Presipitat Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Ulkus Tidak ada Tidak ada
Perforasi Tidak ada Tidak ada
Arcus senilis Tidak ada Tidak ada
Edema Tidak ada Tidak ada

8 BILIK MATA DEPAN


Kedalaman Sedang Sedang
Kejernihan Jernih Jernih
Hifema Tidak ada Tidak ada
Hipopion Tidak ada Tidak ada

9 IRIS
Warna Coklat Coklat
Kripte Jelas Jelas
Sinekia Tidak ada Tidak ada
Koloboma Tidak ada Tidak ada

10 PUPIL
Letak Ditengah Ditengah
Bentuk Bulat Bulat
Ukuran 3 mm 3 mm
Refleks Cahaya Langsung + +
Refleks Cahaya Tak Langsung + +
11 LENSA
Kejernihan Jernih Jernih
Letak Di tengah Di tengah
Shadow test Tidak dilakukan Tidak dilakukan

12 BADAN KACA
Kejernihan Jernih Jernih

13 FUNDUS OKULI
Batas Tegas Tegas
Warna Orange Orange
Ekskavasio - -
Rasio Arteri :Vena 2:3 2:3
C/D Ratio 0.4 0.4
Reflex Makula + +
Eksudat Tidak ada Tidak ada
Perdarahan Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Ablasio Tidak ada Tidak ada

14 PALPASI
Nyeri Tekan Tidak ada Tidak ada
Massa Tumor Tidak ada Tidak ada
Tensi Okuli Normal/palpasi Normal/palpasi

15 KAMPUS VISI
Tes Konfrontasi Normal Normal

IV RESUME
Anamnesis
Pasien datang ke poliklinik Rumah Sakit Mardi Rahayu dengan keluhan
penglihatan mata kiri buram dan merah. Gejala diawali satu bulan SMRS mata merah,
mengganjal, lalu pasien menetesi dengan obat tetes mata yang di beli di apotek. Satu
minggu SMRS pasien mengeluh kalau melihat berita berjalan di telivisi seperti ada
bayangan dan mata kanannya berkabut. Tidak ada demam, silau atau rasa berkelilipan
dan belekan. Tidak diawali batuk pilek atau tenggorokan. Riwayat kena debu
disangkal.Tidak ada riwayat pemakaian lensa kontak.

Status Opthalmologis
KONJUNGTIVA SUPERIOR DAN INFERIOR
Hiperemis Ada Tidak ada
Krepitasi Tidak ada Tidak ada
Folikel Tidak ada Tidak ada
Papil Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Hordeolum Tidak ada Tidak ada
Kalazion Tidak ada Tidak ada
Korpus alienum Tidak ada Tidak ada

KORNEA
Kejernihan Jernih Jernih
Permukaan Rata Rata
Ukuran 11 mm 11 mm
Sensibilitas Baik Baik
Infiltrat Ada Tidak ada
Keratik Presipitat Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Ulkus Tidak ada Tidak ada
Perforasi Tidak ada Tidak ada
Arcus senilis Tidak ada Tidak ada
Edema Tidak ada Tidak ada

V DIAGNOSIS KERJA
- Keratitis Profunda OS

Dasar diagnosis yang mendukung,

Anamnesis :

Mata merah
Ada rasa mengganjal pada mata kanan
Penglihatan kabur / berbayang
Pandangan berkabut

Pemeriksaan fisik :

Adanya infiltrat pada kornea mata kanan.

VI DIAGNOSIS BANDING
- Keratitis Superficialis OS
- Konjungtivitis OS

IX. PENATALAKSANAAN
Promotif: Edukasi pasien tentang penyakit keratitis,faktor resiko dan tindakan
operasi
Preventif :
Edukasi pasien tentang hal-hal yang harus dihindari.
Kontrol ke poliklinik mata
Kuratif
Non medikamentosa:
- Hindari terpapar langsung sinar matahari, debu dan angin dengan memakai
kaca mata.
- Kompres mata dengan air dingin
- Menggunakan air mata buatan (artifial tears)

Medikamentosa :
Flamar ED fl No I 4dd gtt I OS
Optiflox ED fl No I 2dd gtt II OS
Hervis EO 2dd
Polynel ED pl I 4dd I
Rehabilitatif
Evaluasi visus
Jaga kebersihan area sekitar mata
Edukasi pasien memakai pelindung mata saat beraktivitas di luar rumah.

IX. PROGNOSIS
OD OS
Ad Vitam : ad bonam ad bonam
Ad Fungsionam : dubia ad bonam dubia ad bonam
Ad Sanationam : dubia ad bonam dubia ad bonam
Ad Kosmetikan : ad bonam ad bonam

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi Keratitis

Keratitis adalah kelainan akibat terjadinya infiltrasi sel radang pada kornea yang akan
mengakibatkan kornea menjadi keruh. Keratitis dapat terjadi pada anak-anak maupun orang
dewasa. Bakteri umumnya tidak dapat menyerang kornea yang sehat, namun beberapa
kondisi dapat menyebabkan kornea terinfeksi. Mata yang sangat kering juga dapat
menurunkan mekanisme pertahanan kornea.

2.4 Epidemiologi

Secara global, insidensi keratitis bakteri bervariasi secara luas, di mana negara dengan
industrialisasi yang rendah menunjukkan angka pemakaian softlens yang rendah sehingga
bila dihubungkan dengan pemakai softlens dan terjadinya infeksi menunjukkan hasil
penderita yang rendah juga.

2.5 Klasifikasi

Menurut lapisan kornea yang terkena; yaitu keratitis superfisialis apabila mengenai
lapisan epitel atau bowman dan keratitis profunda atau interstisialis (atau disebut juga
keratitis parenkimatosa) yang mengenai lapisan Herpes
stroma. 2 zoster, herpes simplek, punctata
epitel
Superfisial
subepitel Numularis, disiform

KERATITIS stroma neuroparalitik

interstitial
Profunda
disiformis

sklerotikan
1 Keratitis Superfisial, dapat dibagi menjadi:
a Keratitis epitelial, tes fluoresin (+), misalnya:
1 Keratitis pungtata:
merupakan keratitis yang terkumpul di daerah membran Bowman dengan infiltrat
berbentuk bercak-bercak halus. Keratitis pungtata disebabkan oleh hal yang tidak
spesifik dan dapat terjadi pada moluskum kontagiosum, akne rosasea, herpes zoster,
herpes simpleks, blefaritis, keratitis neuroparalitik, infeksi virus, dry eyes, vaksinia,
trakoma dan trauma radiasi, trauma, lagoftalmus, keracunan obat seperti neomisin,
tobramisin dan bahan pengawet lain. Mata biasanya terasa nyeri, berair, merah, peka
terhadap cahaya (fotofobia) dan penglihatan menjadi sedikit kabur.2
2 Keratitis herpeti
Disebabkan oleh herpes simplek dan herpes zoster.Yangdisebabkam herpes simplek
dibagi dalam 2 bentuk yaitu epitelial dan stroma.Yang murni epitelial adalah
dendritik sedangkan stromal adalah diskiformis. Pada yang epitelial kerusakan
terjadi aibat pembelahan virus di dalam sel epitel yang akan mengakibatkan
kerusakan sel dan membentuk tukak kornea superficial.2
3 Infeksi Herpes zoster
Bila telah terdapat vesikel di ujung hidung, berarti N.Nasosiliaris terkena, maka
biasanya timbul kelainan di kornea, di mana sensibilitasnya menurun tetapi
penderita menderita sakit. Keadaan ini disebut anestesia dolorosa. Pada kornea
tampak infiltrat yang bulat, letak subepitel, disertai injeksi perikornea.Infiltrat ini
dapat mengalami ulserasi yang sukar sembuh. Kadang-kadang infiltrat ini dapat
bersatu membentuk keratitis disiformis. Kadang juga tampak edema kornea disertai
lipatan-lipatan dari membran Descement.2

b Keratitis subepitelial, tes fluoresin (-), misalnya:


1 Keratitis numularis, dari Dimmer
Keratitis ini diduga oleh virus. Klinis tanda-tanda radang tidak jelas, di kornea
terdapat infiltrat bulat-bulat subepitelial, dimana ditengahnya lebih jernih, disebut
halo. Keratitis ini bila sembuh akan meninggalkan sikatrik yang ringan.
2 Keratitis disiformis dari Westhoff
Keratitis ini awalnya banyak ditemukan pada petani di pulau jawa. Penyebabnya
adalah virus yang berasal dari sayuran dan binatang. Di kornea tampak infiltrat
bulat-bulat, yang ditengahnya lebih padat dari pada dipinggir. Umumnya
menyarang usia 15-30 tahun.

c Keratitis stromal, tes fluresin (+), misalnya:


1 Keratitis neuroparalitik
2 Keratitis et lagoftalmus
Terjadi akibat mata tidak menutup sempurna yang dapat terjadi pada ektropion
palpebra, protrusio bola mata atau pada penderita koma di mana mata tidak
terdapat reflek mengedip. Umumnya bagian yang terkena adalah kornea bagian
bawah.
2 Keratitis profunda, tes fluoresin (-), misalnya:
a Keratitis interstisial
Penyebab paling sering adalah lues kongenital dan sebagian kecil TBC.
Patogenesisnya belum jelas, disangka merupakan reaksi alergi. Biasanya mengenai
umur 5-15 tahun jarang ditemukan pada waktu lahir atau usia tua. Merupakan
manifestasi lambat dari lues kongenital. Biasanya didahului trauma. Pada umumnya 2
mata atau 1 mata terkena lebh dahulu kemudian mata yang lain mengikuti. Tanda
klinis : injeksi silier, infiltrat di stroma bagian dalam. Kekeruhan bertambah dengan
cepat disertai pembentukan pembuluh darah di lapisan dalam yang berjalan dari
limbus ke sentral.
b Keratitis sklerotikans
Merupakan penyulit dari skleritis yang letaknya biasanya di bagian temporal,
berwarna merah sedikit menonjol disertai nyeri tekan. Keluhan dari kertatitis ini :
mata sakit, fotofobia dan di mata timbul skleritis. Di kornea kemudian timbul infiltrat
berbentuk segitiga di stroma bagian dalam yang berhubungan dengan benjolan yang
terdapat di sklera.
c Keratitis disiformis
Penyebabnya herpes simplek, banyak yang menduga dasarnya adalah reaksi alergi
terhadap virusnya. Biasanya unilateral. Berlangsung beberapa bulan. Biasanya timbul
bila pada kerusakan primer yang diberikan pengobatan dengan Iodium atau dalam
pengobatan dahulu pernah diberi kortikosteroid. Kekeruhan kornea tampak di lapisan
dalam kornea, di pinggirnya lebih tipis daripada bagian tengah. Sensibilitas kornea
menurun. Hampir tidak pernah disertai neovasklarisasi. Kadang-kadang sembuh
dengan meninnggalkan kekeruhan yang tetap.
2.6 FAKTOR RESIKO

1 Blefaritis
2 Infeksi pada organ asesoria bulbi (seperti infeksi pada aparatus lakrimalis)
3 Perubahan pada barrier epitel kornea (seperti dry eyes syndrom)
4 Pemakaian contact lens
5 Lagoftalmos
6 Gangguan Neuroparalitik
7 Trauma
8 Pemakaian imunosupresan topikal maupun sistemik

2.7 ETIOLOGI KERATITIS

1 Bakteri
- Diplokok pneumonia
- Streptokok hemolotikus
- Pseudomonas aerogenosa
- Moraxella liquefaciens
- Klebsiela pneumoniae
2 Virus
- Herpes simpleks
- Herpes zoster
- Adenovirus
3 Jamur
- Candida
- Aspergilin
- Nocardia.
4 Alergi
- Alergi terhadap stafilokokus
- Terhadap tuberkuloprotein
- Toksin yang tak diketahui penyebab tepatnya
5 Defisiensi Vitamin, misalnya : avitaminosis A
6 Idiopatik, misalnya : ulkus Moorens

2.8 PATOFISIOLOGI
Permukaan mata secara regular terpajan lingkungan luar dan mudah mengalami trauma,
infeksi, dan reaksi alergi yang merupakan sebagian besar penyakit pada jaringan ini. Kelainan
kornea sering menjadi penyebab timbulnya gejala pada mata. Keratitis merupakan kelainan
akibat terjadinya infiltrat sel radang pada kornea yang akan mengakibatkan kornea menjadi
keruh.

Kornea disarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf siliar longus dan
saraf nasosiliar. Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan sistem
pompa endotel terganggu sehingga dekompensasi endotel dan terjadi edema kornea. Kornea
merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutup bola mata di sebelah depan.
Karena kornea avaskular, maka pertahanan sewaktu peradangan tak dapat segera datang.
Maka badan kornea, sel-sel yang terdapat di dalam stroma segera bekerja sebagai makrofag
baru kemudian disusul oleh pembuluh darah yang terdapat di limbus dan tampak sebagi
injeksi perikornea.Sesudahnya baru terjadi infiltrat, yang tampak sebagai bercak berwarna
kelabu, keruh, dan permukaan yang licin. Kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan timbul
ulkus kornea yang dapat menyebar ke permukaan dalam stroma.

Pada peradangan yang hebat, toksin dari kornea dapat menyebar ke iris dan badan siliar
dengan melalui membran descement dan endotel kornea.Dengan demikian iris dan badan
siliar meradang dan timbulah kekeruhan di cairan COA, disusul dengan terbentuknya
hipopion. Bila peradangan terus mendalam, tetapi tidak mengenai membran descement dapat
timbul tonjolan membran descement yang disebut mata lalat atau descementocele.
Peradangan yang dipermukaan penyembuhan dapat berlangsung tanpa pembentukan jaringan
parut.Pada peradangan yang dalam penyembuhan berakhir dengan terbentuknya jaringan
parut yang dapat berupa nebula, makula, atau leukoma. Bila ulkusnya lebih mendalam lagi
dapat timbul perforasi yang dapat mengakibatkan endophtalmitis, panophtalmitis, dan
berakhir dengan ptisis bulbi.

2.9 GEJALA KLINIS

Pasien dengan keratitis biasanya datang dengan keluhan iritasi ringan, adanya sensasi
benda asing, mata berair, penglihatan yang sedikit kabur, dan silau (fotofobia) . Lesi pada
kornea dapat dimana saja tapi biasanya pada daerah sentral. Daerah lesi biasanya meninggi
dan berisi titik-titik abu-abu yang kecil. Keratitis epitelial sekunder terhadap
blefarokonjungtivitis stafilokokus dapat dibedakan dari keratitis pungtata superfisial karena
mengenai sepertiga kornea bagian bawah. Keratitis epitelial pada trakoma dapat disingkirkan
karena lokasinya dibagian sepertiga kornea bagian atas dan ada pannus. Banyak diantara
keratitis yang mengenai kornea bagian superfisial bersifat unilateral atau dapat disingkirkan
berdasarkan riwayatnya.1

Penderita akan mengeluh sakit pada mata karena kornea memiliki banyak serabut nyeri,
sehingga amat sensitif. Kebanyakan lesi kornea superfisialis maupun yang sudah dalam
menimbulkan rasa sakit dan fotofobia. Rasa sakit diperberat oleh kuman kornea bergesekan
dengan palpebra. Karena kornea berfungsi sebagai media untuk refraksi sinar dan merupakan
media pembiasan terhadap sinar yang masuk ke mata maka lesi pada kornea umumnya akan
mengaburkan penglihatan terutama apabila lesi terletak sentral pada kornea.

Fotofobia yang terjadi biasanya terutama disebabkan oleh kontraksi iris yang meradang.
Dilatasi pembuluh darah iris adalah fenomena refleks yang disebabkan iritasi pada ujung
serabut saraf pada kornea. Pasien biasanya juga berair mata namun tidak disertai dengan
pembentukan kotoran mata yang banyak kecuali pada ulkus kornea yang purulen. KPS ini
juga akan memberikan gejala mata merah, silau, merasa kelilipan, penglihatan kabur.

Dalam mengevaluasi peradangan kornea penting untuk membedakan apakah tanda


yang kita temukan merupakan proses yang masih aktif atau merupakan kerusakan dari
struktur kornea hasil dari proses di waktu yang lampau. Sejumlah tanda dan pemeriksaan
sangat membantu dalam mendiagnosis dan menentukan penyebab dari suatu peradangan
kornea seperti: pemeriksaan sensasi kornea, lokasi dan morfologi kelainan, pewarnaan
dengan fluoresin, neovaskularisasi, derajat defek pada epithel, lokasi dari infiltrat pada
kornea, edema kornea, keratik presipitat, dan keadaan di bilik mata depan. Tanda-tanda
yang ditemukan ini juga berguna dalam mengawasi perkembangan penyakit dan respon
terhadap pengobatan.

2.10 DIAGNOSIS

Subyektif : Anamnesis

Dari anamnesis biasanya didapatkan gejala seperti :

mata merah yang sakit injeksi silier


fotofobia
Blefarospasme Karena rasa sakit yg diperhebat oleh gesekan palpebra superior
penglihatan menurun karena kornea keruh akibat infiltrasi sel radang dan
mengganggu penglihatan apabila terletak di sentral
Mengganjal/terasa ada benda asing di kornea banyak saraf sensibelkadang kotor
Nyrocos rangsang nyeri sehingga reflek air mata meningkat.

Gejala spesifik antara lain :

Pada ulkus karena bakteri biasanya keluar discharge purulent. Sedangkan pada ulkus
karena virus disharge serous
Keratitis punctata superficial : penyebab adenovirus, infiltrat punctata, letak
superficial sentral atau parasentral
Keratitis bakteri (stafilokokus) : Erosi kecil-kecil terpulas fluoresein terutama pada
sepertiga bawah kornea
Keratitis virus biasanya disebabkan oleh herpes simplek.
Gejala : mata merah (injeksi siliar), fotofobia, mata berair, gangguan penglihatan

Tanda :

- Vesikulosa, bentuk awal dan sering sulit ditemukan


- Laminaris, bentuk seperti benang
- ulkus dendritik (pola percabangan linier dengan tepian kabur)
- Ulkus geografik, lesi dendritik lebih lebar
- Disiformis
Pemeriksaan Oftalmologi

a Pemeriksaan dengan Slitlamp


Slitlamp adalah sebuah mikroskop binokular yang terpasang pada meja dengan
sumber cahaya khusus yang dapat diatur. Seberkas cahaya celah pijar yang lurus dijatuhkan
pada bola mata dan manyinari potongan sagital optik mata. Sudut penyinar dapat diubah;
demikian juga lebar, panjang dan intensitas berkas cahaya. Pembesaran juga dapat
disesuaikan (biasanya pembesaran 10x sampai 16x). Karena Slitlamp adalah sebuah
mikroskop binokular, pandangannya adalah stereoskopik atau tiga dimensi.2

Selama pemeriksaan, pasien didudukkan dan kepalanya di topang dengan


penunjang dagu yang dapat diatur dan penahan dahi. Dengan memakai Slitlamp, belahan
anterior bola mata -segmen anterior- dapat diamati. Detil-detil tepi palpebra dan bulu
mata, permukaan konjungtiva palpebrae dan bulbaris, lapisan air mata dan kornea, iris, dan
aqueous dapat diteliti. Melalui pupil yang dilebarkan, lensa kristalina dan bagian anterior
vitreus dapat pula diamati.2

Karena berkas cahaya celah menampakkan potongan sagital optik mata, dapat
ditentukan lokasi anteroposterior yang tepat dari suatu kelainan dalam setiap struktur mata
yang jernih (mis. Korneaa, lensa, corpus vitrous). Pembesaran yang paling kuat mampu
menampakkan sel-sel abnormal dalam aqueous, seperti sel darrah merah atau putih atau
granul-granul pigmen. Kekeruhan aqueous (disebut flare), akibat peningkatan konsentrasi
protein, dapat dideteksi pada peradangan intraokular. Aqueous normal bening secara optis,
tanpa sel atau flare.2

b Tes Placido
Uji plasido (untuk melihat lengkungan kornea). Dipakai papan plasido dengan
gambaran lingkaran konsentris putih hitam yang menghadap pada sumber cahaya atau
jendela, sedang pasien sendiri membelakangi jendela.1

Papan plasido merupakan papan yang mempunyai gambaran garis melingkar


konsentris dengan lobang kecil pada bagian sentralnya. Melalui lubang di tengah
plasidoskop dilihat gambaran bayangan plasido pada kornea.1

Yang diperhatikan adalah gambaran sirkuler yang direfleksi pada permukaan kornea
penderita. Bila bayangan di kornea gambaran sirkulernya teratur, disebut Placido (-),
pertanda permukaan kornea baik. Kalau gambaran sirkulernya tidak teratur, Placido (+)
berarti permukaan kornea tidak baik, mungkin ada infiltrat.10

Normal bayangan plasido pada kornea berupa lingkaran konsentris dan bila:1

Lingkaran konsentris berarti permukaan kornea licin dan rregular


Lingkaran lonjong berarti adanya astigmatisme kornea
Garis lingkaran tidak beraturan berarti astigmatisme iregular akibatadanya infiltrat
ataupun parut kornea.
Kurang tegas mungkin akibat edema kornea keruh

c Tes Fluoresin
Untuk melihat lebar dan dalamnya ulkus pada kornea, yaitu dengan memasukkan
kertas yang mengandung fluoresin steril ke dalam sakus konjungtiva inferior setelah
terlebih dahulu diberi anestesi lokal, kemudian penderita disuruh mengedip beberapa
waktu dan kertas fluoresinnya dicabut. Pemeriksaan ini dapat juga menggunakan
fluoresin tetes. Pada tempat ulkus tampak berwarna hijau.10

Zat warnafluoresin akan berubah hujai pada media alkali. Zat warna fluoresin bila
menempel pada epitel kornea yang defek akan memberikan warna hijau karena jaringan
epitel yang rusak bersifat lebih basa.

Sepotong kertas blotting yang mengandung pewarna akan tersentuh ke permukaan


mata Anda (selama 20 detik). Anda akan diminta untuk berkedip. Berkedip menyebarkan
pewarna sekitar dan melapisi film air mata menutupi permukaan kornea. (Film air mata
mengandung air, minyak, dan lendir untuk melindungi dan melumasi mata.) Lampu biru
diarahkan ke mata Anda. Setiap masalah pada permukaan kornea akan diwarnai dengan
pewarna dan tampak hijau di bawah cahaya biru.

Intepretasi:

Bila terdapat warna hijau pada kornea berarti terdapat defek pada epitel kornea
Defek ini dapat dalam bentuk erosi kornea atau infiltrate yang mengakibatkan
kerusakanepitel

Gambar 1: Keratitis epiteleal pada kornea ditunjukkan dengan fluoresein tes dengan cahaya
biru (kiri), dengan cahaya biasa (kanan)

d Tes Fistel / Siedel Test


Uji fistel, disebut juga Seidel (untuk mengetahui letak dan adanya kebocoran
kornea).1 Pada pemeriksaan adanya fistel pada ulkus kornea, setelah pemberian fluoresin,
bola mata harus ditekan sedikit untuk melepaskan fibrinnya dari fistel, sehingga cairan
COA dapat mengalir keluar melalui fistel, seperti air mancur pada tempat ulkus dengan
fistel tersebut.10

e Pemeriksaan visus
f Pemeriksaan bakteriologik, dari usapan pada ulkus kornea
Harus dilakukan pemeriksaan hapusan langsung, pembiakan, dan tes resistensi.
Dari pemeriksaan hapusan langsung dapat diketahui macam kuman penyebabnya.

Bila banyak monosit diduga akibat virus


Leukosit PMN kemungkinan akibat bakteri
Eosinofil, menunjukkan radang akibat alergi
Limfosit, terdapat pada radang yang kronis
Dengan melakukan pembiakan dan tes resistensi, dapat diketahui kuman penyebab,
juga obatnya yang tepat guna, dengan demikian pengobatan menjadi lebih terarah.10

g Uji Sensibilitas Kornea


Uji sensibilitas untuk fungsi trigeminus kornea. Diketahui bahwa serabut sensibel
kornea melalui saraf trigeminus. Bila dirangsang akan terdapat refleks aferen pada saraf
fasial dan mata akan berkedip. Penderita yang diminta melihat jauh ke depan dirangsang
dengan kapas kering dari bagian lateral kornea. Dilihat terjadinya refleks mengedip, rasa
sakit dan mata berair. Bila ada refleks tersebut berarti fungsi trigeminus dan faisal baik.1

Pengukuran sensibilitas kornea penting untuk mendiagnosis, monitoring, dan


prognosis kornea dan penyakit sistemik yang melibatkan nervus siliaris.

Pemeriksaan sensibilitas kornea menggunakan dua alat ukur yaitu estesiometer dan
kapas pilin. Estesiometer mempunyai nilai kuantitatif sehingga hasil pengukuran tampak
gradasinya dan mudah untuk dianalisa, tetapi tidak tahu nilai berapa yang dianggap positif
dan nilai berapa yang dianggap negative. Sedangkan menggunakan kapas pilin hanya
mempunyai nilai kualitatif yaitu positif atau negative tetapi dapat diketahui gradasinya.
Penggabungan kedua alat ukur tersebut dapat menghasilkan nilai kualitatif dan kuantitatif.

Alat Pemeriksaan
A Kapas Pilin
Kapas pilin adalah sejumlah kecil kapas bersih yang didapat dari hasil pemisahan
secara paksa menggunakan ibu jari dan telunjuk, kemudian ujungnya dipilin.

B. Estesiometer

Estesiometer adalah alat untuk mengukur sensibilitas kornea yang dalam hal ini dibuat
dari bekas pisau cutter yang pisaunya bias dimaju mundurkan secara bertahap, tiap tahap
perubahan panjangnya 0,5 cm. pisaunya diganti dengan filament yang terbuat dari
polypropylene dengan diameter 0,1 mm (benang prolene-ethicon 6-0) dan panjangnya 6
cm. untuk mempersempit lobang keluarnya pisau yang nantinya merupakan lobang
keluarnya filament digunakan jarum nomor 24 yang ujungnya ditumpulkan.

Filament yang digunakan pada estesiometer dapat terpengaruh oleh temperature dan
kelembaban, sehingga dapat mempengaruhi hasil pengukuran sensibilitas kornea. Adanya
pengaruh ini dapat diminimalkan dengan pemeriksaan pasien pada tempat yang sama.

Pemeriksaan sensibilitas kornea dilakukan pada mata kiri yaitu pada bagian parasentral
meridian horizontal temporal, menggunakan dua macam alat yaitu:

A. Menggunakan Kapas Pilin

Responden duduk didepan pemeriksa, kemudian mata yang akan diperiksa


difiksasi dengan cara disuruh melihat kearah nasal. Kapas pilin disentuhkan pada
kornea dari temporal. Bila terjadi refleks kedip dicatat sebagai sensibilitas kornea
positif (+), sedangkan bila tidak terjadi refleks kedip maka dicatat sensibilitas kornea
negative (-)

B. Menggunakan Estesiometer

Responden duduk didepan pemeriksa, kemudian mata yang akan diperiksa


disinari dengan lampu senter dari jarak kurang lebih 40 cm, dan disuruh melihat
kearah lampu senter. Estesiometer dengan panjang filament 6 cm, diarahkan ke mata
responden dan disentuhkan pada kornea parasentral bagian temporal dengan arah
tegak lurus sampai filament sedikit membengkok ( 5o). Bila tidak ada refleks kedip
maka pemeriksaan diulangi dengan panjang filament dikurangi 0,5 cm, begitu
seterusnya sampai terjadi refleks kedip. Hasil yang dicatat adalah panjang filament
terpanjang yang menyebabkan refleks kedip.
2.11 PENATALAKSANAAN

Pengobatan diberikan tergantung organisme penyebab, misalnya antibiotik, antijamur,


dan anti virus. Antibiotik spektrum luas dapat digunakan secepatnya, tapi bila hasil
laboratorium sudah menentukan organisme penyebab, pengobatan dapat diganti. Untuk virus
dapat diberikan idoxuridine, trifluridin atau acyclovir.Untuk bakteri gram positif pilihan
pertama adalah cafazolin, penisilin G atau vancomisin dan bakteri gram negatif dapat
diberikan tobramisin, gentamisin atau polimixin B. Pemberian antibiotik juga diindikasikan
jika terdapat secret mukopurulen, menunjukkan adanya infeksi campuran dengan
bakteri. Untuk jamur pilihan terapi yaitu : natamisin, amfoterisin atau fluconazol. Selain itu
obat yang dapat membantu epitelisasi dapat diberikan. Terkadang, diperlukan lebih dari satu
macam pengobatan. Terapi bedah laser terkadang dilakukan untuk menghancurkan sel yang
tidak sehat, dan infeksi berat membutuhkan transplantasi kornea. Obat tetes mata atau salep
mata antibiotik, anti jamur dan antivirus biasanya diberikan untuk menyembuhkan keratitis,
tapi obat-obat ini hanya boleh diberikan dengan resep dokter.

Medikamentosa lain diberikan dengan tujuan mengatasi gejala yang ditimbulkan oleh
penyulit misalnya, untuk melindungi mata dari cahaya terang, benda asing dan bahan iritatif
lainnya, maka pasien dapat menggunakan kacamata. Untuk megurangi inflamasi dapat
diberikan steroid ringan. Untuk mata kering diberikan air mata buatan. Pemberian air mata
buatan yang mengandung metilselulosa dan gelatin yang dipakai sebagai pelumas oftalmik,
meningkatkan viskositas, dan memperpanjang waktu kontak kornea dengan lingkungan luar.
Pemberian tetes kortikosteroid pada KPS ini bertujuan untuk mempercepat penyembuhan dan
mencegah terbentuknya jaringan parut pada kornea, dan juga menghilangkan keluhan
subjektif seperti fotobia namun pada umumnya pada pemeberian steroid dapat menyebabkan
kekambuhan karena steroid juga dapat memperpanjang infeksi dari virus jika memang
etiologi dari KPS tersebut adalah virus.

Dapat pula dianjurkan diet dengan gizi yang seimbang, suplementasi vitamin A,C,E,
serta antioksidan lainnya.

2.12 KOMPLIKASI

Komplikasi yang paling ditakutkan adalah penipisan perforasi kornea yang dapat
mengakibatkan endopthalmitis dan hilangnya penglihatan.
2.13 PROGNOSIS

Prognosis bergantung pada virulensi organisme, lokasi dan perluasan ulkus kornea,
vaskularisasi dan deposit kolagen, diagnosis awal dan terapi tepat dapat membantu
mengurangi komplikasi. Keratitis pungtata superficial penyembuhan biasanya berlangsung
baik meskipun tanpa pengobatan. Imunitas tubuh merupakan hal yang penting dalam kasus
ini karena diketahui reaksi imunologik tubuh pasien sendiri yang memberikan respon
terhadap virus ataupun bakteri.

2.14 PENCEGAHAN

Pemakaian lensa kontak harus menggunakan cairan desinfektan pembersih yang steril
untuk membersihkan lensa kontak. Air keran tidak steril dan tidak boleh digunakan untuk
membersihkan lensa kontak. Jangan terlalu sering memakai lensa kontak. Lepas lensa kontak
bila mata menjadi merah dan timbul iritasi. Ganti lensa kontak bila sudah waktunya diganti.
Cuci tempat lensa kontak dengan air panas, dan ganti tempat lensa kontak tiap 3 bulan karena
organisme dapat terbentuk di tempat kontak lensa itu.

Makan makanan bergizi dan memakai kacamata pelindung ketika bekerja atau bermain
di tempat yang potensial berbahaya bagi mata. Kacamata dengan lapisan anti ultraviolet dapat
membantu mengurangi pajanan.
Daftar Pustaka

1 Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Balai Penerbit FKUI Jakarta.2005. hal 147-
158
2 Paul R.E, John P.W. Cornea.Vaughan & Asburys General Ophthalmology Sixteenth
Edition. United States Of America. 2004. hal 129-153
3 Khurana A.K. Comphrehensive Ophtalmology Fourth Edition. New Delhi. 2007. hal
89 100.
4 Dr.Saptoyo Argo Morosidi, SpM;dr.Margrette Franciscus Paliyama, SpM.Msc.2011.
Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : Fakultas Kedokteran Ukrida
5 Ryan C. Young, BA; David O. Hodge, MS; Thomas J. Liesega,Keith H. Incidence,
Recurrence, and Outcomes of Herpes Simplex Virus Eye Disease.JAMA
Ophtalmology.2010 Sept ; 128 (9)
6 Mansjoer, Arif M. 2001. Kapita Selekta edisi-3 jilid-1. Jakarta: Media Aesculapius
FKUI. Hal: 56
7 Kanski JJ.Clinical Ophthalmology 7 th edition. Edinburg: Elsevier Publishers Ltd.
2011.
8 Srinivasan M, et al. Distinguishing infectious versus non infectious keratitis. INDIAN
Journal of Opthalmology;2006.p.56:3;50-56
9 G.Lang. Flexybook Ophtalmology. 2nd edition. New York. Thieme. 2006. p.115, 125,
130.
10 Leitman.W.Mark. 2007. Manual Eye Examination and diagnosis,ed 7th. Australia :
Blackwell Publishing

Anda mungkin juga menyukai