Anda di halaman 1dari 14

BAB 1

PENDAHLUAN
1. Latar Belakang

Sejarah membuktikan bahwa Ilmuwan muslim pada era klasik telah banyak menulis dan
mengkaji ekonomi Islam tidak saja secara normatif, tetapi juga secara empiris dan ilmiah dengan
metodologi yang sistimatis, seperti buku Ibnu Khaldun (1332-1406) dan Ibnu Taymiyah, bahkan
Al-Ghazali (w.1111) Al-Maqrizi . Selain itu masih banyak ditemukan buku-buku yang khusus
membahas bagian tertentu dari ekonomi Islam, seperti, Kitab Al-Kharaj karangan Abu Yusuf
(w.182 H/798 M), Kitab Al-Kharaj karangan Yahya bin Adam (.w.203 H), Kitab Al-Kharaj
karangan Ahmad bin Hanbal (w.221 M), Kitab Al-Amwal karangan Abu Ubaid ( w.224 H ), Al-
Iktisab fi al Rizqi, oleh Muhammad Hasan Asy-Syabany. (w.234 H).
Permasalahan dari beberapa tokoh pemikir muslim di atas, yang akan kami paparkan dalam
makalah ini adalah Al Ghazali, Ibnu Taimiyyah dan Nizamul mulk. Kami mulai dari biografi
singkat sampai pemikiran-pemikiran ekonomi.

2. Masalah
1. Bagaminana asal usul pemikiran ekonomi islam
2. Sebutkan tokoh pemikir ekonomi islam
3. Seperti apa pemikiran tokoh ekonomi islam tersebut

3. Tujuan
1. Mengetahui asal usul pemikiran ekonomi islam
2. Mampu menyebutkan para cendikiawan ekonomi islam
3. Mengetahui pemikiran para tokoh ekonomi islam
BAB II
PEMBAHASAN

Perkembangan Pemikiran Ekonomi Islam Pemikiran Ekonomi Islam diawali sejak


Muhammad SAW ditunjuk sebagai seorang Rosul. Rosululoh SAW mengeluarkan sejumlah
kebijkan yang menyangkut berbagai hal yang berkaitan dengan masalah kemasyarakatan, selain
masalah hukum (fiqih), politik (siyasah), juga masalah perniagaan atau ekonomi (muamalah).
Masalah-masalah ekonomi umat menjadi perhatian Rosululloh SAW, karena masalah ekonomi
merupakan pilar penyangga keimanan yang harus diperhatikan. Selanjutnya, kebijakan-kebijakan
Rosululloh SAW menjadikan pedoman oleh para Khalifah sebagai penggantinyadalam
memutuskan masalah-masalah ekonomi. Al-Quran dan Al-Hadist digunakan sebagai dasar teori
ekonomi oleh para khalifah juga digunakan oleh para pengikutnya dalam menata kehidupan
ekonomi negara. Perkembangan pemikiran-pemikiran pada masa-masa tersebut adalah sebagai
berikut1[1] :

1. Perekonomian di Masa Rosululloh SAW (571-632 M)

Rosululloh diberi amanat untuk mengemban dakwah Islam pada umur 40 tahun. Pada masa
Rosululloh SAW, tidak ada tentara formal. Semua muslim yang mampu boleh jadi tentara.
Mereka tidak mendapatkan gaji tetap, tetapi mereka diperbolehkan mendapatkan bagian dari
harta rampasan perang. Rampasan tersebut meliputi senjata, kuda, unta, domba, dan barang-
barang bergerak lainnya yang didapatkan dari perang. Situasi berubah setealah turunnya Surat
Al-Anfal (8) ayat 41 : Ketahuilah sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai
rampasan perang, maka sesungguhnya seperlima untuk Alloh, Rosul, Kerabat Rosul, anak-anak
yatim, orang-orang miskin dan Ibnu sabil, jika kamu beriman kepada Alloh dan kepada yang
Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad)di hari furqaan, yaitu di hari bertemunya dua
pasukan. Dan Alloh Maha Kuasa atas segala sesuatu.

Rosululloh SAW biasanya membagi seperlima (khums) dari rampasan perang tersebut menjadi
tiga bagian, bagian pertama untuk beliau dan keluarganya, bagian kedua untuk kerbatnya dan
bagian ketiga untuk anak yatim piatu, orang yang sedang membutuhkan dan orang yang sedang

1
dalam perjalanan. Empat perlima bagian yang lain dibagi diantara prajurit yang ikut perang,
dalam kasus tertentu beberapa orang yang tidak ikut serta dalam perang juga mendapat bagian.
Penunggang kuda mendapat dua bagian, untuk dirinya sendiri dan kudanya.

Pada masa Rosululloh SAW, beliau mengadopsi praktik yang lebih manusiawi terhadap tanah
pertanian yang telah ditaklukkan sebagai fay atau tanah dengan kepemilikan umum. Tanah-
tanah ini dibiarkan dimiliki oleh pemilikinya dan penanamnya, sangat berbeda dari praktik
kekaisaran Romawi dan Persia yang memisah-misahkan tanah ini dari pemiliknya dan
membagikannya kepada elit militernya dan para prajurit. Semua tanah yang dihadiahkan kepada
Rosululloh SAW (iqta) relatif lebih kecil jumlahnya dan terdiri dari tanah-tanah yang tidak
bertuan. Kebijakan ini tidak hanya mambantu mempertahankan kesinambungan kehidupan
administrasi dan ekonomi tanah-tanah yang dikuasai, melainkan juga mendorong keadilan antar
generasi dan mewujudkan sikap egaliter.2[2]

Pada tahun kedua setelah hijrah, shodaqoh ini kemudian dengan Zakat Fitrah yang dibayarkan
setiap kali setahun sekali pada bulan ramadhan. Besarya satu sha kurma, gandum, tepung keju,
atau kisimis, setengah sha gandum untuk setiap muslim, budak atau orang bebas, laki-laki atau
perempuan, muda atau tua dan dibayar sebelum Shalat Idul Fitri.

Zakat diwajibkan pada tahun ke-9 hijrah, sementara shodaqoh fitrah pada tahun ke-2 hijrah.
Akan tetapi ahli hadist memandang zakat telah diwajibkan sebelum tahun ke-9 hijrah ketika
Maulana Abdul hasa berkata zakat diwajibkan setelah hijrah dan kurun waktu lima tahun
setelahnya. Sebelum diwajibkan, zakat bersifat sukarela dan belum ada peraturan khusus atau
ketentuan hukum.

2. Perekonomian Di Masa Khulafaurrasyidin

a) Abu Bakar As-Sidiq (51 SH 13 H / 537 634 M)

Sebelum menjadi khalifah Abu Bakar tinggal di pinggiran kota Madinah. Setelah 6 bulan,
Abu Bakar pindah ke Madinah dan bersamaan dengan itu sebuah Baitul Mal dibangun. Sejak
menjadi khalifah, kebutuhan keluarganya diurus oleh kekayaan dari Baitul Mal ini. Menurut
beberapa keterangan beliau diperbolehkan mengambil dua setengah atau dua tiga perempat
dirham setiap harinya dari Baitul Mal dengan beberapa waktu. Ternyata tunjangan tersebut
2
kurang mencukupi sehingga ditetapkan 2000 atau 2500 dirham dan menurut keterangan 6000
dirham per tahun.

Khalifah Abu Bakar sangat memperhatikan keakuratan perhitungan zakat. Beliau juga
mengambil langkah-langkah yang tegas untuk mengumpulkan zakat dari semua umat Islam
termasuk Badui yang kembali memperlihatkan tanda-tanda pembangkangan sepeninggal
Rosululloh SAW.

b) Umar bin Khattab (40SH 23H / 584 644 M)

Khalifah Umar sangat memperhatikan sektor ekonomi untuk menunjang perekonomian


negerinya. Pada masa kekhalifahan Umar banyak dibangun saluran irigasi, waduk, tangki kanal,
dan pintu air seba guna untuk mendistribusikan air di ladang pertanian

Hukum perdagangan juga mengalami penyempurnaan untuk menciptakan perekonomi secara


sehat. Umar mengurangi beban pajak untuk beberapa barang, pajak perdagangan nabati dan
kurma Syiria sebesar 50%. Hal ini untuk memperlancar arus pemasukan bahan makanan ke kota.
Pada saat yang sama juga dibangun pasar agar tercipta peradangan dengan persaingan yang
bebas. Serta adanya pengawasan terhadap penekanan harga. Beliau juga sangat tegas dalm
menangani masalah zakat. Zakat dijadikan ukuran fiskal utama dalam rangka memecahkan
masalah ekonomi secara umum. Umar menetapkan zakat atas harta dan bagi yang membangkang
didenda sebesar 50% dari kekayaannya.

Pada masa beliau dibangun Institusi Administrasi dan Baitul Mal yang reguler dan permanen
di Ibu Kota, yang kemudian berkembang dan didirikan pula Baitul Mal cabang di ibu kota
propinsi. Baitul Mal secara tidak langsung berfungsi sebagai pelaksana kebijakan fiskal negara
Islam. Harta Baitul Mal dipergunakan mulai untuk menyediakan makanan bagi para janda, anak-
anak yatim, serta anak-anak terlantar, membiaya penguburan orang-orang miskin, membayarkan
utang orang-orang yang bangkrut, membayar uang diyat, untuk kasu-kasus tertentu, sampai
untuk pinjaman tanpa bunga untuk tujuan komersial. Bersamaan dengan reorganisasi Baitul Mal,
Umar mendirikan Diwan Islam yang disebut Al-Divan. Al- Divan adalah kantor yang mengurusi
pembayaran tunjangan-tunjangan angkatan perang dan pensiun serta tujangan lainnya secara
reguler dan tepat. Khalifah Umar juga membentuk komite yang terdiri dari Nassab ternama
untuk membuat lapran sensus penduduk Madinah sesuai dengan tingkat kepentingan dan
kelasnya.3[3]

Khalifah Umar menetapkan beberapa peraturan sebagai berikut:


Wilayah Irak yang ditaklukan menjadi muslim, sedangkan bagian yang berada dibawah
perjanjian damai tetap dimiliki oleh pemilik sebelumnya dan kepemilikannya tersebut dapat
dalihkan
Kharaj (pajak yang dibayarkan oleh pemilik-pemilik tanah negara taklukan), dibebankan pada
semua tanah yang termasuk kategori pertama, meskipun pemilik tersebut kemudian memeluk
Islam dengan demikian tanah seperti itu tidak daat dikonversi menjadi tanah ushr
Bekas pemilik tanah diberi hak kepemilikan, sepanjang mereka memberi kharaj dan jizyah
(pajak yang dikenakan bagi penduduk non muslim sebagai jaminan perlindungan oleh negara)
Sisa tanah yang tidak ditempati atau ditanami (tanah mati) atau tanah yang diklaim kembali bila
ditanami oleh muslim diperlakukan sebagai tanah ushr.
Di Sawad, kharaj dibebankan sebesar saaau dirham atau satu rafiz (satu ukuran lokal) gandum
dan barley (sejenis gandum) dengan ngapan tanah tersebut dapat dilalui air. Harga yang lebih
tinggi dikenakan kepada ratbah (rempah atau cengkih) dan perkebunan,
Di Mesir, menurut sebuah perjanjian Amar, dibebankan dua dinar, bahkan hingga tiga irdabb
gandum, dua qist untuk setiap minyak, cuka, dan madu dan rancangan ini telah disetujui
Khalifah
Perjanjian Damaskus ( Syiria ) menetapkan pembayaran tunai, pembagian tanah dengan muslim.
Beban per kepala sebesar satu dinar dan beban satu jarib ( unit berat ) yang diproduksi per jarib
(ukuran) tanah.

c) Ustman bin Affan ( 47 SH 35H / 577 656 M )

Khalifah Ustman mengikuti kebijakan yang ditetapkan oleh Umar. Pada enam tahun pertama
Balkh, Kabul, Ghazni Kerman, dan Sistan ditaklukan. Kemudian tindakan efektif dilakukan
untuk pengembangan sumber daya alam. Aliran air digali, jalan dibangun, pohon-pohon ditanam
untuk diambil buah dan hasilnya dan kebijakan di bidang keamanan perdagangan dilaksanakan
dengan pembentukan organisasi kepolisian tetap.4[4]

4
Usman mengurangi jumlah zakat dari pensiun. Tabri menyebutkan ketika khalifah Ustman
menaikkan pensiun sebesar seratus dirham, tetapi tidak ada rinciannya.Beliau menambahkan
santunan dengan pakaian. Selain itu ia memperkenalkan kebiasaan membagikan makanan di
masjid untuk orang-orang miskin dan musafir.

Pada masa Ustman, sumber pendapatan pemerintah berasal dari zakat, ushr, kharaj, fay, dan
ghanimah. Zakat ditetapkan 2,5 persen dari modal aset. Ushr ditetapkan 10 persen iuran tanah-
tanah pertanian sebagaiman barang-barang dagangan yang diimpor dari luar negeri. Kharaj
merupakan iuran pajak pada daerah-daerah yagn ditaklukan. Prosentase dari kharaj lebih tinggi
dari ushr. Ghanimah yang didapatkan dibagi 4/5 kepada para prajurit yang ikut andil dalam
perang sedangkan 1/5-nya disimpan sebagai kas negara.

d) Ali bin Abi Thalib ( 23H 40H / 600 661 M )

Pada masa pemerintahan Ali, beliau mendistribusikan seluruh pendapatan provinsi yang ada
di Baitul Mal Madinah , Busra, dan Kuffah. Ali ingin mendistribusikan sawad, namun ia
menahan diri untuk menghindari terjadi perselisihan.
Secara umum, banyak kebijakan dari khalifah Ustman yang masih diterapkan, seperti alokasi
penegeluaran yang tetap sama. Pengeluaran untuk angkatan laut yang ditambahkan jumlahnya
pada masa Ustman hampir dihilangkan seluruhnya.

Khalifah Ali mempunyai konsep yang jelas mengenai pemerintahan, administrasi umum dan
masalah-masalah yang berkaitan dengannnya seperti mendiskripsikan tugas dan kewajiban dan
tanggung jawab penguasa, menyusun dispensasi terhadap keadilan, kontrol atas pejabat tinggi
dan staf, menjelaskan kebaikan dan kekurangan jaksa, hakim dan abdi hukum, menguraikan
pendapatan pegawai administratif dan pengadaan bendahara.

3. Perkembangan Ekonomi Pasca Khulafaurrasyidin

a) Pendapatan Pemerintah

Pendapatan pada masa pasca khulafaurrasyidun masih menggunakan sistem perpajakan yang
dikenal dengan kharaj. Pajak ini ditetapkan atas tanah pertanian yang dibayar dalam bentuk
uang. Besar kecilnya ditentukan oleh kesuburan dan luas lahan. Jizyah tidak dipandang lagi
sebagai sumber pendapatan. Kemudian pajak ini dikenal dengan al-jawali. Ketika pendapatan
jizyah menurun, timbul berbagai macam pajak baru. Pajak ini dikenal dengan pajak hilali, karen
ditarik setiap tanggal baru (hilal) kalender hijriyah. Pajak lainnya adalah al-mufariq yang
dikenakan terhadap terhadap barang ekspor dan impor melalui pentai.

Pendapatan negara tidak dikumpulkan di Baitul Mal sebagaimana pada masa khulafaurrasyidin.
Setiap pendapatan dikhususkan untuk biaya suatu kegiatan tertentu. Kemudian sisa pendapatan
barulah dikumpulkan di kas negara sebagai dan cadangan.Pengaitan antara pendapatan dan
pengeluaran dalan bentuk neraca. Neraca ini diperhitungkan setiap tahun berdaarkan tahun
masehi, karena kharaj (sumber terbesar waktu itu) dipungut berdasarkan tahun masehi. Sejak
abad kedua hijrah muncul diwan yang mirip dengan jasa akuntansi dewasa ini. Diwan bertugas
meneliti pendapata, mengatur pengeluaran, dan mengkaitkan pendapatan dan pengeluaran.
b) Mata Uang

Pada masa permulaannya Muslim menggunakan emas dan perak dengan beratnya. Dinar dan
dirham yang mereka gunakan adalah mata uang kekaisaran Persia. Mata uang Islam dibuat pada
masa Khalifah Abdullah Malik bin Marwan. Saat itu beliau memerintahkan untuk pembuatan
dirham yang dicap dengan kata-kata Allah adalah Satu, Allah adalah Abadi . Beliau
memerintahkan untuk membuang semua gambar-gambar manusia (raja/pahlawan) atau binatang
dan menggantikan dengan tulisan / bacaan seperti tahlil, tahmid, dan sebagainya.

4. Perkembangan Pemikiran Ekonomi Pasca Khulafaurrasyidin


Perkembangan pemikiran ekonomi pasca Rosululloh SAW dan khulafaurrasyidin dibagi menjadi
3 periode yang didasarkan atas nama tokoh ekonomi Islam tersebut hidup.

i. Ekonomi Islam periode awal Islam sampai 1058 M


Tokohnya antara lain : Zaid bin Ali (738), Abu Hanifa (798), Ibnu Farabi (950), Ibnu Sina
(1037), dll.

ii. Ekonomi Islam periode kedua (1058-1446M)


Tokohnya antara lain : Al-Ghazali (1111), Ibnu Taimiyah (1328), Ibnu Khaldun (1040), Ibnu
Rusyd (1198), dll

iii. Ekonomi Islam periode ketiga (1446-1931 M)


Tokohya antara lain : Jamaluddin Al-Afghani (1897), Muhammad Iqbal (1938), Syekh Ahmaad
Sirhindi (1524), dll5[5]

5. Tokoh pemikiran-pemikiran ekonomi


Berikut adalah beberapa kontribusi pemikiran Ekonom-ekonom Islam diatas, terutama untuk
periode awal yang menjadi tonggak ekonomi Islam, dan periode tengah yang merupakan periode
puncak pemikiran ekonomi :

5
1) Zayd bin Ali (699 738)

Salah satu ahli fiqih yang terkenal di Madinah. Zaid bin Ali memperbolehkan penjualan suatu
komiditi secara kredit dengan harga yang lebih tinggi dari harga tunai. Beliau tidak
memperbolehkan harga yang ditangguhkan pembayannya lebih tinggi dari pembayaran tunai,
sebagaimana halnya penambahan pembayaran dalam penundaan pengembalian pinjaman. Setiap
penambahan terhadap penundaan pembayaran adalah riba

Prinsipnya jenis transakai barang atau jasa yang halal kalau didasarkan atas suka sama suka
diperbolehkan. Sebagaiman firman Alloh dalam surat An-Nisaa( 4) ayat 29 : Hai orang-orang
yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil,
kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka dia ntara kamu .

2) Abu Hanifa (80-150 H /699 767 M)

Abu Hanifa menyumbangkan beberapa konsep ekonomi, saah satnya adalah salam ,yaitu suatu
bentuk transaksi diman antara pihak penjual dan pembeli sepakat bila barang dikirimkan setelah
dibayar secara tunai pada waktu kontrak disepakati. Abu Hanifa mengkritisi prosedur kontrak
tersebut yang cenderug mengarah pada perselisihan antara yang memesan barang dengan cara
membayar lebih dahulu, dengan orang yang membelikan barang. Beliau mencoba
menghilangkan perselisihan ini dengan merinci kontrak, seperti jenis komoditi, kualitas,
kuantitas, waktu, dan tempat pengiriman. Beliau memberikan persyaratan bahwa komoditi harus
tersedia di pasar selama waktu kontrak dan pengiriman.
Salah satu kebijakan Abu Hanifah adalah menghilagkan ambiguitas dan perselisihan dalam
masalah transaksi, hal ini merupakan salah satu tujuan syariah dalam hubungan dengan jual beli.

Abu Hanifah sangat memperhatikan pada orang-orang lemah. Beliau tidak memperbolehkan
pembagian hasil panen (muzaraah) dari penggarap kepada pemilik tanah dalam kasus tananh
tidak menghasilkan apapun. Hal ini untuk melindungi para penggarap yang umumnya orang
lemah.
3) Abu Yusuf (113 182H/731 798M)

Abu Yusuf terkenal sebagai Qadi ( hakim ). Diantara kitab-kitab Abu Yusuf yang paling terkenal
adalah kitab Al-Kharaj. Kitab ini ditulis atas permintaan khalifah Harun Ar-Rasyid untuk
pedoman dalam menghimpun pemasukan atau pendapatan negara dari kharaj, ushr, zakat, dan
jizyah. Kitab ini dapat digolongkan sebagai public finance dalam pengertian ekonomi modern.

Menurut Abu Yusuf, sistem ekonomi Islam menjelaskan prinsip mekanisme pasar dengan
memberikan kebebasan yang optimal bagi para pelaku di dalamnya yaitu produsen dan
konsumen. Jika karena suatu hal selain monopoli, penimbunan atau aksi sepihak yang itdak
wajar dari produsen terjadi karena kenaikan harga, maka pemerintah tidak dapat melakukan
intervensi dengan mematok harga. Penetuan harga sepenuhnya harga sepenuhnya diperankan
oleh kekuatan permintaan dan penawaran dalam ekonomi.

Selain Al-Kharaj, beliau menulis Al-Jawami, buku yang sngaja ditulis untuk Yahya bin Khalid,
selain itu juga menyusun Usul Fiqh Hanafiah ( data-data fatwa hukum yang disepakati Imam
Hanafiah bersama murid-muridnya )
4) Al-Ghazali (450 505H/ 1058 1111M)

Al-Ghazali lahir 1058M di kota kecil Khorasan bernama Toos. Bagi Ghazali pasar merupakan
bagian dari keteraturan alami, secara rinci beliau juga menerangkan bagaimana evolusi
terciptanya pasar.

Al-Ghazali juga mengatakan bahwa kebutuhan hidup manusia terdiri dari 3, yaitu kebutuhan
dasar (darruriyah), kebutuhan sekunder (hajiat), dan kebutuhan mewah (takhsiniyyat). Teori
hierarki kebutuhan ini kemudian diambil oleh William Nassau Senior yang menyatkan bahwa
kebutuhan manusia terdiri dari kebutuhan dasar (necessity), sekunder (decency), dan kebutuhan
tersier (luxury). Beliau juga menyatakan tentang tujuan utama dan penerapan syariah adalah
masalah religi atau agama, kehidupan, pemikiran, keturunan, dan harta kekayaan yang
bersangkutan dengan masalah ekonomi.

Beliau juga memperkenalkan mengenai peranan uang dalam ekonomi (ditulis dalam kitab Ihya
Ulum Din). Menurut beliau , manusia memerlukan uang sebagai alat perantara / pertukaran
(medium exchange) untuk membeli barang. Fungsi ini kemudian dijabarkan kembali oleh Ibnu
Taimiyah dengan menambahkan 1 funsi tambahan, yakni bahwa uang juga berfungsi sebagai alat
untuk menetukan nilai (measurement of value )

Karya yang ditulisnya antara lain yang cukup monumental : Alajwibah Al-Ghazaliyah fi Al-
Masail Al-Ukhrawiyah, Ihya Ulum Din, Al-Adab fi Al-Dina, dan lain sebagainya.

5) Ibnu Rusyd (1198)

Dikenal sebagai Aveorrus di Barat. Beliau adalah seorang pemikir Islam yang banyak
mempengaruhi pemikiran pemikir-pemikir dunia terutama Barat. Beliau menghasilkan sebuah
karya yang mengungkapkan sebuah teori dengan memperkenalkan fungsi keempat dari uang
( Roger E Backhouse,2002, The Pinguin History of Economic ). Sebelumnya filsuf Yunani,
Aristoteles menyebutkan bahwa fungsi uang ada 3, yaitu sebagai alat tukar, alat mengukur nilai
dan sebagai cadangan untuk konsumsi di masa depan. Ibnu Rusyd menambahkan fungsi keempat
dari uang, yakni sebagi alat simpanan daya beli dari konsumen, yang menekankan bahwa uang
dapat digunakan kapan saja oleh konsumen untuk membeli keperluan hidupnya.

Ibnu Rusyd juga membantah Aristoteles tentang teori nilai uang dimana nilainya tidak boleh
berubah-ubah. Ibnu Rusyd menyatakan bahwa uang tiu tidak boleh berubah-ubah karena 2 alasa,
yakni pertama uang berfungsi sebagai alat untuk mengukuir nilai, maka seperti Allah SWT Yang
Maha Pengukur, Allah Tidak Berubah-Ubah, maka uangpun sebagai pengukur keadaan tidak
boleh berubah. Kedua uang berfungsi sebagai cadangan untuk konsumsi masa depan, maka
perubahan padanya sangatlah tidak adil. Dari kedua alasan tersebut maka sesungguhnya nilai
nominal uang itu harus sama dengan nilai intrinsiknya.

6) Ibnu Taimiyah ( 661 728H / 1263 1328M)

Menurut Ibnu Taimiyah naik turunnya harga bukan saja dipengaruhi oleh penawaran dan
permintaan tetapi ada faktor-faktor yang lain :

Sebab naik turunnya harga di pasar bukan hanya karena adanya ketidakadilan yang
disebabkan orang atau pihak tertentu, tetapi juga karena panjang singkatnya masa produksi
(khalq) suatu komoditi. Jika produksi naik dan permintaan turun, maka harga di pasar akan
naik, sebaliknya jika produksi turun dan permintaan naik, maka harga di pasar akan turun.

Teori dikenal dengan price volality atau turun naiknya harga di pasar. Teori ini jika dikaji lebih
mendalam adalah menyangkut hukum permintaan dan penawaran (supply dan demand) di pasar,
yang kini justru secara ironi diakui sebagi teori yang bersal dari Barat.
Lebih jauh beliau juga memberikan penjelasan mengenai Hak Atas Kepemilikan Intelektual
(HAKI) atau paten. Menurut beliau kepemilikan (property) adalah suatu kekuatan yang diberikan
oleh syariah untuk memakai sebuah objek dan kekuatan itu beragam dalam macam dan
kadarnya. Seorang dapat membuang / tidak memanfaatkan miliknya selama tidak bertentangan
dengan syariah. Beliau membagi subjek kepemilikan menjadi 3; individu, masyarakat dan
negara. Kepemilikan individu diakui dan didapatkan dari membuka dan memanfaatkan tanah,
wari, membeli dan kepemilikan individu individu tidak boleh bertentang dengan kepemilikan
individu tidak boleh bertentang dengan kepemilikan masyarakat dan negara . Tujuan yangyang
paling utama dari kepemilikan adalah kegunaannya pada orang lain.

7) Ibnu Khaldun (732 807H / 1332 1383M)

Ibnu Khaldun mempunyai nama sebenarnya yakni Wali Al-Din Abd Al-Rahman bin Muhammad
bin Abu Bakar Muhammad bin Al-Hasan, lahir di Tunisia, 1 Ramadhan 732 H, berasal dari
keluarga Arab Hadramaut. Beliau banyak dipuji oleh Barat karena buah fikirannya yang banyak
berpengaruh bagi Barat dan memberi pencerahan bagi dunia ekonomi, bahkan bisa dibilang
beliau adalah Bapak Ekonomi Dunia ( untuk lebih jelas baca artikel : Ibn Khaldun Bapak
Ekonomi ).

Sumbangan terbesar dalam bidang Ekonomi banyak dimuat dalam karya besarnya, Al-
Muqadimmah. Beberapa prinsip dan falsafah ekonomi telah difikirkannya, seperti keadilan (al-
adl), hardworking, kerjasama (cooperation), kesederhanaan (moderation), dan fairness. Ibnu
Khaldun menekankan bahwa keadilan adalah tulang punggung dan asas kekuatan sebuah
ekonomi. Dalam karyanya tersebut, disebutkan mengenai rasa kebersamaan yang akan
terbentuk dan menguat jika ada keadilan untuk menjamin adanya kesejahteraan masyarakat
melalui pemenuhan kewajiban bersama dan pemerataan hasil pembangnan.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Perkembangan Pemikiran Ekonomi Islam Pemikiran Ekonomi Islam diawali sejak
Muhammad SAW ditunjuk sebagai seorang Rosul. Rosululoh SAW mengeluarkan sejumlah
kebijkan yang menyangkut berbagai hal yang berkaitan dengan masalah kemasyarakatan, selain
masalah hukum (fiqih), politik (siyasah), juga masalah perniagaan atau ekonomi (muamalah).
Masalah-masalah ekonomi umat menjadi perhatian Rosululloh SAW, karena masalah ekonomi
merupakan pilar penyangga keimanan yang harus diperhatikan.
Tokoh pemikir ekonomi islam Zaid bin Ali (738), Abu Hanifa (798), Ibnu Farabi (950),
Ibnu Sina (1037), Al-Ghazali (1111), Ibnu Taimiyah (1328), Ibnu Khaldun (1040), Ibnu Rusyd
(1198), Jamaluddin Al-Afghani (1897), Muhammad Iqbal (1938), Syekh Ahmaad Sirhindi
(1524).

Anda mungkin juga menyukai