Anda di halaman 1dari 47

BAB I

PENDAHULUAN

Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit kronis yang dapat menurunkan

daya tahan fisik penderitanya secara serius. Proses destruksi yang terjadi pula

secara stimultan dan proses restorasi atau penyembuhan jaringan paru, sehingga

terjadi perubahan struktural yang bersifat menetap serta bervariasi yang

menyebabkan berbagai macam kelainan faal paru. Tuberkulosis merupakan

masalah penting bagi kesehatan karena sepertiga penduduk telah terinfeksi oleh

Mycobacterium Tuberculosis dan penyebab kematian.1

Diagnosis TB ditegakkan atas dasar anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan radiologis dan pemeriksaan

bakteriologis. Hanya 5% penderita TB fase awal yang memberikan gejala klinis,

sehingga mendapatkan sputum untuk pemeriksaan bakteriologis. Untuk dapat

melakukan pemeriksaan sputum BTA di bawah mikroskop, dibutuhkan kuman

baru yang jumlahnya paling sedikit 5.000 kuman dalam satu mililiter dahak.

Sebuah penelitian di San Fransisco menyatakan bahwa 17% penderita TB

memiliki hasil sputum BTA (-). Oleh karena itu, apabila diagnosis TB paru

ditegakkan semata-mata berdasarkan pemeriksaan BTA sputum, akan banyak

penderita TB paru yang tidak terdiagnosis. Sehingga membutuhkan pemeriksaan

penunjang yang menyokong penegakkan diagnosis seperti pemeriksaan radiologis

dan bakteriologis.1,2

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Penyakit tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh

Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman Mycobacterium tuberculosis

menyerang paru, tetapi dapat juga menyerang organ tubuh lainnya. Penyakit ini

merupakan infeksi bakteri kronik yang ditandai oleh pembentukan granuloma

pada jaringan yang terinfeksi dan reaksi hipersensitivitas yang diperantai sel (cell

mediated hypersensitivity). Penyakit tuberkulosis yang aktif bisa menjadi kronis

dan berakhir dengan kematian apabila tidak dilakukan pengobatan yang efektif.3

B. EPIDEMIOLOGI

TB merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia. Pada

tahun 1993 World Health Organization (WHO) telah mencanangkan TB sebagai

Global Emergency. WHO dalam Annual Report on Global TB Control 2011

menyatakan bahwa terdapat 22 negara dikategorikan sebagai high burden

countries terhadap TB, termasuk Indonesia. Pada tahun 2010 diperkirakan

terdapat 8,8 juta kasus TB dimana 3,9 juta adalah kasus BTA (Basil Tahan Asam)

positif serta 1,4 juta orang meninggal di seluruh dunia akibat TB termasuk 0,35

juta orang dengan penyakit HIV.2

2
Tahun 2010, Indonesia menempati peringkat ke-4 negara dengan insidensi

TB tertinggi di dunia sebanyak 0,37 0,54 juta setelah India (2,0 2,5 juta), Cina

(0,9 1,2 juta), Afrika Selatan (0,40 0,59 juta). Pada tahun 2004, diperkirakan

angka prevalensi kasus TB di Indonesia 130/100.000 penduduk, setiap tahun ada

539.000 kasus baru dan jumlah kematian sekitar 101.000 orang pertahun serta

angka insidensi kasus TB BTA positif sekitar 110/100.000 penduduk. Penyakit ini

merupakan penyebab kematian terbesar ke-3 setelah penyakit kardiovaskular dan

penyakit saluran pernapasan serta merupakan nomor satu terbesar dalam

kelompok penyakit infeksi.2

Tuberkulosis menjadi salah satu penyakit yang pengendaliannya menjadi

komitmen global dalam MDGs. Beban penyakit yang disebabkan oleh

tuberkulosis dapat diukur dengan insiden (didefinisikan sebagai jumlah kasus baru

dan kasus kambuh tuberkulosis yang muncul dalam periode waktu tertentu,

biasanya dinyatakan dalam satu tahun), prevalensi (didefinisikan sebagai jumlah

kasus tuberkulosis pada suatu titik waktu tertentu) dan mortalitas atau kematian

(didefinisikan sebagai jumlah kematian akibat tuberkulosis dalam jangka waktu

tertentu).2

C. ETIOLOGI

Penyakit Tuberkulosis adalah disebabkan oleh infeksi bakteri

Mycobacterium tuberculosis. Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang lurus

tidak berspora dan juga tidak berkapsul. Bakteri ini berukuran lebar 0,3 0,6 mm

dan panjang 1 4 mm. Dinding M. tuberculosis sangat kompleks dan terdiri dari

3
lapisan lemak yang cukup tinggi (60%). Struktur dinding sel yang kompleks

tersebut menyebabkan bakteri M. tuberculosis bersifat tahan asam, yaitu apabila

sekali diwarnai akan tetap tahan terhadap upaya penghilangan zat warna tersebut

dengan larutan asam-alkohol. Komponen antigen ditemukan di dinding sel dan

sitoplasma yaitu komponen lipid, polisakarida dan protein. Karakteristik antigen

M. tuberculosis dapat diidentifikasi dengan menggunakan antibodi monoklonal.3

D. CARA PENULARAN

Lingkungan hidup yang sangat padat dan pemukiman di wilayah

perkotaan kemungkinan besar telah mempermudah proses penularan dan berperan

sekali atas peningkatan jumlah kasus TB. Proses terjadinya infeksi oleh M.

Tuberculosis biasanya secara inhalasi, sehingga TB paru merupakan manifestasi

klinis yang paling sering dibanding organ lainnya. Penularan penyakit ini sebagian

besar melalui inhalasi basil yang mengandung droplet nuclei, khususnya yang di

dapat dari pasien Tb baru dengan batuk berdahak atau berdarah yang mengandung

basil tahan asam (BTA). Kuman yang berada di dalam droplet dapat bertahan di

udara pada suhu kamar selama beberapa jam dan dapat menginfeksi individu lain

bila terhirup ke dalam saluran nafas. Kuman tuberkulosis yang masuk ke dalam

tubuh manusia melalui pernapasan dapat menyebar dari paru ke bagian tubuh

lainnya melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran pernafasan,

atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya.3

4
E. PATOFISIOLOGI

Infeksi primer

Penularan tuberkulosis paru terjadi karena kuman dibatukkan atau

dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara sekitar kita. Partiker

infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada

tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban. Dalam suasana

lembab dan gelap kuman dapat tahan berhari-hari sampai berbulan-bulan. Bila

partikel ini terhisap oleh orang sehat, ia akan menempel pada saluran napas atau

jaringan paru. Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukuran partikel < 5

mikrometer. Kuman akan dihadapi pertama kali oleh netrofil, kemudian baru oleh

makrofag. Kebanyakan partikel ini akan mati atau dibersihkan oleh makrofag

keluar dari percabangan trakeobronkial bersama gerakan silia dengan sekretnya.3

Bila kuman menetap di jaringan paru, berkembang biak dalam sitoplasma

makrofag. Kuman yang bersarang di jaringan paru akan berbentuk sarang

tuberkulosis pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau afek primer atau

sarang (fokus) ghon. Sarang primer ini dapat terjadi di setiap bagian jaringan paru.

Bila menjalar sampai pleura maka terjadilah efusi pleura. Kuman dapat juga

masuk melalui saluran gastrointestinal, jaringan limfe, orofaring, dan kulit, terjadi

limfadenopati regional kemudian bakteri masuk ke dalam vena dan menjalar ke

seluruh organ seperti paru, otak, ginjal, tulang. Bila masuk ke arteri pulmonalis

maka terjadi penjalaran ke seluruh bagian paru menjadi TB milier.3

5
Tuberkulosis Pasca primer

Tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau

tahun sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat

terinfeksi HIV atau status gizi buruk. Ciri khas dari tuberkulosis pasca primer

adalah kerusakan paru yang luas dengan terjadinya kavitas atau efusi pleura.3

F. GEJALA KLINIS

Keluhan yang dirasakan pasien tuberkulosis dapat bermacam-macam atau

banyak pasien ditemukan TB paru tanpa keluhan sama sekali dalam pemeriksaan

kesehatan. Keluhan yang terbanyak adalah :

Demam : biasnya subfebris menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-

kadang panas badan dapat mencapai 40-41C. Demam biasanya sering

hilang timbul.

Batuk atau batuk darah : batuk terjadi karena adanya iritasi bronkus.

Biasanya pada penderita batuk berlangsung lebih dari 3 minggu dan dapat

disertai dengan darah. Keadaan batuk darah karena terdapat pembuluh

darah yang pecah dan kebanyakan pada tuberkulosis terjadi pada kavitas,

tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.

Sesak nafas : sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut,

yang infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-paru.

6
Nyeri dada : gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila

infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.

Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu pasien menarik/melepaskan

napasnya.

Malaise : penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun. Gejala ini

sering ditemukan berupa anoreksia tidak ada nafsu makan, badan makin

kurus (berat badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat

malam, dll.3,9

G. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan pertama pada keadaan umum pasien mungkin ditemukan

konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia, suhu demam

(subfebris), badan kurus atau berat badan menurun. Pada pemeriksaan fisik

pasien sering tidak menunjukan suatu kelainan pun terutama pada kasus-kasus

dini atau yang sudah terinfiltrasi secara asimtomatik. Pada inspeksi hemitorak

kanan dan kiri simetris dengan gerakan yang statis dan dinamis. Retraksi

interkostal (-) kecuali pada TBC kronis akibat dari fibrosis jaringan paru. Pada

TB paru lanjut dengan fibrosis yang luas sering ditemukan atrofi dan retraksi

otot-otot interkostal.3,16

Tempat kelainan lesi TB paru yang paling dicurigai adalah bagian apeks

(puncak) paru. Bila dicurigai adanya infiltrat yang agak luas, maka didapatkan

perkusi yang redup dan auskultasi suara napas bronkial. Akan didapatkan juga

7
suara napas tambahan berupa ronki basah, kasar, dan nyaring. Tetapi bila

infiltrat ini diliputi oleh penebalan pleura, suara napasnya menjadi vesikular

melemah. Bila terdapat kavitas yang cukup besar, perkusi memberikan suara

hipersonor atau timpani dan auskultasi memberikan suara amforik.3,16

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan Laboratorium

Darah

Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian karena hasilnya kadang-

kadang meragukan. Hasilnya tidak sensitif juga tidak spesifik. Pada saat

tuberkulosis mulai aktif akan didapatkan jumlah leukosit yang sedikit

meninggi, jumlah limfosit masih dibawah normal, laju endap darah

meningkat. Pemerikssan tersebut diatas tidak spesifik.10

Sputum

Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukannya kuman

BTA, diagnosis tuberkulosis sudah dapat dipastikan. Disamping itu

pemeriksaan sputum juga dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan

yang sudah diberikan.

Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan 3

batang kuman BTA pada satu sediaan. Dengan kata lain diperlukan 5.000

8
kuman dalam 1 mL sputum. Untuk pewarnaan sediaan dianjurkan memakai

cara Tam Thiam Hok.10,13

Tes tuberkulin

Pemeriksaan ini masih banyak dipakai untuk menegakkan diagnosa pada

tuberkulosis terutama pada anak-anak (balita). Biasanya dipakai tes mantoux

yakni dengan menyuntikkan 0,1 cc tuberkulin P.P.D. (Purified Protein

Derivative) intrakutan. Setalah 48-72 jam tuberkulin disuntikan, akan timbul

reaksi berupa indurasi kemerahan yang terdiri dari infiltrat limfosit. Bila

indurasi 0-5mm (mantoux negatif), indurasi 6-9mm (mantoux meragukan),

indurasi 10-15mm (mantoux positif) dan bila indurasi lebih dari 15mm

(mantoux positif kuat).10,13

2. Pemeriksaan Radiologi

Pada saat ini pemeriksaan radiologi dada merupakan cara yang praktis

untuk menemukan lesi TB. Lokasi lesi TB umumnya di daerah apeks paru

(segmen apikal lobus bawah (bagian inferior) atau di daerah hilus menyerupai

tumor paru (misalnya pada tuberkulosis endobronkial).3,15

Pada awal penyakit saat lesi masih merupakan sarang-sarang pneumonia,

gambaran radiologi berupa bercak-bercak seperti awan dan dengan batas-batas

yang tidak tegas. Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat maka bayangan akan

terlihat berupa bulatan dengan batas yang tegas. Lesi ini dikenal sebagai

tuberkuloma.3,15

9
Pada kavitas bayangannya berupa cincin yang mula-mula berdinding tipis.

Lama-lama dinding jadi sklerotik dan terlihat menebal. Bila terjadi fibrosis

terlihat bayangan yang bergaris-garis. Pada kalsifikasi bayangannya tampak

sebagai bercak-bercak padat dengan densitas tinggi. Pada atelektasis terlihat

seperti fibrosis yang luas disertai penciutan yang dapat terjadi pada sebagian

atau satu lobus maupun pada satu bagian paru.3,15

Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi:

foto lateral, top-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto toraks,

tuberkulosis dapat memberi gambaran bermacam-macam bentuk (multiform).

- Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :

Bayangan berawan atau nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas

paru dan segmen superior lobus bawah

Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan

atau nodular

Bayangan bercak milier

Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang).

- Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif

Fibrotik
Kalsifikasi
Schwarte atau penebalan pleura

10
Luluh paru (destroyed Lung ) :

- Gambaran radiologi yang menunjukkan kerusakan jaringan paru yang

berat, biasanya secara klinis disebut luluh paru . Gambaran radiologi

luluh paru terdiri dari atelektasis, ektasis atau multikaviti dan fibrosis

parenkim paru. Sulit untuk menilai aktiviti lesi atau penyakit hanya

berdasarkan gambaran radiologi tersebut.

- Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologi untuk memastikan aktiviti

proses penyakit.

Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan
dapat dinyatakan sebagai berikut (terutama pada kasus BTA negatif) :

- Lesi minimal , bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru

dengan luas tidak lebih dari sela iga 2 depan (volume paru yang terletak

di atas chondrostemal junction dari iga kedua depan dan prosesus

spinosus dari vertebra torakalis 4 atau korpus vertebra torakalis 5), serta

tidak dijumpai kaviti.

- Lesi luas

Bila proses lebih luas dari lesi minimal.4,14

Gambaran Radiologis TB

Klasifikasi TB paru berdasarkan gambaran radiologis :

11
1. Tuberkulosis Primer

Hampir semua infeksi TB primer tidak disertai gejala klinis,

sehingga paling sering didiagnosis dengan tuberkulin test. Pada

umumnya menyerang anak, tetapi bisa terjadi pada orang dewasa

dengan daya tahan tubuh yang lemah. Pasien dengan TB primer sering

menunjukkan gambaran foto normal. Pada 15% kasus tidak ditemukan

kelainan, bila infeksi berkelanjutan baru ditemukan kelainan pada foto

toraks. Lokasi kelainan biasanya terdapat pada satu lobus, dan paru

kanan lebih sering terkena, terutama di daerah lobus bawah, tengah dan

lingula serta segmen anterior lobus atas. Kelainan foto toraks pada

tuberkulosis primer ini adalah adalah limfadenopati, parenchymal

disease, miliary disease, dan efusi pleura. Pada paru bisa dijumpai

infiltrat dan kavitas. Salah satu komplikasi yang mungkin timbul adalah

Pleuritis eksudatif, akibat perluasan infitrat primer ke pleura melalui

penyebaran hematogen. Komplikasi lain adalah atelektasis akibat

stenosis bronkus karena perforasi kelenjar ke dalarn bronkus. Baik

pleuritis maupun atelektasis pada anak-anak mungkin demikian luas

sehingga sarang primer tersembunyi dibelakangnya7,.8

12
Tuberkulosis dengan komplek primer (hanya hilus kiri membesar). Foto

toraks PA dan lateral

13
Tuberkulosis disertai komplikasi pleuritis eksudativ dan atelektasis - Pleuritis

TB

14
2. Tuberkulosis sekunder atau tuberkulosis reinfeksi

Tuberkulosis yang bersifat kronis ini terjadi pada orang dewasa atau timbul

reinfeksi pada seseorang yang semasa kecilnya pernah menderita tuberkulosis

primer, tetapi tidak diketahui dan menyembuh sendiri. Kavitas merupakan ciri dari

tuberkulosis sekunder.

Tuberkulosis dengan cavitas

15
Bercak infiltrat yang terlihat pada foto rontgen biasanya dilapangan atas dan

segmen apikal lobi bawah. Kadang-kadang juga terdapat di bagian basal paru

yang biasanya disertai oleh pleuritis. Pembesaran kelenjar limfe pada tuberkulosis

sekunder jarang dijumpai.8

Klasifikasi tuberkulosis sekunder

Klasifikasi tuberkulosis sekunder menurut American Tuberculosis Association

( ATA ).

1. Tuberkulosis minimal : luas sarang-sarang yang kelihatan tidak melebihi

daerah yang dibatasi oleh garis median, apeks dan iga 2 depan, sarang-

sarang soliter dapat berada dimana saja. Tidak ditemukan adanya kavitas

2. Tuberkulosis lanjut sedang ( moderately advance tuberculosis ) : Luas

16
sarangsarang yang berupa bercak infiltrat tidak melebihi luas satu paru.

Sedangkan bila ada kavitas, diameternya tidak melebihi 4 cm. Kalau

bayangan sarang tersebut berupa awanawan menjelma menjadi daerah

konsolidasi yang homogen, luasnya tidak boleh melebihi 1 lobus paru

3. Tuberkulosis sangat lanjut (far advanced tuberculosis ) : Luas daerah yang

dihinggapi sarang-sarang lebih dari 1 paru atau bila ada lubang-lubang,

maka diameter semua lubang melebihi 4 cm.8

Ada beberapa bentuk kelainan yang dapat dilihat pada foto rontgen, antara lain :

1. Sarang eksudatif, berbentuk awan atau bercak-bercak yang batasnya tidak

tegas dengan densitas rendah.

2. Sarang produktif, berbentuk butir-butir bulat kecil yang batasnya tegas dan

densitasnya sedang.

3. Sarang induratif atau fibrotik, yaitu berbentuk garis-garis berbatas tegas,

dengan densitas tinggi.

4. Kavitas atau lubang.

5. Sarang kapur ( kalsifikasi)

17
Cara pembagian yang lazim di Amerika Serikat adalah :7

1. Sarang-sarang berbentuk awan atau bercak infiltrat dengan densitas rendah

hingga sedang dengan batas tidak tegas. Sarang-sarang ini biasanya

menunjukan suatu proses aktif.

2. Lubang (kavitas). Berarti proses aktif kecuali bila lubang sudah sangat

kecil, yang dinamakan residual cavity .

3. Sarang-sarang seperti garis (fibrotik) atau bintik-bintik kapur (kalsifikasi),

yang biasanya menunjukkan proses telah tenang (fibrocalcification).

18
Tuberkulosis dengan cavitas

Tuberkulosis dengan kalsifikasi

19
Tuberkulosis pada tulang dan sendi

Basil tuberkulosis biasanya menyangkut di spongiosa tulang. Pada tempat

infeksi timbul osteitis, kaseasi dan likuifaksi dengan pembentukan pus yang

kemudian dapat mengalami kalsifikasi. Pada tuberkulosis tulang ada

kecenderungan terjadi perusakan tulang rawan sendi atau diskus intervertebralis.17

Tuberkulosis pada tulang panjang

Lesi paling sering terdapat di daerah metafisis yang pada foto rontgen

terlihat sebagai lesi destruktif berbentuk bulat atau lonjong. Pada permulaan,

batas-batasnya tidak tegas tetapi pada proses yang sudah kronis batasnya menjadi

tegas. Kadang-kadang dengan sklerosis pada tepinya. Lesi cepat menyebrangi epifisis

dan selanjutkan mengenai sendi. Proses dapat bermula pada epifisis tulang

panjang.17

20
Tuberkulosis pada tulang belakang

Frekuensi tuberkulosis tulang yang paling tinggi adalah pada tulang belakang,

biasanya didaerah torakal dan lumbal, jarang di daerah servikal. Lesi biasanya

pada korpus vertebra dan proses dapat bermula di 3 tempat :

Dekat diskus intervertebra atas atau bawah, disebut tipe marginal


Ditengah korpus, disebut tipe sentral
Di bagian anterior korpus, disebut tipe anterior atau subperiosteal

Karena bagian depan korpus vertebra paling banyak mengalami destruksi di

sertai adanya kolaps, maka korpus vertebra akan berbentuk baji dan pada tempat

tersebut timbul gibbus. Pada tipe sentral, abses timbul pada bagian tengah korpus

vertebra dan diskus lambat terkena proses. Bila lesi meluas ke tepi tulang, maka

proses selanjutnya adalah seperti pada tipe marginal.17

Meningitis Tuberkulosa

21
Meningitis TB adalah manifestasi dari tuberkulosis SSP , diagnosis dini

sangat penting untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas. Penyebarannya

biasanya hematogen. Temuan radiografi yang khas adalah abnormal

enchancement meningeal, biasanya paling menonjol pada sisterna basal.17

22
Tuberkulosis Parenkim

Lesi ini dapat soliter, beberapa, atau miliaria dan dapat dilihat di mana saja

dalam parenkim otak, meskipun paling sering terjadi di dalam lobus frontal dan

parietal.17

23
Tuberkulosis Abdominal

Perut adalah fokus paling sering pada penyakit tuberkulosis luar paru. CT

adalah andalan untuk menyelidiki TBC perut , namun pengetahuan modalitas

imaging lainnya, seperti pemeriksaan barium enema, juga penting untuk

menghindari salah diagnosa dalam kasus di mana TB awalnya tidak dicurigai.17

24
25
Tuberkulosis paru disertai HIV

26
Tipikal : Inltrat di apeks paru, Inviltrat bilateral, Kavitas, Fibrosis dan

pengerutan/atelektasis.
Tidak Tipikal : Inltrat di interstitial (selain apeks paru), Limfadenopati

intratorak, Tidak terdapat kavitas

PETUNJUK PRAKTIS

Perubahan gambaran foto toraks pada pasien TB/HIV menggambarkan

derajat tingkat kekebalan. Pada penurunan tingkat kekebalan tubuh yang ringan

gambaran foto toraks masih menunjukkan gambaran tipikal (kavitas, inltrat di

apeks paru). Jika penurunan tingkat kekebalan sudah lebih berat maka gambaran

foto toraks menjadi tidak tipikal.18

Tuberkulosis Paru dengan Diabetes Melitus (DM)

Paduan OAT pada prinsipnya sama dengan TB tanpa DM, dengan syarat

kadar gula darah terkontrol

Apabila kadar gula darah tidak terkontrol, maka lama pengobatan dapat

dilanjutkan sampai 9 bulan

Hati-hati dengan penggunaan etambutol, karena efek samping etambutol pada

mata; sedangkan pasien DM sering mengalami komplikasi kelainan pada

mata

Perlu diperhatikan penggunaan rifampisin karena akan mengurangi efektiviti

obat oral antidiabetes (sulfonil urea), sehingga dosisnya perlu ditingkatkan

Perlu kontrol / pengawasan sesudah pengobatan selesai, untuk mengontrol /

mendeteksi dini bila terjadi kekambuhan.

3. Pemeriksaan Khusus

27
Salah satu masalah dalam mendiagnosis pasti tuberkulosis adalah lamanya

waktu yang dibutuhkan untuk pembiakan kuman tuberkulosis secara

konvensional. Dalam perkembangan kini ada beberapa teknik yang lebih baru

yang dapat mengidentifikasi kuman tuberkulosis secara lebih cepat.

1. Pemeriksaan BACTEC

2. Polymerase chain reaction (PCR)

3. Pemeriksaan serologi, antara lain:

a. Enzym linked immunosorbent assay (ELISA)

b. Immunochromatographic tuberculosis (ICT tuberculosis)

c. Mycodot

d. Uji peroksidase anti peroksidase (PAP)

e. Imunoglobulin anti TB.5

Pemeriksaan lain.5

1. Analisis cairan pleura

2. Histopatologi jaringan

3. Pemeriksaan darah

4. Uji tuberkulin

28
I. DIAGNOSIS

Diagnosis TB paru masih banyak ditegakkan berdasarkan kelainan klinis

dan radiologi saja. Kesalahan diagnosis dengan cara ini cukup banyak

sehingga memberikan efek terhadap pengobatan yang sebenarnya tidak

diperlukan. Oleh sebab itu dalam diagnosis TB sebaiknya dicantumkan status

klinis, status bakteriologis, status radiologis dan status kemoterapi. WHO

tahun 1991 memberikan kriteria pasien TB paru.

Pasien dengan sputum BTA positif : 1.) Pasien yang pada pemeriksaan

sputumnya secara mikroskopis ditemukan BTA, sekurang-kurangnya

pada 2 kali pemeriksaan atau 2.) atau 1 sediaan sputumnya positif

disertai kelainan radiologis yang sesuai dengan gambaran TB aktif,

atau 3.) satu sediaan sputumnya positif disertai biakan yang positif.

Pasien dengan sputum BTA negatif : 1.) pasien yang pada

pemeriksaan sputumnya secara mikroskopik tidak ditemukan BTA

sedikitnya pada 2 x pemeriksaan tetapi gambaran radiologis sesuai

dengan TB aktif atau, 2.) pasien yang pada pemeriksaan sputumnya

secara mikroskopis tidak ditemukan BTA sama sekali, tetapi pada

biakannya positif.11,12

J. PANATALAKSANAAN

Prinsip pengobatan

29
Terdapat 2 macam aktifitas atau sifat obat terhadap TB yaitu aktivitas

bakterisid dimana obat bersifat membunuh kuman-kuman yang sedang

tumbuh (metabolismenya masih aktif) dan aktivitas sterilisasi, obat bersifat

membunuh kuman-kuman yang pertumbuhannya lambat (metabolismenya

kurang aktif). Aktivitas bakterisid biasanya di ukur dari kecepatan obat

tersebut membunuh kumam sehingga pada pembiakan akan didapatkan hasil

yang negatif (2 bulan dari permulaan obat). Aktivitas sterilisasi diukur dari

angka kekambuhan setelah pengobatan dihentikan. Hampir semua OAT

mempunyai sifat bakterisid kecuali Etambutol dan Tiasetazon yang hanya

bersifat bakteriostatik dan masih berperan untuk mencegah resistensi kumam

terhadap obat. Rifampisin dan Pirazinamid mempunyai aktifitas sterilisasi

yang baik, sedangkan INH dan Streptomisin menempati urutan lebih bawah.3,11

Kemoterapi

Program nasional pemberantasan TB di Indonesia sudah dilaksanakan

sejak tahun 1950-an. Ada 6 macam obat esensial yang telah dipakai yaitu

Isoniazid (H), para Amino Salisilik Asid (PAS), Streptomisin (S), Etambutol

(E), Rifampisin (R) dan Pirazinamid (Z). Sejak tahun 1994 program

pengobatan TB di Indonesia telah mengacu pada program Directly Observed

Treatment Short-course (DOTS) yang didasarkan pada rekomendasi WHO,

strategi ini memasukan pendidikan kesehatan, penyediaan OAT gratis dan

pencarian secara aktif kasus TB.

30
Regimen pada pengobatan sekitar tahun 1950-1960 memerlukan waktu

18-24 bulan untuk jaminan menjadi sembuh. Dengan metode DOTS

pengobatan Tb diberikan dalam bentuk kombinasi dari berbagai jenis OAT,

dalam jumlah yang cukup dan dosis tepat selama 6-8 bulan, supaya semua

kuman dapat dibunuh. Pengobatan diberikan dalam 2 tahap, tahap intensif dan

tahap lanjutan. Pada tahap intensif penderita mendapat obat baru setiap hari

dan diawali langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap semua

jenis OAT terutama Rifampisin. Bila pengobatan tahap intensif tersebut

diberikan secara tepat, biasanya penderita menular menjadi tidak menular

dalam kurun waktu 2 minggu. Pengawasan ketat pada tahap ini sangat penting

untuk mencegah terjadinya kekebalan obat. Pada tahap lanjutan penderita

mendapat jenis obat lebih sedikit tetapi dalam jangka waktu yang lebih lama.

Tahap ini bertujuan untuk membunuh kuman persisten (dormant) sehingga

dapat mencegah terjadinya kekambuhan.

Obat Anti Tuberkulosis (OAT)

Paduan Obat Anti TB (OAT) di Indonesia WHO dan IUATLD

(International Union Againts Tuberculosis and Lung Diseases)

merekomendasikan paduan OAT standar, yaitu :

kategori 1 (2 HRZE /4 H3R3 atau 2 HRZE / 4 HR atau 2 HRZE / 6 HE);

kategori 2 (2 HRZES / HRZE/ 5 H3R3E3 atau 2 HRZES / HRZE / 5

HRE); kategori 3 (2 HRZ / 4 H3R3 atau 2HRZ / 4 HR atau 2 HRZ / 6

HE).

31
Program Nasional Penanggulangan TB di Indonesia menggunakan

paduan OAT, yaitu :

kategori 1 (2 HRZE / 4 H3R3);

kategori 2 (2 HRZES / HRZE/ 5 H3R3E3); dan paduan obat sisipan

(HRZE).

Obat Kategori 1 (2 HRZE / 4 H3R3). Tahap intensif terdiri dari

isoniazid (H), rifampisin (R), pirazinamid (Z), dan etambutol (E). Obat

obat tersebut diberikan setiap hari selama 2 bulan (2 HRZE). Tahap ini

diteruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri dari isoniazid (H) dan

rifampisin (R) yang diberikan tiga kali dalam seminggu selama 4 bulan.

Obat ini diberikan pada penderita baru TB Paru BTA positif ,

penderita TB Paru BTA negatif rontgen positif yang secara klinis sakit

berat, dan penderita TB Ekstra Paru yang secara klinis sakit berat.

Obat Kategori 2 (2 HRZES / HRZE / 5 H3R3E3). Tahap intensif

terdiri dari isoniazid (H), rifampisin (R), pirazinamid (Z), ethambutol (E)

dan suntikan streptomisin setiap hari di unit pelayanan kesehatan selama 2

bulan. Tahap ini dilanjutkan dengan isoniazid (H), rifampisin (R),

pirazinamid (Z), dan ethambutol (E) setiap hari selama 1 bulan. Setelah itu

diteruskan dengan tahap lanjutan selama 5 bulan dengan HRE yang

diberikan tiga kali dalam seminggu.

32
Obat kategori 2 ini diberikan pada penderita kambuh (relaps), penderita

gagal (failure), dan penderita dengan pengobatan yang lalai (after default).

Obat sisipan (HRZE). Obat ini diberikan apabila pada akhir tahap

intensif dari pengobatan dengan kategori 1 atau kategori 2, hasil

pemeriksaan sputum masih BTA positif. Obat sisipan (HRZE) diberikan

setiap hari selama 1 bulan. Kini telah diperkenalkan obat dalam bentuk

FDC (Fixed Dose Combination/ Kombinasi Dosis Tetap). Dalam satu

tabletnya terdiri dari 2,3 atau 4 obat sekaligus. Obat jenis ini harus

diproduksi secara baik untuk menjamin bioavailabilitas obat-obat yang

tercampur dalam satu tablet. WHO menganjurkan obat 4 FDC, yang berisi

Rifampisin 150 mg, INH 75 mg, etambutol 275 mg, dan pirazinamid 400

mg, diberikan satu tablet untuk setiap 15 kilogram berat badan.6,11,12

BAB III

LAPORAN KASUS

33
STATUS PENDERITA

I. ANAMNESA

A. Identitas

Nama : Tn. Y

Umur : 82 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Pekerjaan : Petani

Alamat : Tegineneng pesawaran, Lampung

Ruang : Rawat Inap Penyakit Dalam

No. RM : 056589

Tanggal Masuk : 7 Desember 2015

Biaya Pengobatan : BPJS

B. Keluhan Utama

Batuk berdahak sejak 11 bulan yang lalu.

C. Keluhan Tambahan

Sesak dan nyeri dada sampai ke punggung.

D. Riwayat Penyakit Sekarang

34
Os datang dengan keluhan batuk berdahak sejak 11 bulan yang lalu. Dahak

berwarna putih kental tidak disertai dengan darah. Batuk muncul kapan saja

tetapi paling sering pada malam hari. Os merasa sesak dan nyeri dada, nyeri

menjalar ke punggung. Sesak dirasakan sejak 5 bulan yang lalu dan tidak

dipengaruhi oleh lingkungan dan cuaca. Os juga mengeluh sering keringat pada

malam hari, lemas dan nasfu makan menurun. Os mengaku pernah

mengkonsumsi obat selama 6 bulan, tetapi tidak tuntas karena lupa. Demam

(-), mual dan muntah (-).

E. Riwayat Penyakit Dahulu

Os pernah memiliki penyakit seperti ini sekitar 6 tahun yang lalu, sudah

berobat namun pengobatan tidak tuntas.

F. Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan yang sama.

G. Riwayat Sosial Ekonomi

Os sudah tidak bekerja semenjak sakit dulu os bekerja sebagai petani.

Biaya pengobatan ditanggung oleh BPJS. Kesan sosial ekonomi menengah ke

bawah.

H. Riwayat Kebiasaan

35
Os mengaku sering merokok sejak tahun 1972 kurang lebih 1 bungkus

sehari dan 7 tahun yang lalu sudah berhenti.

II. PEMERIKSAAN FISIK

Status Present

Keadaan umum : Tampak sakir ringan,

Kesadaran : Compos mentis

Tanda vital : TD : 120/80 mmHg

HR : 86x/menit

RR : 30x/menit

T : 36,2 C

Status Generalis

Kulit : Sawo matang

Kepala :

Bentuk : normochepali
Rambut : hitam
Mata : konjungtiva anemis (+), sclera ikterik (-), pupil

isokor, reflek cahaya (+/+)


Telinga : bentuk normal, simetris, liang lapang
Hidung : bentuk normal, septum deviasi (-)
Mulut : bentuk normal
Wajah : bentuk normal

Leher :

Inspeksi : KGB tidak membesar, JVP tidak ada kelainan

Palpasi : KGB tidak membesar.

36
Thorax :

Paru

Inspeksi : pergerakan hemithorax simetris, tidak

terdapat luka, tidak ada pelebaran sela iga


Palpasi : fremitus vokal kanan dan kiri simetris
Perkusi : redup pada paru kanan, sonor pada paru

kiri
Auskultasi : bronkovesikuler ,
suara tambahan : wheezing (-/-), ronkhi (-/-)

Jantung

Inspeksi : ictus cordis tidak tampak


Palpasi : ictus cordis tidak teraba
Perkusi : batas jantung
Kiri atas : ICS II linea parasternalis sinistra
Kiri bawah : ICS V, 1 cm medial linea

midclavicularis sinistra
Kanan atas : ICS II linea parasternalis dextra
Pinggang : ICS III linea parasternalis sinistra
Auskultasi : bunyi jantung I-II reguler

Bising (-), Gallop (-)

Abdomen :

Inspeksi : perut dasar simetris, tidak terdapat massa /

benjolan
Auskultasi : bising usus (+) normal
Palpasi : nyeri tekan (-), defans muskular (-)
Hati dan limpa : tidak teraba
pembesaran

Perkusi : timpani, pekak sisi (-), pekak alih (-)

Ekstremitas :

37
Ekstremitas superior dextra dan sinistra: oedem

(-), deformitas (-), kekuatan otot 5, CRT (n)


Ekstremitas inferior dextra dan sinistra: oedem

(-), deformitas (-), kekuatan otot 5, CRT (n)

III PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal

38
Darah rutin :

Hemoglobin 10,4 Gr% 14-18

Leukosit 9.600 ul 4.500 - 10.700

Eritrosit 4,1 ul 4,6 - 6,2

Hematokrit 30 % 40 - 54

MCV 76 fi 80 96

MCH 25 pg 27 31

MCHC 33 g/di 32 36

Trombosit 569.000 ul 159 400

Hitung jenis
leukosit :
0 % 01
Basofil
0 % 13

Eosinofil 1 % 26

Batang 79 % 50 70

Segmen 15 % 20 40

5 % 28
Limfosit

Monosit
102 mg/dl < 200
Kimia darah :
41 mg/dl 10 40
GDS 1,5 mg/dl 0,9 1,5

Ureum

Creatinin

39
2. PEMERIKSAAN RADIOLOGI

40
Ekspertise foto thoraks PA

Trakea tertarik ke kanan atas

Jantung tidak membesar (CTR <50%)

Sinus costophrenicus bilateral normal

Sinus cardiophrenicus bilateral normal

Diafragma kanan tenting, kiri normal

Pulmo :

Hilus kanan tertarik ke atas, kiri normal


Corakan bronkovaskuler bertambah

41
Tampak perbercakan lunak disertai garis-garis keras di lapang apex sampai

tengah paru kanan yang menarik hilus kanan dan trakea ke kanan atas
Kranialisasi (-)

Skletal : DBN

KESAN :

Radiologis menyokong gambaran KP lama aktif


Tidak tampak kardiomegali

IV. Diagnosa Kerja

TB paru lama aktif

V. Diagnosa Banding

- TB paru

- Pneumonia

- Pleuritis TB

VI. Planning Terapi

a. Terapi Non Farmakologi :

- Istirahat cukup

- Makan - makanan yang bergizi

b. Terapi Farmakologi :

- IVFD RL XX tpm

- Ranitidin 2x1 amp

- Kalnex amp 2x250 mg

42
- Caftriaxone 2x1

- Curcuma 3x1

- Syr Mucogard 3x1

- Obat Kategori 2 (2 HRZES / HRZE / 5 H3R3E3)

c. Edukasi

- Edukasi kepada pasien mengenai penyakit yang diderita oleh pasien

- Edukasi rencana pengobatan dan keteraturan dalam minum obat

- Menjelaskan efek samping obat yang diminum

- Menjaga kebersihan diri dan lingkungan

VII. Prognosis

Ad vitam : Dubia ad bonam

Ad fungsionam : Dubia ad bonam

Ad sanationam : Dubia ad bonam

BAB IV

ANALISA KASUS

43
Seorang pria 82 tahun, datang ke RSPBA dengan keluhan batuk berdahak

sejak 11 bulan yang lalu. Dahak berwarna putih kental tidak disertai dengan

darah. Batuk muncul kapan saja tetapi paling sering pada malam hari. Os

merasa sesak dan nyeri dada, nyeri menjalar ke punggung. Sesak dirasakan

sejak 5 bulan yang lalu dan tidak dipengaruhi oleh lingkungan dan cuaca. Os

juga mengeluh sering keringat pada malam hari, lemas dan nasfu makan

menurun. Os mengaku pernah mengkonsumsi obat selama 6 bulan, tetapi tidak

tuntas karena lupa. Demam (-), mual dan muntah (-). Riwayat Penyakit Dahulu

: os pernah memiliki penyakit seperti ini sekitar 6 tahun yang lalu, sudah

berobat namun pengobatan tidak tuntas. Riwayat Penyakit Keluarga : tidak ada

anggota keluarga yang mengalami keluhan yang sama. Riwayat kebiasaan : os

mengaku sering merokok sejak tahun 1972 kurang lebih 1 bungkus sehari dan

7 tahun yang lalu sudah berhenti.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien tampak sakit ringan,

kesadaran compos mentis dengan GCS 15.


- Tanda vital : TD : 120/80 mmHg, HR : 86x/menit, RR : 30x/menit, T :
36,2 C
- Status generalisata pada thorak
Inspeksi : pergerakan hemithorax simetris, tidak terdapat luka,

tidak ada pelebaran sela iga


Palpasi : fremitus vokal kanan dan kiri simetris
Perkusi : redup pada paru kanan, sonor pada paru kiri

Auskultasi : bronkovesikuler ,

suara tambahan : wheezing (-/-), ronkhi (-/-)

44
Pasien kemudian di terapi dengan IVFD RL IVFD RL, Ranitidin 2x1 amp,

Kalnex amp 2x250 mg, Caftriaxone 2x1, Curcuma 3x1,Syr Mucogard 3x1, Obat

Kategori 2 (2 HRZES / HRZE / 5 H3R3E3)

BAB V

KESIMPULAN

Seorang pria 82 tahun, datang ke RSPBA dengan keluhan batuk berdahak

sejak 11 bulan yang lalu. Dahak berwarna putih kental tidak disertai dengan

45
darah. Batuk muncul kapan saja tetapi paling sering pada malam hari. Os

merasa sesak dan nyeri dada, nyeri menjalar ke punggung. Sesak dirasakan

sejak 5 bulan yang lalu dan tidak dipengaruhi oleh lingkungan dan cuaca. Os

juga mengeluh sering keringat pada malam hari, lemas dan nasfu makan

menurun. Os mengaku pernah mengkonsumsi obat selama 6 bulan, tetapi tidak

tuntas karena lupa. Demam (-), mual dan muntah (-). Riwayat Penyakit Dahulu

: os pernah memiliki penyakit seperti ini sekitar 6 tahun yang lalu, sudah

berobat namun pengobatan tidak tuntas. Riwayat Penyakit Keluarga : tidak ada

anggota keluarga yang mengalami keluhan yang sama. Riwayat kebiasaan : os

mengaku sering merokok sejak tahun 1972 kurang lebih 1 bungkus sehari dan

7 tahun yang lalu sudah berhenti.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien tampak sakit ringan,

kesadaran compos mentis dengan GCS 15.


- Tanda vital : TD : 120/80 mmHg, HR : 86x/menit, RR : 30x/menit, T :
36,2 C
- Status generalisata pada thorak
Inspeksi : pergerakan hemithorax simetris, tidak terdapat luka,

tidak ada pelebaran sela iga


Palpasi : fremitus vokal kanan dan kiri simetris
Perkusi : redup pada paru kanan, sonor pada paru kiri

Auskultasi : bronkovesikuler ,

suara tambahan : wheezing (-/-), ronkhi (-/-)

Pada pemeriksaan penunjang rontgen Thorak di dapatkan:

Ekspertise foto thoraks PA

Trakea tertarik ke kanan atas

Jantung tidak membesar (CTR <50%)

46
Sinus costophrenicus bilateral normal

Sinus cardiophrenicus bilateral normal

Diafragma kanan tenting, kiri normal

Pulmo :

Hilus kanan tertarik ke atas, kiri normal


Corakan bronkovaskuler bertambah
Tampak perbercakan lunak disertai garis-garis keras di lapang apex sampai

tengah paru kanan yang menarik hilus kanan dan trakea ke kanan atas
Kranialisasi (-)

Skletal : DBN

KESAN :

Radiologis menyokong gambaran KP lama aktif


Tidak tampak kardiomegali

47

Anda mungkin juga menyukai