Asma Bronkiale
DISUSUN OLEH:
Fathia Rissa
DOKTER PEMBIMBING :
STATUS PASIEN
Identitas Pasien
Nama : Ny. S
Umur : 35 tahun
Anamnesis
OS datang ke IGD RSIJ Sukapura dengan keluhan sesak napas sejak 3 hari SMRS, yang
dirasakan semakin memberat terutama pada malam hari. Sesak memberat ketika berbaring,
dan terasa lebih baik saat pasien duduk, terdengar suara ngik-ngik saat pasien sesak. Os
telah menggunakan obat asma semprot yang os punya, keluhan sedikit membaik tetapi pasien
masih merasa sesak. Awalnya pasien mengaku mengalami batuk berdahak 3 hari SMRS,
dahak berwarna bening, darah (-) dan demam 3 hari SMRS, demam perlahan-lahan naik dan
meninggi ketika malam hari, keluhan disertai mual yang hilang timbul, nyeri ulu hati seperti
diperas dan muntah 3 kali berisi makanan, darah (-).Sakit kepala (+) Nafsu makan menurun,
badan pegal-pegal dan lemas, keluhan bintik-bintik kemerahan di tubuh, mimisan, perdarahan
gusi disangkal, BAB dan BAK tidak ada keluhan.
2
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat asma (+) sejak usia 11 tahun tetapi jarang mendapat serangan, usia 25 tahun
serangan mulai sering mendapat serangan. Usia 30 tahun os terus-terusan mendapat serangan.
Riwayat Dm (-).
Riwayat alergi :
Alergi dingin (+), Alergi debu (+), Alergi obat Aspirin dan Ibuprofen (+)
Riwayat Pengobatan :
Riwayat Psikososial :
Merokok (-)
Seminggu sebelum timbul gejala, os sering jajan diluar
riwayat berpergian ke luar kota disangkal
Pemeriksaan Fisik
Tanda-tanda vital :
Nadi : 88x/Menit
Nafas : 22x/Menit
Suhu : 36,7C
3
Status Generalis
Mulut : Mukosa bibir lembab (+), agak pucat (+), lidah kotor (+)
Thorax
Inspeksi : Terlihat simetris di kedua lapang paru, retraksi dinding dada (-)
Jantung
Inspeksi : Ictus Cordis tidak terlihat di ICS V 2 jari media lin midclavicula sin
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V 2 jari media linea midclavicula sinistra
4
Abdomen
Ekstremitas : CRT <2 detik (+/+), Edema (-/-), Akral Hangat (+/+).
Hasil Laboratorium
Resume
Ny, S, Perempuan usia 35 tahun datang dengan sesak sejak 3 hari SMRS, yang dirasakan
semakin memberat terutama pada malam hari. Sesak memberat ketika berbaring, dan terasa
lebih baik saat pasien duduk, terdengar suara ngik-ngik saat pasien sesak. Os telah
menggunakan obat asma semprot yang os punya, keluhan sedikit membaik tetapi pasien
masih merasa sesak. Awalnya pasien mengaku mengalami batuk berdahak 3 hari SMRS,
dahak berwarna bening, darah (-) dan demam 3 hari SMRS, demam perlahan-lahan naik dan
meninggi ketika malam hari, keluhan disertai mual, nyeri ulu hati dan muntah 3 kali berisi
makanan, darah (-).Sakit kepala (+) Nafsu makan menurun, badan pegal-pegal dan lemas.
Riwayat asma (+) sejak usia 11 tahun tetapi jarang mendapat serangan, usia 25 tahun
serangan mulai sering mendapat serangan. Usia 30 tahun os terus-terusan mendapat serangan.
5
Riwayat keluarga : Asma (+) Ayah, Kakak Kandung dan Adik Kandung
Riwayat Alergi : Alergi dingin (+), Alergi debu (+), Alergi obat Aspirin dan Ibuprofen (+)
Riwayat Psikososial : Seminggu sebelum gejala timbul, os sering jajan diluar
Riwayat Pengobatan : Pasien memakai inhaler (ventolin)
Nadi : 88x/Menit
Nafas : 22x/Menit
Suhu : 36,7C
PF : Lidah Kotor (+), Nyeri tekan epigastrium (+), Auskultasi paru : Vesikuler (+/+),
Wheezing (+/+)
Daftar Masalah
Assessment
S : Sesak napas sejak 3 hari SMRS, yang dirasakan semakin memberat terutama pada malam
hari. Sesak memberat ketika berbaring, dan terasa lebih baik saat pasien duduk, terdengar
suara ngik-ngik saat pasien sesak. Os telah menggunakan obat asma semprot yang os punya,
keluhan sedikit membaik tetapi pasien masih merasa sesak. Awalnya pasien mengaku
mengalami batuk berdahak 3 hari SMRS, dahak berwarna bening, darah (-) dan demam 3
hari SMRS, demam perlahan-lahan naik dan meninggi ketika malam hari, keluhan disertai
mual yang hilang timbul, nyeri ulu hati seperti diperas dan muntah 3 kali berisi makanan,
6
darah (-).Sakit kepala (+) Nafsu makan menurun, badan pegal-pegal dan lemas, keluhan
bintik-bintik kemerahan di tubuh, mimisan, perdarahan gusi disangkal, BAB dan BAK tidak
ada keluhan.
Riwayat asma (+) sejak usia 11 tahun tetapi jarang mendapat serangan, usia 25 tahun
serangan mulai sering mendapat serangan. Usia 30 tahun os terus-terusan mendapat serangan.
Riwayat Alergi : Alergi dingin (+), Alergi debu (+), Alergi obat Aspirin dan Ibuprofen (+)
Riwayat keluarga : Asma (+) Ayah, Kakak Kandung dan Adik Kandung
Nadi : 88x/Menit
Nafas : 22x/Menit
Suhu : 36,7C
P : *Planning Diagnostik
1. Pemeriksaan Sprimoetri
2. Rontgen Thorax
3. EKG
4. Analisis Gas Darah
*Planning Edukasi
*Planning Terapi
7
Pemberian oksigen 3L/menit 2 agonis cepat dengan dosis adekuat
Pemberian inhalasi 2 agonis cepat dengan dosis adekuat (4-10 puffs dengan MDI atau
nebulizer) dapat diulang setiap 20 menit selama 1 jam.
Pemberian Prednisolone 1 mg/ kgBB, max: 50 mg.
S : Sesak napas sejak 3 hari SMRS, yang dirasakan semakin memberat terutama pada malam
hari. Sesak memberat ketika berbaring, dan terasa lebih baik saat pasien duduk, terdengar
suara ngik-ngik saat pasien sesak. Os telah menggunakan obat asma semprot yang os punya,
keluhan sedikit membaik tetapi pasien masih merasa sesak. Awalnya pasien mengaku
mengalami batuk berdahak 3 hari SMRS, dahak berwarna bening, darah (-) dan demam 3
hari SMRS, demam perlahan-lahan naik dan meninggi ketika malam hari, keluhan disertai
mual yang hilang timbul, nyeri ulu hati seperti diperas dan muntah 3 kali berisi makanan,
darah (-).Sakit kepala (+) Nafsu makan menurun, badan pegal-pegal dan lemas, keluhan
bintik-bintik kemerahan di tubuh, mimisan, perdarahan gusi disangkal, BAB dan BAK tidak
ada keluhan.
Riwayat asma (+) sejak usia 11 tahun tetapi jarang mendapat serangan, usia 25 tahun
serangan mulai sering mendapat serangan. Usia 30 tahun os terus-terusan mendapat serangan.
Riwayat Alergi : Alergi dingin (+), Alergi debu (+), Alergi obat Aspirin dan Ibuprofen (+)
Riwayat keluarga : Asma (+) Ayah, Kakak Kandung dan Adik Kandung
Nadi : 88x/Menit
Nafas : 22x/Menit
Suhu : 36,7C
8
A : PPOK Eksaserbasi akut
P : *Planning diagnostik
1. Spirometri
2. Rontgen Thorax
3. EKG
4. Analisis Gas Darah
*Planning Edukasi
*Planning Terapi
3. Pneumonia
S : Sesak napas sejak 3 hari SMRS, yang dirasakan semakin memberat terutama pada malam
hari. Sesak memberat ketika berbaring, dan terasa lebih baik saat pasien duduk, terdengar
suara ngik-ngik saat pasien sesak. Os telah menggunakan obat asma semprot yang os punya,
keluhan sedikit membaik tetapi pasien masih merasa sesak. Awalnya pasien mengaku
mengalami batuk berdahak 3 hari SMRS, dahak berwarna bening, darah (-) dan demam 3
hari SMRS, demam perlahan-lahan naik dan meninggi ketika malam hari, keluhan disertai
mual yang hilang timbul, nyeri ulu hati seperti diperas dan muntah 3 kali berisi makanan,
darah (-).Sakit kepala (+) Nafsu makan menurun, badan pegal-pegal dan lemas, keluhan
bintik-bintik kemerahan di tubuh, mimisan, perdarahan gusi disangkal, BAB dan BAK tidak
ada keluhan.
9
Riwayat asma (+) sejak usia 11 tahun tetapi jarang mendapat serangan, usia 25 tahun
serangan mulai sering mendapat serangan. Usia 30 tahun os terus-terusan mendapat serangan.
Riwayat Alergi : Alergi dingin (+), Alergi debu (+), Alergi obat Aspirin dan Ibuprofen (+)
Riwayat keluarga : Asma (+) Ayah, Kakak Kandung dan Adik Kandung
Nadi : 88x/Menit
Nafas : 22x/Menit
Suhu : 36,7C
A : Pneumonia
P : *Planning Diagnostik
1. Rontgen Thorax
2. Test Sputum
3. Ureum dan Kreatinin
4. Pemeriksaan Hematologi lengkap
5. SGOT, SGPT
6. Urinalisis
*Planning Terapi
10
4. Demam Tifoid
S : Sesak napas sejak 3 hari SMRS, yang dirasakan semakin memberat terutama pada malam
hari. Sesak memberat ketika berbaring, dan terasa lebih baik saat pasien duduk, terdengar
suara ngik-ngik saat pasien sesak. Os telah menggunakan obat asma semprot yang os punya,
keluhan sedikit membaik tetapi pasien masih merasa sesak. Awalnya pasien mengaku
mengalami batuk berdahak 3 hari SMRS, dahak berwarna bening, darah (-) dan demam 3
hari SMRS, demam perlahan-lahan naik dan meninggi ketika malam hari, keluhan disertai
mual yang hilang timbul, nyeri ulu hati seperti diperas dan muntah 3 kali berisi makanan,
darah (-).Sakit kepala (+) Nafsu makan menurun, badan pegal-pegal dan lemas, keluhan
bintik-bintik kemerahan di tubuh, mimisan, perdarahan gusi disangkal, BAB dan BAK tidak
ada keluhan.
Riwayat asma (+) sejak usia 11 tahun tetapi jarang mendapat serangan, usia 25 tahun
serangan mulai sering mendapat serangan. Usia 30 tahun os terus-terusan mendapat serangan.
Riwayat Alergi : Alergi dingin (+), Alergi debu (+), Alergi obat Aspirin dan Ibuprofen (+)
Riwayat keluarga : Asma (+) Ayah, Kakak Kandung dan Adik Kandung
Nadi : 88x/Menit
Nafas : 22x/Menit
Suhu : 36,7C
PF : Lidah kotor (+), nyeri tekan epigastrium (+), bintik kemerahan di tubuh (-)
11
mimisan (-), perdarahan gusi (-)
Lab :
Hematokrit 34.8 %
Trombosit 227 10^3/ul
S. Typhi O 1/160
S. Typhi H 1/160
A : Demam Tifoid
P : *Planning Diagnostik
1. Tubex-T
2. Kultur Darah
3. Kultur Feses
*Planning Edukasi
Mengedukasi kepada pasien agar menghindari membeli jajanan/makanan yang tidak higienis,
menganjurkan pasien untuk memasakan sendiri di rumah.
*Planning Terapi
Tirah baring
IVFD RL
Paracetamol 500 mg 3x1
Ranitidin inj 50 mg/2 ml 2x1
Ondansetron inj 4 mg/2 ml 2x1
5. Demam Dengue
12
S : Sesak napas sejak 3 hari SMRS, yang dirasakan semakin memberat terutama pada malam
hari. Sesak memberat ketika berbaring, dan terasa lebih baik saat pasien duduk, terdengar
suara ngik-ngik saat pasien sesak. Os telah menggunakan obat asma semprot yang os punya,
keluhan sedikit membaik tetapi pasien masih merasa sesak. Awalnya pasien mengaku
mengalami batuk berdahak 3 hari SMRS, dahak berwarna bening, darah (-) dan demam 3
hari SMRS, demam perlahan-lahan naik dan meninggi ketika malam hari, keluhan disertai
mual yang hilang timbul, nyeri ulu hati seperti diperas dan muntah 3 kali berisi makanan,
darah (-). Sakit kepala (+) Nafsu makan menurun, badan pegal-pegal dan lemas, keluhan
bintik-bintik kemerahan di tubuh, mimisan, perdarahan gusi disangkal, BAB dan BAK tidak
ada keluhan.
Riwayat asma (+) sejak usia 11 tahun tetapi jarang mendapat serangan, usia 25 tahun
serangan mulai sering mendapat serangan. Usia 30 tahun os terus-terusan mendapat serangan.
Riwayat Alergi : Alergi dingin (+), Alergi debu (+), Alergi obat Aspirin dan Ibuprofen (+)
Riwayat keluarga : Asma (+) Ayah, Kakak Kandung dan Adik Kandung
Nadi : 88x/Menit
Nafas : 22x/Menit
Suhu : 36,7C
PF : Lidah kotor (+), nyeri tekan epigastrium (+), bintik kemerahan di tubuh (-)
Lab :
Hematokrit 34.8 %
Trombosit 227 10^3/ul
S. Typhi O 1/160
13
S. Typhi H 1/160
A : Demam Dengue
P : *Planning Diagnostik
*Planning Terapi
Tirah Baring
IVFD RL
1500 + (20 x {(70 kg-20)}= 2500 ml/24 jam
Parasetamol 500 mg 3x1
Ranitidin inj 50 mg/2 ml 2x1
Ondansetron inj 4 mg/2 ml 2x1
Follow Up
Tanggal 15/2/2017
S : Pusing (+), Mual (+), Muntah (-), Masih agak sesak
O : TTV : TD : 120/80, N : 90x/m, R: 24x/m, S: 36,7oC
PF : Vesikuler (+/+), Wheezing (+/-), Nyeri Ulu hati (-)
Lab : S.Typhi O dan S.Typhi H 1/160
A : Asma Bronkial eksaserbasi akut + Demam Tifoid
P : O2 3 l/m via nasal canul
Paracetamol 500 mg 3x1
Ventolin Nebu 3x1
Ranitidin inj 2x1 amp
Ofloksasin 400 mg 2x1
Tanggal 16/2/2017
S : Pusing (-), Sesak (-), Mual (-)
O : TTV : TD : 120/80, N : 80x/m, R: 22x/m, S: 36,5oC
PF : Vesikuler (+/+), Wheezing (+/-), Nyeri Ulu hati (-)
A : Asma Bronkial eksaserbasi akut + Demam Tifoid
14
P : O2 3 l/m via nasal canul
Paracetamol 500 mg 3x1 (bila perlu)
Ventolin Nebu 3x1
Ranitidin inj 2x1 amp (bila perlu)
Ofloksasin 400 mg 2x1
Tanggal 17/2/2017
S : Pusing (-), Sesak (-), Mual (-)
O : TTV : TD : 120/80, N : 85x/m, R: 20x/m, S: 36,2oC
A : Asma Bronkial eksaserbasi akut + Demam Tifoid
P : Paracetamol 500 mg 3x1 (bila perlu)
Ventolin Nebu 3x1
Ranitidin inj 2x1 amp (bila perlu)
Ofloksasin 400 mg 2x1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
15
ASMA BRONKIALE
1. Definisi
2. Epidemiologi
Prevalensi asma dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain jenis kelamin, umur pasien,
status atopi, factor keturunan, serta actor lingkungan. Pada masa kanak-kanak ditemukan
prevalensi anak laki-laki berbanding anak perempuan 1,5:1 tetapi menjelang dewasa
perbandingan tersebut lebih kurang sama dan pada masa menopause perempuan lebih banyak
dari laki-laki. Umumnya prevalensi asma anak lebih tinggi dari dewasa, tetapi ada yang
melaporkan prevalensi dewasa lebih tinggi dari anak. Angka ini juga berbeda antara satu kota
dengan kota yang lain di negara yang sama. Di Indonesia prevalensi asma berkisar antara 5-
7%.
4. Patogenesis
Sampai saat ini pathogenesis dan etiologi asma belum diketahui dengan pasti, namun
berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa dasar gejala asma adalah inflamasi dan respons
saluran napas yang berlebihan.
Asma saat ini dipandang sebagai penyakit inflamasi saluran napas. Inflamasi ditandai
dengan adanya kalor (panas karena vasodilatasi), rubor (kemerahan karena vasodilatasi),
tumor (eksudasi plasma dan edema), dolor ( rasa sakit karena rangsangan sensoris), dan
function laesa (fungsi yang terganggu). Akhir-akhir ini syarat terjadinya radang harus disertai
satu syarat lagi yaitu infiltrasi sel-sel radang. Ternyata keenam syarat tadi dijumpai pada
asma tanpa membedakan penyebabnya baik yang alergik maupun non-alergik.
Seperti telah ditemukan di atas baik asma alergik maupun non-alergik dijumpai
adanya inflamasi dan hipereaktivitas saluran napas. Oleh karena itu paling tidak dikenal 2
jalur untuk mencapai kedua keadaan tersebut. Jalur imunologis yang terutama dominasi oleh
16
IgE dan jalur saraf otonom. Pada jalur IgE, masuknya allergen ke dalam tubuh akan diolah
APC (Antigen Presenting Cells = sel penyajii antigen), untuk selanjutnya hasil olahan
allergen akan dikomunikasikan kepada sel TH (T-helper). Sel T-helper inilah yang akan
memberikan instruksi melalui interleukin atau sitokin agar sel-sel plasma membentuk IgE,
serta sel-sel radang lain seperti mastosit, makrofag, sel epitel, eosinophil, neutrophil,
trombosit, serta limfosit untuk mengeluarkan mediator-mediator inflamasi histamin,
prostalglandin (PG), Leukotrin (LT), platelet activating factor (PAF), bradikinin, tromboksan
(TX) dan lain-lain akan mempengaruhi organ sasaran hingga menyebabkan peningkatan
permeabilitas dinding vaskular, edema saluran napas, infiltrasi sel-sel radang, sekresi mucus
dan fibrosis sub epitel sehingga menimbulkan hipereaktivitas saluran napas (HSN). Jalur non-
alergik selain merangsang sel inflamasi, juga merangsang sistem saraf otonom dengan hasil
akhir berupa inflamasi dan HSN.
Yang membedakan asma dengan orang normal adalah sifat saluran pernapasan pasien
asma yang sangat peka terhadap berbagai rangsangan seperti iritan (debu), zat kimia
(histamin, metakolin) dan fisis (kegiatan jasmani). Pada asma alergik, selain peka terhadap
rangsangan tersebut diatas pasien juga sangat peka terhadap allergen yang spesifik. Sebagian
HSN diduga didapat sejak lahir, tetapi sebagian lagi di dapat. Berbagai keadaan dapat
meningkatkan hipereaktivitas saluran napas seseorang yaitu:
Inflamasi saluran napas : sel-sel inflamasi serta mediator kimia yang dikeluarkan
terbukti berkaitan erat dengan gejala asama HSN. Konsep ini didukung oleh fakta bahwa
intervensi pengobatan dengan anti inflamasi dapat menurunkan derajat HSN dan gejala asma.
Kerusakan Epitel : salah satu konsekuensi inflamasi adalah kerusakan epitel. Pada asma
kerusakan bervariasi dari yang ringan sampai yang berat. Perubahan struktur ini akan
meningkatkan penetrasi allergen, mediator inflamasi serta mengakibatkan penetrasi allergen,
mediator inflamasi serta mengakibatkan iritasi ujung-ujung saraf autonom sering lebih mudah
terangsang. Sel-sel epitel bronkus sendiri sebenarnya mengandung mediator yang dapat
bersifat sebagai bronkodilator. Kerusakan sel-sel epitel bronkus akan mengakibatkan
bronkokontriksi lebih mudah terjadi.
Mekanisme neurologis : pada pasien asma terdapat peningkatan respon saraf parasimpatis.
17
Gangguan intrinsic : otot polos saluran pernpasan dapat hipertrofi otot polos pada saluran
napas diduga berperan padan HSN.
Obstruksi saluran napas: meskipun bukan factor utama, saluran napas diduga ikut berperan
pada HSN.
Obstruksi saluran nafas pada asma merupakan kombinasi spasme otot bronkus, sumbatan
mucus, edema, dan inflamasi dinding bronkus. Obstruksi bertambah berat selama ekspirasi
karena secara fisiologis saluran napas menyempit pada fase tersebut. Hal ini mengakibatkan
udara distal tempat terjadinya obstruksi terjebak tidak bisa di ekspirasi. Selanjutnya terjadi
peningkatan volume residu, kapasitas residu fungsional (KRF). Dan pasien akan benafas pada
volume yang tinggi mendekati kapasitas paru total (KPT). Keadaan hiperinflasi ini bertujuan
agar saluran napas tetap terbuka dan pertukaran gas berjalan lancer. Untuk mempertahankan
hiperinflasi ini diperlukan otot-otot bantu napas.
Gangguan yang berupa obstruksi saluran napas dapat diniai secara objektiv dengan VEP1
(Volume ekspirasi paksa detik pertama) atau APE (Arus puncak ekspirasi), sedangkan
penurunan KVP (Kapasitas Vital Paksa) menggambarkan derajat hiperinflasi paru.
Penyempitan saluran napas dapat terjadi baik pada saluran napas yang besar, sedang, maupun
kecil. Gejala mengi menandakan ada penyempitan di saluran napas besar, sedangkan pada
saluran napas yang kecil gejala batuk dan sesak lebih dominan di banding mengi.
Penyempitan saluran napas ternyata tidak merata diseluruh bagian paru. Ada daerah-daerah
yang kurang mendapatkan ventilasi, sehingga darah kapiler yang melalui daerah tersebut
mengalami hipoksemia. Penurunan PaO2 mungkin merupakan kelainan pada asma sub-klinis.
Untuk mengatasi kekurangan oksigen, tubuh melakukan hiperventilasi, agar kebutuhan
oksigen terpenuhi. Tetapi akibatnya pengeluaran CO2 menjadi berlebihan sehingga PaCO2
menurun yang kemudian menimbulkan alkalosis respiratorik. Pada serangan asma yang lebih
berat lagi banyak saluran napas dan alveolus tertutup oleh mucus sehingga tidak
memungkinakan lagi terjadinya pertukaran gas. Hal ini menyebabkan hipoksemia dan kerja
otot-otot pernapasan bertambah berat serta terjadi peningkatan produksi CO2. Peningkatan
prodoksi CO2 yang disertai dengan penurunan ventilasi alveolus menyebakan retensi CO 2
(hiperkapnia) dan terjadi asidosis respiratorik atau gagal napas.hipoksemia yang berlangsung
lama menyebabkan asidosis metabolic dan konstriksi pembuluh darah paru yang kemudian
menyebabkan shunting yaitu peredaran darah tanpa melalui unit pertukaran gas yang baik,
yang berakibat perburukan hiperkapnia. Dengan demikian penyempitan saluran napas pada
18
asma akan menimbulkan hal-hal sebagai berikut: (1).Gangguan ventilasi berupa
hipoventilasi.
(2).Ketidakseimbangan ventilasi perfusi dimana distribusi ventilasi tidak setara dengan
sirkulasi darah paru. (3).Gangguan difusi gas di tingkat alveoli.
5. Klasifikasi Asma
Derajat beratnya Asma dan Terapi rawat jalan yang diberikan (GINA 2012)
Derajat Asma Gejala Gejala Malam Fungsi faal paru Terapi Rawat
jalan
Intermitten Gejala < 1 2x/bulan VEP/APE>80% Agonist beta 2
kali prediksi kerja cepat
perminggu
Gejala Variabilitas
selain VEP/APE<20%
eksaserbasi
tidak ada
Eksaserbasi
ringan
19
Persisten Berat Gejala sering VEP/APE Agonist beta 2
Setiap hari 60% prediksi kerja cepat,
Eksaserbasi KSI dosis
sering dan Variabilitas tinggi, ABKP
menggangg VEP/APE dan/atau KSO
u aktivitas >30%
Aktivitas
fisik terbatas
APE: Arus Puncak Ekspirasi; KSI: Kortikosteroid Inhalasi; KSO: Kortikosteroid Oral; ABKP: Agonis beta 2 kerja panjang; VEP: Volume Ekspirasi Paksa
20
Pulsus Tidak ada Mungkin 10- Ada Tidak ada, kelelahan
Paradoksus <10 mmHg 25 mmHg >25 mmHg otot respirasi
(dewasa) 20-40
mmHg (anak)
APE setelah >80% 60-80% <60%
inisial predicted atau
bronkodilator terbaik
% predicted (<100x/menit)
atau % atau respons
terbaik berakhir <2
jam
PaO2 (dalam Normal (tidak >60 mmHg <60 mmHg
udara) perlu tes)
Dan/atau Mungkin
sianosis
PaCO2 <45 mmHg <45 mmHg <45 mmHg
mungkin gagal
napas
SaO2 (dalam >95% 91-95% <90%
udara)
6. Gambaran Klinis
Gambaran klinis asma klasik adalah serangan episodik batuk, mengi, dan sesak napas. Pada
serangan awal sering gejala tidak jelas seperti rasa berat di dada, dan pada asma alergik
mungkin disertai pilek atau bersin. Meskipun pada mulanya batuk tanpa dissertai sekret,
tetapi ada perkembangan selanjutnya pasien akan mengeluarkan skret baik yang mukoid,
putih kadang-kadang purulen. Ada sebagian kecil pasien asma yang gejalaya hanya batuk
tanpa disertai mengi, dikenal dengan istilah cough varianth asma. Bila hal ini yang terakhir
ini dicurigai, perlu dilakukan pemeriksaan spirometri sebelum dan sesudah bronkodilator atau
uji provokasi bronkus dengan metakolin.
Pada asma alergik sering hubungan antara pemajanan alergen dengan gejala asma
tidak jelas. Terlebih lagi pasien asma alergik juga memberikan gejala terhadap faktor
21
pencetus non-alergik seperti asap rokok, asap yang merangsang infeksi saluran napas ataupun
perubahan cuaca.
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Spirometri
Menilai hambatan aliran udara dan reversibilitas. Jika peningkatan FEV1 12% dan
200 cc setelah pemberian bronkodilator, hasilnya reversibel. Pemeriksaan bertujuan untuk
menentukan diagnosis, menilai derajat berat asma dan pemantauan. Dilakukan pada saat
awal, setelah stabil pasca tatalaksana eksaserbasi dan berkala setiap 1-2 tahun untuk
mengetahuai perjalanan penyakit. Spirometri hanya dilakukan pada pasien diatas 5 tahun.
Skin test IgE spesifik di serum untuk menentukan ada alergi dan identifikasi faktor
risiko.
Pemeriksaan ini hanya dilakukan pada asma yag berat. Pada fase awal serangan,
tterjadi hipoksemia dan hipokapnia (PaCO2 < 35 mmHg) kemudian pada stadium yang lebih
berat PaCO2 justru mendekati normal sampai normo-kapnia. Selanjutnya pada asma yang
sangat berat, terjadinya hiperkapnia (PaCO2 < 45 mmHg), hipoksemia, dan asidosis
respiratorik.
22
8. Diagnosis
Diagnosis asma ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Selain penegakkan
diagnosis asma, tanyakan mengenai frekuensi seranag asma untuk menentukan klasifikasi
asma. Gejala, tanda, dan faktor risiko yang mengarah ke diagnosis asma, diantaranya:
23
9. Diagnosis Banding
Gagal Jantung Kiri Akut (dikenal dengan nama asma kardial, dan dikarenakan terdapat gejala
yang timbul pada malam hari berupa paroxysmal nocturnal dyspneo.
10. Terapi
Kerja sama yang baik antara dokter-pasien, akan mempercepat tujuan penatalaksanaan asma.
Dengan bimbingan dokter, pasien didukung untuk mampu mengontrol asmanya. Pasien akan
mampu mengenal kapan asmanya memburuk, mengetahui tindakan sementara sebelum
24
menghubungi dokternya, kapan harus segera mengunjungi intsalasi gawat darurat dan
akhirnya meningkatkan kepercayaan diri dan ketaatan berobat.
Untuk mencapai kontrol asma diperlukan identifikasi mengenai faktor-faktor yang dapat
memperburuk gejala asma atau lebih dikenal sebagai faktor pencetus. Menghindari faktor
pencetus diharapkan dapat mengurangi gejala dan serangan asma.
25
26
4. Atasi Serangan Asma
Prinsip pengobatan asma akut adalah memelihara saturasi oksigen yang cukup (SaO2 92%)
dengan memberikan oksigen, melebarkan saluran napas dengan pemberian bronkodilator
aerosol (agonis beta 2 dengan atau tanpa tambahan ipratropium bromida) dan mengurangi
inflamasi serta mencegah kekambuhan dengan memberikan kortikosteroid sistemik.
Pemberian oksigen 3 liter/menit, diusahakan mencapai SaO 2 92%, sehingga bila penderita
telah mempunyai SaO2 92% sebenarnya tidak lagi membutuhkan inhalasi oksigen.
28
Keadaan yang berkaitan dengan prognosis yang kurang baik antara lain asma yang
tidak terkontrol secara klinis, eksaserbasi sering terjadi dalam satu tahun terakhir, menjalani
perawatan kritis karena asma, VEP1 yang rendah, paparan terhadap asap rokok, pengobatan
dosis tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
29
1. Setiati S, Alwi I, dkk. Ilmu Penyakit Dalam. Bab Asma. Interna Publishing. 2014.
2. FitzGerald M. Batemen ED, Boulet LP, Cruz AA, Haahtela T, Levy ML, dkk. Global
Initiative for Asthma. Dalam: FitzGerald. Global Initiative Management and Prevention
Updated 2012.
3. FitzGerald M. Batemen ED, Boulet LP, Cruz AA, Haahtela T, Levy ML, dkk. Global
Initiative for Asthma. Dalam: FitzGerald. Global Initiative Management and Prevention
Updated 2015.
3. FitzGerald M. Batemen ED, Boulet LP, Cruz AA, Haahtela T, Levy ML, dkk. Global
Initiative for Asthma. Dalam: Pocket Guide for Asthma Management and Prevention for
Adults and Children Older than 5 years 2016.
30