Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ilmu kebidanan adalah ilmu yang mempelajari tentang kehamilan,

persalinan, dan kala nifas serta kembalinya alat reproduksi ke keadaan normal.

Tujuan ilmu kebidanan adalah untuk mengantarkan kehamilan, persalinan, dan

kala nifas serta pemberian ASI dengan selamat dengan kerusakan akibat

persalinan sekecil-kecilnya dan kembalinya alat reproduksi kekeadaan normal.

Kemampuan pelayanan kesehatan suatu negara ditentukan dengan perbandingan

tinggi rendahnya angka kematian ibu dan angka kematian perinatal. Dikemukakan

bahwa angka kematian perinatal lebih mencerminkan kesanggupan suatu negara

untuk memberikan pelayanan kesehatan. Indonesia, di lingkungan ASEAN,

merupakan negara dengan angka kematian ibu dan perinatal tertinggi, yang berarti

kemampuan untuk memberikan pelayanan kesehatan segara untuk memberikan

pelayanan kesehatan masih memerlukan perbaikan yang bersifat menyeluruh dan

lebih bermutu.

Dengan perkiraan persalinan di Indonesia setiap tahunnya sekitar

5.000.000 jiwa dapat dijabarkan bahwa:

1. Angka kematian ibu sebesar 19.500-20.000 setiap tahunnya atau terjadi setiap

26-27 menit. Penyebab kematian ibu adalah perdarahan 30,5 %, infeksi 22,5.%,

gestosis 17,5 %, dan anestesia 2,0 %.

2. Kematian bayi sebesar 56/10.000 menjadi sekitar 280.000 atau terjadi setiap

18- 20 menit sekali. Penyebab kematian bayi adalah asfiksia neonatorum 49-60

1
%, infeksi 24-34 %, prematuritas/BBLR 15-20 %, trauma persalinan 2-7 %, dan

cacat bawaan 1-3 %.

Memperhatikan angka kematian ibu dan bayi, dapat dikemukakan bahwa:

1. Sebagian besar kematian ibu dan perinatal terjadi saat pertolongan pertama

sangat dibutuhkan.

2. Pengawasan antenatal masih belum memadai sehingga penyulit hamil dan

hamil dengan risiko tinggi tidak atau terlambat diketahui.

3. Masih banyak dijumpai ibu dengan jarak hamil pendek, terlalu banyak anak,

terlalu muda, dan terlalu tua untuk hamil.

4. Gerakan keluarga berencana masih dapat digalakkan untuk meningkatkan

sumber daya manusia melalui norma keluarga kecil bahagia dan sejahtera

(NKKBS).

5. Jumlah anemia pada ibu hamil cukup tinggi.

6. Pendidikan masyarakat yang rendah cendrung memilih pemeliharaan kesehatan

secara tradisional, dan belum siap menerima pelaksanaan kesehatan modern.

Berdasarkan tingginya angka kematian ibu dan perinatal yang dialami

sebagian besar negara berkembang, maka WHO menetapkan salah satu usaha

yang sangat penting untuk dapat mencapai peningkatan pelayanan kebidanan yang

menyeluruh dan bermutu yaitu dilaksanakannnya praktek berdasar pada evidence

based. Dimana bukti secara ilmiah telah dibuktikan dan dapat digunakan sebagai

dasar praktek terbaru yang lebih aman dan diharapkan dapat mengendalikan

asuhan kebidanan sehingga mampu memberikan pelayanan yang lebih bermutu

dan menyeluruh dengan tujuan menurunkan angka kematian ibu dan angka

kematian perinatal.

2
1.2 Tujuan

1.2.1 Untuk mengetahui informasi tentang Evidence Based kebidanan

1.2.3 Untuk mengetahui informasi Evidence based pada asuhan persalinan

terkini

1.3 Manfaat

1.3.1 Untuk meningkatkan pengetahuan pada mahasiswa tentang evidence

based kebidanan

1.3.2 Untuk meningkatkan pengetahuan pada mahasiswa tentang evidence

based pada asuhan persalinan terkini

3
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Evidence Based Midwifery (EBM)

EBM didirikan oleh Royal college of Midwives (RCM) dalam rangka

untuk membantu mengembangkan kuat profesional dan ilmiah dasar untuk

pertumbuhan tubuh bidan berorientasi akademis. RCM Bidan Jurnal telah

dipublikasikan dalam satu bentuk sejak 1887 (Rivers, 1987), dan telah lama berisi

bukti yang telah menyumbang untuk kebidanan pengetahuan dan praktek. Pada

awal abad ini, peningkatan jumlah bidan terlibat dalam penelitian, dan dalam

membuka kedua atas dan mengeksploitasi baru kesempatan untuk kemajuan

akademik. Sebuah kebutuhan yang berkembang diakui untuk platform untuk yang

paling ketat dilakukan dan melaporkan penelitian. Ada juga keinginan untuk ini

ditulis oleh dan untuk bidan. EBM secara resmi diluncurkan sebagai sebuah jurnal

mandiri untuk penelitian murni bukti pada konferensi tahunan di RCM Harrogate,

Inggris pada tahun 2003 (Hemmings et al, 2003). Itu dirancang 'untuk membantu

bidan dalam mendorong maju yang terikat pengetahuan kebidanan dengan tujuan

utama meningkatkan perawatan untuk ibu dan bayi '(Silverton, 2003).

EBM mengakui nilai yang berbeda jenis bukti harus berkontribusi pada

praktek dan profesi kebidanan. Jurnal kualitatif mencakup aktif serta sebagai

penelitian kuantitatif, analisis filosofis dan konsep serta tinjauan pustaka

terstruktur, tinjauan sistematis, kohort studi, terstruktur, logis dan transparan,

sehingga bidan benar dapat menilai arti dan implikasi untuk praktek, pendidikan

dan penelitian lebih lanjut.

4
2.1.2 Asuhan Persalinan Normal

Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang

terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan

presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik

pada ibu maupun pada janin (Saifuddin,10)

Sedangkan persalinan normal menurut WHO adalah persalinan yang

dimulai secara spontan, beresiko rendah pada awal persalinan dan tetap demikian

selama proses persalinan. Bayi dilahirkan secara spontan dalam presentasi

belakang kepala pada usia kehamilan antara 37 hingga 42 minggu lengkap.

Setelah persalinan ibu maupun bayi berada dalam kondisi sehat.

Di dalam asuhan Persalinan terdapat 5 (lima) aspek disebut juga sebagai 5

(lima) benang merah yang perlu mendapatkan perhatian, ke 5 aspek tersebut yaitu:

1. Aspek Pemecahan Masalah yang diperlukan untuk menentukan

Pengambilan Keputusan Klinik (Clinical Decision Making).

2. Aspek Sayang Ibu yang Berarti sayang Bayi

3. Aspek Pencegahan Infeksi

4. Aspek Pencatatan (Dokumentasi)

5. Aspek Rujukan

5
BAB III

TINJAUAN KASUS

3.1 Evidance Based Ibu Bersalin Kala I

Memberikan asuhan sayang ibu:

Persalinan adalah saat yang menegangkan dan menggugah emosi ibu dan

keluarganya, malahan dapat pula menjadi saat yang menyakitkan dan menakutkan

bagi ibu. Untuk meringankan kondisi tersebut, pastikan bahwa setiap ibu akan

mendapatkan asuhan sayang ibu selama persalinan dan kelahiran. Kaji prinsip-

prinsip umum asuhan sayang ibu yang dijelaskan secara khusus :

a. Sapa ibu dengan ramah dan sopan, bersikap dan bertindak dengan

tenang dan berikan dukungan penuh selama persalinan dan kelahiran

bayi

b. Jawab setiap pertanyaan yang diajukan oleh ibu atau anggota

keluarganya.

c. Anjurkan suami dan anggota keluarga ibu untuk hadir dan memberikan

dukungannya.

d. Waspadai tanda penyulit selama persalinan dan lakukan tindakan yang

sesuai jika diperlukan.

e. Siap dengan rencana rujukan.

Asuhan sayang ibu selama persalinan termasuk :

1. Memberikan dukungan emosional.

2. Membantu pengaturan posisi.

6
3. Memberikan cairan dan nutrisi.

4. Keleluasaan untuk ke kamar mandi secara teratur.

5. Pencegahan infeksi.

1. Dukungan emosional

Dukung dan anjurkan suami dan anggota keluarga yang lain untuk

mendampingi ibu Selama persalinan dan kelahiran. Anjurkan mereka

untuk berperan aktif dalam mendukung dan mengenali langkah-langkah

yang mungkin akan sangat membantu kenyamanan ibu. Hargai keinginan

ibu untuk didampingi oleh teman atau saudara yang khusus (Rukiyah,

2002). Bekerjasama dengan anggota keluarga untuk :

a. Mengucapkan kata-kata yang membesarkan hati dan pujian kepada

ibu.

b. Membantu ibu bernapas pada saat kontraksi.

c. Memijat punggung, kaki atau kepala ibu dan tindakan-tindakan

bermanfaat lainnya.

d. Menyeka muka ibu dengan lembut, menggunakan kain yang dibasahi

air hangat atau dingin.

e. Menciptakan suasana kekeluargaan dan rasa aman.

2. Mengatur posisi

Anjurkan ibu untuk mencoba posisi-posisi yang nyaman selama

persalinan dan kelahiran. Anjurkan pula suami dan pendamping laihnya

untuk membantu ibu berganti posisi. Ibu boleh berjalan. berdiri, duduk,

jongkok, berbaring miring atau rnerangkak. Posisi tegak seperti berjalan,

7
berdiri atau jongkok dapat membantu turunnya kepala bayi dan seringkali

mempersingkat waktu persalinan. Bantu ibu untuk sering berganti posisi

selama persalinan. Jangan membuat ibu dalam posisi telentang,

beritahukan agar ia tidak mengambil posisi tersebut.

Alasan:Jika ibu berbaring telentang, berat uterus dan isinya

janin, cairan ketuban, plasenta, dll) akan menekan vena cava inferior.

Hal ini menyebabkan turunnya aliran darah dan sirkulasi ibu ke plasenta.

Kondisi seperti ini, akan menyebabkan hipoksia/ kekurangan oksigen

pada janin. Posisi telentang juga akan memperlambat kemajuan

persalinan (Enkiri, et aI, 2000).

3. Pemberian cairan dan nutrisi

Anjurkan ibu untuk mendapat asupan (makanan ringan dan rninum

air) selama persalinan dan kelahiran bayi. Sebagian ibu masih ingin makan

selama fase laten persalinan, tapi setelah memasuki fase aktif, mereka

hanya menginginkan cairan saja. Anjurkan anggota keluarga menawarkan

ibu minum sesering mungkin dan makanan ringan selarna persalinan.

Alasan:Makanan ringan dan cairan yang cukup selaina

persalinan akan niemberikan le bih banyak energi dan rnencegah

dehidrasi. Dehidrasi bisa meinperlambat kontraksi dan/atau membuat

kontraksi menjadi tidak teratur dan kurang efektif

4. Kamar mandi

Anjurkan ibu untuk mengosongkan kandung kemihnya secara rutin

selama persalinan. Ibu harus berkemih paling sedikit setiap 2 jam, atau

lebih sering jika terasa ingin berkemih atau jika kandung kemih dirasakan

8
penuh. Periksa kandung kemih pada saat akan memeriksa denyut jantung

janin (lihat/palpasi tepat di atas simfisis pubis untuk mengetahui apakah

kandung kemih penuh). Anjurkan dan antarkan ibu untuk berkeniih di

kamar mandi. Jika ibu tidak dapat berjalan ke kamar mandi, berikan

wadah penampung urin.

Alasan: Kandung kernih yang penuh akan :

1. Memperlambat turunnya bagian terbawah janin dan mungkin

menyebabkan partus macet.

2. Menyebabkan ibu tidak nyanlan.

3. Meningkatkan risiko perdarahan pascapersalinan yang disebabkan

atonia uteri.

4. Mengganggu penatalaksanaan distosia bahu.

5. Meningkatkan risiko infeksi saluran kemih pascapersalinan.

Selama persalinan berlangsung, tidak dianjurkan untuk melakukan

kateterisasi kandung kemih secara rutin. Kateterisasi kandung kemih hanya

dilakukan jika kandung kemih penuh dan ibu tidak dapat berkemih sendiri.

Alasan: Kateterisasi menimbulkan rasa sakit, meningkatkan risiko infeksi

dan perlukan saluran kemih ibu.

Anjurkan ibu untuk buang air besar jika perlu. Jika ibu merasa ingin buang

air besar saat persalinan aktif, lakukan periksa dalam untuk memastikan bahwa

apa yang dirasakan ibu bukan disebabkan oleh tekanan kepala bayi pada rektum.

Jika ibu belum siap melahirkan, perbolehkan ibu untuk ke kamar mandi.

9
Jangan melakukan klisma secara rutin selama persalinan. Klisma tidak

akan memperpendek waktu persalinan, menurunkan angka infeksi bayi baru lahir

atau infeksi luka pas capersalinan, malahan akan meningkatkan jumlah tinja yang

keluar selama kala dua persalinan (Enkiri, et al, 2000).

5. Pencegahan infeksi

Menjaga lingkungan yang bersih merupakan hal penting dalam

mewujudkan kelahiran yang bersih dan aman bagi ibu dan bayinya (lihat Bab 1).

Hal ini tergolong dalam unsur esensial asuhan sayang ibu. Kepatuhan dalam

menjalankan praktek-praktek pencegahan infeksi yang baik juga akan melindungi

penolong persalinan dan keluarga ibu dan infeksi. Ikuti praktek-praktek

pencegahan infeksi yang sudah ditetapkan, ketika mempersiapkan persalinan dan

kelahiran. Anjurkan ibu untuk mandi pada awal persalinan dan pastikan bahwa ibu

memakai pakaian yang bersih. Mencuci tangan sesering mungkin. menggunakan

peralatan steril atau disinfeksi tingkat tinggi dan sarung tangan pada saat

diperlukan. Anjurkan anggota keluarga untuk mencuci tangan mereka sebelum

dan setelah melakukan kontak dengan ibu dan/atau bayi baru lahir.

Alasan: Pencegalian infeksi sangat penting dalam menurunkan kesakitan

dan kematian ibu dan bayi baru lahir. Upaya dan keterampilan dalam

melaksanakan prosedur pencegahan infeksi yang baik, akan melindungi penolong

persalinan terhadap risiko infeksi.

10
3.2Evidance Based Ibu Bersalin Kala II

Pada proses persalinan kala II ini ternyata ada beberapa hal yang

dahulunya kita lakukan ternyata setelah di lakukan penelitian ternyata tidak

bermanfaat atau bahkan dapat merugikan pasien.

Adapun hal hal yang tidak bermanfaat pada kala II persalinan

berdasarkan EBM adalah :

1. Asuhan sayang ibu

Sebelum EBM : Ibu bersalin dilarang untuk makan dan minum bahkan untuk

mebersihkan dirinya

Setelah EBM : Ibu bebas melakukan aktifitas apapun yang mereka sukai.

Asuhan sayang ibu adalah asuhan dengan prinsip saling menghargai

budaya, kepercayaan dan keinginan sang ibu. Sehingga saat penting sekali

diperhatikan pada saat seorang ibuakan bersalin.

Adapun asuhan sayang ibu berdasarkan EBM yang dapat meningkatkan

tingkat kenyamanan seorang ibu bersalin antara lain :Ibu tetap di perbolehkan

makan dan minum karenan berdasarkan EBM diperleh kesimpulan bahwa :

- Pada saat bersalin ibu mebutuhkan energy yang besar, oleh karena itu

jika ibu tidak makan dan minum untuk beberapa waktu atau ibu yang mengalami

kekurangan gizi dalam proses persalinan akan cepat mengalami kelelahan

fisiologis, dehidrasi dan ketosis yang dapat menyebabkan gawat janin.

- Ibu bersalin kecil kemungkinan menjalani anastesi umum, jadi tidak ada

alasan untuk melarang makan dan minum.

- Efek mengurangi/mencegah makan dan minum mengakibatkan

pembentukkan glukosa intravena yang telah dibuktikan dapat berakibat negative

11
terhadap janin dan bayi baru lahir oleh karena itu ibu bersalin tetap boleh makan

dan minum. Ha ini berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Larence 1982,

Tamow-mordi Starw dkk 1981, Ruter Spence dkk 1980, Lucas 1980.

2. Pengaturan posisi persalinan

Sebelum EBM: Ibu hanya boleh bersalin dengan posisi telentang

Setalah EBM : Ibu bebas untuk memilih posisi yang mereka inginkan

Pada saat proses persalinan akan berlangsung, ibu biasanya di anjurkan

untuk mulai mengatur posisi telentang / litotomi. Tetapi berdasarkan penelitian

yang telah dilakukan ternyata posisi telentang ini tidak boleh dilakukan lagi secara

rutin pada proses persalinan, hal ini dikarenankan :

- Bahwa posisi telentang pada proses persalinan dapat mengakibatkan

berkurangnya aliran darah ibu ke janin.

- Posisi telentang dapat berbahaya bagi ibu dan janin , selain itu posisi

telentang juga mengalami konntraksi lebih nyeri, lebih lama, trauma

perineum yang lebih besar.

- Posisi telentang/litotomi juga dapat menyebabkan kesulitan penurunan

bagian bawah janin.

- Posisi telentang bisa menyebabkan hipotensi karena bobot uterus dan

isinya akan menekan aorta, vena kafa inferior serta pembluh-pembuluh

lain dalam vena tersebut. Hipotensi ini bisa menyebabkan ibu pingsan dan

seterusnya bisa mengarah ke anoreksia janin.

- Posisi litotomi bisa menyebabkan kerusakan pada syaraf di kaki dan di

punggung dan aka nada rasa sakit yang lebih banyak di daerah punggung

pada masa post partum (nifas).

12
Adapun posisi yang dianjurkan pada proses persalinan antara lain posisi

setengah duduk, berbaring miring, berlutut dan merangkak. Hal ini berdasarkan

penelitian yang dilakukan oleh Bhardwaj, Kakade alai 1995, Nikodeinn 1995, dan

Gardosi 1989. Karenan posisi ini mempunyai kelebihan sebagai barikut :

a. Posisi tegak dilaporkan mengalami lebih sedikit rasa tak nyaman dan

nyeri.

b. Posisi tegak dapat membantu proses persalinan kala II yang lebih

seingkat.

c. Posisi tegak membuat ibu lebih mudah mengeran, peluang lahir spontan

lebih besar, dan robekan perineal dan vagina lebih sedikit.

d. Pada posisi jongkok berdasarkan bukti radiologis dapat menyebabkan

terjadinya peregangan bagian bawah simfisis pubis akibat berat badan

sehingga mengakibatkan 28% terjadinya perluasan pintu panggul.

e. Posisi tegak dalam persalinan memiliki hasil persalinan yang lebih baik

dan bayi baru lahir memiliki nilai apgar yang lebih baik.

f. Posisi berlutut dapat mengurangi rasa sakit, dan membantu bayi dalam

mengadakan posisi rotasi yang diharapkan (ubun-ubun kecil depan) dan

juga mengurangi keluhan haemoroid.

g. Posisi jongkok atau berdiri memudahkan dalam pengosongan kandung

kemih. Karena kandung kemih yang penuh akan memperlambat proses

penurunan bagian bawah janin.

h. Posisi berjalan, berdiri dan bersandar efektif dalam membantu stimulasi

kontraksi uterus serta dapat memanfatkan gaya gravitasi.

13
Oleh karena itu sebaiknya sebelum bidan hendak menolong persalinan

sebaiknya melakukan hal hal sebagai berikut

a. Menjelaskan kepada ibu bersalin dan pendamping tentang kekurangan

dan kelebihan berbagai posisi pada saat persalinan.

b. Memberikan kesempatan pada ibu memilih sendiri posisi yang

dirasakan nyaman.

c. Mebicarakan tentang posisi-posisi pada ibu semasa kunjungan

kehamilan.

d. Memperagakan tekhnik dan metode berbagai posisi kepada ibu sebelum

memasuki kala II.

e. Mendukung ibu tentang posisi yang dipilihnya.

f. Mengajak semua petugas untuk meninggalkan posisi litotomi.

g.Menyediakan meja bersalin/tempat tidur yang memberi kebebasan

menggunakan berbagai posisi dan mudah dibersihkan.

3. Pendamping Persalinan

Sebelum EBM : Ibu tidak boleh didampingi

Sesudah EBM : Ibu boleh didampingi Suami atau keluarga

Asuhan sayang ibu adalah asuhan dengan prinsip saling menghargai

budaya, kepercayaan dan keinginan sang ibu. Dimana dengan asuhan sayang ibu

ini kita dapat membantu ibu merasakan kenyamanan dan keamanan dalam

menghadapi proses persalinan. Salah satu hal yang dapat membentu proses

kelancaran persalinan adalah hadirnya seorang pendamping saat proses persalinan

ini berlangsung. Karena berdasarkan penelitian keuntungan hadirnya seorang

pendamping pada proses persalinan adalah :

14
- Pendamping persalinan dapat meberikan dukungan baik secara

emosional maupun pisik kepada ibu selama proses persalinan.

- Kehadiran suami juga merupakan dukungan moral karena pada saat ini

ibu sedang mengalami stress yang sangat berat tapi dengan kehadiran

suami ibu dapat merasa sedikit rileks karena merasa ia tidak perlu

menghadapi ini semua seorang diri.

- Pendamping persalinan juga dapat ikut terlibat langsung dalam

memberikan asuhan misalnya ikut membantu ibu dalam mengubah posisi

sesuai dengan tingkat kenyamanannya masing masing, membantu

memberikan makan dan minum.

- Pendamping persalinan juga dapat menjadi sumber pemberi semangat

dan dorongan kepada ibu selama proses persalinan sampai dengan

kelahiran bayi.

- Dengan adanya pendamping persalinan ibu merasa lebih aman dan

nyaman karena merasa lebih diperhatikan oleh orang yang mereka

sayangi.

- Ibu yang memperoleh dukungan emosional selama persalinan akan

mengalami waktu persalinan yang lebih singkat, intervensi yang lebih

sedikit, sehingga hasil persalinan akan lebih baik.

4. Menahan nafas saat mengeran

Sebelum EBM : Ibu harus menahan nafas pada saat mengeran

Sesudah EBM : Ibu boleh bernafas seperti biasa pada saat mengeran

Pada saat proses persalinan sedang berlangsung bidan sering sekali

menganjurkan pasien untuk menahan nafas pada saat akan mengeran dengan

15
alasan agar tenaga ibu untuk mengeluarkan bayi lebih besar sehingga proses

pengeluaran bayi pun enjadi lebih cepat. Padahal berdasarkan penelitian tindakan

untuk menahan nafas pada saat mengeran ini tidak dianjurkan karena :

a. Menafas nafas pada saat mengeran tidak menyebabkan kala II menjadi

singkat.

b.Ibu yang mengeran dengan menahan nafas cenderung mengeran hanya

sebentar.

c. Selain itu membiarkan ibu bersalin bernafas dan mengeran pada saat ibu

merasakan dorongan akan lebih baik dan lebih singkat.

5. Tindakan epsiotomi

Sebelum EBM : Bidan rutin melakukan episiotomy pada persalinan

Sesudah EBM : Hanya dilakukan pada saat tertentu saja

Tindakan episiotomi pada proses persalinan sangat rutin dilakukan

terutama pada primigravida. Padahal berdasarkan penelitian tindakan rutin ini

tidak boleh dilakukan secara rutin pada proses persalinan karena :

a. Episiotomi dapat menyebabkan perdarahan karena episiotomy yang

dilakukan terlalu dini, yaitu pada saat kepala janin belum menekan

perineum akan mengakibatkan perdarahan yang banyak bagi ibu. Ini

merupakan perdarahan yang tidak perlu.

b. Episiotomi dapat enjadi pemacu terjadinya infeksi pada ibu. Karena

luka episiotomi dapat enjadi pemicu terjadinya infeksi, apalagi jika status

gizi dan kesehatan ibu kurang baik.

c. Episiotomi dapat menyebabkan rasa nyeri yang hebat pada ibu.

16
d. Episiotomi dapat menyebabkan laserasi vagina yang dapat meluas

menjadi derajat tiga dan empat.

e. Luka episiotomi membutuhkan waktu sembuh yang lebih lama.

Karena hal hal di atas maka tindakan episiotomy tidak diperbolehkan

lagi. Tapi ada juga indikasi yang memperbolehkan tindakan epsiotomi pada saat

persalinan. Antara lain indikasinya adalah :

a. Bayi berukuran besar

Jika berat janin diperkirakan mencapai 4Kg, maka hal ini dapat menjadi

indikasi dilakukannya episiotomy. Tapi asalkan pinggul ibu luas karena jika tidak

maka sebaiknya ibu dianjurkan untuk melakukan SC saja untuk enghindari factor

resiko yang lainnya.

b. Perineum sangat kaku

Tidak semua persalinan anak pertama dibarengi dengan perineum yang

kaku. Tetapi bila perineum sangat kaku dan proses persalinan berlangsung lama

dan sulit maka perlu dilakukan episiotomi.

c. Perineum pendek

Jarak perineum yang sempit boleh menjadi pertimbangan untuk dilakukan

episiotomi, Apalagi jika diperkirakan bayinya besar. Hal ini meningkatkan

kemungkinan terjadinya cedera pada anus akibat robekan yang melebar ke bawah.

d. Persalinan dengan alat bantu atau sungsang

Episiotomi boleh dilakukan jika persalinan menggunakan alat bantu

seperti forcep dan vakum. Hal ini bertujuan untuk membantu mempermudah

melakukan tindakan. Jalan lahir semakin lebar sehingga memperkecil resiko

17
terjadinya cideraakibat penggunaan alat bantu tersebut. Begitu pula pada

persalinan sungsang.

6. Vaginal Birth After Cesarean (VBAC)

Sebelum EBM : tahun 1916, Cragin berkata : sekali SC akan selalu SC

Setelah EBM : tahun 1988, kelahiran Sc meningkat menjadi 25% dari kurang 5%

pada tahun 1970 diakibatkan majunya teknik operasi dan anstesi, sedangkan

VBAC hanya 3%. Banyak peneliti melaporkan keamanan VBAC percobaan

persalinan setelah Sc (Trials of Labor After Cesareans). Semenjak itulah

kepercayaan diri mulai tumbuh karena banyaknya bukti yang dikumpulkan

dengan hasil yang baik. Keberhasilan VBAC bervariasi dari 50% sampai 80% dan

tergantung pada pengetahuan serta sikap dari penyedia dan pengguna layanan

kesehatan.

Kriteria dapat dilakukan VBAC :

a. Satu atau dua riwayat kelahiran SC dengan irisan transversal rendah

(bikini cut)

b. Pelvis adekuat secara klinis

c. Tidak ada jaringan parut uterus yang lain atau riwayat ruptur uteri

d. terdapat dokter yang mengawasi selama fase aktif dan kesiapan SC

emergensi serta adanya ahli anastesi

Keuntungan VBAC :

a Mencegah kematian ibu (resiko 2-4 kali dengan SC)

e. Mencegah infeksi

f. Mencegah kehilangan darah

g. Mencegah trauma saluran kemih (3x)

18
h. Lebih murah

i. Lama tinggal dirumah sakit lebih singkat

j. Kurang nyeri setelah persalinan

k. Terhindar dari masalah emosional : sebagai wanita tidak mampu

melahirkan bayi secara alami

l. Ibu dapat langsung menyusui bayinya.

Kontra Indikasi VBAC :

a Pasien dengan resiko tinggi ruptur uteri

m. Irisan Klasik, T terbalik atau operasi transfundal yang lain

n. Histerotomi sebelumnya

o. Miomektomi sebelumnya

p. Plasenta previa, letak lintang atau kontra indikasi persalinan yang lain

q. Tidak mampu melaksanakan Sc emergensi

7. Pemasangan Balon Kateter pada Perdarahan Post Partum (Post Partum

Hemorage)

Perdarahan Post Partum, dapat ditangani menjadi dua bagian, yaitu

suportif dengan perbaikan keadaan umum, penambahan cairan, darah serta

komponen-komponennya. Yang kedua adalah penanganan kausatif, yaitu

melakukan identifikasi penyebab perdarahan dan usaha untuk menghentikannya.

Ada beberapa cara untuk menghentikan perdarahan yaitu, pertama: pemberian

uterotonika dengan oksitosin, metil ergometrin atau prostaglandin. Kedua:

hemostasis secara mekanis dengan manual atau digital plasenta, kuret sisa

plasenta, kompresi manual ataupun packing. Ketiga: dengan cara pembedahan,

yaitu penjahitan laserasi, ligasi pembuluh darah ataupun dilakukan histerektomi.

19
Perdarahan postpartum / Postpartum Hemorrhage ( PPH ) terjadi karena

adanya perdarahan yang banyak yang pada umumnya berasal dari tempat

implantasi plasenta atau adanya laserasi jalan lahir. Penyebab PPH terbanyak

adalah atonia uteri, kelainan imlantasi plasenta dan laserasi jalan lahir. Pada PPH

yang penting adalah menentukan etiologinya dan memberikan penanganan yang

sesuai.

PPH dapat terjadi langsung yang disebut PPH primer / dini dan dapat pula

terjadi setelah 24 jam kemudian yang disebut PPH sekunder / lambat. Definisi

PPH tergantung dari jenis persalinan yang terjadi. Pada persalinan pervaginam,

PPH didefinisikan sebagai terjadinya perdarahan > 500 cc, sedangkan pada seksio

sesarea sebanyak 1000 cc. PPH seringkali tidak dilaporkan, karena penilaian

jumlah perdarahan cenderung under-estimated, terutama bila keadaan ibu pasca

salin dalam keadaan baik. Karena sukar untuk menilai berapa banyak insidens

PPH yang sebenarnya, American College of Obstetricians and Gynecologist yaitu

menetapkan kriteria penurunan > 10% dari kadar hematokrit sebelum dan sesudah

persalinan. secara garis besar PPH mengenai 4 6% dari seluruh persalinan.

Tujuan utama penanganan PPH adalah (1) mengembalikan volume darah

dan mempertahankan oksigenasi (2) menghentikan perdarahan dengan menangani

penyebab PPH. Idealnya stabilisasi dilakukan lebih dulu sebelum tindakan

definitif dikerjakan, tetapi hal ini kadang-kadang tidak mungkin dikerjakan

sendiri-sendiri melainkan seringkali dikerjakan perbaikan keadaan umum

( resusitasi ) sambil dilakukan tindakan untuk menghentikan perdarahan tersebut.

Pada saat awal resusitasi cairan juga diambil sample darahnya untuk

diperiksakan laboratorium sederhana dahulu, yaitu paling tidak kadar

20
Hemoglobin, Hematokrit, Lekosit, Trombosit, Faal Pembeku Darah atau

dikerjakan pemeriksaan Waktu Pembekuan Darah dan Waktu Perdarahan secara

langsung. Oleh karena penyebab PPH terbanyak adalah karena atonia uteri, maka

langkah pertama dari penanganannya adalah dengan pemijatan uterus, kompresi

bimanual, tampon utero-vaginal, sementara obat uterotonika tetap diberikan. Bila

penanganan dengan non operatif ini tidak berhasil baru dilakukan penanganan

secara operatif secara laparotomi pemakaian metode B-Lynch, pengikatan Arteri

Uterina, Ovarika atau Hipogastrika ( Iliaka Interna ). Bila dengan cara ini juga

belum berhasil menghentikan perdarahan, dilakukan Histerektomi.

Pemberian tampon (packing) uterovagina dengan kassa gulung dapat

merugikan karena memerlukan waktu untuk pemasangannya, dapat menyebabkan

perdarahan yang tersembunyi atau bila ada perembesan berarti banyak darah

yang sudah terserab di tampon tersebut sebelumnya dan dapat menyebabkan

infeksi. Tetapi dapat pula menguntungkan bila dengan tampon tersebut perdarahan

bisa berhenti sehingga tidak diperlukan tindakan operatif atau tampon digunakan

untuk menurunkan perdarahan sementara sambil menunggu penanganan operatif.

Alternatif dari pemberian tampon selain dengan kassa, juga dipakai beberapa cara

yaitu : dengan menggunakan Sengstaken-Blakemore tube, Rusch urologic

hydrostatic balloon catheter (Folley catheter) atau SOS Bakri tamponade balloon

catheter.

Pada tahun 2003 Sayeba Akhter dkk mengajukan alternatif baru dengan

pemasangan kondom yang diikatkan pada kateter. Dari penelitiannya disebutkan

angka keberhasilannya 100% ( 23 berhasil dari 23 PPH ), kondom dilepas 24 48

jam kemudian dan tidak didapatkan komplikasi yang berat. Indikasi pemasangan

21
kondom sebagai tampon tersebut adalah untuk PPH dengan penyebab Atonia

Uteri. Cara ini kemudian disebut dengan Metode Sayeba. Metode ini digunakan

sebagai alternatif penanganan HPP terutama sambil menunggu perbaikan keadaan

umum, atau rujukan.

Cara pemasangan tampon kondom menurut Metode Sayeba adalah secara

aseptik kondom yang telah diikatkan pada kateter dimasukkan kedalam cavum

uteri. Kondom diisi dengan cairan garam fisiologis sebanyak 250-500 cc sesuai

kebutuhan. Dilakukan observasi perdarahan dan pengisian kondom dihentikan

ketika perdarahan sudah berkurang. Untuk menjaga kondom agar tetap di cavum

uteri, dipasang tampon kasa gulung di vagina. Bila perdarahan berlanjut tampon

kassa akan basah dan darah keluar dari introitus vagina. Kontraktilitas uterus

dijaga dengan pemberian drip oksitosin paling tidak sampai dengan 6 jam

kemudian. Diberikan antibiotika tripel, Amoksisilin, Metronidazol dan

Gentamisin. Kondom kateter dilepas 24 48 jam kemudian, pada kasus dengan

perdarahan berat kondom dapat dipertahankan lebih lama.

8. Manajemen nyeri

Nyeri bersalin dapat mempengaruhi ketegangan emosi akibat rasa cemas

sampai rasa takut. Ketidaknyaman yang dialami oleh seorang ibu akan bertambah

ketika rasa takut dan cemas juga ada (McCrea, et al, 2000 dalam Pillitteri, 2003).

Pengalaman nyeri persalinan pada ibu primipara dirasakan sebagai nyeri yang

tidak dapat digambarkan (Meliyana, 2008). Perasaan takut tersebut akan semakin

kembali memperberat persepsi nyeri selama persalinan.

22
Rasa nyeri yang dialami dapat dipersepsikan berbeda oleh setiap ibu.

Sekitar 85%-95% wanita melahirkan melaporkan rasa nyeri yang hebat selama

kala II persalinan akibat dilatasi servik dan penurunan presentasi bayi (Tournaire

& Theau-Yonneau, 2007). Beberapa ibu primipara berpendapat bahwa

pengalaman nyeri dalam persalinan merupakan kodrat alam sebagai manusia

(Meliyana, 2008).

Nyeri selama persalinan secara fisiologis disebabkan oleh dua hal, pada

tahap pertama nyeri disebabkan oleh adanya dilatasi dan pendataran servik, serta

adanya iskemia rahim. Nyeri tahap pertama ditransmisikan melalui segmen saraf

spinalis T11-12 dan saraf-saraf asesoris torakal bawah serta saraf simpatik lumbal

atas, saraf-saraf ini berasal dari korpus uteri dan servik. Nyeri yang timbul pada

tahap dua disebabkan oleh adanya peregangan jaringan perineum, traksi pada

peritoneum dan dorongan utero-servikal pada saat kontraksi, dan adanya kekuatan

ekspulsi atau tekanan dari kandung kemih dan rektum. Impuls nyeri melalui

sakrum 1-4 dan sistem parasimpatik dari jaringan perineal (Bobak, Lowdermilk &

Jensen, 2004).

Tingkat nyeri saat bersalin amat subyektif pada setiap ibu. Menurut

Pilliteri (2003) tingkat nyeri yang dialami tergantung pada harapan ibu dan

persiapan menghadapi persalinan, lama persalinan, posisi bayi dan dukungan dari

orang di sekitar ibu. Tingkat nyeri tidak hanya tergantung dari intensitas his, tetapi

tergantung pula pada kondisi mental ibu, sehingga respon terhadap nyeri yang

ditimbulkan dapat secara fisik maupun secara psikis. Nyeri persalinan dapat

menyebabkan perubahan pada tekanan darah, denyut nadi, pernapasan dan warna

23
kulit ibu. Perubahan ini merupakan perubahan fisiologis akibat respon terhadap

nyeri yang pada akhirnya perubahan tersebut akan menimbulkan peningkatan

curah jantung, peningkatan tekanan darah, peningkatan produksi asam laktat yang

diikuti dengan asidosis dan pengeluaran katekolamin.

Selain itu, nyeri dalam persalinan juga menyebabkan respon psikologis

pada ibu berupa rasa cemas dan gelisah yang semakin mengganggu respon

fisiologis pada organ-organ kardiovaskuler, pernafasan maupun neuroendokrin

(Bobak, Lowdermilk & Jensen, 2004; Winkjosastro, 2006). Selanjutnya

perubahan tersebut akan mengakibatkan penurunan kontraksi uterus sehingga

proses persalinan menjadi lebih lama. Faktor nyeri persalinan merupakan stresor

psikologis yang memicu terjadinya refleks otonom, yang berakibat berkurangnya

sirkulasi uteroplasenta (Mulyata, 2007).

Masalah psikologis menjadi salah satu akibat dari sumber kekhawatiran

ibu. Sumber kekhawatiran ibu adalah bagaimana menganggulangi rasa nyeri dan

melahirkan bayi yang sehat (Rachmawati, 2009). Rasa nyeri dalam proses

persalinan saat ini masih kurang mendapatkan perhatian tenaga kesehatan sebagai

masalah utama. Sebuah studi fenomenologi tentang pengalaman penolong

persalinan terhadap nyeri persalinan pada 2 orang dokter kandungan dan 2 orang

bidan membuktikan hal tersebut. Nyeri persalinan dianggap sebagai keluhan

utama ibu dalam masa persalinan namun bukanlah dianggap suatu masalah yang

memerlukan perhatian tinggi (Rachmawati, 2009).

Pengontrolan nyeri dan pencegahan kecemasan pada persalinan telah

menjadi salah satu fokus dan tujuan bagi perawat maternitas dalam memberikan

24
asuhan keperawatan terhadap ibu agar dapat bersalin dengan nyaman dan sehat.

Salah satu metode yang dapat digunakan adalah metode nonfarmakologi

dalam manajemen nyeri. Metode ini sangat sesuai bagi perawat dari aspek legal

etik kewenangan perawat dan dapat menjadi metoda alternatif yang dipilih oleh

banyak ibu. Metode ini pada umumnya didasari oleh konsep teori Gate Control

bahwa distraksi dapat efektif dalam mencegah otak untuk memproses sensasi

nyeri ke dalam korteks (Pillitteri, 2003). Metode nonfarmakologi dalam mengatasi

nyeri meliputi berbagai macam tekhnik yang ditunjukkan tidak hanya pada sensasi

fisik dari nyeri tetapi juga untuk mencegah kecemasan dengan meningkatkan

komponen psiko-emosional dan spiritual (Tournaire, Theau- Yonneau, 2007).

Metode nonfarmakologik untuk menurunkan nyeri tidak berpotensi

menimbulkan efek bahaya bagi ibu dan bayi. Beberapa manfaat tekhnik

nonfarmakologis selain menurunkan nyeri persalinan juga mempunyai sifat non-

invasif, sederhana, efektif, dan tanpa efek yang membahayakan. Metode

farmakologis dalam persalinan umumnya ditemukan di lapangan lebih efektif

dalam penurunan nyeri daripada metode nonfarmakologis, meskipun demikian

metoda tersebut tetap lebih mahal dan juga menimbulkan efek bahaya. Metode

nonfarmakologis selain lebih murah, aman, tanpa efek samping juga tidak

membutuhkan waktu dan tenaga khusus seperti pada manajemen farmakologis

(Bobak, Lowdermilk & Jensen, 2004).

Beberapa metode nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri saat persalinan

antara lain: kompres hangat dan dingin, hidroterapi jet, akupunktur, akupressur,

effllurage dan tekanan pada sakrum, stimulasi syaraf, TENS (Transcutaneus

25
Electrical Nerve Stimulation), hipnosis, yoga, biofeedback, relaksasi dengan

bantuan imajiner, musik, visualisasi, mandi dan berendam di air hangat, suasana

tenang dengan cahaya redup dan aromaterapi.

a. Hypnobirhting

Hypnobirhting merupakan salah satu terapi kolaboratif modulasi

psikologis selain relaksasi, guided imagery dan psikoprofilaksis dalam mengatasi

nyeri persalinan dengan melibatkan relaksasi yang mendalam, pola pernapasan

lambat, dan petunjuk cara melepaskan endorphin (relaksan alami tubuh) dari

dalam tubuh. Jika diterjemahkan secara langsung hypnobirthing berarti proses

melahirkan dengan hypnosis, dan ibu sepenuhnya sadar dan menikmati proses

persalinan. Metode ini berakar pada ilmu hypnosis dengan metode pendekatan

kejiwaan yang memberi kesempatan kepada wanita untuk berkonsentrasi, fokus,

dan rileks, sehingga metode ini lebih mengacu pada hypnoterapi, yakni latihan

penanaman sugesti positif ke alam bawah sadar oleh ibu. Hal ini mendukung alam

sadarnya yang mengendalikan tindakannya dalam menjalani proses persalinan

(Mongan, 2007 dalam Batbual, 2010).

Hypnobirthing mampu memberikan banyak manfaat bagi ibu maupun bagi

janin. Batbual (2010) menemukan beberapa manfaat hypnobirthing berdasarkan

berbagai penelitian yang dilakukan (evidence based), diantaranya adalah dapat

meminimalkan dan bahkan menghilangkan rasa takut, ketegangan, sindrom rasa

sakit dan kepanikan selama proses persalinan dan periode setelahnya sehingga

tidak menjadi trauma. Metode ini juga dapat meminimalkan dan bahkan

menghilangkan keinginan untuk menggunakan obat-obatan penghilang rasa sakit

26
saat bersalin, mempersingkat fase awal proses persalinan, menghilangkan

keletihan yang amat sangat sehingga setelah proses persalinan ibu tetap bertenaga.

Disamping itu, hypnobirthing dapat mempererat ikatan batin ibu terhadap

bayi juga suami dan mengurangi masalah menyusui pada ibu. Manfaat lain yang

lebih spesifik berkaitan dengan penyebab kematian bayi adalah dapat mencegah

terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir dan mencegah persalinan prematur.

b. Birthing Ball dan Pelvic Rocking

Dalam proses persalinan (kala I) kita bisa menggunakan bola dalam

berbagai posisi, misalnya : duduk diatas bola sambil mendorong melakukan

ayunan atau gerakan memutar panggul, hal ini dapat membantu :

a. Kontraksi uterus lebih efektif dalam membawa bayi melalui pinggul jika

posisi ibu bersalin tegak dan bisa bersandar kedepan.

b. Tekanan dari kepala bayi pada leher rahim tetap konstan ketika posisi ibu

bersalin diposisikan tegak sehingga dilatasi servik dapat terjadi lebih

cepat.

c. Ligamentum atau otot disekitar panggul lebih relaks

d. Bidang luas panggul lebih besar sehingga memudahkan kepala bayi turun

kedasar panggul.

c. Endorphin Massage

Endorfin (endorphine) berasal dari kata endogenous dan morphine

yang merupakan molekul protein yang diproduksi sel-sel dari saraf dan beberapa

27
bagian tubuh yang berguna untuk bekerja sama reseptor sedatif untuk mengurangi

rasa sakit. Reseptor analgesik ini diproduksi di sumsum tulang belakang (spinal

cord) dan ujung saraf.

Dalam dunia kebidanan, Constance Palinsky mengembangkan Endorphin

Massage (pijat endorfin) sebagai teknik sentuhan ringan selama melakukan riset

tentang mengelola rasa sakit dan relaksasi. Teknik ini bisa dipakai untuk

mengurangi perasaan tidak nyaman selama proses persalinan dan meningkatkan

relaksasi dengan memicu perasaan nyaman melalui permukaan kulit. Teknik

sentuhan ringan ini dapat menormalkan denyut jantung dan tekanan darah.

d. Water Birth

Water Birth adalah proses persalinan yang dilakukan didalam air. Pada

persalinan ini, ibu yang akan melakukan proses persalinan memasuki air kolam

saat servik sudah tahap pembukaan 5 atau lebih (fase aktif).

Tujuan Water Birth :

a. Mempermudah adaptasi bayi dari rahim ibu (yang berisi air ketuban)

kedunia luar.

e. Suatu metode persalinan yang aman bagi kesehatan ibu dan bayi, pada

janin normal dengan presentasi belakang kepala.

f. Water birth menjadi lebih populer dikalangan ibu dan bidan karena

adanya kemampuan air untuk mengapungkan ibu dalam kolam dan pada

28
penanganan nyeri penggunaan air hangat untuk persalinan alamiah

bersifat tidak invasif, efektif dan aman.

Mitos dan Fakta seputar Water Birth

Mitos : Water birth dapat mengurangi keseluruhan nyeri pada persalinan, namun

menyebabkan pemanjangan fase-fase persalinan.

Fakta : Water Birth merupakan persalinan alamiah dan tidak sepenuhnya

mengurangi nyeri kontraksi. namun, banyak wanita merasakan pengurangan nyeri

sewaktu berada dalam air, berendam dalam air hangat dan mengapung.

Mitos : water birth menyebabkan resiko infeksi oleh karena berendam dalam air

yang tidak steril dan ibu dapat mengeluarkan kotoran saat mengejan dalam air.

Fakta : Kelahiran tersebut dan diri kita sendiri tidak steril, air juga tidak dapat

masuk ke vagina bagian dalam, bahkan ke servik maupun uterus.

Mitos : Bayi akan tenggelam, lahir dengan lilitan tali pusat dileher atau tidak

menangis.

Fakta : Bayi tidak akan bernafas sampai kontak dengan udara, dari lingkungan

berair ke tidak berair, dan perubahan temperatur secara tiba-tiba dan paparan

udara menyebabkab paru-paru bayi mendatar dan akan mengambil nafas yang

pertama kalinya. Bayi akan segera diangkat ke permukaan air ketika badannya

lahir.

29
e. Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS)

TENS tidak efektif pada fase aktif saat kontraksi makin kuat, makin sering

dan makin lama. Cara kerjanya detempelkan dipunggung dan dihubungkan

dengan kabel stimulator bertenaga baterai kecil. TENS bekerja merangsang tubuh

untuk memproduksi endorpin dan mengurangi jumlah sinyal rasa nyeri yang

dikirim oleh saraf tulang belakan ke otak.

f. Hidroterapi (berada di air)

Air dapat membantu agar santai dan membuat kontraksi kurang

menyakitkan. Air diatur suhunya agar terasa nyaman, tidak lebih dari 37 derajat

dan suhu tubuh pasien selalu dipantau.

9. Persalinan Maryam.

Nyeri persalinan memiliki perbedaan dengan nyeri yang lainnya dalam

beberapa aspek (Burrough, 2000). Pertama, nyeri persalinan merupakan bagian

yang normal dari proses melahirkan, sedangkan pada nyeri lain sebagai tanda

adanya penyakit atau luka. Kedua wanita hamil memiliki beberapa waktu untuk

persiapan menghadapi persalinan. Ketiga, nyeri persalinan memiliki akhir yang

dapat diprediksi. Keempat, nyeri persalinan tidak konstan tetapi hilang timbul

(intermiten). Beratnya nyeri persalinan telah tergambar dalam Al-quran dalam

surah maryam : Maka rasa sakit akan melahirkan anak memaksa ia (bersandar)

pada pangkal pohon kurma, ia berkata, aduhai, alangkah baiknya aku mati

sebelum ini,dan aku menjadi sesuatu yang tidak berarti lagi di lupakan (Qs.

Maryam, 19:23).

30
Menurut Elvoski, menyatakan bahwa sekitar 90 % wanita mengalami

nyeri saat proses melahirkan dan hanya 4-7 % wanita yang tidak mengalami nyeri

saat melahirkan (Cit, Muhiman 2006, Cit Hartati, 2008). Peneliti telah melakukan

studi pendahuluan dengan melakukan interview terhadap 10 ibu pernah

melahirkan dan didapatkan data bahwa 7 ibu menyatakan nyeri ketika persalinan,

sedangkan 3 diantaranya tidak merasakan nyeri. Relaksasi dengan mendengarkan

Alquran merupakan salah satu metode terapi Nonfarmakologis yang dapat

mengurangi nyeri dan juga dapat memberikan ketenangan jiwa, karena

ketenangan jiwa dapat menginduksi hormon endorphin dan mereduksi hormon-

hormon yang mengakibatkan vasokontriksi pembuluh dan spasme darah ibu.

Selain itu ketenangan jiwa juga dapat meningkatkan oksigenasi (Djihan, 2005 cit,

Windiasih, 2007).

Pengaruh alquran dapat memberikan ralaksasi dan ketenangan jiwa tersirat

dalam firman Allah: Allah telah menurunkan perkataan yang paiing baik (yaitu)

Alquran yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar

karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi

tenang kulit dan hati mereka diwaktu mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah,

dengan kitab itu Dia menunjuk siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barang siapa

yang disesatkan Allah, maka tidak ada seorang pun pemberi petunjuk bagi

baginya. (QS. Az- Zumar 39:23)

Pada persalinan maryam ini, kurma disebut sebagai the perfect fruit,

berdasarkan Surah Maryam : 23-25, yang berbunyi Maka (Maryam) merasa

sakit untuk melahirkan anak memaksa ia bersandar pada pangkal pohon kurma,

31
dia berkata : Aduhai! Alangkah baiknya aku mati sebelum ini dan aku menjadi

barang yang tidak berarti lagi dilupakan. Maka Jibril menyeru kearahnya dari

tempat yang rendah : Jangan kamu bermuram durja, sesungguhnya Tuhanmu

menjadikan anak sungai dibawahmu dan goyangkanlah pangkal pohon kurma itu

kearahmu, nescaya pohon tersebut akan menggugurkan buah yang mekar

padamu.

Manfaat buah kurma menurut studi di Jordan University :

- Higher mean cervical dilation (3.52 vs 2.02 cm)

- Higher proportion of intact membranes (83% vs 60%)

- Higher rates spontaneous labor (96% vs 79%)

- Less need for prostin / oxytosin (28% vs 47%)

- Shorter first phases of labor (510 min vs 906 min)

Manfaat Sujud dalam sholat (Keajaiban gerakan sholat) :

a. Memperbaiki posisi janin sungsang

b. Memperlancar produksi ASI

c. Memperlancar peredaran darah hingga ke otak

d. Memperlancar penyebaran oksigen dalam tubuh

e. Melancarkan sistem pernafasan

f. Melancarkan sistem saraf

32
g. Rileksasi Panggul

h. Melatih kekuatan kaki

i. Jika bayi sungsang, lakukanlah lima kali dalam sehari (setelah sholat)

minimal 10 menit dalam sekali sujud, sambil berdzikir atau ru yah

mandiri

Duduk Tawarruk

Manfaat duduk Tawarruk :

a. Mencegah munculnya rasa nyeri pada pangkal paha

j. Mengurangi resiko munculnya robekan jalan lahir saat persalinan

k. Menjaga kelenturan dan kekuatan vagina dan perinium

l. Mencegah terjadinya pengapuran tulang

m. Menjaga kekuatan kaki

n. Menjaga kelenturan tiga lubang (anus,vagina dan uretra)

10. Pijat Perineum

Laserasi perineum merupakan robekan yang terjadi pada perineum

sewaktu proses persalinan. Persalinan dengan tindakan seperti ekstraksi forsep,

ekstraksi vakum, versi ekstraksi, kristeller (dorongan pada fundus uteri) dan

episiotomi dapat menyebabkan robekan jalan lahir. Laserasi perineum dapat

diklasifikasikan berdasarkan derajat laserasi yaitu derajat I, derajat II, derajat III

33
dan derajat IV. Perdarahan postpartum sering terjadi pada laserasi perineum

derajat III dan IV.

Laserasi perineum dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor maternal,

faktor janin, dan faktor penolong. Faktor janin meliputi janin besar, posisi

abnormal seperti oksipitoposterior, presentasi muka, presentasi dahi, presentasi

bokong, distosia bahu dan anomali kongenital seperti hidrosefalus. Faktor

penolong meliputi cara memimpin mengejan, cara berkomunikasi dengan ibu,

ketrampilan menahan perineum pada saat ekspulsi kepala, episiotomi dan posisi

meneran. Sedangkan Faktor maternal meliputi primigravida, kelenturan perineum,

odema perineum, kesempitan pintu bawah panggul, kelenturan jalan lahir,

mengejan terlalu kuat, partus presipitatus, persalinan dengan tindakan seperti

ekstraksi vakum, ekstraksi forsep, versi ekstraksi dan embriotomi, varikosa pada

pelvis maupun jaringan parut pada perineum dan vagina.

Perineum, walaupun bukan alat kelamin, namun selalu terlibat dalam

proses persalinan. Apabila perineum cukup lunak dan elastis, maka lahirnya

kepala tidak mengalami kesukaran. Biasanya perineum robek dan paling sering

terjadi ruptur perineumderajat I dan derajat II Error! Reference source not found..

Sedangkan perineum yang kaku dapat menghambat persalinan Kala II yang

meningkatkan resiko kematian bayi dan menyebabkan kerusakan kerusakan

jalan lahir yang luas. Perineum kaku adalah tidak elastisnya lantai falfis dan

struktur sekitarnya yang menempati pintu bawah panggul di sebalah anterior

dibatasi oleh simpisis pubis, disebelah posterior oleh OS cogcigis. Keadaan

demikian dapat dijumpai pada primigravida yang umurnya lebih dari 35 tahun

34
yang lazim disebut primitua. Dengan adanya perineum kaku maka robekan

sewaktu kepala lahir tidak dapat dihindarkan, dengan membuat episiotomi

mediolateral yang cukup luas 5-6 cm ruptur perineum derajat III dan derajat IV

dapat dihindari.

Untuk meminimalkan kejadian laserasi perineum perlu dilakukan

pencegahan salah satunya dengan pemijatan perineum. Pemijatan perineum adalah

salah satu cara yang paling kuno dan paling pasti untuk meningkatkan kesehatan,

aliran darah, elastisitas, dan relaksasi otot-otot dasar panggul . Pemijatan

perineum adalah teknik memijat perineum pada saat hamil dengan usia Kehamilan

>34 minggu atau 6 minggu sebelum persalinan. Pemijatan perineum dapat

meningkatkan elastisitas perineum. Manfaat pemijatan perineum adalah perineum

tidak ruptur baik spontan maupun episiotomy, bila sampai ruptur perineum tidak

sampai melebihi derajat 2 (selaput lendir vagina, kulit perineum dan otot

perineum).

Pemijatan perineum membantu menyiapkan mental ibu pada saat

dilakukan pemeriksaan dalam (VT) dan mempersiapkan jaringan perineum

menghadapi situasi saat proses persalinan terutama pada saat kepala janin

crowning perineum lebih rileks (Beckmann and Andrea J, 2006). Jika sampai

terjadi ruptur perineum, pemijatan perineum dapat mempercepat proses

penyembuhan perineum. Penelitian yang diterbitkan di Amerika Journal

Obstetrician and Gynecology menyimpulkan bahwa pemijatan perineum selama

kehamilan dapat melindungi fungsi perineum paling tidak dalam 3 bulan

pascamelahirkan.

35
The Cochrane Review merekomendasikan bahwa pemijatan perineum ini

harus selalu dijelaskan pada ibu hamil agar mereka mengetahui keuntungan dari

pemijatan perineum ini. Pemijatan perineum ini sangat aman dan tidak berbahaya

Error! Reference source not found.. Namun Ibu hamil dengan infeksi herpes aktif

di daerah vagina, infeksi saluran kemih, infeksi jamur, atau infeksi menular yang

dapat menyebar dengan kontak langsung dan memperparah penyebaran infeksi,

tidak dianjurkan melakukan pemijatan perineum. Manfaat pemijatan perineum

yang dapat membantu melunakkan jaringan perineum sehingga jaringan tersebut

akan membuka tanpa resistensi saat persalinan, untuk mempermudah lewatnya

bayi. Pemijatan perineum ini memungkinkan untuk melahirkan bayi dengan

perineum tetap utuh.

Pemijatan perineum adalah teknik memijat perineum di kala hamil atau

beberapa minggu sebelum melahirkan guna meningkatkan aliran darah ke daerah

ini dan meningkatkan elastisitas perineum. Peningkatan elastisitas perineum akan

mencegah kejadian robekan perineum maupun episiotomi .

Pemijatan perineum apabila dilakukan selama 6 minggu dan teratur 1 hari

l x lama 5 10 menit, maka kejadian ruptur perineum dapat dihindari. Menurut

Labrecque didukung riset serupa oleh dr. Richard Johanson, MRCOG, dokter

kandungan dari North Staffordshire Maternity Hospital, Inggris. Ia mencatat, ibu-

ibu yang rajin melakukan pemijatan perineum sejak 3 bulan sebelum hari-H

persalinan, terbukti hampir tidak ada yang memerlukan tindakan episiotomi.

Kalaupun terjadi perobekan perineum secara alami, maka luka pulih dengan

cepat .

36
37
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Paradigma baru (aktif) yang disebutkan sebelumnya yang berdasarkan

evidence based terkini, terbukti dapat mencegah atau mengurangi komplikasi

yang sering terjadi. Hal ini memberi manfaat yang nyata dan mampu membantu

upaya penurunan angka kematian ibu dan bayi baru lahir. Karena sebagian besar

persalinan di Indonesia terjadi di desa atau di fasilitas pelayanan kesehatan dasar

dimana tingkat keterampilan petugas dan sarana kesehatan sangat terbatas maka

paradigma aktif menjadi sangat strategis bila dapat diterapkan pada tingkat

tersebut. Jika semua penolong persalinan dilatih agar kompeten untuk melakukan

upaya pencegahan atau deteksi dini secara aktif terhadap berbagai komplikasi

yang mungkin terjadi, memberikan pertolongan secara adekuat dan tepat waktu,

dan melakukan upaya rujukan yang optimal maka semua upaya tersebut dapat

secara bermakna menurunkan jumlah kesakitan atau kematian ibu dan bayi baru

lahir.

4.2 Saran

Diharapkan akan adanya peningkatan jumlah bidan terlibat dalam

penelitian, sehingga pengetahuan berdasar buktipun akan meningkat, mengenai

asuhan kebidanan khususnya dalam memberikan pelayanan kesehatan pada ibu

dan anak dalam upaya penurunan AKI dan AKB.

38
39

Anda mungkin juga menyukai