Anda di halaman 1dari 109

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE LEARNING

TIPE COOPERATIVE INTEGRATED READING AND COMPOSITION (CIRC)

DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN

KEAKTIFAN DAN HASIL BELAJAR POKOK BAHASAN HIMPUNAN

PADA SISWA KELAS VII B SMP NEGERI 4 JUWANA PATI

TAHUN PELAJARAN 2010 / 2011

SKRIPSI
Diajukan Dalam Rangka Penyelesaian Studi Strata 1
Untuk Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Disusun Oleh :

Dessy Puspita Sari

07310101

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

IKIP PGRI SEMARANG

2011

LEMBAR PERSETUJUAN

Kami selaku pembimbing I dan pembimbing II dari mahasiswa IKIP PGRI Semarang:

Nama : Dessy Puspita Sari

NPM : 07310101

Jurusan : Pendidikan Matematika

Judul Skripsi : Penerapan Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe

Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) dengan

Pendekatan Kontekstual Untuk Meningkatkan Keaktifan dan Hasail

Belajar Pokok Bahasan Himpunan Pada Siswa Kelas VII B SMP

Negeri 4 Juwana Pati Tahun Pelajaran 2010/2011.

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang telah dibuat oleh mahasiswa tersebut di atas telah

selesai dan siap untuk diujikan.

Semarang, Mei 2011

Pembimbing I, Pembimbing II

Dra. Intan Indiati, M. Pd. Drs. Sudargo, M. Si.


NIP. 19610429 198603 2 002 NIP. 19601113 199203 1 001

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi berjudul Penerapan Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe

Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) dengan Pendekatan

Kontekstual Untuk Meningkatkan Keaktifan dan Hasil Belajar Pokok Bahasan

Himpunan Pada Siswa Kelas VII B SMP Negeri 4 Juwana Pati Tahun Pelajaran

2010/2011, yang ditulis oleh Dessy Puspita Sari telah dipertahankan di hadapan Sidang

Panitia Ujian Skripsi Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IKIP

PGRI Semarang, pada

hari : Jumat

tanggal : 17 Juni 2011

Panitia Ujian,

Ketua, Sekretaris,

Drs. Nizaruddin,M.Si Drs. Rasiman,M.Pd

NIP. 196803251994031004 NIP. 195602181986031001

Anggota Penguji,

1. Dra. Intan Indiati, M. Pd ( )

NIP. 196104291986032002

2. Drs. Sudargo, M. Si ( )

NIP. 196011131992031001

3. Achmad Buchori, S. Pd., M. Pd ( )

NPP. 098101246

ABSTRAK

Dessy Puspita Sari, 2011. Penelitian Tindakan Kelas ini berjudul Penerapan Model
Pembelajaran Cooperative Learning Tipe CIRC dengan Pendekatan Kontekstual Untuk
Meningkatkan Keaktifan dan Hasil Belajar Pokok Bahasan Himpunan Pada Siswa Kelas VII
B SMP Negeri 4 Juwana Pati Tahun Pelajaran 2010/2011.
Latar belakang dari penelitian ini adalah persepsi sebagian besar siswa yang
menganggap matematika sebagai hal yang menakutkan. Hal ini perlu dirubah untuk
meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa. Untuk merubah persepsi tersebut, peneliti
mencoba menerapkan model pembelajaran CIRC dengan pendekatan kontekstual.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah penerapan model pembelajaran
CIRC dengan pendekatan kontekstual dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar bagi
siswa kelas VII B SMP Negeri 4 Juwana Pati pada materi pokok himpunan. Tujuan penelitian
ini adalah untuk mengetahui peningkatan keaktifan dan hasil belajar siswa di kelas VII B
SMP Negeri 4 Juwana Pati melalui penerapan model pembelajaran CIRC dengan pendekatan
kontekstual saat proses belajar mengajar di kelas.
Subyek penelitian dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII B SMP Negeri 4
Juwana Pati dengan jumlah siswa 40 yang terdiri dari 16 siswa putri dan 24 siswa putra.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa model pembelajaran cooperative learning tipe
CIRC dengan pendekatan kontekstual dapat meningkatkan hasil belajar siswa yang ditandai
dengan peningkatan dari siklus I ke siklus II. Pada siklus I prestasi siswa menunjukkan rata-
rata kelas sebesar 65,2 dengan ketuntasan belajar 70% sedangkan pada siklus II prestasi siswa
menunjukkan rata-rata kelas sebesar 80,15 dengan ketuntasan belajar 87,5%. Pelaksanaan
pembelajaran kooperatif tipe CIRC juga dapat meningkatkan kemampuan aktivitas dan
kerjasama siswa:
a. Meningkatnya rata-rata aktivitas siswa dari siklus I yaitu 73,82% yang menunjukkan
masih di bawah indikator keberhasilan menjadi 84,75% di siklus II yang sudah memenuhi
indikator keberhasilan.
b. Meningkatnya rata-rata tingkat kerjasama siswa dari 74,7% yang masih di bawah
indikator keberhasilan pada siklus I menjadi 83,45% yang sudah memenuhi indikator
keberhasilan pada siklus II.
Kesimpulan hasil penelitian ini adalah bahwa model pembelajaran cooperative
learning tipe CIRC dengan pendekatan kontekstual dapat meningkatkan hasil belajar dan
keaktifan pokok bahasan himpunan siswa kelas VII B SMP Negeri 4 Juwana Pati tahun
pelajaran 2010/2011.
Saran yang dapat penulis berikan berdasarkan kesimpulan tersebut adalah sebaiknya
model pembelajaran Cooperative Learning tipe CIRC dengan pendekatan kontekstual
diterapkan dalam pembelajaran karena terbukti dapat meningkatkan keaktifan dan hasil
belajar siswa.
Kata kunci : penerapan, pembelajaran, keaktifan, hasil belajar.

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO
Apa yang kita kerjakan dengan tekun menjadi lebih mudah bukan karena sifat tersebut berubah,
tetapi karena kemampuan kita untuk bekerja telah meningkat.
Semangat dan ketekunan dapat membuat orang yang biasa-biasa menjadi lebih unggul, tetapi
ketidakacuhan dan kelesuan dapat membuat orang yang lebih unggul menjadi biasa-biasa saja.
Selalu berharap pada Tuhan tidak akan pernah mengecewakan karena Allah senantiasa turut bekerja
dalam segala hal yang kita lakukan untuk mendatangkan yang terbaik dari segala yang baik.

PERSEMBAHAN
Skripsi ini spesial ku persembahkan untuk :
Tuhan Yesus Kristus yang selalu memberi yang terbaik buatku.
Bapak dan ibuku tersayang, Bari dan Rini yang telah membimbingku dan memberikan kasih sayang,
dukungan moril dan materiil serta doa yang tulus untukku.
Adikku tercinta, Berlina yang selalu membuatku tersenyum dengan sikap-sikapnya yang lucu.
Mbak Paris yang telah memberi motivasi dan membimbingku dengan sabar dalam penyelesaian
skripsi ini.
My best friend yaitu Natalia, Yeni, Bekti yang menghiburku di saat aku sedang sedih dan saatku
membutuhkan dukungan, semoga kita semua tetap menjadi sahabat selamanya.
Teman-temanku Dewi, Endra, Nia, Sonah, Farida, Zulfiana serta semuanya yang tergabung dalam
kelas C angkatan 2007 yang selalu bahagia dan kompak dalam kondisi bagaimanapun, semoga sukses
selalu.
Teman-teman satu angkatan IKIP PGRI SEMARANG.
Teman-temanku kost Trie_D yang selalu ceria dan membuatku tersenyum.
Teman-teman PPL di SMP Kristen Gergaji Semarang dan teman-teman KKN di Kecamatan
Banyumanik Kelurahan Pudak Payung..

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan

karunia yang diberikan pada penulis sehingga dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang

berjudul Penerapan Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Cooperative Integrated

Reading and Composition (CIRC) dengan Pendekatan Kontekstual Untuk Meningkatkan

Keaktifan dan Hasil Belajar Pokok Bahasan Himpunan pada Siswa Kelas VII B SMP N 4

Juwana Pati Tahun Pelajaran 2010/2011. Penulis menyadari bahwa skripsi ini terwujud

bukan semata-mata hasil kerja penulis sendiri, melainkan atas bantuan dan bimbingan dari

berbagai pihak, oleh karena itu dengan kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih

kepada yang terhormat:

1. Muhdi, S.H, M.Hum. selaku Rektor IKIP PGRI Semarang yang telah berkenan

memberikan kesempatan penulis dalam menyelesaikan Program Sarjana.

2. Drs. Nizaruddin, M.Si. selaku Dekan FPMIPA IKIP PGRI Semarang.

3. Drs. Rasiman, M.Pd. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Matematika IKIP PGRI

Semarang.

4. Dra. Intan Indiati, M.Pd. Selaku Pembimbing I pada penulisan skripsi ini dan juga

sebagai seseorang yang telah memberikan ide, bimbingan dan pengarahan kepada penulis.

5. Drs. Sudargo, M.Si selaku Pembimbing II pada penulisan skripsi ini yang telah

memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis.

6. Susanto, S.Pd selaku kepala sekolah SMP Negeri 4 Juwana Pati yang telah memberikan

ijin melaksanakan penelitian ini.

7. Ruswanti, S.Pd selaku guru bidang studi matematika yang telah membantu pelaksanaan

penelitian ini.

8. Teman-teman jurusan pendidikan matematika khususnya kelas C angkatan 2007, sahabat-

sahabat orang tua dan keluarga penulis yang telah banyak memberikan bantuan materiil

maupun spiritual sehingga penulis dapat melakukan penelitian ini.

9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu dalam

penyusunan skripsi ini.

Semoga skripsi ini dpaat bermanfaat dan dapat memperluas wawasan pembaca

terutama dalam bidang pendidikan.

Semarang, Mei 2011

Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.i
LEMBAR PERSETUJUAN ii
HALAMAN PENGESAHAN iii
ABSTRAKSI.. iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN... v
KATA PENGANTAR vi
DAFTAR ISI.viii
DAFTAR LAMPIRANx
BAB I PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang. 1
B. Penegasan Istilah..4
C. Permasalahan... 7
D. Strategi Pemecahan Masalah.7
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian.................... 8
F. Sistematika Penulisan Skripsi.....10

BAB II LANDASAN TEORI.12


A. Pengertian Belajar...... 12
B. Prinsip-Prinsip Belajar... 14
C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses dan Hasil Belajar... 16
D. Pembelajaran Matematika.. 23
E. Hasil Belajar...25
F. Keaktifan Siswa. 31
G. Model Pembelajaran Kooperatif.... 33
H. Model Cooperative Learning Tipe CIRC.. 36
I. Pembelajaran Kontekstual..41
J. Uraian Materi Tentang Himpunan..45
K. Kerangka Berpikir...56
L. Hipotesis Tindakan.58

BAB III METODE PENELITIAN.. 59


A. Lokasi dan Subyek Penelitian.... 59

B. Faktor Penelitian 59
C. Rancangan Penelitian..... 60
D. Data dan Cara Pengambilan Data...68
E. Uji Instrumen..68
F. Analisis Data.. 74
G. Indikator Keberhasilan... 77

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 79


A. Persiapan penelitian... 79
B. Uji Coba Instrumen 80
C. Pelaksanaan Penelitian... 91
D. Pembahasan...106

BAB V PENUTUP... 110


A. Kesimpulan.. 110
B. Saran.111

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Daftar Nama Kelas Uji Coba

Lampiran 2 Daftar Nama Kelas Penelitian

Lampiran 3 Kisi-Kisi Soal Uji Coba Siklus I

Lampiran 4 Soal Uji Coba Siklus I

Lampiran 5 Kunci Jawaban Soal Uji Coba Siklus I

Lampiran 6 Tabel Uji Instrumen Siklus I

Lampiran 7 Tabel Bantu Siklus I

Lampiran 8 Tabel Bantu 2 Siklus I

Lampiran 9 Perhitungan Validitas Siklus I

Lampiran 10 Perhitungan Reliabilitas Siklus I

Lampiran 11 Perhitungan Daya Pembeda Soal Siklus I

Lampiran 12 Perhitungan Tingkat Kesukaran Soal Uji Coba Siklus I

Lampiran 13 Penentuan Butir Soal Yang Digunakan Kelas Penelitian Siklus I

Lampiran 14 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Siklus I

Lampiran 15 Soal Tes Evaluasi Siklus I

Lampiran 16 Kunci Jawaban Tes Evaluasi Siklus I

Lampiran 17 Lembar Observasi Keaktifan Siswa Siklus I

Lampiran 18 Hasil Tes Siklus I

Lampiran 19 Soal Diskusi Kelompok Siklus I

Lampiran 20 Kunci Jawaban Soal Diskusi Siklus I

Lampiran 21 Daftar Nama Kelompok Siklus I

Lampiran 22 Lembar Observasi Kerja Sama Siswa Siklus I

Lampiran 23 Lembar Observasi Kelompok Siklus I

Lampiran 24 Nilai Hasil Diskusi Siklus I

Lampiran 25 Daftar Angket Penilaian Sikap Siswa Siklus I

Lampiran 26 Lembar Observasi Kinerja Guru Siklus I

Lampiran 27 Kisi-Kisi Soal Uji Coba Siklus II

Lampiran 28 Soal Uji Coba Siklus II

Lampiran 29 Kunci Jawaban Soal Uji Coba Siklus II

Lampiran 30 Tabel Uji Instrumen Siklus II

Lampiran 31 Tabel Bantu Siklus II

Lampiran 32 Tabel Bantu 2 Siklus II

Lampiran 33 Perhitungan Validitas Siklus II

Lampiran 34 Perhitungan Reliabilitas Siklus II

Lampiran 35 Perhitungan Daya Pembeda Soal Siklus II

Lampiran 36 Perhitungan Tingkat Kesukaran Soal Uji Coba Siklus II

Lampiran 37 Penentuan Butir Soal Yang Digunakan Kelas Penelitian Siklus II

Lampiran 38 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Siklus II

Lampiran 39 Soal Tes Evaluasi Siklus II

Lampiran 40 Kunci Jawaban Tes Evaluasi Siklus II

Lampiran 41 Lembar Observasi Keaktifan Siswa Siklus II

Lampiran 42 Hasil Tes Siklus II

Lampiran 43 Soal Diskusi Kelompok Siklus II

Lampiran 44 Kunci Jawaban Soal Diskusi Siklus II

Lampiran 45 Daftar Nama Kelompok Siklus II

Lampiran 46 Lembar Observasi Kerja Sama Siswa Siklus II

Lampiran 47 Lembar Observasi Kelompok Siklus II

Lampiran 48 Nilai Hasil Diskusi Siklus II

Lampiran 49 Daftar Angket Penilaian Sikap Siswa Siklus II

Lampiran 50 Lembar Observasi Kinerja Guru Siklus II

Lampiran 51 Tabel r Product Moment

Lampiran 52 Tabel distribusi t

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat didukung oleh

arus globalisasi yang hebat memunculkan adanya persaingan dalam berbagai bidang

kehidupan, salah satu diantaranya bidang pendidikan. Pendidikan sebagai suatu upaya

untuk mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas dan berdedikasi tinggi

memerlukan suatu pendukung yaitu kiat dalam meningkatkan mutu pendidikan.

Pendidikan sebenarnya merupakan suatu rangkaian peristiwa yang komplek. Peristiwa

tersebut merupakan rangkaian kegiatan komunikasi antara manusia, sehingga manusia itu

tumbuh sebagai pribadi yang utuh. Manusia tumbuh melalui belajar dan proses

kegiatannya tidak terlepas dari kegiatan belajar. Dalam proses kegiatan belajar mengajar

yang perlu mendapat perhatian adalah berusaha mengacu pada ketiga ranah, yaitu: ranah

pengetahuan (kognitif), ranah nilai atau sikap (afektif), dan ranah keterampilan

(psikomotorik).

Matematika merupakan salah satu ilmu dasar yang mempunyai peranan penting

dalam upaya penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Lebih lanjut matematika dapat

memberi bekal kepada siswa untuk menerapkan matematika dalam berbagai keperluan.

Akan tetapi persepsi negatif siswa terhadap matematika tidak dapat diacuhkan begitu

saja. Umumnya pelajaran matematika di sekolah menjadi momok bagi siswa. Sifat

abstrak dari objek matematika menyebabkan banyak siswa mengalami kesulitan dalam

memahami konsep-konsep matematika. Di samping itu penyebab lainnya adalah cara

mengajar guru yang tidak cocok bagi siswa, guru hanya mengajar dengan satu metode

yang kebetulan tidak cocok dan sukar dimengerti oleh siswa, dan sebagai akibatnya

prestasi matematika yang dicapai siswa rendah.

Keberhasilan belajar matematika, salah satunya ditentukan oleh minat siswa, dan

untuk membangkitkan minat siswa tersebut ditentukan oleh kemampuan guru dalam

menggunakan pendekatan mengajarnya yang dapat mengakibatkan siswa lebih tertarik,

mengerti, berperan serta aktif, mencari dan menemukan sendiri. Karena itu guru harus

mampu mengadakan komunikasi dengan siswa dan dapat memilih metode yang tepat.

Pada saat proses belajar nampak gejala-gejala antara lain: kemampuan

menganalisis dan menyelesaikan soal rendah, siswa pasif dan cenderung suka

mencontoh, sehingga jika diberikan soal-soal yang berbeda dengan contoh yang

diberikan, mereka tidak mampu menyelesaikan. Mungkin rendahnya hasil belajar siswa

dikarenakan kurangnya pendekatan pembelajaran yang sesuai, metode kurang bervariasi,

pemanfaatan lingkungan/alat peraga juga kurang dan dukungan orang tua dan masyarakat

rendah.

Fakta di lapangan menunjukkan bahwa umumnya siswa mengerti dengan

penjelasan serta contoh soal yang diberikan guru, namun ketika kembali ke rumah dan

ingin menyelesaikan soal-soal yang sedikit berbeda dengan contoh sebelumnya, siswa

kembali bingung bahkan lupa dengan penjelasan gurunya. Apa yang dialami siswa ini

menunjukkan bahwa siswa belum mempunyai pengetahuan konseptual.

Setelah diadakan studi pendahuluan melalui wawancara dengan guru matematika

kelas VIIB SMPN 4 Juwana Pati tahun pelajaran 2010/2011, terdapat fakta di lapangan

bahwa pembelajaran matematika yang terjadi di SMPN 4 Juwana belum mencapai hasil

yang memuaskan. Hal Ini dapat dilihat dari hasil ulangan matematika yang diperoleh

masih banyak yang di bawah nilai KKM. Selain itu juga, dalam berlangsungnya kegiatan

pembelajaran, keaktifan siswa-siswanya juga kurang,karena hanya mencapai 60%.

Berarti hal ini menunjukkan bahwa guru hanya mentransfer pengetahuan, sehingga siswa

tidak mengalami sendiri dan ini dapat mengakibatkan siswa sulit memahami materi

pelajaran yang disampaikan oleh guru.

Semua itu memang tidak terlepas dari pandangan siswa pada umumnya terhadap

pelajaran matematika yang menganggap sebagai momok yang menakutkan,

mengakibatkan siswa kurang aktif pada saat kegiatan belajar mengajar berlangsung.

Pembelajaran yang selama ini diterapkan hanya sekedar ceramah dan latihan soal,

membuat suasana belajar di kelas sangat monoton, kurang menarik apalagi ditambah

konsentrasi siswa yang kurang optimal. Oleh karena itu perlu dikembangkan dan

diterapkan suatu pembelajaran matematika yang tidak hanya mentransfer pengetahuan

guru kepada siswa. Pembelajaran ini hendaknya juga mengaitkan pengalaman kehidupan

nyata siswa dengan materi dan konsep matematika. Model pembelajaran yang kiranya

tepat adalah model pembelajaran Cooperative Learning Tipe Cooperative Integrated

Reading and Compoisition (CIRC) dengan kombinasi model pembelajaran kontekstual

yang merupakan model pembelajaran matematika yang berorientasi pada matematisasi

pengalaman sehari-hari (mathematize of everyday experience) dan menerapkan

matematika dalam kehidupan sehari-hari.

Salah satu materi matematika yang diajarkan di SMP Kelas VII adalah Himpunan.

Materi ini sering muncul dan digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Untuk itu, dengan

menerapkan model pembelajaran CIRC melalui pendekatan kontekstual dalam

pembelajaran matematika pada materi pokok himpunan diharapkan dapat meningkatkan

pemahaman dan penguasaan siswa terhadap materi tersebut.

Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan penelitian dengan judul

Penerapan Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Cooperative Integrated

Reading and Composition (CIRC) dengan Pendekatan Kontekstual Untuk Meningkatkan

Keaktifan dan Hasil Belajar Pokok Bahasan Himpunan Pada Siswa Kelas VIIB SMPN 4

Juwana Pati Tahun Pelajaran 2010/2011.

B. Penegasan Istilah

Agar tidak terjadi perbedaan penafsiran maka dalam memahami judul penelitian ini

perlu adanya penjelasan istilah-istilah dalam judul tersebut. Adapun istilah-istilah yang

mendapat penegasan adalah:

1. Penerapan

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI,2005:560), penerapan

berarti pemasangan, pengenaan, perihal, mempraktekkan. Yang dimaksud penerapan

di sini adalah mempraktekan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC untuk

meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa.

2. Model Pembelajaran

Model pembelajaran merupakan landasan praktik pembelajaran hasil

penurunan teori psikologi pendidikan dan teori belajar yang dirancang berdasarkan

analisis terhadap implementasi kurikulum dan implikasinya pada tingkat operasional

di kelas. (Suprijono,2009:45).

3. Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) merupakan suatu model

pembelajaran yang mempunyai konsep lebih luas meliputi semua jenis kerja

kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh

guru. (Suprijono,2009:54).

4. Cooperative Learning Tipe Cooperative Integrated Reading and Compoisition (CIRC)

Suatu model pembelajaran dengan mengembangkan kemampuan peserta didik

dalam proses pembelajarannya membangun kemampuan peserta didik untuk

membaca dan menyusun rangkuman berdasarkan materi yang dibacanya

(Suyitno,2007:12).

5. CTL

CTL merupakan konsep yang membantu guru mengaitkan antara materi yang

diajarkannya dengan situasi dunia nyata dan mendorong peserta didik membuat

hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam

kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. (Suprijono,2009:79)

6. Meningkatkan

Meningkatkan artinya menaikkan (derajat, taraf, dan sebagainya);

mempertinggi; memperhebat (produk, dan sebagainya); mengangkat diri. (KBBI,

2005: 574).

7. Keaktifan

Keaktifan artinya kegiatan atau kesibukan, tangkas, giat bekerja, dinamis dan

bertenaga (KBBI, 2005: 24).

8. Hasil Belajar

Hasil adalah sesuatu yang diadakan(dibuat, dijadikan, dan sebaginya)oleh

usaha. (KBBI, 2005: 166)

Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk

memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai

hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. (Slameto,

2003:2).

Jadi, hasil belajar adalah sesuatu yang dilakukan dengan usaha untuk

memperoleh suatu perubahan. Dalam penelitian ini diharapkan agar memperoleh

hasil belajar yang meningkat atau perubahan yang lebih baik.

9. Materi Pokok Himpunan

Himpunan merupakan salah satu materi sub pokok bahasan pelajaran

matematika siswa SMP kelas VII semester 2 tahun pelajaran 2010/2011 yang

digunakan dalam penelitian ini.

Berdasarkan penegasan istilah di atas, secara keseluruhan maksud dari judul

penelitian ini adalah keberhasilan dari model pembelajaran kooperatif tipe CIRC

dengan pendekatan kontekstual pada sub pokok bahasan himpunan ditandai dengan

peningkatan keaktifan dan hasil belajar siswa kelas VII SMPN 4 Juwana tahun

pelajaran 2010/2011.

C. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang diajukan dalam

penelitian ini adalah: Apakah penerapan model pembelajaran CIRC dengan pendekatan

kontekstual dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar bagi siswa kelas VII B SMP

Negeri 4 Juwana Pati tahun pelajaran 2010/1011 pada materi pokok Himpunan?"

D. Strategi Pemecahan Masalah

Agar hasil belajar, keaktifan, dan minat belajar siswa serta kemampuan mengajar

guru kelas VII B SMP Negeri 4 Juwana Pati dalam pembelajaran matematika khususnya

dalam pokok bahasan himpunan dapat meningkat, maka strategi pemecahan masalah

dalam penelitian ini dirancang melalui penelitian tindakan kelas menggunakan model

pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) dengan

pendekatan kontekstual. Penelitian tindakan kelas ini menggunakan dua siklus yaitu

siklus I dan siklus II, masing-masing siklus terdiri atas 4 tahap. Siklus II dilakukan

apabila pada siklus I belum terjadi peningkatan hasil belajar dan keaktifan siswa kelas

VII B SMP Negeri 4 Juwana Pati. Peningkatan hasil belajar dapat dilihat dari test siswa

sedangkan peningkatkan keaktifan siswa dapat dilihat pada lembar observasi.

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh jawaban atas

masalah yang telah dirumuskan di atas. Tujuan tersebut adalah untuk mengetahui

peningkatan keaktifan dan hasil belajar siswa di kelas VII B SMP N 4 Juwana Pati

melalui penerapan model pembelajaran CIRC dengan pendekatan kontekstual saat

proses belajar mengajar di kelas.

2. Manfaat penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan hasil yang bermanfaat bagi semua pihak

diantaranya sebagai berikut:

a. Bagi siswa

1)Menumbuhkan minat dan ketertarikan siswa terhadap pelajaran matematika

2)Meningkatkan keaktifan siswa dalam menyelesaikan suatu permasalahan

3) Menumbuhkan rasa ingin tahu dan motivasi dalam diri siswa

4) Meningkatkan hasil belajar.

5) Membangkitkan rasa percaya diri.

6) Membimbing temannya yang memerlukan bantuan

b. Bagi guru

1) Diharapkan dapat membuka cakrawala berpikir guru.

2) Dapat meningkatkan kreativitas guru.

3) Meringankan beban guru dalam membimbing siswa di kelas,

khususnya ketika menyelesaikan soal-soal.

c. Bagi sekolah

1) Bertambahnya siswa yang berhasil pada setiap kelulusan.

2) Meningkatnya hasil belajar siswa.

3) Menciptakan sekolah sebagai pusatnya ilmu pengetahuan.

4) Meningkatkan kualitas mutu hasil pendidikan.

d. Bagi Peneliti

Dapat menambah pengetahuan dan disiplin ilmu pendidikan khususnya dalam

mengajar matematika bagi peneliti sebagai seorang calon guru matematika.

F. Sistematika Penulisan Skripsi

Untuk mempermudah dalam memahami urutan-urutan serta memberikan

gambaran secara keseluruhan dalam skripsi ini, maka perlu diberikan sistematika yang

digunakan dalam penulisan skripsi ini. Dalam skripsi ini secara garis besar dibagi menjadi

tiga bagian yaitu bagian pendahuluan, bagian isi dan bagian akhir skripsi.

Bagian awal atau pendahuluan skripsi ini secara berturut-turut berupa halaman

judul, halaman pengesahan, abstrak, halaman motto dan persembahan, kata pengantar,

daftar isi dan daftar lampiran.

Bagian isi dari skripsi ini di bagi menjadi lima bab, yaitu pendahuluan,landasan

teori dan hipotesis, metode penelitian, hasil penelitian dan pembahasan dan penutup.

Bab I Pendahuluan, dalam bab ini diuraikan tentang latar belakang masalah, penegasan

istilah,perumusan masalah dan strategi pemecahan masalah, tujuan dan manfaat

penelitian serta sistematika penulisan skripsi.

Bab II Landasan teori dan hipotesis, berisi pembahasan tentang pengertian belajar,

prinsip-prinsip belajar, faktor-faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar,

pengertian pembelajaran matematika, hasil belajar, keaktifan siswa, model Cooperative

Learning tipe CIRC, pembelajaran kontekstual, uraian materi himpunan, kerangka

berfikir dan hipotesis tindakan.

Bab III Metode penelitian, berisi pembahasan tentang lokasi penelitian dan subjek

penelitian, faktor penelitian, rancangan penelitian, data dan cara pengambilan data, uji

istrumen, analisis data dan indikator keberhasilan.

Bab IV Hasil penelitian dan pembahasan, berisi pembahasan tentang pelaksanaan

penelitian dan pembahasan hasil penelitian.

Bab V Penutup, berisi tentang kesimpulan dan saran.

Bagian akhir skripsi berisi daftar pustaka yang memberikan informasi tentang

sumber-sumber referensi sebagai literature yang digunakan serta lampiran-lampiran.

BAB II

LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS

A. Pengertian Belajar

Belajar merupakan kegiatan-kegiatan bagi setiap orang, pengetahuan

keterampilan, kebiasaan, kegemaran dan sikap seseorang terbentuk, dimodifikasi dan

berkembang disebabkan belajar. Karena itu seseorang dikatakan belajar, bila dapat

diasumsikan dalam diri orang itu menjadi suatu proses kegiatan yang mengakibatkan

suatu perubahan tingkah laku. (Hudoyo, 1990: 10).

Pendapat itu menunjukan bahwa belajar adalah proses perubahan. Perubahan-

perubahan itu tidak hanya perubahan lahir tetapi juga perubahan batin, tidak hanya

perubahan tingkah laku yang tampak, tetapi dapat juga perubahan-perubahan yang tidak

dapat diamati. Perubahan-perubahan yang dimaksud bukan perubahan negatif tetapi

perubahan yang positif, yaitu perubahan yang menuju ke arah kemajuan atau perbaikan.

Belajar di sekolah mempunyai maksud dan tujuan untuk menguasai ilmu

pengetahuan, pengertian belajar dari berbagai ahli berbeda-beda, perbedaan arti belajar

antara lain karena adanya dasar-dasar percobaan yang berbeda. Selanjutnya akan
12
dikemukakan beberapa dari sekian banyak ahli yang mendefinisikan belajar sebagai suatu

perubahan, (Darsono,2001:3-4), antara lain:

1. Marle J.Moskowitz dan Arthur R.Ogel

Pada dasarnya belajar adalah perubahan prilaku sebagai hasil langsung dari

pengalaman dan bukan akibat hubungan-hubungan dalam sistem saraf yang dibawa

sejak lahir.

2. Morris L. Bigge

Belajar adalah perubahan yang menetap dalam kehidupan seseorang yang tidak

diwariskan secara genetis.

3. James O. Whittaker

Belajar dapat didefinisikan sebagai proses yang menimbulkan atau merubah perilaku

melalui latihan atau pengalaman.

4. Aaron Quinn Sartain dkk

Belajar adalah suatu perubahan perilaku sebagai hasil pengalaman.

5. W.S Winkel

Belajar adalah suatu aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif

dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan dalam pengetahuan-pemahaman,

ketrampilan, dan nilai-sikap.

Dari beberapa pendapat para ahli tentang pengertian belajar di atas maka dapat

disimpulkan bahwa belajar adalah terjadinya perubahan pada diri seseorang yang belajar

karena pengalaman. Perbuatan belajar adalah perbuatan yang disengaja untuk mencapai

hasil.

Menurut Herman Hudoyo (1990:2), terdapat tiga masalah pokok dalam belajar,

yaitu:

1. Masalah mengenai bagaimana belajar itu berlangsung dan prinsip mana yang

dilaksanakan

2. Masalah mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya belajar

3. Masalah mengenai hasil belajar.

B. Prinsip-prinsip Belajar

Menurut Dimyati dan Mudjiono terdapat tujuh prinsip dalam belajar yaitu:

1. Perhatian dan Motivasi

Perhatian mempunyai peranan yang penting dalam kegiatan belajar. Perhatian

terhadap pelajaran akan timbul pada siswa apabila bahan pelajaran sesuai dengan

kebutuhannya. Motivasi adalah tenaga yang menggerakan dan mengarahkan aktivitas

seseorang.

2. Keaktifan

Siswa mempunyai dorongan untuk berbuat sesuatu, mempunyai kemauan dan

aspirasinya sendiri. Belajar tidak bisa dipaksakan oleh orang lain dan juga tidak bisa

dilimpahkan kepada orang lain. Belajar hanya mungkin terjadi apabila anak aktif

mengalami sendiri. John dewey misalnya mengemukakan, bahwa belajar adalah

menyangkut apa yang harus dikerjakan siswa untuk dirinya sendiri, maka inisiatif

harus datang dari siswa sendiri.

3. Keterlibatan Langsung/Berpengalaman

Keterlibatan siswa di dalam belajar jangan diartikan keterlibatan fisik semata, namun

lebih dari itu terutama adalah keterlibatan mental emosional, keterlibatan dengan

kegiatan kognitif dalam pencapaian dan perolehan pengetahuan, dalam penghayatan

dan internalisasi nilai-nilai dalam pembentukan sikap dan nilai, dan juga pada saat

mengadakan latihan-latihan.

4. Pengulangan

Dalam kegiatan belajar diperlukan pengulangan hal ini dikarenakan dengan

mengadakan pengulangan maka daya-daya yang ada pada manusia yang terdiri atas

daya mengamat, menanggap, mengingat, mengkhayal, merasakan, berpikir dan

sebagainya akan berkembang.

5. Tantangan

Dalam mencapai tujuan belajar, siswa mengalami hambatan yaitu mempelajari bahan

belajar, maka timbullah motif untuk mengatasi hambatan itu yaitu dengan

mempelajari bahan belajar tersebut. Apabila hambatan tersebut telah diatasi maka

tujuan belajar telah tercapai.

6. Balikan atau Penguatan

Balikan (feedback) adalah masukan yang sangat penting baik bagi siswa maupun bagi

guru. Penguatan (reinforcement) adalah suatu tindakan yang menyenangkan dari guru

terhadap siswa yang telah berhasil melakukan suatu perbuatan belajar.

7. Perbedaan Individual

Perbedaaan individual berpengaruh pada cara dan hasil belajar siswa. Karenanya,

perbedaan individu perlu diperhatikan oleh guru dalam upaya pembelajaran.

C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses dan Hasil Belajar

Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar banyak jenisnya tetapi dapat

digolongkan menjadi dua golongan saja, yaitu faktor intern dan faktor ekstern.

1. Faktor internal

a. Faktor Jasmaniah

Faktor dalam terdiri dari:

1) Kesehatan

Sehat berarti dalam keadaan baik segenap badan beserta bagian-bagiannya atau

bebas dari penyakit. Kesehatan adalah keadaan atau hal sehat. Kesehatan

seseorang berpengaruh terhadap belajarnya.

2) Cacat tubuh

Cacat tubuh adalah sesuatu yang menyebabkan kurang baik atau kurang

sempurna mengenai tubuh atau badan.

b. Faktor psikologis

1) Intelegensi

Intelegensi adalah kecakapan yang terdiri dari tiga jenis yaitu kecakapan untuk

menghadapi dan menyesuaikan ke dalam situasi yang baru dengan cepat dan

efektif, mengetahui atau menggunakan konsep-konsep yang abstrak secara

efektif, mengetahui relasi dan mempelajarinya dengan cepat.

2) Perhatian

Perhatian menurut Gazali adalah keaktifan jiwa yang dipertinggi, jiwa itu pun

semata-mata tertuju kepada suatu obyek atau sekumpulan obyek.

3) Minat

Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk mempertahankan dan mengenang

beberapa kegiatan. Kegiatan yang diminati seseorang, diperlihatkan terus-

menerus yang disertai dengan rasa senang. Jadi berbeda dengan perhatian,

karena perhatian sifatnya sementara dan belum tentu diikuti dengan perasaan

senang, sedangkan minat selalu diikuti perasaan senang dan dari situ diperoleh

kepuasan.

4) Bakat

Menurut Hilgard bakat adalah kemampuan untuk belajar. Kemampuan itu baru

akan teralisasi menjadi kecakapan yang nyata sesudah belajar atau berlatih.

5) Motif

Motif erat sekali hubungannya dengan tujuan yang akan dicapai. Di dalam

menentukan tujuan itu dapat disadari atau tidak, akan tetapi untuk mencapai

tujuan itu perlu berbuat, sedangkan yang menjadi penyebab berbuat adalah motif

itu sendiri sebagai daya penggerak atau pendorongnya.

6) Kematangan

Kematangan adalah suatu tingkat atau fase dalam pertumbuhan seseorang, di

mana alat-alat tubuhnya sudah siap untuk melaksanakan kecakapan baru.

7) Kesiapan

Kesiapan atau readiness menurut Jamies Drever adalah: kesediaan untuk

memberi response atau bereaksi. Kesediaan itu timbul dari dalam diri seseorang

dan juga berhubungan dengan kematangan.

c. Faktor Kelelahan

Kelelahan pada seseorang walaupun sulit untuk dipisahkan tetapi dapat

dibedakan menjadi dua macam, yaitu kelelahan jasmani dan kelemahan rohani.

Kelelahan jasmani terlihat dengan lemah lunglainya tubuh dan timbul

kecenderungan untuk membaringkan tubuh. Sedangkan kelelahan rohani dapat

dilihat adanya kelesuan dan kebosanan, sehingga minat dan dorongan untuk

menghasilkan sesuatu hilang.

2. Faktor eksternal

a. Keluarga

1) Cara Orang Tua Mendidik

Cara orang tua mendidik anaknya besar pengaruhnya terhadap belajar anak. Hal

ini dipertegas oleh Sutjipto Wirodidjojo bahwa keluarga adalah lembaga

pendidikan yang pertama dan utama. Keluarga yanng sehat besar artinya untuk

pendidikan dalam ukuran kecil, tetapi bersifat menentukan untuk pendidikan

ukuran besar yaitu pendidikan bangsa, negara dan dunia.

2) Relasi Antaranggota Keluarga

Relasi antaranggota keluarga yang terpenting adalah relasi orang tua dengan

anaknya. Selain itu relasi anak dengan saudaranya atau dengan anggota keluarga

yang lain pun turut mempengaruhi belajar anak.

3) Suasana Rumah

Suasana rumah dimaksudkan sebagai situasi atau kejadian-kejasian yang sering

terjadi di dalam keluarga di mana anak berada dan belajar. Suasana rumah juga

merupakan faktor yang penting yang tidak merupakan faktor yang disengaja.

4) Keadaan Ekonomi Keluarga

Keadaan ekonomi keluarga erat hubungannya dengan belajar anak. Anak yang

sedang belajar selain harus terpenuhi kebutuhannya pokoknya juga

membutuhkan fasilitas belajar yang memadai.

5) Pengertian Orang Tua

Anak belajar perlu dorongan dan pengertian orang tua. Kadang-kadang anak

mengalami lemah semangat, maka orang tua wajib memberi dorongan dan

semangat.

6) Latar Belakang Kebudayaan

Tingkat pendidikan atau kebiasaan di dalam keluarga mempengaruhi sikap anak

dalam belajar. Menanamkan kebiasaan-kebiasaan yang baik kepada anak.

b. Sekolah

1) Metode Mengajar

Metode mengajar adalah suatu cara atau jalan yang harus dilalui di dalam

mengajar.

2) Kurikulum

Kurikulum diartikan sebagai sejumlah kegiatan yang diberikan kepada siswa.

Kegiatan itu sebagian besar adalah menyajikan bahan pelajaran agar siswa

menerima, menguasai dan mengembangkan bahan pelajaran itu.

3) Relasi Guru dengan Siswa

Proses belajar mengajar terjadi antara guru dengan siswa. Proses tersebut juga

dipengaruhi oleh relasi yang ada dalam proses itu sendiri. Jadi cara belajar juga

dipengaruhi oleh relasinya dengan gurunya.

4) Relasi Siswa dengan Siswa

Guru yang kurang mendekati siswa dan kurang bijaksana tidak akan melihat

bahwa di dalam kelas ada grup yang saling bersaing secara tidak sehat. Jiwa

kelas tidak terbina, bahkan hubungan masing-masing siswa tidak tampak.

5) Disiplin Sekolah

Kedisiplinan sekolah erat hubungannya dengan kerajinan siswa dalam sekolah

dan juga dalam belajar. Kedisiplinan sekolah mencakup kedisiplinan guru dalm

mengajar dengan melaksanankan tata tertib, kedisiplinan pegawai atau karyawan

dalam pekerjaan administrasi dan kebersihan atau keteraturan kelas, gedung

sekolah, halaman dan lain-lain, kedisiplinan kepala sekolah dalam mengelola

seluruh staf beserta siswa-siswanya, dan kedisiplinan tim BP dalam

pelayanannya kepada siswa.

6) Alat pelajaran

Alat pelajaran erat hubungannya dengan cara belajar siswa, karena alat pelajaran

yang dipakai oleh guru pada waktu mengajar dipakai pula oleh siswa untuk

menerima bahan yang diajarkan itu.

7) Waktu Sekolah

Waktu sekolah adalah waktu terjadinya proses belajar di sekolah, jika siswa

bersekolah pada waktu kondisi badannya sudah lelah, akan mengalami kesulitan

di dalam menerima pelajaran. Kesulitan itu disebabkan karena siswa sukar

konsentrasi dan berpikir pada kondisi badannya yang lemah.

8) Standar Pelajaran di Atas ukuran

Guru berpendirian untuk mempertahankan wibawanya, perlu memberi pelajaran

di atas ukuran standar. Akibatnya merasa kurang mampu dan takut kepada guru.

9) Keadaan Gedung

Dengan jumlah siswa yang banyak serta variasi karakteristik mereka masing-

masing menuntut keadaan gedung yang memadai di dalam setiap kelas.

10) Metode Belajar

Dengan cara belajar siswa yang tepat akan efektif pula hasil belajar siswa. Juga

dalam pembagian waktu dalam pelajaran.

11) Tugas Rumah

Waktu belajar terutama adalah di sekolah, di samping untuk belajar waktu di

rumah biarlah digunakan untuk kegiatan-kegiatan lain.

c. Masyarakat

Masyarakat merupakan faktor ekstern yang juga berpengaruh terhadap

belajar siswa. Pengaruh itu terjadi karena keberadaanya siswa dalam masyarakat.

1) Kegiatan Siswa dalam Masyarakat

Kegiatan siswa dalam masyarakat dapat menguntungkan terhadap

perkembangan pribadinya. Tetapi jika siswa ambil bagian dalam kegiatan

masyarakat yang terlalu banyak jika tidak dapat mengatur waktunya maka akan

terganggu belajarnya.

2) Mass Media

Mass media yang baik memberi pengaruh yang baik terhadap siswa dan juga

terhadap belajarnya. Sebaliknya mass media yang jelek juga berpengaruh jelek

terhaadap siswa.

3) Teman Bergaul

Pengaruh dari teman-teman bergaul siswa lebih cepat masuk dalam jiwanya

daripada yang kita duga. Teman bergaul yang baik akan berpengaruh baik begitu

juga sebaliknya.

4) Bentuk Kehidupan Masyarakat

Kehidupan masyarakat di sekitar kita juga berpengaruh terhadap belajar siswa.

Masyarakat yang terdiri dari orang-orang yang terpelajar atau yang berjudi

semuanya akan memberi pengaruh terhadap belajar siswa.

D. Pembelajaran matematika

1. Pembelajaran

Pembelajaran adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru sedemikian rupa

sehingga tingkah laku siswa berubah kearah yang lebih baik (Darsono, 2001: 24).

Tujuan pembelajaran adalah membantu para siswa agar memperoleh berbagai

pengalaman sehingga tingkah laku siswa bertambah, baik kuantitas maupun kualitas.

2. Matematika

Matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran,

dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yamg lainnya dengan jumlah

banyak yang terbagi dalam tiga bidang yaitu aljabar, analisis dan geometri. Secara

singkat dikatakan bahwa matematika berkenaan dengan ide-ide/konsep-konsep

abstrak yang tersusun secara hirarkis dan penalarannya deduktif (Hudoyo,1990:4).

Berdasarkan pengamatan dan pengalaman pelajaran matematika identik

dengan mata pelajaran yang paling sulit dan menegangkan, sehingga kurang diminati

oleh siswa. Sebenarnya matematika merupakan salah satu cabang ilmu yang

menyenangkan, hal ini dapat dibuktikan jika kita pandai dalam mata pelajaran

matematika berarti kita telah berlatih untuk teliti, berfikir kritis dan praktis. Hal ini

tidak disadari oleh sebagian siswa sehingga mereka merasa matematika sebagai ilmu

yang sukar, ruwet dan membingungkan dan pada akhirnya menolak untuk belajar

matematika. Belajar matematika akan terasa indah jika kita mengetahui cara

mempelajarinya. Ada beberapa kiat belajar matematika,diantaranya :

a. Menanamkan kepada anak bahwa matematika itu penting

b. Mengajak anak untuk mempelajari hal menarik dan menggelitik rasa ingin tahu

tentang matematika

c. Melatih daya tahan anak menyelesaikan soal matematika

d. Mengajari anak mengotak-atik soal

e. Mencanangkan dua wajib yaitu wajib mempelajari yang sudah dijelaskan dan

wajib mempelajari yang hendak dijelaskan

f. Melibatkan anak dalam proses belajar mengajar di sekolah

g. Mengarahkan anak untuk membuat cacatan lengkap dan rapi, ringkasan konsep

dan rumus penting.

E. Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh pembelajar setelah

mengalami aktivitas belajar (Catharina,2006:5).

Menurut Benyamin S.Bloom dalam Catharina (2006:7) mengusulkan tiga

taksonomi yang disebut dengan ranah belajar, yaitu: ranah kognitif, ranah afektif, dan

ranah psikomotorik.

1. Ranah Kognitif

Ranah kognitif berkaitan dengan hasil berupa pengetahuan, kemampuan dan

kemahiran intelektual. Ranah kognitif mencakup kategori berikut:

a. Pengetahuan

Pengetahuan ini meliputi pengingatan kembali tentang rentangan materi yang

luas. Pengetahuan mencerminkan tingkat hasil belajar paling rendah pada ranah

kognitif.

b. Pemahaman

Pemahaman didefinisikan sebagai kemampuan memperoleh makna dari materi

pembelajaran. Hasil belajar ini berada pada satu tahap di atas pengingatan materi

sederhana dan mencerminkan tingkat pemahaman paling rendah.

c. Penerapan

Penerapan mengacu pada kemampuan menggunakan materi pembelajaran yang

telah dipelajari di dalam situasi baru dan kongkrit. Hal ini mencakup penerapan

hal-hal seperti aturan, metode, konsep, prinsip-prinsip, dalil, dan teori. Hasil

belajar di bidang ini memerlukan tingkat pemahaman yang lebih tinggi daripada

tingkat pemahaman sebelumnya.

d. Analisis

Analisis mengacu pada kemampuan memecahkan material ke dalam bagian-

bagian sehingga dapat dipahami struktur organisasinya. Hal ini mencakup

identifikasi bagian-bagian, analisis hubungan antar bagian dan mengenai prinsip-

prinsip pengorganisasian. Hasil belaja ini mencerminkan tingkat intelektual libih

tinggi daripada pemahaman dan penerapan, karena memerlukan pemahaman isi

dan bentuk struktural materi pembelajaran yang telah dipelajari.

e. Sintesis

Sintesis mengacu pada kemampuan menggabungkan bagian-bagian dalam

rangka membentuk struktur yang baru. Hasil belajar bidang ini menekankan

perilaku kognitif dengan penekanan dasar pada pembentukan struktur atau pola-

pola baru.

f. Penilaian

Penilaian mengacu pada kemampuan membuat keputusan tentang nilai materi

pembelajaran untuk tujuan tertentu. Hasil belajar di bidang ini adalah paling

tinggi di dalam hirarkhi kognitif karena berisi unsur-unsur seluruh kategori

tersebut dan ditambah dengan keputusan tentang nilai yang didasarkan pada

kriteria yang telah ditetapkan secara jelas.

2. Ranah afektif

Tujuan pembelajaran ini berhubungan dengan perasaan, sikap, minat, dan nilai.

Kategori tujuan pembelajaran ini mencerminkan hirarkhi yang berentangan dari

keinginan untuk menerima sampai dengan pembentukan pola hidup. Kategori tujuan

pembelajaran afektif adalah sebagai berikut:

a. Penerimaan, mengacu pada keinginan siswa untuk menghadirkan rangsangan

atau fenomena tertentu. Dari sudut pandang pembelajaran, ia berkaitan dengan

memperoleh, menangani, dan mengarahkan perhatian siswa. Penerimaan ini

mencerminkan tingkat hasil belajar paling rendah di dalam ranah afektif.

b. Penanggapan, mengacu pada partisipasi aktif pada diri siswa. Hasil belajar di

bidang ini adalah penekanan pada kemahiran merespon, keinginan merespon,

atau kepuasan dalam merespon. Tingkat yang lebih tinggi dari kateori ini adalah

mencakup tujuan pembelajaran yang umumnya diklasifikasikan ke dalam minat

siswa, yakni: minat yang menekankan pencarian dan penikmatan kegiatan

tertentu.

c. Penilaian, berkaitan dengan harga atau nilai yang melekat pada objek, fenomena

atau perilaku tertentu pada siswa. Penilaian didasarkan pada internalisasi

seperangkat nilai tertentu, namun menunjukkan nilai-nilai yang diungkapkan di

dalam perilaku yang ditampakkan oleh siswa. Hasil belajar di bidang ini

dikaitkan dengan perilaku yang konsisten dan cukup stabil di dalam membuat

nilai yang dapat dikenali secara jelas. Tujuan pembelajaran yang diklasifikasi ke

dalam sikap dan apresiasi akan masuk ke dalam kategori ini.

d. Pengorganisasian, berkaitan dengan perangkaian nilai-nilai yang berbeda,

memecahkan kembali konflik-konflik antar nilai, dan mulai menciptakan sistem

nilai yang konsisten secara internal. Hasil belajar ini dapat berkaitan dengan

konseptualisasi nilai atau pengorganisasian sistem nilai. Tujuan pembelajaran

yang berkaitan dengan pengembangan pandangan hidup dapat dimasukkan

dalam kategori ini.

e. Karakeristik nilai atau internalisasi nilai, yaitu keterpaduan semua sistem nilai

yang telah dimiliki seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah

lakunya. Perilaku pada tingkat ini adalah bersifat persuasif, konsisten dan dapat

diramalkan. Hasil belajar pada tingkat ini mencakup berbagai aktivitas yang luas,

namun penekatan dasarnya adalah pada kekhasan perilaku siswa atau siswa

memiliki karakteristik yang khas.

3. Ranah Psikomotorik

Tujuan pembelajaran ranah psikomotorik menunjukkan adanya kemampuan

fisik seperti ketrampilan motorik dan syaraf, manipulasi objek, dan koordinasi syaraf.

Penjabaran ranah psikomotorik ini sangat sukar karena seringkali tumpang tindih

dengan ranah kognitif dan afektif.

Menurut Elizabeth Simpson dalam Catharina (2006:10), kategori jenis

perilaku untuk ranah psikomotorik yaitu:

a. Persepsi, berkaitan dengan penggunaan organ penginderaan untuk memperoleh

petunjuk yang memandu kegiatan motorik.

b. Kesiapan, mengacu pada pengambilan tipe kegiatan tertentu. Kategori ini

mencakup kesiapan mental, kesiapan jasmani, dan kesiapan mental.

c. Gerakan terbimbing, berkaitan dengan tahap-tahap awal di dalam belajar

keterampilan kompleks. Ia meliputi peniruan mengulangi tindakan yang

didemonstrasikan oleh guru dan mencoba-coba.

d. Gerakan terbiasa, hasil belajar pada tingkat ini berkaitan dengan keterampilan

unjuk kerja dari berbagai tipe, namun pola-pola gerakannya kurang kompleks

dibandingkan dengan tingkatan berikutnya yang lebih tinggi.

e. Gerakan kompleks, berkaitan dengan kemahiran unjuk kerja dari tindakan

motorik yang mencakup pola-pola gerakan yang kompleks. Kecakapan

ditunjukkan melalui kecepatan, kehalusan, keakuratan, dan yang memerlukan

energi minimum.

f. Penyesuaian, berkaitan dengan keterampilan yang dikembangkan sangat baik

sehingga individu siswa dapat memodifikasi pola-pola gerakan sesuai dengan

persyaratan-persyaratan baru atau ketika menemui situasi masalah baru.

g. Kreativitas, mengacu pada penciptaan pola-pola gerakan baru untuk disesuaikan

dengan situasi tertentu atau masalah-masalah tertentu. Hasil belajar pada tingkat

ini menekankan aktivitas yang didasarkan pada keterampilan yang benar-benar

telah dikembangkan.

Beberapa fungsi hasil belajar, adalah sebagai berikut:

1. Hasil belajar sebagai indikator kuantitas dan kualitas pengetahuan yang telah

dikuasai oleh siswa.

2. Hasil belajar sebagai lambang pemuas hasrat ingin tahu.

3. Hasil belajar sebagai bahan informasi dalam inovasi pendidikan, asumsinya

bahwa hasil belajar dapat dijadikan pendorong bagi siswa dalam meningkatkan

mutu pendidikan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar (Herman Hudoyo,1990:8)

Usaha dan keberhasilan belajar dipengaruhi oleh banyak faktor:

1. Faktor dalam diri individu atau faktor dari dalam peserta didik

Faktor-faktor tersebut menyangkut aspek jasmaniah maupun rohaniah dari

individu, aspek jasmaniah mencakup kondisi dan kesehatan jasmani dari individu,

sedangkan aspek psikis menyangkut kondisi kesehatan psikis, kemampuan-

kemampuan intelektual, sosial, psikomotorik serta kondisi afektif dan konatif dari

individu.

2. Faktor lingkungan

Keberhasilan belajar juga sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor di luar diri

siswa, baik faktor fisik maupun sosial psikologis yang berada pada lingkungan

keluarga, sekolah dan masyarakat. Lingkungan sekolah memegang peranan

penting bagi perkembangan belajar para siswanya. Lingkungan ini meliputi

sarana dan prasarana belajar yang ada, sumber-sumber belajar, media belajar,

suasana, dan pelaksanaan kegunaan belajar mengajar.

Adapun faktor lain yang dapat mempengaruhi hasil belajar siswa

diantaranya adalah faktor guru. Dalam hal ini guru hendaknya dapat

menggunakan teknik penyajian materi pelajaran secara sistematif yang dapat

menunjang proses belajar, sehingga dapat berlangsung secara efektif dan efisien.

Keberhasilan suatu proses pembelajaran juga dipengaruhi oleh adanya variasi

model pembelajaran yang dipakai oleh guru.

F. Keaktifan Siswa

Kecenderungan psikologi dewasa ini menganggap bahwa anak adalah makhluk

yang aktif. Anak mempunyai dorongan untuk berbuat sesuatu, mempunyai kemampuan

dan aspirasinya sendiri. Maka belajar tidak bisa dipaksakan oleh orang lain dan juga tidak

bisa dilimpahkan kepada orang lain. Belajar hanya mungkin terjadi apabila anak aktif

mengalami sendiri.

Dalam kegiatan pembelajaran maupun kegiatan belajar, siswa dituntut untuk

selalu aktif memproses dan mengolah perolehan belajarnya. Untuk dapat memproses dan

mengolah perolehan belajarnya secara efektif, pebelajar dituntut untuk aktif secara fisik,

intelektual, dan emosional. Keaktifan itu beraneka ragam bentuknya. Mulai dari kegiatan

fisik yang mudah kita amati sampai kegiatan psikis yang susah diamati. Kegiatan fisik

bisa berupa membaca, mendengar, menulis, berlatih keterampilan-keterampilan, dan

sebagainya. Contoh kegiatan psikis misalnya menggunakan khasanah pengetahuan yang

dimiliki dalam memecahkan masalah yang dihadapi, membandingkan satu konsep

dengan yang lain, menyimpulkan hasil percobaan, dan kegiatan psikis yang lain.

Implikasi prinsip keaktifan bagi siswa bisa berwujud perilaku-perilaku/aktivitas-

aktivitas yang dapat dilakukan oleh siswa di sekolah. Aktivitas siswa tidak cukup hanya

mendengarkan dan mencatat. Paul B. Diedrich membuat suatu daftar macam kegiatan

siswa antara lain dapat digolongkan sebagai berikut:

1. Visual activities,

2. Oral activities,

3. Listening activities,

4. Writing activities,

5. Drawing activities,

6. Motor activities,

7. Mental activities,

8. Emotional activities.

(Sardiman,2010:101).

Jadi dengan klasifikasi aktivitas tersebut menunjukkan bahwa aktivitas di sekolah

cukup kompleks dan bervariasi, sehingga memungkinkan terjadinya keaktifan siswa

dalam proses pembelajaran.

Di samping siswa yang berperan utama, peran guru juga berpengaruh penting

terhadap terciptanya keaktifan dalam pembelajaran. Maka untuk dapat menimbulkan

keaktifan belajar pada diri siswa, guru di antaranya dapat melaksanakan perilaku-perilaku

berikut:

1. menggunakan multimetode dan multimedia,

2. memberikan tugas secara individual dan kelompok,

3. memberikan kesempatan pada siswa melaksanakan eksperimen dalam kelompok

kecil,

4. memberikan tugas untuk membaca bahan belajar, mencatat hal-hal yang kurang jelas,

serta

5. mengadakan tanya jawab dan diskusi.

G. Model Pembelajaran Kooperatif(Cooperative Learning)

Model pembelajaran kooperatif adalah model yang terfokus pada penggunaan

kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk

mencapai tujuan belajar (Nurhadi : 2004 :112). Dalam pembelajaran ini, siswa belajar di

dalam kelompok kecil yang memiliki tingkat kemampuan berbeda. Pembelajaran

kooperatif muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan

memahami konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temannya. Siswa

secara rutin bekerja dalam kelompok untuk saling membantu memecahkan masalah-

masalah yang kompleks. Jadi, hakikat sosial dan penggunaan kelompok sejawat menjadi

aspek utama dalam pembelajaran kooperatif.

Di dalam kelas kooperatif siswa belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil

yang terdiri dari 4-6 orang siswa yang sederajat tetapi heterogen, kemampuan, jenis

kelamin, suku / ras, dan satu sama lain saling membantu. Tujuan dibentuknya kelompok

tersebut adalah untuk memberikan kesempatan kepada semua siswa untuk dapat terlibat

secara aktif dalam proses berfikir dan kegiatan belajar. Selama bekerja dalam kelompok,

tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan materi yang disajikan oleh guru,

dan saling membantu teman sekelompoknya untuk mencapai ketuntasan belajar.

Selama belajar secara kooperatif siswa tetap tinggal dalam kelompoknya selama

beberapa kali pertemuan. Mereka diajarkan keterampilan-keterampilan khusus agar dapat

bekerja sama dengan baik di dalam kelompoknya, seperti menjadi pendengar yang aktif,

memberikan penjelasan kepada teman sekelompok dengan baik, berdiskusi, dan

sebagainya. Agar terlaksana dengan baik, siswa diberi lembar kegiatan yang berisi

pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk diajarkan. Selama bekerja dalam

kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan materi yang disajikan

guru dan saling membantu diantara teman sekelompok untuk mencapai ketuntasan

materi. Belajar belum selesai jika salah satu anggota kelompok ada yang belum

menguasai materi pembelajaran.

Pembelajaran yang menggunakan metode kooperatif memiliki ciri-ciri sebagai

berikut :

1. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi

belajarnya.

2. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah.

3. Bilamana mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin

yang berbeda-beda.

4. Penghargaan lebih berorientasi kelompok daripada individu.

Terdapat enam langkah utama atau tahapan di dalam pembelajaran yang

menggunakan pembelajaran kooperatif yaitu :

Fase 1 : Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa.

Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran

tersebut dan memotivasi belajar siswa.

Fase 2 : Menyampaikan informasi

Guru menyampaikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau

lewat bahan bacaan.

Fase 3 : Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar.

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok

belajar dan membentuk setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien.

Fase 4 : Membimbing kelompok bekerja dan belajar.

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan

tugas.

Fase 5 : Evaluasi

Guru mengevaluasi cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar

individu dan kelompok.

Fase 6 : Memberikan penghargaan

Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar

individu dan kelompok.

(Trianto,2007:48-49).

Para ahli telah menunjukan bahwa pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan

kinerja siswa dalam tugastugas akademik, unggul dalam membantu siswa memahami

konsepkonsep yang sulit, dan membantu siswa menumbuhkan kemampuan berfikir

kritis. Pembelajaran kooperatif dapat memberikan keuntungan baik pada siswa kelompok

bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugastugas

akademik.

Ketrampilan sosial atau kooperatif berkembang secara signifikan dalam

pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif sangat tepat digunakan untuk

melatihkan ketrampilan ketrampilan kerjasama dan kolaborasi, ketrampilkan

ketrampilan tanya jawab, serta belajar untuk dapat menghargai satu sama lain.

H. Model Cooperative Learning Tipe CIRC (Cooperative Integrated Reading and

Composition)

Model pembelajaran CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition)

ditempatkan dalam kelompok kecil yang heterogen, terdiri dari 4-5 tidak dibedakan atas

jenis kelamin, suku/bangsa, atau tingkat kecerdasan siswa. Jadi, dalam kelompok ini

sebaiknya ada siswa yang pandai, sedang atau lemah dan masing-masing siswa merasa

cocok satu sama lain.

Menurut Amin Suyitno (2005 : 12) kegiatan pokok dalam CIRC untuk

memecahkan soal cerita meliputi rangkaian kegiatan bersama yang spesifik, yakni :

1. Salah satu anggota kelompok membaca atau beberapa anggota saling membaca

2. Membuat prediksi atau menafsirkan atas isi soal cerita, termasuk menuliskan apa yang

diketahui, apa yang ditanyakan dan memisalkan yang ditanyakan dengan suatu

variabel tertentu

3. Saling membuat ikhtisar atau rencana penyelesaian soal cerita

4. Menuliskan penyelesaian soal ceritanya secara urut(menuliskan urutan komposisi

penyelesaiannya)

5. Saling merevisi dan mengedit pekerjaan/penyelesaian (jika ada yang perlu direvisi)

Dengan mengadopsi model pembelajaran Cooperative Learning tipe CIRC untuk

melatih siswa meningkatkan keterampilannya dalam menyelesaikan soal cerita, maka

langkah yang ditempuh seorang guru mata pelajaran adalah sebagai berikut:

1. Guru menerangkan suatu materi pokok tertentu kepada peserta didiknya (misalnya

dengan metode ceramah).

2. Guru memberikan latihan soal termasuk cara menyelesaikan soal cerita.

3. Guru siap melatih peserta didik untuk meningkatkan keterampilan peserta didiknya

dalam menyelesaikan soal cerita melalui penerapan Cooperative Learning tipe CIRC.

4. Guru membentuk kelompokkelompok belajar peserta didik (Learning Society) yang

heterogen. Setiap kelompok terdiri atas 4 atau 5 orang

5. Guru mempersiapkan 1 atau 2 soal cerita dan membagikannya kepada setiap peserta

didik dalam kelompok yang sudah terbentuk.

6. Guru memberitahukan agar dalam setiap kelompok terjadi serangkaian kegiatan

spesifik, sebagai berikut

a. Salah satu anggota kelompok membaca atau beberapa anggota saling membaca

soal cerita tersebut.

b. Membuat prediksi atau menafsirkan atas isi soal cerita, termasuk menuliskan apa

yang diketahui, apa yang ditanyakan, dan memisalkan apa yang ditanyakan dengan

suatu variabel tertentu.

c. Saling membuat ikhtisar atau rencana penyelesaian soal cerita.

d. Menuliskan penyelesaian soal ceritanya secara urut (menuliskan urutan komposisi

penyelesaiannya).

e. Saling merevisi dan mengedit pekerjaan atau penyelesaian (jika ada yang perlu

direvisi).

f. Menyerahkan hasil tugas kelompok kepada guru.

7. Setiap kelompok bekerja berdasarkan serangkaian kegiatan pola CIRC (Team Study).

Guru berkeliling mengawasi kerja kelompok.

8. Ketua kelompok melaporkan kepada guru tentang keberhasilan atau hambatan yang

dialami anggota kelompoknya. Jika diperlukan guru dapat memberikan bantuan

kepada kelompok secara proporsional.

9. Ketua kelompok harus dapat menetapkan bahwa setiap anggota telah memahami, dan

dapat mengerjakan soal cerita yang diberikan guru.

10.Guru meminta kepada perwakilan kelompok tertentu untuk menyajikan temuannya di

depan kelas.

11.Guru bertindak sebagai nara sumber atau fasilitator jika diperlukan.

12.Guru memberikan umpan balik dan evaluasi atas materi yang telah dipresentasikan

oleh siswa secara singkat (Teaching Group).

13.Guru memberikan skor terhadap hasil kerja kelompok dan memberikan kriteria

penghargaan terhadap kelompok yang berhasil secara cemerlang dan kelompok yang

dipandang kurang berhasil dalam menyelesaikan tugas (Teams Scores and Teams

Recognition).

14.Guru memberikan tugas atau PR soal cerita secara individual kepada para siswa

tentang materi pokok yang akan dipelajari.

15.Guru membubarkan kelompok yang dibentuk dan siswa kembali ke tempat duduk

masing-masing.

16.Menjelang akhir waktu pembelajaran guru mengulang secara klasikal tentang

strategi pemecahan soal cerita.

17.Siswa bersama guru merangkum pembelajaran dengan strategi pemecahan masalah

(Whole Class Unit).

18.Guru memberikan tes formatif sesuai dengan kompetensi yang ditentukan

(Suyitno, 2005 : 12-13).

Model CIRC untuk Penerapan konsep Himpunan

Mata pelajaran matematika kelas VII semester 2 terdiri dari beberapa bab

dan sub bab, salah satunya adalah pokok bahasan himpunan. Pokok bahasan ini dapat

diajarkan pada siswa dengan model pembelajaran CIRC. Materi pembelajaran yang

diajarkan pada siswa dalam penelitian ini adalah himpunan. Tahapan pada model

CIRC adalah sebagai berikut:

1. Guru menentukan suatu pokok bahasan yang akan disajikan kepada para siswanya.

2. Guru menjelaskan kepada seluruh siswa tentang model pembelajaran CIRC .

3. Guru menyiapkan materi bahan ajar yang harus dikerjakan kelompok

4. Guru menjelaskan materi yang akan diajarkan.

5. Guru membentuk kelompok-kelompok kecil dengan anggota 4-5 siswa pada setiap

kelompoknya. Kelompok dibuat heterogen tingkat kecerdasan dengan

mempertimbangkan keharmonisan kerja kelompok.

6. Guru menugasi kelompok dengan bahan yang sudah disiapkan.

7. Ketua kelompok, melaporkan keberhasilan kelompoknya/melaporkan kepada guru

tentang hambatan yang dialami anggota kelompoknya. Guru dapat memberikan

bantuan secara individual.

8. Guru memberikan latihan pendalaman secara klasikal dengan menekankan strategi

pemecahan masalah.

Menurut penjelasan-penjelasan di atas,

kelebihan dari model pembelajaran kooperatif tipe CIRC, yaitu:

1. Sangat tepat untuk meningkatkan keterampilan siswa dalam menyelesaikan soal cerita.

2. Dominasi guru dalam proses pembelajaran kurang

3. Pelaksanaan program sederhana

4. Siswa termotivasi pada hasil secara teliti karena bekerja dalam kelompok

5. Para siswa dapat memahami makna soal dan saling mengecek pekerjaannya

6. Mengurangi perilaku siswa yang mengganggu

7. Membantu siswa yang lemah

8. Meningkatkan hasil belajar.

Kelemahan dari model pembelajaran kooperatif tipe CIRC, yaitu pada saat presentasi

hanya siswa yang aktif saja yang tampil.

I. Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning)

Pembelajaran kontekstual merupakan prosedur pendidikan yang bertujuan

membantu peserta didik memahami makna bahan pelajaran yang mereka pelajari dengan

cara menghubungkannya dengan konteks kehidupan sehari-hari.

Dalam pembelajaran kontekstual terdapat asumsi, antara lain:

1. Belajar yang baik adalah jika peserta didik terlibat secara pribadi dalam pengalaman

belajarnya.

2. Pengetahuan harus ditemukan peserta didik sendiri agar mereka memiliki arti atau

dapat membuat distingsi berbagai perilaku yang mereka pelajari.

3. Peserta didik harus memiliki komitmen terhadap belajar dalam keadaan paling tinggi

dan berusaha secara aktif untuk mencapainya dalam kerangka kerja tertentu.

(Suprijono,2009:80).

Prinsip pembelajaran kontekstual, antara lain:

1. Adanya ketergantungan

Ketergantungan merupakan sistem yang mengintegrasikan berbagai komponen

pembelajaran dan komponen tersebut saling mempengaruhi secara fungsional.

2. Adanya keanekaragaman

Keanekaragaman mendorong berpikir kritis pesera didik untuk menemukan hubungan

diantara entitas-entitas yang beraneka ragam itu.

3. Pengaturan diri

Prinsip ini mendorong pentingnya peserta didik mengeluarkan seluruh potensi yang

dimilikinya.

(Suprijono,2009:80-81).

Berdasarkan Center for Occupational Research and Development (CORD)

penerapan strategi pembelajaran kontekstual digambarkan sebagai berikut:

1. Relating, belajar dikaitkan dengan konteks pengalaman kehidupan nyata.

2. Experiencing, belajar adalah kegiatan mengalami, peserta didik berproses secara

aktif dengan hal yang dipelajari, berupaya melakukan eksplorasi, mengkaji dan

berusaha menemukan dan menciptakan hal baru yang dipelajarinya.

3. Applying, belajar menekankan pada proses mendemonstrasikan pengetahuan yang

dimiliki dalam konteks dan pemanfaatannya.

4. Cooperating, belajar merupakan proses kolaboratif dan kooperatif melalui belajar

kelompok, komunikasi interpersonal atau hubungan intersubjektif.

5. Transferring, belajar menekankan pada terwujudnya kemampuan memanfaatkan

pengetahuan dalam situasi atau konteks baru.

(Suprijono,2009:83-84).

Ada tujuh komponen pembelajaran kontekstual, yaitu:

1. Kontruktivisme

Pengetahuan dibangun melalui proses asimilasi dan akomodasi. Belajar berbasis

kontruktivisme menekankan pemahaman pada pola dari pengetahuan.

2. Inkuiri

Kata kunci pembelajaran kontekstual salah satunya adalah penemuan. Belajar

penemuan menunjuk pada proses dan hasil belajar.

3. Bertanya

Melalui berbagai pertanyaan peserta didik dapat melakukan probing, sehingga

informasi yang diperolehnya lebih dalam.

4. Masyarakat Belajar

Melalui interaksi dalam komunitas belajar proses dan hasil belajar menjadi lebih

bermakna.

5. Pemodelan

Melalui pemodelan peserta didik dapat meniru terhadap hal yang dimodelkan.

6. Refleksi

Refleksi adalah bagian penting dalam pembelajaran kontekstual.

7. Penilaian Autentik

Penilaian autentik adalah upaya pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan

gambaran perkembangan belajar peserta didik.

(Suprijono,2009:85-88).

Alasan pendekatan kontekstual menjadi pilihan:

1. Sebuah strategi belajar yang tidak mengharuskan peserta didik menghafal fakta-fakta,

tetapi sebuah strategi yang mendorong peserta didik mengkonstruksi pengetahuan di

benak mereka sendiri.

2. Melalui landasan filosofi konstruktivisme, pendekatan ini menjadi alternative strategi

belajar yang baru, dimana peserta didik diharapkan belajar melalui mengalami bukan

menghafal.

J. Uraian Materi Tentang Himpunan

1. Diagram Venn

Himpunan dapat dinyatakan dalam bentuk gambar yang dikenal sebagai diagran

Venn. Dalam membuat diagram Venn yang perlu diperhatikan, yaitu:

a. Himpunan semesta (S) digambarkan sebagai persegi panjang dan huruf S

diletakkan di sudut kiri atas persegi panjang.





b. Setiap himpunan yang dibicarakan (selain himpunan kosong) ditunjukkan oleh

kurva tertutup.

c. Setiap anggota ditunjukkan dengan noktah (titik).

d. Bila anggota suatu himpunan banyak sekali, maka anggota-anggotanya tidak perlu

dituliskan.

S S A B

Himpunan Himpunanbiasa
Semesta

Contoh Soal:

Kelompok PKK di Desa Mustika Jaya, mendata ibu-ibu yang pandai dalam suatu

pekerjaan seperti terlihat pada diagram Venn di bawah ini:

S
R I

Tuti
Munar Nani
Yati
Sri Ade
Jenab
Siti Kokom

Misnu Ati Tati

S = {ibu PKK Desa Mustika Jaya}

R = {ibu yang pandai memasak}

I = {ibu yang pandai menjahit}

a. Berapa orang yang pandai memasak?

b. Berapa orang yang pandai memasak dan menjahit?

c. Berapa orang yang belum pandai keduanya?

d. Berapa orang yang hanya pandai menjahit?

e. Berapa orang yang hanya pandai memasak?

Jawab:

a. ada 6 orang yang pandai memasak

b. ada 2 orang yang pandai memasak dan menjahit

c. ada 3 orang yang belum pandai keduanya

d. ada 3 orang yang hanya pandai menjahit

e. ada 4 orang yang hanya pandai memasak

2. Hubungan Antar Himpunan

Berikut ini akan dipelajari macam-macam hubungan antara himpunan yang satu

dengan himpunan lainnya.

a. Himpunan Saling Lepas

Dua buah himpunan disebut saling lepas atau saling asing bila kedua himpunan itu

tidak mempunyai anggota persekutuan.

Himpunan saling lepas dinotasikan dengan // atau

b. Himpunan tidak saling lepas

Dua himpunan tidak saling lepas dapat ditinjau dari dua keadaan, yaitu:

1) Himpunan yang satu bukan merupakan himpunan bagian yang lain


S T
R

1 3 2
5 10
9 7 12

Dari dua himpunan itu terlihat bahwa:

R T, karena 1 R tetapi 1 T

T R, karena 2 T tetapi 2 R

2) Himpunan yang satu merupakan himpunan bagian dari himpunan yang lain

S T

2
K
4 3
1
6 5
7

Dua himpunan dikatakan tidak saling lepas bila kedua himpunan itu

mempunyai anggota persekutuan.

c. Himpunan yang Sama (=)

Dua himpunan dikatakan sama apabila keduanya mempunyai anggota yang sama.

Dengan kata lain A = B, apabila A B dan B A.

d. Himpunan yang Ekuivalen (~)

Dua himpunan A dan B yang berhingga dikatakan ekuivalen apabila n(A) = n(B)

dan dituliskan sebagai A ~ B.

Contoh Soal:

Diberikan: B = {bilangan prima antara 10 dan 15}, dan

K = {bilangan ganjil antara 4 da 9}.

Dari himpunan-himpunan di atas, apakah pasangan himpunan itu:

a. sama, b. ekuivalen, c. saling lepas?

Jawab:

B = {11, 13} dan K = {5, 7}

Hal ini berarti n(B)= 2 dan n(K) = 2.

a. B K, karena B K dan K B.

b. Ya, B~K, karena n(B) = n(K) = 2

c. Ya, B // K, karena semua anggota B tidak ada persekutuan dengan semua anggota

K.

3. Irisan ( )

a. Pengertian Irisan Dua Himpunan

Perhatikan dua himpunan di bawah ini:

S
P Q

b a
d c e h
g
f
P Q

P = {a, b, c, d, e, f, g}, Q = {a, c, e, g, h}.

Terlihat bahwa anggota persekutuan P dan Q adalah a, c, e, dan g. Hal ini berarti P

dan Q beririsan dan ditulis P Q = {a, c, e, g}. Irisan P dan Q adalah himpunan

yang anggotanya merupakan anggota P sekaligus anggota Q, ditulis dengan notasi

pembentuk himpunan sebagai: P Q = {x | x P dan x Q}.

b. Menentukan Irisan Dua Himpunan

Irisan dua himpunan dapat ditinjau dari persekutuan dua himpunan itu atau dari

hubungan antar himpunannya.

1) Himpunan yang satu merupakan himpunan bagian yang lain

S Q
P
2
1 4
3

P Q=P

Misalkan P = {1, 2, 3} dan Q = {1, 2, 3, 4}, maka hubungan antara P dan Q

adalah P Q dan irisan kedua himpunan itu adalah P Q = {1, 2, 3} = P (lihat

gambar di atas).

2) Kedua himpunan sama


S P Q
m a
r
i t

PQ = P = Q

Misalkan P = {r, a, m, t, i} dan Q = {t, i, r, a, m}. Hubungan antara himpunan P

dan Q adalah P = Q, maka P Q = {t, i, r, a, m} = {r, a, m, t, i} = P = Q (lihat

gambar). Diagram Venn untuk P Q dapat dilihat pada gambar di atas. Pada

gambar terlihat n(P) = n(Q) = n(P Q) = 5

3) Kedua himpunan saling lepas

S
P Q

1 3 a b

7 5 c d

P Q=

Misalkan P = {1, 3, 5, 7} dan Q = {a, b, c, d}. Keterhubungan antara P dan Q

adalah P // Q (saling lepas) dan P ~ Q (ekuivalen), maka P Q = atau P Q

= { }(lihat gambar di atas). Diagram Venn untuk P Q, ditunjukkan pada

gambar di atas. Pada gambar terlihat bahwa: n(P) = 4, n(Q) = 4, dan n(P Q) =

0.

4) Kedua himpunan tidak saling lepas, tetapi juga bukan merupakan himpunan

bagian yang lain

S P Q
1
2 7
4
3
5 6

Misalkan: P = {1, 2, 3, 4, 5} dan Q = {2, 3, 6, 7}.

Keterhubungan antara P dan Q adalah berpotongan atau tidak saling lepas ,

maka P dan Q = P Q = {2, 3}.

Contoh Soal:

Perhatikan gambar di bawah ini:

S A B

c e g

d f h
a b

S = {penghuni Hotel Indonesia}

A = {penghuni yang menyukai teh}

B = {penghuni yang menyukai kopi}

Tentukan:

a. Berapa banyak penghuni yang menyukai teh?

b. Berapa banyak penghuni yang tidak menyukai kopi tetapi menyukai teh?

c. Berapa banyak penghuni yang menyukai teh dan kopi?

d. Berapa banyak penghuni yang tidak menyukai keduanya?

Jawab:

a. n(A) = 4

b. tidak menyukai kopi tetapi menyukai teh = 2

c. n(A B) = 2

d. tidak menyukai keduanya = 2

4. Gabungan ( )

Operasi gabungan pada himpunan disimbolkan dengan .

Misalkan, P = {2, 3, 4, 5} dan Q = {1, 2, 4, 7}, maka P Q = {1, 2, 3, 4, 5, 6, 7}.

S P Q

3 2 1
4 7
5

P Q

Gabungan dua himpunan dapat ditentukan dari keterhubungan antar himpunan

tersebut. Yaitu:

a. Himpunan yang satu merupakan himpunan bagian yang lain

b. Kedua himpunan sama

c. Kedua himpunan saling lepas

d. Kedua himpunan tidak saling lepas, tetapi juga bukan merupakan himpunan bagian

yang lain.

5. Komplemen

Perhatikan Q yang merupakan subset dari S berikut ini.

S = {Mozart, Bach, Beethoven, Bizett, Strauss, Haydn, Schubert}

Q = {Bach, Beethoven, Bizett}

Himpunan S yang anggotanya selain anggota himpunan Q adalah:

{Mozart, Strauss, Haydn, Schubert}. Himpunan bagian dari S ini disebut komplemen

Q dan ditulis Q (atau Qc) Q dibaca komplemen Q atau bukan Q.

6. Banyaknya Anggota Irisan, Gabungan, Komplemen dan Selisih

Untuk menentukan banyaknya anggota dari irisan, gabungan, komplemen, dan selisih

dari dua himpunan atau lebih, dapat digunakan diagram Venn atau rumusan dari

operasi himpunan tersebut.

Contoh:

S n(A B)
A B

r qr
pr

n(A B)

Dari diagram venn di atas diperoleh:

Banyaknya anggota himpunan A adalah n(A) = p

Banyaknya anggota himpunan B adalah n(B) = q

Banyaknya anggota himpunan A B adalah n(A B) = r

Banyaknya anggota himpunan A B adalah

n(A B) = (p r) + r + (q r)

=pr+r+qr

=p+qr

n(A B) = n(A) + n(B) n(A B)

Jadi, rumus banyaknya anggota himpunan A B dan A B ditentukan oleh:

n(A B) = n(A) + n(B) n(A B)

n(A B) = n(A) + n(B) n(A B)

n(A B) = n(S) n(A B)

Contoh Soal:

Di kelas 1A terdapat 37 siswa di mana 7 orang gemar IPA, 4 orang gemar matematika

tetapi tidak gemar IPA, dan 5 orang gemar keduanya.

Tentukan banyaknya siswa yang:

a. gemar IPA tapi tidak gemar matematka,

b. gemar matematika,

c. tidak gemar matematika,

d. gemar matematika atau IPA,

e. tidak gemar keduanya

Jawab:

Misalkan:

S = himpunan siswa kelas 1A.

P = himpunan siswa yang gemar IPA.

M = himpunan siswa yang gemar matematika.

n(S) = 37, n(P) = 7, n(M P) = 4, dan n(P M) = 5

a. Banyaknya siswa yang gemar IPA tetapi S P M

tidak gemar matematika: 2 5 4

n(P M) = n(P) n(P M) = 2 orang


7 5=2
b. Banyaknya siswa yang gemar matematika
S P M
n(M) = n(M P) + n(P M)

= 4 + 5 = 9 orang. 2 5 4

5+4=9

c. Banyaknya siswa yang tidak gemar matematika

n(M) = n(S) n(M)

= 37 9 = 28 orang.

d. Banyaknya siswa yang gemar matematika atau IPA

n(P M) = n(P) + n(M) n(P M)

=7+95

= 11 orang.

e. Banyaknya siswa yang gemar keduanya

n(P M) = n(S) n(P M)

= 37 11

= 26 orang.

K. Kerangka Berfikir

Berdasarkan latar belakang dan landasan teori yang telah dikemukakan, maka

dapat diambil suatu kerangka pemikiran sebagai berikut.

Pembelajaran matematika merupakan suatu proses atau kegiatan guru mata

pelajaran matematika dalam mengajarkan matematika kepada para siswanya, yang

didalamnya terkandung upaya guru untuk menciptakan iklim dan pelayanan terhadap

kemampuan, potensi, minat, bakat, dan kebutuhan siswa tentang matematika yang amat

beragam agar tejadi interaksi optimal antara guru dengan siswa serta antara siswa dengan

siswa dalam mempelajari matematika tersebut (Suyitno, 2004:2).

Keberhasilan sebuah proses pembelajaran dipengaruhi oleh beberapa faktor,

terutama siswa, fasilitas, guru, metode, system evaluasi. Faktor-faktor itu saling berkaitan

langsung dan sangat berpengaruh terhadap pencapaian tujuan pembelajaran. Efektifitas

dan efisiensi proses pembelajaran itu juga harus dilakukan melalui pemaduan seluruh

faktor.

Salah satu faktor yang berpengaruh kuat terhadap ketercapaian keberhasilan itu

adalah faktor pilihan metode. Pilihan metode yang tepat atau mampu memberikan

motivasi siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Hal ini berarti akan sangat

membantu siswa dalam meningkatkan daya serap terhadap sebuah materi pokok yang

disampaikan guru.

Mengingat kemampuan siswa dalam menyerap informasi berbeda-beda maka

pemilihan metode harus disesuaikan dengan kondisi siswa dan pokok bahasan yang

menjadi materi ajar, apalagi dalam pembelajaran matematika, proses pembelajaran tidak

cukup hanya melalui tranfer ilmu atau informasi saja. Proses pembelajaran matematika

harus lebih diarahkan kepada latihan-latihan soal, agar siswa terbiasa menghadapi

persoalan atau kasus. Semakin sering siswa berhadapan dengan persoalan, akan semakin

membantu siswa dalam memecahkan persoalan dan mengintegrasikan suatu persoalan

terhadap persoalan lain.

Guru dapat menggunakan metode pembelajaran yang tepat, yang diharapkan

dapat membantu siswa dalam mengembangkan pengetahuan secara aktif. Dengan

menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC dengan pendekatan kontekstual

dapat memberi kesempatan kepada siswa untuk saling bekerjasama dalam mengerjakan

tugas yang diberikan oleh guru. Selain itu, melatih siswa untuk lebih bertanggung jawab

dan lebih aktif.

Dalam pembelajaran menggunakan model kooperatif tipe CIRC dengan

pendekatan kontekstual ini awalnya guru memberikan materi tentang Himpunan dan

indikator pencapaian konsep yang ingin dicapai. Selanjutnya guru membagi kelas

menjadi beberapa kelompok. Setelah itu, guru membagi tugas berupa soal cerita yang

berkaitan dengan konteks pengalaman kehidupan nyata kepada setiap kelompok. Guru

berkeliling mengawasi, membimbing dan membantu kelompok dalam mengerjakan

tugas. Setiap ketua kelompok melaporkan kepada guru tentang keberhasilan atau

hambatan yang dialami anggota kelompoknya. Setelah selesai guru meminta kepada

perwakilan setiap kelompok untuk mempresentasikannya di depan kelas. Dengan

langkah-langkah tersebut diharapkan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC dengan

pendekatan kontekstual ini dapat:

1. Meningkatkan daya serap siswa terhadap mata pelajaran matematika.

2. Meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa.

3. Memupuk keberanian siswa untuk berinisiatif dan mengembangkan rasa tanggung

jawab.

4. Siswa terbiasa menghadapi kasus, sehingga membantu siswa dalam memecahkan

kasus dan mengintegrasikan suatu kasus terhadap kasus yang lain.

L. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan uraian kerangka berpikir di atas, maka dapat diambil suatu hipotesis

tindakan dari penelitian ini adalah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC

(Cooperative Integrated Reading and Composition) dengan pendekatan kontekstual pada

materi pokok himpunan dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa kelas

VIIB semester 2 SMP Negeri 4 Juwana Pati.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian dan Subjek Penelitian

Lokasi penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di SMP N 4 Juwana Pati

dengan subjek penelitian adalah siswa kelas VII B semester 2 SMP N 4 Juwana Pati

tahun pelajaran 2010/2011, yang berjumlah 40 siswa.

B. Faktor Penelitian

Agar mampu menyelesaikan permasalahan dalam penelitian ini, maka faktor

yang akan diteliti yaitu:

1. Faktor siswa

Kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah materi pokok himpunan,

keaktifan siswa dalam proses pembelajaran dan kerjasama antara siswa dalam suatu

kelompok tersebut.

2. Faktor guru

Melihat cara guru dalam mengembangkan penerapan model pembelajaran CIRC

dengan pendekatan kontekstual, penguasaan materi, kemampuan membimbing dan

berkomunikasi dengan siswa, menarik kesimpulan dan kesesuaian pelaksanaan

pembelajaran berdasarkan rencana pembelajaran.

C. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian berupa penelitian tindakan kelas yang terdiri dari empat
59
komponen pokok yaitu: perencanaan (Planning), tindakan (acting), pengamatan

(observing), dan refleksi (reflektion). Hubungan antara keempat komponen tersebut

menunjukkan sebuah siklus atau kegiatan berkelanjutan berulang. Siklus inilah yang

sebetulnya menjadi salah satu ciri utama dari penelitian tindakan. Ada dua siklus yang

dirancang dalam penelitian tindakan kelas ini, yaitu siklus I dan siklus II. Hal ini

dilakukan untuk mengetahui peningkatan model kooperatif tipe Cooperative Integrated

Reading and Composition dengan pendekatan Kontekstual dan hasil belajar siswa pada

kompetensi dasar Himpunan. Setiap siklus terdiri atas empat tahap yaitu perencanaan,

pelaksanaan, pengamatan dan refleksi.

Berikut ini akan diuraikan secara singkat untuk masing-masing siklus:

1. Siklus I

a. Perencanaan

1) Mengidentifikasi dan merumuskan masalah, dalam hal ini peneliti memilih pokok

bahasan himpunan.

2) Merancang Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) menggunakan

implementasi pembelajaran kooperatif tipe CIRC dengan pendekatan kontekstual

pada materi himpunan.

3) Merancang pembentukan kelompok, setiap kelompok terdiri dari 4 atau 5 siswa

dengan memperhatikan penyebaran kemampuan siswa.

4) Membuat soal evaluasi yang disesuaikan dengan materi yang diajarkan.

5) Menyusun lembar kerja, angket, dan lembar observasi. Lembar kerja akan

diberikan kepada siswa yang digunakan untuk menyelesaikan soal yang sesuai

dengan tahapan pemecahan soal dan lembar observasi yang akan digunakan oleh

peneliti adalah lembar pengamatan dan lembar observasi keaktifan siswa.

b. Pelaksanaan Tindakan

1) Guru memberikan motivasi mengenai pentingnya materi himpunan untuk

kehidupan sehari-hari.

2) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan apersepsi.

3) Guru menjelaskan kepada seluruh siswa tentang akan diterapkannya model

pembelajaran kooperatif tipe CIRC dengan pendekatan kontekstual sebagai

suatu variasi model pembelajaran.

4) Guru melakukan tanya jawab untuk menarik perhatian dan minat belajar siswa

tentang materi himpunan.

5) Guru menyajikan materi himpunan secara garis besar (komponen teaching

group).

6) Siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan baru yang telah di

dapatnya.

7) Guru memberikan contoh latihan soal dan meminta siswa untuk menemukan dan

menyelesaikannya sendiri.

8) Guru membagi siswa dalam beberapa kelompok yang heterogen, setiap

kelompok terdiri dari 5 orang.

9) Guru membagikan soal-soal materi himpunan yang berkaitan dengan masalah

kontekstual

10) Guru memberitahukan agar dalam setiap kelompok terjadi serangkaian kegiatan

spesifik sebagai berikut :

a) Salah satu anggota kelompok membaca atau beberapa anggota saling

membaca soal.

b) Membuat prediksi atau menafsirkan atas isi soal cerita.

c) Saling membuat ikhtisar atau rencana penyelesaian soal cerita.

d) Menuliskan penyelesaian soal cerita secara urut (menuliskan urutan

komposisi penyelesaiannya).

e) Saling merevisi dan mengedit pekerjaan atau penyelesaian (jika ada yang

perlu direvisi).

11) Guru berkeliling memberi motivasi, membimbing dengan instruksi seminimal

mungkin serta mengawasi kegiatan kelompok dalam mengkonstruksi dan

menyelesaikan pengetahuan baru yang didapat.

12) Setelah selesai diskusi, guru meminta perwakilan setiap kelompok untuk

menyajikan temuannya di depan kelas.

13) Guru memberikan umpan balik dan evaluasi atas materi yang telah

dipresentasikan oleh siswa secara singkat (Teaching Group).

14) Guru memberikan skor terhadap hasil kerja kelompok dan memberikan

kriteria penghargaan terhadap kelompok yang dapat menyelesaikan soal.

15) Guru memberikan latihan soal (evaluasi) secara individu.

16) Setelah siswa selesai mengerjakan, maka pekerjaan masing-masing siswa

dikumpulkan. Kemudian siswa bersama guru menyimpulkan materi yang

telah dipelajari.

c. Pengamatan

Pengamatan dilakukan oleh peneliti sebagai observator sebagai berikut:

1) Observasi terhadap siswa

a) Peneliti mengamati keaktifan siswa dalam proses pembelajaran.

b) Peneliti mengamati komunikasi guru dan siswa

c) Peneliti mengamati kemampuan siswa dalam mengemukakan ide jawaban

selama proses pengajaran selain itu juga pengamatan berdasarkan tugas yang

dikerjakan kelompok.

2) Observasi terhadap guru

Pengamatan kinerja guru berdasarkan atas kemampuan guru dalam

mengajar seperti memotivasi siswa, menciptakan suasana aktif belajar,

penguasaan materi, membimbing dan menanggapi siswa dalam tanya jawab,

membimbing siswa dalam diskusi, penekanan pada materi penting, pengamatan

terhadap kegiatan siswa, membimbing siswa dalam menarik kesimpulan.

d. Refleksi

Mendiskusikan hasil pengamatan untuk perbaikan pada pelaksanaan siklus II.

Adapun perlu yang diperbaiki pada siklus II adalah berdasarkan data hasil

pengamatan dan tes pada siklus I baik keaktifan siswa dalam diskusi, bertanya dan

mengemukakan pendapat, menulis pada papan tulis, kemampuan siswa dalam

menyegah pendapat siswa lain ataupun kemampuan siswa dalam menarik

kesimpulan.

2. Siklus II

a. Perencanaan

1) Mengidentifikasi dan merumuskan masalah, dalam hal ini peneliti memilih

pokok bahasan himpunan.

2)Merancang Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) menggunakan

implementasi pembelajaran kooperatif tipe CIRC dengan pendekatan

kontekstual pada materi himpunan.

3) Merancang pembentukan kelompok, setiap kelompok terdiri dari 4 atau 5 siswa

dengan memperhatikan penyebaran kemampuan siswa.

4) Membuat soal evaluasi yang disesuaikan dengan materi yang diajarkan.

5) Menyusun lembar kerja, angket, dan lembar observasi. Lembar kerja akan

diberikan kepada siswa yang digunakan untuk menyelesaikan soal yang sesuai

dengan tahapan pemecahan soal dan lembar observasi yang akan digunakan

oleh peneliti adalah lembar pengamatan dan lembar observasi keaktifan siswa.

b. Pelaksanaan Tindakan

1) Guru memberikan motivasi mengenai pentingnya materi himpunan untuk

kehidupan sehari-hari.

2) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan apersepsi.

3) Guru menjelaskan kepada seluruh siswa tentang akan diterapkannya model

pembelajaran kooperatif tipe CIRC dengan pendekatan kontekstual sebagai

suatu variasi model pembelajaran.

4) Guru melakukan tanya jawab untuk menarik perhatian dan minat belajar siswa

tentang materi himpunan.

5) Guru menyajikan materi himpunan secara garis besar (komponen teaching

group).

6) Siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan baru yang telah di

dapatnya.

7) Guru memberikan contoh latihan soal dan meminta siswa untuk menemukan

dan menyelesaikannya sendiri.

8) Guru membagi siswa dalam beberapa kelompok yang heterogen, setiap

kelompok terdiri dari 5 orang.

9) Guru membagikan soal-soal materi himpunan yang berkaitan dengan masalah

kontekstual

10) Guru memberitahukan agar dalam setiap kelompok terjadi serangkaian

kegiatan spesifik sebagai berikut :

a) Salah satu anggota kelompok membaca atau beberapa anggota saling

membaca soal.

b) Membuat prediksi atau menafsirkan atas isi soal cerita.

c) Saling membuat ikhtisar atau rencana penyelesaian soal cerita.

d)Menuliskan penyelesaian soal cerita secara urut (menuliskan urutan

komposisi penyelesaiannya).

e) Saling merevisi dan mengedit pekerjaan atau penyelesaian (jika ada yang

perlu direvisi).

11)Guru berkeliling memberi motivasi, membimbing dengan instruksi seminimal

mungkin serta mengawasi kegiatan kelompok dalam mengkonstruksi dan

menyelesaikan pengetahuan baru yang didapat.

12) Setelah selesai diskusi, guru meminta perwakilan setiap kelompok untuk

menyajikan temuannya di depan kelas

13)Guru memberikan umpan balik dan evaluasi atas materi yang telah

dipresentasikan oleh siswa secara singkat (Teaching Group).

14) Guru memberikan skor terhadap hasil kerja kelompok dan memberikan

kriteria penghargaan terhadap kelompok yang dapat menyelesaikan soal.

15) Guru memberikan latihan soal (evaluasi) secara individu.

16) Setelah siswa selesai mengerjakan, maka pekerjaan masing-masing siswa

dikumpulkan, kemudian siswa bersama guru menyimpulkan materi yang

telah dipelajari.

c. Pengamatan

Pengamatan dilakukan oleh peneliti sebagai observator sebagai berikut:

1) Observasi terhadap siswa

a) Peneliti mengamati keaktifan siswa dalam proses pembelajaran.

b) Peneliti mengamati komunikasi guru dan siswa

c) Peneliti mengamati kemampuan siswa dalam mengemukakan ide jawaban

selama proses pengajaran selain itu juga pengamatan berdasarkan tugas yang

dikerjakan kelompok.

2) Observasi terhadap guru

Pengamatan kinerja guru berdasarkan atas kemampuan guru dalam

mengajar seperti memotivasi siswa, menciptakan suasana aktif belajar,

penguasaan materi, membimbing dan menanggapi siswa dalam tanya jawab,

membimbing siswa dalam diskusi, penekanan pada materi penting, pengamatan

terhadap kegiatan siswa, membimbing siswa dalam menarik kesimpulan.

d. Refleksi

Pada siklus II peneliti bersama-sama dengan guru belajar mendiskusikan hasil

pengamatan dan hasil evaluasi yang telah diberikan siswa setelah berakhirnya siklus

II, peneliti bersama-sama guru pengajar melakukan analisis data yang diperoleh

selama proses pembelajaran pada siklus I dan siklus II. Hal ini dilakukan untuk

mengetahui sejauh mana keberhasilan penelitian kelas yang telah dilaksanakan.

D. Data dan Cara Pengambilan Data

1. Sumber data

Sumber data penelitian ini adalah siswa dan guru kelas VII B SMP N 4 Juwana Pati

tahun pelajaran 2010/2011.

2. Jenis data

Jenis data dalam penelitian ini adalah data kualitatif dan data kuantitatif yang terdiri

dari:

a. Data kualitatif

Data tentang pelaksanaan pembelajaran oleh guru dan data tentang keaktifan siswa.

b. Data Kuantitatif

Data hasil belajar siswa atau hasil evaluasi siswa.

3. Cara pengambilan data

a. Data tentang pelaksanaan pembelajaran oleh guru diambil dengan lembar observasi

guru.

b. Data tentang keaktifan siswa diambil dengan lembar observasi siswa.

c.Data hasil belajar siswa diambil dari hasil evaluasi siswa.

E. Uji Instrumen

1. Penyusunan instrumen

Untuk memperoleh data digunakan metode tertentu yang tepat dan juga diperlukan

alat bantu untuk memperoleh data tersebut yaitu instrumen pengumpulan data.

Prosedur yang digunakan dalam penyusunan instrumen yang baik adalah ;

a. Perencanaan, meliputi perumusan tujuan, menentukan variabel, kategori variabel.

b. Penulisan butir soal, atau item questioner, penyusunan skala penyusun pedoman

wawancara.

c. Penyuntingan, yaitu melengkapi instrumen dengan pedoman mengerjakan, surat

pengantar, kunci jawaban dan lain-lain yang perlu.

d. Uji coba, baik dalam skala kecil maupun besar.

e. Penganalisisan hasil, analisis item-item yang dirasa kurang baik, denagan

mendasarkan diri pada data yang diperoleh sewaktu uji coba.

(Arikunto, 2002:142-143)

2. Pelaksanaan uji instrumen

Sebelum penelitian dilakukan,instrumen berupa tes yang akan di uji cobakan

pada kelas VII B, agar instrumen memiliki syarat-syarat hasil belajar yang baik maka

harus memenuhi validitas, reliabilitas, daya pembeda dan tingkat kesukaran yang

menjadi syarat itu baik atau tidak.

a. Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat validitas tinggi.

Sebaliknya instrument yang kurang valid berarti mempunyai validitas rendah.

Validitas berkenaan dengan ketepatan dengan alat penilai (instrumen) terhadap

aspek yang dinilai sehingga benar-benar menilai apa yang seharusnya dinilai.

Validitas empiris dari tes ini dicari validitas butir soal dengan skor total.

Rumus yang digunakan adalah korelasi produk moment sebagai berikut :

N XY X Y
rxy =
[(N X 2
) ( X ) ][(N Y ) ( Y ) ]
2 2 2

Keterangan :

rxy : korelasi antara x dan y

X : skor tiap butir soal

Y : skor total

N : banyaknya siswa yang mengerjakan soal

Harga rxy yang diperoleh dari tiap-tiap butir soal jika rxy > rtabel dengan taraf

signifikan 5% maka soal tersebut dikatakan valid (Suharsimi Arikunto, 2007:72)

Kriteria validitas :

0,80 r11 1,00 : kategori sangat tinggi

0,60 r11 < 0,80 : kategori tinggi

0,40 r11 < 0,60 : kategori cukup

0,20 r11 < 0,40 : kategori rendah

0,00 r11 < 0,20 : kategori sangat rendah

(Suharsimi Arikunto,2007:75)

b. Reliabilitas tes

Reliabilitas suatu alat ukur atau alat evaluasi dimaksudkan sebagai suatu alat

yang memberikan hasil tetap sama. Suatu instrument dikatakan reabel jika hasil

evaluasi tersebut relatife tetap jika digunakan untuk subjek yang sama dalam

waktu yang berlainan. Atau dapat berubah tetapi tidak mengalami perubahan yang

berarti signifikan.

Untuk keperluan mencari reliabilitas butir soal tes uraian, maka rumus yang

digunakan adalah rumus alpa. Rumus sebagai berikut :

n i
2

r11 = 1- 2
n-1 t

r11 : reliabilitas yang di cari

n : banyaknya butir soal

i
2
: jumlah varians skor tiap-tiap item

t2 : varian total

(Suharsimi Arikunto, 2007:109)

dengan mengunakan rumus varians yang digunakan adalah :

( X )2
X 2
( Y )2
N Y2
i2 = N
t2 =
N
N

: Jumlah skor tiap item

N : Jumlah siswa

2 : Jumlah kuadrat skor tiap item

Y : Jumlah skor semua item

Y2 : Jumlah kuadrat skor semua item

(Arikunto, 2007:97)

Klasifikasi reliabilitas test

0,80 r11 < 1,00 : kategori sangat tinggi

0,60 r11 < 0,80 : kategori tinggi

0,40 r11 < 0,60 : kategori cukup

0,20 r11 < 0,40 : kategori rendah

0,00 r11 < 0,20 : kategori sangat rendah

(Arikunto, 2007:75)

c. Taraf kesukaran test

Suatu soal dikatakan baik apabila soal tersebut tidak terlalu sukar dan tidak

terlalu mudah. Para ahli tes menentukan tingkat kesukaran berdasarkan seberapa

banyak peserta tes dapat menjawab benar pada soal yang diberikan.

Menentukan taraf kesukaran soal dimaksudkan untuk mengetahui apakah

butir soal sesuai dengan yang telah direncanakan dalam spesifikasi instrumen.

Taraf kesukaran dilambangkan dengan hurur P dan dihitung dengan rumus :

F
P= 100%
N

Keterangan :

P = taraf kesukaran

F = jumlah siswa yang gagal

N = jumlah seluruh siswa

Taraf kesukaran diklasifikasikan sebagai berikut :

Jika diperoleh prosentase < 27%, maka dikategorikan soal mudah

Jika diperoleh prosentase 27 % - 72%, maka dikategorikan soal sedang

Jika diperoleh prosentase > 72, maka dikategorikan soal sukar

Butir soal yang baik adalah butir soal yang mempunyai proporsi antara 27%

sampai dengan 72% atau butir soal dengan kategori sedang. (Zaenal Arifin, 1991 :

135).

d. Daya pembeda

Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara

siswa yang pandai (berkemampuan tinggi) dengan siswa yang bodoh

(berkemampuan rendah). Adapun langkah-langkah untuk menghitung daya

pembeda sebagai berikut:

1) Skor hasil tes uji coba diranking yaitu dengan mengurutkan skor atas dari skor

tertinggi sampai terendah.

2) Mengelompokkan skor tes uji coba menjadi dua kelompok, yaitu kelompok atas

50% dan kelompok bawah 50%, rumus yang digunakan adalah:

(M H M L )
t=
x + x2
2 2
1

ni(ni 1)

Keterangan:

MH = rata-rata kelompok atas

ML = rata-rata kelompok bawah

x 2
1 = Jumlah kuadrat deviasi individu kelompok atas

x 2
2 = Jumlah kuadrat deviasi individu kelompok bawah

ni = 27% x N, dengan N = jumlah peserta tes

Jika thitung > ttabel, maka daya pembeda soal signifikan.

Jika thitung < ttabel, maka daya pembeda soal tidak signifikan.

Dengan dk = (n1 1) + (n2 1) dan = 5% (Zainal Arifin, 1991 : 141).

F. Analisis Data

Dalam pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini penulis memperoleh data

berdasarkan :

1. Data aktivitas Siswa

Untuk mengetahui seberapa besar keaktifan siswa dalam mengikuti proses belajar

mengajar matematika, maka analisis ini dilakukan pada instrumen lembar observasi

dengan menggunakan teknik deskriptif melalui prosentase.

Adapun perhitungan prosentase keaktifan siswa dalam mengikuti proses belajar

sebagai berikut :

n
Prosentase (%) = x 100%
N

Keterangan :

n : Skor yang diperoleh tiap siswa

N : Jumlah seluruh skor

% : Tingkat prosentase yang ingin dicapai

Kriteria penafsiran variable penelitian ini ditentukan :

> 75% : keaktifan tinggi

65% - 75% : keaktifan sedang

< 65% : keaktifan rendah

(Ali, 1984:184).

2. Data mengenai hasil belajar

Data mengenai hasil belajar diambil dari kemampuan kognitif siswa dalam

memecahkan masalah dianalisis dengan cara menghitung rata-rata nilai dan ketuntasan

belajar secara klasikal. Adapun rumus yang digunakan:

a. Menghitung rata-rata nilai (mean)

Untuk menghitung rata-rata secara klasikal, digunakan rumus rata-rata nilai.


x=
x
N

Keterangan :






x : rata-rata nilai

x : jumlah seluruh nilai

N : jumlah siswa (Arikunto 2007:264)

b. Menghitung ketuntasan belajar

Hasil belajar berupa kemampuan kognitif siswa dalam memecahkan masalah

dianalisis dengan cara menghitung ketuntasan belajar yaitu:

1) Ketuntasan belajar individu

Ketuntasan belajar individu dapat dihitung dengan menggunakan analisis

deskriptif prosentase yaitu:

Jumlah nilai yang diperoleh tiap siswa


Prosentase( %) = x 100%
Jumlah seluruh nilai

2) Ketuntasan belajar klasikal

Ketuntasan belajar klasikal dapat dihitung dengan menggunakan analisis

deskriptif prosentase yaitu:

jumlah siswa yang tuntas belajar individu


Prosentase (%) = X 100%
Jumlah seluruh siswa

(Arikunto,2006 :120)

Keberhasilan kelas dilihat dari jumlah siswa yang mampu menyelesaikan atau

mencapai minimal 65%, sekurang-kurangnya 85% dari jumlah peserta didik

yang ada di kelas tersebut (Mulyasa, 2004:99).

3. Tingkat kinerja guru

Untuk mengetahui seberapa kinerja guru dalam melaksanakan pembelajaran

matematika, digunakan rumus:

n
Prosentase (%) = 100%
N

Keterangan:

n = skor yang diperoleh guru

N = jumlah seluruh skor maksimal

% = tingkat prosentase yang ingin dicapai

Kriteria :

86% - 100% = kinerja guru sangat tinggi

76% - 85% = kinerja guru baik

66% - 75% = kinerja guru cukup

< 65% = kinerja guru kurang.

G. Indikator keberhasilan

Penelitian ini dikatakan berhasil jika :

Untuk mengetahui meningkatnya penerapan pembelajaran matematika dengan

model pembelajaran CIRC dengan pendekatan kontekstual, maka ditetapkan indikator

keberhasilan sebagai berikut:

1. Jika kelas memperoleh nilai rata-rata 65 dengan ketuntasan klasikal 80% dari seluruh

siswa setelah diterapkan model pembelajaran CIRC.

2. Kerjasama siswa mencapai maksimal untuk setiap kelompok dengan presentase rata-

rata 80 % (skala penilaian B).

3. Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran melalui model pembelajaran CIRC rata-

rata 80 % (skala penilaian B).

4. Guru dapat mengelola pembelajaran dengan baik dalam upaya meningkatkan

kinerjanya dalam proses belajar mengajar, dengan nilai pengamatan mencapai > 75%

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Persiapan Penelitian

Sebelum penelitian dilakukan, peneliti mengadakan persiapan penelitian sebagai

berikut:

1. Melakukan observasi untuk mengidentifikasi masalah melalui wawancara dengan

guru bidang studi matematika yang dilaksanakan pada bulan Desember 2010.

2. Peneliti meminta persetujuan Kepala Sekolah SMPN 4 Juwana Pati untuk

mengadakan penelitian.

3. Menentukan kelas VII B yang dipilih sebagai subyek penelitian berdasarkan

pertimbangan dari guru matematika di kelas VII SMPN 4 Juwana Pati Ibu Ruswanti,

S. Pd, bahwa kelas VII B hasil belajarnya masih rendah.

4. Mengidentifikasi dan merumuskan masalah, dalam hal ini peneliti memilih pokok

bahasan himpunan.

5. Merancang Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) menggunakan implementasi

pembelajaran kooperatif tipe CIRC dengan pendekatan kontekstual sebagai pedoman

dalam proses pembelajaran.

6. Merancang pembentukan kelompok, setiap kelompok terdiri dari 5 siswa dengan

memperhatikan penyebaran kemampuan siswa.

7. Membuat soal diskusi siklus I dan II beserta kunci jawabannya.

8. Membuat soal tes evaluasi siklus I dan II yang disesuaikan dengan materi yang

diajarkan beserta kunci jawabannya.

9. Menyusun lembar observasi keaktifan dan kerjasama siswa.

10. Menyusun lembar observasi kinerja guru dalam pembelajaran menggunakan model

CIRC dengan pendekatan kontekstual.

B. Uji Coba Instrumen

Pelaksanaan uji coba instrumen ini dilakukan pada siswa kelas VII A semester II SMPN 4

Juwana pati tahun pelajaran 2010/2011 yang berjumlah 40 siswa dengan pertimbangan

kelas tersebut mempunyai pengajar yang sama dengan kelas yang akan digunakan

sebagai subjek penelitian yaitu kelas VII B. Uji coba instrumen dilaksanakan pada hari

Selasa tanggal 1 dan Rabu tanggal 2 Februari 2011 terhadap kelompok uji coba yaitu

kelas VII A dengan jumlah soal sebanyak 5 soal uraian Siklus I dan 5 soal uraian siklus II

dengan alokasi waktu masing-masing 40 menit. Berikut adalah hasil analisis uji coba

instrumen penelitian :

1. Siklus I

a. Validitas Soal

Validitas item dihitung menggunakan rumus korelasi produk momen angka

kasar. Nilai rxy yang dihasilkan pada perhitungan dikonsultasikan dengan tabel

harga kritik r product moment. Soal dikatakan valid apabila mempunyai koefisien

korelasi lebih besar atau sama dengan nilai rtabel. Jika rxy < rtabel , maka butir item

tidak valid.

Berikut contoh perhitungan validitas soal untuk butir soal no 1 pada siklus I

dan butir soal yang lain juga dihitung dengan cara yang sama.

X = 136 XY = 4693 N = 40

Y2 = 44662 X2 = 520 ( X)2 = 18496

Y = 1286 ( Y)2 = 1653796

Data di atas dimasukkan ke dalam rumus korelasi product moment

(40)(4693) (136)(1286)
rxy =
[(40)(520) 18496][(40)(44662) 1653796]
187720 174896 12824
= =
(20800 18496)(1786480 1653796) (2304)(132684)

12824
=
305703936

12824
= = 0,73345
17484,3912104

Pada tabel = 5% dengan N = 40, diperoleh rtabel = 0,312

Karena rxy > r tabel atau 0,73345 > 0,312 maka soal no.1 valid.

Dari 5 soal uraian uji coba instrumen siklus I semuanya mempunyai koefisien

korelasi yang memenuhi kriteria rhitung > rtabel sehingga semua soal uji coba siklus I

dikatakan valid. Untuk hasil perhitungan validitas soal uji coba instrumen siklus I

secara keseluruhannya dapat dilihat pada (lampiran 9).

b. Reliabilitas

Dari hasil perhitungan dengan rumus alpha, untuk uji coba instrumen siklus

I diperoleh koefisien korelasi r11 = 0,7211. Karena rhitung = 0,7211 terletak pada

interval 0,60 r11 < 0,80 maka instrumen yang digunakan reliabel dengan kategori

reliabilitas tinggi.

Berikut ini perhitungan reliabilitas siklus I :

Rumus yang digunakan:

n i
2

r11 = 1
n 1 t2

Cara menghitung varians butir soal digunakan rumus:

( X )2
X 2



N

12 =
N
(136) 2
520
= 40
40
18496
520
= 40
40
= 1,44
Sehingga

2 2 2 2 2 2
i = 1 + 2 + 3 + 4 + 5

= 1,44 + 7,51938 + 2,51 + 7,77438 + 15,8475

= 35,09125

Untuk varian total:


( Y )2
Y 2

N
t2 =
N
(1286) 2
44662
= 40
40
1653796
44662 -
= 40
40
= 82,9275
Dimasukkan ke dalam rumus alpha, sehingga koefisien reliabilitasnya :

n i
2

r11 = 1
n 1 2t
5 35,09125
= 1
5 1 82,9275
= 0,72106

Karena r 11 berada pada interval 0,60 r 11 < 0,80 maka termasuk dalam kategori

reliabilitas tinggi. Hasil perhitungan keseluruhannya dapat dilihat pada (Lampiran

10).

c. Taraf Kesukaran

Dari contoh hasil perhitungan pada silus I soal nomor 1 diperoleh P = 57,5%

untuk uji coba instrumen ini berarti P berada pada kisaran prosentase 27% - 72%,

sehingga untuk siklus I soal nomor 1 dikategorikan sebagai soal yang mempunyai

taraf kesukaran sedang.

Berikut perhitungan taraf kesukaran untuk siklus I soal no.1, untuk butir soal yang

lain dihitung dengan cara yang sama.

Rumus yang digunakan:

F
P= 100%
N

F = 23

N = 40

F
P= 100%
N
23
= 100%
40
= 57,5%

Dari 5 soal yang diuji coba siklus I semuanya mempunyai harga P pada kisaran

prosentase 27% - 72%, sehingga semua soal termasuk kategori tingkat kesukaran

soal sedang. Secara keseluruhan hasil perhitungan tingkat kesukaran uji coba

instrumen siklus I dapat dilihat pada (lampiran 12).

d. Daya Pembeda

Daya pembeda hitung dengan uji-t. Butir soal dikatakan signifikan apabila

thitung > ttabel, dengan dk = (n1 1)+(n2 1) dengan taraf signifikan 5%.

Untuik menghitung daya pembeda soal digunakan rumus sebagai berikut.

(M H M L )
t=
x + x2
2 2
1

ni(ni 1)

Berikut ini contoh perhitungan daya pembeda siklus I soal no.1

Kelompok atas Kelompok bawah


2
No Nilai (Xi - MH) No Nilai (Xi ML)2
1 5 0,25 1 3 0,64
2 5 0,25 2 3 0,64
3 5 0,25 3 2 0,04
4 3 2,25 4 2 0,04
5 5 0,25 5 3 0,64
6 4 0,25 6 2 0,04
7 5 0,25 7 2 0,04
8 4 0,25 8 1 1,44
9 4 0,25 9 2 0,04
10 5 0,25 10 2 0,04
45 4,5 22 3,6
MH = 4,5 ML = 2,2

MH = 4,5 x12 = 4,5 ni = 10

ML = 2,2 x 22 = 3,6 ttabel = 1,73


(M H M L )
t=
x + x2
2 2
1

ni(ni 1)

(4,5 2,2) 2,3 2,3


= = = 7,66
4,5 + 3,6 0,09 0,3
10 x 9

Dari tabel distribusi t, untuk = 5% dan dk = (10 1) + (10 1) = 18, ttabel = 1,73.
Dari hasil perhitungan uji coba instrumen untuk contoh item soal nomor 1 diperoleh
thitung = 7,66. Karena thitung > ttabel , yaitu 7,66 > 1,73 maka daya pembeda soal nomor
1 signifikan. Secara keseluruhan hasil perhitungan daya pembeda soal uji coba
instrumen dapat dilihat pada (lampiran 11). Dari semua perhitungan daya pembeda

siklus I soal nomor 1 sampai 5 didapat thitung > dari ttabel, maka daya beda soal uji
coba instrumen yang digunakan signifikan.
Berdasarkan hasil analisis uji instrumen (uji validitas, reliabilitas, daya

pembeda, dan taraf kesukaran) dari siklus I di atas, soal-soal yang diberikan semua

memenuhi kriteria instrumen yang baik, dapat dilihat pada (Lampiran 13), sehingga

soal yang diujicobakan dapat digunakan sebagai instrumen pada penelitian ini.

2. Siklus II

a. Validitas Soal

Validitas item dihitung menggunakan rumus korelasi produk momen angka

kasar. Nilai rxy yang dihasilkan pada perhitungan dikonsultasikan dengan tabel

harga kritik r product moment. Soal dikatakan valid apabila mempunyai koefisien

korelasi lebih besar atau sama dengan nilai rtabel. Jika rxy < rtabel , maka butir item

tidak valid.

Berikut contoh perhitungan validitas soal untuk butir soal no 1 pada siklus II

dan butir soal yang lain juga dihitung dengan cara yang sama.

X = 273 XY = 9198 N = 40

Y2 = 43295 X2 = 2031 ( X)2 = 74529

Y = 1275 ( Y)2 = 1625625

Data di atas dimasukkan ke dalam rumus korelasi product moment

(40)(9198) (273)(1275)
rxy =
[(40)(2031) 74529][(40)(43295) 1625625]
367920 348075 19845
= =
(81240 74529)(1731800 1625625) (6711)(106175)

19845
=
712540425

19845
= = 0,74344
26693,4528489

Pada tabel = 5% dengan N = 40, diperoleh rtabel = 0,312

Karena rxy > r tabel atau 0,74344 > 0,312 maka soal no.1 valid.

Dari 5 soal uraian uji coba instrumen siklus II semuanya mempunyai koefisien

korelasi yang memenuhi kriteria rhitung > rtabel sehingga semua soal uji coba siklus II

dikatakan valid. Untuk hasil perhitungan validitas soal uji coba instrumen siklus II

secara keseluruhannya dapat dilihat pada (lampiran 33).

b. Reliabilitas

Dari hasil perhitungan dengan rumus alpha, untuk uji coba instrumen siklus

II diperoleh koefisien korelasi r11 = 0,6903. Karena rhitung = 0,6903 terletak pada

interval 0,60 r11 < 0,80 maka instrumen yang digunakan reliabel dengan kategori

reliabilitas tinggi.

Berikut ini perhitungan reliabilitas siklus II :

Rumus yang digunakan:

n i
2

r11 = 1
n 1 t2

Cara menghitung varians butir soal digunakan rumus:

( X )2
X 2

N
12 =
N
(273) 2
2031
= 40
40
74529
2031
= 40
40
= 4,19438

Sehingga

2 2 2 2 2 2
i = 1 + 2 + 3 + 4 + 5

= 4,19438 + 3,87438 + 12,9244 + 6,4375 + 2,2775

= 29,70816

Untuk varian total:


( Y )2
Y 2

N
t2 =
N
(1275) 2
43295
= 40
40
1625625
43295 -
= 40
40
= 66,3594

Dimasukkan ke dalam rumus alpha, sehingga koefisien reliabilitasnya :

n i
2

r11 = 1
n 1 2t
5 29,70813
= 1
5 1 66,3594
= 0,690393

Karena r 11 berada pada interval 0,60 r 11 < 0,80 maka termasuk dalam kategori

reliabilitas tinggi. Hasil perhitungan keseluruhannya dapat dilihat pada (Lampiran

34).

c. Taraf Kesukaran

Dari contoh hasil perhitungan pada siklus II soal nomor 1 diperoleh P = 55%

untuk uji coba instrumen ini berarti P berada pada kisaran prosentase 27% - 72%,

sehingga untuk siklus II soal nomor 1 dikategorikan sebagai soal yang mempunyai

tingkat kesukaran sedang.

Berikut perhitungan tingkat kesukaran untuk siklus I soal no.1, untuk butir soal

yang lain dihitung dengan cara yang sama.

Rumus yang digunakan:

F
P= 100%
N

F = 22

N = 40

F
P= 100%
N
22
= 100%
40
= 55%
Dari 5 soal yang diuji coba siklus II nomor 1, 3, 4, 5 mempunyai harga P pada

kisaran prosentase 27% - 72%, sehingga soal-soal tersebut termasuk kategori taraf

kesukaran soal sedang. Sedangkan nomor 2 mempunyai harga P pada kisaran

prosentase >72%, sehingga soal tersebut termasuk kategori taraf kesukaran soal

sukar. Secara keseluruhan hasil perhitungan taraf kesukaran uji coba instrumen

siklus II dapat dilihat pada (lampiran 36).

d. Daya Pembeda

Berikut ini contoh perhitungan daya pembeda siklus II soal no.1

Kelompok atas Kelompok bawah


2
No Nilai (Xi - MH) No Nilai (Xi ML)2
1 10 0,81 1 5 0,01
2 8 1,21 2 6 0,81
3 10 0,81 3 4 1,21
4 10 0,81 4 6 0,81
5 10 0,81 5 6 0,81
6 10 0,81 6 5 0,01
7 10 0,81 7 4 1,21
8 10 0,81 8 5 0,01
9 5 16,81 9 5 0,01
10 8 1,21 10 5 0,01

91 24,9 51 4,9
MH = 9,1 ML = 5,1

MH = 9,1 x12 = 24,9 ni = 10

ML = 5,1 x 22 = 4,9 ttabel = 1,73


(M H M L )
t=
x + x2
2 2
1

ni(ni 1)

(9,1 5,1) 4 4
= = = 6,951
24,9 + 4,9 0,331 0,575
10 x 9
Dari tabel distribusi t, untuk = 5% dan dk = (10 1) + (10 1) = 18, ttabel = 1,73.
Dari hasil perhitungan uji coba instrumen untuk contoh item soal nomor 1 diperoleh
thitung = 6,951. Karena thitung > ttabel , yaitu 6,951 > 1,73 maka daya pembeda soal
nomor 1 signifikan. Secara keseluruhan hasil perhitungan daya pembeda siklus II
soal uji coba instrumen dapat dilihat pada (lampiran 35). Dari semua perhitungan
daya pembeda siklus II soal nomor 1 sampai 5 didapat thitung > dari ttabel, maka daya
beda soal uji coba instrumen yang digunakan signifikan.
Berdasarkan hasil analisis uji instrumen (uji validitas, reliabilitas, daya

pembeda, dan taraf kesukaran) dari siklus II di atas, soal-soal yang diberikan semua

memenuhi kriteria instrumen yang baik, dapat dilihat pada (Lampiran 37), sehingga

soal yang diujicobakan dapat digunakan sebagai instrumen pada penelitian ini.

C. Pelaksanaan Penelitian

Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di kelas VII B SMPN 4 Juwana Pati

tahun pelajaran 2010/2011 pada tanggal 4 Februari 2011 sampai dengan 14 Februari

2011. Setelah segala persiapan dilakukan maka langkah selanjutnya adalah melaksanakan

penelitian. Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus dan tiap siklus terdiri atas

tahapan perencanaan, tindakan pengamatan dan refleksi. Adapun tahapan tiap siklus

adalah sebagai berikut:

1. Siklus I

a. Perencanaan

Penelitian ini direncanakan pada tanggal 4 sampai 7 Februari, pada siswa kelas VII

B SMPN 4 Juwana Pati. Pada perencanaan dipersiapkan hal-hal sebagai berikut :

1) Mengidentifikasi dan merumuskan masalah, dalam hal ini peneliti memilih

pokok bahasan himpunan.

2) Merancang Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) menggunakan

implementasi pembelajaran kooperatif tipe CIRC dengan pendekatan

kontekstual pada materi himpunan yang akan dikerjakan pada siklus I

(Lampiran 14).

3) Merancang pembentukan kelompok, setiap kelompok terdiri dari 5 siswa

dengan memperhatikan penyebaran kemampuan siswa (Lampiran 21).

4) Membuat soal diskusi siklus I (Lampiran 19) beserta kunci jawabannya

(Lampiran 20).

5) Membuat soal tes evaluasi siklus I yang disesuaikan dengan materi yang

diajarkan (Lampiran 15) beserta kunci jawabannya (Lampiran 16).

6) Menyusun lembar observasi keaktifan dan kerjasama siswa (Lampiran 17 dan

lampiran 22).

7) Menyusun lembar observasi kinerja guru dalam pembelajaran menggunakan

model CIRC dengan pendekatan kontekstual (Lampiran 26 ).

b. Pelaksanaan tindakan

Siklus I meliputi pembelajaran matematika pokok bahasan himpunan

yaitu, menyajikan irisan dua himpunan dan komplemen suatu himpunan dengan

diagram venn. Siklus I dilaksanakan dalam tiga kali pertemuan (5 x 40 menit),

pada hari Jumat tanggal 4 Februari 2011 diadakan pertemuan pertama (2 x 40)

menit untuk menjelaskan materi tentang penyajian irisan atau gabungan dua

himpunan dengan diagram venn, dilanjutkan pada hari Sabtu tanggal 5 Februari

2011, diadakan pertemuan kedua (2 x 40) menit untuk menjelaskan materi tentang

penyajian komplemen suatu himpunan dengan diagram venn disertai diskusi

kelompok, pada hari Senin tanggal 7 Februari 2011 selama 40 menit diadakan

pertemuan ketiga untuk mengevaluasi hasil belajar siswa dengan mengadakan tes

evaluasi siklus I. Pelaksanaan tindakan meliputi langkah-langkah sebagai berikut:

1) Guru memberikan motivasi mengenai pentingnya materi himpunan untuk

kehidupan sehari-hari.

2) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan apersepsi.

3) Guru menjelaskan kepada seluruh siswa tentang akan diterapkannya model

pembelajaran kooperatif tipe CIRC dengan pendekatan kontekstual sebagai

suatu variasi model pembelajaran.

4) Guru melakukan tanya jawab untuk menarik perhatian dan minat belajar siswa

tentang materi himpunan.

5) Guru menyajikan materi himpunan secara garis besar (komponen teaching

group).

6) Siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan baru yang telah di

dapatnya.

7) Guru memberikan contoh latihan soal dan meminta siswa untuk menemukan dan

menyelesaikannya sendiri.

8) Guru membagi siswa dalam beberapa kelompok yang heterogen, setiap

kelompok terdiri dari 5 orang (Lampiran 21).

9) Guru membagikan soal diskusi siklus I yaitu materi himpunan yang berkaitan

dengan masalah kontekstual (Lampiran 19).

10) Guru memberitahukan agar dalam setiap kelompok terjadi serangkaian

kegiatan spesifik sebagai berikut :

a) Salah satu anggota kelompok membaca atau beberapa anggota saling

membaca soal.

b) Membuat prediksi atau menafsirkan atas isi soal cerita.

c) Saling membuat ikhtisar atau rencana penyelesaian soal cerita.

d) Menuliskan penyelesaian soal cerita secara urut (menuliskan urutan

komposisi penyelesaiannya).

e) Saling merevisi dan mengedit pekerjaan atau penyelesaian (jika ada yang

perlu direvisi).

11) Guru berkeliling memberi motivasi, membimbing dengan instruksi seminimal

mungkin serta mengawasi kegiatan kelompok dalam mengkonstruksi dan

menyelesaikan pengetahuan baru yang didapat.

12) Setelah selesai diskusi, guru meminta perwakilan setiap kelompok untuk

menyajikan temuannya di depan kelas.

13) Guru memberikan umpan balik dan evaluasi atas materi yang telah

dipresentasikan oleh siswa secara singkat (Teaching Group).

14) Guru memberikan skor terhadap hasil kerja kelompok dan memberikan kriteria

penghargaan terhadap kelompok yang dapat menyelesaikan soal.

15) Guru memberikan soal evaluasi secara individu (Lampiran 15).

16) Setelah siswa selesai mengerjakan, maka pekerjaan masing-masing siswa

dikumpulkan. Siswa bersama guru menyimpulkan materi yang telah dipelajari.

c. Pengamatan

1) Hasil pengamatan tentang keaktifan dan kerjasama siswa pada siklus I adalah

sebagai berikut :

a) Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran matematika secara klasikal

cukup baik / sedang namun prosentasenya belum menunjukan hasil yang

diharapkan peneliti (Lampiran 17).

b) Kerjasama siswa dalam kelompok cukup baik, namun prosentasenya belum

menunjukan hasil yang maksimal (Lampiran 22).

2) Hasil penilaian uji kompetensi I

Setelah siklus I selesai dilaksanakan maka diberikan tes kepada siswa

sebagai tolak ukur apakah model pembelajaran yang digunakan sudah dikuasai

dan dipahami. Adapun hasil tes siklus I sebagai berikut:

Secara klasikal diperoleh prosentase ketuntasan belajar siswa 70% dengan nilai

rata-rata 65,2. Namun hal ini belum menunjukan hasil yang diharapkan

peneliti, dikarenakan mungkin siswa belum terbiasa menggunakan model

pembelajaran cooperative learning tipe CIRC dengan pendekatan kontekstual.

Selain itu juga guru kurang memberikan bimbingan dan motivasi kepada siswa

sehingga siswa kurang berani mengeluarkan pendapat atau bertukar pikiran,

sehingga siswa terlihat kurang aktif.

3) Hasil pengamatan terhadap kinerja guru menggunakan model pembelajaran

cooperative learning tipe CIRC dengan pendekatan kontekstual adalah sebagai

berikut :

Dari hasil penilaian kinerja guru, maka dapat dikatakan kinerja guru cukup

baik dengan prosentase 72,5% (Lampiran 26). Hal ini belum maksimal,

walaupun guru sudah baik dalam penguasaan materi, namun pelaksanaan

pembelajaran cooperative tipe CIRC dengan pendekatan kontekstual masih

tergolong cukup.

d. Refleksi

Setelah mengadakan pengamatan pada proses pembelajaran, selanjutnya diadakan

refleksi terhadap segala kegiatan yang telah dilakukan. Dari pelaksanaan siklus I

didapat hasil refleksi sebagai berikut:

1) Peneliti dan guru saling bertukar pikiran, agar pada siklus II dapat lebih baik

dalam proses pembelajaran dan hasil belajar siswa dibandingkan dengan siklus

I.

2) Guru dituntut untuk memperhatikan siswa yang mengalami kesulitan dalam

belajar, bimbingan yang diberikan guru pada siswa belum merata, sehingga

ada kelompok yang belum dapat menyelesaikan permasalahan dengan baik.

3) Penguasaan model pembelajaran CIRC dengan pendekatan kontekstual lebih

ditingkatkan dalam pembelajaran dengan menciptakan kelompok belajar untuk

lebih meningkatkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal yang

behubungan dengan kehidupan sehari-hari.

4) Guru hendaknya memberikan perhatian agar siswa yang lebih pandai tidak

mendominasi kelompoknya, dan berusaha memberikan pengertian agar siswa

dapat bekerjasama dan saling membantu antar temannya yang belum jelas.

Dari siklus I diperoleh bahwa keaktifan siswa memperoleh rata-rata prosentase

73,82% yang dikategorikan cukup baik (Lampiran 17). Sedangkan untuk

kemampuan siswa dalam bekerjasama dengan kelompoknya diperoleh rata-rata

prosentase 74,7% yang dikategorikan cukup baik (Lampiran 22). Sehingga masih

terdapat beberapa catatan dari peneliti bahwa guru kurang memberikan motivasi

belajar kepada siswa, yaitu buktinya masih terdapat siswa yang belum terlibat

dalam diskusi. Disamping itu siswa belum terbiasa menggunakan model

pembelajaran CIRC dengan pendekatan kontekstual sehingga kerjasama antara

siswa satu dengan siswa yang lainnya belum maksimal.

Untuk penilaian hasil diskusi tiap kelompok diperoleh rata-rata prosentase

78,54% yang dikategorikan baik. Sedangkan untuk keaktifan setiap kelompok

dalam berdiskusi memperoleh rata-rata prosentase 72,65% yang dikategorikan

cukup baik.

Berdasarkan analisis hasil belajar siswa pada siklus I (Lampiran 18) dalam

proses pembelajaran menggunakan model pembelajaran CIRC dengan pendekatan

kontekstual diperoleh siswa yang tidak tuntas belajar berjumlah 12 siswa dengan

prosentase ketuntasan belajar klasikal 70%. Dan nilai rata-rata kelas yang dicapai

adalah 65,2.

Untuk penilaian kinerja guru dalam pembelajaran menggunakan model

pembelajaran cooperative learning tipe CIRC dengan pendekatan kontekstual

diperoleh prosentase 72,5% dan tergolong kinerja guru cukup baik.

Dari semua hasil siklus I di atas dapat disimpulkan bahwa agar siswa

memahami penjelasan dari guru pada waktu membahas materi ajar, maka

sebaiknya guru dapat mengarahkannya dengan baik. Guru juga disarankan untuk

menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh siswa , mengingat daya

tangkap siswa yang beragam. Bimbingan yang diberikan guru pada siswa belum

merata sehingga ada kelompok yang belum dapat menyelesaikan soal-soal dengan

baik. Guru hendaknya memberikan perhatian agar tidak siswa yang lebih pandai

saja yang mendominasi kelompoknya dan guru sebaiknya berusaha memberikan

pengertian agar siswa dapat bekerjasama dan membagi kemampuan yang dimiliki

kepada temannya yang belum paham. Sehingga perlu dilakukan siklus II untuk

memperbaikinya.

2. Siklus II

a. Perencanaan

Penelitian ini direncanakan pada tanggal 11 sampai 14 Februari, pada siswa kelas

VII B SMP N 4 Juwana Pati. Pada perencanaan dipersiapkan hal-hal sebagai

berikut :

1) Mengidentifikasi dan merumuskan masalah, dalam hal ini peneliti memilih

pokok bahasan himpunan.

2) Merancang Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) menggunakan

implementasi pembelajaran kooperatif tipe CIRC dengan pendekatan

kontekstual pada materi himpunan yang akan dikerjakan pada siklus II

(Lampiran 38).

3) Merancang pembentukan kelompok, setiap kelompok terdiri dari 5 siswa

dengan memperhatikan penyebaran kemampuan siswa (Lampiran 45).

4) Membuat soal diskusi siklus II (Lampiran 43) beserta kunci jawabannya

(Lampiran 44).

5) Membuat soal tes evaluasi siklus II yang disesuaikan dengan materi yang

diajarkan (Lampiran 39) beserta kunci jawabannya (Lampiran 29).

6) Menyusun lembar observasi keaktifan dan kerjasama siswa (Lampiran 41 dan

lampiran 46).

7) Menyusun lembar observasi kinerja guru dalam pembelajaran menggunakan

model CIRC dengan pendekatan kontekstual (Lampiran 50).

b. Pelaksanaan tindakan

Siklus II meliputi pembelajaran matematika pokok bahasan himpunan

yaitu menyelesaikan soal-soal yang berkaitan dengan masalah sehari-hari dengan

menggunakan diagram venn. Siklus II dilaksanakan dalam tiga kali pertemuan (5 x

40 menit), pada hari Jumat tanggal 11 Februari 2011 diadakan pertemuan pertama

(2 x 40) menit untuk menjelaskan cara menyelesaikan masalah sehari-hari dengan

menggunakan diagram venn dan konsep himpunan, dilanjutkan pada hari Sabtu

tanggal 12 Februari 2011, diadakan pertemuan yang kedua (2 x 40) menit untuk

menjelaskan pengerjaan dengan baik soal-soal yang berkaitan dengan materi

himpunan. Pada hari Senin tanggal 14 Februari 2011 selama 40 menit diadakan

pertemuan ketiga untuk mengevaluasi hasil belajar siswa dengan mengadakan tes

evaluasi siklus II. Pelaksanaan tindakan meliputi langkah-langkah sebagai berikut:

1) Guru memberikan motivasi mengenai pentingnya materi himpunan untuk

kehidupan sehari-hari.

2) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan apersepsi.

3) Guru menjelaskan kepada seluruh siswa tentang akan diterapkannya model

pembelajaran kooperatif tipe CIRC dengan pendekatan kontekstual sebagai

suatu variasi model pembelajaran.

4) Guru melakukan tanya jawab untuk menarik perhatian dan minat belajar siswa

tentang materi himpunan.

5) Guru menyajikan materi himpunan secara garis besar (komponen teaching

group).

6) Siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan baru yang telah di

dapatnya.

7) Guru memberikan contoh latihan soal dan meminta siswa untuk menemukan

dan menyelesaikannya sendiri.

8) Guru membagi siswa dalam beberapa kelompok yang heterogen, setiap

kelompok terdiri dari 5 orang (Lampiran 45).

9) Guru membagikan soal diskusi siklus II yaitu materi himpunan yang berkaitan

dengan masalah kontekstual (Lampiran 43).

10) Guru memberitahukan agar dalam setiap kelompok terjadi serangkaian

kegiatan spesifik sebagai berikut :

a) Salah satu anggota kelompok membaca atau beberapa anggota saling

membaca soal.

b) Membuat prediksi atau menafsirkan atas isi soal cerita.

c) Saling membuat ikhtisar atau rencana penyelesaian soal cerita.

d) Menuliskan penyelesaian soal cerita secara urut (menuliskan urutan

komposisi penyelesaiannya).

e) Saling merevisi dan mengedit pekerjaan atau penyelesaian (jika ada yang

perlu direvisi).

11) Guru berkeliling memberi motivasi, membimbing dengan instruksi seminimal

mungkin serta mengawasi kegiatan kelompok dalam mengkonstruksi dan

menyelesaikan pengetahuan baru yang didapat.

12) Setelah selesai diskusi, guru meminta perwakilan setiap kelompok untuk

menyajikan temuannya di depan kelas.

13) Guru memberikan umpan balik dan evaluasi atas materi yang telah

dipresentasikan oleh siswa secara singkat (Teaching Group).

14) Guru memberikan skor terhadap hasil kerja kelompok dan memberikan

kriteria penghargaan terhadap kelompok yang dapat menyelesaikan soal.

15) Guru memberikan latihan soal (evaluasi) secara individu (Lampiran 39).

16) Setelah siswa selesai mengerjakan, maka pekerjaan masing-masing siswa

dikumpulkan.Siswa bersama guru menyimpulkan materi yang telah

dipelajari.

c. Pengamatan

1) Hasil pengamatan tentang keaktifan dan kerjasama siswa pada siklus II adalah

sebagai berikut :

a) Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran matematika secara klasikal

sudah baik dan sudah memenuhi kriteria keberhasilan yang sudah

menunjukkan terjadinya peningkatan yang diharapkan peneliti (Lampiran

41).

b) Kerjasama siswa dalam kelompok juga menunjukkan hasil yang baik, dan

menunjukkan adanya peningkatan seperti yang diharapkan oleh peneliti.

(Lampiran 46).

2) Hasil penilaian uji kompetensi I

Secara klasikal prosentase ketuntasan belajar siswa 87,5% dengan nilai

rata-rata 80,15. Dari hasil tersebut tampak bahwa terjadi peningkatan

ketuntasan belajar dibandingkan dengan siklus I. Pada siklus II ini ada lima

siswa yang tidak tuntas sehingga telah sesuai dengan harapan. Rata-rata nilai

juga sudah mengalami kenaikan.

3) Hasil pengamatan terhadap kinerja guru menggunakan model pembelajaran

cooperative learning tipe CIRC dengan pendekatan kontekstual adalah sebagai

berikut :

Dari hasil penilaian kinerja guru, maka dapat dikatakan kinerja guru baik

dengan prosentase 85 % (Lampiran 50). Guru sudah baik dalam pelaksanaan

pembelajaran menggunakan metode pembelajaran cooperative learning tipe

CIRC dengan pendekatan kontekstual. Disamping itu, guru juga lebih bisa

membimbing dan memotivasi siswa serta menumbuhkan interaksi antara siswa

dengan siswa maupun interaksi antara siswa dengan guru.

d. Refleksi

Setelah mengadakan pengamatan atas tindakan di kelas selanjutnya diadakan

refleksi terhadap segala kegiatan yang telah dilakukan. Hasil refleksi siklus II

yaitu:

1) Siswa memanfaatkan waktu yang diberikan guru untuk bertanya tentang

materi yang belum jelas.

2) Siswa dengan cepat dapat merespon pertanyaan guru dengan jawaban yang

benar, tanpa guru harus menunjuk kepada seorang siswa.

3) Siswa bertambah aktif terlibat dalam kegiatan kelompok untuk ikut

menjelaskan pada teman satu kelompoknya yang belum bisa menyelesaikan

soal.

4) Tiap siswa telah beradaptasi dengan teman satu kelompoknya sehingga tidak

canggung lagi untuk saling bertukar pikiran dan mengeluarkan pendapat.

5) Kerjasama dalam satu kelompok telah menunjukkan pemerataan siswa yang

pandai tidak lagi mendominasi dalam mengerjakan tugas kelompok.

6) Setiap siswa dalam kelompok terlibat tampak sungguh-sungguh dan percaya

diri dalam kegiatan menyelesaikan soal serta siap menjelaskan pada kelompok

yang lain.

7) Suasana kelas tertib dan kondusif, dengan demikian proses pembelajaran

berjalan lancar.

Pada siklus II telah dilakukan perbaikan siklus I yaitu meningkatkan keaktifan

siswa, kerjasama siswa dalam kelompok dan kinerja guru sehingga kekurangan

proses pembelajaran dapat dikurangi seminimal mungkin yang menjadikan hasil

belajar siswa dapat meningkat.

Dari hasil analisis di atas dapat disimpulkan bahwa siswa dapat memahami

penjelasan dari guru pada waktu membahas materi ajar. Hal itu disebabkan guru

sudah menerangkan materi dengan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti

oleh siswa, mengingat daya tagkap siswa yang beragam. Bimbingan yang

diberikan guru pada siswa sudah merata sehingga semua kelompok dapat

menyelesaikan soal-soal dengan baik. Siswa yang pandai tidak lagi mendominasi

kelompoknya dan antar siswa dapat bekerjasama dengan baik serta membagi

kemampuan yang dimiliki kepada temannya.

D. Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh penerapan model pembelajaran

cooperative learning tipe CIRC dengan pendekatan kontekstual dapat meningkatkan

keaktifan dan hasil belajar siswa kelas VII B SMP N 4 Juwana Pati pada pokok bahasan

himpunan. Hal ini dapat dilihat dari hasil tes akhir yang semula dengan rata-rata

mencapai 65,2 dengan ketuntasan belajar klasikal 70% meningkat menjadi 80,15 dengan

ketuntasan belajar klasikal 87,5%. Begitu pula dengan nilai hasil diskusi yang semula

rata-rata 78,54 naik menjadi 83,54. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya motivasi dan

minat siswa dalam proses belajar mengajar, siswa dapat menjawab pertanyaan dari guru,

siswa lebih aktif dan kreatif serta lebih mudah menerima dan memahami materi yang

diajarkan. Untuk keaktifan siswa selama proses belajar mengajar mengalami peningkatan

dari rata-rata prosentase 73,82% menjadi 84,75% sehingga sudah memenuhi indikator

keberhasilan, demikian halnya dengan aktivitas kerjasama siswa mengalami peningkatan

dari rata-rata prosentase 74,7% menjadi 83,45%. Hal ini disebabkan karena siswa lebih

berani bertanya, terlibat aktif antara siswa dengan guru, menghargai pendapat orang lain,

berani dan mampu menjelaskan pada teman yang belum jelas serta berani berpresentasi.

Untuk sikap siswa terhadap pembelajaran matematika menggunakan kombinasi model

pembelajaran kooperatif tipe CIRC dengan pendekatan kontekstual juga mengalami

peningkatan yaitu semula rata-rata prosentase mencapai 72% meningkat menjadi 81%.

Hal ini karena siswa merasa lebih mudah memahami materi yang diajarkan dan bisa

saling membantu dengan teman yang lainnya yang mengalami kesulitan, sehingga dapat

saling melengkapi.

Penampilan kinerja guru dalam pembelajaran Kooperatif Tipe CIRC dengan

pendekatan kontekstual memperoleh skor 58 meningkat menjadi skor 68 dengan

prosentase 72,5% menjadi 85% dan sudah memenuhi indikator keberhasilan, hal ini

disebabkan karena guru dapat menguasai kelas dengan baik, membimbing siswa

mengkonstruksi pengetahuan baru yang didapat siswa dalam KBM, lebih menumbuhkan

interaksi kepada siswa agar lebih aktif dalam KBM dan membimbing siswa dalam

kelompok.

Peningkatan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah dan hasil belajar

tersebut disebabkan siswa sudah mampu memahami dan menyesuaikan diri dengan

model pembelajaran CIRC dengan pendekatan kontekstual yang diterapkan oleh guru.

Selain itu proses diskusi dalam kelompok telah memunculkan keberanian bertanya baik

antara siswa dengan siswa maupun antara siswa dengan guru tentang hal yang dianggap

sulit, sehingga mereka dapat lebih aktif belajar dan aktif berkomunikasi dalam

menyelesaikan soal-soal.

Pembelajaran CIRC ternyata mampu meningkatkan semangat bersaing untuk

mendapatkan nilai baik dalam tes uji kompetensi. Hal ini terlihat dari motivasi siswa

untuk bersungguh-sungguh dalam mengikuti dan mengerjakan soal dengan kondusif.

Bimbingan guru dalam mengkonstruksi pengetahuan baru yang didapat siswa menambah

nilai positif dari pembelajaran CIRC ini. Peran aktif siswa pada setiap kegiatan

pembelajaran seperti belajar kelompok, berdiskusi, berpikir dan berinteraksi baik dengan

temannya maupun dengan guru meningkat. Melalui penggunaan pembelajaran CIRC

dengan pendekatan kontekstual ini dapat meningkatkan keaktifan dan sikap siswa dalam

pembelajaran serta meningkatkan ketuntasan siswa dalam belajar. Karena model

pembelajaran CIRC dengan pendekatan kontekstual ini menjadikan guru lebih kreatif

dan siswa tidak jenuh serta lebih termotivasi untuk terlibat secara aktif dalam proses

pembelajaran. Siswa lebih diberikan kesempatan memecahkan masalah dalam

pembelajaran. Pembagian siswa menjadi beberapa kelompok kecil, memberikan

kesempatan pada siswa untuk bekerja sama dan mengemukakan pendapatnya sendiri.

Berdasarkan dari pembahasan di atas maka penelitian tindakan kelas dengan

menerapkan model pembelajaran Cooperative Learning tipe CIRC dengan pendekatan

kontekstual dapat meningkatkan kemampuan mengajar guru sehingga hasil belajar dan

keaktifan siswa juga ikut meningkat.

Hasil penelitian tindakan kelas yang dilakukan oleh Dwi Antari Wijayanti tahun

2002 dan penelitian tindakan kelas yang dilakukan oleh Wiwik Fitri Sholikah tahun

2005 memperkuat hasil penelitian yang telah diperoleh di atas.

Hasil penelitian tindakan kelas yang dilakukan oleh Dwi Antari Wijayanti tahun

2002 menyimpulkan bahwa model pembelajaran CIRC dapat meningkatkan hasil belajar

matematika khususnya dalam materi SPLDV bagi siswa kelas II-C SLTP N 4 Semarang.

Hal ini dapat dilihat pada peningkatan hasil evaluasi 60% pada siklus I dan 84% pada

siklus II, selain itu juga dapat meningkatkan aktivitas siswa dari 56% pada siklus I dan

81% pada siklus II serta dapat meningkatkan kinerja guru dari 56% pada siklus I dan

81% pada siklus II.

http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/collect/skripsi/archives/HASH3c47.dir/doc.pdf

Disamping itu hasil penelitian tindakan kelas yang dilakukan oleh Wiwik Fitri

Sholikhah 2005 menyimpulkan bahwa pembelajaran CIRC dapat meningkatkan hasil

belajar matematika khususnya dalam materi bangun segiempat bagi siswa kelas VII A

SMP N II Balarejo Kab. Madiun tahun pelajaran 2004/2005 dengan 3 siklus. Pada siklus

ketiga sudah mencapai keberhasilan dengan nilai rata-rata mencapai 7,25 dengan

ketuntasan belajar 68,42%.

http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/collect/skripsi/archives/HASH0193/7b9ca7cb.dir/doc.pdf

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan

menerapkan model pembelajaran Cooperative Learning tipe CIRC dengan pendekatan

kontekstual dapat meningkatkan hasil belajar siswa, keaktifan dan kerjasama siswa dalam

kelompok pada siswa Kelas VII B SMPN 4 Juwana Pati tahun pelajaran 2010/2011

dalam pokok bahasan himpunan. Hal ini ditunjukkan oleh:

1. Hasil belajar siswa mengalami peningkatan. Nilai rata-rata siklus I yaitu 65,2 dan

pada siklus II nilai rata-ratanya meningkat menjadi 80,15. Pada siklus I siswa yang

tuntas belajar 28 siswa dan yang tidak tuntas 12 siswa. Sedangkan pada siklus II

siswa yang tuntas belajar sebanyak 35 siswa dan yang tidak tuntas sebanyak 5 siswa.

Ketuntasan belajar klasikal pada siklus I yaitu 70% dapat disimpulkan bahwa hasil

tes akhir pada siklus II lebih baik bila dibandingkan dengan siklus I yaitu mencapai

ketuntasan belajar klasikal 87,5%.

2. Meningkatnya keaktifan siswa selama proses belajar mengajar mengalami

peningkatan dari rata-rata prosentase yang diperoleh semula hanya 73,82% menjadi

84,75%, begitu pula dengan aktivitas kerjasama siswa mengalami peningkatan dari

rata-rata prosentase 74,7% menjadi 83,45%, Untuk sikap siswa terhadap

pembelajaran matematika menggunakan kombinasi model pembelajaran kooperatif

tipe CIRC dengan pendekatan kontekstual juga mengalami peningkatan yaitu semula

rata-rata prosentase mencapai 72% meningkat menjadi 81%, jadi semuanya sudah

memenuhi indikator keberhasilan.

3. Penampilan guru dalam mengajar juga mengalami peningkatan dari skor yang

diperoleh siklus I yaitu 58 meningkat menjadi 68 dengan prosentase 72,5% menjadi

85%. Hal ini sesuai dengan indikator keberhasilan.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas VII B SMPN 4 Juwana Pati tahun

pelajaran 2010/2011, maka diajukan beberapa saran sebagai berikut:

1. Model pembelajaran Cooperative Learning tipe CIRC dengan pendekatan kontekstual

sebaiknya diterapkan oleh guru matematika karena dapat digunakan sebagai

pembelajaran alternatif untuk meningkatkan hasil belajar dan keaktifan siswa baik

dalam individu maupun berkelompok.

2. Sebaiknya guru menggunakan pembelajaran Cooperative Learning tipe CIRC dengan

pendekatan kontekstual ini karena dapat melatih siswa agar mampu menganalisa

masalah matematika yang dihadapi, sehingga memotivasi siswa terbiasa berfikir kritis

dan kreatif dalam memecahkan masalah matematika yang berkaitan dengan

kehidupan sehari-hari dalam kelompok maupun individu.

3. Dalam strategi pembelajaran Cooperative Learning tipe CIRC dengan pendekatan

kontekstual, guru sebagai fasilitator hendaknya mengawasi dan membimbing siswa

dengan instruksi seminimal mungkin, hal ini mendorong siswa agar lebih aktif

interaktif dalam pembelajaran.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto,Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT


Rineka Cipta.

_______________. 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.

_______________. 2002. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi


Aksara.

Darsono, Max. 2001. Belajar dan Pembelajaran. Semarang: IKIP Semarang Press.

Dimyati. dkk. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Dwi Antari Wijayanti. 2002. Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas II C SLTP N 4
Semarang Tahun Pelajaran 2001/2002 Pada Pokok Bahasan SPLDV dengan Model
CIRC.
http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/collect/skripsi/archives/HASH3c47.dir/doc.pdf

Hudoyo, Herman. 1990. Srategi Belajar Matematika. Malang: IKIP Malang.

Nurhadi. 2004. Kurikulum 2004 (Pertanyaan dan Jawaban). Malang: PT Grasindo.

Sardiman. 2010. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali Pers.

Simangunsong, Wilson. 2006. Matematika Untuk SMP Kelas VII. Jakarta: Erlangga.

Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT Rineka


Cipta.

Suprijono, Agus. 2009. Cooperative Learning. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Suyitno, Amin. 2005. Pemilihan Model-Model Pembelajaran dan Penerapannya di Sekolah.


Semarang: FPMIPA UNNES.

Tim Penyusun. 1993. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta:


Erlangga.

Wiwik Fitri Sholikhah. 2005. Meningkatkan Kualitas Proses dan Hasil Belajar Bangun Segi
Empat Siswa Kelas VII A SMP N II Balarejo Kab. Madiun Tahun Pelajaran

2004/2005 Melalui Model Pembelajaran CIRC.


http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/collect/skripsi/archives/HASH0193/7b9ca7cb.dir/doc.p
df

Anda mungkin juga menyukai