Anda di halaman 1dari 4

Nama : Sulistyowati

NPM : 1306384510
Mata Kuliah : Politik di Malaysia, Singapura, dan Brunei Darussalam
Tugas : Fact sheets Negara Brunei Darussalam

Sistem Kesultanan dan Otoritasnya di Brunei Darussalam

Dalam stratifikasi sosial di Brunei Darussalam, secara garis besar terbagi menjadi dua
kelompok, yakni antara bangsawan (noble) dan rakyat biasa (non-noble). Menurut
sejarahnya, strata semacam ini telah dikenal sejak abad ke 16. Bahkan hingga saat ini,
perbedaan strata diantara keduanya masih tetap mendasar. sBerikut merupakan stratifikasi
sosial masyarakat Brunei secara lengkap dari yang paling teratas hingga terendah: raja
berteras (bangsawan inti), raja/pengiran (bangsawan), ampuan (bangsawan yang diragukan),
awang (aristokrat), rakyat/orang (rakyat jelata), sakai (pengikut), dan hamba/ulun (pelayan,
budak). Tentu saja, sultan masuk ke dalam kategori kelas raja berteras yang menduduki strata
kelas tertinggi di dalam masyarakat Brunei.1

Brunei Darussalam merupakan negara yang menganut sistem pemerintahan monarki


absolut dengan konstitusi yang berlaku berdasarkan hukum Islam. Sistem pemerintahan
monarki ini telah berlangsung selama lebih dari 600 tahun lamanya. Kekuasaan sultan absolut
sehingga hak-hak sipil dibatasi. Maka tak heran manakala media serta masyarakat sipil disana
sangat dikontrol ketat oleh negara. Bahkan partai politik disana pun hingga saat ini hanya
terdapat satu partai saja, yakni Partai Pembangunan Nasional (National Development Party).2

Legitimasi yang dimiliki oleh sultan dilandaskan atas dasar agama, budaya dan
tradisi. Peraturan dibuat atas dasar hukum syariah. Sultan menjabat sebagai kepala negara
sekaligus kepala pemerintahan yang mengendalikan negara secara keseluruhan. Makna sultan
Brunei sendiri berarti yang dipertuan negara, Sistem kesultanan Brunei bersifat patrialistik
dan pribadi. Maksudnya, sultan digambarkan sebagai simbol negara dan subyek dari
kesetiaan warga. Oleh karena itu, sultan dituntut untuk selalu tampil tanpa cela karena

1 D E Brown dan Donald Brown. Social Stratification in Brunei. Southeast Asian Journal of
Sociology, Vol.3 (1970), hlm.27.

2 A V M Horton. Window-Dressing an Islamizing Sultanate. Asian Survey, Vol.45, No.1 (2005),


hlm.180-185.

Politik di Malaysia, Singapura dan Brunei Darussalam | 1


ekspektasi rakyat yang sangat tinggi terhadap pimpinannya. Sultan tidak hanya berkewajiban
untuk menjadi pemimpin politik saja, tapi juga mempunyai personalitas yang baik dan bersih.

Kesultanan Brunei telah berdiri sejak abad ke-15 M. Kemudian pada abad ke-16
mencapai puncaknya, hingga pada awal abad ke 19 sempat mengalami penurunan. Namun
memasuki akhir abad ke-19, terjadi peristiwa besar yang mengubah sejarah perpolitikan
negara tersebut. Brunei yang notabene merupakan negara jajahan Inggris pada masa itu,
akhirnya berhasil memperoleh kemerdekaan dari Inggris di tahun 1984. Pasca kemerdekaan,
mereka dihadapkan pada tugas berat untuk membentuk institusi pemerintahan, sementara di
sisi lain sistem kesultanan telah mandarah daging diberlakukan disana. Disinilah letak
perbedaan Brunei dengan negara-negara monarki kebanyakan. Faktanya, meskipun harus
menyesuaikan diri sebagai negara modern, sistem kesultanan masih tetap eksis bahkan
berkuasa. Ini dapat dilihat dari bagaimana kekuasaan sultan masih saja besar dan tak
tertandingi. Sultan bahkan merangkap menjalani berbagai peran politiknya melalui beberapa
jabatan strategis, diantaranya menjabat sebagai perdana menteri, menteri keuangan, dan
menteri dalam negeri pada saat yang bersamaan. 3 Tak hanya itu, sultan juga secara otomatis
menjabat sebagai pimpinan tertinggi angkatan bersenjata kerajaan Brunei. Fakta ini sekaligus
menjadi antitesis bagi argumentasi yang pernah dikatakan oleh para pakar demokrasi seperti
Huntington. Huntington meragukan eksistensi rezim kerajaan dalam menghadapi tekanan
negara modern. Namun ternyata hal tersebut tidak berlaku bagi negara Brunei. Brunei justru
mampu bertahan menghadapi berbagai tantangan modernisasi yang terjadi bahkan negara
tersebut tumbuh dan berkembang dengan pesat sebagai negara neo-tradisional yang
konservatif, patrialistik, dan otoriter. Maka tak heran apabila Brunei Darussalam disebut
sebagai negara dengan institusi politik neo-tradisional. Hal ini karena kemampuan negara
tersebut mempertahankan sistem kesultanan yang tradisional tetapi mampu menyesuaikan
diri dan bertahan dalam lingkungan global yang dinamis.

Sudah menjadi rahasia umum manakala negara dengan sistem monarki maka
pemimpin berkuasa mempunyai kecenderungan untuk tetap mempetahankan status quo. Oleh
sebab itu, sultan sangat berkomitmen untuk menjamin kestabilan di negaranya, baik di bidang
ekonomi, sosial maupun politik. Strategi yang digunakan untuk memeprtahankan status quo
adalah, memastikan terjaminnya kesejahteraan rakyatnya. Agar rakyatnya tidak melakukan
pemberontakkan atas otoritas sultan ini, negara menjamin tercukupinya kebutuhan sosial dan

3 David Leake. 1990. Brunei: The Modern Southest Asian Islamic Sultanate. Kuala Lumpur:
Forum, hlm.68.

Politik di Malaysia, Singapura dan Brunei Darussalam | 2


kesejahteraan untuk rakyatnya dengan menyediakan program kesejahteraan yang melimpah.
Pemerintah menggartiskan berbagai fasilitas umum kepada rakyatnya, seperti telepon, air,
listrik, angkutan umum, pendidikan dan kesehatan, semuanya berada dalam tanggungan
pemerintah.4 Tak hanya itu, negara ini juga tidak mengenal pajak perseorangan, melainkan
kewajiban membayar pajak bagi perusahaan.

Strategi selanjutnya untuk mempertahankan kekuasaan sultan ialah dengan cara


menerapkan ideologi nasional bernama MIB (Melayu Islam Beraja). Ideologi ini diterapkan
tak lain adalah dalam rangka mempertahankan kekuasaan sultan melalui upaya menjalin
hubungan yang istimewa dan intim antara sultan dengan rakyatnya. Selain itu, undang-
undang darurat juga diatur untuk diperbarui setiap dua tahun sekalipun tidak ada ancaman
serius terhadap kekuasaan kesultanan sejak tahun 1962. Dalam rangka mempersiapkan
kaderisasi kepada putra mahkota yang akan melanjutkan kekuasaannya, sultan sengaja
memberikan peran yang lebih besar. Putra mahkota ditugaskan menjalankan fungsi kepala
negara yang kebanyakan bersifat seremonial seperti mewakili sang sultan, menghadiri acara
publik dan menyabut tamu-tamu penting dari negara asing sebagai persiapan untuk
memastikan transisi kekuasaan berjalan dengan baik.

Amandemen UU tahun 2004 seolah menjadi legitimasi bagi sultan untuk memperkuat
kekuasaannya. Meskipun di UU ini diatur mengenai sebagian Dewan Legislatif yang dipilih
atas dasar pemilu, namun sebagian lainnya dipilih oleh sultan itu sendiri dengan anggotanya
orang-orang terdekat yang berada di lingkaran kekuasaannya. Bahkan Horton menyebut
bahwa amandemen konstitusional tahun 2004 mengindikasiakn hasrat untuk membungkus
kesultanan dalam bentuk demokrasi liberal tanpa benar-benar menjadi suatu negara
demokrasi liberal.5

Berdasarkan pemaparan singkat di atas mengenai sistem kesultanan dan otoritasnya di


Brunei Darussalam, maka pada bagian akhir ini akan diuraikan mengenai tantangan yang
dihadapi oleh kesultanan berkuasa dalam rangka mempertahankan kekuasaannya.Tantangan
yang dihadapi kesultanan Brunei saat ini ialah, bagaimana caranya agar negara mampu
menjamin dan memenuhi tuntutan publik dalam negeri terkait kebutuhan umum dan standar

4 Abd Ghofur. Islam dan Politik di Brunei Darussalam (Suatu Tinjauan Sosio-Historis. Jurnal
Toleransi: Media Komunikasi Umat Beragama Vol.7, No.1 (Januari-Juni 2015), hlm.54.

5 Naimah S Talib. Brunei Darussalam: Kesultanan Absolut dan Negara Modern. Kyoto Review of
Southeast Asia Issue 13 (Maret 2013), hlm.5.

Politik di Malaysia, Singapura dan Brunei Darussalam | 3


kehidupan yang tinggi. Selain itu, sultan dituntut agar selalu dapat menjaga kepercayaan dari
para pendukungnya baik yang berasal dari kaum elit anggota keluarga raja, maupun kelas
menengah dengan status sosial yang beranjak naik. Terakhir, bagaimana kemampuan sultan
meyakinkan lebih banyak orang-orang pedesaan maupun perkotaan bahwa ia telah
menjalankan pemerintahannya dengan baik sehingga potensi terjadinya pemberontakkan
dapat dihindari.6

Daftar Pustaka

Brown, D E dan Donald Brown. Social Stratification in Brunei. Southeast Asian Journal of
Sociology, Vol.3 (1970).

Ghofur, Abd. Islam dan Politik di Brunei Darussalam (Suatu Tinjauan Sosio-Historis).
Jurnal Toleransi: Media Komunikasi Umat Beragama Vol.7, No.1 (Januari-Juni
2015).
Horton, A V M. Window-Dressing an Islamizing Sultanate. Asian Survey, Vol.45, No.1
(2005).
Leake, David. 1990. Brunei: The Modern Southest Asian Islamic Sultanate. Kuala Lumpur:
Forum.

S Talib, Naimah. Brunei Darussalam: Kesultanan Absolut dan Negara Modern. Kyoto
Review of Southeast Asia Issue 13 (Maret 2013).

6 Naimah S Talib. Ibid, hlm.8.

Politik di Malaysia, Singapura dan Brunei Darussalam | 4

Anda mungkin juga menyukai