Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN

PENDAHULUAN

1. Definisi Fraktur
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang biasanya disertai
dengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, rupture tendon, kerusakan
pembuluh darah, dan luka organ-organ tubuh dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya, terjadinya fraktur jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang
besar dari yang dapat diabsorbsinya (Smeltzer, 2001).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat
diabsorpsinya. Fraktur dapat disebabkan pukulan langsung, gaya meremuk,
gerakan punter mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrem (Bruner & Sudarth,
2002).
Fraktur adalah patahnya tulang, yang biasanya dialami hewan kecil akibat
kecelakaan, terjatuh dan luka (Bleby & Bishop, 2003).
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan
atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Sjamsuhidayat,
2005).
Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh. Kebanyakan
fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada
tulang, baik berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung (Sjamsuhidajat &
Jong, 2005).
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau
tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2007).
2. Klasifikasi
Klasifikasi fraktur secara umum :
1) Berdasarkan tempat (Fraktur humerus, tibia, clavicula, ulna, radius dan cruris
dst).
2) Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur:
a. Fraktur komplit (garis patah melalui seluruh penampang tulang atau
melalui kedua korteks tulang).
b. Fraktur tidak komplit (bila garis patah tidak melalui seluruh garis
penampang tulang).
3) Berdasarkan bentuk dan jumlah garis patah :
a. Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan.
b. Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan.
c. Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
pada tulang yang sama.
4) Berdasarkan posisi fragmen :
a. Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua
fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh.
b. Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang
juga disebut lokasi fragmen
5) Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan).
a. Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih
utuh) tanpa komplikasi. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri
yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
- Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak
sekitarnya.
- Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan.
- Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian
dalam dan pembengkakan.
- Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan
ancaman sindroma kompartement.
b. Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya
perlukaan kulit.
Fraktur terbuka dibedakan menjadi beberapa grade yaitu :
- Grade I : luka bersih, panjangnya kurang dari 1 cm.
- Grade II : luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang
ekstensif.
- Grade III : sangat terkontaminasi, dan mengalami kerusakan jaringan
lunak ekstensif.
6) Berdasar bentuk garis fraktur dan hubungan dengan mekanisme trauma :
a. Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan
merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.
b. Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut
terhadap sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga.
c. Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang
disebabkan trauma rotasi.
d. Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang ke arah permukaan lain.
e. Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi
otot pada insersinya pada tulang.
7) Berdasarkan kedudukan tulangnya :
a. Tidak adanya dislokasi.
b. Adanya dislokasi
- At axim : membentuk sudut.
- At lotus : fragmen tulang berjauhan.
- At longitudinal : berjauhan memanjang.
- At lotus cum contractiosnum : berjauhan dan memendek.
8) Berdasarkan posisi frakur
Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian :
a. 1/3 proksimal
b. 1/3 medial
c. 1/3 distal
9) Fraktur Kelelahan: Fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.
10) Fraktur Patologis : Fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang.

Tipe Fraktur

3. Etiologi
1) Trauma langsung/ direct trauma: Yaitu apabila fraktur terjadi di tempat
dimana bagian tersebut mendapat ruda paksa (misalnya benturan, pukulan
yang mengakibatkan patah tulang).
2) Trauma yang tak langsung/ indirect trauma: Misalnya penderita jatuh
dengan lengan dalam keadaan ekstensi dapat terjadi fraktur pada pegelangan
tangan.
3) Trauma ringan pun dapat menyebabkan terjadinya fraktur bila tulang itu
sendiri rapuh/ ada resiko terjadinya penyakit yang mendasari dan hal ini
disebut dengan fraktur patologis.
4) Kekerasan akibat tarikan otot: Patah tulang akibat tarikan otot sangat
jarang terjadi.Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan
penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.
4. Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas
untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang
dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan
rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum
dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang
membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan
terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera
berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini
menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi,
eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang
merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya
Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur
1) Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap
besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.

2) Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk
timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas, kelelahan,
dan kepadatan atau kekerasan tulang.
5. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas,
pemendekan ektremitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan perubahan warna
yang dijelaskan secara rinci sebagai berikut:
Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan cenderung
bergerak secara alamiah (gerakan luar biasa). Pergeseran fragmen pada fraktur
lengan dan tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba) ektremitas
yang bisa diketahui dengan membandingkannya dengan ektremitas normal.
Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot
tergantung pada integritasnya tulang tempat melekatnya otot.
Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering
saling melengkapi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm (1 sampai 2 inci).
Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan
krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya. Uji
krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat.
Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat
trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasa terjadi setelah
beberapa jam atau hari setelah cedera.
Tidak semua tanda dan gejala tersebut terdapat pada setiap fraktur.
Kebanyakan justru tidak ada pada fraktur linear atau fisur atau fraktur impaksi
(permukaan patahan saling terdesak satu sama lain). Diagnosis fraktur bergantung
pada gejala, tanda fisik, dan pemeriksaan sinar-x pasien. Biasanya pasien
mengeluhkan mengalami cedera pada daerah tersebut.

6. Pemeriksaan Penunjang
1) X.Ray dilakukan untuk melihat bentuk patahan atau keadaan tulang yang
cedera.
2) Bone scans, Tomogram, atau MRI Scans
3) Arteriogram : dilakukan bila ada kerusakan vaskuler.
4) CCT kalau banyak kerusakan otot.
5) Pemeriksaan Darah Lengkap
Lekosit turun/meningkat, Eritrosit dan Albumin turun, Hb, hematokrit sering
rendah akibat perdarahan, Laju Endap Darah (LED) meningkat bila kerusakan
jaringan lunak sangat luas, Pada masa penyembuhan Ca meningkat di dalam
darah, traumaa otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal. Profil koagulasi:
perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi multiple, atau cederah
hati.
7. Komplikasi
1) Komplikasi Awal
a. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi,
CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada
ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan
posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
b. Kompartement Syndrom
Komplikasi ini terjadi saat peningkatan tekanan jaringan dalam ruang
tertutup di otot, yang sering berhubungan dengan akumulasi cairan sehingga
menyebabkan hambatan aliran darah yang berat dan berikutnya menyebabkan
kerusakan pada otot. Gejala gejalanya mencakup rasa sakit karena
ketidakseimbangan pada luka, rasa sakit yang berhubungan dengan tekanan
yang berlebihan pada kompartemen, rasa sakit dengan perenggangan pasif
pada otot yang terlibat, dan paresthesia. Komplikasi ini terjadi lebih sering
pada fraktur tulang kering (tibia) dan tulang hasta (radius atau ulna).
c. Fat Embolism Syndrom
Merupakan keadaan pulmonari akut dan dapat menyebabkan kondisi
fatal. Hal ini terjadi ketika gelembung gelembung lemak terlepas dari
sumsum tulang dan mengelilingi jaringan yang rusak. Gelombang lemak ini
akan melewati sirkulasi dan dapat menyebabkan oklusi pada pembuluh
pembuluh darah pulmonary yang menyebabkan sukar bernafas. Gejala dari
sindrom emboli lemak mencakup dyspnea, perubahan dalam status mental
(gaduh, gelisah, marah, bingung, stupor), tachycardia, demam, ruam kulit
ptechie.
d. Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma
orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini
biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan
bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
e. Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau
terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan
adanya Volkmans Ischemia. Nekrosis avaskular dapat terjadi saat suplai
darah ke tulang kurang baik. Hal ini paling sering mengenai fraktur
intrascapular femur (yaitu kepala dan leher), saat kepala femur berputar atau
keluar dari sendi dan menghalangi suplai darah. Karena nekrosis avaskular
mencakup proses yang terjadi dalam periode waktu yang lama, pasien
mungkin tidak akan merasakan gejalanya sampai dia keluar dari rumah sakit.
Oleh karena itu, edukasi pada pasien merupakan hal yang penting. Perawat
harus menyuruh pasien supaya melaporkan nyeri yang bersifat intermiten atau
nyeri yang menetap pada saat menahan beban
f. Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini
biasanya terjadi pada fraktur.
g. Osteomyelitis
Adalah infeksi dari jaringan tulang yang mencakup sumsum dan korteks
tulang dapat berupa exogenous (infeksi masuk dari luar tubuh) atau
hematogenous (infeksi yang berasal dari dalam tubuh). Patogen dapat masuk
melalui luka fraktur terbuka, luka tembus, atau selama operasi. Luka tembak,
fraktur tulang panjang, fraktur terbuka yang terlihat tulangnya, luka amputasi
karena trauma dan fraktur fraktur dengan sindrom kompartemen atau luka
vaskular memiliki risiko osteomyelitis yang lebih besar
2) Komplikasi Dalam Waktu Lama
a. Delayed Union (Penyatuan tertunda)
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai
dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan
karena penurunan supai darah ke tulang.
b. Non union (tak menyatu)
Penyatuan tulang tidak terjadi, cacat diisi oleh jaringan fibrosa.
Kadang kadang dapat terbentuk sendi palsu pada tempat ini. Faktor faktor
yang dapat menyebabkan non union adalah tidak adanya imobilisasi,
interposisi jaringan lunak, pemisahan lebar dari fragmen contohnya patella
dan fraktur yang bersifat patologis..
c. Malunion
Kelainan penyatuan tulang karena penyerasian yang buruk menimbulkan
deformitas, angulasi atau pergeseran.

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR

1. Pengkajian
Pengkajian Merupakan Tahap Awal Dan Landasan Dalam Proses
Keperawatan, Untuk Itu Diperlukan Kecermatan Dan Ketelitian Tentang Masalah-
Masalah Klien Sehingga Dapat Memberikan Arah Terhadap Tindakan
Keperawatan. Keberhasilan Proses Keperawatan Sangat Bergantuang Pada Tahap
Ini. Tahap Ini Terbagi Atas:
Pengumpulan Data
1) Anamnesa
a. Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai,
status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no.
register, tanggal MRS, diagnosa medis.
b. Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri.
Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk
memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:
- Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi
faktor presipitasi nyeri.
- Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
- Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
- Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien,
bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa
sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.
- Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk
pada malam hari atau siang hari.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur,
yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien.
Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa
ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain
itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka
kecelakaan yang lain
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan
memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-
penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit pagets yang
menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain
itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sanagt beresiko terjadinya
osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes menghambat proses
penyembuhan tulang
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan
salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis
yang sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang
cenderung diturunkan secara genetik
f. Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk
kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu
oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien
terutama pekerjaan klien. Karena ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko
untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan yang lain
g. Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu
ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme
koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif.
2) Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini perlu
untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana
spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih
mendalam.
a. Gambaran Umum
Perlu menyebutkan:
a) Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda,
seperti:
- Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis
tergantung pada keadaan klien.
- Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan pada
kasus fraktur biasanya akut.
- Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun
bentuk.
b. Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama
mengenai status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler 5 P yaitu Pain, Palor,
Parestesia, Pulse, Pergerakan). Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah:
a) Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:
- Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas
operasi).
- Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi.
- Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa
(abnormal).
- Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
- Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)
b) Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki
mulai dari posisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnya ini merupakan
pemeriksaan yang memberikan informasi dua arah, baik pemeriksa maupun
klien. Yang perlu dicatat adalah:
- Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit.
Capillary refill time Normal > 3 detik
- Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau oedema
terutama disekitar persendian.
- Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3 proksimal,
tengah, atau distal).
Otot: tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi, benjolan yang terdapat
di permukaan atau melekat pada tulang. Selain itu juga diperiksa status
neurovaskuler. Apabila ada benjolan, maka sifat benjolan perlu dideskripsikan
permukaannya, konsistensinya, pergerakan terhadap dasar atau
permukaannya, nyeri atau tidak, dan ukurannya.
c) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian diteruskan dengan
menggerakan ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada
pergerakan. Pencatatan lingkup gerak ini perlu, agar dapat mengevaluasi
keadaan sebelum dan sesudahnya. Gerakan sendi dicatat dengan ukuran
derajat, dari tiap arah pergerakan mulai dari titik 0 (posisi netral) atau dalam
ukuran metrik. Pemeriksaan ini menentukan apakah ada gangguan gerak
(mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang dilihat adalah gerakan aktif dan pasif.
2. Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa yang yang mungkin kita angkat dan menjadi perhatian pada
fraktur servikal, diantaranya :
1) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kelumpuhan otot
diafragmakerusakan
2) Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelumpuhan
3) Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya cedera (Brunner &
suddarth, 2002: 2392).
3. Intervensi Keperawatan
1) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kelumpuhan otot
diafragmakerusakan
- Tujuan perawatan : pola nafas efektif setelah diberikan oksigen
- Kriteria hasil : Pentilasi adekuat

Intervensi :
a. Pertahankan jalan nafas; posisi kepala tanpa gerak.
R/: Pasien dengan cedera cervicalis akan membutuhkan bantuan untuk
mencegah aspirasi/ mempertahankan jalan nafas.
b. Lakukan penghisapan lendir bila perlu, catat jumlah, jenis dan
karakteristik sekret.
R/ :Jika batuk tidak efektif, penghisapan dibutuhkan untuk mengeluarkan
sekret, dan mengurangi resiko infeksi pernapasan.
c. Kaji fungsi pernapasan.
R/: Trauma pada C5-6 menyebabkan hilangnya fungsi pernapasan secara
partial, karena otot pernapasan mengalami kelumpuhan.
d. Auskultasi suara napas.
R/ :Hipoventilasi biasanya terjadi atau menyebabkan akumulasi sekret
yang berakibat pnemonia.
e. Observasi warna kulit.
R/: Menggambarkan adanya kegagalan pernapasan yang memerlukan
tindakan segera.
f. Kaji distensi perut dan spasme otot.
R/: Kelainan penuh pada perut disebabkan karena kelumpuhan diafragma.
g. Anjurkan pasien untuk minum minimal 2000 cc/hari.
R/: Membantu mengencerkan sekret, meningkatkan mobilisasi sekret
sebagai ekspektoran.
h. Lakukan pengukuran kapasitas vital, volume tidal dan kekuatan
pernapasan.
R/: Menentukan fungsi otot-otot pernapasan. Pengkajian terus menerus
untuk mendeteksi adanya kegagalan pernapasan.
i. Pantau analisa gas darah.
R/: Untuk mengetahui adanya kelainan fungsi pertukaran gas sebagai
contoh : hiperventilasi PaO2 rendah dan PaCO2 meningkat.
j. Berikan oksigen dengan cara yang tepat : metode dipilih sesuai dengan
keadaan isufisiensi pernapasan.
R/: Membantu pasien dalam bernafas.
k. Lakukan fisioterapi nafas.
R/: Mencegah sekret tertahan (Brunner & suddarth, 2002: 2392-2393).

2) Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelumpuhan.


- Tujuan perawatan : Selama perawatan gangguan mobilisasi bisa
diminimalisasi sampai cedera diatasi dengan pembedahan.
- Kriteria hasil : Tidak ada kontrakstur, kekuatan otot meningkat,
pasien mampu beraktifitas kembali secara bertahap.
Intervensi :
a. Kaji secara teratur fungsi motorik.
R/: Mengevaluasi keadaan secara umum.
b. Lakukan log rolling.
R/: Membantu ROM secara pasif
c. Pertahankan sendi 90 derajad terhadap papan kaki.
R/: Mencegah footdrop
d. Ukur tekanan darah sebelum dan sesudah log rolling.
R/: Mengetahui adanya hipotensi ortostatik
e. Inspeksi kulit setiap hari.
R/: Gangguan sirkulasi dan hilangnya sensai resiko tinggi kerusakan
integritas kulit.
f. Berikan relaksan otot sesuai pesanan seperti diazepam.
R/: Berguna untuk membatasi dan mengurangi nyeri yang berhubungan
dengan spastisitas.
(Brunner & suddarth, 2002: 2394).
3) Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya cedera
- Tujuan keperawatan : Rasa nyaman terpenuhi setelah diberikan perawatan
dan pengobatan
- Kriteria hasil : Melaporkan rasa nyerinya berkurang
Intervensi:
a. Kaji terhadap nyeri dengan skala 0-5. Rasional.
R/: Pasien melaporkan nyeri biasanya diatas tingkat cedera.
b. Bantu pasien dalam identifikasi faktor pencetus.
R/: Nyeri dipengaruhi oleh; kecemasan, ketegangan, suhu, distensi
kandung kemih dan berbaring lama.
c. Berikan tindakan kenyamanan.
R/: memberikan rasa nayaman dengan cara membantu mengontrol nyeri.
d. Dorong pasien menggunakan tehnik relaksasi.
R/: Memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa kontrol.
e. Berikan obat antinyeri sesuai pesanan.
R/: Untuk menghilangkan nyeri otot atau untuk menghilangkan kecemasan
dan meningkatkan istirahat (Brunner & suddarth, 2002: 2394).
4. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan keperawatan adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana
keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Ada tiga fase dalam
tindakan keperawatan, yaitu :
1) Fase Persiapan
Meliputi pengetahuan tentang rencana, validasi rencana, pengetahuan dan
keterampilan menginterpretasikan rencana, persiapan klien dan lingkungan.
2) Fase Intervensi
Merupakan puncak dari implementasi yang berorientasi pada tujuan dan
fokus pada pengumpulan data yang berhubungan dengan reaksi klien termasuk
reaksi fisik, psikologis, sosial dan spiritual. Tindakan keperawatan dibedakan
berdasarkan kewenangan dan tanggung jawab secara professional, yaitu :
a. Secara Mandiri (Independen)
Adalah tindakan yang diprakarsai sendiri oleh perawat untuk membantu
pasien dalam mengatasi masalahnya atau menanggapi reaksi karena adanya
stressor (penyakit), misalnya :
- Membantu klien dalam melakukan kegiatan sehari hari
- Melakukan perawatan kulit untuk mencegah dekubitus
- Memberikan dorongan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya
secara wajar.
- Menciptakan lingkungan terapeutik

b. Saling ketergantungan/ kolaborasi (Interdependen)


Adalah tindakan keperawatan atas dasar kerja sama sesama tim perawatan
atau kesehatan lainnya seperti dokter, fisiotherapy, analisis kesehatan, dsb.
c. Rujukan/ Ketergantungan
Adalah tindakan keperawatan atas dasar rujukan dari profesi lain
diantaranya dokter, psikologis, psikiater, ahli gizi, fisiotherapi, dsb. Pada
penatalaksanaanya tindakan keperawatan dilakukan secara :
- 1). Langsung : Ditangani sendiri oleh perawat
- 2). Delegasi : Diserahkan kepada orang lain/ perawat lain yang dapat
dipercaya
3) Fase Dokumentasi
Merupakan terminasi antara perawat dan klien. Setelah implementasi
dilakukan dokumentasi terhadap implementasi yang dilakukan. (Deonges,
2000:643-644)
5. Evaluasi Keperawatan
Adalah mengukur keberhasilan dari rencana dan pelaksanaan tindakan
keperawatan yang dilakukan dalam memenuhi kebutuhan klien. Teknik penilaian
yang didapat dari beberapa cara, yaitu :
1) Wawancara : Dilakukan pada klien dan keluarga
2) Pengamatan : Pengamatan klien terhadap sikap, pelaksanaan, hasil yang
dicapai dan perubahan tingkah laku klien.
Jenis evaluasi ada dua macam, yaitu :
a. Evaluasi Formatif
Evaluasi yang dilakukan pada saat memberikan intervensi dengan respon
segera.
b. Evaluasi Sumatif
Merupakan rekapitulasi dari hasil observasi dan analisis status pasien pada
saat tertentu berdasarkan tujuan rekapitulasi dari hasil yang direncanakan
pada tahap perencanaan. Ada tiga alternatif yang dapat dipergunakan oleh
perawat dalam memutuskan/ menilai :
- Tujuan tercapai : Jika klien menunjukkan perubahan sesuai dengan
standar yang telah ditetapkan.
- Tujuan tercapai sebagian : Jika klien menunjukkan perubahan sebagian
dari standar dan kriteria yang telah ditetapkan.
- Tujuan tidak tercapai : Jika klien tidak menunjukkan perubahan dan
kemajuan sama sekali dan akan timbul masalah baru (Deonges,2000:
635).
DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth, 2002, Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 3, EGC, Jakarta.

Carpenito (2000), Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed. 6,


EGC, Jakarta.

Doenges at al (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3, EGC, Jakarta.

Ircham Machfoedz, 2007. Pertolongan Pertama di Rumah, di Tempat Kerja, atau


di Perjalanan. Yogyakarta: Fitramaya

Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second


Edition. New Jersey: Upper Saddle River

Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.


Jakarta: Prima Medika

Smeltzer, S.C., 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai