Anda di halaman 1dari 5

BAB I

ANALISIS FUNDAMNETAL MAKRO

1.1 Analisis Kondisi Ekonomi Indonesia

Deputi Gubernur Bank IndonesiaRonald Waas menyebutkan kondisi perekonomian


Indonesia pada 2017 dihadapkan berbagai tantangan yang tidak ringan dan bisa mengejutkan,
baik yang datang dari eksternal maupun domestik

"Kondisi perekonomian global saat ini cenderung bias ke bawah, sebagai dampak
pemulihan ekonomi global yang masih cenderung lambat dan tidak merata," kata
Ronald.Ekonomi dunia yang semula diproyeksikan tumbuh 3,5 persen harus dikoreksi
menjadi 3 persen yang lebih rendah dibanding tahun lalu 3,1 persen.

Potensi bias ke bawah ini didorong oleh perkiraan pertumbuhan ekonomi AS yang tidak
sekuat proyeksi sebelumnya, dan ekonomi Tiongkok masih mengalami
perlambatan.Kenaikan suku bungan Bank Sentral Amerika Serikat (Fed Fund Rate) yang
diperkirakan terjadi pada Desember 2016 turut menimbulkan ketidakpastian di pasar dan
mempengaruhi perkembangan ekonomi global.

Normalisasi kebijakan The Fed berpotensi memicu capital outflows, sehingga dapat
menimbulkan tekanan pasar keuangan di kawasan, tak terkecuali Indonesia.

Sementara itu tantangan domestik Indonesia diwarnai dengan pertumbuhan ekonomi yang
melambat, defisit fiskal yang diperkirakan masih akan besar, utang luar negeri mengalami
kenaikan, serta pertumbhan kredit yang masih rendah dengan diikuti risiko peningkatan
kredit bermasalah (Non Performing Loan).

Defisit APBN 2017 yang didesain pada 2,4% menggambarkan suatu keseimbangan. Di
satu sisi perlu memberikan daya dorong lebih, namun juga kita memberikan space yang
cukup apabila ketidakpastian akan menimbulkan pengaruh terhadap penerimaan negara.
APBN 2017 bukan pada masalah desain belanjanya, itu arahnya sudah sangat jelas. Presiden
menginginkan lebih banyak belanja pada aktivitas yang produktif, infrastruktur, human
capital, pendidikan, kesehatan, transfer ke desa, supaya lebih inklusif dan berpengaruh
langsung kepada grass root. Yang menimbulkan ketidakpastian di 2017 sama, yaitu pada sisi
penerimaan. Namun, kami sudah coba untuk membuat target penerimaan yang hati-hati.
Kalau Anda perhatikan target penerimaan 2017, nilainya bahkan lebih kecil dari APBNP
2016. Ini menggambarkan sudah ada kehati-hatian.1

Berdasarkan laporan Indeks Daya Saing Global 2016-2017 dirilis World Economic
Forum (WEF), menunjukkan daya saing Indonesia merosot dari peringkat 37 menjadi 41 dari
138 negara.Kondisi ini menunjukkan Indonesia harus lebih keras lagi untuk dapat bersaing
dalam perekonomian dunia. Berkaca pada tantangan tersebut BI mencanangkan bauran
kebijakan yang mengutamakan stabilitas ekonomi untuk mendukung pertumbuhan ekonomi.

Kebijakan BI senantiasa diarahkan untuk menciptakan kondisi makroekonomi yang


stabil, terutama pencapaian inflasi menuju sarana yang ditetapkan, dan menunrunkan defisit
transaksi berjalan.2

Menteri Koordinator (Menko) bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan,


pemerintah sejatinya terus berusaha untuk memperbaiki kondisi perekonomian dalam negeri
agar kembali bergairah. Namun, kondisi perekonomian global yang belum stabil mau tidak
mau masih mengganggu jalan Indonesia untuk mewujudkan stabilitas perekonomian
nasional.

Terlepas dari hal itu, mantan Dirjen Pajak ini menyatakan bahwa Indonesia tidak bisa
terus berpangku pada kondisi perekonomian global. Pertumbuhan ekonomi Indonesia harus
merangkak naik meskipun hanya bergerak sedikit. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik
(BPS), pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II/2016 baru sekitar 5,1%.
"Kita tetap berusaha betul memperbaiki apa yang telah kita capai sekarang ini,
sehingga sekarang kita ada di angka 5%. Kita ingin ke depan mulai naik. Apakah ekonomi
dunia masih akan lambat atau tidak tapi kita akan berusaha untuk menambah perbaikan yang
ada saat ini," imbuh dia.Darmin menuturkan ada beberapa hal yang harus diperbaiki baik dari
sisi konsumsi, investasi, dan ekspor. Ke depannya, pemerintah juga tidak akan menyelesaikan
permasalahan secara parsial dan harus bersifat menyeluruh serta berdampak jangka
menengah dan panjang..
Sementara dari sisi investasi, mantan Gubernur Bank Indonesia ini menilai bahwa
saat ini relatif membaik. Hal ini seiring dengan berbagai program deregulasi yang

1 https://www.beritalima.com/2016/12/27/kondisi-perekonomian-indonesia-
tahun-2017-harus-hati-hati/

2http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2016/11/02/190000126/bi.kondisi.perekonomia
n.indonesia.2017.mengejutkan.
dikeluarkan pemerintah, sehingga membuat pasar yakin untuk berinvestasi di Indonesia.
"Inflasi sudah cukup rendah, namun begitu kita tetap ingin membangun kebijakan jangka
menengah soal pangan," tandasnya.

Jokowi yang menjabat sebagai presiden pada kuartal IV/2014 pun dituntut untuk
menaikkan ekonomi. Namun, BPS mencatat, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal
IV/2014 hanya 5,01%. Secara kumulatif angka tersebut melambat menjadi 5,02% pada 2014.

Kepala BPS yang saat itu masih dijabat Suryamin mengatakan, perlambatan
pertumbuhan pada periode tersebut akibat perubahan tahun dasar penghitungan dari
SNA2000 menjadi SNA2008 sesuai rekomendasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

"PDB 2014 dengan tahun dasar 2010 sebesar 5,02% secara kumulatif triwulan I-IV,
sementara yoy, triwulan IV tumbuh 5,01%. Jika dilihat tren pertumbuhan ekonomi
mengalami perlambatan sejak 2010," kata dia beberapa waktu lalu.3

1.2.Analisis Pasar Modal Indonesia saat ini

Investasi di pasar modal terutama saham diprediksi menarik pada 2017. Hal itu akan
ditopang dari pertumbuhan ekonomi global dan fundamental ekonomi Indonesia cukup baik.

Head of Intermediary PT Schroders Investment Management Indonesia Teddy


Oetomo melihat, presiden terpilih Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang cenderung
mendorong pertumbuhan ekonomi sehingga membuat inflasi dan suku bunga naik berdampak
negatif untuk surat utang atau obligasi Amerika Serikat. Namun, hal itu dapat berimbas
positif untuk pasar saham.

"Kalau bicara surat utang, kalau negaranya tidak bangkrut maka kita dibayar. Negara
dan perusahaan mencatatkan laba bersih 10,20 persen, 30 persen dan 100 persen maka
dibayarnya sama (obligasi). Kalau dunia bergerak ke pertumbuhan maka lebih baik di saham.
Pertumbuhan laba 10,20,30 persen maka beda harganya. Saya melihat tahun depan
pertumbuhan laba bersih di kisaran 13-15 persen dengan PER (price earning ratio) 14. Lebih
menarik di saham dari pada bond," jelas Teddy.

3 https://ekbis.sindonews.com/read/1148763/33/ekonomi-indonesia-masih-
tergerus-kondisi-global-1476950796
Ia menambahkan, sentimen positif untuk pasar modal Indonesia terutama saham juga
didukung fundamental ekonomi Indonesia. Hal itu didukung dari nilai tukar rupiah terhadap
dolar AS yang terjaga dan inflasi di bawah kisaran lima persen pada 2017. Selain itu,
Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi Indonesia 5,1 persen pada 2017, dan
diperkirakan dapat tercapai.

Teddy melihat justru salah satu kendala yang menghambat laju Indeks Harga Saham
Gabungan (IHSG) yaitu faktor perspektif. "Yang dihadapi Indonesia pada 2017 bukan
fundamental namun persepektif sentimen. Kita paling sering disentimenkan. Kalau secara
fundamental posisi cukup bagus. Tinggal bisa tidak kita jaga sentimen terhadap Indonesia,"
kata dia.

Adapun pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) pada 2017, Teddy melihat
sentimen itu berimbas sedikit ke pasar modal Indonesia. Namun, memang pelaksanaan
Pilkada biasanya meningkatkan konsumsi masyarakat. Hal ini juga bisa menjadi penopang
kinerja emiten.

Untuk sektor saham yang jadi pilihan, Teddy memprediksi sektor saham konsumsi,
konstruksi dan infrastruktur masih menarik pada 2017. Sektor saham tersebut menjadi pilihan
lantaran didukung dari daya beli masyarakat dan program pemerintah masih mendorong
pembangunan infrastruktur.

Sedangkan sektor tambang yang mencatatkan performa baik pada 2016, Teddy melihat
pergerakan sektor saham tambang sulit ditebak. Lantaran harga komoditas bisa dapat
menguat cepat, dan sebaliknya. Meski demikian, Teddy menuturkan, harga komoditas yang
cenderung naik masuk semester II 2016 tidak serta merta berdampak ke pergerakan harga
sahamnya.

"Harga komoditas naik bergejolak sekali naik cepat. Sebetulnya apakah perusahaan tambang
dapat benefit? Tidak. Kontrak desain awal tahun. Semoga harga komoditas menyeluruh
membaik karena bukan hanya batu bara, di Indonesia juga ada sawit. Harga rata-rata
diharapkan tahun 2017 lebih tinggi dari 2016," tutur dia.4

4 http://bisnis.liputan6.com/read/2822562/melihat-peluang-investasi-saham-pada-2017

Anda mungkin juga menyukai