PENDAHULUAN
Pendidikan menurut adat Minangkabau di
Sumatera Barat sudah berjalan jauh sebelum
kedatangan agama Budha masuk ke
Minangkabau.
Pendidikan itu disampaikan secara lisan dari
generasi ke generasi dan keberhasilan
pendidikan itu dinilai dari penguasaan adat dan
keahlian menyelesaikan masalah kehidupan.
Untuk dapat menguasai pengetahuan dan
pelaksanaan adat yang luas dan rumit itu
dipelajari melalui contoh dan laku perbuatan
H.Mas’oed Abidin 1
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
dalam kehidupan sehari-hari yang disampaikan
dalam bentuk prosa lirik.
Minangkabau telah lama dikenal sebagai
suatu suku bangsa yang ahli dalam prosa lirik
atau sastra lisan. Tiga ratus tahun sebelum
Masehi, negeri di bawah angin ini telah dikenal
sebagai bangsa ahli sastra yang tercantum
dalam buku Kutub Khanah di Mesir. Hubungan
itu telah terjalin juga dalam perdagangan kapur
barus (kampher, lat.) yang diperlukan untuk
pengawetan mummi raja-raja Mesir.
Pada masa kebudayaan Hindu berkembang di
India, I-tsing seorang musafir dari Cina, sengaja
membawa dua orang teman pada abad ke-7
untuk menyalin 200 buah pepatah-petitih di
Malaya Giri (Gunung Malayu) yang terletak di
tepi Batang Hari.
Pada masa pemerintahan Adityawarman,
didirikan tiga pusat pendidikan agama Budha
yang sacral yakni di Biaro, Pariangan, di Baso
dan di Petok, Pasaman dengan memanfaatkan
bangunan tradisional surau.
Adityawarman ikut memecahkan masalah
sosial mengenai remaja di Minangkabau yang
tidak mempunyai tempat tinggal di rumah
gadang.
2 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
pertahanan.
4 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
Pada masa itu telah terjadi penyesuaian
G ERAKAN PEMBARUAN di
H.Mas’oed Abidin 5
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
Masuknya Islam dan sejarah
6 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
seperti minum tuak, menyabung ayam atau
berkaul ke tempat keramat.
Istana Pagarruyung juga menjadi sasaran
dakwahnya dan ia berhasil. Keberhasilan itu
membuat dia dikenal sebagai ulama besar di
Minang. Murid beliau mulai banyak dari darek
atau dari Luhak nan Tigo.
Semasa itu, sudah terjadi juga persilangan
paham antara penghulu dalam hal setuju dan
yang menentang ulama zuama, ulama cerdik
pandai yang pulang dari berguru dan melakukan
pemurnian terhadap kebiasaan adat yang salah
menurut syarak.
Lambat laun, kesepakatan damai tercipta
antara para Penghulu, Tuanku dan Alim Ulama
Minang, untuk saling mengakui kedudukan
ulama dengan penghulu, sehingga ulama
menjadi suluah bendang dalam nagari, tidak
menjadi bawahan dari Penghulu seperti
kedudukan panungkek, dan manti, dubalang.
Semenjak itu lahir beberapa ungkapan
petatah-petitih, syarak mandaki adaik manurun,
syarak nan lazim adaik nan kawi, syarak
babuhue mati adaik babuhue sintak, syarak
balinduang adaik bapaneh, syarak mangato
adaik mamakai, syarak batilanjang adaik
basisampieng.
H.Mas’oed Abidin 7
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
8 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
statigrafi pengetahuan yang tercermin dari gelar
yang disandang alumninya, seperti Kari, Pakih,
Labai, dan Tuanku. Gelar ini kemudian diterapkan
sebagai aparat alim ulama suku di Minangkabau.
Gerakan Kembali ke Syariat (1740 – 1803) di
bawah kepemimpinan Tuanku Nan Tuo sebagai
pelindung pedagang melahirkan pratagoni
sehingga surau dapat memajukan perdagangan
yang mendatang kesejahteraan penduduk
Minangkabau dan menguasai pusat-pusat
perdagangan. Gerakan ini ditunjang oleh Tuanku-
tuanku generasi muda, seperti Tuanku Nan
Renceh, Tuanku Damansiang Nan Mudo, Tuanku
Lintau. Semua tuanku itu ikut memajukan
kesejateran masyarakat lingkungannya,
sehingga surau-surau mereka menjadi pelopor
kemajuan perekonomian masyarakatnmya.
Gerakan Kembali ke Syariat menyumbangkan
ajaran Islam ke dalam adat Minangkabau. Di
samping harta pusaka tinggi, difatwakan harta
pencaharian, yang diperdapat dari
perdagangan yang diwariskan untuk anak dan
isteri.
Semenjak itu terjadilah proses pembauran
yang kental antara syariat Islam dengan budaya
Adat Minangkabau. Menyebarnya syariat Islam di
Minangkabau dengan suasana damai merobah
H.Mas’oed Abidin 9
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
kebiasaan-kebiasaan adat yang bertentangan
dengan Islam. Semenjak itu pula proses itu
berlangsung sampai saat ini sehingga ulama
dapat melibatkan masyarakat Minangkabau di
dalam syariat Islam, sehingga melahirkan
kepemimpinan adat dan agama dalam setiap
lembaga masyarakat. Dalam kaum dan suku
mempunyai penghulu (manti dan dubalang) dan
malin (imam, khatib, dan bila) dan di nagari
terdapat kepemimpinan Kerapatan Adat Nagari
yang terdiri dari Penghulu, Imam Khatib dan
Cadiak Pandai.
Kepemimpinan ini dikenal dengan Tungku Tigo
Sajarangan dengan pegangan masing-masing
hukum adat, agama dan peraturan atau undang-
undang, yang disebut tali tigo sapilin.
Kehadiran Tuanku Haji Miskin ……………………
…….
Pelantikan Tuanku Imam menjadi pemimpin
pembaruan Islam di daerah pinggiran…………
Kehadiran Belanda di tanah Minanag …………
…………..
Reaksi terhadap pendidikan sekuler
Akibat tanaman paksa kopi di Sumatera Barat
10 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
12 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
memperdalam salah satu cabang ilmu agama,
seperti: Surau Kamang dalam ilmu alat (nahu
sharaf dan tata bahasa Arab), Koto Gadang
dalam mantik ma'ani, Koto Tuo dalam ilmu tafsir
Quran, tarbiyah dan hadith), Surau Sumanik
dalam ilmu faraidh (pewarisan) hadis; Surau di
Talang dalam badi', maani dan bayan (tata
bahasa Arab ).
Dalam catatan lain terdapat sederetan para
ahli dan penulis yang menyelidiki riwayat dan
peranan Syekh Burhanuddin. Dari kisah
perjalanan Thomas Diaz tahun 1684 yang
diceriterakan de Haan, bahwa ulama ini telah
melibatkan rakyat dalam politik agama yang
dikenal dengan nama "perjanjian Marapalam"
pada tahun 1686, yang kemudian hari
melahirkan konsepsi, Adat tidak bertentangan
dengan Syarak
Penulis bangsa Indonesia seperti Hamka
dalam bukunya, Sejarah Umat Islam (1961), Sidi
Gazalba dalam Mesjid, Pusat Ibadat dan
Kebudayaan Islam (1962) dan Prof. Muhmud
Yunus dalam Sejarah Islam di Minangkabau
(1969) mengupas peranan ulama Syekh
Burhanuddin sebagai pengembang agama Islam
yang berpusat di Ulakan..
H.Mas’oed Abidin 13
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
Semua para penulis tersebut sepakat bahwa
Syekh Burhanuddin adalah seorang ulama dan
pengembang agama Islam di Minangkabau
dilahirkan di Guguk Sikaladi Pariangan Padang
Panjang dengan nama kecil Pono. Sebagai
seorang mubaligh yang mengembangkan
agama Islam setelah memperdalam syariat Islam
selama 10 tahun di Aceh, sekembali dari Aceh
mendirikan surau di Tanjung Medan dan surau-
surau lainnya di Ulakan.
Syekh Burhanuddin meninggal dunia pada
hari Rabu 10 Syafar tahun 1116H atau 1704 M di
Ulakan. Hari kematiannya dirayakan pengikutnya
setiap tahun yang dikenal dengan nama
"basapa". Jika 10 Syafar jatuhnya pada hari
Rabu, akan diperingati sebagai "basapa gadang"
, bersapar besar-besaran.
Menurut perhitungan Prof. Mahmud Yunus,
Pono lahir pada tahun 1066 H atau tahun 1641 M
di Sintuk, Lubuk Alung, dan memperdalam
agama pada Syekh Abdur Rauf selama 10 tahun,
dan meninggal pada tahun 1116 H dalam usia 53
tahun.
Ilmu pengetahuan agama yang dalam serta
pengalaman kenegaraan yang diperdapat
bersama gurunya, Syek Abdur Rauf yang
menjadi seorang mufti pada Kerajaan Aceh,
14 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
menciptakankan sistem pendidikan surau. Murid-
murid yang diasuhnya kemudian menyebar di
seluruh pelosok Minangkabau yang
mendirikankan surau-surau sebagai pusat studi
yang melahirkan cendekiawan ke pedalaman
Minangkabau.
Bahkan Syekh Burhanuddin mencapai
kesepakatan dengan Yang Dipertuan Kerajaan
Minangkabau yang menyatakan bahwa hukum
adat dan hukum agama sama-sama dipakai
sebagai pedoman hidup dalam masyarakat di
Minangkabau. Ketentuan adat dan hukum agama
Islam dalam masyarakat Minangkabau yang
matrilineal sebagai suatu proses integrasi lebih
dikenal dengan adat basandi syarak, syarak
basandi kitabullah.
. Peninggalan Syekh Burhanuddin saat ini
yang terpelihara dengan baik, seperti bangunan
Surau Tanjung Medan dan Makam Ulakan yang
dapat menjadi monumen sejarah dalam
membantu menelusuri jejak sejarah yang
dikandung monumen itu. Peninggalan sejarah itu
dapat dijadikan salah satu sumber penulisan
sejarah Syekh Burhanuddin.
Surau Syekh Burhanuddin
Peninggalan utama Syekh Burhanuddin yang
sampai saat ini masih terpelihara dengan baik
H.Mas’oed Abidin 15
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
adalah bangunan surau di Tanjung Medan dan
komplek makam di Ulakan yang menjadi tujuan
ziarah bagi pengikutnya sebagai rasa hormat
kepada guru dan pengembang agama Islam di
Minangkabau.
Dari segi geografis, nagari Ulakan terletak di
muara sungai Ulakan di tepi pantai barat
Sumatra. Suatu kampung atau nagari yang
terletak di tepi pantai paling cepat menerima
perkembangan dan pertumbuhan.
Secara alamiah Nagari Ulakan berbatas:
a. Sebelah utara dengan Nagari Sunur
dan Nagari Pauh Kambar
b. Sebelah selatan dengan Nagari
Tapakis
c. Sebelah barat dengan Samudra
Indonesia
d. Sebelah timur dengan Nagari Tapakis
Nagari Tapakis terdiri dari 19 jorong, yakni
Padang Toboh, Maransi, Sungai Gimbar Ganting,
Lubuk Kandang, Sikabu, Tiram, Kampung
Ladang, Kampung Gelapung, Kampung Koto,
Bungo Padang, Pasar Ulakan, Tengah Padang,
Palak Gadang, Tanjung Medan, Binuang, Koto
Panjang, Manggopoh Dalam, Manggopoh Ujung,
dan Padang Pauh. Letak Jorong ini umumnya
16 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
terletak sepanjang pantai atau pesisir,
penduduknya sebagian besar terdiri dari
nelayan. Di lingkungan seperti inilah peninggalan
Syekh Burhanuddin berupa makam di Ulakan dan
Surau di Tanjung Medan.
Setelah bandar Malaka diduduki oleh Portugis
pada tahun 1511, jalan dagang berpindah dari
Aceh, pantai barat Sumatra, Banten, Giri di Jawa
Timur, Goa dan Tello di Sulawesi, dan Ternate
Tidore di Maluku.
Di pantai barat Sumatra tumbuh kota-kota
perdagangan seperti Meulaboh, Sibolga, Tiku
Pariaman, Indrapura. Ulakan, sebagai kota
pelabuhan dagang, mengalami kemajuan karena
disinggahi oleh para pedagang berbagai daerah
dan dari luar negeri seperti saudagar Gujarat,
India, Arab dan Cina.Ulakan menjadi suatu
pelabuhan penting dan pintu gerbang bagi
daerah Minangkabau di masa itu, dan tempat
bertemu saudagar-saudagar yang beragama
Islam.
Peninggalan Syekh Burhanuddin
Pada batu nisan Syekh Burhanuddin
tercantum hari wafatnya pada tanggal 10 Syafar
1116 H bertepatan dengan hari Rabu atau 1704
H. Ia meninggal pada umur yang masih muda,
45 tahun, karena ia dilahirkan pada tahun 1646.
H.Mas’oed Abidin 17
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
Ketika berangkat ke Aceh ia berumur 15
tahun dan masa belajar di Aceh selama 10
tahun, kegiatan dakwah berlangsung selama 20
tahun.
Di kiri kanan makam Syekh Burhanuddin
terdapat makam penggantinya yang disebut
khalipah bernama Abdur Rahman dan khatib
pertama nagari Ulakan, Idris Majolelo. Ketiga
makam ini terletak di bawah bangunan empat
persegi 2,5 x 2,5 m. Bangunan ini seolah-oleh
sebuah masjid kecil yang mempunyai sebuah
kubah berdinding teralis besi. Pada loteng
tergantung tirai-tirai, hadiah dari para peziarah
Setiap datang rombongan baru tirai itupun
diganti.
Pengganti-pengganti Syekh Burhanuddin
adalah Tuanku-tuanku yang menjadi khalipah,
mulai dari Abdur Rahman, Mukhsin sampai
khalipah ke-16, Tuanku Mudo. Di halaman
bangunan berkubah terdapat beberapa makam
para pengikutnya, khalipah-khalipah atau
pewarisnya. Kebanyakan telah rata dengan
tanah. Sebagai pertanda bahwa semuanya itu
makam ialah adanya batu nisan terbuat dari
batu alam berbentuk persegi panjang. Di bagian
muka makam terdapat sepuluh lokan besar 20 x
30 m tersusun di sebelah kiri kanan jalan yang
18 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
menghubungkan makam dengan bangunan 100
x 80 cm. Lokan-lokan ini dianggap para
pengikutnya mempunyai berkah yang dapat
menyembuhan berbagai penyakit. Dekat makam
terdapat pula sebuah bangunan yang berguna
celengan bagi orang yang berwakaf.
Lokasi bangunan ini dipagar dengan tembok
lebih kurang 1 m. Luas areal yang terpagar
adalah 8 x 7.5 m.
Di luar pagar terdapat pula makam-makam
yang banyak, yang dipagar dengan tembok
tinggi 1,5 m dan luasnya 8,5 x 12,5 m. Di luar
pagar ini baru terdapat halaman yang luas
dikelilingi oleh kira-kira 200 buah surau dan di
tengahnya terletak sebuah masjid. Surau-surau
ini merupakan perwakilan dari daerah atau
nagari di Sumatra Barat yang juga berfungsi
sebagai tempat menginap para peziarah.
Makam Syekh Burhanuddin dan makam
lainnya, sangatlah sederhana, ditandai oleh dua
buah nisan dari batu andesit dengan pengerjaan
sederhana tanpa variasi yang penting sebagai
monumen sejarah
Surau Syekh Burhanuddin terletak di desa
Tanjung Medan, 6 km dari makam Ulakan. Lokasi
surau agak masuk ke dalam dari jalan raya
melalui jalan tanah yang cukup baik. Surau
H.Mas’oed Abidin 19
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
terletak di atas tanah yang datar dengan
halaman yang luas.
Tanah lokasi surau Syekh Burhanuddin adalah
tanah yang dihadiahkan oleh Raja Ulakan
bergelar Mangkuto Alam kepada Idris Majolelo
atas jasanya semasa Syekh Burhanuddin belajar
di Aceh. Surau, semacam pesantren, ialah
bangunan tempat mengaji dan belajar ilmu
agama Islam. Syekh Burhanuddin seorang ulama
dan mubaligh, maka Surau Syekh Burhanuddin
terdiri dari dua bangunan, yaitu:
1) Bangunan serambi berdenah segi empat
panjang sebagai bangunan tambahan yang
dibuat kemudian. Bangunan ini beratap
gonjong dan berfungsi sebagai entrance
hall dan keseluruhan bangunan itu
terbuka. Lantainya beralaskan plesteran
semen dan bukan beralaskan papan
sebagai halnya rumah gadang.
Bangunan berdenah segi empat bujur sangkar
yang terletak di belakang serambi. Pada
prinsipnya bangunan ini dengan struktur
konstruksi joglo, sebagaimana masjid kuno di
Jawa, di antaranya masjid Demak. Namun sesuai
dengan keadaan dan kebiasaan orang
Minangkabau, bangunan ini dengan struktur
berkolong (loteng dan panggung). Dengan
20 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
struktur bangunan joglo ini, dalam surau
terdapat empat tiang utama dikelilingi dua
deretan anak tiang. Pada deretan pertama
berjumlah 12 tiang dan pada deretan kedua 20
anak tiang. Dengan empat tiang utama atau
tiang panjang (soko guru, Jawa) di tengah
dengan dua deretan anak tiang disekelilingnya,
maka struktur bangunan ini dengan atap
bersusun tiga, dinding ruangan melekat pada
deretan anak tiang kedua ( 20 tiang). Tiang
sesamanya dihubungkan dengan kayu yang
disambung dengan rotan yang disimpai.
2) Atap surau Syekh Burhanuddin ada
persamaannya dengan beberapa surau
lainnya di Minangkabau, di antaranya
surau Koto Nan Ampek di Payakumbuh dan
surau Lima Kaum di Tanah Datar. Masih
terlihat perkembangan arsiterktur
konstruksi atap tumpang dengan bentuk
berpuncak dengan hiasan mahkota, sama
dengan masjid Demak yang dibangun
dalam abad ke-16.
3) Arsitektur surau Syekh Burhanuddin masih
mempunyai persamaan dengan masjid di
Kota Waringin lama di Kalimantan yang
dibangun sekitar abad ke-17. Masyarakat
H.Mas’oed Abidin 21
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
setempat mengenalnya sebagai prototip
masjid Demak.
Dengan perbandingan tersebut, arsitektur
surau Syekh Burhanuddin pembangunannya
dalam abad ke-17. Hal ini diperkuat dengan
mihrab tanpa atap tersendiri sebagaimana
masjid Demak. Berbeda dengan mihrab masjid
lainnya di Minangkabau yang selalu dengan atap
tersendiri.
4) Bahan bangunan Syekh Burhanuddin
seluruhnya dari kayu, baik tiang maupun
konstruksi atap dan dinding. Atapnya dulu
terdiri dari ijuk yang kemudian diganti
dengan atap seng pada tahun 1920.
Struktur bangunan surau dikerjakan
dengan kayu yang sederhana tanpa
pengerjaan yang sempurna menurut
ukuran sekarang. Masih terlihat bentuk asli
kayu dengan lengkung-lengannya. Hal ini
menunjukkan, bagaimana pekerjaan
bangunan masa itu. Tiang utama terdiri
dari kayu seutuhnya dengan sedikit dikerja
mengambil bentuk segi-8, dan hubungan
antara tiang dengan kayu lainnya diikat
dengan rotan tanpa paku. Artinya
bangunan ini tidak mempergunakan paku
kayu.
22 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
5) Tiang-tiang terletak di atas sandi dari batu
umpak seutuhnya yang terletak di atas
tanah yang ditinggikan. Pada beberapa
bagian ada perbaikan yang sifatnya
mencegah kerusakan, namun masih
nampak keasliannya. Bangunan surau
Syekh Burhanuddin belum pernah
mengalami perubahan, selain penambahan
serambi.
Masa Kecil Syekh Burhanuddin
Tidak banyak keterangan mengenai masa
kecil dan latar belakang kehidupan Syekh
Burhanuddin yang berkubur di Ulakan itu. Nama
kecilnya adalah Pono. Lahir di Pariangan Padang
Panjang tahun 1066H (1646 M). Ayahnya
bernama Pampak Sakti gelar Karimun Merah,
suku Koto. Ibunya bernama Cukup Bilang Pandai,
suku Guci. Kehidupan kedua orang tuanya
beternak sapi.
Keluarga Pampak Sati gelar Karimun Merah
meninggalkan kampung halamannya, Pariangan
Padang Panjang. Perjalanan dari Pariangan turun
ke Malalo, terus ke Bukit Punggung Jawi terus ke
Asam Pulau, dekat Kayu Tanam. Dengan
menghilirkan batang Tapakis sampai keluarga ini
di Sintuk. Jalan ini merupakan jalan dagang yang
diawasi oleh Tuan Gadang dari Batipuh.
H.Mas’oed Abidin 23
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
Di tempat inilah keluarga Pampak memulai
kehidupan baru. Usaha lama dikembangkannya
karena daerah Sintuk mempunyai padang
rumput yang subur. Pono dengan rajin dan patuh
menggembalakan ternak ayahnya sehingga
berkembang biak yang membawa keluarga
Pampak termasuk keluarga terpandang di daerah
baru ini.
Pono berjalan menghiliri Batang Tapakis
mencari padang rumput baru. Di nagari Tapakis,
bersebelahan dengan nagari Ulakan, Pono
mendapat teman baru, seorang pemuda sebaya
dengan dia. Teman itu ialah Idris Majolelo, suku
Koto, berasal dari Tanjung Medan. Beliau
mempunyai budi pekerti yang halus.
Di nagari Tapakis berdiam seorang ulama
berasal dari Aceh yang bernama Syekh Abdul
Arif yang terkenal dengan gelar Tuanku Madinah
yang disebut juga Tuanku Air Sirah. Air Sirah
adalah nama jorong di nagari Tapakis, tempat
Syekh Abdul Arif bermukim dan mengajar.
Pembantu utamanya adalah Syahbuddin,
Syamsuddin dan Basyaruddin.Ulama ini
seangkatan dengan Syekh Abdur Rauf al Singkli
dan sama-sama berguru kepada Syekh Ahmad
Kosasih dan Syekh Abdul Qadir al Jailani di
Madinah. Syekh Abdul Arif dengan sabar dan
24 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
gigih mengajar agama Islam kepada anak nagari.
Hasilnya belum menggembirakan. Anak nagari
lebih teguh memegang adat istiadat jahiliyah
dan kepercayaan lama.
Dengan ajakan Idris Majolelo akhirnya Pono
berkenalan dengan agama Islam dan langsung
mengucapkan dua kalimat tauhid menjadi
penganut agama yang khalis di hadapan Tuanku
Madinah Beliau belajar dengan tekun dan rajin
serta mengamalkan segala fatwa gurunya. Pono
termasuk murid yang terpandai karena
ketekunan dan kecerdasan otaknya.
Tidak berapa lama, tiba-tiba Tuanku Madinah
meninggal dunia. Pono sering bermenung dan
terharu atas kepergian Tuanku Madinah.
Alangkah sedihnya Pono karena secara tidak
diduga sama sekali guru yang dihormati dan
disayanginya telah tiada. Harapan Pono untuk
mengeruk sebanyak mungkin ilmu gurunya itu
menjadi gagal.
Dengan perasaan hiba dan putus harap, Pono
kembali ke Sintuk. Beliau sering bermenung dan
terharu atas kepergian Tuanku Madinah. Beliau
menyendiri dari pergaulan ramai, mengingat
kemungkaran yang sering dilakukan anak nagari.
Untuk mengobati hati yang luluh beliau dengan
tekun dan sepenuh hati mengamalkan fatwa
H.Mas’oed Abidin 25
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
gurunya dan ajaran Islam yang diperoleh selama
belajar dengan almarhum Tuanku Madinah.
Dengan sembunyi-sembunyi, Pono sempat
mengajar serta meyakinkan teman-teman
dekatnya akan hakekat kebenaran ajaran Islam.
Lambat laun agama Islam mulai meresap di hati
sebahagian kecil penduduk Sintuk.
Dakwah Pono demikian tidak berlangsung
lama. Tantangan demi tantangan datang dari
anak nagari, terutama para penghulu suku dan
pimpinan nagari. Mereka merasa wibawa mereka
akan berkurang karenanya. Akhirnya mereka
menasehati Pono agar segera meninggalkan
kegiatan dakwahnya. Namun Pono tetap
melaksanakannnya. Akibatnya tantangan
semakin menjadi. Mula-mula mereka
menganiaya ternak ayahnya dan kemudian
dengan ancaman pengusiran. Puncak tantangan
adalah ketika keputusan musyawarah nagari
untuk membunuh Pono apabila tidak segera
menghentikan dakwahnya. Pono tidak mendapat
tempat berpijak lagi di Sintuk.
Memperdalam Ilmu ke Aceh
Pada saat krisis ini menyadarkan Pono dari
kekhawatirannya. Kembali segar dalam
ingatannya pesan almarhum gurunya, Tuanku
Madinah, agar memperdalam ilmu agama
26 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
kepada seorang ulama besar Abdur Rauf al
Singkli. Pesan guru ini disampaikan dengan
khidmat kepada kedua orang tuanya dan mereka
merestuinya.
Secara diam-diam mereka berserah diri ke
hadapan Allah, Tuhan Yang Maha Esa. Dalam usia
muda, 15 tahun, malam hari Pono meningalkan
negari Sintuk menuju Aceh guna memenuhi
pesan gurunaya, Tuanku Madinah
Dengan berat hati kedua orang tuanya
melepas kepergian anak tercinta. Kemudian
Pono sujud dan mohon maaf. Air mata terus
membasahi pipinya. Pada saat itu Pono dan
bangkit keluar rumah. Langkah pertama menuju
Aceh kelak mempunyai nilai tersendiri dalam
peristiwa perkembangan Islam di Minangkabau.
Dia berangkat secara diam-diam, khawatir
diketahui oleh mata-mata pemimpin nagari itu.
Bekalnya adalah semangat dan tekad yang bulat
serta penyerahan diri kepada Allah.
Tujuannya ke Singkil di Aceh Selatan berguru
kepada Syekh Abdur Rauf al Singkli, seorang
ulama yang masyhur waktu itu memenuhi
amanat almarhum gurunya yang pertama,
Tuanku Madinah. Pono sudah berangkat. Nagari
Sintuk sudah jauh ditinggalkan. Tanpa kawan ia
menyusuri pesisir Samudra Indonesia. Secara
H.Mas’oed Abidin 27
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
kebetulan, dalam perjalanan ia bertemu dengan
empat orang pemuda sebaya dengan dia.
Mereka lalu berkenalan, dan ternyata mereka
mempunyai niat yang sama, hendak pergi ke
Aceh untuk menuntut ilmu agama kepada Syekh
Abdur Rauf. Mereka adalah Datuk Maruhum dari
Padang Ganting, Tarapang dari Kubuang Tigo
Baleh, Muhammad Nasir dari Koto Tangah, dan
Buyung Mudo dari Bayang Tarusan.
Terjadilah persahabatan di antara mereka.
Setelah melalui musyawarah didapat kata
sepakat, Pono diangkat menjadi kepala
rombongan yang diterimanya dengan penuh
rasa tanggung jawab.
Melalui suka dan duka selama dalam
perjalanan, akhirnya dengan selamat mereka
sampai di Singkil langsung menghadap dan
memperkenalkan diri kepada Syekh Abdur Rauf.
Niat yang dikandung semenjak dari kampung
halaman disampaikan dengan sopan.
Dengan segala senang hati Syekh Abdur Rauf
menerima dan mengabulkan permohonan calon
muridnya.
28 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
Syekh Abdurauf Singkel4 adalah seorang
ulama terkenal dalam abad ke-17. Ia dilahirkan
pada tahun 1620 di Singkel, Kabupaten Aceh
Selatan sekarang. Nama lengkapnya ialah
Abdurrauf al Ali al Jawi al Fansuri al Singkel.5
Syekh Abdurauf Singkel dimuliakan oleh
rakyat Aceh sejak dahulu hingga sekarang.
Banyak legenda mengenai Syekh Abduurauf
yang terus hidupdan dikenal turun temurun.
Archer dalam bukunya, Muhammadan Mysticism
in Sumatera mengatakan, "Syekh Abdurauf
Singkel, seorang cendekiawan muslim Aceh yang
sekarang dikenal dengan nama Tengku Dikuala.
Nama tertancap dalam lubuk hati rakyat sebagai
ulama dan intelektual yang jenius pada
zamannya.6
Sesudah mendapat pendidikan di kampung
halamannya dan diibu kota Kerajaan Aceh, ia
melanjutkan studinya ke tanah Arab. Pada tahun
16423, ia berangkat ke Mekah. Selama 19 tahun
lamanya di tanah Arab, di antaranya Mekkah,
Madinah, Jeddah, Mokka, Zebid, Batalfakih dan
beberapa tempat lainnya. Syekh Abdurauf
menyelesaikan studinya pada seorang ulama
Tharikat Syattariah yang bernama Molla Ibrahim,
pengikut Ahmad Qusyasyi. Pada tahun 1661, ia
kembali ke Aceh.
H.Mas’oed Abidin 29
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
Sesampainya di Aceh, ia mendirikan
rangkang (pesantren) dekat muara sungai Aceh.
Dari berbagai penjuru Asia Tenggara orang
datang ke tempatnya untuk belajar.7 Atas usaha
murid-muridnya, Tharikat Syattariah yang
kemudian tersebar ke seluruh Indonesia dan
Semenanjung Malaya. Di antara muridnya yang
terkenal ialah Syekh Burhanuddin di Ulakan
seorang mubaligh yang terkenal di Minangkabau
yang menyiarkan agama Islam secara intensif ke
pedalaman Minangkabau.
Di samping sebagai mubaligh dan ulama,
Syekh Abdurauf terus menerus memperdalam
ilmunya dalam lapangan hukum. Sebuah
karyanya dalam lapangan hukum berjudul, "
Hudayah Balighah ala Jum'at al Mukhasaman"
yaitu sebuah kupasan mengenai hukum Islam
tentang bukti, persaksian dan sumpah palsu.
Pendapat Syekh Abdurauf di lapangan hukum
syariat sangat dipatuhi rakyat Aceh dan buah
pikirannya terus hidup sampai sekarang dan
lebur menjadi kaedah hukum adat dalam
masyarakat Aceh. Kesanggupan Syekh Abdurauf
merumuskan hukum-hukum Islam sangat
dikagumi sehingga syariat Islam dipatuhi dan
dilaksanakan oleh masyarakat Aceh saat ini.
Syariat Islam telah dijadikan Peraturan Daerah
Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
30 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
Karyanya yang berjudul, Miratul Tullab fi
tasyil Makrifatul Ahkam Asysyar'iyah li Malikul
Wahhab, merupakan sebuah buku pengantar
Ilmu Fikih menurut Mazhab Syafi'i. Buku ini
hampir sama dengan karya Nuruddin Ar Raniri
yang berjudul Sirathul Mustaqim. Bedanya buku
Nuruddin ar raniri hanya berisi soal-soal ibadah
saja, tetapi buku Syekh Abdurauf berisi juga
tentang mu'amalah.
Kupasannya mengenai pokok-pokok ajaran
tasauf termuat dalam bukunya berjudul Kifayat
al Muhtajin, Daqaiq al Huruf, Bayan Tajalli, dan
Umdat al Muhtadin. Tafsir al Quran dalam bahasa
Melayu telah diterbitkan di Istambul pada tahun
1882.
Kegiatannya sebagai ulama dan mubaligh
sebagian besar dilakukan pada masa
pemerintahan Sulthanah Syafiatuddin, seorang
sultan yang memerintah selama 34 tahun. Masa
pemerintahan pemerintahannya adalah masa
yang penuh luka-luka karena kekalahan armada
Aceh ketika menyerang Malaka pada tahun
1629. Sementara pertentangan faham agama
tindakan kekerasan yang dilakukan semasa
pemerintahan Sulthanah Syafiatuddin dalam
membasmi ajaran Hamzah Fansuri dan
H.Mas’oed Abidin 31
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
Syamsuddin al Sumatrani dalam ajaran
Syattariah tentang Wihdatul wujud.
Bentuk dan sifat pertentangan antara Syekh
Abdurrauf dan Ar Raniri dengan Hamzah Fansuri
dan Syamsuddin al Sumatrani berpangkal pada
adanya dua aliran dalam ilmu tasauf. Aliran
Hamzah Fansuri dan Syamsuddin al Sumatrani
bernama wihdatulwujud atau kesatuan ujud. 8
Wihdatusysyuhud ialah faham umum umat
Islam yang menyatakan bahwa alam yang baru
iniadalah sebagai kesaksian dari pada adanya
Tuhan. Jadi, bukkanlah alam itu sebagian dari
Tuhan, melainkan sebagai tanda adanya Tuhan.
Pertentangan ini telah ada pada masa
Iskandar Muda, namun atas kebijaksanaan
Iskandar Muda tidak menimbulkan kekacauan.9
Namun dalam bidang kebudayaan, sinar
kerajaan Aceh semakin bersinar. Aceh masyhur
sebagai pusat kebudayaan dan intektual Islam di
Asia Tenggara. Syekh Abdurauf adalah seorang
ulama dan mubaligh yang membenarkan
seorang wanita menjadi Sulthanah yang
menunjukkan pikirannya yang maju untuk
masanya. Bahkan sampai sekarang masih ada
ulama yang tidak membenarkan wanita menjadi
pemimpin bangsa.
32 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
Pada hari Jum'at tanggal 4 Sya'ban 114 H
atau 1698 M, Syekh Abdurauf berpulang ke
rahmatullah. Pada batu nisannya terlukis Al
Waliyul Malki Syekh Abdurrauf bin Ali.
Namanya kemudian lebih dikenal dengan
sebutan Syiah Kuala. Sesudah ia meninggal
dikenal dengan nama Tengku di Kuala atau Syiah
Kuala. Ia mengambil tempat untuk mengajar di
kuala (muara) Krueng (sungai) Aceh dan di sana
pula ia dikuburkan.
Syekh Abdur Rauf berhasil menyelesaikan
studinya dengan baik. Kemudian beliau kembali
ke Aceh langsung mendirikan rangkang
(pesantren) dekat muara Krueng Aceh. Kegiatan
rangkang ini maju pesat. Kemampuan Syekh
Abdur Rauf merumuskan hukum-hukum Islam
dalam bentuk sederhana dan mudah dicernakan,
menyebabkan syariat Islam dapat diterima dan
dilaksanakan masyarakat Aceh. Atas dasar
pengetahuannya di bidang hukum agama, ia
diangkat menjadi mufti kerajaan Aceh.
Syekh Abdur Rauf adalah seorang sufi dari
aliran Syattariah dan bermazhab Syafe'i.
Fahamnya dalam tasauf tergolong dalam faham
yang dinamakan Wihdatusysyuhud, jadi tidak
berbeda faham pendirian Nuruddin Ar Raniri.
Dalam polemik beliau menentang ajaran-ajaran
H.Mas’oed Abidin 33
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
Hamzah Fanshuri dan Syamsuddin As Sumatrani
cukup tegas dan keras, tetapi tetap bijaksana
sehingga kekacauan dan peperangan agama
tidak terjadi dalam masyarakat .
Sejak masa Sulthan Iskandar Muda telah
tinggi perbincangan ulama-ulama dalam hal
agama, yang terpenting pertentangan antara
faham wihdatul ujud,"alam ini adalah ciptaan
dari bahagian ketuhanan sendiri, laksana buih
pada puncak ombak. Maka dalam alam zahir ini
sebagai bahagian dari pada ketuhanan yang
besar. Menurut ahli tasauf dari aliran ini, duania
adalah hanya emanasi atau pancaran dari inti
sari yang tidak tercipta
Wihdatusyuhud ialah paham yang rata pada
umat Islam, bahwa alam yang baharu ini adalah
sebagai kesaksian dari pada adanya Tuhan. Jadi
bukanlah alam ini sebagaian dari Tuhan,
melainkan sebagai tanda dari pada adanya
Tuhan.
Karya-karya yang pernah beliau tulis, antara
lain:
1. Hudayah Balighah 'ala Jum'at al
muchasanah, suatu pembahasan mengani
hukum Islam tentang: bukti, kesaksian dan
sumpah palsu. Buah pikirannya ini menjadi
34 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
pedoman dan kaedah hukum adat dalam
masyarakat Aceh hingga dewasa ini.
2. Miratul Tullab fi Tasyl Ma'rifatul Asysyariah
li makhluk Wahhab kupasan mengenai
pengantar Imu Fiqih menurut mazahab
Syafii.
3. Kifayat al Muhtajin, Daqaiq al Huruf, Bayan
Tajalli, suatu kupasan mengenai pokok-
pokok ajaran tasauf dan dasar-dasar
pendiriannya dalam lapangan ini.
4. Syair makrifat, karangan dalam bentuk
puisi.
5. Tafsir al Qur an, dalam bahasa Melayu.
Syekh Abdurrauf wafat tahun 1114 Hijriyah
dimakamkan dekat muara sungai Aceh. Pada
makam beliau dibuat orang hiasan tulisan yang
berbunyi Al Waliyul mulki Syekh Abdur Rauf bin
Ali, menunjukkan betapa besar peranannya
dalam kerajaan Aceh pada waktu itu Setelah
meninggal dunia beliau lebih dikenal dengan
sebutan Tengku di Kuala atau Syekh Kuala.
Kepada ulama dan mubaligh inilah Pono
menuntut ilmu dan memperdalam ajaan Islam
selama 10 tahun. Lebih-lebih ketika Syekh Abdur
Rauf al Singkli diangkat Sulthanat Syafiatuddin
sebagai mufti Aceh, Pono dapat belajar tentang
H.Mas’oed Abidin 35
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
kehidupan istana dalam hubungannya dengan
kegiatan masyarakat Aceh.
Syekh Abdur Rauf memberikan perhatian
istimewa pula kepada Pono. Hubungan antara
murid dengan guru terlihat sangat intim. Di
samping belajar, Pono membantu guru
menggembalakan ternaknya. Membuat dan
memelihara kolam ikan sebagai bagian dari
kegiatan rangkang ini. Murid-murid di rangkang
Syekh Abdur Rauf harus berusaha sendiri dan
mempunyai ketrampilan untuk memenuhi
keperluan hidup.
Pono diajak tinggal serumah dengan guru.
Tugas Pono bertambah dengan mengasuh anak-
anak sang guru. Pono sudah dianggap sebagai
keluarga sendiri oleh Syekh Abdur Rauf.
Minat serta perhatiannya sungguh luar biasa
diikuti dengan daya tangkap yang tinggi. Tidak
mengherankan Pono termasuk murid yang
terpandai di antara pelajar di sana. Karena itulah
Syekh Abdur Rauf mencurahkan sekalian ilmu
yang pernah dimilikinya, dan kesempatan ini
dipergunakan sebaik-baiknya oleh Pono. Ilmu
yang dipelajarinya ialah ilmu syariat Islam
dengan cabang-cabangnya tauhid, tasauf, nahu,
sharaf, hadits dan juga ilmu taqwim (hisab).
36 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
Setelah melalui ujian-ujian berat dilengkapi
dengan berkhalwat selama 40 hari di gua hulu
sungai Aceh, di kaki Gunung Peusangan, sebelah
selatan Beureun, akhirnya Pono berhasil lulus
dengan baik.
Syekh Burhanuddin kembali ke
Minangkabau
Setelah cukup menerima ilmu pengetahuan
selama beberapa than tibalah masanya Syekh
Burhanuddin meninggalkan Aceh. Masa
pendidikan diakhiri dengan perpisahan antara
guru dan murid dengan penuh kasih
sayang.Terjadi percakapan antara Syekh Abdur
Rauf dengan Syekh Burhanuddin yang berbunyi
sebagai berikut:
"Malam ini berakhirlah ketabahan dan
kesungguhan hatimu menuntut ilmu tiada
taranya. Suka duka belajar telah engkau lalui
dengan sepenuh hati. Berbahagialah Engkau,
dengan rahmat dan karunia Tuhan, telah
selamat menempuh masa khalwat 40 hari
lamanya. Engkau beruntung di dunia dan
berbahagia di akhirat kelak. Sekarang pulanglah
engkau ke tanah tumpah darahmu menemui ibu
bapamu yang telah lama engkau tinggalkan. Di
samping itu tugas berat dan mulia menantimu
untuk mengembangkan Islam di sana."
H.Mas’oed Abidin 37
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
"Syukur Alhamdulillah", kata Syekh
Burhanuddin.
"Hatimu telah terbuka dan aku mendoa ke
hadhirat Allah subhanahu wata'ala, semoga
cahaya hatimu menyinari seluruh alam
Minangkabau. Kini, engkau, aku lepaskan.
Namun dengar baik-baik! Guru di Madinah ada
empat orang, yakni Syekh Ahmad al Kusasi,
Syekh Qadir al Jailani, Syekh Laumawi. Ketika
aku berangkat ke tanah Jawi ini beliau memberi
amanat yang harus kusampaikan kepadamu.
Sesungguhnya nama Burhanuddin yang
engkau pakai adalah nama pemberian guruku
itu dan ia mengirimkan sepasang jubah dan
kopiah. Terimalah ini dari padaku supaya
sempurna amanat yang kubawa dan suatu
kemuliaan bagi engkau dengan sepasang
pakaian ini tanda kebesaran ilmu yang penuh di
dadamu!"
Hari ini adalah saat perpisahan antara guru
dengan murid dan meninggalkan mesjid Singkil
untuk selama-lamanya bagi Syekh Burhanuddin.
Syekh Abdur Rauf melepas Syekh Burhanuddin
dengan sebuah taufah dan menyediakan perahu
disertai sembilan orang yang akan mengawalnya
selama dalam perjalanan. Rombongan ini
dipimpin oleh Tuanku Nan Basarung dengan
38 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
pesan supaya mengantarkan Syekh Burhanuddin
sampai di kampung halamannya.
Pada saat itu telah terjadi perubahan
hubungan antara Aceh dengan Minangkabau.
Daerah yang selama ini berada di bawah
kekuasaan Aceh satu persatu ingin melepaskan
diri. Demikian juga halnya dengan Minangkabau.
Telah terjadi beberapa kali perkelahian dan
peperangan yang banyak memakan korban. Di
antaranya gugur seorang panglima bernama
Sisangko, kemenakan panglima Kacang Hitam,
cucu Ami Said yang berkubur di Pulau Angso.
Perahu Syekh Burhanuddin mendarat di Pulau
Angso di muka pantai Pariaman untuk
beristirahat dan meninjau keadaan di darat.
Bersama dengan pengawalnya kemudian mereka
mendekati pantai Ulakan. Perahu Syekh
Burhanuddin adalah perahu Aceh, sehingga
penduduk di sekitar pantai telah siap berjaga-
jaga lengkap dengan senjata menunggu
kemungkinan yang akan terjadi. Melihat keadaan
seperti itu Syekh Burhanuddin berpendapat lebih
baik kembali ke Pulau Angso menunggu saat
yang baik.
Namun, Tuanku Nan Basarung berpendapat
lain. Tugasnya adalah mengantarkan orang
kampung mereka sendiri yang telah merantau ke
H.Mas’oed Abidin 39
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
Aceh beberapa tahun. Dengan keras hati ia
mendayung sendiri ke pantai. Ia disambut
dengan perkelahian melawan orang banyak.
Walaupun ia memperlihatkan keberaniannya,
namun akhirnya ia gugur dalam melakukan
tugas yang diembannya. Syekh Burhanuddin
tinggal sendirian di Pulau Angso setelah
pengawalnya yang delapan orang itu disuruhnya
kembali ke Aceh. Ia berpesan kepada Syekh
Abdur Rauf bahwa ia telah sampai di kampung
halamannya dan akan menyelamatkan jenazah
Tuanku Nan Basarung.
Melalui seorang nelayan, Syekh Burhanuddin
mengirimkan sepucuk surat kepada teman
akrabnya, Idris Majo Lelo yang menyatakan
beliau sudah kembali dari Aceh dan sekarang
berada di Pulau Angso. Perahu yang mendekati
pantai Ulakan kemarin adalah perahu saya yang
sengaja dikirim oleh Syekh Abdur Rauf.
Setelah menerima surat tersebut, Idris Majo
Lelo menyampaikan isi dan maksud surat
tersebut kepada pemimpin dan rakyat Ulakan.
Besoknya, Idris Majo Lelo diiringi beberapa orang
menjemput ulama ini ke pantai Kenaur dekat
Pariaman. Kedua teman ini berjabat tangan
setelah sekian lama berpisah.
40 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
Sesaat kemudian mereka berangkat ke
Padang Langgundi, Ulakan. Di sanalah mereka
bermalam. Sebagai tanda kenang-kenangan
kembali dari menuntut ilmu, Syekh Burhanuddin
menanam ranting pinago biru yang dibawa dari
Aceh. Beliau berpesan kepada Idris Majo Lelo
bila ajal sampai kelak ia dikuburkan dekat pinago
biru ini.
Menyebarkan Ajaran Islam
Di Tanjung Medan ada sebidang tanah milik
Idris Majo Lelo, pemberian dari Raja Ulakan. Ke
sanalah Syekh Burhanuddin dibawanya.
Dimulainyalah tugas suci mengajar dan
menyebarkan ajaran Islam. Usaha pertama
dilakukannya di lingkungan keluarga Idris Majo
Lelo. Kemudian diikuti oleh tetangga terdekat.
Walaupun mendapat tantangan dari golongan
ninik mamak dan pemimpin mesyarakat lainnya
yang khawatir pengaruhnya akan berkurang,
namun akhirnya sebagian besar masyarakat
Tanjung Medan sudah menganut agama Islam
yang taat.
Syekh Burhanuddin meresapkan agama Islam
dengan cara lunak dan berangsur-angsur.
Jalan yang dilakukan adalah menerapkan
salah satu ayat al Quran yang berbunyi la iqraha
H.Mas’oed Abidin 41
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
fiddin, tidak ada paksaan dalam menjalan
agama.
Kegagalan sewaktu di Sintuk dulu
diperbaikinya sekarang setelah mendapat ilmu
dakwah dari gurunya, Syekh Abdur rauf.
Ternyata cara baru ini berhasil dilaksanakan
dengan baik. Beliau yakin bahwa kegagalan di
Sintuk merupakan keberhasilan yang tertunda,
yang baru menampakkan hasil setelah beliau
melakukan dakwah islamiyah di dalam dan di
luar nagari Ulakan.
Dalam usaha meresapkan ajaran Islam
terutama diarahkan kepada anak-anak yang
masih "bersih" dan mudah dipengaruhi.
Diusahakan oleh Syekh Burhanuddin agar anak-
anak bermain di halaman surau.
Syekh Burhanuddin ikut pula bermain
bersama-sama dengan anak-anak tersebut.
Setiap memulai permainan Syekh Burhanuddin
selalu mengucapkan nama Tuhan, bismillahir
rahmanir rahim dan bacaan doa-doa lain.
Itulah sebabnya anak-anak tertarik ingin
belajar dan ingin mengetahui isi doa yang
dibaca beliau. Setelah murid-murid makin
banyak mengaji, akhirnya setelah
dimusyawarahkan secara gotong royong
42 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
dibangun sebuah surau di Tanjung Medan yang
sampai sekarang dapat kita saksikan tempat
mengaji bagi anak-anak dan santri.
H.Mas’oed Abidin 43
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
Maninjun Nan Sabatang dan Ami Said, cucu
Kacang Hitam dengan maksud menyampaikan
niatnya memperluas ruang lingkup kegiatan
dakwah. Dengan kepandaian berbicara akhirnya
Mangkuto Alam ditunjuk menghadap Daulat Raja
Pagaruyung. Ajakan ini diterima baik oleh
Mangkuto Alam setelah dimusyawarahkan
dengan "Orang Nan Sebelas di Ulakan."
Berangkatlah Syekh Burhanuddin dan Idris
Majo Lelo bersama dengan Mangkuto Alam dan
Orang Nan Sebelas Ulakan dengan diiringkan
hulubalang seperlunya menghadap Daulat Yang
DipetuanRaja pagaruyung. Pertama yang ditemui
Datuk Bandaharo di Sungai Tarab. Atas inisiatif
Datuk Bandaro diundanglah basa Ampek balai
untuk membicarakan maksud dan tujuan "orang
Ulakan" tersebut., minta izin menyebarluaskan
ajaran Islam di Minangkabau.
Tempat sidang diadakan di sebuah bukit yang
dikenal dengan nama "Bukit Marapalam"
Keduanya merupakan norma hukum dan saling
isi mengisi yang akan jadi pedoman hidup
masyarakat Minangkabau. Inti sari konsepsi
Marapalam melahirkan ungkapan "adat basandi
syarak, sebagaimana disinggung oleh Scherieke
dalam bukunya "Pergolakan Agama di Sumatra
Barat (terjemahan) sejak tahun 1668 konsepsi
44 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
Marapalam itu dicetuskan sehingga alim ulama
di Minangkabau telah dapat melibatkan rakyat
dalam suatu aksi politik agama.
Konsepsi Marapalam ini dengan kerendahan
hati disampaikan ke hadapan daulat Raja
Pagaruyung. Kepada pembesar kerajaan
dimintakan pertimbangan yang diterima dengan
suara bulat.
Syekh Burhanuddin dan pengikutnya
diberikan kebebasan seluas-luasnya
mengembang agama Islam di seluruh Alam
Minangkabau.
Dalam pepatah adat disebutkan batas-
batasnya, " di dalam lareh nan duo, luhak nan
tigo, dari ikue darek kapalo rantau sampai ke
riak nan badabue" Syekh Burhanuddin dengan
gerakannya dilindungi oleh kerajaan Pagaruyung.
Bagaimana usaha Syekh Burhanuddin berhasil
mencapai kesepakatan dalam waktu yang
singkat dengan Yang Dipertuan Raja
Pagaruyung? Tak heran peranan gurunya di Aceh
dengan filsafah "adat bak po teumeureuhum,
huköm bak syiah kuala", (adat kembali pada
raja, Iskandar Muda, hukum agama pada Syiah
Kuala) teralir dalam pikiran muridnya Syekh
Burhanuddin di Ulakan.
H.Mas’oed Abidin 45
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
Daerah pesisir sebagai bagian dari rantau
Yang Dipertuan Pagaruyung menentang
kehadiran Persatuan Dagang Belanda (VOC)
yang mencoba menerapkan penguasa tunggal
dalam perdagangan dan memecah belah rantau
pesisir. Di antaranya dengan menciptakan
Perjanjian Painan tahun 1662.
Sedang di daerah pesisir mulai berkembang
surau-surau yang mengadakan perlawanan
terhadap monopoli dagang, seperti Muhammad
Nasir dari Koto Tangah, Tuanku Surau Gadang di
Nanggalo.
Antara Syekh Burhanuddin dengan Yang
Dipertuan Raja Pagaruyung mempunyai
kepentingan yang sama yaitu keutuhan Alam
Minangkabau.
Dengan kedua kepentingan antara keutuhan
daerah rantau kesepakatan mudah dicapai
antara Syekh Burhanuddin dengan Yang
Dipertuan Pagaruyung. Kesepakatan inilah yang
sering disebut dengan Perjanjian Marapalam.
Kemudian usaha Belanda ingin memasuki
pedalaman Minangkabau dirintis oleh Thomas
Diaz yang berangkat dari Patapahan menembus
hutan rimba dan tiba di Buo (1680) disambut
Raja Malio. Pengalaman Syekh Burhanuddin
bersama gurunya, Syekh Abdur Rauf sebagai
46 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
mufti kerajaan Aceh, menambah wawasan Syekh
Burhanuddin dalam politik keagamaan di
Minangkabau.
Peristiwa bersejarah di Bukit Marapalam dan
Titah Sungai Tarab menghadap kepada Yang
Dipertuan Kerajaan Pagaruyung telah tersiar di
seluruh pelosok Alam Minangkabau dan
menerima agama Islam dengan kesadaran. Islam
diakui sebagai agama resmi. Adat dan agama
telah dijadikan pedoman hidup dan saling
melengkapi. Saat itu lahirlah ungkapan "adat
menurun, syarak mendaki. Artinya adat datang
dari pedalaman Minangkabau dan agama
berkembang dari daerah pesisir.
Syariat Islam yang dibawa dan dikembangkan
oleh Syekh Burhanuddin telah menyinari Alam
Minangkabau banyaklah orang yang menuntut
ilmu agama. Dari mana-mana orang
berdatangan ke Tanjung Medan. Nama Tanjung
Medan sebagai pusat pendidikan dan pengajaran
ilmu Islam sudah masyhur. Surau Tanjung Medan
penuh sesak dengan murid-murid beliau.
Untuk menampung mereka dibangun lagi
surau-surau disekeliling surau asal. Menurut
catatan terdapat 101 buah surau baru di Tanjung
Medan yang merupakan satu kampus,
H.Mas’oed Abidin 47
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
permulaan sistem pesantren yang kita kenal
sekarang.
Perjanjian Marapalam kemudian berkembang
menjadi suatu proses penyesuaian terus
menerus antara adat dan agama Islam, saling
menopang sebagai pedoman hidup masyarakat
Minangkabau.
Syekh Burhanuddin telah meninggalkan jasa
yang gilang gemilang. Namanya senantiasa akan
hidup terus dan tak terlupakan sepanjang masa.
Sebelum meninggal dunia, Syekh Burhanuddin
tidak lupa mendidik kader penerus dalam usaha
menyebarluaskan ajaran Islam yang dilakukan
melalui latihan dan pendidikan.
Untuk meneruskan perjuangan beliau, Syekh
Burhanuddin melatih dan mendidik dua orang
pemuda Tanjung Medan, Abdul Rahman dan
Jalaluddin yang akan menggantikan kedudukan,
"khalipah" kelak. Menurut penilaiannya kedua
anak muda ini memenuhi pesyaratan dalam
mengemban tugasnya, baik dari akhlak,
kecerdaan serta ketrampilan dakwah. Untuk itu
ditetapkan Abdul Rahman sebagai khalipah I.
Idris Majo Lelo, teman akrab Syekh
Burhanuddin sedari muda bekerja bahu
membahu dalam menegakkan agama Islam.
48 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
Sebagai kehormatan atas jasanya, Idris Majo
Lelo diangkat menjadi Khatib nagari Tanjung
Medan dan jabatan itu berlangsung sampai
sekarang.
Tharekat Ulakan
Ajaran yang dikembangkan Syekh
Burhanuddin sebagai penganut mazhab Sjafii
adalah tharikat Syattariyah, yang dinamakan
juga tharikat Ulakan atau "martabat yang tujuh".
Martabat yang tujuh adalah mengenai
ketujuh tahap pancaran dari "ada yang mutlak",
bersumber dari ajaran al Halaj, Ibnu Arabi.
Menurut ajaran ini semua yang di alam
merupakan pancaran dari Allah. Pikiran ini
dikembangkan dari ajaran Wihdatul wujud,
bersatu dengan Tuhan. Penganjur faham
wihdatul wujud di Aceh adalah Syamsuddin Pasai
al Sumatrani dan Hamzah Fansuri. Menurut
Syamsuddin al Sumatrani, bahwa Allah itu roh,
dan wujud kita ini roh dan wujud Tuhan.
Sedangkan Hamzah Fansuri mengatakan
bahwa asal roh itu qadin, yakni roh Muhammad
s.a.w. karena ia dijadikan Allah dari pada nur
zatnya yang qadin. Man 'arafa nafsahu, faqad
'arafa rabbahu (siapa yang mengenal dirinya,
berarti mengenal Tuhannya), yang oleh Hamzah
H.Mas’oed Abidin 49
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
Fansuri diartikan bahwa manusia bersatu
dengan Tuhan, bersatu sifat dengan zat.
Adapun ajaran tharikat Syattariyah
mempunyai ciri-ciri khusus, antara lain:
a. tentang lafadz bahasa Arab dari pada imam
dan upacara-upacara berdasarkan bahasa
Arab yang kuno dan kurang murni.
b. Permulaan dan akhir puasa dilaksanakan
semata-mata atas rukyah, dalam arti dapat
dilihat dengan mata adanya bulan.
Pengaruh tharikat ini masih dapat disaksikan
sekarang lewat "basapa" ke makam Syekh
Burhanuddin di Ulakan. Dalam komplek makam
tersebut, pengikutnya melakukan ratib semalam
suntuk. Dalam ajaran tharikat, pendekatan dan
penghormatan kepada guru diutamakan sekali.
Jalan pikiran manusia dalam ajaran tharikat turut
mempengaruhi akan peningkatan amalannya
melalui makrifat (ilmu) dan hakikat (kebenaran
sejati = Tuhan).
Untuk memperoleh makrifat, perlu guru atau
khalipah. Tanpa guru, makrifat tidak akan
berhasil mencapai hakikat. Fungsi guru di sini
adalah sebagai perantara (rabuthah). Guru
menjadi komponen utama dalam
menghubungkan seseorang dengan Tuhannya
50 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
(hakikat), karenanya doa guru perlu disebut.
Menyebut nama guru ialah memudahkan doa
diperkenankan.
Proses pencapaian hakikat yang telah
diajarkan guru menuntut penghormatan kepada
guru, sehingga setelah meninggal jasa guru
perlu diingat dalam bentuk ziarah ke makamnya.
Dalam pikiran si murid, ulama dan guru tharikat
dianggap mempunyai kelebihan yang luar biasa
hingga dianggap keramat.
Tanah dan tempat-tempat yang pernah
dipakai oleh ulama tersebut perlu dihormat dan
dikunjungi.
Banyak di antara murid-murid Syekh
Burhanuddin yang mengembangkan ajaran
tharikat ini di Minangkabau. Salah seorang murid
yang terkenal ialah Tuanku Mansiang di
Paninjauan.
Setelah Syekh Burhanuddin wafat, banyak
pula orang yang berguru kepada Tuanku
Mansiang ini. Perkembangan kemudian cepat
berubah sesuai dengan perkembangan
pedalaman Minangkabau, Murid-murid Tuanku
Mansiang ini mendirikan surau-surau di
kampungnya dalam mengembangkan
keahliannya masing-masing.
H.Mas’oed Abidin 51
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
Pada pertengahan kedua abad ke-18 terjadi
perkembangan ilmu pengetahuan, politik dan
lahirnya cendekiawan sebagai salah satu unsur
kepemimpinan tali Tigo Sapilin.
Sejalan dengan itu lahir pula pembaharuan
pemikiran agama Gerakan "kembali ke syariat"
yang lebih dikenal dengan sebutan Gerakan
Padri (1784 - 1821) untuk mengatasi kemajuan
kehidupan masyarakat pada masanya.
Semuanya hasil pendidikan surau Syekh
Burhanuddin di Tanjung Medan, Ulakan.
AJARAN TARIKAT
DI MINANGKABAU
52 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
Pada masa itu, tarikat dan surau dapat
menyesuaikan diri dengan lembaga yang ada di
Minangkabau, tanpa menimbulkan pertentangan.
Pesantren (surau) lahir dan diterima seluruh
masyarakat sebagai tambahan lembaga
kehidupan di desa. Kelompok tarikat mahir
menanggapi situasi dan lebih menekan ajaran
pada usaha ketentraman batin sebagai hamba
Allah. Latihan kejiwaan dan zikir diselenggarakan
untuk mengingat Allah sehingga terpelihara
kesinambungan kehidupan di desa.
Pada abad ke-18, di Minangkabau terdapat
tiga kelompok tarikat: Naqsyabandiyah,
Syattariyah dan Kadiriyah. Ciri ketiga kelompok
itu sama, yaitu kepatuhan sepenuhnya yang
dituntut dari seorang murid kepada gurunya.
Di tempat belajar, mereka mengenal ajaran
Islam, disiplin dan latihan yang diterapkan
masing-masing guru.
Guru dan guru tuo (guru pembantu) mengajar
membaca Qur’an, tafsir dan kaedah agama serta
praktek lainnya untuk mencari keridhaan Allah
dengan tertib. Pada sore hari para santri
berkumpul sambil melaksanakan zikir dengan
menyebut asma Allah.
Organisasi sekelompok surau, kadang-kadang
terdiri dari 20 bangunan yang ditempati santri
H.Mas’oed Abidin 53
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
dari berbagai daerah. Setiap surau berada di
bawah pengawasan seorang guru tuo. Murid-
murid harus ikut membantu guru bekerja di
kebun atau sawahnya. Pada masa sibuk bertani,
belajar sering terganggu. Di samping itu, murid
menanam pisang atau buah-buahan di sekitar
surau mereka. Kehidupan mereka tergantung
dari hasil pertanian yang dijual ke pasar setiap
minggu. Surau-surau besar, biasanya berdiri di
desa-desa pusat perbelanjaan, yang disebut
pakan.
Seorang murid harus berpegang teguh pada
kepatuhan diri kepada guru. Kepatuhan ini
merupakan dasar sebelum melangkah
mempelajari ajaran Islam.
Pengajaran dasar bagi seorang muslim ialah
membaca Al Qur’an yang lebih menekankan
pada tajwid, bunyi (fonem) yang benar menurut
tata bahasa Arab. Sebelum memperdalam kitab
suci Al Qur’an, mereka harus pula mempelajari
nahu sharaf, tata bahasa Arab.
Bagi yang mendapat kesulitan
mempelajarinya, dapat beralih mempelajari
hukum Islam, syariat. Kajian syariat disebut fikih.
Buku fikih yang dipakai di semua surau tarikat
umumnya sama yaitu mengajarkan tiang Islam,
arkanul khamsah, yang digolongkan ke dalam
54 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
ibadah sebagai dasar kewajiban seorang muslim.
Kemudian diikuti dengan bimbingan berperilaku
yang benar. Lanjutannya ialah mempelajari
hukum yang berkaitan dengan pengendalian
hubungan sesama manusia, seperti hukum
warisan, dan lain-lain.
Surau-surau yang memperdalam kajian pokok
tentang hukum tersebut umumnya menjadi
surau yang mempunyai nama baik di
Minangkabau. Surau-surau Naksyah-bandiyah
umumnya terletak di desa-desa persimpangan
jalan perniagaan atau desa-desa pertanian yang
makmur.
Guru-guru tarikat bekerja sebagai petani
untuk nafkahnya sehari-hari. Sebagai guru, ia
harus pula menyiapkan suatu buku fikih dan doa-
doa upacara dalam bahasa Melayu berdasarkan
sumber-sumber dari bahasa arab.
Tarikat Syattariyah lebih banyak dikenal
pada akhir abad ke-18, yang diperkenalkan di
Sumatera oleh Abdur Rauf dari Singkil, Aceh
(1605-1693). Salah seorang muridnya bergelar
Syekh Burhanuddin, membawanya ke Ulakan
pada bagian ke dua abad ke-17. Dari Ulakan,
tarikat itu bersebar melalui jalur perdagangan
sampai ke Paninjauan dan Pamansiangan,
H.Mas’oed Abidin 55
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
kemudian ke Koto Tuo, di daerah Agam bagian
selatan yang kaya dengan sawah.
Di sebelah barat Koto Tuo berdiri surau-surau
tarikat yang banyak menghasilkan ulama.
Daerah ini dikenal dengan nama Ampek Angkek
berasal dari nama empat orang guru yang terpuji
kemasyhurannya dalam tarikat Syattariyah.10
Murid-murid di surau Syattariyah mempelajari
rangkaian pengetahuan Islam. Salah satu buku
yang pedoman dalam kajian Syattariyah adalah
karya Abdul Rauf.
Surau- surau lain di pedalaman Minangkabau
memperdalam suatu cabang ilmu agama
tertentu, sehingga terdapat spesialisasi
pengajaran.
Tuanku di Kamang tempat memperdalam ilmu
alat, nahu shraf, tata bahasa Arab; Koto Gadang
dan Rao (Pasaman) dalam ilmu mantik maani,
ilmu logika Islam; Tuanku di Koto Tuo dalam ilmu
tafsir Qur’an, tarbiyah, pendidikan; Tuanku di
Sumanik dalam ilmu hadith, tafsir dan faraidh
(ilmu warisan); Tuanku di Talang (Solok) dalam
ilmu sharaf, dan Tuanku Salayo dalam badi’,
maani dan bayan.
56 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
Seorang santri dapat pula memperdalam ilmu
kepada guru lainnya. Dengan demikian, terjadi
mobilitasi sosial yang tinggi di Minangkabau.
Pada tahun 1803, terjadi suatu peristiwa yang
kelak membawa akibat yang lebih jauh.
HAJI MISKIN
( ± 1860 - 1830)
H.Mas’oed Abidin 59
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
Candung, Ampek Angkek, Kubu Sanang,
Banuhampu, Sungai Puar, dan Padang Laweh. Di
daerah ini memancarkan kesejahteraan
penduduknya. Kekerasan dan perkelahian yang
terjadi akibat pengembangan pembaruan untuk
mengembalikan desa-desa melaksanakan syariat
Islam.
Kemudian Haji Miskin berunding dengan
Tuanku Nan Salapan. Mereka sepakat menunjuk
Tuanku Nan Renceh sebagai pemimpin Gerakan
Pembaruan, dan mencari seorang yang
berpengaruh untuk melindungi usaha
pembaruan. Pilihan jatuh kepada guru mereka,
Tuanku Nan Tuo
Tuanku Nan Tuo menyetujui maksud mereka,
tetapi tidak menyetujui kekerasan yang
dilakukan dalam pelaksanaannya. Kalau
pekerjaan mulia dilakukan dengan kekerasan,
akan menimbulkan kekacauan.
Cara ini dianggap menyimpang dari roh
Muhammad yang bijaksana. Inilah ajaran yang
tertera dalam 'Taufah mursala ila ruhun nabi.'
Sedangkan Tuanku Nan Renceh ingin
menerapkan gagasan-gagasan pembaruan yang
berbeda dengan cara yang dilakukannya dahulu
bersama Tuanku Nan Tuo.
60 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
Haji Miskin melanjutkan usaha pembaruan di
Luhak Lima Puluh. Pada tahun 1811, ia
berangkat ke ranah ini untuk menggugah ulama
muda, Malin Putih di Air Tabik, untuk melakukan
pembaruan. Ia berhasil baik. AiaTabit, suatu
daerah subur di kaki Gunung Sago. Fakih Saghir
datang kedaerah ini membantu Malin Putih yang
kemudian bergelar Tuanku Nan Pahit. Mereka
mendirikan sebuah benteng Bukit Kawi. Haji.
Miskin pindah ke Mesjid Sungai Lundi di nagari
Aia Tabik. khutbahnya berhasil menjadi sebab
lahirnya rencana perubahan.
Pembaruan yang dilancarkan Haji Miskin di Aia
Tabik bergema ke Halaban. Seorang ulama yang
mengikuti ajaran baru ini ialah Tuanku Luak di
Halaban.
Haji Miskin penyebar cita-cita dan ide
pembaruan masyarakat Minangkabau yang
terhunjam kuat dalam hati setiap tuanku- tuanku
atau ulama Muda di Tanah Minangkabau.
Dalam suasana ribut Haji Miskin mati
terbunuh dan dikuburkan di atas Bukit Kawi.
(1830).
H.Mas’oed Abidin 61
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
TUANKU
62 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
Setingkat di bawah Tuanku ialah gelar Peto
dan Labai*, bila seseorang yang telah menguasai
fikih, tarikat dan ilmu hakekat. Gelar ini berasal
dari Turki. Seorang labai atau peto hanya diberi
hak memimpin jamaahnya, dan belum berhak
memimpin surau sendiri.
Tingkat ketiga, Malin, gelar seorang guru
bantu (guru tuo) yang dipercaya tuanku
memberikan bimbingan kepada murid-murid
pada suatu surau. Seorang malin (maulana atau
mu’allim)* telah memiliki pengetahuan agama
yang lebih luas dari murid-murid lainnya.
Setelah bertahun-tahun belajar pada seorang
ulama (surau), seorang murid yang telah
menguasai ilmu fikih dan sanggup membaca
do'a-doa, lalu diberi gelar Pakih. Sedangkan yang
sanggup membaca Al Qur’an, diberi gelar Kari.
64 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
Tuanku di Talang dalam ilmu sharaf, sedangkan
Tuanku di Salayo dalam ilmu nahu nan tiga
(badi', maani dan bayan. Kedua ulama terakhir
mencapai derajat yang tinggi sebagai ulamiyah.
Dalam hal ini Tuanku Nan Tuo mempelajari
ilmu-ilmu itu dari tuanku-tuanku itu, akhirnya
lebih dikenal sebagai ulama yang kisyaf yang
mempunyai pengetahuan yang luas dalam
mantik, maani, hadis, tafsir, tarbiyah, danu
agama lainnya.
Pada akhir abad ke-18, surau Koto Tuo
memperkenalkan pembaruan berdasarkan
hukum Islam kepada masyarakat luas. Murid
surau Koto Tuo kira-kira seribu orang berasal dari
pelosok Minangkabau dan daerah rantau.
Ajaran Syattariah yang diperkenalkan
mengenai ilmu hakekat, ilmu pengetahuan
tentang tauhid dalam 'mencari Tuhan'. Murid dan
guru melibatkan diri dalam perdagangan yang
berasal dari langganan luar negeri, seperti
Amerika, Inggeris, Tamil dan Gujarat.
Tuanku Nan Tuo berfatwa tentang
perlindungan terhadap pedagang dan
menguraikan syariat Islam yang berhubungan
dengan keamanan pedagang. Fatwa ini dikenal
dengan nama gerakan kembali ke syariat. Ia
mengajarkan murid-muridnya cara menggalang
H.Mas’oed Abidin 65
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
persatuan bagi masyarakat Minangkabau
menurut perintah Tuhan. Inti ajarannya ialah
ketaatan pada ajaran-ajaran Al Quran dalam
mengatur harta warisan, penceraian dan jual beli
barang. Semenjak itu Tuanku Nan Tuo terkenal
sebagai pelindung pedagang.
Tuanku Nan Tuo bersama Haji Miskin, sebelum
menunaikan ibadah haji ke Mekah, mencari
jawaban tentang pembagian harta warisan
menurut fikih.
Menurut Tuanku Nan Tuo harta dibagi atas
harta pusaka dan harta pencaharian. Harta
pusaka diwariskan menurut hukum adat
Minangkabau. Harta pencaharian jatuh ke tangan
anak, dengan perbandingan antara anak laki
dengan anak perempuan 2: 1.
Tuanku Nan Tuo melihat banyak hal yang
sesuai antara adat dengan syariat menurut
mazhab Syafei, terutama yang berhubungan
dengan harta pusaka.
Semenjak tahun 1784, hukum Islam menjadi
kajian yang penting dari surau Koto Tuo. Murid-
murid Tuanku Nan Tuo yang terbaik ditugaskan
melaksanakan dakwah ke luar Ampek Angkek,
terutama desa yang menghalangi usaha
perdagangan. Semenjak itu Tuanku Nan Tuo
66 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
dikenal sebagai pelindung pedagang di
Minangkabau.
Jalaluddin gelar Fakih Saghir yang kemudian
mendirikan surau di Koto Laweh, gerbang jalan
ke Pariaman melalui Mudik Padang; Tuanku
Bandaro dari Alahan Panjang meneruskan
pembaruan di Bonjol bersama Tuanku Imam
Bonjol; Pakih Muhammad bergelar Tuanku Rao di
Rao Mandahiling, Saidi Muning bergelar Tuanku
Pasaman kemudian bergelar Tuanku Lintau di
Lintau.
Pendidikan lainnya di surau Tuanku Nan Tuo
ialah ilmu bela diri, silat dan pencak sehingga
setiap murid siaga serempak menjadi pemuda
trampil dan mampu menggunakan senjata di
medan laga.
. Menjelang tahun 1790 daerah Ampek
Angkek mengalami kemajuan besar atas usaha
Tuanku Nan Tuo. Pedagang lebih senang
membawa barang dagangannya melalui Agam
terus ke Koto Laweh, kemudian meneruskan
perjalanannya melalui bukit antara Gunung
Singgalang dan Gunung Tandikek menuju Mudik
Padang dan terus ke Pariaman. Mereka dapat
bergerak dengan leluasa, yang belum pernah
dialami sebelumnya.
H.Mas’oed Abidin 67
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
Pembaruan Islam dilaksanakan di surau-surau
yang memajukan pendidikan surau dan
memajukan perdagangan.
Pusat-pusat perdagangan di pedalaman
Minangkabau dikuasai oleh surau-surau, seperti
Tuanku Damansiang di Pandai Sikek, Jalaluddin di
Koto Laweh, Tuanku Nan Renceh di
Kamang;Tuanku Nan Tuo di Ampek Angkek, dan
kemudian Tuanku Bandaro dan Tuanku Imam
Bonjol di lembah Alahan Panjang Panjang,
Tuanku Rao di Rao, Tuanku Barumun di Kota
Pinang dan Barumun..
Telah terjadi pratagoni di daerah Islam
berkembang dengan pembaruan dan perbaikan
moral masyarakatnya yang memancarkan
kemakmuran..
Pemerasan yang sering terjadi terhadap
pedagang dan pemungutan pajak pengawasan
pada jalan dagang tradisional dari Jaho
Tambangan ke Bukit Punggung Jawi terus ke
Kayu Tanam dan Lubuk Alung yang diawasi
dubalang Tuanku Gadang dari Batipuh.
Dengan adanya perubahan itu di pedalaman
Minangkabau berlaku pertanian pola rakyat,
menggantikan pola raja yang dikuasai kerajaan
Pagaruyung.
68 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
Belanda memasuki Minangkabau pada tahun
1821 dan ingin menguasai pusat perdagangan di
pedalaman Minangkabau. Kemudian Belanda
mendirikan benteng Gedung Batu di Koto Tuo.
Selama enam tahun hulubalang Tuanku Mudo,
pangka tuo (pemimpin ) hulubalang Tuanku
Imam Bonjol tinggal di daerah Ampek Angkek.
Peperangan tak terelakkan antara pro
golongan pembaruan dengan pengikut Tuanku
Nan Tuo. Tuanku Nan Tuo meninggal dunia pada
tahun 1830 berlumuran darah di surau yang
dibangunnya dengan Qur an tetap dipegangnya.
TUANKU LINTAU
( ± 1770 -1832 )
H.Mas’oed Abidin 71
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
di mata penduduk pusat kerajaan. Ia mengawini
anak Raja Ibadat terakhir yang meninggal pada
tahun 1817.
Kemudian ia memindahkan kedudukannya
dari Sumpur Kudus ke Lintau dan menyatakan
dirinya sebagai pemegang waris Raja Adat dan
Raja Ibadat. Semenjak itu pula ia lebih dikenal
dengan gelar Tuanku Lintau.
Tuanku Lintau dapat meluaskan sistem administrasi
Padri di daerahnya dengan dukungan hulubalang yang
berpakaian merah untuk membedakannya dengan
dubalang yang berwarna hitam. Di daerah bukit
sebelah timur Lintau, sistem Padri diterima dengan
baik. Penduduk Buo dan Kumanis menganut ajaran
Padri. Di sebelah utara Lintau, di lereng Gunung Sago,
berada di bawah hulubalang Tuanku Lintau yang
bernama Tuanku Halaban.
Sehubungan dengan serangan itu, dasar-dasar
ekonomi dan politik Kerajaan Pagaruyung lumpuh.
Keluarga kerajaan berusaha menyelamatkan diri dari
kehancuran dengan kembali kepada sekutu lama,
Belanda. Semua nagari yang terletak pada jalur Koto
Piliang ke pantai barat ikut menandatangani perjanjian
dengan Belanda pada tahun 1819. Nagari-nagari ini
diwakili dua beradik Sultan Saruaso dan Raja Alam
Bagagarsyah dari Pagaruyung dan Nagari Duo
Puluh Koto dan Batipuh. Mulai saat itu Gerakan
72 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
Pembaruan Padri berhadapan dengan Belanda
yang kemudian berubah menjadi Perang Padri.
Kawasan Lintau dipisahkan dengan pusat
Tanah Datar oleh punggung bukit barisan dengan
lembah-lembah yang dalam. Bukit pemisah ini
ialah Bukit Marapalam dipergunakan sebagai
benteng perlindungan yang sulit ditembus dari
arah Tanah Datar. Punggung bukit di sekitar
Lintau ditanam dengan kopi.
Kawasan ini merupakan pertemuan bukit yang
membentuk lereng-lereng yang mendaki. Di
sela-sela bukit ini mengalir mata air yang dapat
dimanfaatkan untuk mengairi sawah-sawah yang
terletak di tengah kebun kopi, dikelilingi oleh
sawah yang subur, yang mendatangkan
kesejahteraan penduduknya.
Halaban dan Lintau semenjak lama
mempunyai hubungan dagang dengan pantai
timur, di hulu Kampar Kiri dan Kampar Kanan.
Pada tahun 1813, ia membenahi desanya,
Lintau. Semenjak tahun 1820 melakukan upaya
mengawasi lalu lintas perdagangan jalur
Indragiri. Sejak itu pula ia terkenal sebagai
Tuanku Lintau. Penduduk Lintau melakukan
penukaran kopi dengan barang-barang katun
dan garam. Terbukti bahwa terdapat hubungan
H.Mas’oed Abidin 73
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
antara kemakmuran dengan diterimanya asas
pembaruan Islam (Protagoni).
Kedatangan serdadu Belanda ke Tanah Datar
dilaporkan kepada Tuanku Imam Bonjol oleh
Tuanku Kacik. Utusan itu menyatakan bahwa
pasukan Belanda dengan sekutunya akan
menyerang Lintau.
Pasukan Belanda menyerang Bukit Marapalam,
bergerak dari Pagaruyung dengan kekuatan 8
pucuk meriam. Pasukan ini dapat dipukul
mundur sampai ke desa Tanjung. Empat pucuk
meriam dapat dirampas hulubalang Lintau.
Empat hari kemudian, Belanda kembali mencoba
menyerang Bukit Marapalam dari arah desa
Tanjung. Peristiwa ini terjadi pada 13 April 1823.
Pasukan hulubalang Bonjol di bawah pimpinan
Tuanku Mudo yang sedang berada di Ampek
Angkek, mendengar serangan Belanda ke Bukit
Marapalam itu, segera bergerak ke lembah Bukit
Marapalam. Pasukan Bonjol menyerang dari arah
utara sehingga hulubalang Lintau dapat
menguasai medan pertempuran. Pasukan Lintau
dan hulubalang Bonjol dapat menguasai
lapangan pertempuran.
Kekalahan ketiga kalinya bagi pasukan
Belanda terjadi pada tanggal 16 April 1823 yang
dikenal sebagai Hari Keprajuritan Perlawanan
74 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
Lintau. Peristiwa serangan Belanda dan
perlawanan hulubalang Lintau tercantum pada
relief Museum Perjuangan Taman Mini Indonesia
Indah, Jakarta. Pada serangan itu Belanda
mendapat kekalahan tiga orang perwira, 45
serdadu Belanda mati, 9 perwira luka dan 178
prajurit menderita luka. Empat buah meriam
Belanda dapat dirampas.
Pertahanan Tuanku Lintau (1813-1830) baru
ditembus pasukan Belanda melalui
pengkhianatan yang dilakukan dalam malam
pekat ketika hujan turun dengan deras.
TUANKU NAN
RENCEH
( ± 1780 - 1832)
H.Mas’oed Abidin 75
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
Seorang ulama yang cerdas, murid Tuanku
Nan Tuo. Setelah menyelesaikan pendidikan di
Koto Tuo, ia kembali ke kampung halamannya, di
Bansa, Kamang. Tuanku Nan Renceh
mengundangkan jihad dari Surau Bansa,
Kamang.11
Walau sebagai seorang petani, ia mampu
memberikan pelajaran dengan semangat
perjuangan di suraunya. Ia melakukan
penyerangan terhadap nagari sekitarnya, seperti
Kamang, Tilatang, Padang Tarok, Ujung Guguk,
Candung, kemudian Matur dan Lima Puluh.
Dengan tubuhnya yang kurus tinggi dan
pandangan mata yang menyala ia memberi
contoh bagaimana ajaran agama ditegakkan
tanpa ditawar-tawar.
Masyarakat ingin ditegakkan adalah
masyarakat muslim yang tidak mengenal
menyabung ayam, minuman keras, menghisap
candu, makan sirih dan tidak meminta doa ke
kuburan dan melarang laki-laki memakai sutra
dan perhiasan emas. Siapa yang tidak taat
dihukumnya.. Ia ingin menegakkan agama di
tengah masyarakat, dan tampak pengaruh
Wahabi dalam tindakannya.
Tuanku nan Renceh dapat menundukkan
seluruh daerah Kamang. Kemudian Magek, Salo,
76 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
Koto Baru. Di nagari yang mengakuinya disusun
pemerintahan menurut Islam dikepalai oleh
seorang imam dibantu oleh seorang kadhi.
Berangsur-angsur Tuanku Nan Renceh
menaklukkan nagari yang keras menantangnya.
Nagari itu dibakar dan dibinasakan. Pembaruan
yang dicanangkan itu akhirnya disetujui surau-
surau di Agam, antaranya tuanku nan salapan.
Haji Miskin kemudian berunding dengan
Tuanku Nan Renceh dari Surau Bansa (1807).
Tuanku Nan Renceh bersama Haji Miskin mulai
mengatur rencana pembaruan secara
menyeluruh. Mereka menghapuskan kebiasaan
buruk yang dilarang agama Islam.
Gagasan kedua orang pembaru ini untuk
menerapkan hukum perdagangan Islam
melengkapi hukum adat Minangkabau yang
diterima baik oleh pedagang, baik yang tinggal
di kamang, maupun yang datang ke Kamang
Musyawarah dengan tuanku nan salapan,
Tuanku Kubu Sanang, Tuanku Kalung, Tuanku
Ladang Laweh, Tuanku Padang Luar, Tuanku
Kubu Ambalau, dan Tuanku Lubuk Aur,
menghasilkan kesepakatan menunjuk Tuanku
Nan Renceh sebagai pemimpin geralan
pembaruan dan mencari seorang yang
berpengaruh untuk melindungi usaha
H.Mas’oed Abidin 77
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
pembaruan yang akan dilakukan. Pilihan jatuh
kepada guru mereka, Tuanku Nan Tuo.
Perbedaan pendapat antara Tuanku nan
Renceh dengan Tuanku nan Tuo, tidak dapat
dielakkan. Tindakan Tuanku Nan Renceh tidak
disetujui Tuanku nan Tuo Tuanku Nan Tuo
melarang Tuanku Nan Renceh dengan beribu-ribu
orang Kamang yang ingin menyerang Kurai.
Akhirnya Tuanku Nan Tuo memanggil Tuanku
Nan Renceh musyawarah menghentikan
pembakaran dan pembunuhan sesama orang
Islam. Tuanku Nan Renceh mengemukakan jihad
berdasarkan fikih. Orang yang tidak
menjalankan perintah agama dapat dirampas
harta dan jiwanya.
Tuanku Nan Tuo mendasarkan pikirannya pada
tarikat, Tindakan kekerasan hanya boleh dilakukan
terhadap orang yang terang terangan menentang
ajaran Islam. Akhirnya perbedaan pendapat
diselesaikan dengan sumpah disaksikan Quran.
Di beberapa nagari, seorang ulama
ditempatkan dalam pemerintahan adat. Wadah
lain hasil perjuangannya jabatan Imam, yang
pada mulanya pemimpin sembahyang
berjamaah, dan kemudian ikut memimpin
pertahanan nagari, dan Tuan Kadi, mengatur
78 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
akad nikah, talak rujuk dan pengawasan hukum
dalam nagari.
Perjuangan para ulama dikoordinasi ke dalam
Tuanku nan Salapan yang terdiri dari :
1. Tuanku nan Renceh dari Kamang
2. Tuanku Kubu Sanang
3. Tuanku Ladang Laweh di Banuhampu
4. Tuanku Padang Luar
5. Tuanku Galung di Sungai Puar
6. Tuanku Koto Ambalau
7. Tuanku Lubuk Aur
8. Tuanku Pamansiangan nan Mudo di
Mansiangan
Munculnya kelompok militan bukan ide
pembaruan yang dikembangkan. Tatkala
kelompok ini ingin melaksanakan aksinya,
mereka menghadap orang arif di Koto Tuo lebih
dahulu. Pengaruhnya atas masyarakat luas
merupakan faktor penentu. Apalagi sebagian
besar para ulama itu pernah menjadi murid
ulama besar ini. Pada awal gerakan pembaruan
ini dibina atas hubungan pemimpin kharismatik
dengan pengikutnya. Inilah yang disebut
hubungan guru murid.
H.Mas’oed Abidin 79
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
Usulan Tuanku Nan Renceh beserta
kelompoknya untuk melaksanakan aksi gerakan
dengan kekerasan tidak dapat diterima Tuanku
nan Tuo. Beliau sependapat dengan gagasan
untuk terus menegakkan prinsip-prinsip ajaran
Islam yang murni.
Dalam segala hal, Tuanku nan Tuo
menyediakan diri dan mencurahkan tenaganya
guna pembaruan, seperti telah dilaksanakannya
jauh sebelumnya. Tetapi ia berbeda pendapat
mengenai cara mencapai tujuan.
Maka dinasehatkannya agar mereka
menempuh jalan yang lebih lunak untuk
menghindarkan kerugian yang tidak diperlukan.
Dalam pengambilan keputusan mereka
menemukan jalan bersimpang dua. Tuanku nan
Tuo beserta murid-muridnya yang setia, tetap
melaksanakan pembaruan dengan cara lunak.
Sedangkan Tuanku nan Renceh dengan
kelompoknya mengambil jalan kekerasan.
Ternyata, Tuanku nan Renceh pula yang memikul
beban langkah pertama untuk melaksanakan
perubahan itu. Ia memulai gerakan di kampung
halamannya.
Pergolakan-pergolakan umum segera
menyebar ke nagari-nagari di seluruh
Minangkabau. Tuanku nan Renceh
80 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
mengemukakan jihad berdasarkan fikih. Orang
yang tidak menjalankan perintah agama dapat
dirampas jiwa dan hartanya.
Tuanku nan Tuo mendasarkan fikirannya
menurut ajaran tarikat. Tindakan kekerasan
hanya boleh dilakukan terhadap orang yang
terang terangan menentang ajaran Islam.
Akhirnya perbedaan pendapat diselesaikan
dengan sumpah disaksikan Quran. Namun
demikian kelompok Tuanku nan Renceh meminta
Tuanku Pamansiangan nan Mudo sebagai
penasihat mereka.
Serangan Belanda, untuk menguasai
perdagangan kopi dan kulit manis dari Kamang,
di Koto Baru dan Kapau mendapat perlawanan
yang gigih dari hulubalang Tuanku nan Renceh.
Banyak korban yang berjatuhan di pihak
Belanda sehingga dipaksa mundur ke
Bukittinggi. Beberapa pucuk meriam Belanda
dapat direbut di Kapau. Serangan-serangan
Belanda merupakan pengalaman baru rakyat
Minangkabau berhadapan dengan penguasa
bangsa asing. Perlawanan semesta dengan
menggunakan parit dan rintangan alam seperti
bukit, lembah dan gunung.
Sentot, seorang bekas pemimpin pasukan
Diponegoro yang dikirim Belanda ke
H.Mas’oed Abidin 81
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
Minangkabau bersama 300 orang
pasukannya.(1829). Pasukan Raden Noto
Prawiro dan T. Prawiro Sabiro menyerang
kedudukan Tuanku Nan Renceh. Dalam
pertempuran itu, Tuanku nan Renceh
menghembuskan nafas penghabisan (Juni 1832).
Namun Raden Noto Prawiro dan Sabiro
melihat masyarakat Kamang yang Islami dan
keberanian hulubalang Tuanku nan Renceh di
Kamang berjuang seperti dilakukannya bersama
Diponegoro dulunya.
82 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
Tuanku Imam
Bonjol
(1772 - 1854)
H.Mas’oed Abidin 83
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
berasal dari Kampung Batas Rimbang, Palupuh
Kabupaten Agam. Mereka menetap di Tanjung
Bungo.
Dari perkawinannya, mereka dikaruniai tiga
orang putri, Sinik, Santun dan Halimatun dan
seorang anak laki-laki bernama Muhammad
Sahab, yang kemudian terkenal dengan nama
Tuanku Imam Bonjol. Muhammad Sahab
dilahirkan di kampung Tanjung Bungo pada
tahun 1772.
Pada usia 7 tahun, ia belajar mengaji al
Quran di Kampung bakonya di Batas Rimbang,
Luhak Agam. Pada tahun 1792 -1800, belajar
pengetahuan agama di Surau Tuanku Bandaro di
Padang Laweh. Tuanku Bandaro adalah seorang
murid Tuanku Nan Tuo di Koto Tuo, Ampek
Angkek. Semenjak tahun 1802, Muhammad
Syahab menjadi guru tuo (pembantu) di surau
gurunya dengan bergelar Malin Basa.
Pada tahun 1805, selama tiga bulan, Tuanku
Datuk Bandaro bersama Malin Basa belajar ke
Surau Bansa di Kamang. Mereka mengenal
langsung pembaruan agama Islam yang
dicetuskan oleh Tuanku Nan Renceh bersama
Tuanku Haji Miskin.
Dari Tuanku Nan Renceh, ia mendapat
pengetahuan memajukan kesejahteraan
84 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
masyarakat dengan melindungi pedagang dan
mempergunakan bedil yang diperdapatnya dari
Tuanku Sumanik.
Dari Tuanku Haji Miskin, mereka mendapat
dasar pengetahuan fikih tentang hak warisan
dan hukum perdagangan.
Sebagai salah seorang murid Tuanku Nan Tuo,
Datuk Bandaro bersama Malin Basa
memperkenalkan pembaruan berdasarkan
hukum Islam yang mengatur hak masyarakat
dalam perdagangan dan warisan. Datuk Bandaro
mempergunakan wibawanya mengumpulkan
seluruh rakyatnya untuk melaksanakan
pembaruan itu. Semenjak itu, Malin Basa
bergelar Peto Syarif.
Pada tahun 1807, Peto Syarif dan
pengikutnya pindah dan mendirikan Koto di
bawah Bukik Tajadi yang kemudian bernama
Bonjol (1807). Ia diangkat oleh Nyiak Angku
menjadi Tuanku Imam. Bonjol dipimpin oleh
Tuanku nan Barampek yangdipimpin oleh Tuanku
Imam dan diresmikan oleh sebagai pemimpin
pembaruan Islam oleh rombongan dari Kamang
(1808).
Tuanku Nan Gapuk dan Tuanku Nan Hitam
ditugaskan belajar silat ke Tuanku Andaleh di
Palembayan. Keduanya menjadi pelatih
H.Mas’oed Abidin 85
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
hulubalang Bonjol. Tuanku Nan Hitam sebagai
Tuanku Kadi memimpin hukum Islam. Hulubalang
dipimpin pangka tuo, di bawah pimpinan Tuanku
Mudo.
Tuanku Imam Bonjol berusaha mengamankan
jalan perdagangan di pantai barat dan pantai
timur Sumatra dengan bantuan hulubalang.
Pembaruan sejalan dengan perlindungan
pedagang dari Kumpulan terus ke Sasak dan
Tiagan.
Peto Magek, mantu Yang Dipertuan Parik
Batu, seorang pedagang kaya, memasok
keperluan Bonjol dengan meriam Inggeris.
Pembaruan Islam berlanjut ke Suliki, Mahek,
terus ke Kuok, Bangkinang dan Salo.
Di tiap-tiap nagari-nagari ditanam imam
khatib dan kadi. Tuanku Imam meresmikan Pakih
Muhammad menjadi Imam Besar bergelar
*Tuanku Rao berkedudukan di Padang Mattinggi,
Rao.
Bersama Tuanku Mudo, Tuanku Rao
mengamankan jalan dagang menuju Sosa dan
Barumun di pantai timur, dan mengangkat
menantu Tuanku Rao sebagai Tuanku Barumun.
Tuanku Gadubang dari Huta Na Godang
menyebarkan pembaruan Islam di Tapanuli
Selatan.
86 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
Bonjol menjadi pusat pembaruan Islam dan
perdagangan di Minangkabau. Banyak harta
rampasan dibawa ke Bonjol dan perilaku
hulubalang banyak yang tidak dsenangi
masyarakat. Tuanku Imam Bonjol berundang
dengan Tuanku Rao, Tuanku Barumum dan
Tuanku Kadi untuk mencari hukum ke sumber
asli, di Mekah dan di Madinah. Mereka sepakat
mengirim anak kemenakan dipimpin oleh Tuanku
Barumun.(1811).
Kembali dari Mekah, Tuanku Imam Bonjol
mengakui kesalahan dengan menyatakan bahwa
kesalahan harus diperbaiki. Penyelesaian adat
dikembalikan kepada Basa dan penghulu, dan
urusan agama diselesaikan oleh alim ulama.
Semenjak itu berlaku adat basandi syarak (1813)
dan berlaku di Minangkabau, Agam, Tanah Datar
dan Negeri Danau. Segala harta rampasan
(ghanimah) dikembalikan kepada pemiliknya.
Selama 25 tahun, Imam Bonjol menjadi basis
gerakan pembaruan berdasarkan ajaran adat
dan syarak. Selama itu pula perdagangan
Minangkabau berjalan dengan baik. Amerika dan
Inggeris menjadi langganan komoditi pertanian
Minangkabau, seperti kopi, lada, dan kulit manis.
H.Mas’oed Abidin 87
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
Pada tahun 1820, Tuanku Nan Renceh
meninggal dunia dan kepemimpinan pindah
kepada Tuanku Imam Bonjol.
Pengaruh kepemimpinan Tuanku Imam Bonjol
makin terasa di seluruh Minangkabau sampai ke
Tapanuli.
Ketika Belanda memasuki pedalaman
Minangkabau pada tahun 1821 berkali-kali
hulubalang Bonjol dibantu hulubalang Rao-
Mandahiling menyerang kedudukan Belanda di
Agam dan Tanah Datar.
Pandai Sikek direbut kembali (1825) dan
Tuanku Pamansiangan kembali dari Bonjol. Kurai
dibakar karena Belanda mendirikan Fort de Kock.
Ampek Angkek diduduki karena Belanda
mendirikan benteng di Gedung Batu, di Koto Tuo
Ampek. Serangan ke Lintau dapat dipatahkan
atas bantuan hulubalang Bonjol di bawah
pimpinan Tuanku Mudo (16 April 1823).
Tuanku Imam Bonjol mengungsi ke Lubuk
Sikaping, karena Rajo Ampek Selo, Datuk
Bandaro dengan Datuk Sati tidak sependapat
atas permintaan Belanda untuk menyerahkan
Bonjol (1832).
Alangkah tercengangnya Tuanku Imam Bonjol,
ketika Tuanku Nan Cadiak dari Nareh menjadi
88 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
juru bicara perdamaian Belanda dengan Tuanku
Imam Bonjol. Kepemimpinan Bonjol
diserahkannya kepada Tuanku Mudo atas
permintaan Elout.
Serangan serentak atas kedudukan Belanda
(11 Januari 1833) di Minangkaau terjadi karena
Sikap Tuanku Imam yang mencintai persatuan
dan musyawarah, meyakinkan pemimpin-
pemimpin Minangkabau, seperti Sultan
Bagagarsyah, Sentot Prawirodirjo, Tuanku Nan
Cadiak dari Naras dan masyarakat Minangkabau.
Serangan balik Belanda dapat ditahan atas
kepercayaan Tuanku Imam, bahwa setiap nagari
mempertahankan nagarinya masing-masing.
Kepercaayaan itu masih tetap dipertahankan
oleh Tuanku Imam di saat perang mati-matian di
lembah Alahan Panjang (1835 -1837). Berbagai
bantuan mengalir dari seluruh Minangkabau,
seperti mensiu, bahan kain, dan tenaga perang.
Dengan dorongan agar teruskan melawan
Belanda.
Di tengah perang itulah datang surat Residen
Francis agar Tuanku Imam menyerah. Surat itu
dibicarakan dengan seluruh penghulu di Alahan
Panjang. Semua penghulu menolak dan
bertekad membantu Tuanku Imam. Tuanku Imam
bersama keluarganya diantarkan penghuku ke
H.Mas’oed Abidin 89
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
pengungsiannya di Koto Marapak dan Bukit
Gadang. Atas musyawarah penghulu, Sultan
Caniago dan *Bagindo Tan Labih diutus sebagai
wakil Tuanku Imam berunding dengan Residen
Belanda, Arbacht, ke Bukit Tinggi. Setelah
berjuang selama 15 tahun, Tuanku Imam
ditangkap 28 Oktober 1837,Tuanku Imam
dengan alasan diajak berunding.
Ia diasingkan semula ke Cianjur (20 Januari
1938) bersama Bagindo Tan Labih, semenda dan
dubalang, Sutan Saidi anaknya dari Padang
Laweh, dan si Gelek, tukang meriam Sentot yang
setia padanya. Ia dipindahkan ke Manado, Koka,
dan terakhir di Lota Pineleng, 9 km dari Manado.
Imam Bonjol meninggalkan dunia pada 17
November 1854 di Lotak, dan baru disiarkan 10
tahun kemudian, sehingga kematiannya tercatat
pada tahun 1864. Sebelum meninggal dunia, ia
membeli sebidang tanah di Koka dari seorang
Bwlanda bernama Agisir.
Tanah itu diberikan untuk mahar perkawinan
Bagindo Tan Labih dengan Watok Pantaow.
Sampai sekarang, tanah kalekeran menjadi
simbol pemersatu keluarga Baginda di Sulawesi.
Tuanku Imam Bonjol diakui sebagai pahalawan
dalam perjuangan pembaruan masyarakat
berdasarkan syariat Islam dan menentang
90 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
kolonialisme Belanda. Namanya terkenal sebagai
ahli pembangunan benteng dan strategi perang
rakyat semesta. Ia diangkat sebagai pahlawan
nasional dengan Surat keputusan Presiden No.
087/TK, 6 Novembember 1973.
Tuanku Rao
( ……- 1830)
H.Mas’oed Abidin 93
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
Pelabuhan Natal dikepung 10.000 orang pasukan
Rao Mandahiling selama 12 hari. Pasukan Rao
dipimpinan Bagindo Suman menarik diri setelah
perahu Saidi Marah kena tembakan kapal Nakhoda
Langkap, sekutu Belanda.
Ketika serangan ke Air Bangis, Tuanku Rao
meninggal dunia (1830).
94 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
disenangi karena selalu melindungi rakyat yang
membuat garam di daerah pantai.
Di Kampung Dalam, di daerah Naras ia
dikenal bergelar Bagindo Maganti. Setelah
memimpin surau di Kampung Dalam, ia dipanggil
muridnya Tuanku Nan Cadiak. Di kalangan rakyat
Naras dan Tujuh Koto, ia seorang ulama yang
disegani, karena selalu menjadi pelindung rakyat
yang membuat garam di daerah pantai di
daerahnya.. Berkali-kali Belanda menyerang
rakyat Naras dan melarang membuat garam,
selalu dipertahankan Tuanku Nan Cadiak sebagai
pelindung pedagang di daerah pantai..
Pada tahun 1814, Raja Dihulu atau Rajo
Nando, mamak Tuanku Nan Cadiak, meninggal
dunia. Rajo Nando tidak mempunyai anak laki-
laki yang akan menggantikannya. Tuanku Dihilir
di Pariaman, Amar Bangso Dirajo, lebih senang
apabila Bagindo Molek diangkat menjadi Raja
manggung, daerah yang berbatasan dengan
Pariaman.
Rakyat Naras dan penduduk Agam yang
membawa barang melalui Malalak terus ke Agam
dan Pandai Sikek dan Koto Laweh. Ia juga
menjadi pelindung fakih dan malin yang belajar
di derah pantai, seperti Ampalu Tinggi dan
Ulakan. Naras semenjak dahulu merupakan jalan
H.Mas’oed Abidin 95
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
niaga dan jalan agama tradisional dalam
pengembangan surau di Minangkabau.. Tuanku
Nan Cadiak adalah orang yang cerdas dan
berhasil mengembalikan daerah Manggung
menjadi pusat perdagangan dan pembaruan
agama di daerah pantai, sekitar Pariaman..
Elout, Residen Belanda untuk Sumatra's
Westkust, mengirim surat kepada Tuanku Nan
Cadiak, Tuanku Limo Koto Kampung Dalam dan
Tuanku Tujuh Koto, menganjurkan mereka
menyerah kepada Belanda, dengan perantaraan
In't Veld, seorang saudagar di Pariaman.
Dikatakannya, segala 'kesalahan'yang dilakukan
selama ini, akan dimaafkan.
Tuanku Nan Cadiak membalas surat Elout itu
yang bunyinya, dengan senang hati ia membaca
surat itu dan minta maaf ia tak bisa datang ke
Pariaman, karena terlalu sibuk mengerjakan
benteng.
Tuanku Nan Cadiak mengundang In"t Velt dan
akan menerima Veld di Naras sambil melihat-
lihat pertahanan kampung yang telah diperkuat
parit dan pertahanan meriam. Surat yang sama
yang dikirim kepada Tuanku Limo Koto. Tuanku
Limo Koto menjawab, bahwa ia akan menyerah,
bila Tuanku Nan Cadiak telah menyerah diri.
96 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
Jawaban yang keras datang dari Tuanku Tujuh
Koto menyatakan tidak akan datang kepada
Anda, tetapi apabila orang Eropah mau datang,
akan kami nanti karena kami merasa puas
dengan pemerintah dan pemimpin kami. Sawah
kami subur dan hasilnya mencukupi untuk
keperluan kami.
Sejak semula Belanda ingin menguasai
komoditi perdagangan dari Minangkabau. Untuk
itu, Belanda berusaha menguasai pelabuhan-
pelabuhan di pantai barat, seperti Naras, Tiagan
dan Air Bangis. Dengan menguasai ketiga
pelabuhan itu, Belanda beranggapan akan dapat
menguasai komoditi Sumatera Barat yang
sangat menguntungkannya. Usaha itu terlihat
dari beberapa kegiatan pasukan Belanda untuk
menguasai pelabuhan Naras, kunci jalan dagang
dari Agam melalui Malalak.
Tiagan dan Sasak di utara Tiku, suatu
pelabuhan yang dilindungi bukit-bukit sebagai
saluran komoditi dari daerah Kinali dan Bonjol.
Demikian juga halnya dengan Air Bangis, pintu
perdagangan dari Rao dan sekitarnya yang
kaya dengan komoditi emas.
Pasukan Bonjol bergerak ke pantai untuk
memutuskan hubungan antara pedalaman
dengan daerah pantai. Dua buah meriam yang
H.Mas’oed Abidin 97
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
direbut di Air Bangis, diserahkan kepada Tuanku
Nan Cadiak. Bantuan itu menambah semangat
Tuanku Nan Cadiak menentang kekuasaan
Belanda.
Pertarungan hebat terjadi antara pasukan
Belanda yang menyerang kubu pertahanan
Tuanku Nan Cadiak yang terjadi selama bulan
Desember 1830. Pasukan Bonjol membantu
Tuanku Nan Cadiak setelah mengundurkan diri ke
Manggopoh.
Pada tahun 1831, pasukan Belanda mencoba
menyerang Naras dan Tujuh Koto di bawah
pimpinan Jendral Michiels. Naras, sebuah
kampung yang bagus terbakar oleh serangan
meriam Belanda. Tuanku Nan Cadiak dan
pengikutnya ingin mengungsi ke Bonjol melalui
Danau Maninjau. Pada waktu pasukan Belanda
mengejarnya rombongan Tuanku Nan Cadiak.
Ibu, isteri dan putri Tuanku Nan Cadiak mati
terbunuh. Kepala isterinya dipancung dan
dipertontonkan kepada rakyat di Pariaman.
Belanda mengumumkan akan memberi hadiah
kepada orang yang dapat menangkap Tuanku
Nan Cadiak. Dua orang putri Tuanku Nan Cadiak
disandra Elout sehingga memaksanya menyerah
kepada Belanda.
98 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
Setelah menyerah kepada Belanda, Tuanku
Nan Cadiak datang ke Bonjol sebagai juru bicara
Belanda pada tahun 1832. Tuanku Imam sangat
kecewa ketika Tuanku Nan Cadiak datang
sebagai juru bicara Belanda..
Beberapa bulan setelah Tuanku Imam Bonjol
menyerah pada akhir tahun 1832, Tuanku Imam
Bonjol berhasil mengadakan Kesepakatan
Tandikek, hanya beberapa ratus meter dari
pasukan Belanda di Bonjol.
Pertemuan itu merundingan untuk melakukan
serangan serentak kepada setiap pos Belanda di
seluruh Minangkabau. Tuanku Rao, Tuanku
Tambusai, Tuanku Pamansiangan dan penghulu
Lawang Tanah Duo Baleh (Palembayan), negeri
Danau (Maninjau), Lubuk Sikaping dan Sipisang
sepakat dengan orang Alahan Panjang
melancarkan serangan serentak terhadap setiap
pos Belanda pada tanggal 11 Januari 1833.
Tuanku Imam dapat pula mempertemukan
kedua pemimpin, Bagarsyah, raja Pagaruyung
dan Sentot Ali Basyah. Tuanku Imam
mengharapkan Sentot bersedia menjadi Sultan
di Minangkabau. Pada saat lebaran Sentot
bersama isterinya datang ke Pagaruyung.
Sebagai seorang Islam, dia ingin berlebaran dan
membayarkan zakat fitrahnya di Pagaruyung.
H.Mas’oed Abidin 99
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
Di saat lewat pada penjagaan pos Belanda di
benteng Fot van der Cappelen. Sentot
Prawirodirjo yang dipanggil masyarakat
Minangkabau dengan Sentot Alibasya mwenegur
mereka dengan sindiran, Bagagarsyah dan
semua penghulu di Pagaruyung berjanji di bawah
sumpah setia (bai'at) pada Sentot bahwa mereka
akan mempertahankan agama dan negeri dari
serangan Belanda.
Elout sebagai Residen Sumatra's West kust
melapor kepada atasannya Gubernur Jendral di
Batavia, bahwa Minangkabau telah aman dan
siap untuk melakukan tanaman paksa kopi.
Ternyata seluruh Minangkabau melakukan
serangan serentak, sehingga Elout, Residen
Belanda, merasa dikhianati oleh Sentot. Belanda
menangkap para penghulu dan pejuang di
Guguk Sigandang. Kemudian Sentot Ali Basyah
dan membuangnya ke Benghulu, Bagagarsyah
Yang Dipertuan Kerajaan Pagaruyung dibuang ke
Betawi dan meninggal dunia pada tahun 18…
dan dikuburkan di Mangga Dua.
Tuanku Nan Cadiak dari Naras dikirim ke
Batavia kemudian disekap dalam penjara di
bawah tanah di Taman Fatahilah. Kemudian
dibuang ke Cerebon dan meninggal dunia pada
tahun 1851.
100 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
(1869-1956)
1900.
belakang namanya.
dijajah.
Minangkabau.
ibu.
semenjanjung itu.
dunia.
bertentangan.
pemecahan.
haq.
Syekh Muhammad
Djamil Djambek
(1860 – 1947)
Syekh Muhammad Djamil Djambek
adalah ulama pelopor pembaruan Islam dari
Sumatra Barat awal abad ke-20, dilahirkan
pada tahun 1860 di Bukittinggi, terkenal
sebagai ahli ilmu falak terkemuka. Nama Syekh
Muhammad Djamil Djambek lebih dikenal
dengan sebutan Inyik Syekh Muhammad
Djamil Djambek atau Inyik Djambek,
dilahirkan dari keluarga bangsawan. Dia juga
merupakan keturunan penghulu. Ayahnya
bernama Saleh Datuk Maleka, seorang kepala
nagari Kurai, sedangkan ibunya berasal dari
Sunda.
Masa kecilnya tidak banyak sumber yang
menceritakan. Namun, yang jelas Muhammad
Djamil mendapatkan pendidikan dasarnya di
Sekolah Rendah yang khusus mempersiapkan
pelajar untuk masuk ke sekolah guru
(Kweekschool).
Sampai umur 22 tahun ia berada dalam
kehidupan parewa, satu golongan orang muda-
muda yang tidak mau mengganggu kehidupan
H.Mas’oed Abidin 113
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
keluarga, pergaulan luas di antara kaum parewa
berlainan kampung dan saling harga
menghargai, walau ketika itu kehidupan parewa
masih senang berjudi, menyabung ayam, namun
mereka ahli dalam pencak dan silat.
Semenjak berumur 22 tahun, Mohammad
Djamil mulai tertarik pada pelajaran agama dan
bahasa Arab. Ia belajar pada surau di Koto
Mambang, Pariaman dan di Batipuh Baruh.
Ayahnya membawanya ke Mekah pada tahun
1896 dan bermukim di sana selama 9 tahun
lamanya mempelajari soal-soal agama. Guru-
gurunya di Mekah, antara lain,adalah Taher
Djalaluddin, Syekh Bafaddhal, Syekh Serawak
dan Syekh Ahmad Khatib. Ketika itu dia berguru
kepada Syekh Ahmad Khatib Minangkabau.
Semula Muhammad Djamil tertarik untuk
mempelajari ilmu sihir kepada seorang guru dari
Maroko, tapi dia disadarkan oleh gurunya.
Selama belajar di tanah suci, banyak ilmu
agama yang dia dapatkan. Antara lain yang
dipelajari secara intensif adalah tentang ilmu
tarekat serta memasuki suluk di Jabal Abu
Qubais.
Dengan pendalaman tersebut Syekh
Muhammad Djamil menjadi seorang ahli tarekat
dan bahkan memperoleh ijazah dari tarekat
114 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
Naqsabandiyyah-Khalidiyah. Di antara murid-
muridnya terdapat beberapa guru tarekat.
Lantaran itulah Syekh Muhammad Djamil
Djambek dihormati sebagai Syekh Tarekat.
Dari semua ilmu yang pernah didalami yang
pada akhirnya membuatnya terkenal adalah
tentang ilmu falak, dan belajar dengan Syekh
Taher Djalaluddin.
Di akhir masa studinya di Makkah, beliau
sempat mengajarkan ilmu falak, yang menjadi
bidang spesialisasi beliau, kepada masyarakat
Sumatera dan Jawi yang bermukim di Mekah.
Keahliannya di bidang ilmu falak mendapat
pengakuan luas di Mekah. Oleh sebab itu, ketika
masih berada di tanah suci, Syekh Muhammad
Djamil Djambek pun mengajarkan ilmunya itu
kepada para penuntut ilmu dari Minangkabau
yang belajar di Mekah. Seperti, Ibrahim Musa
Parabek (pendiri perguruan Tawalib Parabek)
serta Syekh Abdullah (pendiri perguruan Tawalib
Padang Panjang).
Pada tahun 1903, dia kembali ke tanah air.
Djambek.
keimanan seseorang.
iman.
bahasa (lughawiyah).
pilihan individu.
ini.
pada umumnya.
tabligh.
masyarakat banyak.
organisasi-organisasi Islam.
Islam.
tradisionalis.
organisi tersebut.
usia 87 tahun.
Muhamma-diyah.
1931.
1932.
tahun 1899.
Ittihadul Ulama.
sekolah itu.
kaum pembaru
mereka
Lima Sekawan
H.Mas’oed Abidin 173
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
Pada tahun 1930-an di Payakumbuh muncul
Kelompok Lima Serangkai. Kelompok ini terdiri
dari tokoh-tokoh terkemuka yang secara rutin
bertemu dan berdiskusi tentang
masalah-masalah umat dan langkah-langkah
perjuangan. Kelompok lima itu tediri dari Syekh
Zainuddin Hamidy, Fachruddin HS Dt Majo Indo,
Arisun St Alamsyah, H Nasruddin Thaha dan H
Darwis Taram Dt Tumanggung. Lima sekawan
inilah kekuatan yang mengerjakan perlawanan
terhadap kaum penjajah. Dari lima orang tokoh
itu Syekh Zainuddin Hamidy lebih dituakan
dalam memutuskan masalah-masalah yang
pelik, karena ilmu beliau lebih dalam.
Bersama teman-temannya, Syekh Zainuddin
Hamidy mendirikan PERMI di daerah 50 Kota.
PERMI kemudian berubah menjadi MIT, dan ak-
hirnya menjadi MASYUMI hingga wafat beliau.
Pada masa penjajahan Jepang, Syekh
Zainuddin menjadi Gyu Gun Ko En Bu. Di zaman
awal kemerdekaan Syekh Zainuddin menjadi
ketua Komite Nasional Indonesia Kab. 50 Kota, di
samping aktif dalam Panitia Dana Emas
Perjuangan. Dalam perjuangan fisik, Syekh
Zainuddin Hamidy juga mengambil peranan
penting. Beliau menggelorakan semangat jihad
para lasykar pejuang yang dikirim ke fron
Hamka
Hamka
HAMKA (1908-1981), adalah akronim kepada nama
sebenar Haji Abdul Malik bin Abdul Karim Amrullah. Beliau
adalah seorang ulama, aktivis politik dan penulis Indonesia
yang amat terkenal di alam Nusantara. Beliau lahir pada 17
Februari 1908 di kampung Molek, Maninjau, Sumatera Barat,
Indonesia. Ayahnya ialah Syeikh Abdul Karim bin Amrullah
atau dikenali sebagai Haji Rasul, seorang pelopor Gerakan
Islah (tajdid) di Minangkabau, sekembalinya dari Makkah
pada tahun 1906.
2. Si Sabariah. (1928)
50. Pribadi,1950.
Aktivitas lainnya
• Memimpin Majalah Pedoman Masyarakat, 1936-1942
Rujukan
• Kenangan-kenangan 70 tahun Buya Hamka, terbitan
Yayasan Nurul Islam, cetakan kedua 1979.
Pranala luar1819
• (id) Ceramah Buya Hamka
HAMKA (1908-1981),
adalah akronim kepada nama
sebenar Haji Abdul Malik bin
Abdul Karim Amrullah. Beliau
186 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
adalah seorang ulama, aktivis politik dan penulis
Indonesia yang amat terkenal di alam Nusantara.
Beliau lahir pada 17 Februari 1908 di kampung
Molek, Meninjau, Sumatera Barat,
HAMKA (1908-1981), adalah akronim
kepada nama sebenar Haji Abdul Malik bin Abdul
Karim Amrullah. Beliau adalah seorang ulama,
aktivis politik dan penulis Indonesia yang amat
terkenal di alam Nusantara. Beliau lahir pada 17
Februari 1908 di kampung Molek, Meninjau,
Sumatera Barat, Indonesia. Ayahnya ialah Syeikh
Abdul Karim bin Amrullah atau dikenali sebagai
Haji Rasul, seorang pelopor Gerakan Islah(tajdid)
di Minangkabau, sekembalinya dari Makkah pada
tahun 1906.
HAMKA mendapat pendidikan rendah di
Sekolah Dasar Meninjau sehingga Darjah Dua.
Ketika usia HAMKA mencecah 10 tahun, ayahnya
telah mendirikan Sumatera Thawalib di Padang
Panjang. Di situ HAMKA telah mempelajari
agama dan mendalami bahasa Arab. HAMKA
juga pernah mengikuti pengajaran agama di
surau dan masjid yang diberikan ulama terkenal
seperti Syeikh Ibrahim Musa, Syeikh Ahmad
Rasyid, Sutan Mansur, R.M. Surjoparonto dan Ki
Bagus Hadikusumo.
ttd
Mohammad Natsir
Ket.
DR. Mohammad Natsir, putra Sumatera
Barat, yang lahir di Alahan Panjang Jembatan
Pendidikan:
1916-1923 Holland Inlandsche School di
Solok/Padang, Madrasah Diniyah di Solok
1923-1927 melanjutkan ke Mulo Padang
1927-1930 Algemene Middelbare School,
Westers Klasieke Afdeling (AMS A2) Bandung
B
Natsir cukup mengejutkan. Tidak hanya
dirasakan oleh para da’i di lapangan
dakwah, juga oleh para politisi dan para
pemimpin dunia. Takeo Fukuda,
Mantan Perdana Menteri Jepang,
beralamat di 4 - 4 - 3 Shimbashi Minato Ku Tokyo,
mengirimkan ucapan belasungkawa dari Tokyo
bertanggal 8 Pebruari 1993 sebagai berikut,
Kepada
Yang Mulia
di Jakarta,
Kata Belasungkawa,
Takeo Fukuda.
Beberapa Rangkuman
َل عَافَةٍ و
ّ ُن كْ ِك م
َ طهَا َر ِتكَ َو بَ َركَةِ جَلَِل
َ ِظمَةَ َسكَ َو ع ِ ْالّلهُمّ ِإنّي أَعُ ْو ُذ بِنُوْ ِر ُقد
ُحمَان
ْ خيْ ٍر يَا َر
َ ِق ب
َ ُطر
ْ َق الّليْلِ وَ ال ّنهَارِ ِإلّ طَا ِرقًا يِ ِطوَار َ ْعَاهَةٍ َو مِن
12
Deliar Noer, Gerakan Moderen Islam di Indonesia 1900-1942,Jakarta, LP3ES, 1980, hal.38
13 Syekh Djamil Djambek dilahirkan di Bukittinggi pada tahun 1860 , anak dari Muhammad Saleh
Datuk Maleka, Kepala Nagari Kurai. Ibunya berasal dari Betawi. Syekh Djamil Djambek
meninggal tahun 1947 di Bukittinggi.
14
Haji Rasul lahir di Sungai Batang, Maninjau, tahun 1879, anak seorang ulama Syekh
Muhammad Amarullah gelar Tuanku Kisai. Pada 1894, pergi ke Mekah, belajar selama 7 tahun.
Sekembali dari Mekah, diberi gelar Tuanku Syekh Nan Mudo. Kemudian kembali bermukim di
Mekah sampai tahun 1906, memberi pelajaran di Mekah, di antara murid-muridnya termasuk
Ibrahim Musa dari Parabek, yang menjadi seorang pendukung terpenting dari pembaruan
pemikiran Islam di Minangkabau. Haji Rasul meninggal di jakarta 2 Juni 1945
15
Haji Abdullah Ahmad lahir di Padang Panjang pada tahun 1878, anak dari Haji Ahmad, seorang
ulama dan pedagang. Ibunya berasal dari Bengkulu, masih trah dari pengikut pejuang Sentot Ali
Basyah.
16
Syekh Ibrahim Musa dilahirkan di Parabek, Bukittinggi pada tahun 1882.
17
Zainuddin Labai al-Yunusi lahir di Bukit Surungan Padang Panjang pada tahun 1890. Ayahnya
bernama Syekh Muhammad Yunus.
18
19
Diperoleh dari http://id.wikipedia.org/wiki/Haji_Abdul_Malik_Karim_Amrullah" Kategori:
Kelahiran 1908 | Kematian 1981 | Sastrawan Indonesia | Tokoh Islam Indonesia | Pahlawan
nasional Indonesia
20
Tulisan ini, misalnya, sangat terbantu dengan adanya skripsi sarjana IAIN, Wirda Yati,
SAg: Dinamika Dakwah Islam di Indonesia, Telaah Terhadap Pemikiran Mohammad Natsir.
21
Dalam bagian pada wawancara dengan Panji Masyarakat Juli 1988 itu, Natsir mengibaratkan
kader pempimpin itu adalah seperti harapan Nabi Zakaria yang mendambakanm keturuan
yang akhairnya Allah mmemberikan keturuan Nabi Yahya. Natsir optimis lahirnya Yahya-
Yahaya baru. Terutama menurutnya adalah dari Kampus dan dari LSM serta kelompok-
kelompok pengajian dan pesantren. Yang penting menutut Natsir pada akhir 80-an itu,
tercipta situasi yang kondusip yaitu kebebasan mengeluarkan pendapat atau kebebasan
beribicara.