Anda di halaman 1dari 245

PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU

SEJARAH PEMIKIRAN ISLAM


DI MINANGKABAU
Dokumentasi Pergerakan Pemikiran Islam
Di Minangkabau, adalah senarai perjuangan
pergerakan dakwah Islam oleh para pemimpin
bangsa para Ulama Zuama yang di Minangkabau
disebut dengan panggilan Alim Ulama Cerdik
Pandai Suluh Bendang (Benderang) di Nagari.

Oleh : H. Mas’oed Abidin

PENDAHULUAN
Pendidikan menurut adat Minangkabau di
Sumatera Barat sudah berjalan jauh sebelum
kedatangan agama Budha masuk ke
Minangkabau.
Pendidikan itu disampaikan secara lisan dari
generasi ke generasi dan keberhasilan
pendidikan itu dinilai dari penguasaan adat dan
keahlian menyelesaikan masalah kehidupan.
Untuk dapat menguasai pengetahuan dan
pelaksanaan adat yang luas dan rumit itu
dipelajari melalui contoh dan laku perbuatan
H.Mas’oed Abidin 1
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
dalam kehidupan sehari-hari yang disampaikan
dalam bentuk prosa lirik.
Minangkabau telah lama dikenal sebagai
suatu suku bangsa yang ahli dalam prosa lirik
atau sastra lisan. Tiga ratus tahun sebelum
Masehi, negeri di bawah angin ini telah dikenal
sebagai bangsa ahli sastra yang tercantum
dalam buku Kutub Khanah di Mesir. Hubungan
itu telah terjalin juga dalam perdagangan kapur
barus (kampher, lat.) yang diperlukan untuk
pengawetan mummi raja-raja Mesir.
Pada masa kebudayaan Hindu berkembang di
India, I-tsing seorang musafir dari Cina, sengaja
membawa dua orang teman pada abad ke-7
untuk menyalin 200 buah pepatah-petitih di
Malaya Giri (Gunung Malayu) yang terletak di
tepi Batang Hari.
Pada masa pemerintahan Adityawarman,
didirikan tiga pusat pendidikan agama Budha
yang sacral yakni di Biaro, Pariangan, di Baso
dan di Petok, Pasaman dengan memanfaatkan
bangunan tradisional surau.
Adityawarman ikut memecahkan masalah
sosial mengenai remaja di Minangkabau yang
tidak mempunyai tempat tinggal di rumah
gadang.

2 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU

Dari Berbagai Sisi dan Penjuru


MASUKNYA AGAMA ISLAM KE RANTAU timur di
masa itu tidak terlepas dari persaingan
perdagangan dan pengaruh kerajaan-kerajaan,
seperti melemahnya kekuasaan Sriwijaya, dan
lahirnya kerajaan Islam Perlak dengan sultan
pertamanya Syekh Maulana Abdul Aziz Syah
yang menganut Islam (840 M).
Berkembangnya Malaka dan Samudera Pasai
menjadi kota dagang dan kerajaan Islam (1400
M), dan kalahnya Sriwijaya melawan Majapahit,
sejak tahun 1477 M itu, pantai timur ranah
Minang di bawah kendali Majapahit hingga
meninggalnya Hayam Wuruk, dan di masa itu
kerajaan Pagarruyung di Minangkabau diperintah
oleh keturunan Kertanegara dan Dara Petak,
putri dari Minang, yaitu Adityawarman.
Ketika itu, rantau Alam Minang sudah mulai
dimasuki dan ddominasi oleh pemeluk Islam,
walau Adityawarman masih memeluk Budha,
tetapi dinastinya berkuasa hingga 1581 M.
H.Mas’oed Abidin 3
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
Namun pernah tercatat 1411 M, raja-raja
turunan Adityawarman sudah memeluk Islam
dan mereka berguru kepada Tuanku Maulana
Malik Ibrahim. Kekuasaan kerajaan hanya
sebatas simbol kekuasaan dan lambang
persatuan. 1

Setelah Datuk Katumanggungan dan Datuk


Parpatih Nan Sabatang meninggal, raja
melimpahkan kekuasaannya kepada raja-raja
muda, atau penghulu di rantau.
Raja berdaulat dengan tiga kekuasaan

serangkai Rajo Tigo Selo, di Pagarruyung, di

Luhak Tanah Datar, yang terdiri dari Rajo Alam,

Rajo Adat, dan Rajo Ibadat yang mempunyai

daerah kedudukan masing-masing di Buo dan di

Sumpur Kudus. Tiga serangkai kekuasaan ini

diperkuat oleh dewan menteri Basa Ampek Balai,

yang terdiri dari Bandaharo dari Sungai Tarab,

Tuan Kadi dari Padang Ganting, Mangkudum dari

Suruaso, Indomo dari Sumanik, dan diperkuat

lagi oleh Tuan Gadang dari Batipuh dalam urusan

pertahanan.

4 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
Pada masa itu telah terjadi penyesuaian

antara Islam dengan adat setempat, seperti

adaik mananti, syarak mandaki. Namun kegiatan

yang erat dengan budaya Hindu-Budha masih

akrab dalam masyarakat Minang kala itu.2

G ERAKAN PEMBARUAN di

kehidupan beradat dan beragama di

Minangkabau, dapat dikatakan satu


dalam

gerakan pembaruan oleh para ulama zuama,

yakni para cendekiawan yang hidup dengan latar

belakang kehidupan adat Minangkabau yang

kuat, dan kemudian menuntut mendalami ilmu

pengetahuan agama Islam ke negeri-negeri

sumber ilmu, sampai ke Mekah al Mukarramah,

yang kemudian diwarisi sambung bersambung

membentuk rantai sejarah yang panjang, dan

bekelanjutan terus ke abad-abad sesudahnya.

H.Mas’oed Abidin 5
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
Masuknya Islam dan sejarah

perkembangannya di Minangkabau sejajar

dengan sejarah pertumbuhan kota-kota dagang

di rantau Minang. Awal abad ke-7 M atau abad I

Hijriah rantau timur Minangkabau telah

menerima dakwah Islam.3

Gerakan Dakwah Persuasif

Setelah Islam berkembang di Minangkabau,


Syekh Burhanddin mendirikan surau sebagai
lembaga pendidikan agama Islam di Ulakan.
Syekh Burhanuddin berhasil mendapat
kesepakatan dengan Basa Ampek Balai dan
Kerajaan Pagaruyung, bahwa adat dan Islam
sama terpakai di Alam Minangkabau.
Kedatangan Syekh Burhanuddin (Pono), yang
berguru kepada Syekh Abdurrauf Singkili di Aceh,
dan kemudian mengembangkan Islam di
Minangkabau dengan membuka surau atau
sekolah agama seperti di Ulakan Pariaman, dan
di Kapeh Kapeh Pandai Sikek, Padangpanjang,
mulai melakukan gerakan pemurnian Islam dari
pengaruh budaya Hindu-Budha, serta
menghapuskan kebiasaan-kebiasaan anak nagari

6 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
seperti minum tuak, menyabung ayam atau
berkaul ke tempat keramat.
Istana Pagarruyung juga menjadi sasaran
dakwahnya dan ia berhasil. Keberhasilan itu
membuat dia dikenal sebagai ulama besar di
Minang. Murid beliau mulai banyak dari darek
atau dari Luhak nan Tigo.
Semasa itu, sudah terjadi juga persilangan
paham antara penghulu dalam hal setuju dan
yang menentang ulama zuama, ulama cerdik
pandai yang pulang dari berguru dan melakukan
pemurnian terhadap kebiasaan adat yang salah
menurut syarak.
Lambat laun, kesepakatan damai tercipta
antara para Penghulu, Tuanku dan Alim Ulama
Minang, untuk saling mengakui kedudukan
ulama dengan penghulu, sehingga ulama
menjadi suluah bendang dalam nagari, tidak
menjadi bawahan dari Penghulu seperti
kedudukan panungkek, dan manti, dubalang.
Semenjak itu lahir beberapa ungkapan
petatah-petitih, syarak mandaki adaik manurun,
syarak nan lazim adaik nan kawi, syarak
babuhue mati adaik babuhue sintak, syarak
balinduang adaik bapaneh, syarak mangato
adaik mamakai, syarak batilanjang adaik
basisampieng.
H.Mas’oed Abidin 7
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI

Kesepakatan ini lebih mudah dilaksanakan


dan disetujui kedua belah pihak, karena
Tarapang yang kemudian menjadi Tuan Kadi di
Padang Ganting adalah teman seperguruan
dengan Syeh Burhanuddin di Aceh. Kesepakatan
yang disponsori oleh dua orang seperguruan itu
lebih dikenal dengan nama Perjanjian
Marapalam. Tamatan pendidikan dari surau
Ulakan kemudian mengembangkan surau-surau
di pedalaman Minangkabau.
Bukan secara kebetulan, Islam mendapat
tanah yang subur untuk berkembang di
pedalaman tanah Melayu-Minangkabau. Ajaran
Islam melahirkan spesialisasi dalam
memperdalam ajaran agama di surau-surau
meliputi ibadah, mualamalah dan ilmu alat.
Surau di Kamang memperdalam ilmu alat, nahu
dan sharaf, Tuanku nan Kecil di Koto Gadang
dalam ilmu mantik dan maani, surau Tuanku
Sumanik dlam ilmu hadits, tafsir dan ilmu
faraidh, surau Tuanku di Talang dalam ilmu
sharaf, dan surau Tuanku di Salayo dalam badi’,
maani dan bayan. Sedangkan surau Tuanku Nan
Tuo dalam tabiyah, hadts, tafsir, dan mantik
maaani. Keragaman mempelajari ajaran Islam
demikian melahirkan kaum intelektual dengan

8 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
statigrafi pengetahuan yang tercermin dari gelar
yang disandang alumninya, seperti Kari, Pakih,
Labai, dan Tuanku. Gelar ini kemudian diterapkan
sebagai aparat alim ulama suku di Minangkabau.
Gerakan Kembali ke Syariat (1740 – 1803) di
bawah kepemimpinan Tuanku Nan Tuo sebagai
pelindung pedagang melahirkan pratagoni
sehingga surau dapat memajukan perdagangan
yang mendatang kesejahteraan penduduk
Minangkabau dan menguasai pusat-pusat
perdagangan. Gerakan ini ditunjang oleh Tuanku-
tuanku generasi muda, seperti Tuanku Nan
Renceh, Tuanku Damansiang Nan Mudo, Tuanku
Lintau. Semua tuanku itu ikut memajukan
kesejateran masyarakat lingkungannya,
sehingga surau-surau mereka menjadi pelopor
kemajuan perekonomian masyarakatnmya.
Gerakan Kembali ke Syariat menyumbangkan
ajaran Islam ke dalam adat Minangkabau. Di
samping harta pusaka tinggi, difatwakan harta
pencaharian, yang diperdapat dari
perdagangan yang diwariskan untuk anak dan
isteri.
Semenjak itu terjadilah proses pembauran
yang kental antara syariat Islam dengan budaya
Adat Minangkabau. Menyebarnya syariat Islam di
Minangkabau dengan suasana damai merobah

H.Mas’oed Abidin 9
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
kebiasaan-kebiasaan adat yang bertentangan
dengan Islam. Semenjak itu pula proses itu
berlangsung sampai saat ini sehingga ulama
dapat melibatkan masyarakat Minangkabau di
dalam syariat Islam, sehingga melahirkan
kepemimpinan adat dan agama dalam setiap
lembaga masyarakat. Dalam kaum dan suku
mempunyai penghulu (manti dan dubalang) dan
malin (imam, khatib, dan bila) dan di nagari
terdapat kepemimpinan Kerapatan Adat Nagari
yang terdiri dari Penghulu, Imam Khatib dan
Cadiak Pandai.
Kepemimpinan ini dikenal dengan Tungku Tigo
Sajarangan dengan pegangan masing-masing
hukum adat, agama dan peraturan atau undang-
undang, yang disebut tali tigo sapilin.
Kehadiran Tuanku Haji Miskin ……………………
…….
Pelantikan Tuanku Imam menjadi pemimpin
pembaruan Islam di daerah pinggiran…………
Kehadiran Belanda di tanah Minanag …………
…………..
Reaksi terhadap pendidikan sekuler
Akibat tanaman paksa kopi di Sumatera Barat

10 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU

SYEKH BURHANUDDIN, ULAKAN (1646 -


1704 )

Syekh Burhanuddin telah banyak dikenal dan


diperbincangkan para ilmuwan, baik dalam
literatur, maupun dari laporan bangsa Eropah
lainnya. Salah satu sumber utama yang
menjelaskan dari perkembangan surau-surau
dan lahirnya pembaruan Islam di Minangkabau
berasal dari sebuah naskah kuno tulisan Arab
Melayu. Naskah itu berjudul, Surat Keterangan
Saya Faqih Saghir Ulamiyah Tuanku Samiq
Syekh Jalaluddin Ahmad Koto Tuo, yang ditulis
pada tahun 1823. Buku ini menjelaskan peranan
surau dalam menyebarkan agama Islam di
pedalaman Minangkabau yang dikembangkan
oleh murid-murid Syekh Burhanuddin Ulakan.
Di samping itu, riwayat ulama ini telah
diterbitkan dalam tulisan Arab Melayu oleh
Syekh Harun At Tobohi al Faryamani (1930)
dengah judul Riwayat Syekh Burhanuddin dan
Imam Maulana Abdul Manaf al Amin dalam
Mubalighul Islam. Buku ini menerangkan dengan
jelas mengenai diri Pono, yang kemudian
bergelar Syekh Burhanuddin. Diceritakan dengan
jelas kehidupan keluarga, masa mengenal Islam
H.Mas’oed Abidin 11
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
dengan Tuanku Madinah kemudian berlayar ke
Aceh untuk menimba ilmu kepada Syekh
Abdurrauf al Singkli.
Syekh Burhanuddin adalah salah seorang dari
murid Syekh Abdur Rauf al Singkli yang dikenal
juga dengan panggilan Syekh Kuala. Sekembali
dari Aceh, Syekh Burhanuddin membawa ajaran
Tharikat Syattariyah ke Ulakan pada bagian
kedua abad ke-17. Dari Ulakan ajaran tarikat
menyebar melalui jalur perdagangan di Minang-
kabau terus ke Kapeh-kapeh dan Pamansiangan,
kemudian ke Koto Laweh, Koto Tuo, dan ke
Ampek Angkek. Di sebelah barat Koto Tuo berdiri
surau-surau tarikat yang banyak menghasilkan
ulama. Daerah ini dikenal dengan nama Ampek
Angkek, berasal dari nama empat orang guru
yang teruji kemasyhurannya.
Murid-Murid yang belajar di surau Syattariah
terbuka untuk mempelajari seluruh rangkaian
pengetahuan Islam. Salah satu buku yang
dipelajari Syekh Burhanuddin dan murid-
muridnya adalah karya Abdurrauf yang
memperlihatkan penghargaan yang tertinggi
terhadap "syariat". Beberapa surau Syattariyah
mempelajari cabang ilmu agama, sehingga
terjadi spesialisasi pengajaran agama Islam di
Minangkabau. Masing-masing surau itu

12 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
memperdalam salah satu cabang ilmu agama,
seperti: Surau Kamang dalam ilmu alat (nahu
sharaf dan tata bahasa Arab), Koto Gadang
dalam mantik ma'ani, Koto Tuo dalam ilmu tafsir
Quran, tarbiyah dan hadith), Surau Sumanik
dalam ilmu faraidh (pewarisan) hadis; Surau di
Talang dalam badi', maani dan bayan (tata
bahasa Arab ).
Dalam catatan lain terdapat sederetan para
ahli dan penulis yang menyelidiki riwayat dan
peranan Syekh Burhanuddin. Dari kisah
perjalanan Thomas Diaz tahun 1684 yang
diceriterakan de Haan, bahwa ulama ini telah
melibatkan rakyat dalam politik agama yang
dikenal dengan nama "perjanjian Marapalam"
pada tahun 1686, yang kemudian hari
melahirkan konsepsi, Adat tidak bertentangan
dengan Syarak
Penulis bangsa Indonesia seperti Hamka
dalam bukunya, Sejarah Umat Islam (1961), Sidi
Gazalba dalam Mesjid, Pusat Ibadat dan
Kebudayaan Islam (1962) dan Prof. Muhmud
Yunus dalam Sejarah Islam di Minangkabau
(1969) mengupas peranan ulama Syekh
Burhanuddin sebagai pengembang agama Islam
yang berpusat di Ulakan..

H.Mas’oed Abidin 13
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
Semua para penulis tersebut sepakat bahwa
Syekh Burhanuddin adalah seorang ulama dan
pengembang agama Islam di Minangkabau
dilahirkan di Guguk Sikaladi Pariangan Padang
Panjang dengan nama kecil Pono. Sebagai
seorang mubaligh yang mengembangkan
agama Islam setelah memperdalam syariat Islam
selama 10 tahun di Aceh, sekembali dari Aceh
mendirikan surau di Tanjung Medan dan surau-
surau lainnya di Ulakan.
Syekh Burhanuddin meninggal dunia pada
hari Rabu 10 Syafar tahun 1116H atau 1704 M di
Ulakan. Hari kematiannya dirayakan pengikutnya
setiap tahun yang dikenal dengan nama
"basapa". Jika 10 Syafar jatuhnya pada hari
Rabu, akan diperingati sebagai "basapa gadang"
, bersapar besar-besaran.
Menurut perhitungan Prof. Mahmud Yunus,
Pono lahir pada tahun 1066 H atau tahun 1641 M
di Sintuk, Lubuk Alung, dan memperdalam
agama pada Syekh Abdur Rauf selama 10 tahun,
dan meninggal pada tahun 1116 H dalam usia 53
tahun.
Ilmu pengetahuan agama yang dalam serta
pengalaman kenegaraan yang diperdapat
bersama gurunya, Syek Abdur Rauf yang
menjadi seorang mufti pada Kerajaan Aceh,
14 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
menciptakankan sistem pendidikan surau. Murid-
murid yang diasuhnya kemudian menyebar di
seluruh pelosok Minangkabau yang
mendirikankan surau-surau sebagai pusat studi
yang melahirkan cendekiawan ke pedalaman
Minangkabau.
Bahkan Syekh Burhanuddin mencapai
kesepakatan dengan Yang Dipertuan Kerajaan
Minangkabau yang menyatakan bahwa hukum
adat dan hukum agama sama-sama dipakai
sebagai pedoman hidup dalam masyarakat di
Minangkabau. Ketentuan adat dan hukum agama
Islam dalam masyarakat Minangkabau yang
matrilineal sebagai suatu proses integrasi lebih
dikenal dengan adat basandi syarak, syarak
basandi kitabullah.
. Peninggalan Syekh Burhanuddin saat ini
yang terpelihara dengan baik, seperti bangunan
Surau Tanjung Medan dan Makam Ulakan yang
dapat menjadi monumen sejarah dalam
membantu menelusuri jejak sejarah yang
dikandung monumen itu. Peninggalan sejarah itu
dapat dijadikan salah satu sumber penulisan
sejarah Syekh Burhanuddin.
Surau Syekh Burhanuddin
Peninggalan utama Syekh Burhanuddin yang
sampai saat ini masih terpelihara dengan baik
H.Mas’oed Abidin 15
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
adalah bangunan surau di Tanjung Medan dan
komplek makam di Ulakan yang menjadi tujuan
ziarah bagi pengikutnya sebagai rasa hormat
kepada guru dan pengembang agama Islam di
Minangkabau.
Dari segi geografis, nagari Ulakan terletak di
muara sungai Ulakan di tepi pantai barat
Sumatra. Suatu kampung atau nagari yang
terletak di tepi pantai paling cepat menerima
perkembangan dan pertumbuhan.
Secara alamiah Nagari Ulakan berbatas:
a. Sebelah utara dengan Nagari Sunur
dan Nagari Pauh Kambar
b. Sebelah selatan dengan Nagari
Tapakis
c. Sebelah barat dengan Samudra
Indonesia
d. Sebelah timur dengan Nagari Tapakis
Nagari Tapakis terdiri dari 19 jorong, yakni
Padang Toboh, Maransi, Sungai Gimbar Ganting,
Lubuk Kandang, Sikabu, Tiram, Kampung
Ladang, Kampung Gelapung, Kampung Koto,
Bungo Padang, Pasar Ulakan, Tengah Padang,
Palak Gadang, Tanjung Medan, Binuang, Koto
Panjang, Manggopoh Dalam, Manggopoh Ujung,
dan Padang Pauh. Letak Jorong ini umumnya
16 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
terletak sepanjang pantai atau pesisir,
penduduknya sebagian besar terdiri dari
nelayan. Di lingkungan seperti inilah peninggalan
Syekh Burhanuddin berupa makam di Ulakan dan
Surau di Tanjung Medan.
Setelah bandar Malaka diduduki oleh Portugis
pada tahun 1511, jalan dagang berpindah dari
Aceh, pantai barat Sumatra, Banten, Giri di Jawa
Timur, Goa dan Tello di Sulawesi, dan Ternate
Tidore di Maluku.
Di pantai barat Sumatra tumbuh kota-kota
perdagangan seperti Meulaboh, Sibolga, Tiku
Pariaman, Indrapura. Ulakan, sebagai kota
pelabuhan dagang, mengalami kemajuan karena
disinggahi oleh para pedagang berbagai daerah
dan dari luar negeri seperti saudagar Gujarat,
India, Arab dan Cina.Ulakan menjadi suatu
pelabuhan penting dan pintu gerbang bagi
daerah Minangkabau di masa itu, dan tempat
bertemu saudagar-saudagar yang beragama
Islam.
Peninggalan Syekh Burhanuddin
Pada batu nisan Syekh Burhanuddin
tercantum hari wafatnya pada tanggal 10 Syafar
1116 H bertepatan dengan hari Rabu atau 1704
H. Ia meninggal pada umur yang masih muda,
45 tahun, karena ia dilahirkan pada tahun 1646.
H.Mas’oed Abidin 17
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
Ketika berangkat ke Aceh ia berumur 15
tahun dan masa belajar di Aceh selama 10
tahun, kegiatan dakwah berlangsung selama 20
tahun.
Di kiri kanan makam Syekh Burhanuddin
terdapat makam penggantinya yang disebut
khalipah bernama Abdur Rahman dan khatib
pertama nagari Ulakan, Idris Majolelo. Ketiga
makam ini terletak di bawah bangunan empat
persegi 2,5 x 2,5 m. Bangunan ini seolah-oleh
sebuah masjid kecil yang mempunyai sebuah
kubah berdinding teralis besi. Pada loteng
tergantung tirai-tirai, hadiah dari para peziarah
Setiap datang rombongan baru tirai itupun
diganti.
Pengganti-pengganti Syekh Burhanuddin
adalah Tuanku-tuanku yang menjadi khalipah,
mulai dari Abdur Rahman, Mukhsin sampai
khalipah ke-16, Tuanku Mudo. Di halaman
bangunan berkubah terdapat beberapa makam
para pengikutnya, khalipah-khalipah atau
pewarisnya. Kebanyakan telah rata dengan
tanah. Sebagai pertanda bahwa semuanya itu
makam ialah adanya batu nisan terbuat dari
batu alam berbentuk persegi panjang. Di bagian
muka makam terdapat sepuluh lokan besar 20 x
30 m tersusun di sebelah kiri kanan jalan yang

18 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
menghubungkan makam dengan bangunan 100
x 80 cm. Lokan-lokan ini dianggap para
pengikutnya mempunyai berkah yang dapat
menyembuhan berbagai penyakit. Dekat makam
terdapat pula sebuah bangunan yang berguna
celengan bagi orang yang berwakaf.
Lokasi bangunan ini dipagar dengan tembok
lebih kurang 1 m. Luas areal yang terpagar
adalah 8 x 7.5 m.
Di luar pagar terdapat pula makam-makam
yang banyak, yang dipagar dengan tembok
tinggi 1,5 m dan luasnya 8,5 x 12,5 m. Di luar
pagar ini baru terdapat halaman yang luas
dikelilingi oleh kira-kira 200 buah surau dan di
tengahnya terletak sebuah masjid. Surau-surau
ini merupakan perwakilan dari daerah atau
nagari di Sumatra Barat yang juga berfungsi
sebagai tempat menginap para peziarah.
Makam Syekh Burhanuddin dan makam
lainnya, sangatlah sederhana, ditandai oleh dua
buah nisan dari batu andesit dengan pengerjaan
sederhana tanpa variasi yang penting sebagai
monumen sejarah
Surau Syekh Burhanuddin terletak di desa
Tanjung Medan, 6 km dari makam Ulakan. Lokasi
surau agak masuk ke dalam dari jalan raya
melalui jalan tanah yang cukup baik. Surau
H.Mas’oed Abidin 19
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
terletak di atas tanah yang datar dengan
halaman yang luas.
Tanah lokasi surau Syekh Burhanuddin adalah
tanah yang dihadiahkan oleh Raja Ulakan
bergelar Mangkuto Alam kepada Idris Majolelo
atas jasanya semasa Syekh Burhanuddin belajar
di Aceh. Surau, semacam pesantren, ialah
bangunan tempat mengaji dan belajar ilmu
agama Islam. Syekh Burhanuddin seorang ulama
dan mubaligh, maka Surau Syekh Burhanuddin
terdiri dari dua bangunan, yaitu:
1) Bangunan serambi berdenah segi empat
panjang sebagai bangunan tambahan yang
dibuat kemudian. Bangunan ini beratap
gonjong dan berfungsi sebagai entrance
hall dan keseluruhan bangunan itu
terbuka. Lantainya beralaskan plesteran
semen dan bukan beralaskan papan
sebagai halnya rumah gadang.
Bangunan berdenah segi empat bujur sangkar
yang terletak di belakang serambi. Pada
prinsipnya bangunan ini dengan struktur
konstruksi joglo, sebagaimana masjid kuno di
Jawa, di antaranya masjid Demak. Namun sesuai
dengan keadaan dan kebiasaan orang
Minangkabau, bangunan ini dengan struktur
berkolong (loteng dan panggung). Dengan
20 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
struktur bangunan joglo ini, dalam surau
terdapat empat tiang utama dikelilingi dua
deretan anak tiang. Pada deretan pertama
berjumlah 12 tiang dan pada deretan kedua 20
anak tiang. Dengan empat tiang utama atau
tiang panjang (soko guru, Jawa) di tengah
dengan dua deretan anak tiang disekelilingnya,
maka struktur bangunan ini dengan atap
bersusun tiga, dinding ruangan melekat pada
deretan anak tiang kedua ( 20 tiang). Tiang
sesamanya dihubungkan dengan kayu yang
disambung dengan rotan yang disimpai.
2) Atap surau Syekh Burhanuddin ada
persamaannya dengan beberapa surau
lainnya di Minangkabau, di antaranya
surau Koto Nan Ampek di Payakumbuh dan
surau Lima Kaum di Tanah Datar. Masih
terlihat perkembangan arsiterktur
konstruksi atap tumpang dengan bentuk
berpuncak dengan hiasan mahkota, sama
dengan masjid Demak yang dibangun
dalam abad ke-16.
3) Arsitektur surau Syekh Burhanuddin masih
mempunyai persamaan dengan masjid di
Kota Waringin lama di Kalimantan yang
dibangun sekitar abad ke-17. Masyarakat

H.Mas’oed Abidin 21
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
setempat mengenalnya sebagai prototip
masjid Demak.
Dengan perbandingan tersebut, arsitektur
surau Syekh Burhanuddin pembangunannya
dalam abad ke-17. Hal ini diperkuat dengan
mihrab tanpa atap tersendiri sebagaimana
masjid Demak. Berbeda dengan mihrab masjid
lainnya di Minangkabau yang selalu dengan atap
tersendiri.
4) Bahan bangunan Syekh Burhanuddin
seluruhnya dari kayu, baik tiang maupun
konstruksi atap dan dinding. Atapnya dulu
terdiri dari ijuk yang kemudian diganti
dengan atap seng pada tahun 1920.
Struktur bangunan surau dikerjakan
dengan kayu yang sederhana tanpa
pengerjaan yang sempurna menurut
ukuran sekarang. Masih terlihat bentuk asli
kayu dengan lengkung-lengannya. Hal ini
menunjukkan, bagaimana pekerjaan
bangunan masa itu. Tiang utama terdiri
dari kayu seutuhnya dengan sedikit dikerja
mengambil bentuk segi-8, dan hubungan
antara tiang dengan kayu lainnya diikat
dengan rotan tanpa paku. Artinya
bangunan ini tidak mempergunakan paku
kayu.

22 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
5) Tiang-tiang terletak di atas sandi dari batu
umpak seutuhnya yang terletak di atas
tanah yang ditinggikan. Pada beberapa
bagian ada perbaikan yang sifatnya
mencegah kerusakan, namun masih
nampak keasliannya. Bangunan surau
Syekh Burhanuddin belum pernah
mengalami perubahan, selain penambahan
serambi.
Masa Kecil Syekh Burhanuddin
Tidak banyak keterangan mengenai masa
kecil dan latar belakang kehidupan Syekh
Burhanuddin yang berkubur di Ulakan itu. Nama
kecilnya adalah Pono. Lahir di Pariangan Padang
Panjang tahun 1066H (1646 M). Ayahnya
bernama Pampak Sakti gelar Karimun Merah,
suku Koto. Ibunya bernama Cukup Bilang Pandai,
suku Guci. Kehidupan kedua orang tuanya
beternak sapi.
Keluarga Pampak Sati gelar Karimun Merah
meninggalkan kampung halamannya, Pariangan
Padang Panjang. Perjalanan dari Pariangan turun
ke Malalo, terus ke Bukit Punggung Jawi terus ke
Asam Pulau, dekat Kayu Tanam. Dengan
menghilirkan batang Tapakis sampai keluarga ini
di Sintuk. Jalan ini merupakan jalan dagang yang
diawasi oleh Tuan Gadang dari Batipuh.

H.Mas’oed Abidin 23
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
Di tempat inilah keluarga Pampak memulai
kehidupan baru. Usaha lama dikembangkannya
karena daerah Sintuk mempunyai padang
rumput yang subur. Pono dengan rajin dan patuh
menggembalakan ternak ayahnya sehingga
berkembang biak yang membawa keluarga
Pampak termasuk keluarga terpandang di daerah
baru ini.
Pono berjalan menghiliri Batang Tapakis
mencari padang rumput baru. Di nagari Tapakis,
bersebelahan dengan nagari Ulakan, Pono
mendapat teman baru, seorang pemuda sebaya
dengan dia. Teman itu ialah Idris Majolelo, suku
Koto, berasal dari Tanjung Medan. Beliau
mempunyai budi pekerti yang halus.
Di nagari Tapakis berdiam seorang ulama
berasal dari Aceh yang bernama Syekh Abdul
Arif yang terkenal dengan gelar Tuanku Madinah
yang disebut juga Tuanku Air Sirah. Air Sirah
adalah nama jorong di nagari Tapakis, tempat
Syekh Abdul Arif bermukim dan mengajar.
Pembantu utamanya adalah Syahbuddin,
Syamsuddin dan Basyaruddin.Ulama ini
seangkatan dengan Syekh Abdur Rauf al Singkli
dan sama-sama berguru kepada Syekh Ahmad
Kosasih dan Syekh Abdul Qadir al Jailani di
Madinah. Syekh Abdul Arif dengan sabar dan

24 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
gigih mengajar agama Islam kepada anak nagari.
Hasilnya belum menggembirakan. Anak nagari
lebih teguh memegang adat istiadat jahiliyah
dan kepercayaan lama.
Dengan ajakan Idris Majolelo akhirnya Pono
berkenalan dengan agama Islam dan langsung
mengucapkan dua kalimat tauhid menjadi
penganut agama yang khalis di hadapan Tuanku
Madinah Beliau belajar dengan tekun dan rajin
serta mengamalkan segala fatwa gurunya. Pono
termasuk murid yang terpandai karena
ketekunan dan kecerdasan otaknya.
Tidak berapa lama, tiba-tiba Tuanku Madinah
meninggal dunia. Pono sering bermenung dan
terharu atas kepergian Tuanku Madinah.
Alangkah sedihnya Pono karena secara tidak
diduga sama sekali guru yang dihormati dan
disayanginya telah tiada. Harapan Pono untuk
mengeruk sebanyak mungkin ilmu gurunya itu
menjadi gagal.
Dengan perasaan hiba dan putus harap, Pono
kembali ke Sintuk. Beliau sering bermenung dan
terharu atas kepergian Tuanku Madinah. Beliau
menyendiri dari pergaulan ramai, mengingat
kemungkaran yang sering dilakukan anak nagari.
Untuk mengobati hati yang luluh beliau dengan
tekun dan sepenuh hati mengamalkan fatwa

H.Mas’oed Abidin 25
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
gurunya dan ajaran Islam yang diperoleh selama
belajar dengan almarhum Tuanku Madinah.
Dengan sembunyi-sembunyi, Pono sempat
mengajar serta meyakinkan teman-teman
dekatnya akan hakekat kebenaran ajaran Islam.
Lambat laun agama Islam mulai meresap di hati
sebahagian kecil penduduk Sintuk.
Dakwah Pono demikian tidak berlangsung
lama. Tantangan demi tantangan datang dari
anak nagari, terutama para penghulu suku dan
pimpinan nagari. Mereka merasa wibawa mereka
akan berkurang karenanya. Akhirnya mereka
menasehati Pono agar segera meninggalkan
kegiatan dakwahnya. Namun Pono tetap
melaksanakannnya. Akibatnya tantangan
semakin menjadi. Mula-mula mereka
menganiaya ternak ayahnya dan kemudian
dengan ancaman pengusiran. Puncak tantangan
adalah ketika keputusan musyawarah nagari
untuk membunuh Pono apabila tidak segera
menghentikan dakwahnya. Pono tidak mendapat
tempat berpijak lagi di Sintuk.
Memperdalam Ilmu ke Aceh
Pada saat krisis ini menyadarkan Pono dari
kekhawatirannya. Kembali segar dalam
ingatannya pesan almarhum gurunya, Tuanku
Madinah, agar memperdalam ilmu agama
26 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
kepada seorang ulama besar Abdur Rauf al
Singkli. Pesan guru ini disampaikan dengan
khidmat kepada kedua orang tuanya dan mereka
merestuinya.
Secara diam-diam mereka berserah diri ke
hadapan Allah, Tuhan Yang Maha Esa. Dalam usia
muda, 15 tahun, malam hari Pono meningalkan
negari Sintuk menuju Aceh guna memenuhi
pesan gurunaya, Tuanku Madinah
Dengan berat hati kedua orang tuanya
melepas kepergian anak tercinta. Kemudian
Pono sujud dan mohon maaf. Air mata terus
membasahi pipinya. Pada saat itu Pono dan
bangkit keluar rumah. Langkah pertama menuju
Aceh kelak mempunyai nilai tersendiri dalam
peristiwa perkembangan Islam di Minangkabau.
Dia berangkat secara diam-diam, khawatir
diketahui oleh mata-mata pemimpin nagari itu.
Bekalnya adalah semangat dan tekad yang bulat
serta penyerahan diri kepada Allah.
Tujuannya ke Singkil di Aceh Selatan berguru
kepada Syekh Abdur Rauf al Singkli, seorang
ulama yang masyhur waktu itu memenuhi
amanat almarhum gurunya yang pertama,
Tuanku Madinah. Pono sudah berangkat. Nagari
Sintuk sudah jauh ditinggalkan. Tanpa kawan ia
menyusuri pesisir Samudra Indonesia. Secara
H.Mas’oed Abidin 27
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
kebetulan, dalam perjalanan ia bertemu dengan
empat orang pemuda sebaya dengan dia.
Mereka lalu berkenalan, dan ternyata mereka
mempunyai niat yang sama, hendak pergi ke
Aceh untuk menuntut ilmu agama kepada Syekh
Abdur Rauf. Mereka adalah Datuk Maruhum dari
Padang Ganting, Tarapang dari Kubuang Tigo
Baleh, Muhammad Nasir dari Koto Tangah, dan
Buyung Mudo dari Bayang Tarusan.
Terjadilah persahabatan di antara mereka.
Setelah melalui musyawarah didapat kata
sepakat, Pono diangkat menjadi kepala
rombongan yang diterimanya dengan penuh
rasa tanggung jawab.
Melalui suka dan duka selama dalam
perjalanan, akhirnya dengan selamat mereka
sampai di Singkil langsung menghadap dan
memperkenalkan diri kepada Syekh Abdur Rauf.
Niat yang dikandung semenjak dari kampung
halaman disampaikan dengan sopan.
Dengan segala senang hati Syekh Abdur Rauf
menerima dan mengabulkan permohonan calon
muridnya.

Pengaruh Syekh Abdurrauf al Singkli (1620


-1693)

28 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
Syekh Abdurauf Singkel4 adalah seorang
ulama terkenal dalam abad ke-17. Ia dilahirkan
pada tahun 1620 di Singkel, Kabupaten Aceh
Selatan sekarang. Nama lengkapnya ialah
Abdurrauf al Ali al Jawi al Fansuri al Singkel.5
Syekh Abdurauf Singkel dimuliakan oleh
rakyat Aceh sejak dahulu hingga sekarang.
Banyak legenda mengenai Syekh Abduurauf
yang terus hidupdan dikenal turun temurun.
Archer dalam bukunya, Muhammadan Mysticism
in Sumatera mengatakan, "Syekh Abdurauf
Singkel, seorang cendekiawan muslim Aceh yang
sekarang dikenal dengan nama Tengku Dikuala.
Nama tertancap dalam lubuk hati rakyat sebagai
ulama dan intelektual yang jenius pada
zamannya.6
Sesudah mendapat pendidikan di kampung
halamannya dan diibu kota Kerajaan Aceh, ia
melanjutkan studinya ke tanah Arab. Pada tahun
16423, ia berangkat ke Mekah. Selama 19 tahun
lamanya di tanah Arab, di antaranya Mekkah,
Madinah, Jeddah, Mokka, Zebid, Batalfakih dan
beberapa tempat lainnya. Syekh Abdurauf
menyelesaikan studinya pada seorang ulama
Tharikat Syattariah yang bernama Molla Ibrahim,
pengikut Ahmad Qusyasyi. Pada tahun 1661, ia
kembali ke Aceh.

H.Mas’oed Abidin 29
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
Sesampainya di Aceh, ia mendirikan
rangkang (pesantren) dekat muara sungai Aceh.
Dari berbagai penjuru Asia Tenggara orang
datang ke tempatnya untuk belajar.7 Atas usaha
murid-muridnya, Tharikat Syattariah yang
kemudian tersebar ke seluruh Indonesia dan
Semenanjung Malaya. Di antara muridnya yang
terkenal ialah Syekh Burhanuddin di Ulakan
seorang mubaligh yang terkenal di Minangkabau
yang menyiarkan agama Islam secara intensif ke
pedalaman Minangkabau.
Di samping sebagai mubaligh dan ulama,
Syekh Abdurauf terus menerus memperdalam
ilmunya dalam lapangan hukum. Sebuah
karyanya dalam lapangan hukum berjudul, "
Hudayah Balighah ala Jum'at al Mukhasaman"
yaitu sebuah kupasan mengenai hukum Islam
tentang bukti, persaksian dan sumpah palsu.
Pendapat Syekh Abdurauf di lapangan hukum
syariat sangat dipatuhi rakyat Aceh dan buah
pikirannya terus hidup sampai sekarang dan
lebur menjadi kaedah hukum adat dalam
masyarakat Aceh. Kesanggupan Syekh Abdurauf
merumuskan hukum-hukum Islam sangat
dikagumi sehingga syariat Islam dipatuhi dan
dilaksanakan oleh masyarakat Aceh saat ini.
Syariat Islam telah dijadikan Peraturan Daerah
Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
30 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
Karyanya yang berjudul, Miratul Tullab fi
tasyil Makrifatul Ahkam Asysyar'iyah li Malikul
Wahhab, merupakan sebuah buku pengantar
Ilmu Fikih menurut Mazhab Syafi'i. Buku ini
hampir sama dengan karya Nuruddin Ar Raniri
yang berjudul Sirathul Mustaqim. Bedanya buku
Nuruddin ar raniri hanya berisi soal-soal ibadah
saja, tetapi buku Syekh Abdurauf berisi juga
tentang mu'amalah.
Kupasannya mengenai pokok-pokok ajaran
tasauf termuat dalam bukunya berjudul Kifayat
al Muhtajin, Daqaiq al Huruf, Bayan Tajalli, dan
Umdat al Muhtadin. Tafsir al Quran dalam bahasa
Melayu telah diterbitkan di Istambul pada tahun
1882.
Kegiatannya sebagai ulama dan mubaligh
sebagian besar dilakukan pada masa
pemerintahan Sulthanah Syafiatuddin, seorang
sultan yang memerintah selama 34 tahun. Masa
pemerintahan pemerintahannya adalah masa
yang penuh luka-luka karena kekalahan armada
Aceh ketika menyerang Malaka pada tahun
1629. Sementara pertentangan faham agama
tindakan kekerasan yang dilakukan semasa
pemerintahan Sulthanah Syafiatuddin dalam
membasmi ajaran Hamzah Fansuri dan

H.Mas’oed Abidin 31
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
Syamsuddin al Sumatrani dalam ajaran
Syattariah tentang Wihdatul wujud.
Bentuk dan sifat pertentangan antara Syekh
Abdurrauf dan Ar Raniri dengan Hamzah Fansuri
dan Syamsuddin al Sumatrani berpangkal pada
adanya dua aliran dalam ilmu tasauf. Aliran
Hamzah Fansuri dan Syamsuddin al Sumatrani
bernama wihdatulwujud atau kesatuan ujud. 8
Wihdatusysyuhud ialah faham umum umat
Islam yang menyatakan bahwa alam yang baru
iniadalah sebagai kesaksian dari pada adanya
Tuhan. Jadi, bukkanlah alam itu sebagian dari
Tuhan, melainkan sebagai tanda adanya Tuhan.
Pertentangan ini telah ada pada masa
Iskandar Muda, namun atas kebijaksanaan
Iskandar Muda tidak menimbulkan kekacauan.9
Namun dalam bidang kebudayaan, sinar
kerajaan Aceh semakin bersinar. Aceh masyhur
sebagai pusat kebudayaan dan intektual Islam di
Asia Tenggara. Syekh Abdurauf adalah seorang
ulama dan mubaligh yang membenarkan
seorang wanita menjadi Sulthanah yang
menunjukkan pikirannya yang maju untuk
masanya. Bahkan sampai sekarang masih ada
ulama yang tidak membenarkan wanita menjadi
pemimpin bangsa.

32 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
Pada hari Jum'at tanggal 4 Sya'ban 114 H
atau 1698 M, Syekh Abdurauf berpulang ke
rahmatullah. Pada batu nisannya terlukis Al
Waliyul Malki Syekh Abdurrauf bin Ali.
Namanya kemudian lebih dikenal dengan
sebutan Syiah Kuala. Sesudah ia meninggal
dikenal dengan nama Tengku di Kuala atau Syiah
Kuala. Ia mengambil tempat untuk mengajar di
kuala (muara) Krueng (sungai) Aceh dan di sana
pula ia dikuburkan.
Syekh Abdur Rauf berhasil menyelesaikan
studinya dengan baik. Kemudian beliau kembali
ke Aceh langsung mendirikan rangkang
(pesantren) dekat muara Krueng Aceh. Kegiatan
rangkang ini maju pesat. Kemampuan Syekh
Abdur Rauf merumuskan hukum-hukum Islam
dalam bentuk sederhana dan mudah dicernakan,
menyebabkan syariat Islam dapat diterima dan
dilaksanakan masyarakat Aceh. Atas dasar
pengetahuannya di bidang hukum agama, ia
diangkat menjadi mufti kerajaan Aceh.
Syekh Abdur Rauf adalah seorang sufi dari
aliran Syattariah dan bermazhab Syafe'i.
Fahamnya dalam tasauf tergolong dalam faham
yang dinamakan Wihdatusysyuhud, jadi tidak
berbeda faham pendirian Nuruddin Ar Raniri.
Dalam polemik beliau menentang ajaran-ajaran

H.Mas’oed Abidin 33
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
Hamzah Fanshuri dan Syamsuddin As Sumatrani
cukup tegas dan keras, tetapi tetap bijaksana
sehingga kekacauan dan peperangan agama
tidak terjadi dalam masyarakat .
Sejak masa Sulthan Iskandar Muda telah
tinggi perbincangan ulama-ulama dalam hal
agama, yang terpenting pertentangan antara
faham wihdatul ujud,"alam ini adalah ciptaan
dari bahagian ketuhanan sendiri, laksana buih
pada puncak ombak. Maka dalam alam zahir ini
sebagai bahagian dari pada ketuhanan yang
besar. Menurut ahli tasauf dari aliran ini, duania
adalah hanya emanasi atau pancaran dari inti
sari yang tidak tercipta
Wihdatusyuhud ialah paham yang rata pada
umat Islam, bahwa alam yang baharu ini adalah
sebagai kesaksian dari pada adanya Tuhan. Jadi
bukanlah alam ini sebagaian dari Tuhan,
melainkan sebagai tanda dari pada adanya
Tuhan.
Karya-karya yang pernah beliau tulis, antara
lain:
1. Hudayah Balighah 'ala Jum'at al
muchasanah, suatu pembahasan mengani
hukum Islam tentang: bukti, kesaksian dan
sumpah palsu. Buah pikirannya ini menjadi

34 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
pedoman dan kaedah hukum adat dalam
masyarakat Aceh hingga dewasa ini.
2. Miratul Tullab fi Tasyl Ma'rifatul Asysyariah
li makhluk Wahhab kupasan mengenai
pengantar Imu Fiqih menurut mazahab
Syafii.
3. Kifayat al Muhtajin, Daqaiq al Huruf, Bayan
Tajalli, suatu kupasan mengenai pokok-
pokok ajaran tasauf dan dasar-dasar
pendiriannya dalam lapangan ini.
4. Syair makrifat, karangan dalam bentuk
puisi.
5. Tafsir al Qur an, dalam bahasa Melayu.
Syekh Abdurrauf wafat tahun 1114 Hijriyah
dimakamkan dekat muara sungai Aceh. Pada
makam beliau dibuat orang hiasan tulisan yang
berbunyi Al Waliyul mulki Syekh Abdur Rauf bin
Ali, menunjukkan betapa besar peranannya
dalam kerajaan Aceh pada waktu itu Setelah
meninggal dunia beliau lebih dikenal dengan
sebutan Tengku di Kuala atau Syekh Kuala.
Kepada ulama dan mubaligh inilah Pono
menuntut ilmu dan memperdalam ajaan Islam
selama 10 tahun. Lebih-lebih ketika Syekh Abdur
Rauf al Singkli diangkat Sulthanat Syafiatuddin
sebagai mufti Aceh, Pono dapat belajar tentang

H.Mas’oed Abidin 35
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
kehidupan istana dalam hubungannya dengan
kegiatan masyarakat Aceh.
Syekh Abdur Rauf memberikan perhatian
istimewa pula kepada Pono. Hubungan antara
murid dengan guru terlihat sangat intim. Di
samping belajar, Pono membantu guru
menggembalakan ternaknya. Membuat dan
memelihara kolam ikan sebagai bagian dari
kegiatan rangkang ini. Murid-murid di rangkang
Syekh Abdur Rauf harus berusaha sendiri dan
mempunyai ketrampilan untuk memenuhi
keperluan hidup.
Pono diajak tinggal serumah dengan guru.
Tugas Pono bertambah dengan mengasuh anak-
anak sang guru. Pono sudah dianggap sebagai
keluarga sendiri oleh Syekh Abdur Rauf.
Minat serta perhatiannya sungguh luar biasa
diikuti dengan daya tangkap yang tinggi. Tidak
mengherankan Pono termasuk murid yang
terpandai di antara pelajar di sana. Karena itulah
Syekh Abdur Rauf mencurahkan sekalian ilmu
yang pernah dimilikinya, dan kesempatan ini
dipergunakan sebaik-baiknya oleh Pono. Ilmu
yang dipelajarinya ialah ilmu syariat Islam
dengan cabang-cabangnya tauhid, tasauf, nahu,
sharaf, hadits dan juga ilmu taqwim (hisab).

36 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
Setelah melalui ujian-ujian berat dilengkapi
dengan berkhalwat selama 40 hari di gua hulu
sungai Aceh, di kaki Gunung Peusangan, sebelah
selatan Beureun, akhirnya Pono berhasil lulus
dengan baik.
Syekh Burhanuddin kembali ke
Minangkabau
Setelah cukup menerima ilmu pengetahuan
selama beberapa than tibalah masanya Syekh
Burhanuddin meninggalkan Aceh. Masa
pendidikan diakhiri dengan perpisahan antara
guru dan murid dengan penuh kasih
sayang.Terjadi percakapan antara Syekh Abdur
Rauf dengan Syekh Burhanuddin yang berbunyi
sebagai berikut:
"Malam ini berakhirlah ketabahan dan
kesungguhan hatimu menuntut ilmu tiada
taranya. Suka duka belajar telah engkau lalui
dengan sepenuh hati. Berbahagialah Engkau,
dengan rahmat dan karunia Tuhan, telah
selamat menempuh masa khalwat 40 hari
lamanya. Engkau beruntung di dunia dan
berbahagia di akhirat kelak. Sekarang pulanglah
engkau ke tanah tumpah darahmu menemui ibu
bapamu yang telah lama engkau tinggalkan. Di
samping itu tugas berat dan mulia menantimu
untuk mengembangkan Islam di sana."

H.Mas’oed Abidin 37
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
"Syukur Alhamdulillah", kata Syekh
Burhanuddin.
"Hatimu telah terbuka dan aku mendoa ke
hadhirat Allah subhanahu wata'ala, semoga
cahaya hatimu menyinari seluruh alam
Minangkabau. Kini, engkau, aku lepaskan.
Namun dengar baik-baik! Guru di Madinah ada
empat orang, yakni Syekh Ahmad al Kusasi,
Syekh Qadir al Jailani, Syekh Laumawi. Ketika
aku berangkat ke tanah Jawi ini beliau memberi
amanat yang harus kusampaikan kepadamu.
Sesungguhnya nama Burhanuddin yang
engkau pakai adalah nama pemberian guruku
itu dan ia mengirimkan sepasang jubah dan
kopiah. Terimalah ini dari padaku supaya
sempurna amanat yang kubawa dan suatu
kemuliaan bagi engkau dengan sepasang
pakaian ini tanda kebesaran ilmu yang penuh di
dadamu!"
Hari ini adalah saat perpisahan antara guru
dengan murid dan meninggalkan mesjid Singkil
untuk selama-lamanya bagi Syekh Burhanuddin.
Syekh Abdur Rauf melepas Syekh Burhanuddin
dengan sebuah taufah dan menyediakan perahu
disertai sembilan orang yang akan mengawalnya
selama dalam perjalanan. Rombongan ini
dipimpin oleh Tuanku Nan Basarung dengan
38 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
pesan supaya mengantarkan Syekh Burhanuddin
sampai di kampung halamannya.
Pada saat itu telah terjadi perubahan
hubungan antara Aceh dengan Minangkabau.
Daerah yang selama ini berada di bawah
kekuasaan Aceh satu persatu ingin melepaskan
diri. Demikian juga halnya dengan Minangkabau.
Telah terjadi beberapa kali perkelahian dan
peperangan yang banyak memakan korban. Di
antaranya gugur seorang panglima bernama
Sisangko, kemenakan panglima Kacang Hitam,
cucu Ami Said yang berkubur di Pulau Angso.
Perahu Syekh Burhanuddin mendarat di Pulau
Angso di muka pantai Pariaman untuk
beristirahat dan meninjau keadaan di darat.
Bersama dengan pengawalnya kemudian mereka
mendekati pantai Ulakan. Perahu Syekh
Burhanuddin adalah perahu Aceh, sehingga
penduduk di sekitar pantai telah siap berjaga-
jaga lengkap dengan senjata menunggu
kemungkinan yang akan terjadi. Melihat keadaan
seperti itu Syekh Burhanuddin berpendapat lebih
baik kembali ke Pulau Angso menunggu saat
yang baik.
Namun, Tuanku Nan Basarung berpendapat
lain. Tugasnya adalah mengantarkan orang
kampung mereka sendiri yang telah merantau ke

H.Mas’oed Abidin 39
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
Aceh beberapa tahun. Dengan keras hati ia
mendayung sendiri ke pantai. Ia disambut
dengan perkelahian melawan orang banyak.
Walaupun ia memperlihatkan keberaniannya,
namun akhirnya ia gugur dalam melakukan
tugas yang diembannya. Syekh Burhanuddin
tinggal sendirian di Pulau Angso setelah
pengawalnya yang delapan orang itu disuruhnya
kembali ke Aceh. Ia berpesan kepada Syekh
Abdur Rauf bahwa ia telah sampai di kampung
halamannya dan akan menyelamatkan jenazah
Tuanku Nan Basarung.
Melalui seorang nelayan, Syekh Burhanuddin
mengirimkan sepucuk surat kepada teman
akrabnya, Idris Majo Lelo yang menyatakan
beliau sudah kembali dari Aceh dan sekarang
berada di Pulau Angso. Perahu yang mendekati
pantai Ulakan kemarin adalah perahu saya yang
sengaja dikirim oleh Syekh Abdur Rauf.
Setelah menerima surat tersebut, Idris Majo
Lelo menyampaikan isi dan maksud surat
tersebut kepada pemimpin dan rakyat Ulakan.
Besoknya, Idris Majo Lelo diiringi beberapa orang
menjemput ulama ini ke pantai Kenaur dekat
Pariaman. Kedua teman ini berjabat tangan
setelah sekian lama berpisah.

40 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
Sesaat kemudian mereka berangkat ke
Padang Langgundi, Ulakan. Di sanalah mereka
bermalam. Sebagai tanda kenang-kenangan
kembali dari menuntut ilmu, Syekh Burhanuddin
menanam ranting pinago biru yang dibawa dari
Aceh. Beliau berpesan kepada Idris Majo Lelo
bila ajal sampai kelak ia dikuburkan dekat pinago
biru ini.
Menyebarkan Ajaran Islam
Di Tanjung Medan ada sebidang tanah milik
Idris Majo Lelo, pemberian dari Raja Ulakan. Ke
sanalah Syekh Burhanuddin dibawanya.
Dimulainyalah tugas suci mengajar dan
menyebarkan ajaran Islam. Usaha pertama
dilakukannya di lingkungan keluarga Idris Majo
Lelo. Kemudian diikuti oleh tetangga terdekat.
Walaupun mendapat tantangan dari golongan
ninik mamak dan pemimpin mesyarakat lainnya
yang khawatir pengaruhnya akan berkurang,
namun akhirnya sebagian besar masyarakat
Tanjung Medan sudah menganut agama Islam
yang taat.
Syekh Burhanuddin meresapkan agama Islam
dengan cara lunak dan berangsur-angsur.
Jalan yang dilakukan adalah menerapkan
salah satu ayat al Quran yang berbunyi la iqraha

H.Mas’oed Abidin 41
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
fiddin, tidak ada paksaan dalam menjalan
agama.
Kegagalan sewaktu di Sintuk dulu
diperbaikinya sekarang setelah mendapat ilmu
dakwah dari gurunya, Syekh Abdur rauf.
Ternyata cara baru ini berhasil dilaksanakan
dengan baik. Beliau yakin bahwa kegagalan di
Sintuk merupakan keberhasilan yang tertunda,
yang baru menampakkan hasil setelah beliau
melakukan dakwah islamiyah di dalam dan di
luar nagari Ulakan.
Dalam usaha meresapkan ajaran Islam
terutama diarahkan kepada anak-anak yang
masih "bersih" dan mudah dipengaruhi.
Diusahakan oleh Syekh Burhanuddin agar anak-
anak bermain di halaman surau.
Syekh Burhanuddin ikut pula bermain
bersama-sama dengan anak-anak tersebut.
Setiap memulai permainan Syekh Burhanuddin
selalu mengucapkan nama Tuhan, bismillahir
rahmanir rahim dan bacaan doa-doa lain.
Itulah sebabnya anak-anak tertarik ingin
belajar dan ingin mengetahui isi doa yang
dibaca beliau. Setelah murid-murid makin
banyak mengaji, akhirnya setelah
dimusyawarahkan secara gotong royong

42 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
dibangun sebuah surau di Tanjung Medan yang
sampai sekarang dapat kita saksikan tempat
mengaji bagi anak-anak dan santri.

Kesepakatan Bukit Marapalam


Berita kegiatan Syekh Burhanuddin di Ulakan
ini meluas sampai ke daerah lain, ke Gadur
Pakandangan, Sicincin, Kapalo Hilalang, Guguk
Kayu Tanam terus ke Pariangan Padang Panjang
dan akhirnya sampai ke Basa Ampek Balai dan
raja Pagaruyung sendiri.
Alam Minangkabau waktu itu menjadi
goncang dan perhatian tertuju ke Ulakan sebagai
pusat pendidikan dan penyiaran Islam dengan
mengintensifkan ke seluruh pelosok
Minangkabau. Cara yang dilakukan ialah, dengan
meminta restu kepada Raja Pagaruyung. Apabila
Raja telah yakin akan kebenaran agama Islam ini
Alam Minangkabau akan mudah dipengaruhi.
Secara kebetulan, salah seorang temannya
belajar di Aceh, Datuk Maruhum Basa, diangkat
oleh Yang Dipertuan Kerajaan Pagaruyung
sebagai Tuan Kadhi di Padang Ganting.
Dengan diiringkan oleh Idris Majo Lelo, Syekh
Burhanuddin menemui Raja Ulakan yang
bergelar Mangkuto Alam, kemenakan Datuk

H.Mas’oed Abidin 43
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
Maninjun Nan Sabatang dan Ami Said, cucu
Kacang Hitam dengan maksud menyampaikan
niatnya memperluas ruang lingkup kegiatan
dakwah. Dengan kepandaian berbicara akhirnya
Mangkuto Alam ditunjuk menghadap Daulat Raja
Pagaruyung. Ajakan ini diterima baik oleh
Mangkuto Alam setelah dimusyawarahkan
dengan "Orang Nan Sebelas di Ulakan."
Berangkatlah Syekh Burhanuddin dan Idris
Majo Lelo bersama dengan Mangkuto Alam dan
Orang Nan Sebelas Ulakan dengan diiringkan
hulubalang seperlunya menghadap Daulat Yang
DipetuanRaja pagaruyung. Pertama yang ditemui
Datuk Bandaharo di Sungai Tarab. Atas inisiatif
Datuk Bandaro diundanglah basa Ampek balai
untuk membicarakan maksud dan tujuan "orang
Ulakan" tersebut., minta izin menyebarluaskan
ajaran Islam di Minangkabau.
Tempat sidang diadakan di sebuah bukit yang
dikenal dengan nama "Bukit Marapalam"
Keduanya merupakan norma hukum dan saling
isi mengisi yang akan jadi pedoman hidup
masyarakat Minangkabau. Inti sari konsepsi
Marapalam melahirkan ungkapan "adat basandi
syarak, sebagaimana disinggung oleh Scherieke
dalam bukunya "Pergolakan Agama di Sumatra
Barat (terjemahan) sejak tahun 1668 konsepsi

44 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
Marapalam itu dicetuskan sehingga alim ulama
di Minangkabau telah dapat melibatkan rakyat
dalam suatu aksi politik agama.
Konsepsi Marapalam ini dengan kerendahan
hati disampaikan ke hadapan daulat Raja
Pagaruyung. Kepada pembesar kerajaan
dimintakan pertimbangan yang diterima dengan
suara bulat.
Syekh Burhanuddin dan pengikutnya
diberikan kebebasan seluas-luasnya
mengembang agama Islam di seluruh Alam
Minangkabau.
Dalam pepatah adat disebutkan batas-
batasnya, " di dalam lareh nan duo, luhak nan
tigo, dari ikue darek kapalo rantau sampai ke
riak nan badabue" Syekh Burhanuddin dengan
gerakannya dilindungi oleh kerajaan Pagaruyung.
Bagaimana usaha Syekh Burhanuddin berhasil
mencapai kesepakatan dalam waktu yang
singkat dengan Yang Dipertuan Raja
Pagaruyung? Tak heran peranan gurunya di Aceh
dengan filsafah "adat bak po teumeureuhum,
huköm bak syiah kuala", (adat kembali pada
raja, Iskandar Muda, hukum agama pada Syiah
Kuala) teralir dalam pikiran muridnya Syekh
Burhanuddin di Ulakan.

H.Mas’oed Abidin 45
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
Daerah pesisir sebagai bagian dari rantau
Yang Dipertuan Pagaruyung menentang
kehadiran Persatuan Dagang Belanda (VOC)
yang mencoba menerapkan penguasa tunggal
dalam perdagangan dan memecah belah rantau
pesisir. Di antaranya dengan menciptakan
Perjanjian Painan tahun 1662.
Sedang di daerah pesisir mulai berkembang
surau-surau yang mengadakan perlawanan
terhadap monopoli dagang, seperti Muhammad
Nasir dari Koto Tangah, Tuanku Surau Gadang di
Nanggalo.
Antara Syekh Burhanuddin dengan Yang
Dipertuan Raja Pagaruyung mempunyai
kepentingan yang sama yaitu keutuhan Alam
Minangkabau.
Dengan kedua kepentingan antara keutuhan
daerah rantau kesepakatan mudah dicapai
antara Syekh Burhanuddin dengan Yang
Dipertuan Pagaruyung. Kesepakatan inilah yang
sering disebut dengan Perjanjian Marapalam.
Kemudian usaha Belanda ingin memasuki
pedalaman Minangkabau dirintis oleh Thomas
Diaz yang berangkat dari Patapahan menembus
hutan rimba dan tiba di Buo (1680) disambut
Raja Malio. Pengalaman Syekh Burhanuddin
bersama gurunya, Syekh Abdur Rauf sebagai
46 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
mufti kerajaan Aceh, menambah wawasan Syekh
Burhanuddin dalam politik keagamaan di
Minangkabau.
Peristiwa bersejarah di Bukit Marapalam dan
Titah Sungai Tarab menghadap kepada Yang
Dipertuan Kerajaan Pagaruyung telah tersiar di
seluruh pelosok Alam Minangkabau dan
menerima agama Islam dengan kesadaran. Islam
diakui sebagai agama resmi. Adat dan agama
telah dijadikan pedoman hidup dan saling
melengkapi. Saat itu lahirlah ungkapan "adat
menurun, syarak mendaki. Artinya adat datang
dari pedalaman Minangkabau dan agama
berkembang dari daerah pesisir.
Syariat Islam yang dibawa dan dikembangkan
oleh Syekh Burhanuddin telah menyinari Alam
Minangkabau banyaklah orang yang menuntut
ilmu agama. Dari mana-mana orang
berdatangan ke Tanjung Medan. Nama Tanjung
Medan sebagai pusat pendidikan dan pengajaran
ilmu Islam sudah masyhur. Surau Tanjung Medan
penuh sesak dengan murid-murid beliau.
Untuk menampung mereka dibangun lagi
surau-surau disekeliling surau asal. Menurut
catatan terdapat 101 buah surau baru di Tanjung
Medan yang merupakan satu kampus,

H.Mas’oed Abidin 47
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
permulaan sistem pesantren yang kita kenal
sekarang.
Perjanjian Marapalam kemudian berkembang
menjadi suatu proses penyesuaian terus
menerus antara adat dan agama Islam, saling
menopang sebagai pedoman hidup masyarakat
Minangkabau.
Syekh Burhanuddin telah meninggalkan jasa
yang gilang gemilang. Namanya senantiasa akan
hidup terus dan tak terlupakan sepanjang masa.
Sebelum meninggal dunia, Syekh Burhanuddin
tidak lupa mendidik kader penerus dalam usaha
menyebarluaskan ajaran Islam yang dilakukan
melalui latihan dan pendidikan.
Untuk meneruskan perjuangan beliau, Syekh
Burhanuddin melatih dan mendidik dua orang
pemuda Tanjung Medan, Abdul Rahman dan
Jalaluddin yang akan menggantikan kedudukan,
"khalipah" kelak. Menurut penilaiannya kedua
anak muda ini memenuhi pesyaratan dalam
mengemban tugasnya, baik dari akhlak,
kecerdaan serta ketrampilan dakwah. Untuk itu
ditetapkan Abdul Rahman sebagai khalipah I.
Idris Majo Lelo, teman akrab Syekh
Burhanuddin sedari muda bekerja bahu
membahu dalam menegakkan agama Islam.

48 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
Sebagai kehormatan atas jasanya, Idris Majo
Lelo diangkat menjadi Khatib nagari Tanjung
Medan dan jabatan itu berlangsung sampai
sekarang.

Tharekat Ulakan
Ajaran yang dikembangkan Syekh
Burhanuddin sebagai penganut mazhab Sjafii
adalah tharikat Syattariyah, yang dinamakan
juga tharikat Ulakan atau "martabat yang tujuh".
Martabat yang tujuh adalah mengenai
ketujuh tahap pancaran dari "ada yang mutlak",
bersumber dari ajaran al Halaj, Ibnu Arabi.
Menurut ajaran ini semua yang di alam
merupakan pancaran dari Allah. Pikiran ini
dikembangkan dari ajaran Wihdatul wujud,
bersatu dengan Tuhan. Penganjur faham
wihdatul wujud di Aceh adalah Syamsuddin Pasai
al Sumatrani dan Hamzah Fansuri. Menurut
Syamsuddin al Sumatrani, bahwa Allah itu roh,
dan wujud kita ini roh dan wujud Tuhan.
Sedangkan Hamzah Fansuri mengatakan
bahwa asal roh itu qadin, yakni roh Muhammad
s.a.w. karena ia dijadikan Allah dari pada nur
zatnya yang qadin. Man 'arafa nafsahu, faqad
'arafa rabbahu (siapa yang mengenal dirinya,
berarti mengenal Tuhannya), yang oleh Hamzah

H.Mas’oed Abidin 49
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
Fansuri diartikan bahwa manusia bersatu
dengan Tuhan, bersatu sifat dengan zat.
Adapun ajaran tharikat Syattariyah
mempunyai ciri-ciri khusus, antara lain:
a. tentang lafadz bahasa Arab dari pada imam
dan upacara-upacara berdasarkan bahasa
Arab yang kuno dan kurang murni.
b. Permulaan dan akhir puasa dilaksanakan
semata-mata atas rukyah, dalam arti dapat
dilihat dengan mata adanya bulan.
Pengaruh tharikat ini masih dapat disaksikan
sekarang lewat "basapa" ke makam Syekh
Burhanuddin di Ulakan. Dalam komplek makam
tersebut, pengikutnya melakukan ratib semalam
suntuk. Dalam ajaran tharikat, pendekatan dan
penghormatan kepada guru diutamakan sekali.
Jalan pikiran manusia dalam ajaran tharikat turut
mempengaruhi akan peningkatan amalannya
melalui makrifat (ilmu) dan hakikat (kebenaran
sejati = Tuhan).
Untuk memperoleh makrifat, perlu guru atau
khalipah. Tanpa guru, makrifat tidak akan
berhasil mencapai hakikat. Fungsi guru di sini
adalah sebagai perantara (rabuthah). Guru
menjadi komponen utama dalam
menghubungkan seseorang dengan Tuhannya

50 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
(hakikat), karenanya doa guru perlu disebut.
Menyebut nama guru ialah memudahkan doa
diperkenankan.
Proses pencapaian hakikat yang telah
diajarkan guru menuntut penghormatan kepada
guru, sehingga setelah meninggal jasa guru
perlu diingat dalam bentuk ziarah ke makamnya.
Dalam pikiran si murid, ulama dan guru tharikat
dianggap mempunyai kelebihan yang luar biasa
hingga dianggap keramat.
Tanah dan tempat-tempat yang pernah
dipakai oleh ulama tersebut perlu dihormat dan
dikunjungi.
Banyak di antara murid-murid Syekh
Burhanuddin yang mengembangkan ajaran
tharikat ini di Minangkabau. Salah seorang murid
yang terkenal ialah Tuanku Mansiang di
Paninjauan.
Setelah Syekh Burhanuddin wafat, banyak
pula orang yang berguru kepada Tuanku
Mansiang ini. Perkembangan kemudian cepat
berubah sesuai dengan perkembangan
pedalaman Minangkabau, Murid-murid Tuanku
Mansiang ini mendirikan surau-surau di
kampungnya dalam mengembangkan
keahliannya masing-masing.

H.Mas’oed Abidin 51
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
Pada pertengahan kedua abad ke-18 terjadi
perkembangan ilmu pengetahuan, politik dan
lahirnya cendekiawan sebagai salah satu unsur
kepemimpinan tali Tigo Sapilin.
Sejalan dengan itu lahir pula pembaharuan
pemikiran agama Gerakan "kembali ke syariat"
yang lebih dikenal dengan sebutan Gerakan
Padri (1784 - 1821) untuk mengatasi kemajuan
kehidupan masyarakat pada masanya.
Semuanya hasil pendidikan surau Syekh
Burhanuddin di Tanjung Medan, Ulakan.

AJARAN TARIKAT
DI MINANGKABAU

Pada awal perkembangan Islam lahir suatu


kelompok persaudaraan (tarikat) sebagai suatu
cara mendekatkan diri kepada Allah. Tarikat
adalah cabang ilmu agama yang disampaikan
filosof Islam. Penganutnya yang taat disebut sufi.
Seorang sufi menuntut ilmu agama bertahun-
tahun yang diajarkan seorang guru.

52 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
Pada masa itu, tarikat dan surau dapat
menyesuaikan diri dengan lembaga yang ada di
Minangkabau, tanpa menimbulkan pertentangan.
Pesantren (surau) lahir dan diterima seluruh
masyarakat sebagai tambahan lembaga
kehidupan di desa. Kelompok tarikat mahir
menanggapi situasi dan lebih menekan ajaran
pada usaha ketentraman batin sebagai hamba
Allah. Latihan kejiwaan dan zikir diselenggarakan
untuk mengingat Allah sehingga terpelihara
kesinambungan kehidupan di desa.
Pada abad ke-18, di Minangkabau terdapat
tiga kelompok tarikat: Naqsyabandiyah,
Syattariyah dan Kadiriyah. Ciri ketiga kelompok
itu sama, yaitu kepatuhan sepenuhnya yang
dituntut dari seorang murid kepada gurunya.
Di tempat belajar, mereka mengenal ajaran
Islam, disiplin dan latihan yang diterapkan
masing-masing guru.
Guru dan guru tuo (guru pembantu) mengajar
membaca Qur’an, tafsir dan kaedah agama serta
praktek lainnya untuk mencari keridhaan Allah
dengan tertib. Pada sore hari para santri
berkumpul sambil melaksanakan zikir dengan
menyebut asma Allah.
Organisasi sekelompok surau, kadang-kadang
terdiri dari 20 bangunan yang ditempati santri
H.Mas’oed Abidin 53
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
dari berbagai daerah. Setiap surau berada di
bawah pengawasan seorang guru tuo. Murid-
murid harus ikut membantu guru bekerja di
kebun atau sawahnya. Pada masa sibuk bertani,
belajar sering terganggu. Di samping itu, murid
menanam pisang atau buah-buahan di sekitar
surau mereka. Kehidupan mereka tergantung
dari hasil pertanian yang dijual ke pasar setiap
minggu. Surau-surau besar, biasanya berdiri di
desa-desa pusat perbelanjaan, yang disebut
pakan.
Seorang murid harus berpegang teguh pada
kepatuhan diri kepada guru. Kepatuhan ini
merupakan dasar sebelum melangkah
mempelajari ajaran Islam.
Pengajaran dasar bagi seorang muslim ialah
membaca Al Qur’an yang lebih menekankan
pada tajwid, bunyi (fonem) yang benar menurut
tata bahasa Arab. Sebelum memperdalam kitab
suci Al Qur’an, mereka harus pula mempelajari
nahu sharaf, tata bahasa Arab.
Bagi yang mendapat kesulitan
mempelajarinya, dapat beralih mempelajari
hukum Islam, syariat. Kajian syariat disebut fikih.
Buku fikih yang dipakai di semua surau tarikat
umumnya sama yaitu mengajarkan tiang Islam,
arkanul khamsah, yang digolongkan ke dalam
54 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
ibadah sebagai dasar kewajiban seorang muslim.
Kemudian diikuti dengan bimbingan berperilaku
yang benar. Lanjutannya ialah mempelajari
hukum yang berkaitan dengan pengendalian
hubungan sesama manusia, seperti hukum
warisan, dan lain-lain.
Surau-surau yang memperdalam kajian pokok
tentang hukum tersebut umumnya menjadi
surau yang mempunyai nama baik di
Minangkabau. Surau-surau Naksyah-bandiyah
umumnya terletak di desa-desa persimpangan
jalan perniagaan atau desa-desa pertanian yang
makmur.
Guru-guru tarikat bekerja sebagai petani
untuk nafkahnya sehari-hari. Sebagai guru, ia
harus pula menyiapkan suatu buku fikih dan doa-
doa upacara dalam bahasa Melayu berdasarkan
sumber-sumber dari bahasa arab.
Tarikat Syattariyah lebih banyak dikenal
pada akhir abad ke-18, yang diperkenalkan di
Sumatera oleh Abdur Rauf dari Singkil, Aceh
(1605-1693). Salah seorang muridnya bergelar
Syekh Burhanuddin, membawanya ke Ulakan
pada bagian ke dua abad ke-17. Dari Ulakan,
tarikat itu bersebar melalui jalur perdagangan
sampai ke Paninjauan dan Pamansiangan,

H.Mas’oed Abidin 55
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
kemudian ke Koto Tuo, di daerah Agam bagian
selatan yang kaya dengan sawah.
Di sebelah barat Koto Tuo berdiri surau-surau
tarikat yang banyak menghasilkan ulama.
Daerah ini dikenal dengan nama Ampek Angkek
berasal dari nama empat orang guru yang terpuji
kemasyhurannya dalam tarikat Syattariyah.10
Murid-murid di surau Syattariyah mempelajari
rangkaian pengetahuan Islam. Salah satu buku
yang pedoman dalam kajian Syattariyah adalah
karya Abdul Rauf.
Surau- surau lain di pedalaman Minangkabau
memperdalam suatu cabang ilmu agama
tertentu, sehingga terdapat spesialisasi
pengajaran.
Tuanku di Kamang tempat memperdalam ilmu
alat, nahu shraf, tata bahasa Arab; Koto Gadang
dan Rao (Pasaman) dalam ilmu mantik maani,
ilmu logika Islam; Tuanku di Koto Tuo dalam ilmu
tafsir Qur’an, tarbiyah, pendidikan; Tuanku di
Sumanik dalam ilmu hadith, tafsir dan faraidh
(ilmu warisan); Tuanku di Talang (Solok) dalam
ilmu sharaf, dan Tuanku Salayo dalam badi’,
maani dan bayan.

56 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
Seorang santri dapat pula memperdalam ilmu
kepada guru lainnya. Dengan demikian, terjadi
mobilitasi sosial yang tinggi di Minangkabau.
Pada tahun 1803, terjadi suatu peristiwa yang
kelak membawa akibat yang lebih jauh.

HAJI MISKIN
( ± 1860 - 1830)

Haji Miskin berasal dari Batu Tebal, Ampek


Angkek, telah ikut serta bersama Tuanku nan Tuo
memperbaiki keamanan para pedagang. Ia
berangkat menunaikan ibadah haji pada tahun
1803 bersama Haji Sumanik dan Haji Piobang.
Pada saat berada di Mekah, ia berkenalan
dengan aliran Zahiriyah yang dipelopori
Muhammad Abdul Ibnu Wahab ( 1703-1792),
sebagai lanjutan dari pemikiran Ibnu Taimiyah
(1263- 1308). Gerakan ini dikenal dengan nama
Gerakan Wahabi yang dapat mempergunakan
pengaruh keluarga Su'ud dari Nejd.
Ketiga haji itu menerangkan pengalaman
mereka masing-masing selama di Mekah kepada
tuanku-tuanku dan alim ulama di Luhak Agam,
H.Mas’oed Abidin 57
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
Tanah Datar dan Lima Puluh. Pada setiap
kesempatan, Haji Miskin menjelaskan aliran
Wahabi di Mekah dalam melaksanakan
pembaruan agama. Ia menganjurkan kembali ke
syariat berdasakan al Quran.
Mereka menentang menafsirkan fikih untuk
kepentingan dunia. Menentang bid'ah dan
khurafat yang dimasukkan ke dalam Islam.
Kembali ke ajaran yang murni, menurut ajaran
Wahabi, ialah menentang fatwa-fatwa ulama
yang mendasarkannya pada Qur an dan Hadis.
Di dalam fikih, kaum Wahabi menentang
segala macam qiyas. Di dalam kehidupan sehari-
hari, mereka menentang pemujaan orang
keramat. Hukumnya disamakan dengan
menyembah berhala. Mereka menentang minum
khamar, memakai pakaian dari sutra dan
memakai perhiasan emas.
Sekembali dari Mekah, Haji Miskin melengkapi
gagasan-gagasan pembaruan untuk mesyarakat
Minangkabau dengan ajaran-ajaran Al Quran
sebagai sumber hukumnya. Ia pindah ke daerah
IV Koto yang berbatasan dengan Agam bagian
selatan, suatu desa makmur di lereng Gunung
Singgalang. Ia menerapkan tuntunan hidup
berlandaskan kaidah agama dalam setiap sikap
hidup.
58 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
Haji Miskin meninggalkan Pandai Sikek dan
pindah ke Koto Laweh, suatu desa yang bersih, di
lereng Gunung Singgalang( 1805). Di desa ini
tinggal Fakih Saghir. Bersama Haji Miskin, Fakih
Saghir menerapkan hukum syariat pendamping
adat Minangkabau.
Dari Koto Laweh, Haji Miskin datang ke Bukit
Kamang. Kemudian ia tinggal bersama Tuanku
Nan Renceh di Surau Bansa (1807).
Haji Miskin dan Tuanku Nan Renceh mulai
mengatur rencana pembaruan secara
menyeluruh untuk menerapkan hukum
perdagangan Islam dalam melengkapi hukum
adat Minangkabau.
Para pedagang dapat menerimanya, baik
yang tinggal di Kamang atau maupun yang
datang ke sana. Mereka berjanji saling
membantu dalam transaksi antar pedagang.
Selama berada di Surau Bansa, Kamang,
Datuk Bandaro dan Malin Mudo dari Alahan
Panjang mendengar langsung ide pembaruan
dari pencetusnya, Haji Miskin. Tidak lama
kemudian Malin Mudo kelak dilantik menjadi
Tuanku Imam Bonjol* (1807).
Daerah Tuanku Nan Salapan dibentuk
bersama Tuanku nan Renceh terdiri dari Kamang,

H.Mas’oed Abidin 59
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
Candung, Ampek Angkek, Kubu Sanang,
Banuhampu, Sungai Puar, dan Padang Laweh. Di
daerah ini memancarkan kesejahteraan
penduduknya. Kekerasan dan perkelahian yang
terjadi akibat pengembangan pembaruan untuk
mengembalikan desa-desa melaksanakan syariat
Islam.
Kemudian Haji Miskin berunding dengan
Tuanku Nan Salapan. Mereka sepakat menunjuk
Tuanku Nan Renceh sebagai pemimpin Gerakan
Pembaruan, dan mencari seorang yang
berpengaruh untuk melindungi usaha
pembaruan. Pilihan jatuh kepada guru mereka,
Tuanku Nan Tuo
Tuanku Nan Tuo menyetujui maksud mereka,
tetapi tidak menyetujui kekerasan yang
dilakukan dalam pelaksanaannya. Kalau
pekerjaan mulia dilakukan dengan kekerasan,
akan menimbulkan kekacauan.
Cara ini dianggap menyimpang dari roh
Muhammad yang bijaksana. Inilah ajaran yang
tertera dalam 'Taufah mursala ila ruhun nabi.'
Sedangkan Tuanku Nan Renceh ingin
menerapkan gagasan-gagasan pembaruan yang
berbeda dengan cara yang dilakukannya dahulu
bersama Tuanku Nan Tuo.

60 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
Haji Miskin melanjutkan usaha pembaruan di
Luhak Lima Puluh. Pada tahun 1811, ia
berangkat ke ranah ini untuk menggugah ulama
muda, Malin Putih di Air Tabik, untuk melakukan
pembaruan. Ia berhasil baik. AiaTabit, suatu
daerah subur di kaki Gunung Sago. Fakih Saghir
datang kedaerah ini membantu Malin Putih yang
kemudian bergelar Tuanku Nan Pahit. Mereka
mendirikan sebuah benteng Bukit Kawi. Haji.
Miskin pindah ke Mesjid Sungai Lundi di nagari
Aia Tabik. khutbahnya berhasil menjadi sebab
lahirnya rencana perubahan.
Pembaruan yang dilancarkan Haji Miskin di Aia
Tabik bergema ke Halaban. Seorang ulama yang
mengikuti ajaran baru ini ialah Tuanku Luak di
Halaban.
Haji Miskin penyebar cita-cita dan ide
pembaruan masyarakat Minangkabau yang
terhunjam kuat dalam hati setiap tuanku- tuanku
atau ulama Muda di Tanah Minangkabau.
Dalam suasana ribut Haji Miskin mati
terbunuh dan dikuburkan di atas Bukit Kawi.
(1830).

H.Mas’oed Abidin 61
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI

TUANKU

Dalam tradisi adat yang diadatkan di


Minangkabau, gelar Tuanku adalah, gelar
pemimpin agama yang diberikan kepada
seorang ulama terkemuka, yang telah
menguasai ilmu agama (Islam) paripurna.
Lazimnya dibelakang gelar itu diikuti dengan
surau tempat ia mengajar. Gelar tuanku sebagai
pemimpin surau diresmikan dalam suatu
upacara.
Sedangkan gelar Syekh* sebagai gelar
tertinggi seorang ulama di Minangkabau,
merupakan “guru gadang” yang masih langka
pada awal Gerakan Kembali ke Syariat. Gelar
syekh diberikan oleh guru kepada muridnya
secara beranting sebagai kepercayaan telah
diakui mempunyai ilmu agama paripurna, seperti
halnya Pono diberi gelar Syekh Burhanuddin
Ulakan oleh gurunya, Abdurauf al Singkli.
Penobatannya dilakukan dengan memberikan
pakaian (jubah) pemberian guru Abdurrauf di
Mekah. Dengan demikian secara berantai terjadi
hubungan guru-murid yang tidak putus-
putusnya.

62 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
Setingkat di bawah Tuanku ialah gelar Peto
dan Labai*, bila seseorang yang telah menguasai
fikih, tarikat dan ilmu hakekat. Gelar ini berasal
dari Turki. Seorang labai atau peto hanya diberi
hak memimpin jamaahnya, dan belum berhak
memimpin surau sendiri.
Tingkat ketiga, Malin, gelar seorang guru
bantu (guru tuo) yang dipercaya tuanku
memberikan bimbingan kepada murid-murid
pada suatu surau. Seorang malin (maulana atau
mu’allim)* telah memiliki pengetahuan agama
yang lebih luas dari murid-murid lainnya.
Setelah bertahun-tahun belajar pada seorang
ulama (surau), seorang murid yang telah
menguasai ilmu fikih dan sanggup membaca
do'a-doa, lalu diberi gelar Pakih. Sedangkan yang
sanggup membaca Al Qur’an, diberi gelar Kari.

TUANKU NAN TUO


H.Mas’oed Abidin 63
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
(1750 - l830)

Tuanku Nan Tuo adalah seorang ulama


pembaru Islam di pedalaman Minangkabau yang
memimpin surau di Koto Tuo*, Ampek Angkek
pada pertengahan abad ke-18.
Murid-Murid yang belajar di surau Syattariah
terbuka untuk mempelajari seluruh rangkaian
pengetahuan Islam. Salah satu buku yang
dipelajari adalah karya Abdurrauf yang
memperlihatkan penghargaan yang tertinggi
terhadap "syariat". Ajaran ini dibawa Syekh
Burhanuddin Ulakan sekembalinya belajar pada
Syekh Abdurrauf al Singkli di Aceh. Beberapa
surau Syattariyah mempelajari cabang ilmu
agama, sehingga terjadi spesialisasi pengajaran
agama Islam di Minangkabau.
Masing-masing surau itu memperdalam salah
satu cabang ilmu agama, seperti: Surau Kamang
dalam ilmu alat (nahu sharaf dan tata bahasa
Arab), Koto Gadang dalam mantik ma'ani, Koto
Tuo dalam ilmu tafsir Quran, tarbiyah dan
hadith), Surau Sumanik dalam ilmu faraidh
(pewarisan) hadis; Surau di Talang dalam badi',
maani dan bayan (tata bahasa Arab ), Tuanku di
Sumanik dalam ilmu hadis, tafsir dan faraidh,

64 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
Tuanku di Talang dalam ilmu sharaf, sedangkan
Tuanku di Salayo dalam ilmu nahu nan tiga
(badi', maani dan bayan. Kedua ulama terakhir
mencapai derajat yang tinggi sebagai ulamiyah.
Dalam hal ini Tuanku Nan Tuo mempelajari
ilmu-ilmu itu dari tuanku-tuanku itu, akhirnya
lebih dikenal sebagai ulama yang kisyaf yang
mempunyai pengetahuan yang luas dalam
mantik, maani, hadis, tafsir, tarbiyah, danu
agama lainnya.
Pada akhir abad ke-18, surau Koto Tuo
memperkenalkan pembaruan berdasarkan
hukum Islam kepada masyarakat luas. Murid
surau Koto Tuo kira-kira seribu orang berasal dari
pelosok Minangkabau dan daerah rantau.
Ajaran Syattariah yang diperkenalkan
mengenai ilmu hakekat, ilmu pengetahuan
tentang tauhid dalam 'mencari Tuhan'. Murid dan
guru melibatkan diri dalam perdagangan yang
berasal dari langganan luar negeri, seperti
Amerika, Inggeris, Tamil dan Gujarat.
Tuanku Nan Tuo berfatwa tentang
perlindungan terhadap pedagang dan
menguraikan syariat Islam yang berhubungan
dengan keamanan pedagang. Fatwa ini dikenal
dengan nama gerakan kembali ke syariat. Ia
mengajarkan murid-muridnya cara menggalang
H.Mas’oed Abidin 65
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
persatuan bagi masyarakat Minangkabau
menurut perintah Tuhan. Inti ajarannya ialah
ketaatan pada ajaran-ajaran Al Quran dalam
mengatur harta warisan, penceraian dan jual beli
barang. Semenjak itu Tuanku Nan Tuo terkenal
sebagai pelindung pedagang.
Tuanku Nan Tuo bersama Haji Miskin, sebelum
menunaikan ibadah haji ke Mekah, mencari
jawaban tentang pembagian harta warisan
menurut fikih.
Menurut Tuanku Nan Tuo harta dibagi atas
harta pusaka dan harta pencaharian. Harta
pusaka diwariskan menurut hukum adat
Minangkabau. Harta pencaharian jatuh ke tangan
anak, dengan perbandingan antara anak laki
dengan anak perempuan 2: 1.
Tuanku Nan Tuo melihat banyak hal yang
sesuai antara adat dengan syariat menurut
mazhab Syafei, terutama yang berhubungan
dengan harta pusaka.
Semenjak tahun 1784, hukum Islam menjadi
kajian yang penting dari surau Koto Tuo. Murid-
murid Tuanku Nan Tuo yang terbaik ditugaskan
melaksanakan dakwah ke luar Ampek Angkek,
terutama desa yang menghalangi usaha
perdagangan. Semenjak itu Tuanku Nan Tuo

66 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
dikenal sebagai pelindung pedagang di
Minangkabau.
Jalaluddin gelar Fakih Saghir yang kemudian
mendirikan surau di Koto Laweh, gerbang jalan
ke Pariaman melalui Mudik Padang; Tuanku
Bandaro dari Alahan Panjang meneruskan
pembaruan di Bonjol bersama Tuanku Imam
Bonjol; Pakih Muhammad bergelar Tuanku Rao di
Rao Mandahiling, Saidi Muning bergelar Tuanku
Pasaman kemudian bergelar Tuanku Lintau di
Lintau.
Pendidikan lainnya di surau Tuanku Nan Tuo
ialah ilmu bela diri, silat dan pencak sehingga
setiap murid siaga serempak menjadi pemuda
trampil dan mampu menggunakan senjata di
medan laga.
. Menjelang tahun 1790 daerah Ampek
Angkek mengalami kemajuan besar atas usaha
Tuanku Nan Tuo. Pedagang lebih senang
membawa barang dagangannya melalui Agam
terus ke Koto Laweh, kemudian meneruskan
perjalanannya melalui bukit antara Gunung
Singgalang dan Gunung Tandikek menuju Mudik
Padang dan terus ke Pariaman. Mereka dapat
bergerak dengan leluasa, yang belum pernah
dialami sebelumnya.

H.Mas’oed Abidin 67
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
Pembaruan Islam dilaksanakan di surau-surau
yang memajukan pendidikan surau dan
memajukan perdagangan.
Pusat-pusat perdagangan di pedalaman
Minangkabau dikuasai oleh surau-surau, seperti
Tuanku Damansiang di Pandai Sikek, Jalaluddin di
Koto Laweh, Tuanku Nan Renceh di
Kamang;Tuanku Nan Tuo di Ampek Angkek, dan
kemudian Tuanku Bandaro dan Tuanku Imam
Bonjol di lembah Alahan Panjang Panjang,
Tuanku Rao di Rao, Tuanku Barumun di Kota
Pinang dan Barumun..
Telah terjadi pratagoni di daerah Islam
berkembang dengan pembaruan dan perbaikan
moral masyarakatnya yang memancarkan
kemakmuran..
Pemerasan yang sering terjadi terhadap
pedagang dan pemungutan pajak pengawasan
pada jalan dagang tradisional dari Jaho
Tambangan ke Bukit Punggung Jawi terus ke
Kayu Tanam dan Lubuk Alung yang diawasi
dubalang Tuanku Gadang dari Batipuh.
Dengan adanya perubahan itu di pedalaman
Minangkabau berlaku pertanian pola rakyat,
menggantikan pola raja yang dikuasai kerajaan
Pagaruyung.

68 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
Belanda memasuki Minangkabau pada tahun
1821 dan ingin menguasai pusat perdagangan di
pedalaman Minangkabau. Kemudian Belanda
mendirikan benteng Gedung Batu di Koto Tuo.
Selama enam tahun hulubalang Tuanku Mudo,
pangka tuo (pemimpin ) hulubalang Tuanku
Imam Bonjol tinggal di daerah Ampek Angkek.
Peperangan tak terelakkan antara pro
golongan pembaruan dengan pengikut Tuanku
Nan Tuo. Tuanku Nan Tuo meninggal dunia pada
tahun 1830 berlumuran darah di surau yang
dibangunnya dengan Qur an tetap dipegangnya.

TUANKU LINTAU
( ± 1770 -1832 )

Tuanku Lintau seorang ulama di Tanah Datar.


Ia anak seorang penghulu bergelar Datuk Sinaro.
H.Mas’oed Abidin 69
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
Nama kecilnya Saidi Muning dan belajar di surau
Tuanku Nan Tuo di Koto Tuo, melanjutkan
pelajarannya di Natal dan Pasaman. Kemudian
memimpin suraunya yang terletak di pantai di
Pasaman. Semenjak itu ia dipanggil orang
Tuanku Pasaman.
Pada tahun 1813, Tuanku Pasaman kembali ke
kampung halamannya di Lintau, di lembah
Sinamar. Ia berpendapat, misinya harus
diarahkan pada pembaruan tingkah laku
masyarakat di sekitar kerajaan Pagaruyung. Ia
sangat terkesan dengan pembaruan yang
dilakukan Tuanku Nan Renceh, di Kamang.
Muningsyah, Raja Pagaruyung, tidak
menentang gerakan pembaruan yang dilakukan
Tuanku Nan Renceh dan Tuanku Pasaman di
Lintau untuk perbaikan moral masyarakat Tanah
Datar. Tetapi, kerajaan Pagaruyung dan beberapa
desa-desa sekitarnya, acuh tak acuh terhadap
kehidupan masyarakat. Mereka bahkan
menunjukkan permusuhan, sehingga timbul
pertentangan di tengah masyarakat.
Kerusuhan menjalar ke desa-desa sebelah
timur Tanah Datar.
Tuanku Pasaman memutuskan mengakhiri
sifat otonomi desa yang berlaku selama ini. Raja
Pagaruyung tidak mempunyai niat untuk
70 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
melakukan pembaruan. Sesungguhnya
Pagaruyung telah lumpuh. Tuanku Pasaman
berkesimpulan, prasyarat berhasilnya
pelaksanaan idenya, ialah dengan jalan
melaksanakan administrasi pemerintahan yang
seragam di Tanah Datar. Tindakan yang akan
dilakukannya ialah menyingkirkan keluarga
kerajaan, dan menyerang desa-desa yang paling
erat dengan kerajaan Pagaruyung. Ia yakin
bahwa sistem kerajaan Pagaruyung menjadi
penghalang cita-citanya.
Pada tahun 1815, ia mengajak Raja Alam
beserta keluarga kerajaan lainnya untuk
bermusyawarah di Koto Tangah, antara Barulak
dengan Saruaso. Pada pertemuan itu tiba-tiba
Tuanku Pasaman menuduh Raja Alam kurop dan
tidak beragama. Ia memerintahkan menyerang
raja. Banyak anggota keluarga Pagaruyung mati
terbunuh dalam peristiwa itu, termasuk dua
orang anak Raja Alam Pagaruyung. Raja
Muningsyah bersama cucunya dapat meloloskan
diri ke Lubuk Jambi. setelah terjadi Peristiwa Koto
Tangah itu.
Tuanku Pasaman menyerang Lubuk Jambi
pada tahun 1823 untuk dapat menguasai kota
dagang di pantai timur melalui Sinamar. Tuanku
Pasaman berusaha memperkuat kedudukannya

H.Mas’oed Abidin 71
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
di mata penduduk pusat kerajaan. Ia mengawini
anak Raja Ibadat terakhir yang meninggal pada
tahun 1817.
Kemudian ia memindahkan kedudukannya
dari Sumpur Kudus ke Lintau dan menyatakan
dirinya sebagai pemegang waris Raja Adat dan
Raja Ibadat. Semenjak itu pula ia lebih dikenal
dengan gelar Tuanku Lintau.
Tuanku Lintau dapat meluaskan sistem administrasi
Padri di daerahnya dengan dukungan hulubalang yang
berpakaian merah untuk membedakannya dengan
dubalang yang berwarna hitam. Di daerah bukit
sebelah timur Lintau, sistem Padri diterima dengan
baik. Penduduk Buo dan Kumanis menganut ajaran
Padri. Di sebelah utara Lintau, di lereng Gunung Sago,
berada di bawah hulubalang Tuanku Lintau yang
bernama Tuanku Halaban.
Sehubungan dengan serangan itu, dasar-dasar
ekonomi dan politik Kerajaan Pagaruyung lumpuh.
Keluarga kerajaan berusaha menyelamatkan diri dari
kehancuran dengan kembali kepada sekutu lama,
Belanda. Semua nagari yang terletak pada jalur Koto
Piliang ke pantai barat ikut menandatangani perjanjian
dengan Belanda pada tahun 1819. Nagari-nagari ini
diwakili dua beradik Sultan Saruaso dan Raja Alam
Bagagarsyah dari Pagaruyung dan Nagari Duo
Puluh Koto dan Batipuh. Mulai saat itu Gerakan
72 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
Pembaruan Padri berhadapan dengan Belanda
yang kemudian berubah menjadi Perang Padri.
Kawasan Lintau dipisahkan dengan pusat
Tanah Datar oleh punggung bukit barisan dengan
lembah-lembah yang dalam. Bukit pemisah ini
ialah Bukit Marapalam dipergunakan sebagai
benteng perlindungan yang sulit ditembus dari
arah Tanah Datar. Punggung bukit di sekitar
Lintau ditanam dengan kopi.
Kawasan ini merupakan pertemuan bukit yang
membentuk lereng-lereng yang mendaki. Di
sela-sela bukit ini mengalir mata air yang dapat
dimanfaatkan untuk mengairi sawah-sawah yang
terletak di tengah kebun kopi, dikelilingi oleh
sawah yang subur, yang mendatangkan
kesejahteraan penduduknya.
Halaban dan Lintau semenjak lama
mempunyai hubungan dagang dengan pantai
timur, di hulu Kampar Kiri dan Kampar Kanan.
Pada tahun 1813, ia membenahi desanya,
Lintau. Semenjak tahun 1820 melakukan upaya
mengawasi lalu lintas perdagangan jalur
Indragiri. Sejak itu pula ia terkenal sebagai
Tuanku Lintau. Penduduk Lintau melakukan
penukaran kopi dengan barang-barang katun
dan garam. Terbukti bahwa terdapat hubungan

H.Mas’oed Abidin 73
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
antara kemakmuran dengan diterimanya asas
pembaruan Islam (Protagoni).
Kedatangan serdadu Belanda ke Tanah Datar
dilaporkan kepada Tuanku Imam Bonjol oleh
Tuanku Kacik. Utusan itu menyatakan bahwa
pasukan Belanda dengan sekutunya akan
menyerang Lintau.
Pasukan Belanda menyerang Bukit Marapalam,
bergerak dari Pagaruyung dengan kekuatan 8
pucuk meriam. Pasukan ini dapat dipukul
mundur sampai ke desa Tanjung. Empat pucuk
meriam dapat dirampas hulubalang Lintau.
Empat hari kemudian, Belanda kembali mencoba
menyerang Bukit Marapalam dari arah desa
Tanjung. Peristiwa ini terjadi pada 13 April 1823.
Pasukan hulubalang Bonjol di bawah pimpinan
Tuanku Mudo yang sedang berada di Ampek
Angkek, mendengar serangan Belanda ke Bukit
Marapalam itu, segera bergerak ke lembah Bukit
Marapalam. Pasukan Bonjol menyerang dari arah
utara sehingga hulubalang Lintau dapat
menguasai medan pertempuran. Pasukan Lintau
dan hulubalang Bonjol dapat menguasai
lapangan pertempuran.
Kekalahan ketiga kalinya bagi pasukan
Belanda terjadi pada tanggal 16 April 1823 yang
dikenal sebagai Hari Keprajuritan Perlawanan
74 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
Lintau. Peristiwa serangan Belanda dan
perlawanan hulubalang Lintau tercantum pada
relief Museum Perjuangan Taman Mini Indonesia
Indah, Jakarta. Pada serangan itu Belanda
mendapat kekalahan tiga orang perwira, 45
serdadu Belanda mati, 9 perwira luka dan 178
prajurit menderita luka. Empat buah meriam
Belanda dapat dirampas.
Pertahanan Tuanku Lintau (1813-1830) baru
ditembus pasukan Belanda melalui
pengkhianatan yang dilakukan dalam malam
pekat ketika hujan turun dengan deras.

TUANKU NAN
RENCEH
( ± 1780 - 1832)

H.Mas’oed Abidin 75
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
Seorang ulama yang cerdas, murid Tuanku
Nan Tuo. Setelah menyelesaikan pendidikan di
Koto Tuo, ia kembali ke kampung halamannya, di
Bansa, Kamang. Tuanku Nan Renceh
mengundangkan jihad dari Surau Bansa,
Kamang.11
Walau sebagai seorang petani, ia mampu
memberikan pelajaran dengan semangat
perjuangan di suraunya. Ia melakukan
penyerangan terhadap nagari sekitarnya, seperti
Kamang, Tilatang, Padang Tarok, Ujung Guguk,
Candung, kemudian Matur dan Lima Puluh.
Dengan tubuhnya yang kurus tinggi dan
pandangan mata yang menyala ia memberi
contoh bagaimana ajaran agama ditegakkan
tanpa ditawar-tawar.
Masyarakat ingin ditegakkan adalah
masyarakat muslim yang tidak mengenal
menyabung ayam, minuman keras, menghisap
candu, makan sirih dan tidak meminta doa ke
kuburan dan melarang laki-laki memakai sutra
dan perhiasan emas. Siapa yang tidak taat
dihukumnya.. Ia ingin menegakkan agama di
tengah masyarakat, dan tampak pengaruh
Wahabi dalam tindakannya.
Tuanku nan Renceh dapat menundukkan
seluruh daerah Kamang. Kemudian Magek, Salo,
76 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
Koto Baru. Di nagari yang mengakuinya disusun
pemerintahan menurut Islam dikepalai oleh
seorang imam dibantu oleh seorang kadhi.
Berangsur-angsur Tuanku Nan Renceh
menaklukkan nagari yang keras menantangnya.
Nagari itu dibakar dan dibinasakan. Pembaruan
yang dicanangkan itu akhirnya disetujui surau-
surau di Agam, antaranya tuanku nan salapan.
Haji Miskin kemudian berunding dengan
Tuanku Nan Renceh dari Surau Bansa (1807).
Tuanku Nan Renceh bersama Haji Miskin mulai
mengatur rencana pembaruan secara
menyeluruh. Mereka menghapuskan kebiasaan
buruk yang dilarang agama Islam.
Gagasan kedua orang pembaru ini untuk
menerapkan hukum perdagangan Islam
melengkapi hukum adat Minangkabau yang
diterima baik oleh pedagang, baik yang tinggal
di kamang, maupun yang datang ke Kamang
Musyawarah dengan tuanku nan salapan,
Tuanku Kubu Sanang, Tuanku Kalung, Tuanku
Ladang Laweh, Tuanku Padang Luar, Tuanku
Kubu Ambalau, dan Tuanku Lubuk Aur,
menghasilkan kesepakatan menunjuk Tuanku
Nan Renceh sebagai pemimpin geralan
pembaruan dan mencari seorang yang
berpengaruh untuk melindungi usaha
H.Mas’oed Abidin 77
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
pembaruan yang akan dilakukan. Pilihan jatuh
kepada guru mereka, Tuanku Nan Tuo.
Perbedaan pendapat antara Tuanku nan
Renceh dengan Tuanku nan Tuo, tidak dapat
dielakkan. Tindakan Tuanku Nan Renceh tidak
disetujui Tuanku nan Tuo Tuanku Nan Tuo
melarang Tuanku Nan Renceh dengan beribu-ribu
orang Kamang yang ingin menyerang Kurai.
Akhirnya Tuanku Nan Tuo memanggil Tuanku
Nan Renceh musyawarah menghentikan
pembakaran dan pembunuhan sesama orang
Islam. Tuanku Nan Renceh mengemukakan jihad
berdasarkan fikih. Orang yang tidak
menjalankan perintah agama dapat dirampas
harta dan jiwanya.
Tuanku Nan Tuo mendasarkan pikirannya pada
tarikat, Tindakan kekerasan hanya boleh dilakukan
terhadap orang yang terang terangan menentang
ajaran Islam. Akhirnya perbedaan pendapat
diselesaikan dengan sumpah disaksikan Quran.
Di beberapa nagari, seorang ulama
ditempatkan dalam pemerintahan adat. Wadah
lain hasil perjuangannya jabatan Imam, yang
pada mulanya pemimpin sembahyang
berjamaah, dan kemudian ikut memimpin
pertahanan nagari, dan Tuan Kadi, mengatur

78 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
akad nikah, talak rujuk dan pengawasan hukum
dalam nagari.
Perjuangan para ulama dikoordinasi ke dalam
Tuanku nan Salapan yang terdiri dari :
1. Tuanku nan Renceh dari Kamang
2. Tuanku Kubu Sanang
3. Tuanku Ladang Laweh di Banuhampu
4. Tuanku Padang Luar
5. Tuanku Galung di Sungai Puar
6. Tuanku Koto Ambalau
7. Tuanku Lubuk Aur
8. Tuanku Pamansiangan nan Mudo di
Mansiangan
Munculnya kelompok militan bukan ide
pembaruan yang dikembangkan. Tatkala
kelompok ini ingin melaksanakan aksinya,
mereka menghadap orang arif di Koto Tuo lebih
dahulu. Pengaruhnya atas masyarakat luas
merupakan faktor penentu. Apalagi sebagian
besar para ulama itu pernah menjadi murid
ulama besar ini. Pada awal gerakan pembaruan
ini dibina atas hubungan pemimpin kharismatik
dengan pengikutnya. Inilah yang disebut
hubungan guru murid.

H.Mas’oed Abidin 79
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
Usulan Tuanku Nan Renceh beserta
kelompoknya untuk melaksanakan aksi gerakan
dengan kekerasan tidak dapat diterima Tuanku
nan Tuo. Beliau sependapat dengan gagasan
untuk terus menegakkan prinsip-prinsip ajaran
Islam yang murni.
Dalam segala hal, Tuanku nan Tuo
menyediakan diri dan mencurahkan tenaganya
guna pembaruan, seperti telah dilaksanakannya
jauh sebelumnya. Tetapi ia berbeda pendapat
mengenai cara mencapai tujuan.
Maka dinasehatkannya agar mereka
menempuh jalan yang lebih lunak untuk
menghindarkan kerugian yang tidak diperlukan.
Dalam pengambilan keputusan mereka
menemukan jalan bersimpang dua. Tuanku nan
Tuo beserta murid-muridnya yang setia, tetap
melaksanakan pembaruan dengan cara lunak.
Sedangkan Tuanku nan Renceh dengan
kelompoknya mengambil jalan kekerasan.
Ternyata, Tuanku nan Renceh pula yang memikul
beban langkah pertama untuk melaksanakan
perubahan itu. Ia memulai gerakan di kampung
halamannya.
Pergolakan-pergolakan umum segera
menyebar ke nagari-nagari di seluruh
Minangkabau. Tuanku nan Renceh
80 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
mengemukakan jihad berdasarkan fikih. Orang
yang tidak menjalankan perintah agama dapat
dirampas jiwa dan hartanya.
Tuanku nan Tuo mendasarkan fikirannya
menurut ajaran tarikat. Tindakan kekerasan
hanya boleh dilakukan terhadap orang yang
terang terangan menentang ajaran Islam.
Akhirnya perbedaan pendapat diselesaikan
dengan sumpah disaksikan Quran. Namun
demikian kelompok Tuanku nan Renceh meminta
Tuanku Pamansiangan nan Mudo sebagai
penasihat mereka.
Serangan Belanda, untuk menguasai
perdagangan kopi dan kulit manis dari Kamang,
di Koto Baru dan Kapau mendapat perlawanan
yang gigih dari hulubalang Tuanku nan Renceh.
Banyak korban yang berjatuhan di pihak
Belanda sehingga dipaksa mundur ke
Bukittinggi. Beberapa pucuk meriam Belanda
dapat direbut di Kapau. Serangan-serangan
Belanda merupakan pengalaman baru rakyat
Minangkabau berhadapan dengan penguasa
bangsa asing. Perlawanan semesta dengan
menggunakan parit dan rintangan alam seperti
bukit, lembah dan gunung.
Sentot, seorang bekas pemimpin pasukan
Diponegoro yang dikirim Belanda ke
H.Mas’oed Abidin 81
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
Minangkabau bersama 300 orang
pasukannya.(1829). Pasukan Raden Noto
Prawiro dan T. Prawiro Sabiro menyerang
kedudukan Tuanku Nan Renceh. Dalam
pertempuran itu, Tuanku nan Renceh
menghembuskan nafas penghabisan (Juni 1832).
Namun Raden Noto Prawiro dan Sabiro
melihat masyarakat Kamang yang Islami dan
keberanian hulubalang Tuanku nan Renceh di
Kamang berjuang seperti dilakukannya bersama
Diponegoro dulunya.

82 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU

Tuanku Imam
Bonjol
(1772 - 1854)

Seorang tokoh gerakan pembaru Islam, dan


seorang pemimpin Padri yang berhasil
mengembangkan perdagangan di pantai barat,
pantai timur sampai ke Tapanuli Selatan. Ia juga
seorang ahli benteng yang terkenal dengan
nama Bonjol di Minangkabau. Nama kecilnya
Muhammad Syahab. Keluarganya berasal dari
batas Rimbang, Agam.
Sebagai pendatang di Tanjung Bungo, Alahan
Panjang, dua orang bersaudara, Syekh Usman
dan Hamatun diterima sebagai anak kemenakan
dengan “mengisi adat” pada salah seorang Rajo
Ampek Selo Alahan Panjang, Datuk Sati, di
Ganggo Hilir.
Kaumnya diizinkan pula mengangkat Syekh
Usman sebagai penghulu kaum Koto, bergelar
Datuk Sajatinyo. Hamatun, adiknya dikawinkan
dengan Khatib Bayanuddin, seorang guru agama

H.Mas’oed Abidin 83
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
berasal dari Kampung Batas Rimbang, Palupuh
Kabupaten Agam. Mereka menetap di Tanjung
Bungo.
Dari perkawinannya, mereka dikaruniai tiga
orang putri, Sinik, Santun dan Halimatun dan
seorang anak laki-laki bernama Muhammad
Sahab, yang kemudian terkenal dengan nama
Tuanku Imam Bonjol. Muhammad Sahab
dilahirkan di kampung Tanjung Bungo pada
tahun 1772.
Pada usia 7 tahun, ia belajar mengaji al
Quran di Kampung bakonya di Batas Rimbang,
Luhak Agam. Pada tahun 1792 -1800, belajar
pengetahuan agama di Surau Tuanku Bandaro di
Padang Laweh. Tuanku Bandaro adalah seorang
murid Tuanku Nan Tuo di Koto Tuo, Ampek
Angkek. Semenjak tahun 1802, Muhammad
Syahab menjadi guru tuo (pembantu) di surau
gurunya dengan bergelar Malin Basa.
Pada tahun 1805, selama tiga bulan, Tuanku
Datuk Bandaro bersama Malin Basa belajar ke
Surau Bansa di Kamang. Mereka mengenal
langsung pembaruan agama Islam yang
dicetuskan oleh Tuanku Nan Renceh bersama
Tuanku Haji Miskin.
Dari Tuanku Nan Renceh, ia mendapat
pengetahuan memajukan kesejahteraan
84 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
masyarakat dengan melindungi pedagang dan
mempergunakan bedil yang diperdapatnya dari
Tuanku Sumanik.
Dari Tuanku Haji Miskin, mereka mendapat
dasar pengetahuan fikih tentang hak warisan
dan hukum perdagangan.
Sebagai salah seorang murid Tuanku Nan Tuo,
Datuk Bandaro bersama Malin Basa
memperkenalkan pembaruan berdasarkan
hukum Islam yang mengatur hak masyarakat
dalam perdagangan dan warisan. Datuk Bandaro
mempergunakan wibawanya mengumpulkan
seluruh rakyatnya untuk melaksanakan
pembaruan itu. Semenjak itu, Malin Basa
bergelar Peto Syarif.
Pada tahun 1807, Peto Syarif dan
pengikutnya pindah dan mendirikan Koto di
bawah Bukik Tajadi yang kemudian bernama
Bonjol (1807). Ia diangkat oleh Nyiak Angku
menjadi Tuanku Imam. Bonjol dipimpin oleh
Tuanku nan Barampek yangdipimpin oleh Tuanku
Imam dan diresmikan oleh sebagai pemimpin
pembaruan Islam oleh rombongan dari Kamang
(1808).
Tuanku Nan Gapuk dan Tuanku Nan Hitam
ditugaskan belajar silat ke Tuanku Andaleh di
Palembayan. Keduanya menjadi pelatih
H.Mas’oed Abidin 85
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
hulubalang Bonjol. Tuanku Nan Hitam sebagai
Tuanku Kadi memimpin hukum Islam. Hulubalang
dipimpin pangka tuo, di bawah pimpinan Tuanku
Mudo.
Tuanku Imam Bonjol berusaha mengamankan
jalan perdagangan di pantai barat dan pantai
timur Sumatra dengan bantuan hulubalang.
Pembaruan sejalan dengan perlindungan
pedagang dari Kumpulan terus ke Sasak dan
Tiagan.
Peto Magek, mantu Yang Dipertuan Parik
Batu, seorang pedagang kaya, memasok
keperluan Bonjol dengan meriam Inggeris.
Pembaruan Islam berlanjut ke Suliki, Mahek,
terus ke Kuok, Bangkinang dan Salo.
Di tiap-tiap nagari-nagari ditanam imam
khatib dan kadi. Tuanku Imam meresmikan Pakih
Muhammad menjadi Imam Besar bergelar
*Tuanku Rao berkedudukan di Padang Mattinggi,
Rao.
Bersama Tuanku Mudo, Tuanku Rao
mengamankan jalan dagang menuju Sosa dan
Barumun di pantai timur, dan mengangkat
menantu Tuanku Rao sebagai Tuanku Barumun.
Tuanku Gadubang dari Huta Na Godang
menyebarkan pembaruan Islam di Tapanuli
Selatan.
86 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
Bonjol menjadi pusat pembaruan Islam dan
perdagangan di Minangkabau. Banyak harta
rampasan dibawa ke Bonjol dan perilaku
hulubalang banyak yang tidak dsenangi
masyarakat. Tuanku Imam Bonjol berundang
dengan Tuanku Rao, Tuanku Barumum dan
Tuanku Kadi untuk mencari hukum ke sumber
asli, di Mekah dan di Madinah. Mereka sepakat
mengirim anak kemenakan dipimpin oleh Tuanku
Barumun.(1811).
Kembali dari Mekah, Tuanku Imam Bonjol
mengakui kesalahan dengan menyatakan bahwa
kesalahan harus diperbaiki. Penyelesaian adat
dikembalikan kepada Basa dan penghulu, dan
urusan agama diselesaikan oleh alim ulama.
Semenjak itu berlaku adat basandi syarak (1813)
dan berlaku di Minangkabau, Agam, Tanah Datar
dan Negeri Danau. Segala harta rampasan
(ghanimah) dikembalikan kepada pemiliknya.
Selama 25 tahun, Imam Bonjol menjadi basis
gerakan pembaruan berdasarkan ajaran adat
dan syarak. Selama itu pula perdagangan
Minangkabau berjalan dengan baik. Amerika dan
Inggeris menjadi langganan komoditi pertanian
Minangkabau, seperti kopi, lada, dan kulit manis.

H.Mas’oed Abidin 87
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
Pada tahun 1820, Tuanku Nan Renceh
meninggal dunia dan kepemimpinan pindah
kepada Tuanku Imam Bonjol.
Pengaruh kepemimpinan Tuanku Imam Bonjol
makin terasa di seluruh Minangkabau sampai ke
Tapanuli.
Ketika Belanda memasuki pedalaman
Minangkabau pada tahun 1821 berkali-kali
hulubalang Bonjol dibantu hulubalang Rao-
Mandahiling menyerang kedudukan Belanda di
Agam dan Tanah Datar.
Pandai Sikek direbut kembali (1825) dan
Tuanku Pamansiangan kembali dari Bonjol. Kurai
dibakar karena Belanda mendirikan Fort de Kock.
Ampek Angkek diduduki karena Belanda
mendirikan benteng di Gedung Batu, di Koto Tuo
Ampek. Serangan ke Lintau dapat dipatahkan
atas bantuan hulubalang Bonjol di bawah
pimpinan Tuanku Mudo (16 April 1823).
Tuanku Imam Bonjol mengungsi ke Lubuk
Sikaping, karena Rajo Ampek Selo, Datuk
Bandaro dengan Datuk Sati tidak sependapat
atas permintaan Belanda untuk menyerahkan
Bonjol (1832).
Alangkah tercengangnya Tuanku Imam Bonjol,
ketika Tuanku Nan Cadiak dari Nareh menjadi
88 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
juru bicara perdamaian Belanda dengan Tuanku
Imam Bonjol. Kepemimpinan Bonjol
diserahkannya kepada Tuanku Mudo atas
permintaan Elout.
Serangan serentak atas kedudukan Belanda
(11 Januari 1833) di Minangkaau terjadi karena
Sikap Tuanku Imam yang mencintai persatuan
dan musyawarah, meyakinkan pemimpin-
pemimpin Minangkabau, seperti Sultan
Bagagarsyah, Sentot Prawirodirjo, Tuanku Nan
Cadiak dari Naras dan masyarakat Minangkabau.
Serangan balik Belanda dapat ditahan atas
kepercayaan Tuanku Imam, bahwa setiap nagari
mempertahankan nagarinya masing-masing.
Kepercaayaan itu masih tetap dipertahankan
oleh Tuanku Imam di saat perang mati-matian di
lembah Alahan Panjang (1835 -1837). Berbagai
bantuan mengalir dari seluruh Minangkabau,
seperti mensiu, bahan kain, dan tenaga perang.
Dengan dorongan agar teruskan melawan
Belanda.
Di tengah perang itulah datang surat Residen
Francis agar Tuanku Imam menyerah. Surat itu
dibicarakan dengan seluruh penghulu di Alahan
Panjang. Semua penghulu menolak dan
bertekad membantu Tuanku Imam. Tuanku Imam
bersama keluarganya diantarkan penghuku ke

H.Mas’oed Abidin 89
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
pengungsiannya di Koto Marapak dan Bukit
Gadang. Atas musyawarah penghulu, Sultan
Caniago dan *Bagindo Tan Labih diutus sebagai
wakil Tuanku Imam berunding dengan Residen
Belanda, Arbacht, ke Bukit Tinggi. Setelah
berjuang selama 15 tahun, Tuanku Imam
ditangkap 28 Oktober 1837,Tuanku Imam
dengan alasan diajak berunding.
Ia diasingkan semula ke Cianjur (20 Januari
1938) bersama Bagindo Tan Labih, semenda dan
dubalang, Sutan Saidi anaknya dari Padang
Laweh, dan si Gelek, tukang meriam Sentot yang
setia padanya. Ia dipindahkan ke Manado, Koka,
dan terakhir di Lota Pineleng, 9 km dari Manado.
Imam Bonjol meninggalkan dunia pada 17
November 1854 di Lotak, dan baru disiarkan 10
tahun kemudian, sehingga kematiannya tercatat
pada tahun 1864. Sebelum meninggal dunia, ia
membeli sebidang tanah di Koka dari seorang
Bwlanda bernama Agisir.
Tanah itu diberikan untuk mahar perkawinan
Bagindo Tan Labih dengan Watok Pantaow.
Sampai sekarang, tanah kalekeran menjadi
simbol pemersatu keluarga Baginda di Sulawesi.
Tuanku Imam Bonjol diakui sebagai pahalawan
dalam perjuangan pembaruan masyarakat
berdasarkan syariat Islam dan menentang
90 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
kolonialisme Belanda. Namanya terkenal sebagai
ahli pembangunan benteng dan strategi perang
rakyat semesta. Ia diangkat sebagai pahlawan
nasional dengan Surat keputusan Presiden No.
087/TK, 6 Novembember 1973.

Tuanku Rao
( ……- 1830)

Murid Tuanku Imam yang terkenal bergelar


Fakih Muhammad, seorang pemuda yang berasal
dari Padang Mattinggi, Rao (Naskah Tuanku
Imam Bonjol, tulisan Naali Sutan Caniago ).
Ayahnya berasal dari Huta na Godang.
Dalam tradisi Batak, Tuanku Rao adalah
kemenakan dari Singamaraja X yang menguasai
daerah Bangkara Toba. Nama kecilnya Pongki na
Ngolngolan Ia belajar di Koto Tuo sampai
mencapai gelar Fakih Muhammad. Kemudian ia
belajar di Bonjol dengan Tuanku Imam.
H.Mas’oed Abidin 91
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
Setelah menyelesaikan pengajiannya di
Bonjol, Fakih Muhammad diiringkan oleh Tuanku
Nan Barampek berangkat ke Rao. Kedatangan
rombongan mulanya disambut dengan perang.
Kemudian orang Rao dapat dikejar sampai ke
Langsek Kodok. Dalam peperangan ini Rajo
Dubalang Rao kena tembak, sehingga mereka
berdamai.
Yang Pituan Padang Unang berjanji akan
menjalankan hukum syarak di nagari Rao dan
akan menanam imam dan khatib. Tuanku nan
Barampek dijemput Datuk Manjunjung Alam dari
Padang Mattinggi untuk meresmikan Pakih
Muhammad menjadi Imam Besar di nagari Rao
dan bergelar Tuanku Rao yang disetujui Yang
Dipertuan Padang Nunang dan penghulu Nan
Lima Belas.
Semenjak itu Fakih Muhammad lebih dikenal
sebagai Tuanku Rao. Ia dibantu kemenakannya,
Bagindo Suman, sebagai kepala hulubalang.
Selama Perang Agama (1807 -1812) di Bonjol,
Tuanku Rao ikut membantu Tuanku Imam Bonjol
bersama Tuanku Mudo dan hulubalang
meluaskan pembaruan ke daerah sekitarnya Rao
sampai ke Rambah Kapanuhan dan ke Rokan,
sehingga jalan dagang terbuka melalui
Barumum.
92 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
Gerakan pembaruan ke kawasan Mandahiling
Julu dan Mandahiling Godang semenjak tahun
1820 dapat diawasi Tuanku Rao dibantu oleh
Raja Alam Pakantan dan Tuanku Natal. Daerah ini
menghasilkan emas dan penduduknya
berdagang melalui pelabuhan Natal.
Gerakan pembaruan ke timur menuju Rokan
dilanjutkan sampai ke Barumun, Rambah
Kapanuhan, Kota Pinang dan Tanah Tumbuh. oleh
Tuanku Tambusai, menantu Tuanku Rao,
sehingga kawasan Batang Barumun dan Sosa,
daerah penghasil emas dan jalur perdagang ke
Kota Pinang dan Pedir dapat diawasi oleh Tuanku
Tambusai.
Tuanku Rao bersama hulubalang Tuanku Imam
meluaskan pembaruan ke negeri Mahek, Kuok,
Bangkinang sampai Salo dan Air Tiris. Di tempat
itu disusun pemerintahan agama seperti
menanam imam, khatib dan kadhi.
Dua orang utusan Tuanku Natal, Tuanku Di
Danau Air dan Tuanku Diukur melaporkannya
kepada Tuanku Imam Bonjol. Untuk
menghadapinya, Tuanku Imam menugaskan Tuanku
Rao dan Bagindo Suman membantu Tuanku Natal
menyerang kedudukan Belanda. Pertempuran ini
mendapat bantuan kapal-kapal Trumon dari Aceh.

H.Mas’oed Abidin 93
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
Pelabuhan Natal dikepung 10.000 orang pasukan
Rao Mandahiling selama 12 hari. Pasukan Rao
dipimpinan Bagindo Suman menarik diri setelah
perahu Saidi Marah kena tembakan kapal Nakhoda
Langkap, sekutu Belanda.
Ketika serangan ke Air Bangis, Tuanku Rao
meninggal dunia (1830).

TUANKU NAN CADIAK


(…..-1851)

Semenjak dahulu, Naras merupakan jalan


niaga dan jalan agama tradisional dalam
pengembangan surau di Minangkabau.. Tuanku
Nan Cadiak, Kampuang Dalam, dikenal sebagai
Bagindo Maganti. Tuanku Nan Cadiak sangat

94 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
disenangi karena selalu melindungi rakyat yang
membuat garam di daerah pantai.
Di Kampung Dalam, di daerah Naras ia
dikenal bergelar Bagindo Maganti. Setelah
memimpin surau di Kampung Dalam, ia dipanggil
muridnya Tuanku Nan Cadiak. Di kalangan rakyat
Naras dan Tujuh Koto, ia seorang ulama yang
disegani, karena selalu menjadi pelindung rakyat
yang membuat garam di daerah pantai di
daerahnya.. Berkali-kali Belanda menyerang
rakyat Naras dan melarang membuat garam,
selalu dipertahankan Tuanku Nan Cadiak sebagai
pelindung pedagang di daerah pantai..
Pada tahun 1814, Raja Dihulu atau Rajo
Nando, mamak Tuanku Nan Cadiak, meninggal
dunia. Rajo Nando tidak mempunyai anak laki-
laki yang akan menggantikannya. Tuanku Dihilir
di Pariaman, Amar Bangso Dirajo, lebih senang
apabila Bagindo Molek diangkat menjadi Raja
manggung, daerah yang berbatasan dengan
Pariaman.
Rakyat Naras dan penduduk Agam yang
membawa barang melalui Malalak terus ke Agam
dan Pandai Sikek dan Koto Laweh. Ia juga
menjadi pelindung fakih dan malin yang belajar
di derah pantai, seperti Ampalu Tinggi dan
Ulakan. Naras semenjak dahulu merupakan jalan

H.Mas’oed Abidin 95
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
niaga dan jalan agama tradisional dalam
pengembangan surau di Minangkabau.. Tuanku
Nan Cadiak adalah orang yang cerdas dan
berhasil mengembalikan daerah Manggung
menjadi pusat perdagangan dan pembaruan
agama di daerah pantai, sekitar Pariaman..
Elout, Residen Belanda untuk Sumatra's
Westkust, mengirim surat kepada Tuanku Nan
Cadiak, Tuanku Limo Koto Kampung Dalam dan
Tuanku Tujuh Koto, menganjurkan mereka
menyerah kepada Belanda, dengan perantaraan
In't Veld, seorang saudagar di Pariaman.
Dikatakannya, segala 'kesalahan'yang dilakukan
selama ini, akan dimaafkan.
Tuanku Nan Cadiak membalas surat Elout itu
yang bunyinya, dengan senang hati ia membaca
surat itu dan minta maaf ia tak bisa datang ke
Pariaman, karena terlalu sibuk mengerjakan
benteng.
Tuanku Nan Cadiak mengundang In"t Velt dan
akan menerima Veld di Naras sambil melihat-
lihat pertahanan kampung yang telah diperkuat
parit dan pertahanan meriam. Surat yang sama
yang dikirim kepada Tuanku Limo Koto. Tuanku
Limo Koto menjawab, bahwa ia akan menyerah,
bila Tuanku Nan Cadiak telah menyerah diri.

96 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
Jawaban yang keras datang dari Tuanku Tujuh
Koto menyatakan tidak akan datang kepada
Anda, tetapi apabila orang Eropah mau datang,
akan kami nanti karena kami merasa puas
dengan pemerintah dan pemimpin kami. Sawah
kami subur dan hasilnya mencukupi untuk
keperluan kami.
Sejak semula Belanda ingin menguasai
komoditi perdagangan dari Minangkabau. Untuk
itu, Belanda berusaha menguasai pelabuhan-
pelabuhan di pantai barat, seperti Naras, Tiagan
dan Air Bangis. Dengan menguasai ketiga
pelabuhan itu, Belanda beranggapan akan dapat
menguasai komoditi Sumatera Barat yang
sangat menguntungkannya. Usaha itu terlihat
dari beberapa kegiatan pasukan Belanda untuk
menguasai pelabuhan Naras, kunci jalan dagang
dari Agam melalui Malalak.
Tiagan dan Sasak di utara Tiku, suatu
pelabuhan yang dilindungi bukit-bukit sebagai
saluran komoditi dari daerah Kinali dan Bonjol.
Demikian juga halnya dengan Air Bangis, pintu
perdagangan dari Rao dan sekitarnya yang
kaya dengan komoditi emas.
Pasukan Bonjol bergerak ke pantai untuk
memutuskan hubungan antara pedalaman
dengan daerah pantai. Dua buah meriam yang

H.Mas’oed Abidin 97
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
direbut di Air Bangis, diserahkan kepada Tuanku
Nan Cadiak. Bantuan itu menambah semangat
Tuanku Nan Cadiak menentang kekuasaan
Belanda.
Pertarungan hebat terjadi antara pasukan
Belanda yang menyerang kubu pertahanan
Tuanku Nan Cadiak yang terjadi selama bulan
Desember 1830. Pasukan Bonjol membantu
Tuanku Nan Cadiak setelah mengundurkan diri ke
Manggopoh.
Pada tahun 1831, pasukan Belanda mencoba
menyerang Naras dan Tujuh Koto di bawah
pimpinan Jendral Michiels. Naras, sebuah
kampung yang bagus terbakar oleh serangan
meriam Belanda. Tuanku Nan Cadiak dan
pengikutnya ingin mengungsi ke Bonjol melalui
Danau Maninjau. Pada waktu pasukan Belanda
mengejarnya rombongan Tuanku Nan Cadiak.
Ibu, isteri dan putri Tuanku Nan Cadiak mati
terbunuh. Kepala isterinya dipancung dan
dipertontonkan kepada rakyat di Pariaman.
Belanda mengumumkan akan memberi hadiah
kepada orang yang dapat menangkap Tuanku
Nan Cadiak. Dua orang putri Tuanku Nan Cadiak
disandra Elout sehingga memaksanya menyerah
kepada Belanda.

98 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
Setelah menyerah kepada Belanda, Tuanku
Nan Cadiak datang ke Bonjol sebagai juru bicara
Belanda pada tahun 1832. Tuanku Imam sangat
kecewa ketika Tuanku Nan Cadiak datang
sebagai juru bicara Belanda..
Beberapa bulan setelah Tuanku Imam Bonjol
menyerah pada akhir tahun 1832, Tuanku Imam
Bonjol berhasil mengadakan Kesepakatan
Tandikek, hanya beberapa ratus meter dari
pasukan Belanda di Bonjol.
Pertemuan itu merundingan untuk melakukan
serangan serentak kepada setiap pos Belanda di
seluruh Minangkabau. Tuanku Rao, Tuanku
Tambusai, Tuanku Pamansiangan dan penghulu
Lawang Tanah Duo Baleh (Palembayan), negeri
Danau (Maninjau), Lubuk Sikaping dan Sipisang
sepakat dengan orang Alahan Panjang
melancarkan serangan serentak terhadap setiap
pos Belanda pada tanggal 11 Januari 1833.
Tuanku Imam dapat pula mempertemukan
kedua pemimpin, Bagarsyah, raja Pagaruyung
dan Sentot Ali Basyah. Tuanku Imam
mengharapkan Sentot bersedia menjadi Sultan
di Minangkabau. Pada saat lebaran Sentot
bersama isterinya datang ke Pagaruyung.
Sebagai seorang Islam, dia ingin berlebaran dan
membayarkan zakat fitrahnya di Pagaruyung.

H.Mas’oed Abidin 99
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
Di saat lewat pada penjagaan pos Belanda di
benteng Fot van der Cappelen. Sentot
Prawirodirjo yang dipanggil masyarakat
Minangkabau dengan Sentot Alibasya mwenegur
mereka dengan sindiran, Bagagarsyah dan
semua penghulu di Pagaruyung berjanji di bawah
sumpah setia (bai'at) pada Sentot bahwa mereka
akan mempertahankan agama dan negeri dari
serangan Belanda.
Elout sebagai Residen Sumatra's West kust
melapor kepada atasannya Gubernur Jendral di
Batavia, bahwa Minangkabau telah aman dan
siap untuk melakukan tanaman paksa kopi.
Ternyata seluruh Minangkabau melakukan
serangan serentak, sehingga Elout, Residen
Belanda, merasa dikhianati oleh Sentot. Belanda
menangkap para penghulu dan pejuang di
Guguk Sigandang. Kemudian Sentot Ali Basyah
dan membuangnya ke Benghulu, Bagagarsyah
Yang Dipertuan Kerajaan Pagaruyung dibuang ke
Betawi dan meninggal dunia pada tahun 18…
dan dikuburkan di Mangga Dua.
Tuanku Nan Cadiak dari Naras dikirim ke
Batavia kemudian disekap dalam penjara di
bawah tanah di Taman Fatahilah. Kemudian
dibuang ke Cerebon dan meninggal dunia pada
tahun 1851.
100 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU

Syekh Taher Djalaluddin

(1869-1956)

Seorang pembaru lainnya adalah Syekh

Taher Djalaluddin (1869-1956), pada masa

mudanya dipanggil Muhammad Taher bin Syekh

Muhamad, lahir di Ampek Angkek, Bukittinggi,

tahun 1869, anak dari Syekh Cangking, cucu dari

Faqih Saghir yang bergelar Syekh Djalaluddin

Ahmad Tuanku Sami’, pelopor kembali ke ajaran

syariat bersama Tuanku Nan Tuo.

H.Mas’oed Abidin 101


SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
Syekh Taher Djalaluddin adalah saudara

sepupu dari Ahmad Khatib Al Minangkabawy,

karena ibunya adik beradik. Syekh Taher

Djalaluddin, berangkat ke Mekah 1880, dan

menuntut ilmu selama 15 tahun, kemudian

meneruskan ke Al Azhar, di Mesir (1895-1898),

dan kembali ke Mekah mengajar sampai tahun

1900.

Beliau sangat ahli di bidang ilmu falak, dan

tempat berguru Syekh Muhammad Djamil

Djambek. Mulai tahun 1900 itu, Syekh Taher

Djalaluddin menetap di Malaya, pernah diangkat

menjadi Mufti Kerajaan Perak. Eratnya hubungan

Syekh Taher Djalaluddin dengan perguruan tinggi

Al-Azhar di Kairo, dia tambahkan al-Azhari di

belakang namanya.

Syekh Taher Djalaluddin merupakan seorang

tertua sebagai pelopor dari ajaran Ahmad Khatib

di Minangkabau dan tanah Melayu. Bahkan ia

102 H. Mas’oed Abidin


PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
juga dianggap sebagai guru oleh kalangan

pembaru di Minangkabau. Pengaruh Syekh Taher

Djalaluddin tersebar pada murid-muridnya

melalui majalah Al-Imam dan melalui sekolah

yang didirikannya di Singapura bersama Raja Ali

Haji bin Ahmad pada tahun 1908. Sekolah ini

bernama Al-Iqbal al-Islamiyah, yang menjadi

model Sekolah Adabiyah yang didirikan oleh Haji

Abdullah Ahmad di Padang pada tahun 1908.

Majalah Bulanan Al-Imam memuat artikel

tentang pengetahuan popular, komentar

kejadian penting di dunia, terutama dunia Islam,

dan masalah-masalah agama, bahkan

mendorong umat Islam betapa pentingnya

memiliki sebuah Negara yang merdeka dan tidak

dijajah.

Majalah ini mendorong agar umat Islam

mencapai kemajuan dan berkompetisi dengan

dunia barat. Al-Iman sering mengutip pendapat

H.Mas’oed Abidin 103


SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
dari Mohammad Abduh yang dikemukakan

majalah Al-Mannar di Mesir. Majalah ini memakai

bahasa Melayu dengan tulisan Arab Melayu atau

tulisan Jawi, dan disebarkan di Indonesia meliputi

tanah Jawa (Betawi, Jakarta, Cianjur, Semarang,

dan Surabaya), Kalimantan (di Pontianak dan

Sambas), Sulawesi (di Makassar).

Di Padang, Haji Abdullah Ahmad mencontoh

bentuk dan moto Al-Iman pada majalah yang

diterbitkannya di Padang bernama Al-Munir.

Banyak masalah yang dibicarakan pada Al-Iman

mendapat tempat pada Al-Munir.

Syekh Taher baru dapat pulang ke

Minangkabau pada tahun 1923 dan tahun 1927,

namun ketika itu dia ditangkap dan ditahan oleh

Pemerintah Belanda selama enam bulan, dituduh

memfitnah dan menentang penjajahan melalui

artikel-artikelnya di dalam majalah Al Iman itu.

Setelah bebas Syekh Taher meninggalkan

104 H. Mas’oed Abidin


PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
kampung halamannya dan tidak pernah kembali

lagi ke daerah asalnya. Syekh Taher Djalaluddin

meninggal dunia pada tahun 1956 di Kuala

Kangsar, Perak, Malaya.

Gerakan pembaruaan di awal abad ini dapat

disebut sebagai gerakan pembaruan para ulama

zuama, yang sesungguhnya telah diwarisi

sambung bersambung dalam rantai sejarah yang

berkelanjutan semenjak dari dua gerakan Paderi

sebelumnya. Dapat pula dinyatakan bahwa

gerakan pembaruan ulama zuama di awal abad

20 di Minangkabau menjadi mata rantai dari

gerakan Paderi periode ketiga.

Gerakan Paderi periode pertama, di awal abad

kedelapan belas, dimulai pulangnya tiga

serangkai ulama Minang (1802), terdiri dari Haji

Miskin di Pandai Sikek, Luhak Agam, Haji Abdur

Rahman, di Piobang, Luhak Limopuluah, dan Haji

Muhammad Arief, di Sumanik, Luhak nan Tuo,

H.Mas’oed Abidin 105


SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
Tanah Datar, yang juga dikenal bergelar Tuanku

Lintau, berawal dengan penyadaran semangat

beragama Islam di dalam kehidupan beradat di

Minangkabau.

Gerakan Paderi perode kedua dilanjutkan oleh

Tuanku nan Tuo, Tuanku nan Renceh, Tuanku

Kubu Sanang, Tuanku Koto Ambalau, Tuanku di

Lubuk Aur, Tuanku di Ladang Laweh dan Tuanku

Imam Bonjol yang berujung dengan perlawaanan

terhadap penjajahan Belanda (1821-1837), dan

lahirnya piagam Marapalam yang menyepakati

adaik basandi syarak, syarak basandi

Kitabullah di ranah Minangkabau.

Gerakan Kembali ke Syariat yang

dilaksanakan di bawah bimbingan Tuanku Nan

Tuo, yang kemudian berlanjut kepada Gerakan

Padri di bawah pimpinan Tuanku Nan Renceh,

yang kemudian sambung bersambung di bawah

pimpinan Tuanku Imam Bonjol, sesungguhnya

106 H. Mas’oed Abidin


PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
tidak menentang hukum waris berdasarkan garis

ibu.

Gerakan pembaharuan yang dilaksanakan

sejak Tuanku nan Tuo, Tuanku nan Renceh, dan

Tuanku Imam Bonjol, lebih menguatkan harta

pusaka, yang dimaksud adalah pusaka tinggi itu,

dimanfaatkan untuk kesejahteraan kaum, dan

oleh karena itu, harta pusaka dimaksud

diturunkan kepada kemenakan, dan ditempatkan

pada pengawasan garis perempuan. Namun

mengenai harta pencaharian, kedua gerakan

itu sependapat harus diwariskan kepada anak.

Tuanku Imam Bonjol, sadar bahwa setelah

utusan anak kemenakannya mempelajari hukum

Islam ke tanah Mekah, menyatakan pembagian

tugas yang nyata antara adat dan syarak atau

agama. Bahwa masalah adat dikembalikan

kepada Basa dan Penghulu, sedangkan masalah

agama diserahkan kepada Tuanku atau malin.

H.Mas’oed Abidin 107


SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
Inilah doktrin ajaran adat basandi syarak,

syarak basandi Kitabullah. Gerakan

pembaruan ulama zuama di awal abad ke 20 di

ranah Minangkabau ini, berawal dengan

kepulangan para penuntut ilmu dari Makkah el

Mukarramah, yang umumnya adalah murid dari

Syekh Ahmad Khatib Al Minangkabawiy, telah

ikut memberikan sumbangan bagi pencerahan

pemahaman dan pengamalan syari’at Islam, dan

mendorong bagi munculnya perdebatan-

perdebatan umum yang diikuti para ulama,

kaum terpelajar, dan ahli-ahli adat, dan ikut pula

membukakan kesempatan bagi lahirnya berbagai

jenis perkumpulan yang bertujuan memperdalam

ilmu agama dan adat istiadat, serta mendorong

tumbuhnya pendidikan Islam, madrasah-

madrasah samapai ke nagari-nagari, dan berdiri

pula berjenis organisasi pergerakan, seperti

Tarbiyah Islamiyah, Adabiyyah, Muhammadiyah,

dan meluas sampai ke semenanjung Malaya,

108 H. Mas’oed Abidin


PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
dibawa oleh Syekh Taher Jalaluddin yang lebih

banyak melaksanakan dakwahnya di tanah

semenjanjung itu.

Tak kurang penting timbulnya pergolakan-

pergolakan kecil di beberapa tempat, biasanya

membayangkan dinamika masyarakat adat dan

agama di dalam membangun masyarakat di

Minangkabau yang sedang mengalami

perubahan, menumbuhkan keinginan baru untuk

melakukan proses pemeriksaan kembali

terhadap nilai-nilai kultur yang dipunyai. Ketika

arah pembangunan dan perobahan sosial sedang

terjadi, menuju suasana merebut kemerdekaan

dan menjelang proklamasi kemerdekaan

Republik Indonesia, setelah berakhirnya

penindasan panjang 350 tahun dijajah Belanda,

dan beralihnya kekuasaan kepada Dai Nippon,

maka merebut kemerdekaan menjadi wajib.

H.Mas’oed Abidin 109


SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
Fatwa para ulama dan zuama ikut membentuk

dinamika sejarah dan pemikiran Islam di ranah

Minangkabau bergerak cepat, sejak empat puluh

tahun sebelumnya juga telah digerakkan oleh

para ulama zuama dengan basis ilmu

pengetahuan agama dan adat istiadat, serta

bahasan-bahasan perkembangan politik di Mesir

dan Turki masa itu, ikut mendorong kepada

pencarian model yang sesuai dengan yang haq,

dan menuntut sikap beragama yang rasional,

serta menumbuh kembangkan semangat

kemerdekaan dalam berbangsa dan bernegara.

Pembaruan Islam di Minangkabau bukan

semata terbatas pada kegiatan serta pemikiran

saja, tetapi menemukan kembali ajaran atau

prinsip dasar Islam yang berlaku abadi yang

dapat mengatasi ruang dan waktu.

Sementara itu usaha-usaha pembaruan yang

praktis, baik dalam bentuk sekolah dan

110 H. Mas’oed Abidin


PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
madrasah-madrasah atau pun kerajinan desa,

mulai bermunculan. Kaum pembaru pemikiran

Islam berusaha mengembalikan ajaran dasar

agama Islam dengan menghilangkan segala

macam tambahan yang datang kemudian dalam

din, agama, dan dengan melepaskan penganut

Islam dari jumud, kebekuan dalam masalah

dunia.

Mereka berusaha memecahkan tembok

tambahan dan jumud itu, agar dapat menemu

kembali isi dan inti ajaran Islam yang

sesungguhnya, yang menurut keyakinannya

menjadi cahaya yang dapat menyinari alam ini.

Kaum pembaru berkeyakinan bahwa bab al-

ijtihad, masih tetap terbuka; mereka menolak

taqlid. Ijtihad membawa kaum pembaru untuk

lebih memperhatikan pendapat. Keinginan untuk

keluar dari situasi yang dianggap tidak sesuai

dengan gagasan-gagasan yang ideal

H.Mas’oed Abidin 111


SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
menghadapkan Minangkabau pada pilihan-

pilihan yang kadang-kadang saling

bertentangan.

Model barat mungkin baik, tetapi dapat

berarti ancaman pada dasar-dasar agama dan

adat. Perubahan yang sesuai dengan ajaran

Islam yang ortodoks, memang merupakan

pemecahan.

Tetapi bagaimana pula dengan lembaga adat

yang telah mendarah daging dalam kehidupan

masyarakat Minangkabau? Dan, apa pula contoh

yang bisa diikuti? Tetapi parameter adat sangat

terbatas dan bias menutup jalan ke dunia maju

dan mungkin pula menghadapkan diri pada

masalah dosa dan tidak berdosa, soal batil dan

haq.

112 H. Mas’oed Abidin


PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU

Syekh Muhammad
Djamil Djambek
(1860 – 1947)
Syekh Muhammad Djamil Djambek
adalah ulama pelopor pembaruan Islam dari
Sumatra Barat awal abad ke-20, dilahirkan
pada tahun 1860 di Bukittinggi, terkenal
sebagai ahli ilmu falak terkemuka. Nama Syekh
Muhammad Djamil Djambek lebih dikenal
dengan sebutan Inyik Syekh Muhammad
Djamil Djambek atau Inyik Djambek,
dilahirkan dari keluarga bangsawan. Dia juga
merupakan keturunan penghulu. Ayahnya
bernama Saleh Datuk Maleka, seorang kepala
nagari Kurai, sedangkan ibunya berasal dari
Sunda.
Masa kecilnya tidak banyak sumber yang
menceritakan. Namun, yang jelas Muhammad
Djamil mendapatkan pendidikan dasarnya di
Sekolah Rendah yang khusus mempersiapkan
pelajar untuk masuk ke sekolah guru
(Kweekschool).
Sampai umur 22 tahun ia berada dalam
kehidupan parewa, satu golongan orang muda-
muda yang tidak mau mengganggu kehidupan
H.Mas’oed Abidin 113
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
keluarga, pergaulan luas di antara kaum parewa
berlainan kampung dan saling harga
menghargai, walau ketika itu kehidupan parewa
masih senang berjudi, menyabung ayam, namun
mereka ahli dalam pencak dan silat.
Semenjak berumur 22 tahun, Mohammad
Djamil mulai tertarik pada pelajaran agama dan
bahasa Arab. Ia belajar pada surau di Koto
Mambang, Pariaman dan di Batipuh Baruh.
Ayahnya membawanya ke Mekah pada tahun
1896 dan bermukim di sana selama 9 tahun
lamanya mempelajari soal-soal agama. Guru-
gurunya di Mekah, antara lain,adalah Taher
Djalaluddin, Syekh Bafaddhal, Syekh Serawak
dan Syekh Ahmad Khatib. Ketika itu dia berguru
kepada Syekh Ahmad Khatib Minangkabau.
Semula Muhammad Djamil tertarik untuk
mempelajari ilmu sihir kepada seorang guru dari
Maroko, tapi dia disadarkan oleh gurunya.
Selama belajar di tanah suci, banyak ilmu
agama yang dia dapatkan. Antara lain yang
dipelajari secara intensif adalah tentang ilmu
tarekat serta memasuki suluk di Jabal Abu
Qubais.
Dengan pendalaman tersebut Syekh
Muhammad Djamil menjadi seorang ahli tarekat
dan bahkan memperoleh ijazah dari tarekat
114 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
Naqsabandiyyah-Khalidiyah. Di antara murid-
muridnya terdapat beberapa guru tarekat.
Lantaran itulah Syekh Muhammad Djamil
Djambek dihormati sebagai Syekh Tarekat.
Dari semua ilmu yang pernah didalami yang
pada akhirnya membuatnya terkenal adalah
tentang ilmu falak, dan belajar dengan Syekh
Taher Djalaluddin.
Di akhir masa studinya di Makkah, beliau
sempat mengajarkan ilmu falak, yang menjadi
bidang spesialisasi beliau, kepada masyarakat
Sumatera dan Jawi yang bermukim di Mekah.
Keahliannya di bidang ilmu falak mendapat
pengakuan luas di Mekah. Oleh sebab itu, ketika
masih berada di tanah suci, Syekh Muhammad
Djamil Djambek pun mengajarkan ilmunya itu
kepada para penuntut ilmu dari Minangkabau
yang belajar di Mekah. Seperti, Ibrahim Musa
Parabek (pendiri perguruan Tawalib Parabek)
serta Syekh Abdullah (pendiri perguruan Tawalib
Padang Panjang).
Pada tahun 1903, dia kembali ke tanah air.

Sekembalinya dari Mekah, Mohammad Djamil

mulai memberikan pelajaran agama secara

tradisional Karena beliau memelihara dengan

H.Mas’oed Abidin 115


SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
rapi dan teratur jambang dan jenggotnya, maka

muridnya mulai menyebutnya dengan Syekh

Muhammad Djamil Djambek, atau Inyik

Djambek.

Murid-muridnya kebanyakan terdiri dari para

kalipah tarekat. Setelah beberapa lama, Syekh

Muhammad Djambek berpikir melakukan

kegiatan alternatif. Hatinya memang lebih

condong untuk memberikan pengetahuannya,

walaupun tidak melalui lembaga atau organisasi.

Dia begitu tertarik pada usaha meningkatkan

keimanan seseorang.

Kemudian ia meninggalkan Bukittinggi dan

kembali menjalani kehidupan parewa di Kamang,

sebuah nagari pusat pembaruan Islam di bawah

Tuanku nan Renceh pada abad ke-19. Hingga

kemudian dia mendirikan dua buah surau, yakni

Surau Tengah Sawah dan Surau Kamang.

116 H. Mas’oed Abidin


PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
Keduanya dikenal sebagai Surau tempat mengaji

dengan Inyik Djambek.

Di Kamang pula ia mulai menyebarkan

pengetahuan agama untuk meningkatkan

iman.

Akhirnya, ia sampai pada pemikiran, bahwa

sebagian besar anak nagari tidak melaksanakan

ajaran agama dengan sempurna bukan karena

kurang keimanan dan ketaqwaannya, tetapi

karena pengetahuan mereka kurang tentang

ajaran Islam itu sendiri.

Ia mengecam masyarakat yang masih

gandrung pada ajaran tarekat. Ia mendekati

ninik mamak dan membicarakan berbagai

masalah masyarakat. Islam sesuai dengan

tuntutan zaman dan keadaan.

Islam juga berarti kemajuan, agama Islam

tidak menghambat usaha mencari ilmu

H.Mas’oed Abidin 117


SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
pengetahuan, perkembangan kehidupan dunia,

dan menghormati kedudukan perempuan.

Islam adalah agama universal, yang dasar

ajarannya telah diungkapkan oleh para nabi,

yang diutus kepada semua bangsa (QS. 10;47;2:

164; 35:24; 40:78). Tugas mereka diselesaikan

oleh Nabi Muhammad saw, rasul utusan terakhir

untuk seluruh umat manusia.

Cita-cita pikiran untuk memajukan umat

dengan agama Islam yang demikian, hanya

dapat dicapai melalui pengamalan syariat, yang

terbagi kepada tauhid dan ibadat. Dalam

ibadah, semuanya terlarang, kecuali yang

disuruh. Jadi cara-cara beribadah telah

diperintahkan. Di tradisi-tradisi baru yang tidak

ada perintahnya, maka tidak dapat diterima

sebagai ibadah, dan disebut bid’ah.

Di dalam kegiatan pemurnian agama, kaum

pembaru menentang berbagai bid’ah yang

118 H. Mas’oed Abidin


PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
dibedakan atas dua jenis, yaitu bid’ah menurut

hukum (syar’iyah) dan dalam pemakaian

bahasa (lughawiyah).

Bid’ah syar’iyah tidak dapat dibiarkan

berlaku, karena itu perlu diteliti dalam segala

hal, apakah yang lazim dilakukan sehari-hari di

bidang agama, dengan menggunakan akal dan

berpegang kepada salah satu tiang hukum

(Quran, Sunnah, Ijma’, Qiyas). Di samping itu

ada pula bid’ah dalam soal kepercayaan (bid’ah

pada I’tikad), sebagaimana ada pula bid’ah pada

amalan, seperti mengucapkan niyah.

Di dalam bid’ah lughawiyah dimasukkan,

misalnya, mempelajari tatabahasa, mendirikan

sekolah-sekolah agama, pembangunan-

pembangunan menara, karena semuanya

dipandang sebagai alat bantu yang disesuaikan

dengan zaman untuk memenuhui perintah nabi,

seperti ‘carilah ilmu’.

H.Mas’oed Abidin 119


SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
Islam pada masa kemajuan tidak harus

berkembang sejajar dengan perkembangan

inteletual, sebab ada hal yang dilarang dan

disuruh, dalam batas halal dan haram, serta

amat ma’ruf dan nahyun ‘anil munkar, sebagai

sifat asli dari agama Islam. Agama juga

mengatur hal yang bersangkutan dengan dunia.

Masalah ini ada yang mengandung ciri

‘ubudiyah, dalam arti berdasarkan perintah dan

bagian dari din Allah, sedangkan cara

mengamalkannya bersifat duniawi. Umpamanya

perintah memelihara anak yatim, menghormati

orang tua, membersihkan gigi, yang

pelaksanaannya sebagian besar terletak pada

pilihan individu.

Kemudian sampai pula kepada persoalan

yang lebih sensitif- sampai dimanakah

kebebasan yang dimiliki memilih alternatif?

Persoalan politik dan kemudian menyebarkan

nasionalisme anti kolonial menuju Indonesia


120 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
Raya tidak terlepas dari pergolakan intelektual

ini.

Tidak saja masalah fikh, tetapi juga masalah

tauhid harus dihadapi dengan pikiran yang

terbuka. Perbedaan yang fundamental antara

inovasi yang menyalahi hukum hakiki, yang

bersumber Quran dan Hadits, dan pembaruan

sebagai akibat dari peralihan zaman, harus

dibedakan dengan tegas.

Para pelopor pembaruan pemikiran Islam di

Minangkabau berasal dari segala bidang profesi,

di antaranya kalangan ulama (Haji Rasul),

kalangan pedagang (H. Abdullah Ahmad), dan

pada umumnya berhasil melepas dirinya dari

tradisi yang ada, seperti Syekh Djamil Djambek,

Haji Rasul, Haji Abdullah Ahmad dan Ibrahim

Musa Parabek, di masa hidupnya dipandang

sebagai ulama besar, tempat memulangkan

H.Mas’oed Abidin 121


SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
segala persoalan agama dan kemasyarakatan

pada umumnya.

Gerakan pembaruan pemikiran di bidang

agama yang paling banyak terdengar di Sumatra

Barat. Adakalanya mereka dinamakan kaum

modernist atau disebut juga kaum muda.

Salah seorang di antara kaum pembaru itu

adalah H.Abdullah Ahmad berkali-kali berkata,

bahwa di setiap bidang boleh mempergunakan

akal, yang sebenarnya adalah kurnia Tuhan,

kecuali bidang agama.

Jika kepercayaan tetap merupakan

penerimaan saja atas wibawa guru- atau taqlid,

maka kepercayaan itu tidak ada gunanya.

Orang berakal harus pujaannya Allah dan

untuk itu dipelajarinya akar-akar hukum (ushul

al-fiqh). Untuk mengenalkan semua inti ajaran

agama Islam ini kepada masyarakat luas

122 H. Mas’oed Abidin


PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
diperlukan gerakan penyampaian berbentuk

tabligh.

Inyik Djambek memilih mengamalkan ilmunya

secara langsung kepada masyarakat, dan

mengajarkan ilmu tentang ketauhidan dan

mengaji dengan cara bertabligh, di Surau

Tangah Sawah Bukittinggi, dan menjadi Surau

Inyik Djambek, sampai sekarang.

Syekh Muhammad Djamil Djambek

berkesimpulan bahwa ajaran agama Islam itu

sebaiknya disampaikan melalui tabligh dan

ceramah-ceramah (wirid-wirid) yang dihadiri oleh

masyarakat banyak.

Perhatiannya ditujukan untuk meningkatkan

iman seseorang. Ia mendapat simpati dari

tokoh-tokoh ninik mamak dan kalangan guru

Kweekschool. Bahkan ia mengadakan dialog

dengan orang non Islam dan orang Cina.

H.Mas’oed Abidin 123


SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
Sifatnya yang populer ialah ia bersahabat

dengan orang yang tidak menyetujui fahamnya,

sehingga pada tahun 1908 ia mendirikan pusat

kegiatan keagamaan untuk mempelajari agama

yang dikenal dengan nama Surau Inyiak

Djambek di Tengah Sawah, Bukttinggi.

Suraunya merupakan tempat pertemuan bagi

organisasi-organisasi Islam.

Kiprahnya mampu memberikan warna baru di

bidang kegiatan keagamaan di Sumatra Barat.

Mengutip Ensiklopedi Islam, Syekh Muhammad

Djambek juga dikenal sebagai ulama yang

pertama kali memperkenalkan cara bertablig di

muka umum. Barzanji (rawi) atau marhaban

(puji-pujian) yang biasanya dibacakan di

surau-surau saat peringatan Maulid Nabi

Muhammad SAW, digantinya dengan tablig

yang menceritakan riwayat lahir Nabi

Muhammad dalam bahasa Melayu. Demikian

pula kebiasaan membaca riwayat Isra Mi'raj Nabi


124 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
Muhammad dari kitab berbahasa Arab,

digantinya dengan tablig yang menceritakan

peristiwa tersebut dalam bahasa Melayu,

sehingga dimengerti oleh seluruh lapisan

masyarakat. Termasuk juga tradisi membaca

kitab, digantinya dengan membahas masalah

kehidupan sehari-hari, dalam satu tradisi ilmu.

Semua itu dilakukan karena agama

diperuntukkan bagi siapa saja yang dapat

memahaminya. Ia pun dikenal sebagai ulama

yang lebih bergiat di aktivitas tablig dan

ceramah, yang kemudian diikuti oleh para

pembaru lainnya di ranah Minangkabau.

Seiring perjalanan waktu, sikap dan

pandangannya terhadap tarekat mulai berubah,

dan Syekh Muhammad Djambek kini tidak lagi

tertarik pada tarekat. Pada awal tahun 1905,

ketika diadakan pertemuan ulama guna

membahas keabsahan tarekat yang berlangsung

H.Mas’oed Abidin 125


SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
di Bukit Surungan, Padang Panjang, Syekh

Muhammad berada di pihak yang menentang

tarekat. Dia "berhadapan" dengan Syekh Bayang

dan Haji Abbas yang membela tarekat.

Syekh Mohammad Djamil Djambek kemudian

menulis buku mengenai kritik terhadap tarekat

berjudul Penerangan Tentang Asal Usul

Thariqatu al-Naksyabandiyyah dan Segala yang

Berhubungan dengan Dia, terdiri atas dua jilid.

Salah satu penjelasan dalam buku itu, yakni

tarekat Naksyabandiyyah diciptakan oleh orang

dari Persia dan India.

Syekh Muhammad Djambek menyebut orang-

orang dari kedua negeri itu penuh takhayul dan

khurafat yang makin lama makin jauh dari ajaran

Islam.

Buku lain yang ditulisnya berjudul Memahami

Tasawuf dan Tarekat dimaksudkan sebagai

upaya mewujudkan pembaruan pemikiran Islam.

126 H. Mas’oed Abidin


PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
Akan tetapi secara umum dia bersikap tidak

ingin bermusuhan dengan adat istiadat

Minangkabau. Tahun 1929, Syekh Muhammad

Djambek mendirikan organisasi bernama

Persatuan Kebangsaan Minangkabau dengan

tujuan untuk memelihara, menghargai, dan

mencintai adat istiadat setempat.

Djamil Djambek tidak banyak menulis dalam

majalah Al-Munir. Djamil Djambek mempunyai

pengetahuan tentang ilmu falak, yang

memungkinkannya menyusun jadwal waktu

sembahyang serta untuk keperluan berpuasa di

dalam bulan Ramadhan. Jadwal ini diterbitkan

tiap tahun atas namanya mulai tahun 1911, dan

karena Inyik Djambek dikenal sebagai Bapak

Ilmu Falak, beliau menerbitkan Natijah

Durriyyah untuk masa 100 tahun. Walaupun

masalah ini sangat dipertikaikan dengan kaum

tradisionalis.

H.Mas’oed Abidin 127


SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
Di samping kegiatan Inyik Djambek mengajar

dan menulis, beliaupun aktif dalam kegiatan

organisasi masyarakat. Pada tahun 1913, ia

mendirikan organisasi bersifat sosial di

Bukittinggi yang bernama Tsamaratul Ichwan

yang menerbitkan buku-buku kecil dan brosur

tentang pelajaran agama tanpa mencari

keuntungan. Beberapa tahun ia bergerak di

dalam organisasi ini sampai menjadi perusahaan

yang bersifat komersial. Ketika itu, ia tidak turut

lagi dalam perusahaan itu.

Syekh Djamil Djambek secara formal tidak

mengikat dirinya pada suatu organisasi tertentu,

seperti Muhammadiyah dan Thawalib. Tetapi ia

memberikan dorongan pada pembaruan

pemikiran Islam dengan membantu organisasi-

organisi tersebut.

128 H. Mas’oed Abidin


PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
Beliau tercatat sebagai pendiri dari

Persatuan Guru Agama Islam (PGAI), yang

didirikan pada 1919 di Padang, Sumbar.

Di samping juga untuk memelihara dan

mengusahakan agar Islam terhindar dari bahaya

yang dapat merusaknya. Selain itu, dia juga

turut menghadiri kongres pertama Majelis Tinggi

Kerapatan Adat Alam Minangkabau tahun 1939.

Yang tak kalah pentingnya dalam perjalanan

dakwahnya, pada masa pendudukan Jepang,

Syekh Muhammad Djambek mendirikan Majelis

Islam Tinggi (MIT) berpusat di Bukittinggi.

Pada 30 Desember 1947 (18 Shafar 1366 H),

Inyik Djambek wafat, meninggalkan pusaka

besar, wirid tsulasa (setiap hari Selasa), yang

tetap hidup sampai sekarang.

Beliau di makamkan di samping Surau Inyik

Djambek di Tengah Sawah Bukittinggi, dalam

usia 87 tahun.

H.Mas’oed Abidin 129


SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
Beberapa bulan setelah itu, 26 Januari 1948

(14 Rabi’ul awal 1366 H), teman akrab Inyik

Djambek dalam berdakwah, yakni Inyik Syekh

Daud Rasyidy (terkenal dengan sebutan Inyik

Daud, ayah Buya Datuk Palimo Kayo), meninggal

dunia pula di Surau Inyik Djambek di Tangah

Sawah ini, ketika mengimami shalat maghrib,

dan besoknya dikuburkan di samping makamnya

Inyik Djambek. Itulah sebabnya sampai sekarang

ini, kita dapati makam kembar di samping surau

Inyik Djambek ini.

130 H. Mas’oed Abidin


PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU

SURAU INYIK DJAMBEK


WARISAN GERAKAN PEMBARUAN
PEMIKIRAN ISLAM
MATA RANTAI GERAKAN PADERI DI
MINANGKABAU

Pada awal abad ke-20, di Sumatera Barat


ditandai dengan periode yang penuh pergolakan
sosial dan intelektual. Berpuluh-puluh buku
polemik, baik dalam bahasa Arab maupun
bahasa Melayu mulai banyak diterbitkan, dan
berbagai majalah, surat kabar yang mewartakan
hal-hal yang berupa pergolakan pemikiran, dan
aliran-aliran dalam pemahaman mazhab dalam
syari’at Islam, mulai banyak bermunculan, dan
pengamalan dalam adat sesuI panduan syarak,
agama Islam sangat ramai dibicarakan.
Salah seorang pelopor gerakan pembaruan
di Minangkabau yang menyebarkan pikiran-
pikirannya dari Mekah pada awal abad ke-20
adalah Syekh Ahmad Khatib EL
Minangkabawy (1855). 12

H.Mas’oed Abidin 131


SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
Syekh Ahmad Khatib adalah turunan dari
seorang hakim golongan Padri yang “benar-
benar” anti penjajahan Belanda. Ia dilahirkan di
Bukittinggi pada tahun 1855 oleh ibu bernama
Limbak Urai.
Limbak Urai adalah saudara dari
Muhammad Shaleh Datuk Bagindo, Laras, Kepala
Nagari Ampek Angkek yang berasal dari Koto
Tuo Balaigurah, Kecamatan Ampek Angkek
Candung. Ayahnya adalah Abdullatief Khatib
Nagari, saudara dari Datuk Rangkayo
Mangkuto, Laras, Kepala Nagari Kotogadang,
Kecamatan IV Koto, di seberang ngarai
Bukittinggi.
Baik dari pihak ibu ataupun pihak ayahnya,
Ahmad Khatib adalah anak terpandang, dari
kalangan keluarga yang mempunyai latar
belakang agama dan adat yang kuat, anak dan
kemenakan dari dua orang tuanku Laras dari
Ampek Koto dan Ampek Angkek. Ditenggarai,
bahwa ayah dan ibu Ahmad Khatib dipertemukan
dalam pernikahan berbeda nagari ini, karena
sama-sama memiliki kedudukan yang tinggi
dalam adat, dari keluarga tuanku laras, dan latar
belakang pejuang Paderi, dari keluarga Pakih
Saghir dan Tuanku nan Tuo.

132 H. Mas’oed Abidin


PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
Sejak kecilnya Ahmad Khatib mendapat
pendidikan pada sekolah rendah yang didirikan
Belanda di kota kelahirannya. Ia meninggalkan
kampung halamannya pergi ke Mekah pada
tahun 1871 dibawa oleh ayahnya. Sampai dia
menamatkan pendidikan, dan menikah pada
1879 dengan seorang putri Mekah Siti Khadijah,
anak dari Syekh Shaleh al-Kurdi, maka Syekh
Ahmad Khatib mulai mengajar dikediamannya di
Mekah tidak pernah kembali ke daerah asalnya.
Syekh Ahmad Khatib, mencapai derajat
kedudukan yang tertinggi dalam mengajarkan
agama sebagai imam dari Mazhab Syafei di
Masjidil Haram, di Mekah. Sebagai imam dari
Mazhab Syafe’i, ia tidak melarang murid-
muridnya untuk mempelajari tulisan Muhammad
Abduh, seorang pembaru dalam pemikiran Islam
di Mesir.
Syekh Ahmad Khatib sangat terkenal dalam
menolak dua macam kebiasaan di Minangkabau,
yakni peraturan-peraturan adat tentang warisan
dan tarekat Naqsyahbandiyah yang dipraktekkan
pada masa itu. Kedua masalah itu terus menerus
dibahasnya, diluruskan dan yang tidak sejalan
dengan syari’at Islam ditentangnya.

H.Mas’oed Abidin 133


SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
Pemahaman dan pendalaman dari Syekh
Ahmad Khatib el Minangkabawy ini, kemudian
dilanjutkan oleh gerakan pembaruan di
Minangkabau, melalui tabligh, diskusi, dan
muzakarah ulama dan zu’ama, penerbitan brosur
dan surat-kabar pergerakan, pendirian sekolah-
sekolah seperti madrasah-madrasah Sumatera
Thawalib, dan Diniyah Puteri, sampai ke nagari-
nagari di Minangkabau, sehingga menjadi
pelopor pergerakan merebut kemerdekaan
Republik Indonesia.
Dalam beberapa karya Ahmad Khatib
menunjukkan bahwa barang siapa masih
mematuhi lembaga-lembaga “kafir”, adalah kafir
dan akan masuk neraka. Kemudian, semua harta
benda yang diperoleh menurut hukum waris
kepada kemenakan, menurut pendapat Ahmad
Khatib harus dianggap sebagai harta rampasan.
Pemikiran-pemikiran yang disampaikan
Ahmad Khatib memicu pembaruan pemikiran
Islam di Minangkabau. Di pihak lain perlawanan
yang berarti terhadap pemikiran Ahmad Khatib
datang dari kalangan Islam tradisi yang
adakalanya disebut kaum tua.

134 H. Mas’oed Abidin


PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
Kecamannya mengenai tarekat, telah dijawab
oleh Syekh Muhamamad Saat bin Tanta’ dari
Mungkar dan Syekh Khatib Ali di Padang jang
menerbitkan beberapa tulisan tentang itu.
Kecamannya dalam harta warisan,
menumbuhkan kesadaran banyak orang
Minangkabau memahami, bahwa tidak dapat
disesuaikan hukum waris matrilineal dengan
hukum agama.
Di antara guru agama banyak juga yang tidak
dapat menyetujui pendirian Ahmad Khatib, yang
dianggap tidak kenal damai. Walaupun pikiran-
pikiran itu mendapat tantangan dari kaum adat,
maupun muridnya yang tidak menyetujui
pemikiran demikian, namun perbedaan pendapat
ini telah melahirkan hasrat untuk lebih
berkembang, menghidupkan kembali kesadaran
untuk pengenalan kembali diri sendiri, yaitu
kesadaran untuk meninggalkan keterbelakangan.
Syekh Ahmad Khatib al Minangkabawy
menyebarkan pikiran-pikirannya dari Mekah
melalui tulisan-tulisannya di majalah atau buku-
buku agama Islam, dan melalui murid-murid
yang belajar kepadanya.

H.Mas’oed Abidin 135


SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
Dengan cara itu, beliau memelihara
hubungan dengan daerah asalnya Minangkabau,
melalui murid-muridnya yang menunaikan
ibadah haji ke Mekah, dan yang belajar padanya.
Mereka inilah kemudian menjadi guru di daerah
asalnya masing-masing.
Ulama zuama bekas murid Ahmad Khatib,
mulai mengetengahkan pemikiran, manakala
Islam bermaksud tetap memuaskan pengikutnya,
maka harus terjadi suatu pembaruan. Setiap
periode dalam sejarah peradaban manusia,
melahirkan pembaruan pemikiran agama yang
bertujuan memperbaiki pola penghidupan
umatnya. Cita-cita itu ditemukan kembali dalam
agama.
Cara berpikir seorang beragama Islam
bertolak dari anggapan keyakinan, bahwa Islam
itu tidak mungkin memusuhi kebudayaan.
Dengan kemajuan cara berpikir orang berusaha
menemukan kembali cita-citanya dalam Islam.
Timbul pertanyaan, apakah di dalam Islam ada
unsur yang menyangkut kepada cita-cita
persamaan, kebangsaan, hasrat untuk maju dan
rasionalisme.

136 H. Mas’oed Abidin


PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
Keunggulan dari Syekh Ahmad Khatib dalam
memberikan pelajaran kepada muridnya, selalu
menghindari sikap taqlid. Salah seorang dari
muridnya, yakni H.Abdullah Ahmad, yang
kemudian menjadi salah seorang di antara para
ulama dan zuama, pemimpin kaum pembaru di
Minangkabau, pendiri Sumatera Thawalib, yang
berawal dari pengajian di Masjid Zuama,
Jembatan Besi, Padangpanjang, dan kemudian
mendirikan pula Persatuan Guru Agama Islam
(PGAI), di Jati, Padang, telah mengembangkan
ajaran gurunya melalui pendidikan dan
pencerahan tradisi ilmu dan mendorong pula
para muridnya untuk mempergunakan akal yang
sesungguhnya adalah kurnia Allah.
Jika kepercayaan hanya tumbuh semata-mata
karena penerimaan atas wibawa guru semata,
maka kepercayaan itu tidak ada harganya, dan
itulah yang membuka pintu taqlid. Peperangan
melawan penjajahan asing tidak semata-mata
dengan menggunakan senjata, bedil dan
kelewang, tetapi pencerdasan anak kemenakan
dengan memberikan senjata tradisi ilmu.

H.Mas’oed Abidin 137


SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
Murid-muridnya kemudian menjadi penggerak
pembaruan pemikiran Islam di Minangkabau,
seperti Syekh Muhammad Djamil Djambek
(1860 – 1947)13, Haji Abdul Karim Amarullah
(1879-1945) 14, dan Haji Abdullah Ahmad
(1878 – 1933)15.

Haji Abdul Karim Amarullah .

Haji Abdul Karim Amarullah lebih dikenal


dengan nama Haji Rasul. Haji Rasul dilahirkan di
Sungai Batang Maninjau pada tahun 1879, anak seorang
ulama bernama Syekh Muhammad Amarullah gelar Tuanku
Kisai. Ia mendapat pendidikan pada beberapa tempat di
Minangkabau. Pada tahun 1894, ia pergi ke Mekah untuk
belajar selama 7 tahun. Sekembalinya dari Mekah, ia diberi
gelar Tuanku Syekh Nan Mudo, sebagai pengakuan atas
ilmunya. Kemudian ia kembali ke Mekah untuk beberapa
tahun sampai tahun 1906. Selama bermukim kedua di
Mekah ini, ia mulai memberi pelajaran. Murid-muridnya
termasuk Ibrahim Musa dari Parabek, Bukittinggi yang
kemudian menjadi salah seorang pendukung yang
terpenting dari pembaruan pemikiran Islam, di
Minangkabau. Ia meninggal di jakarta pada 2 Juni 1945

Haji Rasul mulai mengajar di kampungnya,

Sugai Batang Maninjau, kemudian mengunjungi

Padang Panjang, Matur dan Padang. Tablighnya

138 H. Mas’oed Abidin


PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
bersifat keras, yang ditandai dengan serangan

terhadap perbuatan yang tidak disetujuinya

sampai soal-soal kecil sekali pun, seperti ia

mengecam baju kebaya dan terbukanya rambut

seorang perempuan di hadapan bukan

muhrimnya. Ketika ayahnya meninggal pada

tahun 1907, ia melarang diadakan kenduri yang

menyebabkan kekecewaan pada anggota

keluarganya. Sikapnya bermusuhan terhadap

adat dan kepada ninik mamak yang

membedakannya dari sahabatnya kaum

pembaru lainnya seperti Syekh Djamil Djambek

dan Haji Abdullah Ahmad yang ibu mereka

berasal dari luar Minangakabau.

Haji Rasul mengadakan perjalanan ke luar

daerah Minangkabau. Pada tahun 1915, ia

bepergian ke Malaya dan ke Jawa. Di Malaya, Haji

Rasul tidak disenangi oleh Sultan-Sultan serta

guru agama di Malaya, karena keterikatan guru-

guru agama dengan kebiasaan-kebiasaan

H.Mas’oed Abidin 139


SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
tradisional. Di Jawa, ia berhubungan dengan

pemimpin-pemimpin Sarekat Islam dan

Muhamma-diyah.

Haji Rasul sangat aktif dalam gerakan

pembaruan pemikiran Islam di Minangkabau.

Dialah yang memperkenalkan Muhammadiyah di

Minangkabau pada tahun 1925. Suraunya di

Padang Panjang tumbuh menjadi Sumatra

Thawalib yang kemudian melahirkan Persatuan

Muslimin Indonesia, suatu partai politik pada

permulaaan tahun 1930. Ia menjadi penasehat

Persatuan Guru Agama Islam (PGAI) pada tahun

1920, dan memberikan bantuan mendirikan

Sekolah Normal Islam di Padang pada tahun

1931.

Ia menentang ajaran komunis dengan

sangat gigih pada tahun 1920-an dan

menyerang ‘’Ordonansi Guru’’ pada tahun

140 H. Mas’oed Abidin


PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
1928 serta ‘’Ordonansi Sekolah Liar ‘ tahun

1932.

Dari tahun 1929 sampai tahun 1939, ia

sering bepergian ke seluruh daerah di Sumatra

untuk menyampaikan buah pikiran dan ajaran-

ajarannya. Pada tahun 1941, ia ditahan

Pemerintah Belanda dan dibuang ke Sukabumi

dengan alasan bahwa kewibawaan dan

kekuasaan pemerintah serta peraturan adat

tidak berfunghsi selama ia bertempat tinggal di

daerahnya. Haji Rasul meninggal dunia di Jakarta

pada tanggal 2 Juni 1945.

Haji Abdullah Ahmad (1878 –


1933)
Haji Abdullah Ahmad lahir di Padang

Panjang pada tahun 1878 sebagai anak dari Haji

Ahmad yang dikenal sebagai ulama dan juga

seorang pedagang kecil. Ibunya berasal dari

H.Mas’oed Abidin 141


SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
Bengkulu. Setelah menyelesaikan pendidikan

dasarnya pada sebuah sekolah pemerintah, dan

mendapat pendidikan agama di rumah dengan

ayahnya. Pada tahun 1895, Abdullah Ahmad

pergi ke Mekah dan kembali ke Indonesia pada

tahun 1899.

Sekembalinya dari Mekah, ia segera

mengajar di kota Padang Panjang. Tindakannya

yang pertama dilakukannya adalah

memberantas bid’ah dan tarekat. Ia tertarik

pula untuk menyebarkan pemikiran pembaruan

melalui publikasi dengan jalan menjadi agen

dari berbagai majalah pembaruan, seperti Al-

Imam di Singapuran dan Al-Ittihad dari Cairo.

Pada tahun 1906 Haji Abdullah Ahmad

pindah ke Padang untuk menggantikan

pamannya yang meninggal dunia sebagai guru.

Dio Padang, ia mengadakan tabligh-tabligh dan

pertemuan-pertemuan tentang masalah agama

142 H. Mas’oed Abidin


PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
dan mendirikan Jamaah Adabiyah beberapa

tahun kemudian. Pada mulanya jamaah ini

hanaya delapan orang yang menghadiri

cermahnya. Di samping itu ia memberikan

ceramah-ceraman pada orang dewasa.

Pengajiannya dilakukan dua kali seminggu

secara bergantian dari rumah ke rumah.

Kenyataannya tidak semua anak-anak

pedagang di Padang mendapat pendidikan yang

sistematis. Hal ini menyebabkan Haji Abdullah

Ahmad membuka Sekolah Adabiyah pada tahun

1909, dengan bantuan para pedagang ini setelah

ia mengunjungi sekolah Iqbal di Singapura.

Haji Abdullah Ahmad sangat aktif menulis,

malahan ia menjadi ketua persatuan wartawan di

Padang pada tahun 1914. Ia mempunyai

hubungan yang erat dengan pelajar-pelajar

sekolah menengah di Padang dan Sekolah Dokter

di Jakarta dan memberikan bantuan dalam

H.Mas’oed Abidin 143


SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
kegiatan Jong Sumatranen Bond. Ia menjadi

pendiri majalah Al-Munir yang terbit di Padang

tahunn 1911 sampai tahun 1916, majalah berita

Al-Akhbar tahun 1913, dan menjadi redaktur

dalam bidang agama dari majalah Al-Islam

tahun 1916 yang diterbitkan Sarekat Islam di

Surabaya. Majalah A l-Islam yang dicetak dengan

tulisan Arab Melayu (Jawi). Pananggungjawab Al-

Islam adalah Oemar Said Cokroaminoto.

Pengetahuannya tentang agama sangat

mendalam, yang diakui ulama-ulama Timur

Tengah pada suatu konperensi khilafat di Kairo

pada tahun 1926. Pengakuan itu dibuktikan

dengan pemberian gelar kehormatan dalam

bidang agama sebagai doktor fid- din. Haji

Abdullah Ahmad meninggal dunia di Padang

pada tahun 1933.

144 H. Mas’oed Abidin


PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
Syekh Ibrahim Musa (1882 –
19.. )16
Dua orang di antara murid bekas ulama-

ulama tersebut kemudian menjadi pelopor

pembaruan pemikiran Islam pula. Di antaranya

Syekh Ibrahim Musa dan Zainuddin Labai al-

Yunusi. Mereka menyebarkan peranannya

dalam mendirikan lembaga pendidikan Islam

yang bersifat modern.

Setelah belajar pada beberapa perguruan,

pada umur 18 tahun ia berangkat ke Mekah dan

belajar di negeri itu selama 8 tahun. Ia kembali

ke Minangkabau pada tahun 1909 dan mulai

mengajar pada tahun 1912. kemudian ia

berangkat lagi ke Mekah pada tahun berikutnya

dan kembali pada tahun 1915. Saat itu ia telah

mendapat gelar Syekh Ibrahim Musa atau Inyiak

Parabek sebagai pengakuan tentang agama.

H.Mas’oed Abidin 145


SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
Syekh Ibrahim Musa tetap diterima oleh

golongan tradisi, walaupun ia membantu

gerakan pembaruan. Ia menjadi anggota dua

organisasi Kaum Muda dan kaum Tua, yaitu

Persatuan Guru Agama Islam (PGAI) dan

Ittihadul Ulama.

Zainuddin Labai al-Yunusi


(1890- 1934).17
Zainuddin Labai adalah seorang auto-didact,

yang mempelajari ilmu dan agama dengan

tenaga sendiri. Ia tidak pernah menamatkan

pelajaran pada sekolah formal. Pengetahuannya

banyak diperolehnya dengan membaca sendiri

dan kemampuannya dalam bahasa-bahasa

Ingegeri, Belanda dan Arab sangat

membantunya. Koleksi bukunya meliputi buku-

buku bermacam bidang seperti aljabar, ilmu

bumi, kimia dan agama.

146 H. Mas’oed Abidin


PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
Enam tahun lamanya ia membantu Syekh

Haji Abbas, seorang ulama di Padang Japang,

Payakumbuh dalam bidang kegiatan praktis.

Dalam tahun 1913, Zainuddin memilih Padang

Panjang sebagai tempat tinggalnya. Ia memulai

mengajar di Surau Jembatan Besi, bersama Rasul

dan Haji Abdullah Ahmad.

Zainuddin Labai banyak menulis artikel

dalam majalah Al-Munir. Ia lebih tertarik pada

kehidupan dan kegiatan tokoh kebangsaan

seperti Mustafa Kamil, pendiri partai Hizb al

Wathan di Mesir, Muhammad Abduh dan Rashid

Redha yang lebih banyak memperhatikan sal-

soal agama. Zainuddin Labai termasuk seorang

yang mula-mula mempergunakan sistem kelas

dengan kurikulum teratur yang mencakup

pengetahun umum seperti bahasa, matematika,

sejarah, ilmu bumi di samping pelajaran agama.

Ia pun mengorganisir sebuah klub musik untuk

murid-muridnya, yang pada saat itu kurang

H.Mas’oed Abidin 147


SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
diminati oleh kalangan kaum agama. Ia seorang

yang produktif dalam menulis buku teks tentang

fikh dan tatabahasa Arab untuk sekolahnya.

Terjemahan Autobiografi Mustafa Kamil

diterbitkannya dalam bentuk serial artikel pada

majalah Al-Munir di Padang Panjang. Zainuddin

Labai adalah seorang termuda di antara tokoh

pembaru pemikiran Islam di Minangkabau dan

mempunyai harapan besar untuk perkembangan

selanjutnya. Ia termasuk seorang anggota

pengurus Thawalib dan mendirikan pula

perkumpulan Diniyah pada tahun 1922 dengan

tujuan bersama-sama membina kemajuan

sekolah itu.

Rupanya Allah cepat memanggilnya,. Ia

meninggal pada tahun 1934 dan kegiatannya

dilanjutkan oleh adiknya yang bernama Rahmah

al Yunusiyah, sebagai salah seorang pendidik

kaum wanita di Minangkabau.

148 H. Mas’oed Abidin


PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU

Lembaga dan organisasi

kaum pembaru

Tanggal 19 Agustus 1928, dihadiri lebih

kurang 800 orang ulama dan wakil 115

organisasi. Rapat ini terjadi karena mereka risau

benar-benar, bahwa kemerdekaan beragama

yang telah tertanam dalam hati nuraninya akan

terganggu oleh peraturan Pemerintah Belanda.

Aapalagi mereka berhadapan dengan wakil

pemerintah yang mempunyai jabatan tinggi.

Pada umumnya para pembicara

mengemukakan pendapat disertai kata-kata

kasar terhadap maksud pemerintah Belanda

untuk memberlakukan peraturan di daerah

mereka

H.Mas’oed Abidin 149


SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI

Syekh Adam BB (1889-1953)


Pandeka yang Jadi Ulama

Syekh Adam BB, atas izin Allah, menghirup


udara dunia 1889 di Nagari Balai-balai
Padangpanjang. Tanggal dan bulan kelahirannya
persis sama dengan kelahiran Wihelmina, ratu
Negeri Belanda yang tiap ulang tahunnya
dirayakan dengan pesta rakyat di tanah jajahan
Hindia Belanda.
Selesai sekolah desa, Adam masuk
Gouvernement dan lulus dengan angka-angka
tinggi. Bagi Adam muda, itu saja cukuplah. Anak
keluarga terpandang ini kemudian memilih
mendalami silat. Dasar-dasar ilmu bela diri
tradisional itu memang sangat diminatinya sejak
kecil ketika di surau, di mana dulu ia tidur,
belajar membaca al-Quran dan ilmu agama.
Adam sebenarnya memperoleh kesempatan
pendidikan lebih tinggi daripada kebanyakan

150 H. Mas’oed Abidin


PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
bumiputera. Karena dialah putra Sami'un Datuk
Bagindo, penghulu pucuk yang disegani dan
pemutus-kata pada tiap perundingan ninik
mamak. Tapi Adam menampik masuk Sekolah
Raja Bukittinggi. Tidak jelas benar alasannya.
Yang terucap pada ayahnya hanyalah: "Saya
takkan masuk Sekolah Raja, saya tak suka pakai
pentalon."
Sepanjang sepuluh tahun masa belianya,
hingga usia menjelang 25 tahun, Adam berguru
pada puluhan pandeka kenamaan dari berbagai
aliran dan sasaran silat. Itulah pilihan jiwa muda
dan jati dirinya. Dan puncaknya, Adam
mematahkan perlawanan harimau dalam suatu
perkelahian mencekam di tepi bukit kawasan
Agam.
Sejak itu tampillah Adam yang bertubuh
tinggi kekar sebagai parewa gadang.
Tempramennnya tinggi. Wataknya keras dan
pantang kelangkahan. Pemuda yang sehari-hari
berbaju gunting cina "cap kelapa" serta sarung
melilit bahu ini mencuat sebagai rajo cakak.
Kegemarannya main sepakbola dan musik.

Mandor Orang Rantai


Setelah merasa dewasa, ia pergi mencari

H.Mas’oed Abidin 151


SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
untung ke Sawahlunto. Di sana ia langsung
diterima bekerja di Tambang Batubara sebagai
mandor "orang rantai" --sebutan untuk buruh
tambang yang ditangkap kembali setelah
melarikan diri. Beberapa bulan bekerja di
tambang, Adam pulang membawa segepok uang
untuk diserahkan pada ibunda tercinta. "Bukan
ini yang kuharapkan darimu!," sergah sang ibu
sambil mencampakkan uang pemberian
anaknya.
Inilah anti-klimaks keparewaan seorang
Adam. Sebuah kenyataan yang memaksanya
mengartikan kembali perjalanan hidupnya.
Bahwa menjadi orang bagak dan bapitih
bukanlah segalanya; tidak suatu kebanggaan
bagi ibu, orangtua dan masyarakat pribumi yang
mengerti pahitnya hidup dijajah.
Kesadaran ini mencuat kembali dalam diri
Adam. Masa kecil di surau; mengaji dan belajar
silat agar menjadi orang pandai dan berilmu
adalah untuk melawan kemungkaran, membela
kebenaran, orang lemah dan tertindas. Ini
merupakan kesadaran kolektif masyarakat di
mana Adam hidup dan dibesarkan. Kesadaran
itulah yang membuat hardikan ibunya menjadi
cambuk yang menyebabkan Adam luluh.

152 H. Mas’oed Abidin


PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
Kembali ke Surau
Tapi perasaannya tak menentu. Ia pergi
meninggalkan Padangpanjang. Semula ia tetap
bermaksud ke Sawahlunto untuk bekerja lagi.
Hatinya berontak, tapi hardikan ibunya
terngiang-ngiang mengiringi langkah gontainya
menyusuri danau Singkarak. Penat berjalan,
Adam terduduk di surau kecil tepi danau di kam-
pung Sumpur. Di surau itu seorang anak surau
sedang membaca kitab. "Kenapa tulisan Arab tak
berbaris itu bisa kau baca?, Adam bertanya.
"Itulah gunanya mengaji," jawab anak itu lugas.
Adam tercenung. Lalu berlari, kembali ke
Padangpanjang. Ia ingin mengaji lagi, di Surau
Jembatan Besi, surau yang merupakan basis
ulama Minangkabau awal abad ke-20. Adam
diterima menjadi murid Syekh Abdul Karim
Amrullah.
Murid tertua dan bertubuh paling gedang ini
sering jadi bahan cemooh teman-temannya.
Inyiak Rasul, panggilan populer Syekh Abdul
Karim Amrullah, juga tak kasih ampun. Bila Adam
tak cepat menangkap kaji ia didamprat: "Segaek
ini lambat juga mengerti...." Adam terlecut.
'Jangan panggil aku Adam kalau tak dapat kaji,'
tekadnya. Dan memang, lepas mengaji di Surau
Jembatan Besi, Adam berguru pada Inyiak Daud.
H.Mas’oed Abidin 153
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
Syekh Daud Rasjidi baru saja pulang dari Mekah
dan membuka surau di kampungnya, Balingka.
Tapi tabiat parewa Adam masih sering
terlongsong walau telah mengaji dan tinggal di
Balingka. Salah-salah banyak orang kena
kakinya. Menghadapi perangai muridnya, Inyiak
Daud yang juga pandeka tahu persis. Di depan
orang banyak guru yang arif itu justru membela
Adam walaupun bersalah. Beberapa kali
peristiwa pembelaan serupa itu membuat Adam
malu dan ragu. Akhirnya ia menghadap gurunya.
Ia akui bahwa dialah yang menyebabkan cakak.
Pakk! Inyiak Daud menampar muridnya.
"Tahu bersalah kok tak mengaku sejak awal,"
katanya berang.
Pendekatan yang diambil Inyiak Daud dalam
mendidik muridnya menimbulkan hubungan
guru-murid yang akrab, dan kecintaan murid
yang dalam terhadap gurunya.

Surau Pasar Baru


Tahun 1914 Adam diantar Inyiak Daud
kembali ke Padangpanjang untuk belajar ke
Surau Inyiak Jaho, karena musibah galodo
memporak-porandakan surau Balingka hingga
semua murid pulang ke kampung
154 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
masing-masing. Adamlah yang tetap setia
menemani gurunya.
Tidak sampai setahun belajar pada Syekh
Muhammad Jamil Jaho, Adam mulai merasa
cukup mantap untuk membuka surau sendiri.
Tahun 1916 Adam mulai merintis sebuah halaqah
sederhana di Kampung Pasar Baru
Padangpanjang. Di bawah pengawasan Syekh
Daud Rasjidi, 1920 halaqah itu kemudian
diresmikan menjadi sebuah surau, populer
disebut SPB --singkatan: Surau Pasar Baru. SPB
tidak lain dari obsesi keulamaan dan dan
kependekaran Adam. Orientasi Pendidikannya
ditekankan pada penanaman aqidah yang
didukung dengan ilmu-ilmu agama, pembinaan
fisik dan mental melalui latihan silat, dilengkapi
pula dengan pelajaran kesenian dan ketrampilan.
Lulusan ideal surau yang diinginkan Syekh Adam
BB ialah kombinasi ulama, pandeka dan jiwa seni
yang mandiri dan terampil, sepertitergambar
pada profil dirinya.
Tahun 1929 setelah masuknya sistem
pendidikan moderen, SPB dikembangkan
menjadi sistem klasikal, yang kemudian
dinamakan Madrasah Irsyadin Naas (MIN). MIN,
yang hingga kini tetap eksis, pada paruh awal
abad ke-20 merupakan satu dari empat

H.Mas’oed Abidin 155


SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
madrasah terkemuka di Padangpanjang.
Berdampingan dengan perguruan Diniyah
Puteri, Thawalib dan perguruan
Muhammadiyah.

Dakwah Ulama yang Pandeka

Semangat anti penjajah yang tertanam kuat


dalam diri Syekh Adam BB mempengaruhi
perjalanan madrasah yang dipimpinnya. Ketika
pemberlakuan Wilde Scholen Ordonantie oleh
Kolonial, guru MIN diintimidasi dan sebagian
ditangkap. Sewaktu Jepang masuk, Syekh Adam
BB langsung masuk daftar hitam. Beliau
dikejar-kejar tentara Jepang, hingga beliau
terpaksa tinggal di sebuah bukit kawasan Agam.
Ketika Agresi Belanda, Syekh Adam BB
menjadikan gedung MIN sebagai dapur umum
dan markas perlawanan. Di sana diatur taktik
untuk menghancurkan konvoi musuh.
Cara yang ditempuh Syekh Adam BB
mengajak orang ke jalan Islam menggambarkan
sifatnya yang konsisten, keras tapi lugas dan
sederhana. Suatu kali beliau menegur seorang
pemuda bagak. "Kenapa tidak shalat?," tanyanya
tajam.

156 H. Mas’oed Abidin


PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
"Tidak punya kain sarung, Mak Adam,"
jawab sang pemuda.
"Ini sarung, shalatlah!," tukas Syekh Adam
BB sembari menyerahkan sarung yang melilit
bahunya.
Suatu kali beliau diberitahu Bung Hatta,
proklamator RI, bahwa banyak anak-anak dhuafa
di Mentawai yang dipengaruhi Missionaris. Syekh
Adam BB langsung berangkat ke kepulauan
masyarakat terbelakang itu, mengambil dan
membawa 18 orang anak ke Padangpanjang
untuk dijadikan anak asuh. Mereka bergabung
dengan anak-anak yatim dan miskin yang telah
beliau tampung sebelumnya. "Anak-anak itu
diberi makan oleh Allah," tukas Syekh Adam BB,
setiap kali orang bertanya bagaimana ia
memelihara anak-anak itu. Syekh Adam BB
memperlakukan anak-anak asuhnya
sebagaimana anak kandung sendiri. Sama
makan, tempat tinggal, jatah pakaian dan
keperluan lainnya.
Pada kali lain, merebak perjudian di
Padangpanjang. Syekh Adam BB minta bertemu
gubernur. "Tuan seorang gubernur, kenapa orang
berjudi saja Tuan tak bisa melarang?!" tanyanya.
Besoknya segala bentuk perjudian di
Padangpanjang digrebek atas perintah gubernur.

H.Mas’oed Abidin 157


SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI

Pribadi yang Mandiri

Sebagai seorang ototidak, di samping terus


menambah wawasan pengetahuan, Syek Adam
BB rajin mempelajari dan memratekkan
macam-macam kerajinan industri kecil. Itu
adalah di antara cara hidup mandiri yang telah
mempribadi pada dirinya. Malah sampai usia
lanjut, beliau tetap produktif; berusaha tidak
meminta pada orang lain untuk menghidupi diri,
anak dan istri, serta anak-anak asuh yang
ditampungnya, bahkan untuk mengayuh
jalannnya madrasah.
Sampai akhir hayatnya, keberadaan Syek
Adam BB begitu berarti bagi masyarakat
Padangpanjang khususnya, dan Minangkabau
umumnya. Jiwa pendekarnya selaku ulama
ternyata sangat diperlukan dalam masyarakat
zamannya. Pada zaman penjajahan dan awal
kemerdekaan, di mana banyak orang melarat
sebanyak orang menindas, sebanyak perjuangan
menegakkan kebenaran sebanyak itu pula
kemungkaran.
Jejak-jejak Syekh Adam BB hingga kini
masih membekas jelas di Padangpanjang.

158 H. Mas’oed Abidin


PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU

HMD DT.PALIMO KAYO (1905 –


1985)
Buya Datuk, Profil Tokoh Ulama
dan Adat

Dalam kesejukan pagi, pada tanggal 17


Shafar 1321 H, bertepatan dengan tanggal 10
Maret 1905 di Pahambatan, Balingka, Kecamatan
IV Koto (Kabupaten Agam) lahirlah seorang putra
yang kemudian diberi nama Mansur. Orang tua
berbahagia yang menyambut kelahiran putranya
kala itu adalah Syekh Daud Rasyidi dan Siti
Rajab. Sebagai kepala keluarga, Syekh Daud
Rasyidi sudah mengarahkan anaknya supaya
taat beragama. Selain itu Syekh senantiasa beru-
paya agar semua anak-anaknya antara lain;
Anah, Mansur, Miramah, Sa'diah, Makmur dan
Afifah agar giat belajar.
Salah seorang putranya yaitu: Mansur Daud
kemudian tumbuh dalam kerangka kemungkinan
yang diberikan oleh latar belakang budaya serta
lingkungan keluarga di sekitarnya.

H.Mas’oed Abidin 159


SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI

Cikal Bakal Seorang Pemimpin


Muslim
Pembentuk pribadi muslim yang
pengaruhnya langsung terhadap Mansur Daud
sudah diberikan oleh ayahnya, yang
pekerjaannya memang memberikan pengajian
dan ceramah-ceramah agama. Besarnya
perhatian dalam keluarga terhadap pendidikan
ini memacu semangat Mansur Daud untuk terus
menekuni Islam.
Walaupun waktunya juga dibagi untuk
kegiatan keseharian yang lainnya, tetapi, cikal
bakal dirinya sebagai seorang pemimpin Muslim
sudah mulai terlihat.
Usia tujuh tahun memasuki sekolah Desa di
Balingka pada tahun 1912. Pendidikan ini hanya
diikuti selama satu tahun. Selanjutnya, beliau
pindah ke Lubuk Sikaping dan melanjutkan ke
Gouvernment School sampai tahun 1915.
Mansur Daud meninggalkan Lubuk Sikaping,
kemudian mempelajari agama Islam secara
khusus di perguruan Sumatera Thawalib pada
tahun 1917. Beliau langsung mendapat
pendidikan dari ulama besar Haji Abdul Karim
Amrullah (HAKA), sementara tetap mempelajari
160 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
mata pelajaran agama pada Perguruan Islam
Madrasah Diniyah di bawah asuhan Zainuddin
Labay El Yunusi. Hampir seluruh waktunya diisi
dengan mempelajari pendidikan agama Islam.

Ke Mekah dan Mengembara Semasa Muda

Usia Mansur Daud masih begitu muda ketika


naik haji pada tahun 1923. Dalam usia yang
belum cukup dua puluh tahun, beliau sudah
menginjak kota suci Mekah serta langsung
belajar agama Islam dengan Syekh Abdul Kadir
Al Mandily. Salah seorang Imam Masjidil Haram
itulah yang mendidik Mansur Daud selama lebih
kurang satu tahun. Tetapi, lantaran adanya
perang saudara di Mekah kala itu, Mansur Daud
terpaksa kembali pulang ke Indonesia.
Kepulangan itu mengantarkannya kembali
menuntut ilmu di perguruan Islam Sumatera
Thawalib, Parabek Bukittinggi.
Selama tahun 1924, Mansur Daud
mendalami agama di perguruan Islam yang
diasuh oleh Ibrahim Musa Parabek. Suasana
politik yang tak menentu, yakni menyebarnya
pengaruh komunis ke dalam perguruan
Sumatera Thawalib, membuat Mansur Daud

H.Mas’oed Abidin 161


SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
memutuskan untuk menghindarinya.
Tahun 1925, Mansur Daud berangkat ke
mancanegara, menuju India. Langkah ini
ditempuhnya guna menghindari pengaruh
komunis kala itu. Di Negeri itu Mansur Daud
kembali pada dunia yang dihadapinya selama ini.
Beliau belajar agama di Perguruan Islam Tinggi
(Jamiah Islamiyah), Locknow, India. Abdul Kalam
Azad sebagai Pemimpin perguruan tersebut
langsung jadi pengasuh sekaligus pengajarnya.
Selanjutnya, H. Mansur Daud melanjutkan
belajar agama pada Islamic College di
Heydrabad, India. Dua bersaudara yang
memimpin perguruan itu; Maulana Syaukat Ali
dan Maulana Muhammad Ali cukup dikenal,
sehingga mereka dijuluki Two Brother oleh
masyarakat. Serupa namanya, perguruan tinggi
agama Islam yang mereka pimpin juga cukup
dikenal oleh masyarakat, terbukti banyak murid
yang datang dari luar India. H. Mansur Daud
adalah salah seorang diantaranya.
Selama lebih kurang 5 (lima) tahun, H.
Mansur Daud mengembara, menuntut ilmu di
India. Pengembaraanya buat sementara ke
mancanegara usai. Beliau pulang dan sempat
singgah di Malaysia. Beliau langsung ke pulau
Jawa.
162 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU

Periode Aktifitas Organisasi

Setiba di Jawa Haji Mansur Daud bertemu


dengan sejumlah tokoh pimpinan organisasi dan
politik antara lain: H.O.S. Cokroaminoto, H. Agus
Salim, K.H. Ahmad Dahlan, dan K.H. Fakhruddin.
Sejak bergabung dengan beberapa tokoh itu,
beliau terpacu untuk berkiprah dalam organisasi.
Aktifitas organisasi yang telah dimulainya
sekembali dari India sejak tahun 1930
diwujudkan dalam suatu kongres di Sumatera
Thawalib, Bukittinggi.
Kongres di Sumatera Thawalib itu
mewujudkan Persatuan Muslim Indonesia (PMI).
Peranan H. Mansur Daud dapat dikatakan
penting. Terbukti dari Jabatan Sekretaris umum
yang dipegangnya pada PMI sejak didirikan
tahun 1930. H. Mansur Daud kemudian
berperan dalam membentuk partai politik
Indonesia yaitu Persatuan Muslim Indonesia
(PERMI).
Periode penjajahan Jepang memperlihatkan
kemajuan aktifitas H. Mansur Daud. Salah satu
upayanya adalah membentuk badan koordinasi
alim ulama Minangkabau. Badan itu, Majlis Islam

H.Mas’oed Abidin 163


SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
Tinggi (MIT), diketuai pertama kali oleh Sykeh
Sulaiman Ar Rasuli, yang lebih dikenal dengan
Inyiak Canduang.
Penjajahan Jepang membuat rakyat begitu
menderita. MIT seolah menjadi tempat mengadu
bagi rakyat.
Jepang yang berupaya menghapus
organisasi seperti Muhammadiyah dan Persatuan
Tarbiyah Islamiyah, seolah luput mewaspadai
Majlis Tinggi Islam. Tokoh-ulama yang duduk
dalam MIT sangat berpengaruh dalam sepak
terjang pejuang ketika berhadapan dengan pihak
Jepang kala itu.

Kiprah dalam Agama dan Adat

Sejalan dengan kekalahan tentara Jepang,


dan keberhasilan Bangsa Indonesia merebut
kemerdekaan membuat segenap warga ingin
mendarmabaktikan perjuangannya. H.Mansur
Daud menggiatkan kiprahnya di bidang agama
lewat dakwah dan ceramah di mesjid-mesjid.
Muncul sebagai mubalig dan seorang tokoh Islam
yang memperjuangkan hak-hak rakyat kecil.
H. Mansur Daud, tetap eksis,terutama sejak
M.I.T difusikan ke Majlis Syura Muslimin
164 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
Indonesia (Masyumi) di Yogyakarta pada bulan
Februari 1946.
H.Mansur Daud cukup didengar dan dihargai
pendapatnya. Didahulukan selangkah,
ditinggikan seranting oleh anak kemenakan.
Diserahi posisi penting dalam adat sebagai
seorang ninik mamak. Gelar adat yang
kemudian dipangkunya adalah Datuk Palimo
Kayo.
Posisinya dalam raad (Dewan) Nagari
dimanfaatkannya untuk memusyawarahkan soal
harta pusaka bersama ninik mamak pada 2-4
Mei 1953 di Gedung Nasional Bukittinggi. Beliau
juga melakukan aktifitas lain dalam usaha
meningkatkan dan mensejahterakan masyarakat
khususnya di Minangkabau. Upaya yang
dilakukannya meliputi; pembangunan masjid,
mushalla maupun sekolah agama.
Hal terpenting, beliau sangat
memperhatikan soal persatuan khususnya
sesama alim ulama.

Semangat dan Pengabdian


Kegiatan di bidang politik semakin
membawa HMD Datuk Palimo Kayo menjadi
tokoh teras melalui semangat dan pengabdian
yang ia curahkan. Terbukti ketika dirinya

H.Mas’oed Abidin 165


SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
dipercaya sebagai Ketua umum Masyumi wilayah
Sumatera Tengah.
Salah satunya karyanya adalah membentuk
markas Perjuangan Hizbullah guna mewaspadai
kembalinya penjajah, meskipun Bangsa Indone-
sia telah memproklamasikan kemerdekaannya
pada tahun 1945. Saat Masyumi mendapat
tempat dengan keikutsertaan pada pemilihan
umum pertama pada tahun 1955, HMD Datuk
Palimo Kayo duduk di parlemen selama setahun
sampai tahun 1956.
Karir politik HMD Datuk Palimo Kayo di
tataran negara semakin melesat ketika
pemerintah menunjuknya sebagai Duta Besar
(Dubes) Republik Indonesia (RI) untuk negara
Irak sampai tahun 1960.
Sekembali dari Irak, mengakhiri tugas
sebagai duta besar, ia menyaksikan partai politik
Islam Masyumi dibubarkan oleh Presiden
Soekarno. Antara tahun 1961-1967 HMD Datuk
Palimo Kayo aktif berdakwah dan menekankan
peningkatan kemakmuran umat. Dewan Dakwah
Islamiyah yang diketuai Mohammad Natsir juga
turut dirancang Buya Datuk sejak didirikan pada
tahun 1968.
Tanggal 3 Januari 1968, beliau turut
mendirikan Yayasan Rumah Sakit Islam (YARSI).
166 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
Upaya yang dilakukan melalui wadah sosial
serupa itu kemudian semakin melengkapi
pengabdian HMD Datuk Palimo Kayo dalam
memperhatikan kesejahteraan rakyat.
Bidang pendidikan turut jadi perhatian
beliau. Bersama-sama guru agama Islam beliau
melangsungkan rapat pada 17 Desember 1978.
Persatuan Guru-guru Agama Islam (PGAI)
berupaya mengembangkan dunia pendidikan
yang selama ini dipandang sangat strategis
melahirkan tokoh-tokoh besar.
Riwayat hidup HMD Datuk Palimo Kayo yang
begitu sarat dengan segala bentuk aktifitas
memang layak mendapat perhatian secara
ilmiah. Sejumlah kalangan yang dekat, baik dari
keluarga maupun sesama ulama sangat
menghargai keberadannya. Kalangan akademik
kemudian menjadikan sosoknya sebagai sumber
tulisan ilmiah sekaligus mencermati kiprahnya
sepanjang hayatnya. Pihak-pihak lain yang
memberikan semacam kerangka penilaian
tentang eksistensinya. Mengutip Sastrawan
sekaligus Budayawan AA Navis dalam tulisan
Marthias D. Pandoe tentang Buya HMD Datuk
Palimo Kayo, "sebagai seorang ulama yang
konsekuen dengan pendiriannya walau apapun
dihadangnya. Imannya kuat, tidak dapat dibeli

H.Mas’oed Abidin 167


SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
dengan kedudukan maupun uang. Mungkin
riwayat hidupnya yang penuh pengalaman itu
menjadikannya tangguh", (Kompas, 26 Juli
1981).
Kelangkaan akan keberadaan ulama
sekaliber HMD Datuk Palimo Kayo kiranya jadi
titik tolak untuk mengenang tokoh ulama ini.
Sungguh layak riwayat hidup beliau ditulis di
tingkat perguruan tinggi seperti yang telah ada
berupa "Biografi", yang disusun Linda Fauzia
dalam tugas akhirnya untuk meraih sarjana,
dengan analisisnya; "Buya Haji Daud Datuk
Palimo Kayo: Profil Seorang Ulama dan Penghulu
di Minangkabau." (Fakultas Sastra Universitas
Andalas Padang, 1993).
Hingga akhir hayatnya, Buya HMD Datuk
Palimo Kayo senantiasa teguh dalam sikap
telitinya, meskipun terhadap hal sekecil seka-
lipun. Kenyataan tersebut diungkapkan oleh
seorang mubalig yang giat mensyiarkan Islam H.
Mas'oed Abidin. Tokoh ulama besar ini telah
meninggalkan kita buat selama-lamanya pada
tahun 1988. Namun selama hayatnya beliau
tetap memacu semangat dan militansi Islam
yang tak kunjung padam.

168 H. Mas’oed Abidin


PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU

Syekh Haji Zainuddin Hamidy


(1907-1957)

H.Mas’oed Abidin 169


SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
Ulama Diplomat Anti
Kekerasan

Syekh Haji Zainuddin Hamidy lahir pada 8


Februari 1907 di Koto Nan Ampek, Payakumbuh.
Ayahnya adalah Abdul Hamid yang dikenal
sebagai "orang bagak," yakni julukan yang
diberikan kepada pemuda Minangkabau yang
disegani karena keberanian dan ilmu beladirinya.

Kecintaan pada Ilmu Pengetahuan


Setelah menamatkan Gouvernement di
Payakumbuh, Zainuddin melanjutkan
pendidikannya ke Madarasah Thawalib Darul
Funun el Abbassiyah di Padang Japang. Kecintaan
Zainuddin muda kepada ilmu pengetahuan
tampak pada kegiatannya untuk senantiasa
menuntut ilmu kapan dan di mana saja. Jika
pulang kampung dalam masa libur di darul
Funun, misalnya, Zainuddin mendatangi Tuangku
Karuang di Batang Tabik untuk mengaji. Di
Batang Tabik ini Zainuddin berkenalan dengan H
Fachruddin HS, yang kemudian menjadi kawan
yang akarab dalam perjuangannya.
Setelah menyelesaikan pendidikan di Darul

170 H. Mas’oed Abidin


PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
Funun, Zainuddin langsung diminta Syekh Abbas
Abdullah mengajar di madrasah itu. Namun tak
lama kemudian, karena merasa ilmunya belum
cukup, Zainuddin memilih melanjutkan
pendidikan ke Mekah. Tahun 1927 Zainuddin
berangkat ke Mekah dan belajar di Ma'had
Islamy. Di perguruan yang terkenal itu Zainuddin
belajar selama lima tahun.
Kembali ke Tanah Air pada 1932, Zainuddin
diminta mengajar di Diniyah School. Pada masa
itu Diniyah School adalah perguruan Islam
terkemuka di Payakumbuh yang didirikan Engku
Mudo Hamzah dan Engku Mudo Muhammad.

Kiprah di Dunia Pendidikan


Karena prestasi dan kepercayaan para
pendiri Diniyah School pada Syekh Zainuddin,
kepemimpinan perguruan itu kemudian
diamanahkan kepadanya. Sejalan dengan
idealisme keilmuan yang dituntutnya di Ma'had
Islamy Mekah, nama perguruan Diniyah School
diganti dengan Ma'had Islamy Payakumbuh.
Di bawah kepemimpinan Syekh Zainuddin
Hamidy, Ma'had Islamy Payakumbuh
berkembang dengan sangat pesat. Pada 1936
jumlah pelajar Ma'had lebih 700 orang. Melihat

H.Mas’oed Abidin 171


SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
perkembangan murid yang menggembirakan itu,
Zainuddin mengambil inisiatif untuk membangun
gedung belajar yang lebih besar. Di atas tanah
wakaf keluarga Dt Rajo Basa dan pembelian
Zainuddin sendiri, di Koto Nan Ampek
Payakumbuh, dibangunlah gedung Ma'had
Islamy yang tergolong megah untuk saat itu.
Malang tak dapat ditolak, begitu gedung hampir
rampung, angin topan yang sangat kencang
merobohkan gedung itu.
"Asa Rabbuna an-yubdilana khairan minha,"
ucap Syekh Zainuddin Hamidy dengan ikhlas,
semoga Allah memberi gantinya dengan yang
lebih baik.
Meski gedung porak-poranda namun
pendidikan jalan terus. Dalam masa yang sulit
itu tekanan dari pihak kolonial datang pula.
Belanda memasukkan coro (kakitangan) dengan
menyamar menjadi murid di Ma'had Islamy
untuk memata-matai guru-guru yang berbicara
menentang kolonial.
Semua cobaan itu dihadapi Zainuddin
Hamidy dengan sabar dan tawakal. Beliau
mencoba terus berbuat. Bersama Nashruddin
Thaha dan kawan lainnya, Zainuddin ikut
mempelopori berdirinya Training College
Payakumbuh.
172 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
Bidang pendidikan memang telah menjadi
fokus perhatian utama Syekh Zainuddin Hamidy
dalam perjuangannya. Selain mengajar dan
memimpin Ma'had Islamy, Syekh Zainuddin juga
mengajar di SMI, PGA dan SGHA Bukittinggi.
Beliau juga ikut mengasuh Training College.
Untuk meningkatkan pengetahuan agama
murid-muridnya, Syekh Zainuddin Hamidy
membuka pengajian halakah. Pengajian secara
berkala itu diikuti guru-guru dan murid-murid
kelas terakhir Ma'had Islamy. Pengajian ini
terutama berorientasi pada rangsangan dan
gairah berpikir.
Syekh Zainuddin Hamidy dikenal luas
sebagai ahli agama, hafidz, ahli hadits,
pengarang di samping sebagai tokoh pendidikan.
Sering pula beliau disebut sebagai politikus,
organisator, pemikir yang berpandangan jauh ke
depan dan berpikir jernih. Beliau orang yang
konsekuen, tegas dan ramah. Sebagai
pengarang beliau menerjemahkan dan menulis
beberapa buku, antara lain, terjemahan Al-Quran
Kariem, terjemahan Shahih Bukhari, terjemahan
Hadits Arbain, Musthalah Hadits dan Kitab
At-Tauhid.

Lima Sekawan
H.Mas’oed Abidin 173
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
Pada tahun 1930-an di Payakumbuh muncul
Kelompok Lima Serangkai. Kelompok ini terdiri
dari tokoh-tokoh terkemuka yang secara rutin
bertemu dan berdiskusi tentang
masalah-masalah umat dan langkah-langkah
perjuangan. Kelompok lima itu tediri dari Syekh
Zainuddin Hamidy, Fachruddin HS Dt Majo Indo,
Arisun St Alamsyah, H Nasruddin Thaha dan H
Darwis Taram Dt Tumanggung. Lima sekawan
inilah kekuatan yang mengerjakan perlawanan
terhadap kaum penjajah. Dari lima orang tokoh
itu Syekh Zainuddin Hamidy lebih dituakan
dalam memutuskan masalah-masalah yang
pelik, karena ilmu beliau lebih dalam.
Bersama teman-temannya, Syekh Zainuddin
Hamidy mendirikan PERMI di daerah 50 Kota.
PERMI kemudian berubah menjadi MIT, dan ak-
hirnya menjadi MASYUMI hingga wafat beliau.
Pada masa penjajahan Jepang, Syekh
Zainuddin menjadi Gyu Gun Ko En Bu. Di zaman
awal kemerdekaan Syekh Zainuddin menjadi
ketua Komite Nasional Indonesia Kab. 50 Kota, di
samping aktif dalam Panitia Dana Emas
Perjuangan. Dalam perjuangan fisik, Syekh
Zainuddin Hamidy juga mengambil peranan
penting. Beliau menggelorakan semangat jihad
para lasykar pejuang yang dikirim ke fron

174 H. Mas’oed Abidin


PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
pertempuran. Ketika Agresi Belanda II Syekh
Zainuddin Hamidy ikut perang gerilya. Saat itu
Ma'had Islamy ditutup.

Diutus Menghadap Soekarno


Pada tahun 1950, Syekh Zainuddin Hamidy
kembali membuka Ma'had Islamy. Ketika itu
terjadi ketegangan dan konflik antara pemerin-
tah daerah dengan Pemerintah Pusat. Dalam hal
ini Syekh Zainuddin berperan dalam upaya
penyelesaian. Di sini tampaklah bahwa bahwa
beliau orang yang moderat dan anti kekerasan.
Tahun 1957 Syekh Zainuddin Hamidy diutus
Pemerintah Daerah untuk berunding dengan
Presiden Soekarno di Istana Negara, Jakarta.
Kembali dari perundingan itu, suatu kali beliau
berkata pada isterinya:
"Usul awak kurang dapat perhatian Presiden
Soekarno, barangkali akan terjadi perang
saudara. Tapi awak jangan melihat hendaknya."
Pagi hari Jumat tanggal 29 Maret 1957,
Syekh Haji Zainuddin Hamidy meninggal dunia,
berpulang ke Rahmatullah. Kepergian beliau
begitu tiba-tiba, tanpa menderita sakit. Bahkan
pada malamnya beliau masih menghadiri
pertemuan bersama Kol M Simbolon dan

H.Mas’oed Abidin 175


SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
tokoh-tokoh lain di Gedung Pertemuan
Payakumbuh.
Masyarakat kehilangan seorang ulama
modern, pembaharu, serta seorang idealis yang
hidup sederhana. Hamka bertutur:"...Ustadz
Syekh Haji Zainuddin Hamidy adalah seorang
yang sederhana. Percakapan dari mulutnya
hanya satu-satu, tidak banyak. Bila orang
bercakap tentang yang tidak berfaedah, ia hanya
diam. Jika orang bertanya, dijawabnya dengan
senyum. Senyum yang mengandung seribu satu
arti..."

Hamka

176 H. Mas’oed Abidin


PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
Biografi

Hamka
HAMKA (1908-1981), adalah akronim kepada nama
sebenar Haji Abdul Malik bin Abdul Karim Amrullah. Beliau
adalah seorang ulama, aktivis politik dan penulis Indonesia
yang amat terkenal di alam Nusantara. Beliau lahir pada 17
Februari 1908 di kampung Molek, Maninjau, Sumatera Barat,
Indonesia. Ayahnya ialah Syeikh Abdul Karim bin Amrullah
atau dikenali sebagai Haji Rasul, seorang pelopor Gerakan
Islah (tajdid) di Minangkabau, sekembalinya dari Makkah
pada tahun 1906.

Hamka mendapat pendidikan rendah di Sekolah Dasar


Maninjau sehingga kelas dua. Ketika usia HAMKA
mencapai 10 tahun, ayahnya telah mendirikan Sumatera
Thawalib di Padang Panjang. Di situ Hamka mempelajari
agama dan mendalami bahasa Arab. Hamka juga pernah
mengikuti pengajaran agama di surau dan masjid yang
H.Mas’oed Abidin 177
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
diberikan ulama terkenal seperti Syeikh Ibrahim Musa,
Syeikh Ahmad Rasyid, Sutan Mansur, R.M. Surjopranoto
dan Ki Bagus Hadikusumo.

Hamka mula-mula bekerja sebagai guru agama pada


tahun 1927 di Perkebunan Tebing Tinggi, Medan dan guru
agama di Padang Panjang pada tahun 1929. Hamka
kemudian dilantik sebagai dosen di Universitas Islam,
Jakarta dan Universitas Muhammadiyah, Padang Panjang
dari tahun 1957 hingga tahun 1958. Setelah itu, beliau
diangkat menjadi rektor Perguruan Tinggi Islam, Jakarta dan
Profesor Universitas Mustopo, Jakarta. Dari tahun 1951
hingga tahun 1960, beliau menjabat sebagai Pegawai Tinggi
Agama oleh Menteri Agama Indonesia, tetapi meletakkan
jabatan itu ketika Sukarno menyuruhnya memilih antara
menjadi pegawai negeri atau bergiat dalam politik Majlis
Syura Muslimin Indonesia (Masyumi).

Hamka adalah seorang otodidiak dalam berbagai


bidang ilmu pengetahuan seperti filsafat, sastra, sejarah,
sosiologi dan politik, baik Islam maupun Barat. Dengan
kemahiran bahasa Arabnya yang tinggi, beliau dapat
menyelidiki karya ulama dan pujangga besar di Timur
Tengah seperti Zaki Mubarak, Jurji Zaidan, Abbas al-Aqqad,
Mustafa al-Manfaluti dan Hussain Haikal. Melalui bahasa
Arab juga, beliau meneliti karya sarjana Perancis, Inggris
dan Jerman seperti Albert Camus, William James, Sigmund
Freud, Arnold Toynbee, Jean Paul Sartre, Karl Marx dan
Pierre Loti. Hamka juga rajin membaca dan bertukar-tukar
pikiran dengan tokoh-tokoh terkenal Jakarta seperti HOS

178 H. Mas’oed Abidin


PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
Tjokroaminoto, Raden Mas Surjopranoto, Haji Fachrudin, Ar
Sutan Mansur dan Ki Bagus Hadikusumo sambil mengasah
bakatnya sehingga menjadi seorang ahli pidato yang handal.

Hamka juga aktif dalam gerakan Islam melalui


organisasi Muhammadiyah. Beliau mengikuti pendirian
Muhammadiyah mulai tahun 1925 untuk melawan khurafat,
bidaah, tarekat dan kebatinan sesat di Padang Panjang.
Mulai tahun 1928, beliau mengetuai cabang Muhammadiyah
di Padang Panjang. Pada tahun 1929, Hamka mendirikan
pusat latihan pendakwah Muhammadiyah dan dua tahun
kemudian beliau menjadi konsul Muhammadiyah di
Makassar. Kemudian beliau terpilih menjadi ketua Majlis
Pimpinan Muhammadiyah di Sumatera Barat oleh
Konferensi Muhammadiyah, menggantikan S.Y. Sutan
Mangkuto pada tahun 1946. Beliau menyusun kembali
pembangunan dalam Kongres Muhammadiyah ke-31 di
Yogyakarta pada tahun 1950.

Pada tahun 1953, Hamka dipilih sebagai penasihat


pimpinan Pusat Muhammadiah. Pada 26 Juli 1977, Menteri
Agama Indonesia, Prof. Dr. Mukti Ali melantik Hamka
sebagai ketua umum Majlis Ulama Indonesia tetapi beliau
kemudiannya meletak jawatan pada tahun 1981 karena
nasihatnya tidak dipedulikan oleh pemerintah Indonesia.

Kegiatan politik Hamka bermula pada tahun 1925


ketika beliau menjadi anggota partai politik Sarekat Islam.
Pada tahun 1945, beliau membantu menentang usaha
kembalinya penjajah Belanda ke Indonesia melalui pidato
dan menyertai kegiatan gerilya di dalam hutan di Medan.
H.Mas’oed Abidin 179
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
Pada tahun 1947, Hamka diangkat menjadi ketua Barisan
Pertahanan Nasional, Indonesia. Beliau menjadi anggota
Konstituante Masyumi dan menjadi pemidato utama dalam
Pilihan Raya Umum 1955. Masyumi kemudiannya
diharamkan oleh pemerintah Indonesia pada tahun 1960.
Dari tahun 1964 hingga tahun 1966, Hamka dipenjarakan
oleh Presiden Sukarno karena dituduh pro-Malaysia. Semasa
dipenjarakanlah maka beliau mulai menulis Tafsir al-Azhar
yang merupakan karya ilmiah terbesarnya. Setelah keluar
dari penjara, Hamka diangkat sebagai anggota Badan
Musyawarah Kebajikan Nasional, Indonesia, anggota Majelis
Perjalanan Haji Indonesia dan anggota Lembaga
Kebudayaan Nasional, Indonesia.

Selain aktif dalam soal keagamaan dan politik, Hamka


merupakan seorang wartawan, penulis, editor dan penerbit.
Sejak tahun 1920-an, Hamka menjadi wartawan beberapa
buah akhbar seperti Pelita Andalas, Seruan Islam, Bintang
Islam dan Seruan Muhammadiyah. Pada tahun 1928, beliau
menjadi editor majalah Kemajuan Masyarakat. Pada tahun
1932, beliau menjadi editor dan menerbitkan majalah al-
Mahdi di Makasar. Hamka juga pernah menjadi editor
majalah Pedoman Masyarakat, Panji Masyarakat dan Gema
Islam.

Hamka juga menghasilkan karya ilmiah Islam dan


karya kreatif seperti novel dan cerpen. Karya ilmiah
terbesarnya ialah Tafsir al-Azhar (5 jilid) dan antara novel-
novelnya yang mendapat perhatian umum dan menjadi
buku teks sastera di Malaysia dan Singapura termasuklah

180 H. Mas’oed Abidin


PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, Di Bawah Lindungan
Kaabah dan Merantau ke Deli.

Hamka pernah menerima beberapa anugerah pada


peringkat nasional dan antarabangsa seperti anugerah
kehormatan Doctor Honoris Causa, Universitas al-Azhar,
1958; Doktor Honoris Causa, Universitas Kebangsaan
Malaysia, 1974; dan gelar Datuk Indono dan Pengeran
Wiroguno dari pemerintah Indonesia.

Hamka telah pulang ke rahmatullah pada 24 Juli 1981,


namun jasa dan pengaruhnya masih terasa sehingga kini
dalam memartabatkan agama Islam. Beliau bukan sahaja
diterima sebagai seorang tokoh ulama dan sasterawan di
negara kelahirannya, malah jasanya di seluruh alam
Nusantara, termasuk Malaysia dan Singapura, turut
dihargai.

Daftar Karya Buya Hamka


1. Khatibul Ummah, Jilid 1-3. Ditulis dalam huruf Arab.

2. Si Sabariah. (1928)

3. Pembela Islam (Tarikh Saidina Abu Bakar


Shiddiq),1929.

4. Adat Minangkabau dan agama Islam (1929).

5. Ringkasan tarikh Ummat Islam (1929).

6. Kepentingan melakukan tabligh (1929).

7. Hikmat Isra' dan Mikraj.

8. Arkanul Islam (1932) di Makassar.


H.Mas’oed Abidin 181
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
9. Laila Majnun (1932) Balai Pustaka.

10. Majallah 'Tentera' (4 nomor) 1932, di Makassar.

11. Majallah Al-Mahdi (9 nomor) 1932 di Makassar.

12. Mati mengandung malu (Salinan Al-Manfaluthi)


1934.

13. Di Bawah Lindungan Ka'bah (1936) Pedoman


Masyarakat,Balai Pustaka.

14. Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck (1937), Pedoman


Masyarakat, Balai Pustaka.

15. Di Dalam Lembah Kehidupan 1939, Pedoman


Masyarakat, Balai Pustaka.

16. Merantau ke Deli (1940), Pedoman Masyarakat, Toko


Buku Syarkawi.

17. Margaretta Gauthier (terjemahan) 1940.

18. Tuan Direktur 1939.

19. Dijemput mamaknya,1939.

20. Keadilan Ilahy 1939.

21. Tashawwuf Modern 1939.

22. Falsafah Hidup 1939.

23. Lembaga Hidup 1940.

24. Lembaga Budi 1940.

25. Majallah 'SEMANGAT ISLAM' (Zaman Jepun 1943).

182 H. Mas’oed Abidin


PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
26. Majallah 'MENARA' (Terbit di Padang Panjang),
sesudah revolusi 1946.

27. Negara Islam (1946).

28. Islam dan Demokrasi,1946.

29. Revolusi Pikiran,1946.

30. Revolusi Agama,1946.

31. Adat Minangkabau menghadapi Revolusi,1946.

32. Dibantingkan ombak masyarakat,1946.

33. Didalam Lembah cita-cita,1946.

34. Sesudah naskah Renville,1947.

35. Pidato Pembelaan Peristiwa Tiga Maret,1947.

36. Menunggu Beduk berbunyi,1949 di


Bukittinggi,Sedang Konperansi Meja Bundar.

37. Ayahku,1950 di Jakarta.

38. Mandi Cahaya di Tanah Suci. 1950.

39. Mengembara Dilembah Nyl. 1950.

40. Ditepi Sungai Dajlah. 1950.

41. Kenangan-kenangan hidup 1,autobiografi sejak lahir


1908 sampai pd tahun 1950.

42. Kenangan-kenangan hidup 2.

43. Kenangan-kenangan hidup 3.

44. Kenangan-kenangan hidup 4.

H.Mas’oed Abidin 183


SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
45. Sejarah Ummat Islam Jilid 1,ditulis tahun 1938
diangsur sampai 1950.

46. Sejarah Ummat Islam Jilid 2.

47. Sejarah Ummat Islam Jilid 3.

48. Sejarah Ummat Islam Jilid 4.

49. Pedoman Mubaligh Islam,Cetakan 1 1937 ; Cetakan


ke 2 tahun 1950.

50. Pribadi,1950.

51. Agama dan perempuan,1939.

52. Muhammadiyah melalui 3 zaman,1946,di Padang


Panjang.

53. 1001 Soal Hidup (Kumpulan karangan dr Pedoman


Masyarakat, dibukukan 1950).

54. Pelajaran Agama Islam,1956.

55. Perkembangan Tashawwuf dr abad ke abad,1952.

56. Empat bulan di Amerika,1953 Jilid 1.

57. Empat bulan di Amerika Jilid 2.

58. Pengaruh ajaran Muhammad Abduh di Indonesia


(Pidato di Kairo 1958), utk Doktor Honoris Causa.

59. Soal jawab 1960, disalin dari karangan-karangan


Majalah GEMA ISLAM.

184 H. Mas’oed Abidin


PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
60. Dari Perbendaharaan Lama, 1963 dicetak oleh M.
Arbie, Medan; dan 1982 oleh Pustaka Panjimas,
Jakarta.

61. Lembaga Hikmat,1953 oleh Bulan Bintang, Jakarta.

62. Islam dan Kebatinan,1972; Bulan Bintang.

63. Fakta dan Khayal Tuanku Rao, 1970.

64. Sayid Jamaluddin Al-Afhany 1965, Bulan Bintang.

65. Ekspansi Ideologi (Alghazwul Fikri), 1963, Bulan


Bintang.

66. Hak Asasi Manusia dipandang dari segi Islam 1968.

67. Falsafah Ideologi Islam 1950(sekembali dr Mekkah).

68. Keadilan Sosial dalam Islam 1950 (sekembali dr


Mekkah).

69. Cita-cita kenegaraan dalam ajaran Islam (Kuliah


umum) di Universiti Keristan 1970.

70. Studi Islam 1973, diterbitkan oleh Panji Masyarakat.

71. Himpunan Khutbah-khutbah.

72. Urat Tunggang Pancasila.

73. Doa-doa Rasulullah S.A.W,1974.

74. Sejarah Islam di Sumatera.

75. Bohong di Dunia.

76. Muhammadiyah di Minangkabau 1975,(Menyambut


Kongres Muhammadiyah di Padang).

H.Mas’oed Abidin 185


SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
77. Pandangan Hidup Muslim,1960.

78. Kedudukan perempuan dalam Islam,1973.

79. [Tafsir Al-Azhar][1] Juzu' 1-30, ditulis pada masa


beliau dipenjara oleh Sukarno.

Aktivitas lainnya
• Memimpin Majalah Pedoman Masyarakat, 1936-1942

• Memimpin Majalah Panji Masyarakat dari tahun 1956

• Memimpin Majalah Mimbar Agama (Departemen


Agama), 1950-1953

• Tafsir Al-Azhar Online

Rujukan
• Kenangan-kenangan 70 tahun Buya Hamka, terbitan
Yayasan Nurul Islam, cetakan kedua 1979.

Pranala luar1819
• (id) Ceramah Buya Hamka

• (id) Info lain tentang Hamka

• (id) Tafsir Hamka Online

HAMKA (1908-1981),
adalah akronim kepada nama
sebenar Haji Abdul Malik bin
Abdul Karim Amrullah. Beliau
186 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
adalah seorang ulama, aktivis politik dan penulis
Indonesia yang amat terkenal di alam Nusantara.
Beliau lahir pada 17 Februari 1908 di kampung
Molek, Meninjau, Sumatera Barat,
HAMKA (1908-1981), adalah akronim
kepada nama sebenar Haji Abdul Malik bin Abdul
Karim Amrullah. Beliau adalah seorang ulama,
aktivis politik dan penulis Indonesia yang amat
terkenal di alam Nusantara. Beliau lahir pada 17
Februari 1908 di kampung Molek, Meninjau,
Sumatera Barat, Indonesia. Ayahnya ialah Syeikh
Abdul Karim bin Amrullah atau dikenali sebagai
Haji Rasul, seorang pelopor Gerakan Islah(tajdid)
di Minangkabau, sekembalinya dari Makkah pada
tahun 1906.
HAMKA mendapat pendidikan rendah di
Sekolah Dasar Meninjau sehingga Darjah Dua.
Ketika usia HAMKA mencecah 10 tahun, ayahnya
telah mendirikan Sumatera Thawalib di Padang
Panjang. Di situ HAMKA telah mempelajari
agama dan mendalami bahasa Arab. HAMKA
juga pernah mengikuti pengajaran agama di
surau dan masjid yang diberikan ulama terkenal
seperti Syeikh Ibrahim Musa, Syeikh Ahmad
Rasyid, Sutan Mansur, R.M. Surjoparonto dan Ki
Bagus Hadikusumo.

H.Mas’oed Abidin 187


SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
Kerjaya HAMKA bermula sebagai guru
agama pada tahun 1927 di Perkebunan Tebing
Tinggi, Medan dan guru agama di Padang
Panjang pada tahun 1929. HAMKA kemudian
dilantik sebagai pensyarah di Universitas Islam,
Jakarta dan Universitas Muhammadiyah, Padang
Panjang dari tahun 1957 hingga tahun 1958.
Setelah itu, beliau dilantik sebagai Rektor
Perguruan Tinggi Islam, Jakarta dan Profesor
Universitas Mustapo, Jakarta. Dari tahun 1951
hingga tahun 1960, beliau dilantik sebagai
Pegawai Tinggi Agama oleh Menteri Agama
Indonesia, tetapi meletakkan jawatan apabila
Sukarno memberi kata dua sama ada menjadi
pegawai kerajaan atau bergiat dalam politik
Majlis Syura Muslim Indonesia (Masyumi).
HAMKA lebih banyak belajar sendiri dan
melakukan penyelidikan meliputi pelbagai
bidang ilmu pengetahuan seperti falsafah,
kesusasteraan, sejarah, sosiologi dan politik,
sama ada Islam ataupun Barat. Dengan
kemahiran bahasa Arabnya yang tinggi, beliau
dapat menyelidiki karya ulama dan pujangga
besar di Timur Tengah seperti Zaki Mubarak, Jurji
Zaidan, Abbas al-'Aqqad, Mustafa al-Manfaluti
dan Hussain Haikal. Melalui bahasa Arab juga,
beliau meneliti karya sarjana Perancis, Inggeris
dan Jerman seperti Albert Camus, William James,
188 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
Freud, Toynbee, Jean Sartre, Karl Marx dan Pierre
Loti. HAMKA juga rajin membaca dan bertukar-
tukar fikiran dengan tokoh-tokoh terkenal Jakarta
seperti HOS Chokroaminoto, Raden Mas
Surjoparonoto, Haji Fakrudin, Ar Sutan Mansur
dan Ki Bagus Hadikusumo sambil mengasah
bakatnya sehingga menjadi seorang pemidato
yang handal.
HAMKA juga aktif dalam gerakan Islam
melalui pertubuhan Muhammadiyah. Beliau
menyertai pertubuhan itu mulai tahu 1925 bagi
menentang khurafat, bidaah, tarekat dan
kebatinan sesat di Padang Panjang. Mulai tahun
1928, beliau mengetuai cawangan
Muhammadiyah di Padang Panjang. Pada tahun
1929, HAMKAmendirikan pusat latihan
pendakwah Muhammadiyah dan dua tahun
kemudian beliau menjadi konsul Muhammadiyah
di Makasar. Kemudian beliau terpilih menjadi
ketua Majlis Pimpinan Muhammadiyah di
Sumatera Barat oleh Konferensi Muhammadiyah,
menggantikan S. Y. Sutan Mangkuto pada tahun
1946. Beliau menyusun kembali pembangunan
dalam Kongres Muhammadiyah ke-31 di
Jogjakarta pada tahun 1950. Pada tahun 1953,
HAMKA dipilih sebagai penasihat pimpinan Pusat
Muhammadiah. Pada 26 Julai 1957, Menteri
Agama Indonesia iaitu Mukti Ali melantik HAMKA
H.Mas’oed Abidin 189
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
sebagai ketua umum Majlis Ulama Indonesia
tetapi beliau kemudiannya meletak jawatan pada
tahun 1981 kerana nasihatnya diketepikan oleh
kerajaan Indonesia.
Kegiatan politik HAMKA bermula pada tahun
1925 apabila beliau menjadi anggota parti politik
Sarekat Islam. Pada tahun 1945, beliau
membantu menentang kemaraan kembali
penjajah Belanda ke Indonesia melalui pidato
dan menyertai kegiatan gerila di dalam hutan di
Medan. Pada tahun 1947, HAMKA dilantik
sebagai ketua Barisan Pertahanan Nasional,
Indonesia. Beliau menjadi anggota Konstituante
Masyumi dan menjadi pemidato utama dalam
Pilihan Raya Umum 1955. Masyumi kemudiannya
diharamkan oleh pemerintah Indonesia pada
tahun 1960. Dari tahun 1964 hingga tahun1966,
HAMKA telah dipenjarakan oleh Presiden Sukarno
kerana dituduh pro-Malaysia.
Karena dipenjarakanlah maka beliau mula
menulis Tafsir al-Azhar yang merupakan karya
ilmiah terbesarnya. Setelah keluar dari penjara,
HAMKA dilantik sebagai ahli Badan Musyawarah
Kebajikan Nasional, Indonesia, anggota Majlis
Perjalanan Haji Indonesia dan anggota Lembaga
Kebudayaan Nasional, Indonesia.

190 H. Mas’oed Abidin


PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
Selain aktif dalam soal keagamaan dan
politik, HAMKA merupakan seorang wartawan,
penulis, editor dan penerbit. Sejak tahun 1920-
an lagi, HAMKA menjadi wartawan beberapa
buah akhbar seperti Pelita Andalas, Seruan
Islam, Bintang Islam dan Seruan
Muhammadiyah. Pada tahun 1928, beliau
menjadi editor majalah Kemajuan Masyarakat.
Pada tahun 1932, beliau menjadi editor dan
menerbitkan majalah al-Mahdi di Makasar.
HAMKA juga pernah menjadi editor majalah
Pedoman Masyarakat, Panji Masyarakat dan
Gema Islam.
HAMKA juga menghasilkan karya ilmiah
Islam dan karya kreatif seperti novel dan cerpen.
Karya ilmiah terbesarnya ialah Tafsir al-Azhar (5
jilid) dan antara novel-novelnya yang mendapat
perhatian umum dan menjadi buku teks sastera
di Malaysia dan Singapura termasuklah
Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, Di Bawah
Lindungan Kaabah dan Merantau ke Deli.
HAMKA pernah menerima beberapa
anugerah pada peringkat nasional dan
antarabangsa seperti anugerah kehormat Doktor
Honoris Causa, Universiti al-Azhar, 1958; Doktor
Honoris Causa, Universiti Kebangsaan Malaysia,

H.Mas’oed Abidin 191


SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
1974; dan gelaran Datuk Indono dan Pengeran
Wiroguno daripada kerajaan Indonesia.
HAMKA telah pulang ke rahmatullah pada 24
Julai 1981, namun jasa dan pengaruhnya masih
terasa sehingga kini dalam memartabatkan
agama Islam. Beliau bukan sahaja diterima
sebagai seorang tokoh ulama dan sasterawan di
negara kelahirannya, malah jasanya di seluruh
alam Nusantara, termasuk Malaysia dan
Singapura, turut dihargai.

Dr. H. Mohammad Natsir


(1908 – 199).

Bumi Minangkabau, tepatnya Kampung


Jambatan Baukia Alahan Panjang, negeri dingin
di balik Gunung Talang Solok menjadi saksi
kelahiran Pembawa Hati Nurani Ummat, tokoh
yang kemudian mendunia, pemikir dan
pemimpin politik , Mohammad Natsir, pada 17
Juli 1908. Putra Sutan Sari Pado dan Khadijah
yang kemudian menjadi tokoh nasional bahkan
aset internasional dari berbagai segi: agama,
192 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
politik, sosial budaya, ilmu pengetahuan,
keteladanan, pemikiran, bahkan menjadi mata
air kajian ilmiah dalam berbagai seminar,
simposium, untuk skripsi, thesis serta disertasi
para doktor berbagai disiplin ilmu.20
Masa kanak-kanak beliau lalui di tengah
pergolakan pemikiran para tokoh besar
pembaharu dari Ranah Minang. Belajar di
pendidikan dasar Sekolah Belanda, Natsir kecil
dengan tekun mengikuti gebrakan para tokoh
besar di negerinya. Dari usia delapan tahun
(1916) sampai 15 tahun (1923) Natsir remaja
menggali kekayaan para ulama itu di HIS
Adabiyah Padang dan Madrasah Diniyah Solok.
Natsir aktif dalam Jong Islamiten Bond
Padang sewaktu melanjutkan pendidikan ke
MULO Padang tahun 1923. Masih dalam jalur
pendidikan Belanda, beliau melanjutkan
pendidikan ke AMS (A2) di Bandung. Kesempatan
tersebut membawa beliau berkenalan dengan
ustaz A. Hassan, tokoh PERSIS (Persatuan Islam)
garis keras, yang membimbing beliau melakukan
studi tentang Islam. Dengan ustaz ini beliau
mengelola majalah "Pembela Islam" sampai
tahun 1932.
Natsir secara formal mengikuti pendidikan
barat di sekolah-sekolah Belanda. Beliau

H.Mas’oed Abidin 193


SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
selesaikan pendidikan Al-Gemene Middel School
di Bandung dalam kajian Kesusastraan Barat
Klasik.
Sebenarnya beliau punya kesempatan
memperoleh besiswa untuk melanjutkan
sekolahnya ke Leiden pada pendidikan yang
lebih tinggi. Namun beliau memilih mendalami
kajian keagamaan melalui ustaz A. Hassan yang
dikenal dengan ulama yang berpaham radikal
dan jadi sesepuh organisasi sosial- keagamaan.
Beliaupun menolak tawaran bekerja sebagai
pegawai negeri pemerintah Hindia Belanda dan
lebih tertarik menekuni dunia pendidikan. Obsesi
itu membuat ia mendirikan Yayasan Pendidikan
Islam di Bandung sekaligus menjabat Direktur
dari tahun 1932-1942.
Keluasan wawasannya mencuat
kepermukaan setelah dapat menguasai
beberapa bahasa asing sebagai alat untuk
menggali buku-buku tokoh kelas dunia. M. Natsir
mulai berkecimpung dalam dunia politik setelah
beliau menjadi anggota PII (Partai Islam
Indonesia) pada awal tahun 40 an, memimpin
organisasi yang terkenal radikal untuk bumi
pancasila. Majelis Al Islam A'la Indunisiya (MIAI)
semakin berkiprah setelah kepemimpinannya.
Bahkan dalam masa penjajahan Jepang

194 H. Mas’oed Abidin


PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
( 1942-1945) sesepuh dari berbagai kalangan ini
masih sempat jadi kepala bagian kodya Bandung
sekaligus merangkap sekretaris Sekolah Tinggi
Islam (STI) Jakarta. Di samping itu dalam masa
Pemerintah Jepang terbentuklah Masyumi
(Majelis Syura Muslimin Indonesia) di bawah
kepemimpinannya. Kiprah politiknya semakin
menanjak semenjak beliau tampil jadi anggota
Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) pada
tahun 1945-1946 dan menjabat anggota DPR
sementara di tahun 1948 menjabat sebagai
Menteri Penerangan. Karier politiknya sampai ke
puncak ketika ia dilantik menjadi Menteri
Penerangan Republik Indonesia. Peranan beliau
amat menentukan dalam penyelamatan Republik
Proklamasi di tahun 50 an. Mosi Integrasinya
adalah manuver politik yang mengantarkan dia
menjadi Perdana Menteri pada usia 42 tahun.
Ibarat roda, kariernya sebagai politikus
mengalami pasang surut setelah bergesekan
dengan dinding kekuasaan yang waktu itu bera-
tribut Demokrasi Terpimpin yang menjadikan
angin segar bagi Komunis untuk menyibakkan
sayapnya di persada ini. Di tengah gelombang
politik yang semakin mengempas ia terdampar
di pantai oposan yang digerakkan oleh para
Panglima militer di berbagai daerah dengan
wujud PRRI ( Pemerintah Revolusioner Republik
H.Mas’oed Abidin 195
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
Indonesia). Dengan hadirnya beliau di barisan
oposisi ini, komplik semakin merebak hingga
agresi fisik dan bentrokan senjata tidak bisa
dihindari.
Dengan tuduhan subversif, Natsir terpaksa
meringkuk di belakang terali besi selama 7
tahun, tanpa proses peradilan. Setelah
mengalami karantina politik di Batu Malang Jawa
Timur, dengan perpanjangan tahanan politik
berakhir tahun 1966 di Rumah Tahanan Militer
(RTM), Jakarta. Natsir menghirup udara
kebebasan setelah Presiden Soekarno jatuh dari
kursi kepresidenannya.

Sebagai seorang da'i, panutan umat ini


tampil meyuarakan nurani umat kendatipun
kadang-kadang dengan mempergunakan nama
samaran.
A. Moechlis adalah nama samaran yang
sangat produktif di majalah "Pembela Islam"
awal tahun 1930-an. Ia tampil meneriakkan
berbagai masalah umat dalam berbagai forum
yang berkaitan dengan hubungan inter dan
antara umat beragam, politik, kebudayaan,
ekonomi dan berbagai dilema yang tersentuh
oleh realitas yang kadang-kadang sempat
menyentuh hal-hal sensitif sehingga ia harus
196 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
berhadapan dengan pemegang kekuasaan.
Di samping sebagai Ketua Dewan Dakwah
Islam Indonesia (DDII) sejak tahun 1967 sampai
akhir hayatnya, kepiawaiannya sebagai seorang
pemikir dan aktivis dakwah tidak hanya di negeri
tercinta ini akan tetapi cendikiawan kawakan ini
juga mempunyai reputasi dalam harokah
(pergerakan) Islam International. Aktif sebagai
anggota Muslim League Makkah (1969-1993),
berkiprah di Majlis A'la Al Alamy li Masjid di
Makkah kemudian menjabat wakil presiden
World Moeslim Congress (Muktamar Alam Islami)
Karachi di Pakistan (1967-1993). Iapun ikut
membidani The International Islam Charitable
Foundation, Kuwait dan Oxford Center For Islamic
Studies di Inggris.
Menyoroti pola pikirya yang multi-dimensi
menyebabkan ia harus dilihat dari perspektif
yang setaraf dengan beberapa pemikir Islam
terkemuka di abad ini seperti Hasan Al-Banna,
Said Hawa, Said Quth Al-Maududi dan tokoh
reformis lainnya.
Sebelum melambaikan tangan selamat
tinggal pada 6 Februari 1993 di Jakarta, tokoh
kawakan ini masih sempat meninggalkan jejak
perjuangan berupa khazanah intlektual dan
buku-buku yang bernuansa dakwah seperti

H.Mas’oed Abidin 197


SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
Fiqhud Dakwah, Islam dan Akal Merdeka, Fungsi
Dakwah Perjuangan, Tugas Ulama, Kapita Selecta
dan masih banyak lainnya.
Di Dewan Dakwah Islam Indonesia (DDII)
beliau juga meninggalkan aset kekayaan ilmiah
dan ruhiyah yaitu dengan hadirnya majalah
Serial Media Dakwah, Suara Mesjid, Serial
Khutbah Jum'at, majalah "Sahabat" untuk
anak-anak serta Bulletin Dakwah sebagai
penyiram hati umat yang gersang dengan
siraman rohani.
Tokoh yang tidak pernah absen dalam
sejarah ini telah memberi warna tersendiri dalam
dunia perpolitikan di negara iklim tropis ini
sehingga ia jadi tempat bertanya dari berbagai
kalangan. Pak Natsir memang punya peran
khusus yang tidak bisa dilupakan oleh sejarah,
umat Islam, bangsa dan negara. Selamat jalan
Pak Natsir semoga sepak terjangmu mampu
membangkitkan ghirah pemuda negeri ini hingga
mampu berdiri menantang dan menyuarakan
suara kebenaran. Di sini telah menunggu para
natsir-natsir muda untuk melanjutkan
perjuanganmu yang harum semerbak.

198 H. Mas’oed Abidin


PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
Pesan Terakhir Mohd. Natsir Untuk
Masyarakat Sumatera Barat.
MENINGKATKAN TARAF HIDUP MEMULAI
DARI BAWAH

Tanggal 19 September 1992 di Simpang


Empat Pasaman di resmikan pemakaian gedung
RSI Ibnu Sina dan Masjid Assyifa'. Bapak M.
Natsir selaku Ketua Dewan Dakwah Pusat
memberikan kata sambutan yang tidak bisa
disampaikan beliau secara langsung karena
beliau tengah dirawat di RSCM Jakarta. Dan
pidato tersebut dibacakan oleh: Bapak H. Buchari
Tamam Sekjend DDII Pusat. Mengingat sangat
relevannya pidato dimaksud dalam menghadapi
kesiapan generasi muda untuk menatap masa
depan yang penuh tantangan dan persaingan di
Era Globalisasi, redaksi mengganggap penting
mengetengahkan kembali pokok-pokok pikiran
Pak Natsir yang selengkapnya sebagai berikut
(Redaksi):

Tadinya saya berharap akan dapat turut


hadir dalam pertemuan yang berbahagia ini,
tetapi kesehatan saya jualah yang menghalan-
ginya.Tiga setengah dasawarsa yang lalu, saya

H.Mas’oed Abidin 199


SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
mendapat kesempatan menjelajahi daerah
Pasaman ini dari timur sampai ke barat, dari
selatan ke utara, memasuki desa-desa.
Saya sempat melihat secara langsung
bagaimana potensialnya daerah ini. Tanahnya
yang subur, lautnya yang kaya ikan dan padang
rumputnya yang luas untuk peternakan. Begitu
juga perut buminya yang kabarnya juga
mengandung bahan-bahan tambang berharga.
Dalam pembicaraan waktu itu demngan
pemuka-pemuka masyarakatnya yang ramah
tamah, saya mendapat kesan, bahwa mereka
walaupun mengetahui kekayaan alamnya yang
demikian, belum melihat bagaimana jalan
memanfaatkannya untuk meningkatkan taraf
hidup mereka dari kehidupan yang masih serba
tradisional selama ini, yang pada hakikatnya
masih dalam taraf dibawah garis kemiskinan.
Hal ini terbayang dalam ungkapan rasa hati
mereka yang dirangkum dalam seuntai pantum
populer yang pernah saya dengar di daerah ini.
Kalau saya tak salah, berbunyi: "Simpang Ampek
kampuang sabalah sasimpang jalan ka Kinali
Buah labek tangkoinyo lamah dijambo ta'
sampai jari". Memang begitulah.
Buah lambek tangkainyo lamah, gambaran
dari kekayaan alam Pasaman. Sedangkan di
200 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
jambo ta' sampai jari, usaha dan upaya untuk
meraih kekayaan itu, bukan tidak ada tapi
kesanggupan dan alatnya belum mencukupi.
Upaya ini sebenarnya sudah terjawab.
Dari awal Dewan Dakwah sudah
berkeinginan untuk ikut membekali masyarakat
Pasaman dengan manusia yang berkualitas fisik
dan mental, lahir dan batinnya.
Demikianlah, pada awal 1975, berangkatlah
serombongan Dewan Dakwah Sumbar atas
anjuran Dewan Dakwah Pusat, diantaranya
almarhum Mazni Salam dan kawan-kawan. Lalu
merundingkan dengan yang Mulia Syekh Haji
Mohammad Yunus Tuanku Sasak (almarhum),
juga dengan pemuka-pemuka masyarakat dan
pemerintah setempat yang kesemuanya
memberikan sambutan positif.
Waktu itu lah Inyiek Sasak beserta Ummi,
mewakafkan langsung sebidang tanah beliau di
Kampar yang terletak di samping sekolah PGA
dan surau beliau sendiri, di tempat mana telah
didirikan sebuah poliklinik Ibnu Sina. Dan
sesudah itu menyusul pula didirikan poliklinik
Ibnu Sina di Panti. Seiring dengan pembangunan
poliklinik-poliklinik itu, beberapa masjid sebagai
laboratorium dakwah telah pula dibangun di
daerah-daerah transmigrasi dan perkampungan
H.Mas’oed Abidin 201
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
penduduk asli seperti di Kinali, Rambah. Sungai
Baramas dan lain-lain.
Sekarang ini tujuh belas tahun pula telah
berlalu pengalaman-pengalaman yang di dapat
dari perkembangan masyarakat selama ini, biar
yang terjadi di daerah akibat pembauran
penduduk asli dengan pendatang-pendatang,
atau pelajaran dan pengalaman yang didapat di
luar daerah; agaknya telah lebih mematangkan
kita untuk menyabut era pembangunan bagi
meningkatkan taraf hidup kita, terutama di
desa-desa.
Kita garap dari bawah. Pertama,
mempersiapkan rakyat yang sehat fisik
mentalnya, sebagai disabdakan Rasulullah yang
artinya: Orang mukmin yang kuat, lebih baik dari
pada orang mukmin yang lemah. (Hadist Riwayat
Ibnu Majah). Kedua, membekali masyarakat,
terutama generasi mudanya dengan ilmu dan
keterampilan, sains dan teknologi, kata orang
sekarang yang belajar dari bawah.
Selanjutnya, membangun masjid daan
rumah sakit untuk pembinaan rohani dan fisik
masyarakat dan merintiskan pendidikan
keterampilan bagi generasi muda.
Ini adalah kelanjutan dari rintisan-rintisan
sebelum ini sebagaimana dikatakan tadi.
202 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
Satu hal yang perlu kita ingat pula, bahwa
setiap usaha-usaha kemasyarakatan seperti
yang kita lakukan ini, akan berjalan lancar dan
berhasil baik dan merata kalau didukung seluruh
rakyat bersama-sama pemerintah di bawah
bimbingan pemuka-pemuka masyarakat yang di
daerah ini disebut Tungku Tigo Sajarangan: ninik
mamak, alim ulama dan cadiek pandai.
Kalaulah hal yang demikian dapat kita
wujudkan, apa yang kita cita-citakan berupa
kemakmuran lahir bathin yang merata di daerah
kita ini, akan cepat menjadi kenyataan.
Insya Allah.
Wassalamu'alaikum warrahmatullahi
wabarakatuh
Jakarta, 19 September 1992
Wassalam

ttd
Mohammad Natsir

Ket.
DR. Mohammad Natsir, putra Sumatera
Barat, yang lahir di Alahan Panjang Jembatan

H.Mas’oed Abidin 203


SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
Berukir, beliau adalah seorang pemikir, negara-
wan, ulama besar, dan tokoh Islam yang punya
reputasi dunia, tokoh yang pernah memainkan
peranan yang sangat penting dalam panggung
politik Indonesia, berpulang kerahmatullah pada
hari Sabtu 6 Februari 1993 pukul 12.10 Wib di RS
Cipto Mangunkusumo, Jakarta dalam usia 85
tahun.

Riwayat Hidup Ringkas


Dr Mohammad Natsir

17 Juli 1908, lahir di kampung Jambatan


Baukia, Alahan Panjang, Sumatera Barat.

Pendidikan:
1916-1923 Holland Inlandsche School di
Solok/Padang, Madrasah Diniyah di Solok
1923-1927 melanjutkan ke Mulo Padang
1927-1930 Algemene Middelbare School,
Westers Klasieke Afdeling (AMS A2) Bandung

204 H. Mas’oed Abidin


PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
1927-1932 Meneruskan studi tentang Islam
pada Persatuan Islam Bandung
1931-1932 Kursus guru diploma LO

Kemasyarakatan dan Pemerintahan:

1928-1932 Ketua Jong Islamiten Bond


Bandung
1932-1942 Direktur Pendidikan Islam
Bandung
1940-1942 Anggota Dewan Kabupaten
Bandung
1942-1945 Kepala Biro Pendidikan
Kotamadya Bandung (Bandung Syiakusyo)
1945-1946 Anggota KNIP
1946-1949 Menteri Penerangan RI
1949-1958 Ketua Umum Partai Masyumi,
Selaku Ketua Fraksi Masyumi dalam DPR-RIS.
Pada waktu itu mengajukan mosi untuk kembali
ke Negara Kesatuan RI yang kemudian dikenal
dengan mosi Integral Natsir dan kawan-kawan,
yang diterima secara aklamasi oleh DPR-RIS
1950-1951 Perdana Menteri RI
1950-1958 Anggota Parlemen RI
H.Mas’oed Abidin 205
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
1956-1958 Anggota Konstituante RI
1958-1960 Anggota PRRI
1960-1962 Dikarantina di Batu (Jawa Timur)
1962-1966 Ditahan di RTM/Keagungan
Jakarta
1967 Vice President World Muslim
Congress (Markas di Karachi)
1969 Ketua Yayasan Dewan Da'wah
Islamiyah, Jakarta
1969 Anggota Muslim World League
(Rabithah Alam Islamy) Mekkah
1976 Anggota Majlis A'la Al-Alamy lil
Masajid (Dewan Mesjid Sedunia) bermarkas di
Mekkah
1980 Menerima Penghargaan di bidang
pengkhidmatan kepada Islam dari "King Feisal
Foundation", Riyadh
5-5-1980 Menandatangani Petisi 50
1985 Anggota Dewan Pendiri The
International Islamic Kharitable Foundation,
Kuwait
1986 Anggota Dewan Pendiri The Oxford
Center for Islamic Studies, London, Inggris,
Anggota Majelis Umana' International Islamic

206 H. Mas’oed Abidin


PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
University Islamabad, Pakistan
17-8-1989 Bersama K H Masykur mendirikan
Forum Ukhuwah Islamiyah

PEMIMPIN DUNIA TERKEJUT


erita wafatnya Bapak DR. Mohamad

B
Natsir cukup mengejutkan. Tidak hanya
dirasakan oleh para da’i di lapangan
dakwah, juga oleh para politisi dan para
pemimpin dunia. Takeo Fukuda,
Mantan Perdana Menteri Jepang,
beralamat di 4 - 4 - 3 Shimbashi Minato Ku Tokyo,
mengirimkan ucapan belasungkawa dari Tokyo
bertanggal 8 Pebruari 1993 sebagai berikut,

Kepada

Yang Mulia

Keluarga besar Dr. Muhamad Natsir

di Jakarta,

Kata Belasungkawa,

Dengan sedih kami menerima berita kehilangan


besar dengan meninggal dunianya DR. MOHAMAD
NATSIR.

Ketika menerima berita duka tersebut terasa


lebih dahsyat dari jatuhnya bom atom di Hiroshima,

H.Mas’oed Abidin 207


SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
karena kita kehilangan pemimpin dunia, dan
pemimpin besar dunia Islam.

Peranan beliau masih sangat diperlukan dalam


mengkordinasikan dunia yang stabil.

Saya banyak belajar dari beliau ketika beliau


berkunjung ke Jepang disaat saya menjabat Menteri
Keuangan. Beliaulah yang meyakinkan kami di
Jepang tentang perjuangan masa depan
pemerintahan orde baru di Indonesia yang bersih dan
sejahtera, bersamaan dengan cita-cita beliau untuk
menciptakan dunia Islam yang stabil, adil sejahtera
dengan kerjasama Jepang.

Kini beliau sudah tiada. Walaupun keberadaan


beliau masih sangat kita perlukan, tetapi Tuhan telah
mengambil kembali beliau untuk beristirahat.

Dengan penuh kesedihan izinkan saya atas


nama kawan-kawan beliau di Jepang menyampaikan
Kata Belasungkawa atas kepergian teman kami
pemimpin dunia yang disegani, Doktor Muhamad
Natsir.

Kami yakin kepergian beliau dengan


ketenangan karena telah banyak murid-murid beliau
yang setia diharapkan meneruskan perjuangan suci
beliau.

Kami yang berduka cita,

Takeo Fukuda.

208 H. Mas’oed Abidin


PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
Bersama-sama tokoh ummat yang secita-cita
Mohamad Natsir mendirikan Dewan Da’wah
Islamiyah Indonesia, Pebruari 1967. Pengabdian di
bidang dakwah ini bukan semata dalam makna
simbol tetapi secara substantif dan komprehensif
baik lisan, tulisan dan amaliah sosial bil hal
dilaksanakan dengan sungguh-sungguh.

Mohamad Natsir ditengah-tengah Ibu Badan


Penyantun Rumah Sakit Ibnu Sina Yarsi Sumbar di Padang,
ketika kunjungan ke Sumbar. Mohamad Natsir
menyempatkan melihat perkembangan Rumah Yatim Budi
Mulia di Ranah Padang. Beliau memang menjadi
pemimpin tempat bertanya dari berbagai kalangan.

H.Mas’oed Abidin 209


SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
Memang Dewan Da’wah banyak menghidupkan
dakwah Islam pada masyarakat suku terasing dan
daerah terisolir serta di pemukiman transmigrasi.
Untuk keperluan pergerakan dakwah ini, Mohamad
Natsir tidak pernah lelah untuk menggembeleng
kader-kader Islam dengan sangat ikhlas, agar selalu
berjuang untuk kemulian dan ketinggian Islam.

Mohamad Natsir mengganggap kader


pemimpim tak bisa dicetak hanya dalam satu
malam.

Pemimpin tidak bisa dicetak oleh kursus, tidak


ada universitas pemimpin, dan tidak pula ada ijazah
pemimpin. Pemimpin tidak bisa di SK kan. Pemimpin
tumbuh di lapangan, setelah berinteraksi dengan
tantangan di dalam masyarakat. Pemimpin harus
lahir dari kandungan ummat itu sendiri. Lahir dari
lapangan. Mohamad Natsir percaya bahwa kader
ummat dalam jumlah yang terbatas tetap ada. Para
pemimpin umat lebih banyak hadir tanpa dibesar-
besarkan dan gembar gembor. Pemimpin itu harus
berakar ke bawah dan berpucuk ke atas. Inilah
pemimpin yang diidamkan masyarakat. Proses itu
lahir sendiri dalam suatu perjalanan sejarah.

210 H. Mas’oed Abidin


PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU

Mohamad Natsir dengan para du’at yang


melanjutkan gerakan dakwah di bidang kesehatan dan
pendidikan di Sumbar dan Riau

Calon-calon pemimpin diuji oleh keadaan dan


tantangan dalam masyarakatnya. Ujian itu ada yang
baik dan ada yang buruk. Ujian atas kebaikan
misalnya mendapat kesenangan harta dan pangkat.
Bila seorang pemimpin lulus dari berbagai ujian
kehidupan akan punya berlipat kekuatan dan
berdampak poisitif yang tinggi. Sebaliknya bila gagal,
maka yang menanggung derita adalah diri, keluarga
dan masyarakat. Inilah arti sebuah ujian, bertalian

H.Mas’oed Abidin 211


SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
keistiqahaman seorang pemimpin atau pendakwah di
medan dakwah.

Sebaliknya, ketika ada ujian terhadap keburukan


misalnya penderitaan atau kekurangan harta, mesti
harus dapat dihadapi dengan keteguhan hati dan
tidak pernah sesaatpun lepas dari naungan dan
ma’unah dari Allah SWT.

Maka, yang akan beruntung adalah diri sendiri,


disamping itu keluarga dan juga umat ikut
berbahagia. Bila seorang pemimpin gagal
menghadapi segala penderitaan, dan sempat
menggadaikan diri demi secuil kesenangan, maka
yang akan menderita pertama sekali adalah diri
yang akan ditinggalkan umatnya dan tidak terlalu
mengganggu keluarga dan lingkungan. Hal itu
disampaikannya pada acara syukuran 80 tahun
Natsir yang dilaksanakan rekan dan sahabat pada 17
Juli 1988.21

Mohamad Natsir yang pernah diberi gelar


penghormatan Doktor Kehormatan oleh salah satu
Univeristas di Malaysia tak pernah sepi dari
perjuangan kepentingan bangsa Indonesia dan izzul
Islam wal Muslimuun diseluruh dunia. Beliau
mendapat julukan dari umat sebagai, «hati nurani
dan pemandu ummat».

Sepanjang hanyatnya Mohamad Natsir telah


menghasilkan karya tulis di dalam berbagai aspek
pemikiran. Karya tulisnya yang sudah diterbitkan
sebanyak 60 buah, diantaranya ;

212 H. Mas’oed Abidin


PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
1. Fiqhud Dakwah, (Jakarta: DDII, t.t.) Cet. IV.

2. Surat-surat Mohamad Natsir dari tanggal 17 Juli-


15 Agustus 1958. (T.T. : T.P., t.t.)

3. Bahaya Takut, Jakarta : Media Dakwah, 1991.

4. Capita Selecta I, dihimpunkan oleh D.P. Sati


Alimin, (Jakarta: Bulan Bintang, 1973), Cet. III.

5. Capita Selecta II, dihimpunkan oleh D.P. Sati


Alimin, (Jakarta: Pustaka Pendis, 1957).

6. Capita Selecta III, (Naskah Belum Diterbitkan).

7. Fiqhud Dakwah, Djedjak Risalah dan Dasar-


Dasar Dakwah, Malaysia : Polygraphic Press,
1981.

8. Selamatkan Demokrasi Berdasarkan Jiwa


Proklamasi dan UUD 1945, (T.T.: Forum
Silaturrahmi 45, 1984).

9. Islam dan Akal Merdeka, (Jakarta: Media Dakwah,


1988), Cet. III.

10.Azaz Keyakinan Kami. (T.T.).

11.Islam sebagai Dasar Negara, (T.T. : Pimpinan


Fraksi Masyumi dalam Konstituante, 1957).

12.Revolusi Indonesia, (Bandung: Pustaka Jihad,


T.T.). 13. Demokrasi di Bawah Hukum, (Jakarta:
Media Dakwah, 1407/1987), Cet. I.

H.Mas’oed Abidin 213


SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
13.Pendidikan, Pengorbanan Kepemimpinan,
Primordialisme, dan Nostalgia, (Jakarta: Media
Dakwah, 1987), Cet. I.

14.Normalisasi Konstitusional, (Jakarta: Yayasan


Kesadaran Berkonstitusi, 1990).

15.Islam di Persimpangan Jalan, T.T.

16.Tempatkan Kembali Pancasila pada


Kedudukannya yang Konstitusioanl, T.T.

17.Mempersatukan Umat, (Jakarta: CV Samudra,


1983), Cet. III.

18.Dunia Islam dari Masa ke Masa, (Jakrta: Panji


Masyarakat, 1982).

19.Islam sebagai Ideologi, (Jakarta: Penyiaran Ilmu,


T.T.).

20.Kebudayaan Islam dalam Perspektif Sejarah,


(Jakarta: Girimukti Pusaka, 1988).

21.Percakapan antara Generasi, Pesanan


Perjuangan Seorang Bapak, (Malaysia: Dewan
Pustaka Islam, 1991).

22.Agama dan Negara, Falsafah Perjuangan Islam,


(Medan:T. P, 1951).

23.Some Observations Concerning the Role of Islam


in National and International Affairs, (Ithaca New
York : Departement of Far Eastern Studies,
Cornell University, 1954), Penerbitan XVI.

214 H. Mas’oed Abidin


PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
24.The Role of Islam in the Promotion of National
Resilience, (Jakarta: T.P., 1976).

25.Membangun di Antara Tumpukan Puing dan


Pertumbuhan, (Djakarta : Kementerian
Penerangan RI, 1951).

26.Marilah Shalat, Jakarta : Media Dakwah, 1981.

27.Mencari Modus Vivendi antara Umat Beragama


di Indonesia, (Jarta: Media Dakwah, 1983).

28.Asas Keyakinan Agama Kami,(Jakarta: Dewan


Da’wah Islamiyah, 1984).

29.Bahaya Takut, (Jakarta: Media Dakwah, 1991).

30.Kumpulan Khutbah Idul Fithri/Adhha, (Jakarta:


Media Dakwah,1978).

31.Kumpulan Khutbah Hari Raya, (Jakarta : Media


Dakwah, 1975).

32.The New Morality, (Surabaya: Perwakilan DDII,


1969).

33.Tinjauan Hidup, Widjaja, Djakarta, 1957.

34.Kom Tot Het Gebed (Marilah Shalat), (Jakarta:


Media Dakwah, 1981).

35.Keragaman Hidup Antar Agama, Djakarta :


Hudaya, 1970.

36.Hidupkan Kembali Idealisme dan Semangat


Pengorbanan, Djakarta : Bulan Bintang, 1970.

H.Mas’oed Abidin 215


SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
37.Gubahlah Dunia dengan Amalmu, Sinarilah
Zaman dengan Imanmu, Djakarta : Hudaya,
1970.

38.Kubu Pertahanan Mental dari Abad ke


Abad,(Surabaya: T.P., 1969).

39.Tauhid untuk Persaudaraan Universal, (Jakarta:


Suara Masjid, 1991).

40.Hendak ke mana Anak-anak Kita Dibawa oleh


PMP,(Jakarta: Panji Masyarakat, 1402 H.).

41.Islam dan Akal Merdeka,(Tasikmalaja: Persatoen


Islam bg. Penjiaran, 1947).

42.Islam Mempunyai Sifat-sifat yang Sempurna


untuk Dasar Nega ra, (Jakarta: T.P., 1957).

43.Pandai-pandailah Bersyukur Nikmat, (Jakarta:


Bulan bintang, 1980).

44.Dakwah dan Pembangunan,(Bangil: Al-Muslimun,


1974).

45.Tolong Dengarkan Pula Suara Kami,(Jakarta: Panji


Masyarakat, 1982).

46.Buku PMP dan Mutiara yang Hilang,(Jakrta: Panji


Masyarakat, 1982).

47.Di Bawah Naungan Risalah, (Jakarta: Sinar


Hudaya, 1971).

48.Ikhtaru Ihdas Sabilain, Addinu wa la al-Dinu,


(Jeddah: Al-dar al-Saudiyah, 1392 H.).

216 H. Mas’oed Abidin


PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
49.Islam sebagai Ideologi, ( Jakarta : Penyiaran
Ilmu, t.t.).

50.Islam dan Kristen di Indonesia, (Bandung: Pelajar


Bulan Sabit, 1969).

51.Pancasila akan Hidup Subur Sekali dalam


Pangkuan Islam, (Bangil: T.P., 1982).

52.Cultur Islam, (Bandung: T.P., 1936).

53.Dari Masa ke Masa,(Jakarta: Yayasan Fajar


Shadiq, 1975).

54.Pandai-pandailah Bersyukur Nikmat,(Jakarta:


Bulan Bintang, 1980).

55.Bersama H.A.M.K. Amarullah, Islam Sumbergia


Bahagia, (Bandung: Jajasan Djaja, 1953).

56.Dengan nama samaran A. Moechlis, Dengan


Islam ke Indonesia Moelia, (Bandung: Persatuan
Islam, Madjlis Penjiaran, 1940).

57.Agama dan Negara dalam Persfektif Islam


(Kumpulan Karangan), Penyunting, H. Endang
Saifuddin Anshari dan LIPPM (Jakarta: 1409-1989,
belum diterbitkan /masih monograph).

58.Asas Keyakinan Agama Kami, (Jakarta: DDII,


1982).

59.Tempatkan Kembali Pancasila pada


Kedudukannya yang Konstitusional, (Jakarta: TP,
1985).

H.Mas’oed Abidin 217


SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
60.World of Islam Festival dalam Persepektif sejarah
(Jakarta : Yayasan Idayu, 1976).

Bertimbang terima dengan generasi yang


akan menerima tongkat patah tumbuh
hilang berganti, untuk melanjutkan usaha
pembangunan Rumah Sakit Islam Ibnu
Sina Yarsi Sumbar dalam Musyawarah di
Padang.

Di Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia,


Mohamad Natsir juga meninggalkan asset kekayaan
ilmiah dengan hadirnya majalah Serial Media
Dakwah, Suara Mesjid, Serial Khutbah Jum'at,
majalah Sahabat untuk anak-anak serta Bulletin

218 H. Mas’oed Abidin


PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
Dakwah sebagai penyiram hati umat yang sedang
gersang rohani.

Pemikiran beliau masih tetap hidup ditengah


umat, dibaca dan ditelaah oleh setiap generasi
secara sambung bersambung. Bapak Mohamad
Natsir telah meninggalkan pesan-pesan dakwah yang
tidak akan kering menyirami setiap insan pendakwah
di medan dakwah sepanjang masa. Berpuluh
khazanah intelektual dan ratusan artikel yang
bernuansa dakwah telah ditulis beliau. Belum sempat
diterbitkan. Sungguhpun kini beliau telah
dipanggil kehadirat Allah, namun pemikiran
beliau masih tetap hidup ditengah umat, dibaca
dan ditela'ah oleh setiap generasi secara
sambung bersambung "Harimau mati
meninggalkan belang, manusia pergi
meninggalkan amal yang baik juga".
Sebagai insan beliau telah dipanggil kehadirat
Allah, pada hari Sabtu tanggal 6 Pebruari 1993 pukul
12.10 WIB bertepatan dengan 14 Sya'ban 1413 H di
Ruang ICCU RSCM Jakarta. Dimakamkan di TPU Karet
7 Pebruari 1993 siang, dibawah deraian air mata dan
siraman air hujan.

Selamat jalan Bapak Mohamad Natsir.


Dibelakang bapak telah menunggu Natsir muda
melanjutkan perjuanganmu yang harum semerbak.
"Harimau mati meninggalkan belang, manusia pergi
meninggalkan amal yang baik juga".

H.Mas’oed Abidin 219


SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI

Beberapa Rangkuman

Bila kita mengamati dari perkembangan


budaya di Minangkabau, sesungguhnya gerakan
pembaruan pemikiran syarak dan adat di ranah
Minang, terlihat bahwa peredaran masa sejarah
social budaya Minangkabau, selalu mengalami
perubahan dalam kurun waktu 50 hingga 100
tahun, dengan orientasi membangun nagari, dan
ranah.
1. Setiap muncul perubahan atau
gerakan reformasi, sering
sekali berakibat kepada makin
berkurangnya peran penghulu
adat, dan melemahnya pagar-
pagar adat, termasuk ulama
zuama, alim ulama cerdik
pandai suluh bendang di
nagari.
2. Sampai akhir penjajah
Belanda, masyarakat adat
tampaknya berorientasi pada
tiga pola sosial budaya.
Tradisional adat, Islam dan
barat. Namun traidisi adat
kian menciut sehubungan
220 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
golongan Islam modernis lebih
menyesuaikan diri pada pola
budaya barat seperti yang
telah berlaku pada beberapa
daerah belahan dunia, seperti
di Mesir dan Timur Tengah
saat ini.
3. Mulai pendudukan Jepang
golongan orientasi barat mulai
kehilangan arah ketika mereka
melihat bahwa bangsa timur
ternyata tidak kalah hebat
dari barat. Sebagai bangsa
mereka kembali menoleh ke
pusaka nenek moyangnya,
adat kebiasaan dan kekuatan
nilai-nilai luhur yang
ditinggalkan.
4. Pada awal kemerdekaan, dan
bahkan pada masa reformasi
kini, ada kecenderungan
untuk tugas dan kewajiban
penjagaan dan pengamalan
syarak (agama Islam) kepada
umumnya dikembalikan
kepada pemerintahan negara
melalui penerbitan perda-

H.Mas’oed Abidin 221


SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
perda tentang adat, sehingga
kelihatan bahwa masyarakat
adat kehilangan kearifan dan
kewenangan di dalam
menetapkan tindakan sesuai
dengan hak konstutusional
adat mereka. Dengan
demikian berakibat pada
peran elit golongan ulama dan
pemuka adat yang selama ini
sangat penting mengangkat
harkat bangsa mulai
mengendor.
5. Reaksi terhadap kebijaksaan
pemerintah pusat yang
sentralistik, sungguh telah
menyadarkan seluruh
komponen elit politik
Minangkabau di kampung dan
di rantau untuk menampilkan
identis dirinya yang
Minangkabau, dengan
melahirkan pemikiran-
pemikiran baru, pentingnya
kompilasi adat dan syarak di
Minangkabau, di masa ini dan
masa datang.

222 H. Mas’oed Abidin


PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU

Padang, 5 Pebruari 2008 M/ 27 Muharram 1429


H

DAFTAR BACAAN DAN SUMBER


INFORMASI

1. AA Navis. “Bukit Marapalam”. Padang: Universitas


Andalas, 1991.

2. Andi Asoka. “Sumpah Satie Bukit Marapalam, Antara


Mitos dan Realitas” (merupakan bab IV dari laporan
Penelitian “Sejarah Perpaduan Antara Adat dan Syarak
di Sumatera Barat, kerjasama Fakultas Sastra Unand
dengan Pemda Tingkat I Sumatera Barat, 1991).

3. Andi Asoka, Zulqaiyim, Sabar. “Stratifikasi Sosial


Minangkabau Pra Kolonial”. Padang: Pusat Penelitian
Universitas Andalas, 1991/1992.

4. Azwar Datuk Mangiang. “Piagam sumpah satie Bukik


Marapalam”. Makalah Seminar. Arsip pribadi
tertanggal 16 Juli 1991.

5. Christine Dobbin. Kebangkitan Islam dalam Ekonomi


Petani yang Sedang Berubah, Sumatera Tengah 1784-
1847. Jakarta: INIS, 1992.

6. Damsar. “Implementasi Kritis Adat Basandi Syara`,


Syara` Basandi Kitabullah di Tengah Masyarakat
Majemuk di Sumatera Barat: Suatu Tinjauan
Sosiologis”.

7. Hamka. Islam dan Adat Minangkabau. Jakarta: Pustaka


Panjimas, 1984.

H.Mas’oed Abidin 223


SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
8. H.B.M. Letter. “Proses Bersenyawanya Adat dan
Syarak di Minangkabau”. Padang, Universitas Andalas,
1991.

9. Mochtar Naim. Merantau, Pola Migrasi Suku


Minangkabau. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press, 1984.

10.Muhammad Radjab. Sistem Kekerabatan di


Minangkabau. Padang: Center for Minangkabau
Studies Press, 1969.

11.Ratno Lukito. Pergumulan Antara Hukum Islam dan


Adat di Indonesia. Jakarta: INIS, 1998.

12. Syafnir Abu Nain. ”Sumpah Satie di Bukit Marapalam,


Perpaduan Antara Adat dengan Syarak”. Padang:
Universitas Andalas, 1991.

13. Syaifullah SA.”Implementasi Kritis Adat Basandi


Syara`, Syara` Basandi Kitabullah di Tengah
Masyarakat Majemuk di Sumatera Barat (Tinjauan
Sosial Budaya)”.

14.Makalah Seminar dan Lokakarya Agama dan Civil


Society oleh PUSAKA Padang tanggal 21 Juni 2003.

15.Zaiyardam Zubir. “Sumpah Satie Bukit Marapalam:


Tinjauan Terhadap Pengetahuan Sejarah Masyarakat”,
Makalah pada Seminar Sehari Sumpah Satie Bukit
Marapalam dan Perpaduan Adat dengan Agama di
Minangkabau. Padang: Universitas Andalas, 31 Juli
1991.

DI MANA TERSIMPANNYA ASLI NASKAH


TIB

224 H. Mas’oed Abidin


PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
Oleh, Suryadi

Raba'a, 04 Oktober 2006 / Al-Arba'a, 11 Ramadan 1427 H

Sampai sekarang sudah banyak publikasi


ilmiah mengenai Perang Paderi, misalnya studi
Muhammad Radjab (1958), Christine Dobbin
(1983), dan Rusli Amran (1981, 1985), belum lagi
puluhan artikel yang terbit di berbagai jurnal
ilmiah terbitan dalam dan luar negeri. Studi-studi
tersebut banyak merujuk kepada sumber-sumber
primer yang kebanyakan ditulis oleh pemimpin-
pemimpin militer, komandan-komandan
lapangan, dan juga pegawai swasta kolonial
Belanda yang, langsung atau tidak, pernah
terlibat dalam Perang Paderi. Ini dapat dikesan,
misalnya, dalam publikasi terbaru mengenai
Perang Paderi oleh sejarawan militer G. Teitler
dalam bukunya Het Einde van de Padrie-oorlog
Het beleg en de vermeestering van Bonjol, 1834-
1837; Een Bronnenpublicatie [Akhir Perang
Paderi. Pengepungan dan Perampasan Bonjol
1834-1837; sebuah publikasi sumber]
(Amsterdam: De Bataafsche Leeuw, 2004) yang
mengungkapkan 4 sumber primer mengenai
perang tersebut, yaitu: "De Luitenant Generaal,
Kommissaris Generaal van Nederlandsche-Indië
J. van den Bosch aan den Luitentant Kolonel
Adjudant J.H.C. Bauer bij aankomst te Padang,
H.Mas’oed Abidin 225
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
den 13 October 1833, no.354" (hlm.23-25);
"Over het attaqueren van versterkte linien en
kampongs" (hlm.27-39); "Rapport omtrent den
staat van zaken ter Westkust van Sumatra in
Januari 1836 ingediend door de 1e Luitenant
Adjudant Steinmetz, hem opgedragen bij besluit
van den kommandant van het leger, 13
november 1835 no.4" (hlm.41-56), dan; "Journaal
van de expeditie naar Padang onder de
Generaal-Majoor Cochius in 1837 Gehouden door
de Majoor Sous-Chief van den Generaal-Staf
Jonkher C.P.A. de Salis" (hlm.59-183).

Minggu, 24 Juni 2007


Tuanku Imam Bonjol
Nama aslinya adalah Muhammad Sahab
yang dikenal dengan nama Tuanku Imam Bonjol.
Ia lahir di Tanjung Bunga Sumatera Barat di
tahun 1772.
Ia banyak belajar soal agama dari orang-
orang ulama di Sumatera Barat dan akhirnya ia
menjadi seorang guru agama di Bonjol. Sebagai
tokoh ia cukup disegani. Disini ia menyebarkan
paham Paderi.
Di tahun 1821 Belanda dengan bala
bantuannya menyerang kaum Paderi untuk
226 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
menguasa daerah Sumatera Barat. Tuanku Imam
Bonjol memimpin pertarungan ini dan akhirnya
Belanda kewalahan dan terpaksa mengadakan
perjanjian Masang tahun 1824 yang mengakui
bahwa Tuanku Imam Bonjol sebagai penguasa
daerah Alahan Panjang. Namun perjanjian ini
dilanggar oleh Belanda dan peperangan kembali
berkobar.
Sebagian demi bagian daerah tersebut jatuh
ke tangan Belanda. Daeran Tuanku Imam Bonjol
bertambah sempit dan terkurung oleh daerah-
daerah Belanda. Tahun 1832 Bonjol berhasil
diduduki oleh Belanda, tetapi beberapa bulan
kemudian Paderi direbut kembali. Belanda
menyerang Tuanku Imam Bonjol berkali-kali tapi
selalu gagal. Lalu Belanda mengadakan
perdamaian namun Tuanku Imam Bonjol
mencurigainya.
Kurang lebih tiga tahun kemudian Belanda
mengepung dan Bonjol kembali direbut tangan
Belanda. Tanggal 16 Agustus 1837. Tuanku Imam
Bonjol berhasil meloloskan diri dan berjuang
ditempat lain.
Tahun 1837 Tuanku Imam Bonjol diundang
untuk perundingan, namun taktik licik Belanda
ini berhasil menangkap Tuanku Imam Bonjol dan
dibuang ke Cianjur Jawa Barat, lalu ke Ambon

H.Mas’oed Abidin 227


SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
dan berakhir di Lotan dekat Manado. Ditempat
inilah Tuanku Imam Bonjol meninggal dunia pada
tanggal 8 Nopember 1864 dan dimakamkan
disana. (jag)

TUANKU TAMBUSAI PEJUANG MELAYU


RIAU
NAMA beliau turut disentuh dalam kertas
kerja saya pada seminar oleh keluarga Rao atau
Rawa di Raub, Pahang dan artikel Syeikh
Muhammad Murid Rawa, disiarkan Utusan
Malaysia, bertarikh 19 Mac 2007.
Tidak ramai memahami bahawa ulama dan
pahlawan ini telah menyemaikan benih anti
penjajah. Beliau ikut dalam peperangan Imam
Bonjol di Sumatera Barat. Akhirnya terpaksa
hijrah ke Negeri Sembilan dan meninggal dunia
di situ. Wujud persamaan dengan Raja Haji
berperang melawan Belanda bermula di Riau
melalui Linggi, Rembau dan lain-lain di beberapa
tempat dalam Negeri Sembilan akhirnya tewas di
Melaka sebagai seorang syahid fi sabilillah. Oleh
kerana Tuanku Tambusai meninggal dunia di
Negeri Sembilan sedikit sebanyak tentu beliau
telah menyemaikan benih berjuang kepada

228 H. Mas’oed Abidin


PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
bangsa Melayu di Negeri Sembilan khususnya
dan Semenanjung umumnya yang dijajah oleh
Inggeris pada zaman itu.
Sejarah adalah penting perlu kita kaji dan
perkenalkan kepada masyarakat luas. Ketika
saya menghadiri seminar yang diadakan oleh
keluarga Rao atau Rawa di Raub, Pahang, Ahad,
18 Mac 2007 M/28 Safar 1428 H yang lalu, di luar
acara rasmi Tuan Mohd. Said bin Haji Mohd. Razi,
Pengerusi dan Ketua Projek, Persatuan Sejarah
Malaysia Cawangan Selangor menghadiahkan
kepada saya sebuah buku berjudul, Sejarah
Negeri Selangor, Dari Zaman Prasejarah Hingga
Kemerdekaan, diterbitkan tahun 2005.
Manakala saya baca Perutusan Menteri
Besar Selangor dan Kata Pengantar Persatuan
Sejarah Malaysia Cawangan Selangor, saya
simpulkan bahawa Kerajaan Negeri Selangor
telah mengeluarkan dana yang besar untuk
melakukan penyelidikan. Termasuk beberapa
orang panel penulis ke tempat-tempat di
Indonesia yang ada hubungan dengan Selangor.
Saya berkesimpulan bahawa hampir semua
tokoh, sama ada di Malaysia atau sebaliknya
Indonesia termasuk Tuanku Tambusai, dan lain-
lain mempunyai hubungan yang sangat erat.

H.Mas’oed Abidin 229


SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
Bahkan sejak lama serumpun Melayu
sejagat selalu bekerjasama dalam gerakan
dakwah Islam, politik, ekonomi, budaya, dan lain-
lain. Jadi tidak hairanlah Tuanku Tambusai
berkemungkinan sebab-sebab tertentu terpaksa
berpindah dari Sumatera (beliau beroperasi di
Minangkabau dan Riau) ke Negeri Sembilan.
PENDIDIKAN
Bermacam-macam ramalan sewaktu
anaknya yang dinamakan Muhammad Shalih
dilahirkan kerana pada waktu itu terjadi hujan
ribut disambut kilat, guruh-petir sabung-
menyabung. Tetapi kerana Imam Maulana Qadhi
seorang alim yang terpelajar, yang faham akidah
Islam beliau tolak sekalian ramalan yang
bercorak khurafat secara bijaksana.
Bayi tersebut dipersembahkan kepada Duli
Yang Dipertuan Besar Raja, Permaisuri Duli Yang
Dipertuan Besar Raja berkata, “Kita doakan
apabila dia alim nanti menjadi suluh dalam
negeri. Kalau dia seorang berani menjadi
pahlawan. Sekiranya dia kaya menjadi penutup
malu. Sekiranya dia menjadi cerdik bijaksana
adalah penyambung lidah untuk kebenaran dan
keadilan." (Rokan Tuanku Tambusai Berjuang, H. Mahidin
Said, cetakan kedua, hlm. 30).

230 H. Mas’oed Abidin


PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
Oleh sebab ayahnya seorang Imam
Tambusai dan seorang alim sudah pasti
Muhammad Shalih mendapat pendidikan awal
dan asas daripada ayahnya sendiri. Sungguhpun
ketika Muhammad Shalih meningkat dewasa
beliau dihantar keRao yang lokasinya berdekatan
dengan Tambusai. Setelah mendapat pendidikan
Islam di Rao dan Bonjol beliau lebih dikenali
dengan nama “Faqih Shalih”.
Menurut tradisi di daerah, apabila seseorang
itu menguasai ilmu fikah maka dia digelar
dengan “Faqih”. Ini bererti Muhammad Shalih
sejak muda lagi telah diakui oleh masyarakat
sebagai seorang yang alim dalam bidang ilmu
fikah. Sudah menjadi lumrah dalam dunia dari
dulu hingga kini ada saja raja atau umara
(pemerintah) yang sepakat dengan ulama. Yang
inilah yang dianjurkan oleh Rasulullah s.a.w. Ada
pula antara umara yang tidak sepakat dengan
ulama. Ulama yang masih muda bernama Faqih
Shalih yang tersebut diriwayat memang
bertentang dengan raja yang memerintah ketika
itu.
Walau bagaimanapun Faqih Shalih meminta
nasihat kepada dua orang ulama. Yang pertama
ialah Tuanku Imam Bonjol (nama yang
sebenarnya ialah Peto Syarif). Yang kedua ialah

H.Mas’oed Abidin 231


SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
Tuanku Rao (nama yang sebenarnya dipertikai
pendapat). Kedua-duanya menasihatkan supaya
Faqih Shalih pergi haji ke Mekah. Sewaktu di
Mekah, Faqih Shalih sempat memdalami ilmu di
sana. Di antara ulama yang sedaerah dengannya
(yang saya maksudkan berasal dari persekitaran
Minangkabau, Tapanuli dan Riau) di antaranya
ialah Syeikh Ismail bin Abdullah al-Khalidi an-
Naqsyabandi dan lain-lain. Beliau ini termasuk
murid Syeikh Daud bin Abdullah al-Fathani.
Dipercayai Faqih Shalih selama berada di Mekah
sempat belajar kepada ulama yang berasal dari
Patani itu.
Sebagaimana tulisan saya dalam kertas
kerja seminar di Raub, Pahang bahawa sukar
menjejaki yang bernama Muhammad Shalih itu,
dalam zaman yang sama ada Muhammad Shalih
bin Muhammad Murid Rawa dan ada pula Faqih
Shalih sedang Tuanku Rao tidak diketahui nama
sebenarnya. Ada pendapat bahawa Tuanku Rao
seorang guru pada Faqih Shalih. Ada
kemungkinan Tuanku Rao adalah orang tua (ayah
Faqih Shalih).
Setelah kembali dari Mekah, Faqih Shalih
lebih dikenali "Haji Muhammad Shalih". Dan
selanjutnya dalam Perang Imam Bonjol atau
Perang Paderi, beliau lebih dikenali sebagai

232 H. Mas’oed Abidin


PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
"Tuanku Tambusai" selanjutnya digunakan nama
ini. Sudah menjadi sejarah perkembangan dunia
bahawa sama ada disukai atau pun tidak,
peperangan bila-bila masa boleh terjadi. Agama
Islam bukanlah agama yang menganjurkan
peperangan tetapi jika ada usaha-usaha agama
selainnya menodai Islam maka konsep jihad
memang sudah menjiwai hampir seluruh individu
Muslim. Hal ini adalah hampir sama dengan jiwa
kebangsaan individu sesuatu negara atau
sesuatu bangsa bahawa hampir setiap individu
dalam sesuatu negara adalah tidak suka
negaranya dijajah.
Memperjuangkan sesuatu negara atau
bangsa telah menjiwai setiap penduduk dunia
sama ada yang beragama Islam dan agama-
agama lainnya termasuk orang yang tidak
beragama sekalipun. Oleh sebab Belanda telah
menjajah Minangkabau, Sumatera Barat, maka
adalah wajar rakyat bertindak melawan penjajah
itu apatah lagi yang datang menjajah itu tidak
seagama pula.
Tuanku Tambusai dan kawan-kawan
bersamanya bergabung dalam satu wadah yang
dinamakan "Kaum Paderi" yang dipimpin oleh
Peto Syarif yang kemudian terkenal dengan
sebutan Tuanku Imam Bonjol. Menurut buku, 101

H.Mas’oed Abidin 233


SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
Pahlawan Nasional, Departemen Sosial Republik
Indonesia bahawa "Tuanku Imam Bonjol, Tuanku
Rao dan Tuanku Tambusai bekerjasama dalam
perjuangan tetapi tidak bererti yang satu
membawahi yang lain kerana mereka
merupakan tokoh-tokoh yang otonom." (hlm.
517).
PERANG PADERI

Bunga api Perang Paderi mulai bertaburan


pada tahun 1803 yang dihidupkan oleh Haji
Miskin dari Pandai Sikat, Haji Sumanik dari Tiga
Belas Koto dan Haji Piobang dari Tanah Datar.
Kemunculan Tuanku Tambusai dengan
pasukannya di bahagian utara terutama sekitar
daerah Hulu Sungai Rokan menyebabkan Tuanku
Imam Bonjol dapat bertahan dari serangan
Belanda lebih lama kerana pasukan Tuanku
Imam Bonjol posisinya di bahagian tengah. Taktik
dan strategi perang diatur dua bahagian oleh
Tuanku Rao dan Tuanku Tambusai. Tuanku Rao
melalui Padangsidempana dan Tuanku Tambusai
melalui Padanglawas, Gunung Tua, Bilah Panai
berhimpun di Sipiruk. Pada mulanya Belanda
telah menguasai Bonjol pada bulan September
1832 akhirnya terpaksa keluar pada Januari 1833
akibat serangan Kaum Paderi yang diperanani
oleh Tuanku Tambusai.

234 H. Mas’oed Abidin


PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
Dalam perang melawan penjajah Belanda
itu di antara jasa besar Tuanku Tambusai, beliau
dapat menyatupadukan tiga etnik iaitu
Minangkabau/Rao, Melayu dan Mandailing.
Bahawa mereka bersatu tekad dan semangat
bumi pusaka bukan milik bangsa penjajah. Bumi
ini adalah kepunyaan bangsa kita yang
beragama Islam. Membela agama Islam dan
tanahair adalah wajib. Menang dalam
peperangan bererti mencapai kemerdekaan. Jika
mati dalam perjuangan adalah mati syahid.
Menang bererti beruntung. Jika mati pun
beruntung juga. Orang yang tidak mengenal
bangsa, tanahair dan Islam agamanya, yang
tiada perjuangan itulah yang sebenar-benar rugi
pada hakikatnya. Apabila kita menoleh zaman
lampau etnik yang tersebut mendiami daerah
yang sangat luas, yang pada masa ini terbahagi
dalam tiga daerah iaitu; daerah Sumatera Barat
majoriti penduduknya ialah Minangkabau,
daerah Riau Daratan majoriti penduduknya ialah
Melayu dan daerah Sumatera Utara majoriti
penduduknya ialah Batak dan yang beragama
Islam mempunyai nama tersendiri iaitu
Mandailing.
Daripada rakaman ini kita dapat
membayangkan bahawa Tuanku Tambusai
mempunyai kehebatan atau kekuatan yang
H.Mas’oed Abidin 235
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
tersendiri sehingga beliau dapat
menyatupadukan etnik dalam bumi yang
demikian luas itu. Setelah banyak mengapai
kemenangan dan keberhasilan perjuangan,
Tuanku Tambusai menjadikan pusat perjuangan,
pentadbiran dan pertahanan di Dalu-Dalu
(sekarang dalam daerah Riau Daratan). Bertahan
sampai tahun 1838 Tuanku Tambusai masih
tetap bertahan sehingga Belanda tidak dapat
masuk ke Inderagiri Hulu (Riau Daratan). Tuanku
Tambusai adalah seorang ulama dan pahlawan
yang berpendirian keras tidak mahu berunding
dengan pihak penjajah Belanda. Beliau faham
benar bahawa berunding dengan pihak penjajah
Belanda bererti menyerah diri atau terperangkap
dengan umpan lazat yang disediakan pemburu.
Sudah banyak contoh yang beliau
bandingkan seumpama Tuanku Imam Bonjol
sendiri terkorban bukan sebagai syahid di medan
peperangan tetapi adalah tertipu kelicikan pihak
penjajah Belanda. Tuanku Tambusai berpendirian
terus berjuang sekiranya tidak berhasil hijrah ke
Negeri Sembilan beliau memilih jalan terakhir
iaitu mati sebagi syahid lebih utama daripada
berunding apatah lagi menyerah kepada pihak
musuh.

236 H. Mas’oed Abidin


PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
Pendirian keras Tuanku Tambusai seperti
tersebut itu ada orang yang tidak menyetujui
dan ramai pula yang menyetujuinya. Jika kita
teliti sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia
secara keseluruhan pendirian Tuanku Tambusai
itu ada benarnya. Kerana hampir semua
pemimpin yang mahu berunding dengan
penjajah Belanda adalah merugikan pemimpin
pejuang. Yang untung adalah pihak Belanda
sendiri. Semua pemimpin yang menerima
perundingan ditangkap akhirnya dibuang keluar
dari negeri asalnya. Peristiwa Tuanku Tambusai
dapat kita bandingkan dengan peristiwa dunia
antarabangsa sekarang ini, ada negara yang
tidak menerima perundingan dengan Amerika
seperti Iran tentang isu nuklear. Ada negara
menerima perundingan tetapi tidak mudah
menerima tipu helah Amerika seperti Korea
Utara. Iraq akhirnya menerima perundingan. Apa
jadinya? Hanyalah merugikan Iraq sendiri
menjadi negara yang dijajah oleh Amerika dan
sekutu-sekutunya.
Pengorbanan tenaga, harta dan pemikiran
Tuanku Tambusai adalah besar, kecuali jiwa dan
raganya saja dapat berhijrah ke Negeri Sembilan.
Peristiwa beliau hampir serupa dengan gurunya
Syeikh Daud bin Abdullah al-Fathani dalam
perang Patani melawan pencerobohan Siam
H.Mas’oed Abidin 237
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
bahawa beliau hijrah ke Pulau Duyung Kecil,
Terengganu. Hijrah seseorang tokoh atau ulama
bukan bererti lari tetapi bertujuan menyusun
taktik dan strategi untuk mencapai kemenangan
yang diredai Allah di dunia dan akhirat.
Dengan tidak menafikan perjuangan Tuanku
Tambusai beliau telah diberi gelaran, ‘Pahlawan
Nasional Republik Indonesia’ dengan SK. No.
071/TK/Tahun 1995, Tanggal 7 Ogos 1995.

238 H. Mas’oed Abidin


PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU

H.Mas’oed Abidin 239


SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI

َ‫ل عَافَةٍ و‬
ّ ُ‫ن ك‬ْ ِ‫ك م‬
َ ‫طهَا َر ِتكَ َو بَ َركَةِ جَلَِل‬
َ ِ‫ظمَة‬َ َ‫سكَ َو ع‬ ِ ْ‫الّلهُمّ ِإنّي أَعُ ْو ُذ بِنُوْ ِر ُقد‬
ُ‫حمَان‬
ْ ‫خيْ ٍر يَا َر‬
َ ِ‫ق ب‬
َ ُ‫طر‬
ْ َ‫ق الّليْلِ وَ ال ّنهَارِ ِإلّ طَا ِرقًا ي‬ِ ِ‫طوَار‬ َ ْ‫عَاهَةٍ َو مِن‬

Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung


dengan cahaya kesucian-Mu dan
keagungan-Mu dari segala kebencian dan
gangguan serta dari segala kejahatan yang
datang baik di waktu malam maupun di
waktu siang, kecuali yang datang dengan
kebaikan wahai Yang Maha Pengasih.
َ‫عيَاذِي َف ِبك‬
ِ ‫ت‬
َ ‫لذِي َفبِكَ أَلــ ْوذُ وَ أَنـ‬
َ َ‫ت م‬
َ ْ‫غوْثُ وَ َأن‬
ُ َ‫غيَاثِي َف ِبكَ أ‬
ِ ‫ت‬
َ ْ‫َأن‬
.ُ‫أَعُ ْوذ‬

Engkau Maha Penolong, maka kepada-Mu


lah aku memohon pertolongan, Engkau
tempat berlindung, maka kepada-Mu lah
aku berlindung, Engkau lah yang
menemani, maka dengan Mu lah aku
berteman.
ْ‫ أَعُ ْو ُذ ِبكَ مِن‬،ِ‫عنَة‬
ِ ‫عنَاقُ ال َفرَا‬
ْ َ‫ضعَتْ لَهُ أ‬
َ ‫خ‬َ َ‫جبَابِرَةِ و‬
َ ‫ـتْ لَهُ ِرقَابُ ا ْل‬
َ ‫يَا مَنْ ذَل‬
.َ‫شكْ ِرك‬ ُ ْ‫ف عَن‬
ِ ‫لنْصِرَا‬ ِ ‫ستْ ِركَ وَ ْا‬
َ ‫ف‬ ِ ْ‫خِ ْز ِيكَ َو كَش‬

Wahai Yang Maha Kuasa, yang telah


menghinakan hamba yang sombong, dan
yang telah menaklukkan hamba yang
angkuh, aku berlindung kepada-Mu dari
menghinakan-Mu, dan membuka-buka
240 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
rahasia-Mu serta berpaling dari
mensyukuri nikmat-Mu.
.‫ظعْنِي َو أَشْفَارِي‬
َ ‫ي حِرْ ِزكَ َليْلَي وَ َنهَارِي َو نَ ْومِي َو قَرَارِي َو‬
ِ ‫َأنَا ف‬

Aku dalam tempat-Mu yang kokoh pada


waktu malam-Ku, siang-Ku, pada waktu
tidur-Ku, waktu diam-Ku, waktu pagi-Ku
dan perjalanan-Ku.
‫ك دِثَارِي‬
َ ‫ش َعاِري َو َثنَا ِئ‬
ِ َ‫ذِكْ ُرك‬

Mengingat-Mu adalah pakaianku dan


menyanjung-Mu adalah selimut-Ku.
ْ‫ج ْرنِى مِنْ خِ ْز ِيكَ َو مِن‬ ِ َ‫ أ‬،َ‫سبْحَا ِنك‬
ُ ِ‫ َو َتكْ ِر ْيمًا ل‬،َ‫ج ِهك‬ْ ‫ظ ْيمًا لِ َو‬
ِ ْ‫ َتع‬،َ‫لَإِلَهَ ِإلّ َأنْت‬
ِ‫ي حِفْظ‬ ِ ‫ح َمتِكَ ف‬
ْ ‫ وَ َأدْخِ ْلنِى بِ َر‬،َ‫ظك‬ِ ْ‫ت حِف‬ ِ ‫ي سُرَاِدقَا‬ّ َ‫ب عَل‬ ْ ‫ وَاضْ ِر‬،َ‫عبَا ِدك‬ ِ ‫شَ ّر‬
.َ‫ح ِميْن‬ ِ ّ‫خيْ ٍر يَاأَ ْرحَمَ الر‬َ ِ‫ي ب‬
ِ ‫عدْل‬
ُ ‫ َو‬،َ‫عنَا َيتِك‬ ِ

Tiada Tuhan selain engkau, karena


mengagungkan wajah-Mu dan memuliakan
kesucian-Mu, jauhkanlah aku dari kehinaan
dan menjadi hamba-Mu yang buruk.
Berikanlah kepadaku naungan dan
perlindungan-Mu, dan masukkanlah aku
dengan rahmat-Mu dalam lindungan-Mu,
dan berikanlah kepadaku sebaik-baik
kebaikan, wahai zat Yang Maha Pengasih
lagi penyayang.
ِ‫ص ْرنَا عَلَى القَ ْوم‬
ُ ْ‫َرّبنَا اغْ ِفرَْلنَا ُذنُوْ َبنَا وَ ِاسْرَا َفنَا فِى َأمْ ِرنَا َو َثبّتْ َأ ْقدَا َمنَا َو ان‬
.‫الكَا َف ْريْن‬

H.Mas’oed Abidin 241


SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
“Ya Allah, Ampunilah dosa kami, ampunilah
keteledoran kami, dan tetapkanlah
pendirian kami, dan tolonglah kami
menghadapi kaum kafir”.
َ‫ل‬
َ ‫ن‬
ْ َ‫ط عََل ْينَا م‬
ْ ّ‫طهُ ْم عََل ْينَا بِ ُذنُ ْو ِبنَا َولَ تُسَل‬
ْ ّ‫سل‬
َ ُ‫عدَا َء ِف ْينَا َولَ ت‬
ْ َ‫ل ُت ْمكِنُ ال‬َ ‫الّلهُ ّم‬
‫ح ُمنَا‬
َ ْ‫ل يَر‬
َ ‫يَخا ُفكَ َو‬

“Wahai Tuhan kami, janganlah Engkau beri


kemungkinan musuh berkuasa terhadap
kami janganlah Engkau berikan
kemungkinan mereka memerintah kami,
walaupun kami mempunyai dosa.
Janganlah Engkau jadikan yang
memerintah kami, orang yang tidak takut
kepada-Mu, dan tidak mempunyai kasih
sayang terhadap kami”.
َ‫س ِبيِْلكَ َو يَ ْك ِذبُوْنَ َرسَُلكَ َو يُقَاتِلُوْنَ َأوِْليَا َئك‬
َ ْ‫صدّوْنَ عَن‬
ُ َ‫اللهُمّ أَ ْهِلكِ الكَفَرَ َة اّلذِي ي‬

“Wahai Tuhan kami, hancurkanlah orang-


orang yang selalu menutup jalan Engkau,
yang tidak memberikan kebebasan kepada
agama-Mu, dan mereka-mereka yang
mendustakan Rasul-Rasul Engkau,dan
mereka yang memerangi orang-orang yang
Engkau kasihi”.
ِ‫ن القَ ْوم‬
ِ َ‫سكَ اّلذِي ل َتَرُ ْودَهُ ع‬
َ ْ‫ل ِبهِ ْم بَأ‬
ْ ِ‫شمَْل ُهمْ وَ َأنْز‬
َ ْ‫شتّت‬
َ َ‫ج ْم َعهُمْ و‬
َ ْ‫اللهُ ّم َفرّق‬
.َ‫ج ِرمِْين‬
ْ ‫الُم‬

242 H. Mas’oed Abidin


‫‪PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU‬‬
‫‪“Wahai Tuhan kami, hancurkanlah kesatuan‬‬
‫‪mereka, dan pecah belah barisan mereka.‬‬
‫‪Turunkan kepada mereka ‘azab sengsara-‬‬
‫‪Mu, yang selalu Engkau timpakan kepada‬‬
‫‪golongan-golongan yang selalu berbuat‬‬
‫‪dosa”.‬‬
‫خذُلِ الكَفَرَ َة وَ المُشْ ِر ِكيْنَ‬
‫ع ّز الِسْلَمِ َو المُسِْل ِميْنَ َو ا ْ‬
‫اللهُمّ أَ ِ‬

‫‪“Wahai Tuhan kami, berilah kemuliaan‬‬


‫‪kepada‬‬ ‫‪Islam‬‬ ‫‪dan‬‬ ‫‪kaum‬‬ ‫‪Muslimin,‬‬
‫‪rendahkanlah orang-orang yang kafir dan‬‬
‫‪orang musyrik”.‬‬
‫حيَا ِء ِمنْهُمْ َو‬
‫سِلمِيْنَ وَ اْلمُسِْلمَاتِ‪َ ،‬الَ ْ‬ ‫غفِرْ لِ ْلمُ ْؤ ِم ِنيْنَ َو المُ ْؤ ِمنَاتِ َو المُ ْ‬
‫الّلهُمّ ا ْ‬
‫خيْرًا ِمْن يَ ْو ِمنَا‪ ،‬وَ‬
‫غ َدنَا َ‬
‫ل َ‬ ‫جعَ ْ‬ ‫سنَا‪ ،‬وَ ا ْ‬ ‫خيْرًا ِمنْ َأمْ ِ‬ ‫ل يَ ْو َمنَا َ‬
‫جعَ ْ‬‫لمْوَاتِ‪ .‬الّلهُ ّم ا ْ‬ ‫ْا َ‬
‫عذَابِ الخِ َرةِ‪ ،‬الّلهُمّ‬ ‫ي ال ّد ْنيَا َو َ‬ ‫خزْ ِ‬ ‫لمُ ْو ِر كُّلهَا‪ ،‬وَ أَجِ ْرنَا مِنْ ِ‬ ‫حسِنْ عَا ِق َبتَنَا فيِ ا ُ‬ ‫اْ‬
‫ِإنّا نَسَْأُلكَ اْلعَفْوَ وَ العَا ِفيَةَ فيِ ِد ْينِنَا وَ ُد ْنيَاناَ وَ أَهِْل ْينَا وَ َأمْوَاِلنَا‪َ ،‬ربّنَا آ ِتنَا فِى الدّ ْنيَا‬
‫س ِميْعُ‬
‫ل ِمنّا ِإّنكَ َأنْتَ ال ّ‬‫سنَةً َو ِقنَا عَذَابَ النّارِ‪َ .‬رّبنَا تَ َقبّ ْ‬ ‫سنَةً َو فِى الخِرَ ِة حَ َ‬ ‫حَ َ‬
‫عمّا يَصِ ُفوْنَ‬ ‫ب العِزّ ِة َ‬
‫س ْبحَانَ َرّبكَ رَ ّ‬ ‫حيْمِ‪ُ .‬‬ ‫ب الرّ ِ‬‫ب ْعََل ْينَا ِإّنكَ َأنْتَ التّوّا ُ‬ ‫العَِليْمِ وَ ت ُ‬
‫ب العَاَل ِميْنَ‪.‬‬‫ل رَ ّ‬‫ح ْمدُ ِ‬ ‫وَ سَلَ ُم عَلَى ا ْلمُ ْرسَِليْنَ وَ اْل َ‬

‫‪H.Mas’oed Abidin‬‬ ‫‪243‬‬


1
Mochtar Naim, Merantau Pola Migrasi Suku Minangkabau (1984)
2
L.C. Westenenk dalam Opstellen over Minangkabau
3
J.C. van Vanleur dalam bukunya Indonesian Trade & Socety (1955) menyatakan bahwa
pada permulaan tahun 674 AD Pantai Barat Sumatera telah dihuni koloni Arab, dan ketika itu
Kerajaan Sriwijaya yang berpusat di Palembang telah menyebarkan agama Hindu ke
Nusantara dari abad ke-7 hingga ke-13 M.
4
Sumber: Drs. Zakaria Ahmad, Sekitar Kerajaan Aceh dalam tahun 1520-1675, Penerbit
Monora, Medan 1972
5
Syekh Abdur Rauf adalah seorang ulama dan mubaligh besar di Aceh abad ke-17
pada masa pemerintahan Sulthanat Syafiatuddin (1641 - 1675). Nama lengkapnya adalah
Syekh Abdur Rauf bin Ali al Jawi al Singkli. Lahir pada tahun 1620 di Singkil Aceh Selatan.
Pada tahun 1642 beliau berangkat ke Mekah melanjutkan studinya di bidang agama Islam.
Selama 19 tahun di tanah Arab menuntut ilmu kepada Molla Ibrahim, pengikut Syekh Ahmad
Kosasi, seorang ulama yang terkenal di dunia Islam waktu itu dan pemimpin tharekat
Syattariah.
6
Sebagai kenang-kenangan untuknya, Universitas di Aceh mengambil namanya
sebagai nama, yaitu Universitas Syiah Kuala, disingkat Unsyiah.
7
Kebesaran Syekh Abdurauf telah menjadi studi para sarjana, seperti D.A.Rinkers yang
menulis Syekh Abdurauf van Singkel; P.Voorhove dalam majallah TBG tahun 1952 No.87
membahas karyanya yang berjudul Bayan Tajalli. Beberapa pokok pendiriannya yang dikutib
dari berbagai karyanya telah disusunnya dalam Encyclopaedia of Islam, volume I tahun
1960. S. Kayser, Snouck Horgronye, Winstedt, Archer telah menulis tentang pribadinya.
8
Faham wihdatulwujud mengatakan bahwa alam adalah ciptaan dari bahagian
ketuhanan sendiri, laksana buih pada puncak ombak. Alam zahir ini, bahagian dari pada
ketuhanan besar. Teori ini merupakan monisma (serba esa) atau pantheisme (serba dewa).
Menurut ahli tasauf ini, dunia ini hanyalah emanasi atau pancaran intisari tidak tercipta.
Penganut faham wihdatulwujud yang terkenal ialah Ibnu Arabi dan Al Halaj. Di zaman
Iskandar Muda adalah Hamzah Fansuri yang ditantang oleh Abdurrauf.
9
Semasa Sulthan Iskandar Tsani memberantas ajaran Hamzah Fansuri dan Syamsuddin
al Sumatrani yang dianggap sebagai ajaran sesat. Buku-buku Hamzah Fansuri dan
Syamsuddin al Sumatrani dibakar dan dimusnahkan dan rakyat Aceh dilarang ajaran kedua
ulama itu sebagai ajaran sesat.
10
Sumber; Sjafnir Aboe nain, drs, Tuanku Imam Bonjol, Sejarah Intelektual Islam (1784-
1832), Penerbit Esa,Padang, 1988
11
Sjafnir Aboe Nain, drs, Naskah Tuanku Imam Bonjol-Naali Sutan Caniago, alih tulis,
revisi 2003

12
Deliar Noer, Gerakan Moderen Islam di Indonesia 1900-1942,Jakarta, LP3ES, 1980, hal.38

13 Syekh Djamil Djambek dilahirkan di Bukittinggi pada tahun 1860 , anak dari Muhammad Saleh
Datuk Maleka, Kepala Nagari Kurai. Ibunya berasal dari Betawi. Syekh Djamil Djambek
meninggal tahun 1947 di Bukittinggi.
14
Haji Rasul lahir di Sungai Batang, Maninjau, tahun 1879, anak seorang ulama Syekh
Muhammad Amarullah gelar Tuanku Kisai. Pada 1894, pergi ke Mekah, belajar selama 7 tahun.
Sekembali dari Mekah, diberi gelar Tuanku Syekh Nan Mudo. Kemudian kembali bermukim di
Mekah sampai tahun 1906, memberi pelajaran di Mekah, di antara murid-muridnya termasuk
Ibrahim Musa dari Parabek, yang menjadi seorang pendukung terpenting dari pembaruan
pemikiran Islam di Minangkabau. Haji Rasul meninggal di jakarta 2 Juni 1945
15
Haji Abdullah Ahmad lahir di Padang Panjang pada tahun 1878, anak dari Haji Ahmad, seorang
ulama dan pedagang. Ibunya berasal dari Bengkulu, masih trah dari pengikut pejuang Sentot Ali
Basyah.
16
Syekh Ibrahim Musa dilahirkan di Parabek, Bukittinggi pada tahun 1882.
17
Zainuddin Labai al-Yunusi lahir di Bukit Surungan Padang Panjang pada tahun 1890. Ayahnya
bernama Syekh Muhammad Yunus.
18

19
Diperoleh dari http://id.wikipedia.org/wiki/Haji_Abdul_Malik_Karim_Amrullah" Kategori:
Kelahiran 1908 | Kematian 1981 | Sastrawan Indonesia | Tokoh Islam Indonesia | Pahlawan
nasional Indonesia
20
Tulisan ini, misalnya, sangat terbantu dengan adanya skripsi sarjana IAIN, Wirda Yati,
SAg: Dinamika Dakwah Islam di Indonesia, Telaah Terhadap Pemikiran Mohammad Natsir.
21
Dalam bagian pada wawancara dengan Panji Masyarakat Juli 1988 itu, Natsir mengibaratkan
kader pempimpin itu adalah seperti harapan Nabi Zakaria yang mendambakanm keturuan
yang akhairnya Allah mmemberikan keturuan Nabi Yahya. Natsir optimis lahirnya Yahya-
Yahaya baru. Terutama menurutnya adalah dari Kampus dan dari LSM serta kelompok-
kelompok pengajian dan pesantren. Yang penting menutut Natsir pada akhir 80-an itu,
tercipta situasi yang kondusip yaitu kebebasan mengeluarkan pendapat atau kebebasan
beribicara.

Anda mungkin juga menyukai