Anda di halaman 1dari 10

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN ANAK

DENGAN GANGGUAN SISTEM SYARAF ENSEFALITIS

A. Pengkajian
1. Biodata
a. Umur : Penyakit ensefalitis dapat menyerang semua usia, insiden tertinggi
terjadi pada anak-anak
b. Jenis kelamin : Penyakit ensefalitis bisa terjadi pada laki-laki dan perempuan
c. Bangsa : Umumnya untuk penyakit ensefalitis tidak mengenal suku bangsa,
ras.
2. Keluhan utama
a. Demam
b. Kejang
3. Riwayat kesehatan sekarang
Demam, kejang, sakit kepala, pusing, nyeri tenggorokan, malaise, nyeri
ekstremitas, pucat, gelisah, perubahan perilaku, dan gangguan kesadaran.
4. Riwayat kesehatan dahulu
Klien sebelumnya menderita batuk , pilek kurang lebih 1-4 hari, pernah
menderita penyakit Herpes, penyakit infeksi pada hidung,telinga dan
tenggorokan.
5. Riwayat penyakit keluarga
Keluarga ada yang menderita penyakit yang disebabkan oleh virus contoh:
Herpes dll. Bakteri contoh : Staphylococcus Aureus, Streptococcus , E Coli dan
lain-lain.

Pola-Pola Fungsi Kesehatan

1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat


a. Kebiasaan. Sumber air yang dipergunakan dari PAM atau sumur,
kebiasaan buang air besar di WC, lingkungan penduduk yang
berdesaan (daerah kumuh)
b. Status Ekonomi. Biasanya menyerang klien dengan status ekonomi
rendah.
2) Pola fungsi kesehatan
a. Pola nutrisi dan metabolisme. Nafsu makan menurun (anoreksia) nyeri
tenggorokan dan Berat badan menurun.
b. Pola aktivitas. Nyeri ekstremitas dan keterbatasan rentang gerak akan
mempengaruhi pola aktivitas.
c. Pola istirahat dan tidur. Kualitas dan kuantitas akan berkurang oleh
karena demam, sakit kepala dan lain-lain, yang sehubungan dengan
penyakit ensefalitis.

1
d. Pola eliminasi. Kebiasaan Defekasi sehari-hari, Biasanya pada klien
Ensefalitis karena klien tidak dapat melakukan mobilisasi maka dapat
terjadi obstivasi. Kebiasaan BAK sehari-hari, Biasanya pada klien
Ensefalitis kebiasaan miksi normal frekuensi normal. Jika kebutuhan
cairan terpenuhi. Jika terjadi gangguan kebutuhan cairan maka
produksi irine akan menurun ,konsentrasi urine pekat.
e. Pola hubungan dan peran. Efek penyakit yang diderita terhadap peran
yang diembannya sehubungan dengan ensefalitis, bisanya Interaksi
dengan keluarga / orang lain biasanya pada klien dengan Ensefalitis
kurang, karena kesadaran klien menurun mulai dari apatis sampai
koma.
f. Pola penanggulangan stress. Akan cenderung mengeluh dengan
keadaaan dirinya (stress).

Pemeriksaan fisik

Setelah melakukan anmnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien,


pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian
anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan persistem (B1-B6) dengan
focus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan
dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien.

Pemeriksaan fisik dumulai dengan memeriksa tanda-tanda vital (TTV) pada


klien ensefalitis biasanya didapatkan peningkatn suhu tubuh lebih dari normal 39-
49C. Keadaan ini biasanya dihubungkan dengan proses inflamasi dari selaput
otak yang sudah menggangu pusat pengatur suhu tubuh. Penurunan denyut nadi
terjadi berhubungan dengan tanda-tanda peningkatan TIK. Apabila disertai
peningkatan frekuensi pernapasan sering berhubungan dengan peningkatan laju
metabolisme umum dan adanya infeksi pada system pernapasan sebelum
mengalami ensefalitis. TD biasanya normal atau meningkat berhubungan dengan
tanda-tanda peningkatan TIK.

a. B1 (Breathing)
Inspeksi apakah klien batuk, produksi sputum, sesak napas, penggunaan otot
bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan yang sering didapatkan pada

2
klien ensefalitis yang sering disertai adanya gangguan pada system pernapasan.
Palpasi biasanya taktil premitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi bunyi napas
tambahan sperti ronkhi pada klien dengan ensefalitis berhubungan akulasi sekreet
dari penurunan kesadaran.
b. B2 (Blood)
Pengkajian pada system kardiovaskular didapatkan renjatan (syok)
hipovolemik yang sering terjadi pada klien ensefalitis.
c. B3 (Brain)
Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan focus dan lebih lengkap
dibandingkan pengkajian pada system lainnya.
1. Tingkat Kesadaran
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien ensefalitis biasanya berkisar
pada tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa. Apabila klien sudah mengalami
koma maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran
klien dan bahan evaluasi untuk memantau pemberian asuhan keperawatan.
2. Fungsi Serebri
Status mental : observasi penampilan klien dan tingkah lakunya, nilai gaya
bicara klien dan observasi ekspresi wajah dan aktivitas motorik. Pada klien
ensefalitis tahap lanjut biasanya status mental klien mengalami perubahan.
3. Pemeriksaan Saraf Kranial
a. Saraf I. Fungsi penciuman biasanya tidak ada kelainan pada klien
ensefalitis
b. Saraf II. Tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal. Pemeriksaan
papiledema mungkin didapatkan terutma pada ensefalitis supuratif disertai
abses serebri dan efusi subdural yang menyebabkan terjadinya peningkatan
TIK.
c. Saraf III, IV, dan VI. Pemeriksaan fungsi dan reaksi pupil pada klien
ensefalitis yang tidak disertai penurunan kesadaran biasanya tanpa
kelainan. Pada tahap lanjut ensefalitis yang telah mengganggu kesadaran,
tanda-tanda perubahan dari fungsi dan reaksi pupil akan didapatkan.
Dengan alasan yang tidak diketahui, klien ensefalitis mengeluh mengalami
fotofobia atau sensitive yang berlebihan terhadap cahaya.
d. Saraf V. Pada klien ensefalitis didapatkan paralisis pada otot sehingga
mengganggu proses mengunyah.
e. Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris
karena adanya paralisis unilateral.
f. Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli kondungtif dan tuli persepsi.

3
g. Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik sehingga mengganggu
pemenuhan nutrisi via oral.
h. Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
Adanya usaha dari klien untuk melakukan fleksi leher dan kaku kuduk.
i. Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada
fasikulasi. Indra pengecap normal.
j. Sistem Motorik. Kekuatan otot menurun, kontrol keseimbangan dan
koordinasi pada ensefalitis tahap lanjut mengalami perubahan.
4. Pemeriksaan Refleks
Pemeriksaan reflex dada, pengetukan pada tendon, ligamentum atau
periosteum derajat reflex pada respons normal. Reflex patologis akan
didapatkan pada klien ensefalitis dengan tingkat kesadaran koma.
5. Gerakan Involunter
Tidak ditemukan adanya teremor, Tic, dan distonia. Pada keadaan tertentu
klien biasanya mengalami kejang umum, terutama pada anak dengan ensefalitis
disertai peningkatan suhu tubuh yang tinggi. Kejang dan peningkatan TIK juga
berhubungan dengan ensefalitis. Kejang terjadi sekunder akibat area fokal
kortikal yang peka.

6. Sistem Sensorik
Pemeriksaan sonsorik pada ensefalitis biasanya didapatkan perasaan raba
normal, perasaan nyeri normal, perasaan suhu normal, tidak ada perasaan
abnormal di permukaan tubuh, perasaan diskriminatif normal. Peradangan pada
selaput otak mengakibatkan sejumlah tanda yang mudah dikenali pada
ensefalitis. Tanda tersebut adalah kaku kuduk, yaitu ketika adanya upaya untuk
fleksi kepala mengalami kesukaran karena adanya spasme otot-otot leher.
d. B4 (Bladder)
Pemeriksaan pada system perkemihan biasanya didapatkan berkurangnya
volume keluaran urine, hal ini berhubungan dengan penurunan perfusi dan
penurunan curah jantung ke ginjal.
e. B5 (Bowel)
Mual sampai muntah dihubungkan dengan peningkatan produksi asam
lambung. Pemenuhan nutrisi pada klien meningitis menurun karena anoreksia dan
adanya kejang.
f. B6 (Bone)
Penurunan kekuatan otot dan penurunan tingkat kesadaran menurunkan
mobilitas klien secara umum. Dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari klien lebih
banyak dibantu orang lain.

4
B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan intake yang tidak
adekuat, kehilangan cairan.
2. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual
muntah, anoreksia, kelemahan, intake yang tidak adekuat.
3. Hipertermi b/d infeksi,
4. Gangguan mobilitas fisik b.d kelemahan umum, defisit neurologik,
5. Resiko injuri: jatuh b.d aktivitas kejang, penurunan kesadaran dan status mental.

C. Intervensi dan Implementasi


1. Resiko kekurangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan intake yang tidak
adekuat.
Tujuan : Kebutuhan cairan terpenuhi

Kriteria hasil:

Suhu tubuh normal 36.5-37.5 0C


Tanda vital normal
Turgor kulit baik
Pengeluaran urin tidak pekat, elektrolit dalam batas normal.

NO INTERVENSI RASIONAL
.
1. Ukur tanda vital setiap 4 jam. Ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit menimbulkan perubahan
tanda vital seperti penurunan
darah dan peningkatan nadi.
2. Monitor hasil pemeriksaan Mengetahui perbaikan atau
laboratorium terutama elektrolit. ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit.
3. Observasi tanda-tanda dehidrasi. Mencegah secara dini terjadinya
dehidrasi.

4. Catat intake dan output cairan. Mengetahui keseimbangan cairan.

5. Berikan minuman dalm porsi kecil Mengurangi distensi gaster.


tetapi sering.
6. Pertahan temperatur tubuh dalam Peningkatan temperatur
batas normal. mengakibatkan pengeluaran
cairan lewat kulit bertambah.
7. Kolaborasi dam pemberian cairan Pemenuhan kebutuhan cairan
intravena. dengan IV akan mempercepat

5
pemulihan dehidrasi.
8. Pertahankan dan monitor tekanan Tekanan vena sentral untuk
vena sentral. mengetahui keseimbangan cairan.

2. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual


muntah, anoreksia, kelemahan, intake yang tidak adekuat.

Tujuan : Kebutuhan nutri terpenuhi.

Kriteria hasil :

Nafsu makan baik, Terjadi peningkatan BB secara bertahap,


Pasien dapat menghabiskan makanan yang telah disediakan,
Tanda-tanda kurang nutrisi tidak ada,
Hb dan albumin dalam batas normal,
Tanda-tanda vital normal.

NO INTERVENSI RASIONAL
.
1. Kaji kesukaan makanan pasien. Meningkatka selera makan pasien.
2. Berikan makan dalam porsi kecil Menghindari mual dan muntah.
tapi sering.
3. Hindari berbaring kurang dari 1 Posisi berbaring saat makan
jam setelah makan. dalamlambung penuh dapat
mengakibatkan refluks dan tidak
nyaman.
4. Timbang BB 3 hari sekali secara Penurunan BB berarti kebutuhan
periodik. makanan berkurang.
5. Berikan antiemetik 1 jam Menekan rasa mual dan muntah.
sebelum makan.
6. Kuranngi minum sebelum makan. Minum yang banyak sebelum
makan mengurangi intake
makanan.
7. Hindari keadaan yang Meningkatkan selera makan
mengganggu selera makan: pasien.
lingkungan kotor, bau, kebersihan
tempat makan.
8. Sajikan makanan dalam keadaan Meningkatkan selera makan.

6
hangat dan hygine, menarik.
9. Lakukan perawatan mulut. Menigkatkan nafsu makan.
10. Monitor kadar Hb dan Albumin. Mengetahui status nutrisi.

3. Hipertermi b.d infeksi


Tujuan : suhu badan dalam batas normal.
Kriteria hasil :
Suhu tubuh normal 36.5-37.5 0C
Tanda vital normal
Turgor kulit baik
Pengeluaran urin tidak pekat, elektrolit dalam batas normal.

NO INTERVENSI RASIONAL
.

1. Monitor suhu setiap 2 jam Mengetahui suhu tubuh.

2. Monitir tanda vital. Efek dari peningkatan suhu


adalah perubahan nadi,
pernafasan dan tekanan darah.

3. Monitor tanda-tanda dehidrasi. Tubuh dapat kehilangan cairan


melalui kullit dan penguapan.

4. Beri obat antipireksia. Mengurangi suhu tubuh.

5. Berikan minum cukup 2.000 CC / Mencegah dehidrasi.


hari.

6. Lakukan kompres hangat. Mengurangi suhu tubuh.

7. Monitor tanda-tanda kejang. Suhu tubuh yang panas beresiko


kejang.

7
4. Gangguan mobilitas fisik b.d kelemahan umum, defisit neurologik,
Tujuan : tidak ada gangguan mobilitas fisik.
Kriteria hasil:
Pasien dapat mempertahankan mobilisasinya secara optimal,
Integritas kullit utuh,
Tidak terjadi atrofi,
Tidak terjadi kontraktur

NO. INTERVENSI RASIONAL


1. Kaji kemampuan mobilisasi. Hemiparise mungkin dapat
terjadi.
2. Alih posisi pasien setiap 2 jam. Menghindari kerusakan kulit.
3. Lakukan massage bagian tubuh Melancarkan aliran darah dan
yang tertekan. mencegah dekubitus.
4. Lakukan ROM pasif. Menghindari kontraktur dan
atrofi.
5. Monitor trombo emboli, Mencegah komplikasi
konstipasi. imobilisasi.
6. Konsul pada ahli fisioterapi jika Perencanaan yang penting lebih
diperlukan. lanjut.

5. Resiko injuri: jatuh b.d aktivitas kejang, penurunan kesadaran dan status mental.
Tujuan: tidak terjadi injuri.
Kriteria hasil:
Mempertahankan tingkat kesadaran dan orientasi,
Kejang tidak terjadi,
Injuri tidak terjadi.

NO INTERVENSI RASIONAL
.
1. Kaji status neurologi steiap 2 jam. Menentukan keadaan pasien dan
resiko kejang.
2. Pertahankan keamanan pasien Mengurangi resiko injuri dan
seperti penggunaan penghalang mencegah obstruksi pernafasan.
tempat tidur, kesiapan suction,
spatel, oksigen.
3. Catat aktivitas kejang dan tinggal Merencanakan intervensi lebih

8
bersama pasien selama kejang. lanjut dan mengurangi kejang.
4. Kaji status neurologi dan tanda Mengetahui respon post kejang.
vital setelah kejang.
5. Orientasikan pasien dan Setelah kejang kemungkinan
lingkungan. pasien disorientasi.
6. Kolaborasi dalam pemberian obat Mengurangi resiko kejang/
anti kejang. menghentikan kejang.

DAFTAR PUSTAKA

Tarwoto, dkk. 2007. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Persyarafan.


Jakarta: Sagung Seto.

Mansjoer ,Arif. 2010. Kapita Selekta Kedokteran,edisi 2 jilid 3. Jakarta: Fakultas


Kedokteran Universitas Indonesia.

Rully, Afida. 2012. Askep Ensefalitis Pada Anak. [http://keperawatananakafidaruly.


blogspot.com/2012/10/askep-ensefalitis-pada-anak.html].

9
10

Anda mungkin juga menyukai