Anda di halaman 1dari 23

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Jaringan Kulit

Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar tubuh,

merupakan organ terberat dan terbesar dari tubuh. Seluruh kulit beratnya 16%

berat tubuh, pada orang dewasa sekitar 2,7-3,6 kg dan luasnya sekitar 1,5-1,9

meter persegi. Tebalnya kulit bervariasi mulai 0,5-6 mm tergantung dari letak,

umur dan jenis kelamin. Kulit tipis terletak pada kelopak mata, penis, labium

minus dan kulit bagian medial bagian atas.Sedangkan kulit tebal terdapat pada

telapak tangan, telapak kaki, pungung, bahu, dan bokong. Secara embriologis

kulit berasal dari dua lapisan yang berbeda, lapisan luar adalah epidermis yang

merupakan lapisan epitel berasal dari ectoderm sedangkan lapisan dalam yang

berasal dari mesoderm adalah dermis dan korium yang merupakan suatu lapisan

jaringan ikat.

1. Epidermis

Adalah lapisan luar kulit yang tipis. Terdiri dari epitel berlapis gepeng

bertanduk, mengandung sel melanosit,l angerhans dan merkel. Tebal epidermis

berbeda-beda pada berbagai tempat di tubuh, paling tebal pada telapak tangan dan

kaki.Ketebalan epidermis hanya sekitar 5% dari seluruh ketebalan kulit. Terjadi

regenerasi setiap 4-6 minggu.

Epidermis terdiri atas lima lapisan (lapisan yang paling atas sampai yang

terdalam) :

1. Stratum Korneum, terdiri dari sel keratinosit yang bisa mengelupas dan

berganti.

2. Stratum Lusidum, berupa garis translusen, biasanya terdapat pada kulit

tebal telapak tangan dan kaki, tidak tampak pada kulit tipis.

3. Stratum Granulosum, ditandai oleh 3-5 lapis sel polygonal gepeng yang

intinya di tengah sitoplasma terdiri oleh granula basofilik kasar yang

dinamakan granula keratohialin yang mengandung protein kaya akan

histidin, terdapat pada sel langerhans.

4. Stratum Spinosum, terdapat berkas-berkas filament yang dinamakan

tonofibril dan memegang peranan penting untuk mempertahankan

kohesi sel dan melindungi terhadap efek abrasi. Epidermis pada tempat

yang terus mengalami gesekan dan tekanan mempunyai stratum

spinosium dengan lebih banyak tonofibril. Stratum basale dan stratum

spinosium disebut sebagai lapisan Malphigi, terdapat sel langerhans.

5. Stratum Basale (Stratum Germinativum), terdapat aktivitas mitosis

yang hebat dan bertanggung jawab dalam pembaharuan sel epidermis

secara konstan. Epidermis diperbaharui setiap 28 hari untuk migrasi

kepermukaan, hal ini tergantung letak, usia dan factor lain. Merupakan

satu lapis sel yang mengandung melanosit.

Fungsi epidermis : Proteksi barier, organisasi sel, sintesis vitamin D dan

sitokin, pembelahan dan mobilisasi sel, pigmentasi (melanosit) dan pengenalan

allergen (sel langerhans).


10

2. Dermis

Dermis merupakan bagian yang paling penting di kulit yang sering dianggap

sebagai True Skin. Terdiri atas jaringan ikat yang menyokong epidermis dan

menghubungkannya dengan jaringan subcutis. Tebalnya bervariasi, yang paling

tebal pada telapak kaki sekitar 3 mm.

Dermis terdiri dari dua lapisan :

1) Lapisan papiler; tipis mengandung jaringan ikat jarang.

2) Lapisan reticuler; tebal terdiri dari jaringan ikat padat.

Serabut-serabut kolagen menebal dan sintesa kolagen berkurang dengan

bertambahnya usia. Serabut elastin jumlahnya terus meningkat dan menebal,

kandungan elastin kulit manusia meningkat kira-kira lima kali dari fetus sampai

dewasa. Pada usia lanjut kolagen sering bersilangan dalam jumlah besar dan

serabut elastin berkurang menyebabkan kulit terjadi kehilangan kelemasannya dan

tampak banyak keriput. Dermis mempunyai banyak pembuluh darah, dermis juga

mengandung beberapa derivat epidermis yaitu folikel rambut, kelenjar sebasea

dan kelenjar keringat. Kualitas kulit tergantung banyak tidaknya derivat epidermis

di dalam dermis.

Fungsi dermis : stuctur penunjang, mechanical strength, suplai nutrisi,

menahan shearing forces dan respon inflamasi.

3. Subcutis

Merupakan lapisan di bawah dermis atau hypodermis yang terdiri dari

lapisan lemak. Lapisan ini terdapat jaringan ikat yang menghubungkan kulit

secara longgar dengan jaringan dibawahnya. Jumlah dan ukurannya berbeda-beda


11

menurut daerah di tubuh dan keadaan nutrisi individu. Adapun fungsinnya untuk

menunjang suplay darah ke dermis untuk regenerasi.

Fungsi subcutis : melekat kestructur dasar, isolasi panas, cadangan kalori,

control bentuk tubuh dan mechanical absorber.

4. Vascularisasi kulit

Arteri yang memberi nutrisi pada kulit membentuk fleksus terletak antara

lapisan papiler dan reticuler dermis, selain itu diantara dermis dan jaringan

subcutis. Cabang kecil meninggalkan fleksus ini memvascularisasi papilla dermis,

tiap papilla dermis punya satu arteri asenden dan satu cabang vena. Pada

epidermis tidak terdapat pembuluh darah tapi mendapat nutrient dari dermis

melalui membrane epidermis.

B. Fisiologi Kulit

Kulit merupakan organ yang berfungsi sangat penting bagi tubuh

diantaranya adalah memungkinkan bertahan dalam berbagai kondisi lingkungan

sebagai barier infeksi, mengontrol suhu tubuh (termoregulasi), sensasi, eksresi dan

metabolisme.

Fungsi proteksi kulit adalah melindungi dari kehilangan cairan dan

elektrolit, trauma mekanik, ultraviolet dan sebagai barier dari invasi

mikroorganisme pathogen. Sensasi telah diketahui merupakan salah satu fungsi

kulit dalam merangsang raba karena banyaknya ujung saraf seperti pada daerah

bibir, putting, dan ujung jari. Kulit berperan pada pengaturan suhu dan

keseimbangan cairan dan elektrolit, termoregulasi di kontrol oleh hypothalamus.


12

Temperatur perifer mengalami proses keseimbangan melalui keringat,

insessible loss dari kulit, paru-paru dan mucosa bukal. Temperatur kulit dengan

dilatasi atau konstriksi pembuluh darah kulit, bila temperature meningkat terjadi

vasodilatasi pembuluh darah, kemudian tubuh akan mengurangi temperature

dengan melepas panas dari kulit dengan cara mengirim sinyal kimia yang dapat

meningkatkan aliran darah di kulit. Pada temperature menurun, pembuluh darah

kulit akan vasokonstriksi yang kemudian akan mempertahankan panas. Untuk

mengetahui lebih jelas tentang lapisan kulit maka dapat dilihat gambar di bawah

ini : (http://surabayaplasticsurgery.blogspot.com/2008/05/anatomi-fisiologi- kulit)

Gambar 2.1. Anatomi Fisiologi Kulit

C. APENDISITIS

Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai

cacing (apendiks). Infeksi ini bisa mengakibatkan terjadinya nanah (pus). Bila

infeksi bertambah parah, apendiks itu bisa pecah. Apendiks merupakan saluran

usus yang ujungnya buntu dan menonjol dari bagian awal usus besar atau sekum
13

(cecum). Apendiks besarnya sekitar kelingking tangan dan terletak di perut kanan

bawah. Strukturnya seperti bagian usus lainnya. Namun, lendirnya banyak

mengandung kelenjar yang senantiasa mengeluarkan lendir. Apendisitis

merupakan peradangan pada usus buntu/apendiks (Defa Arisandi, 2008).

Gambar 2.2. Apendik Pada Saluran Pencernaan


(Sjamsuhidajat dan Jong, 2005)

Berikut ini adalah anatomi dan fisiologis dari apendisitis :

1. Apendiks (appendiks Vermiformis) terletak posteromedial dari

caecum pada regio perut kanan bawah.

2. Apendiks termasuk organ intra peritoneal. Walaupun kadang juga

ditemukan retroperitoneal.

3. Organ ini tidak mempunyai kedudukan menetap di dalam rongga

perut (rongga peritoneal).

4. Panjangnya 5 10 cm dengan berbagai posisi (retrocaecal,

pelvical, dll)

5. Walaupun sangat jarang kadang dijumpai pada regio kiri bawah.


14

6. Mendapat aliran darah dari cabang arteri ileocaecal yang

merupakan satu-satunya feeding arteri untuk apendiks, sehingga

apabila terjadi trombus akan berakibat terbentuknya ganggren dan

berakibat lanjut terjadinya perforasi apendiks.

Pada dasarnya apendisitis dapat diklasifikasikan berdasarkan tahapan

infeksinya, yaitu :

1. Apendisitis Akut

a. Apendisitis akut fokalis, yaitu apendisitis yang apabila telah

sembuh akan timbul struktur lokal.

b. Appendisitis purulenta difusi, yaitu apendisitis yang sudah

bertumpuk nanah.

2. Apendisitis Kronis

a. Apendisitis kronis fokalis atau parsial, apendisitis yang telah

sembuh akan timbul striktur lokal.

b. Apendisitis kronis obliteritiva yaitu appendiks miring, biasanya

ditemukan pada usia tua.

Gambar 2.3. Apendisitis Akut


(Sjamsuhidajat dan Jong, 2005)
15

1. Etiologi

Terjadinya apendisitis akut umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri.

Namun terdapat banyak sekali faktor pencetus terjadinya penyakit ini.

Diantaranya obstruksi yang terjadi pada lumen apendiks. Obstruksi pada lumen

apendiks ini biasanya disebabkan karena adanya timbunan tinja yang keras

(fekalit), hipeplasia jaringan limfoid, penyakit cacing, parasit, benda asing dalam

tubuh, cancer primer dan striktur. Namun yang paling sering menyebabkan

obstruksi lumen apendiks adalah fekalit dan hiperplasia jaringan limfoid. (Irga,

2007).

2. Patofisiologi

Apendisitis merupakan peradangan appendiks yang mengenai semua lapisan

dinding organ tersebut. Tanda patogenetik primer diduga karena obstruksi lumen

dan ulserasi mukosa menjadi langkah awal terjadinya apendisitis.

Obstruksi intraluminal appendiks menghambat keluarnya sekresi mukosa

dan menimbulkan distensi dinding appendiks. Sirkulasi darah pada dinding

appendiks akan terganggu. Adanya kongesti vena dan iskemia arteri menimbulkan

luka pada dinding appendiks. Kondisi ini mengundang invasi mikroorganisme

yang ada di usus besar memasuki luka dan menyebabkan proses radang akut,

kemudian terjadi proses irreversibel meskipun faktor obstruksi telah dihilangkan.

Apendisitis dimulai dengan proses eksudasi pada mukosa, sub mukosa, dan

muskularis propia. Pembuluh darah pada serosa kongesti disertai dengan infiltrasi

sel radang neutrofil dan edema, warnanya menjadi kemerah-merahan dan ditutupi

granular membran. Pada perkembangan selanjutnya, lapisan serosa ditutupi oleh


16

fibrinoid supuratif disertai nekrosis lokal disebut apendisitis akut supuratif. Edema

dinding appendiks menimbulkan gangguan sirkulasi darah sehingga terjadi

ganggren, warnanya menjadi hitam kehijauan yang sangat potensial ruptur. Pada

semua dinding appendiks tampak infiltrasi radang neutrofil, dinding menebal

karena edema dan pembuluh darah kongesti.(Tambunan, 2004)

Appendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh dengan sempurna,

tetapi akan membentuk jaringan parut. Jaringan ini menyebabkan terjadinya

perlengketan dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan tersebut dapat kembali

menimbulkan keluhan pada perut kanan bawah. Pada suatu saat organ ini dapat

mengalami peradangan kembali dan dinyatakan mengalami eksaserbasi.

3. Manifestasi Klinik

Apendisitis memiliki gejala kombinasi yang khas, yang terdiri dari : Mual,

muntah dan nyeri yang hebat di perut kanan bagian bawah. Nyeri bisa secara

mendadak dimulai di perut sebelah atas atau di sekitar pusar, lalu timbul mual dan

muntah. Setelah beberapa jam, rasa mual hilang dan nyeri berpindah ke perut

kanan bagian bawah. Jika dokter menekan daerah ini, penderita merasakan nyeri

tumpul dan jika penekanan ini dilepaskan, nyeri bisa bertambah tajam. Demam

bisa mencapai 37,8 - 38,8 derajat Celsius.

Pada bayi dan anak-anak, nyerinya bersifat menyeluruh, di semua bagian

perut. Pada orang tua dan wanita hamil, nyerinya tidak terlalu berat dan di daerah

ini nyeri tumpulnya tidak terlalu terasa. Bila usus buntu pecah, nyeri dan demam

bisa menjadi berat. Infeksi yang bertambah buruk bisa menyebabkan shock.

4. Pemeriksaan Diagnostik
17

Untuk menegakkan diagnosa pada apendisitis didasarkan atas anamnese

ditambah dengan pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya.

Gejala apendisitis ditegakkan dengan anamnese, ada 4 hal yang penting adalah:

Nyeri mula-mula di epigastrium (nyeri viseral) yang beberapa waktu kemudian

menjalar ke perut kanan bawah. Muntah oleh karena nyeri viseral. Panas (karena

kuman yang menetap di dinding usus). Gejala lain adalah badan lemah dan kurang

nafsu makan, penderita nampak sakit, menghindarkan pergerakan, di perut terasa

nyeri.

5. Pemeriksaan Lokalisasi.

Jika sudah terjadi perforasi, nyeri akan terjadi pada seluruh perut, tetapi

paling terasa nyeri pada daerah titik Mc. Burney. Jika sudah infiltrat, lokal infeksi

juga terjadi jika orang dapat menahan sakit, dan kita akan merasakan seperti ada

tumor di titik Mc. Burney.

6. Test Rektal

Pada pemeriksaan rektal toucher akan teraba benjolan dan penderita merasa

nyeri pada daerah prolitotomi. Pemeriksaan laboratorium Leukosit meningkat

sebagai respon fisiologis untuk melindungi tubuh terhadap mikroorganisme yang

menyerang. Pada apendisitis akut dan perforasi akan terjadi lekositosis yang lebih

tinggi lagi. Hb (hemoglobin) nampak normal. Laju endap darah (LED) meningkat

pada keadaan apendisitis infiltrat. Urine rutin penting untuk melihat apa ada

infeksi pada ginjal. Pemeriksaan radiologi Pada foto tidak dapat menolong untuk

menegakkan diagnosa apendisitis akut, kecuali bila terjadi peritonitis, tapi kadang

kala dapat ditemukan gambaran sebagai berikut: Adanya sedikit fluid level
18

disebabkan karena adanya udara dan cairan. Kadang ada fecolit (sumbatan). Pada

keadaan perforasi ditemukan adanya udara bebas dalam diafragma.

7. Penatalaksanaan

Pembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan.

Antibiotik dan cairan IV diberikan sampai pembedahan dilakukan. analgesik

dapat diberikan setelah diagnosa ditegakkan. Apendektomi (pembedahan untuk

mengangkat apendiks) dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko

perforasi.

Apendektomi dapat dilakukan dibawah anastesi umum atau spinal dengan

insisi abdomen bawah atau dengan laparoskopi, yang merupakan metode terbaru

yang sangat efektif. Laparoskopi adalah suatu instrumen untuk melihat rongga

peritoneum. Struktur rongga pelvik dan dapat juga dipakai untuk tindakan

operatif. (Hadibroto, 2007)

D. Konsep Luka Dan Perawatan Luka

1. Pengertian

Luka adalah keadaan hilang/terputusnya kontinuitas jaringan (Mansjoer,

2000:396). Menurut InETNA, luka adalah sebuah injuri pada jaringan yang

mengganggu proses selular normal, luka dapat juga dijabarkan dengan adanya

kerusakan pada kuntinuitas/kesatuan jaringan tubuh yang biasanya disertai dengan

kehilangan substansi jaringan.

2. Klasifikasi Luka

Berdasarkan derajat kontaminasi dari luka itu sendiri luka dapat dibedakan

berdasarkan :

a. Luka bersih
19

1) Luka sayat elektif

2) Steril, potensial terinfeksi

3) Tidak ada kontak dengan orofaring, traktus respiratorius,traktus

elimentarius, traktus genitourinarius.

b. Luka bersih tercemar

1) Luka sayat elektif

2) Potensi terinfeksi : spillage minimal, flora normal

3) Kontak dengan orofaring, respiratorius, elimentarius dan

genitourinarius

4) Proses penyembuhan lebih lama

c. Luka tercemar

1) Potensi terinfeksi: spillage dari traktus elimentarius, kandung

empedu, traktus genito urinarius, urine

2) Luka trauma baru : laserasi, fraktur terbuka, luka penetrasi.

d. Luka kotor

1) Akibat proses pembedahan yang sangat terkontaminasi

2) Perforasi visera, abses, trauma lama.

3. Fase Penyembuhan Luka

Proses penyembuhan luka memiliki 3 fase yaitu fase inflamasi, proliferasi

dan maturasi. Antara satu fase dengan fase yang lain merupakan suatu

kesinambungan yang tidak dapat dipisahkan.

1) Fase Inflamasi

Tahap ini muncul segera setelah injuri dan dapat berlanjut sampai 5

hari. Inflamasi berfungsi untuk mengontrol perdarahan, mencegah invasi


20

bakteri, menghilangkan debris dari jaringan yang luka dan mempersiapkan

proses penyembuhan lanjutan.

2) Fase Proliferasi

Tahap Fibroblast (sel jaringan penyambung) memiliki peran yang besar

dalam fase proliferasi ini berlangsung dari hari ke 6 sampai dengan 3

minggu.

3) Fase Maturasi

Tahap ini berlangsung mulai pada hari ke 21 dan dapat berlangsung

sampai berbulan-bulan dan berakhir bila tanda radang sudah hilang. Dalam

fase ini terdapat remodeling luka yang merupakan hasil dari peningkatan

jaringan kolagen, pemecahan kolagen yang berlebih dan regresi vaskularitas

luka (Mansjoer,2000:397 ; InETNA, 2004:1).

4. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka

Penyembuhan luka merupakan suatu proses yang kompleks dan dinamis

karena merupakan suatu kegiatan bioseluler dan biokimia yang terjadi saling

berkesinambungan. Proses penyembuhan luka tidak hanya terbatas pada proses

regenerasi yang bersifat lokal saja pada luka, namun dipengaruhi pula oleh faktor

intrinsik dan faktor ekstrinsik (InETNA,2004:13).

1) Faktor Instrinsik adalah faktor dari penderita yang dapat berpengaruh

dalam proses penyembuhan meliputi : usia, status nutrisi dan hidrasi,

oksigenasi dan perfusi jaringan, status imunologi, dan penyakit

penyerta (hipertensi, DM, Arthereosclerosis).

2) Faktor Ekstrinsik adalah faktor yang didapat dari luar penderita yang

dapat berpengaruh dalam proses penyembuhan luka, meliputi :


21

pengobatan, radiasi, stres psikologis, infeksi, iskemia dan trauma

jaringan (InETNA,2004:13).

5. Komplikasi Penyembuhan Luka

Komplikasi dan penyembuhan luka timbul dalam manifestasi yang berbeda-

beda. Komplikasi yang luas timbul dari pembersihan luka yang tidak adekuat,

keterlambatan pembentukan jaringan granulasi, tidak adanya reepitalisasi dan juga

akibat komplikasi post operatif dan adanya infeksi.

Beberapa komplikasi yang mungkin terjadi adalah : hematoma, nekrosis

jaringan lunak, dehiscence, keloids, formasi hipertropik scar dan juga infeksi luka

(InETNA,2004:6).

6. Penatalaksanaan Dan Perawatan Luka

Dalam manajemen perawatan luka ada beberapa tahap yang dilakukan yaitu

evaluasi luka, tindakan antiseptik, pembersihan luka, penjahitan luka, penutupan

luka, pembalutan, pemberian antiboitik dan pengangkatan jahitan.

a. Evaluasi luka meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik (lokasi dan

eksplorasi).

b. Tindakan Antiseptik, prinsipnya untuk mensucihamakan kulit. Untuk

melakukan pencucian/pembersihan luka biasanya digunakan cairan atau

larutan antiseptik.

c. Penutupan Luka

Adalah mengupayakan kondisi lingkungan yang baik pada luka sehingga

proses penyembuhan berlangsung optimal.

d. Pembalutan
22

Pertimbangan dalam menutup dan membalut luka sangat tergantung pada

penilaian kondisi luka. Pembalutan berfungsi sebagai pelindung terhadap

penguapan, infeksi, mengupayakan lingkungan yang baik bagi luka

dalam proses penyembuhan, sebagai fiksasi dan efek penekanan yang

mencegah berkumpulnya rembesan darah yang menyebabkan hematom.

e. Pemberian Antibiotik

Prinsipnya pada luka bersih tidak perlu diberikan antibiotik dan pada

luka terkontaminasi atau kotor maka perlu diberikan antibiotik.

f. Pengangkatan Jahitan

Jahitan diangkat bila fungsinya sudah tidak diperlukan lagi. Waktu

pengangkatan jahitan tergantung dari berbagai faktor seperti, lokasi, jenis

pengangkatan luka, usia, kesehatan, sikap penderita dan adanya infeksi

(Mansjoer,2000:398 ; Walton, 1990:44).

Tabel 2.1. Waktu Pengangkatan Jahitan

No Lokasi Waktu
1 Kelopak mata 3 hari
2 Pipi 3-5 hari
3 Hidung, dahi, leher 5 hari
4 Telinga,kulit kepala 5-7 hari
5 Lengan, tungkai, tangan,kaki 7-10+ hari
6 Dada, punggung, abdomen 7-10+ hari
Sumber. Walton, 1990:44

E. Standar Operasional Prosedur (SOP) Perawatan Luka

Pengertian dari perawatan luka merupakan suatu tindakan penanganan luka

yang terdiri atas membersihkan luka, menutup, dan membalut luka. Sehingga

dapat membantu proses penyembuhan luka. Sehingga terjadi perlindungan luka


23

terhadap kontaminasi mikro organisme. Selain itu dalam perawatan luka juga

termasuk pada penggantian balutan kering, irigasi luka dan perawatan dekubitus.

(Kusyati, 2006).

Terdapat beberapa tujuan pokok yang menjadi alasan utama dari perawatan

luka itu sendiri, diantaranya yaitu :

1. Menjaga luka dari trauma.

2. Imobilisasi luka.

3. Mencegah perdarahan.

4. Mencegah kontaminasi dari kuman.

5. Mengabsorbsi drainase.

6. Meningkatkan kenyamanan fisik dan fisiologis.

Untuk luka bersih dan tidak terkontaminasi (luka steril) memerlukan

persiapan yang meliputi persiapan alat dan bahan, yang diantaranya adalah :

1. Set ganti balutan steril

2. Sarung tangan steril

3. Dua buah pinset anatomis dan satu buah pinset cirurgis

4. Kassa steril

5. Kom untuk larutan antiseptik

6. Depres

7. Larutan antiseptik (Povidon-Iodine 10%)

8. Gunting Verban Plester

9. Bengkok

10. Tempat sampah infeksius


10

11. Perlak pengalas.

Untuk prosedur pelaksanaan proses penggantian pembalut dilakukan dengan

tahapan-tahapan sebagai berikut :

1. Jelaskan prosedur pada klien tentang langkah langkah perawatan luka

2. Dekatkan alat peralatan yang telah di susun di samping tempat tidur

pasien

3. Letakan bengkok dan tempat sampah

4. Jaga privasi klien dengan menutup tirai di samping pasien

5. Bantu klien untuk mengatur posisi se nyaman mungkin

6. Petugan cuci tangan

7. Pasang perlak pengalas

8. Gunakan sarung tangan steril

9. Lepaskan plester

10. Angkat balutan menggunakan pinset dan jauhkan permukaan balutan

yang kotor dengan pasien dan letakan pada bengkok

11. Bila balutan lengket dapat diberikan cairan NaCl 0,9%

12. Buka sarung tangan dan buka baki instrumen

13. Kenakan sarung tangan steril

14. Observasi luka tanda tanda infeksi,keadaan jahitan

15. Bersihkan luka dengan povidon iodin 10%

16. Olesi luka dengan povidon iodin 10%

17. Tutup luka dengan kasa streil


26

18. Fiksasi menggunakan plester

19. Lepaskan sarung tangan

20. Bantu klien pada posisi yang nyamacuci tangan dan dokumentasikan

penggantian balutan termasuk keadaan luka.

F. Povidone-Iodine

Povidone-Iodine ialah suatu iodovor dengan polivinil pirolidon berwarna

coklat gelap dan timbul bau yang tidak menguntungkan (Ganiswara, 1995).

Povidone-Iodine merupakan agens antimikroba yang efektif dalam desinfeksi dan

pembersihan kulit baik pra- maupun pascaoperasi, dalam penatalaksanaan luka

traumatik yang kotor pada pasien rawat jalan (Morison, 2003 dikutip dari Helm,

1978), dan untuk mengurangi sepsis luka pada luka bakar (Morison, 2003 dikutip

dari Zellner & Bugyi, 1985). Tjay dan Rahardja (2002) mendefinisikan bahwa

kompleks dari iod dengan polivinil pirolidon yang tidak merangsang dan larut

dalam air.

Povidone-Iodine pada umumnya dapat dijumpai dalam konsentrasi 1%, 10%

bergantung dengan jenis penggunaan dan sifat dari mikroorganisme yang ingin

didesinfeksikan.

1. Mekanisme Kerja Povidone-Iodine

Povidone-Iodine bersifat bakteriostatik dengan kadar 640 g/ml dan bersifat

bakterisid pada kadar 960 g/ml. Mikobakteria tuberkulosa bersifat resisten

terhadap bahan ini. Povidone-Iodine memiliki toksisitas rendah pada jaringan,

tetapi detergen dalam larutan pembersihnya akan lebih meningkat toksisitasnya

(Peter, 1992).
27

Dalam 10% Povidone-Iodine mengandung 1% iodiyum yang mampu

membunuh bakteri dalam 1 menit dan membunuh spora dam waktu 15 menit

(Ganiswara, 1995).

2. Manfaat Povidone-Iodine

Tjay dan Rahardja (2002) berpendapat untuk manfaat penggunaan

Povidone-Iodine 10% sebagai antiseptik solution adalah :

1) Untuk pengobatan pertama dan mencegah timbulnya infeksi pada luka-

luka seperti : lecet, terkelupas, tergores, terpotong atau terkoyak.

2) Untuk mencegah timbulnya infeksi pada luka khitan.

3) Untuk melindungi luka-luka operasi terhadap kemungkinan timbulnya

infeksi.

4) Sebagai pencuci tangan sebelum operasi 10%, dapat mengurangi

populasi kuman hingga 85% dan kembali ke posisi normal setelah 8

jam.

Sedangkan untuk manfaat penggunaan Povidone-Iodine dalam persentase

yang lainnya adalah :

1) Sebagai obat kumur dengan konsentrasi 1%.

2) Sebagai larutan pembersih dengan konsentrasi 2%.

3) Salep dengan konsentrasi 2%.

4) Sebagai lotion dengan konsentrasi 0.75%.


28

3. Pemberian Povidone-Iodine

Povidone-iodine sebagai antiseptik solution dapat digunakan beberapa kali

dalam sehari, dan digunakan dengan konsentrasi penuh baik untuk mengoles

maupun kompres (Rahman, 2007).

4. Sifat-sifat Fisika dan Kimia Povidone-Iodine

Nama Kimia : 1-Vinyl-2-Pyrrolidine-Iodine

Berat Molekul : 40.000 g

Warna : coklat kekuningan, tak berbentuk serbuk, ringan, berbau,

dalam bentuk larutan yaitu keemasan cat merah agak biru.

Kelarutan : larut dalam air dan alkohol, praktis tak larut dalam

kloroform, karbon tetra klorida, eter, hexane dan acetone.

Penggunaan : Povidone-Iodine dapat membunuh gram positif dan gram

negatif dari bakteri, jamur, virus, protozoa dan ragi.

Komponen povidone membantu fungsi dari iodine dan

larutan iodine tingture. Larutan Povidone-Iodine (1% dari

penggunaan iodine) dapat membunuh bakteri sekitar 85%

lebih banyak dibandingkan larutan atau tingture iodine.

Preparat antiseptik Povidone-Iodine adalah indikasi klinik

untuk pencegahan dan pengobatan infeksi permukaan,

untuk desinfeksi luka bakar, cabik, brasi dan sebelum

operasi kulit. (Osol, 1980).


29

G. Penelitian Terkait

1. Penelitian Yusuf Wibisono mengenai ke-efektifan Povidone-Iodine

10% dan ekstra bawang merah (Aleum Cepa) dalam percepatan

penyembuhan luka pada punggung tikus. Desain penelitian True

experiment dengan postest Goup only dengan sampel terdiri dari 18

tikus putih yang di bagi dalam tiga kelompok perlakuan. Hasil

penelitian bahwa P = 0,000 sehingga terdapat perbedaan yang

signifikan antara perlakuan perawatan luka menggunakan bawang

merah, menggunakan Povidone-Iodone 10%, dan kontrol. Tetapi

perawatan mengunakan bawang merah di banding menggunakan

dengan Povidone-Iodin 10% hasil analisa menunjukan P = 0,184, yang

artinya tidak terdapat perbedaan yang signifikan.

2. Penelitian Nurul Istikomah (2010) mengenai perbedaan perawatan luka

menggunakan povidone-iodine 10% dan NACL 0,09% terhadap proses

penyembuhan luka post operasi prostatektomi di RS. Tugu Rejo

Semarang. Pada pelaksanaan observasi perawatan luka hari ke tiga

yakni balutan pertama kali di buka dari 5 responden di dapatkan hasil

dengan katagori penyembuhan sempurna. Ada perbedaan Mean

perawatan luka sesudah dan sebelum diberikan Povidon-Iodin 10%.

Selanjutnya di lakukan uji T di dapatkan hasil sig (2 tailed) 0,033 lebih

kecil dari 0,05 yang berarti bawha perawatan luka post operasi sebelum

di beri dan sesudah di beri Povidone-Iodin 10% ada perbedaan yang


30

bermakna. Pada hari ke delapan (post test) setelah di lakukan perwatan

luka menggunakan NaCl 0,9% dari 5 responden, didapatkan hasil 4

responden (80%)dengan katagori hasil sempurna dan 1 responden

(20%) dengan katagori penyembuhan terganggu dan terdapat perbedaan

Mean perawatan luka sesudah dan sebelum di beri NaCl 0,9%.

Selanjutnya dilakukan uji T independen di dapatkan hasil Sig (2tailed)

0,114 lebih besar dari 0,05 yang berarti perawatan luka post opeasi

prostatektomi sebelum dan sesudah diberi NaCl 0,9% tidak ada

perbedaan yang bermakna. Dilihat dari Mean sebelum dan sesudah

pemberian NaCl 0,9% yaitu pada katagori penyembuhan sempurna.

H. Kerangka Teori

Faktor Instrinsik :
1. Usia
2. Nutrisi
3. Hidrasi Tidak Infeksi
4. Oksigenisasi dan (Sembuh)
Perfusi Jaringan
5. Imunologi

Luka

Faktor Ekstrinsik :
1. Pengobatan Infeksi
2. Infeksi (Tidak Sembuh)
3. Trauma Jaringan
4. Penyakit Penyerta

Gambar 2.2 Skema Kerangka Teori


31

Pada gambar 2.2 diketahui skema kerangka teori yang dipergunakan dalam

penelitian ini. Dalam skema ini dijelaskan dua faktor yang mempengaruhi proses

penyembuhan luka, yaitu faktor Intrinsik dan Ekstrinsik. Faktor intrinsik adalah faktor

proses penyembuhan luka yang berasal dari diri pasien itu sendiri, sedangkan faktor

ekstrinsik adalah faktor proses penyebuhan luka yang berasal dari luar tubuh pasien itu

sendiri.

Anda mungkin juga menyukai