Anda di halaman 1dari 21

I.

PENDAHULUAN

A. Judul Percobaan
Protein

B. Tujuan Praktikum
1 Mengetahui sifat asam amino
2 Mengetahui berbagai tes pengenalan asam amino dan protein
3 Menguji larutan albumin dengan berbagai macam uji protein
4 Menguji larutan triptofan dengan berbagai mcam uji protein
II. TINJAUAN PUSTAKA

Protein adalah komponen yang terdiri atas atom karbon,hydrogen,


oksigen, nitrogen, dan beberapa ada yang mengandung sulfur. Tersusun dari
serangkaian asam amino dengan berat molekul yang relative sangat besar, yaitu
berkisar 8.000 sampai 10.000. protein yang tersusun hanya dari asam amino
disebut protein sederhana. Adapun yang mengandung bahan selain asam amino,
seperti turunan vitamin, lemak, dan karbohidrat, disebut protein kompleks. Secara
biokimiawi, 20 persen dari susunan tubuh orang dewasa terdiri dari protein.
Kualitas protein ditentukan oleh jumlah dan jenis asam aminonya (Katili, 2009).
Larutan asam kuat (PH rendah), asam amino terprotonasi dan molekunya
bermuatan lebih positif. Dalam larutan basa kuat (PH tinggi), molekulnya
kehilangan proton dan bermuatan lebih negative. Pada beberapa PHsedang, yang
disebut titik isoelektrik, molekulnya tidak bermuatan (Day dan Underwood,
2002). Telah dikemukakan diatas, bahwa PH pada saat terjadi kesetimbangan
yang tepat dari muatan positif secara negative pada sebuah asam amino atau
protein disebut titik isoelektrik. Pada PH ini yang menonjol adalah ion zwitter,
dan asam amino tidak akan pindah ke elektroda manapun ketika asam tersebut
ditempatkan diantara kedua kutub dalam sebuah medan elektrik. Pada PH diatas
titik isoelektrik molekulnya bermuatan negative dan pindah ke arah anoda, pada
PH dibawah nilai ini molekulnya pindah ke arah katoda. Titik isoelektrik ini tidak
bergantung pada konsentrasi larutan (Day dan Underwood, 2002).
Titik isoleketrik, pI, suatu protein adalah PH dimana muatan molekul protein
itu nol. Pada ph ini, protein tidak bergerak. Sebagai contoh, titik isoelektrik pada
albumin serum, protein bersifat asam dengan pI 4,8 (Sudjadi. 2008). Sedangkan
nilai pH pada larutan HCl pada titik isoelektrik 4,7 . Pada larutan NaOH besarny
pH jauh diatas pH netral (>7) karena NaOH merupakan basa kuat(Zainari, 2012).
Pembagian tingkat organisasi struktur protein ada empat kelas yakni struktur
primer, struktur sekunder, dan struktur tersier. Sedangkan klasifikasi protein
dibagi berdasarkan sifat biologisnya, berdasarkan sifat kelarutannya dan gugus
prostetiknya (Katili, 2009).
Pada struktur primer ini ikatan antar asam amino hanya ikatan peptida (ikatan
kovalen). Struktur ini dapat digambarkan sebagai rumus bangun yang biasa ditulis
untuk senyawa organik. Pada ikatan ini tidak terdapat ikatan atau kekuatan lain
yang menghubungkan asam amino dengan satu dan lainnya. Pada struktrur
sekunder dimana rantai asam amino bukan hanya dihubungkan oleh ikatan peptida
tetapi juga diperkuat oleh ikatan hidrogen. Karena ikatan peptida adalah planar
maka dalam satu molekul protein dapat berotasi hanya Ca-N dan Ca-C terhadap
sumbu (struktur primer), sehingga memungkinkan suatu protein yang disebut a-
heliks. Struktur tersier terbentuk karena terjadinya pelipatan (folding) rantai a-
heliks, konformasi b, maupun gulungan rambang suatu polipeptida, membentuk
protein globular, yang struktur tiga dimensinya lebih rumit daripada protein
serabut. Struktur kuartener terbentuk dari beberapa bentuk tersier dan bisa terdiri
dari promoter yang sama atau yang berlainan. Agregasi dari banyak polipeptida
dapat membentuk sebuah protein tunggal yang fungsional (Patong, 2012).

Gambar 1. Struktur primer, Struktur Sekunder, struktur tersier dan struktur


kuartener dari hemoglobin (Chang, 2005)
Menurut Siswoyo (2009), asam amino adalah senyawa penyusun dari
protein yang dihubungkan dengan ikatan peptida dan merupakan asam organik
yang bersifat amfoter mempunyai fungsi ganda karena mempunyai mengandung
gugus asam (COOH), gugus amino (NH2) pada struktur molekulnya. Struktur
dipolar pada asam amino mempunyai sifat yang menarik, yaitu:
1. Pada umumnya berupa kristal, terdekomposis pada suhu tinggi,
dibanding amina, asam karboksilat yang bersesuaian
2. Tidak larut dalam pelarut nonpolar, tetapi larut dalam air.
3. Mempunyai sifat asam dan basa
4. Struktur ion dipolar
Melalui reaksi hidrolisis protein telah didapatkan 20 macam asam amino
yang dibagi berdasarkan gugus R-nya, berikut dijabarkan penggolongan tersebut :
asam amino non-polar dengan gugus R yang hidrofobik, antara lain Alanin, Valin,
Leusin, Isoleusin, Prolin, Fenilalanin, Triptofan dan Metionin. Golongan kedua
yaitu asam amino polar tanpa muatan pada gugus R yang beranggotakan Lisin,
Serin, Treonin, Sistein, Tirosin, Asparagin dan Glutamin. Golongan ketiga yaitu
asam amino yang bermuatan positif pada gugus R dan golongan keempat yaitu
asam amino yang bermuatan negatif pada gugus R. Dari ke-20 asam amino yang
ada, dijumpai delapan macam asam amino esensial yaitu valin, leusin, Isoleusin,
metionin, Fenilalanin, Triptofan, Treonin, dan Lisin. Asam amino essensial ini
tidak bisa disintesis sendiri oleh tubuh manusia sehingga harus didapatkan dari
luar seperti makanan dan zat nutrisi lainnya (Samadi,2012).
Menurut Day dan Underwood (2002), asam amino memiliki struktur dasar
yang terdiri atas:
1. Atom C , karena bersebelahan dengan gugus karboksil (asam)
2. Atom H yang terikat pada Atom C
3. Gugus karboksil yang terikat pada Atom C
4. Gugus amino yang terikat pada Atom C
5. Gugus R yang juga terikat pada Atom C
Gambar 2. Strkutur Dasar Asam Amino (Day dan Underwood, 2002)

Koagulasi merupakan proses lanjutan yang terjadi ketika molekul protein yang
didenaturasi membentuk suatu massa yang solid. Cairan telur (sol) diubah
menjadi padat atau setengah padat (gel) dengan proses air yang keluar dari
struktur membentuk spiral-spiral yang membuka dan melekat satu sama lain.
Koagulasi ini terjadi selama rentang waktu temperatur yang lama dan dipengaruhi
oleh faktor-faktor yang telah disebutkan sebelumnya seperti panas, pengocokan,
pH, dan juga menggunakan gula dan garam. Hasil dari proses koagulasi protein
biasanya mampu membentuk karakteristik yang diinginkan. Yaitu mengental yang
mungkin terjadi pada proses selanjutnya setelah denaturasi dan koagulasi.
Kekentalan hasil campuran telur mempengaruhi keinginan untuk menyusut atau
menjadi lebih kuat (Vickie, 2008).
Denaturasi protein adalah hilangnya sifat-sifat struktur lebih tinggi oleh
terkacaunya ikatan hidrogen dan gaya-gaya sekunder lain yang memutuskan
molekul protein. Akibat dari suatu denaturasi adalah hilangnya banyak sifat-sifat
biologis suatu protein (Fessenden dan Fessenden, 1989). Salah satu penyebab
denaturasi protein adalah perubahan temperatur, dan juga perubahan pH. Faktor-
faktor lain yang dapat menyebabkan denaturasi adalah detergent, radiasi zat
pengoksidasi atau pereduksi, dan perubahan jenis pelarut. Denaturasi dapat
bersifat reversibel, jika suatu protein hanya dikenai kondisi denaturasi yang
lembut seperti perubahan pH. Jika protein dikembangkan kelingkungan alamnya,
hal ini untuk memperoleh kembali struktur lebih tingginya yang alamiah dalam
suatu proses yang disebut denaturasi. Denaturasi umumnya sangat lambat atau
tidak terjadi sama sekali (Fessenden dan Fessenden, 1989).
Denaturasi protein juga dapat diartikan suatu proses terpecahnya ikatan
hydrogen, ikatan garam atau bila susuna ruang atau rantai polipeptida suatu
molekul protein berubah. Dengan perkataan lain denaturasi adalah terjadi
kerusakan struktur primer, sekunder, tersier dan struktur kuarterner, tetapi struktur
primer (ikatan peptida) masih utuh (Fessenden dan Fessenden, 1989).
Albumin adalah protein yang dapat larut air serta dapat terkoagulasi
oleh panas dimana terdapat dalam serum darah dan bagian putih telur. Albumin
merupakan nama umum dari sekelompok protein yang berupa koloid. Dalam
plasma manusia, albumin merupakan protein terbanyak (4,5 g/dl) yaitu sekitar
60% dari total plasma. Peranan albumin dalam tubuh sangat besar, oleh karena itu
diperlukan cara untuk memenuhi kebutuhan albumin dalam tubuh terutama untuk
pasien pasca operasi. Salah satu cara yaitu dengan pemberian Human Serum
Albumin (HSA), namun harganya yang sangat mahal mencapai Rp. 1,3 juta per 10
mililiter. Sehingga diperlukan sumber albumin alternatif yang lebih murah namun
mempunyai aspek klinis yang sama (Desy dkk, 2013).
Komposisi asam amino dalam albumin bervariasi, tergantung pada asal bahan
dasarnya.Hasil beberapa analisis menunjukan bahwa albumin telur mengandung
54,3% karbon, 7,1% hydrogen, 21% oksigen, 25,8% nitrogen, serta 1,8% sulfur
(Desy dkk, 2013). Triptofan adalah asam amino esensial yang sangat peka
terhadap panas. Triptofan memutar dengan kecepata yang lebih tinggi ketika suhu
tubuh meningkat beberapa derajat saja. Triptofan memiliki peran alami dalam
mengenali dan memperbaiki struktur DNA yang rusak, tidak alami, dan tidak
tepat (Batmanghelidj, 2009).
Titik isoelektrik adalah pH pada saat terjadi kesetimbangan yang tepat dari
muatan positif secara negatif pada sebuah asam amino atau protein. PH isoelektrik
ini sangat erat hubungannya dengan sifat fisika dan kimia. Pada pH di atas titik
isoelektrik protein bermuatan negatif, sedangkan di bawah titik isoelektrik,
protein bermuatan positif. Titik isoelektrik pada albumin adalah pada pH 4,55-
4,90. (Poedjiadi, 1994). Uji kualitatif protein dapat dilakukan berdasarkan uji
warna atau melalui uji pengendapan. Uji warna meliputi ninhidrin, biuret, reduksi
sulfur, xantoprotein, dan million nasse. Sedangkan untuk uji pengendapan
biasanya menggunakan garam logam (Poedjiadi. 1994).
Uji Ninhidrin adalah uji umum untuk protein dan asam amino. Zat
pengoksidasi ninhidrin dengan larutan protein membentuk larutan berwarna ungu
sampai biru. Reaksi ini berjalan dengan sempurna pada PH 5 7 dan sedikit
pemanasan. Reaksi ini berlaku untuk semua protein, hasil antara antara
hidrolisisnya dan hasil akhir hidrolisisnya yaitu asam amino (Sumardjo, D. 2009).

Gambar 3. Reaksi Dalam Uji Ninhidrin (Sumardjo, 2008).

Uji Biuret adalah uji umum untuk protein (ikatan peptide) tetapi tidak
dapat menunjukan asam amino bebas. Jika larutan protein encer yang dibuat basa
dengan larutan natrium hidroksida ditambah dengan beberapa tetes larutan
tembaga sulfat encer, larutan tersebut akan terbentuk warna merah muda sampai
violet. reaksi ini disebut reaksi biuret sebab warna senyawa yang terbentuk sama
dengan warna senyawa biuret bila ditambah larutan natrium hidroksida dan
tembaga sulfat (Karmana, 2006). Reaksi biuret positif untuk semua jenis protein
dan hasil hasil antara hidrolisisnya jika masih mempunyai dua atau lebih ikatan
peptide, dan negative untuk asam amino (Karmana, 2006).

Gambar 4. Reaksi pada uji biuret (Gilvery, 1996).

Menurut Moore dkk. (2010), uji denaturasi dan koagulasi bertujuan


mengetahui sifat protein yang dapat terdenaturasi dan koagulasi, dapat diartikan
sebagai suatu perubahan atau modifikasi terhadap struktur skunder, tertier dan
kuartener molekul protein tanpa terjadinya pemecahan ikatan ikatan kovalen atau
suatu proses terpecahnya ikatan hidrogen, interaksi hidrofobik, ikatan garam dan
terbukanya lipatan. Prinsip uji ini dilakukan dengan penambahan reagen bersifat
asam kuat yang akan mendonorkan H+ atau dengan penambahan basa kuat yang
akan mendonorkan OH- mengganggu struktur kompleksnya diikuti perlakuan
pemanasan. Jika konsentrasi protein dalam larutan kecil atau asam dan basa yang
digunkan bersifat lemah / konsentrasi encer makan akan terbentuk koloid putih
yang merupakan reaksi positif dari uji ini.
III. METODE

A. Alat dan Bahan


Alat-alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah tabung reaksi,
pipet tetes, aluminium foil, kompor, waterbath, penjepit, pipet ukur, propipet,
label, dan rak tabung reaksi. Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum
kali ini adalah larutan albumin, larutan triptofan, reagen ninhidrin, regaen
biuret, larutan buffer asetat 1M, larutan HCl 0,1 M, larutan NaOH 0,1 M.
B. Cara Kerja
1. Uji Ninhidrin
Dua tabung reaksi disiapkan di rak tabung reaksi. Tabung pertama diisi
dengan sampel albumin sebanyak 1 ml, tabung ke-dua diisi dengan sampel
triptofan sebanyak 1 ml. Sebanyak 10 tetes reagen ninhidrin diteteskan
pada setiap tabung reaksi, kemudian tabung reaksi dipanaskan di kompor
selama 5 menit. Perubahan yang terjadi diamati dan dicatat.
2. Uji Biuret
Dua tabung reaksi disiapkan di rak tabung reaksi. Tabung pertama
diisi dengan sampel albumin sebanyak 1 ml, tabung ke-dua diisi dengan
sampel triptofan sebanyak 1 ml. Sebanyak 10 tetes reagen biuret diteteskan
pada setiap tabung reaksi. Perubahan yang terjadi diamati dan dicatat.
3. Uji denaturasi dan koagulasi
Sebanyak enam tabung reaksi disiapkan di rak tabung reaksi. Sebanyak
9 ml sampel albumin dimasukan ke dalam tiga tabung pertama. Sebanyak 9
ml sampel triptofan dimasukan ke dalam tiga tabung reaksi sisanya. Tabung
reaksi yang berisi dengan sampel albumin diberi label A1, A2, A3 dan
tabung reaksi yang berisi triptofan diberi label T1, T2, T3 lalu sebanyak 1
ml larutan buffer asetat 1M ditambahkan ke dalam tabung reaksi A1 dan
T1. Sebanyak 1ml larutan HCl 0,1M ditambahkan ke dalam tabung reaksi
A2 dan T2, dan sebanyak 1 ml NaOH 0,1M ditambahkan ke dalam tabung
reaksi A3 dan T3. Tahap berikutnya semua tabung reaksi dipanaskan di
waterbath 95oC lalu ditambahkan 1ml buffer asetat 1M pada tabung reaksi
A2, A3, T2, dan T3. Perubahan yang terjadi diamati, difoto, dan dicatat.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Praktikum protein terdapat 3 percobaan yang dilakukan meliputi, uji


ninhidrin, uji biuret, uji denaturasi dan koagulasi protein. Percobaan pertama,
yaitu uji ninhidrin yang menggunakan sampel albumin, dan triptofan yang
ditambahkan reagen ninhidrin, didapatkan hasil pengujian dapat dilihat pada tabel
1 berikut:
Tabel 1. Hasil Uji Ninhidrin
Warna
Sampel Hasil (+/-)
Sebelum Sesudah
Larutan Albumin Bening keruh Ungu tua (+)
Larutan Triptofan Bening Ungu muda (+)

Gambar 5: Uji biuret (dokumentasi pribadi, 2015).

Uji uji ninhidrin bertujuan untuk mengidentifikasi asam amino bebas


dengan reaksi positif yang menunjukkan larutan berwarna ungu. Uji ninhidrin
termasuk kedalam uji kualitatif, karena hanya bertujuan untuk mengetahui adanya
asam amino bebas tanpa mengetahui jumlah asam amino bebas tersebut. Uji
ninhidrin dilakukan dengan menambahkan 10 tetes reagen ninhidrin ke dalam
sampel albumin dan triptofan, pemberian reagen ninhidrin ini berfungsi uuntuk
menghasilkan warna ungu pada sampel yang mengandung asam amino bebas.
Ninhidrin merupakan hidrat triketon sildik dan jika bereaksi dengan asam amino
akan menghasilkan warna ungu. Setelah ditambahkan ninhidrin lalu dipanaskan
beberapa menit dengan menggunakan kompor selama 5 menit. Proses pemanasan
yang dilakukan bertujuan untuk mempercepat terjadinya reaksi antara sampel
berupa albumin dan tryptophan dengan reagen ninhidrin.
Berdasarkan percobaan didapatkan hasil positif pada kedua sampel, hasil
positif ditandai dengan perubahan warna sampel menjadi ungu yang menunjukkan
bahwa sampel mengandung gugus asam amino bebas. Pada sampel albumin
warna ungu lebih pekat dibandingkan dengan sampel triptofan. Hal ini sesuai
dengan teori yang dikemukakan oleh Poedjiadi (2006), bahwa protein yang
mengandung sedikitnya satu gugus karboksil dan gugus asam amino bebas akan
bereaksi dengan ninhidrin membentuk persenyawaan berwarna ungu. Semakin
banyak ninhidrin pada uji yang dapat bereaksi, maka akan semakin pekat
warnanya. Hal ini juga mendasari bahwa uji ninhidrin dapat digunakan untuk
menentukan asam amino secara kuantitatif.
Hasil perubahan warna pada albumin, yaitu warna ungu yang lebih muda
dari hasil perubahan warna triptofan karena sampel albumin merupakan salah satu
protein kompleks yang memilki struktur kuartener yang terdiri atas 2 atau lebih
struktur tersier yang bergabung secara kovalen. Kandungan asam amino bebas
pada triptofan cenderung sedikit karena sebagian besar asam amino pada triptofan
saling berikatan kuat oleh ikatan peptida (Sumardjo, 2008). Berikut merupakan
rekasi yang terjadi pada uji ninhidrin:

Gambar 6. Reaksi pada uji ninhidrin (Sumardjo, 2008).

Percobaan ke-dua adalah uji biuret. Uji ini menggunakan sampel albumin
dan triptofan yang ditambahkan reagen biuret menghasilkan perubahan warna.
Hasil pengujian dapat dilihat pada tabel 2 berikut:
Tabel 2. Hasil Uji Biuret
Warna
Sampel Hasil (+/-)
Sebelum Sesudah
Larutan Albumin Bening keruh Ungu bening (+)
Larutan Triptofan Bening Bening kebiruan (-)

Uji biuret bertujuan untuk menguji adanya ikatan peptida pada sampel yang
digunakan, reaksi positif dari uji ini adalah terbentuknya warna ungu. Uji biuret
termasuk kedalam uji kualitatif, karena hanya bertujuan untuk mengetahui adanya
ikatan peptida pada sampel tanpa mengetahui jumlahnya. Hal yang dilakukan
pada uji biuret ini, sampel yang berupa albumin dan tryptophan ditetesi dengan
reagen biuret sebanyak 10 tetes. Penambahan regaen biuret berfungsi untuk
membentuk kompleks warna ungu pada sampel yang mempunyai ikatan peptida.
Reagen biuret yang ditambahkan akan bereaksi membentuk senyawa kompleks
Cu dengan gugus -CO dan -NH pada asam amino dalam protein yang ditandai
dengan kompleks berwarna ungu pada larutan.
Berdasarkan percobaan didapatkan hasil positif pada sampel albumin,
sedangkan pada sampel triptofan hasilnya negatif. Hasil positif ditandai dengan
perubahan warna sampel menjadi ungu yang menunjukkan bahwa sampel terdapat
ikatan peptida. Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan jika albumin adalah
nama umum dari sekelompok protein yang berupa koloid (Desy dkk., 2013).
Sedangkan untuk sampel triptofan, hasil yang didapat adalah reaksi negative
dimana larutan tidak membentuk warna ungu. Hal ini dikarenakan sampel
triptofan tidak memiliki ikatan peptida atau bukan merupakan protein, seperti
menurut Batmanghelidj (2009), triptofan adalah asam amino esensial. Reaksi
yang terjadi pada percobaan ini:

Gambar 2. Reaksi pada uji biuret (Gilvery, 1996).


Percobaan ke-tiga adalah uji denaturasi dan koagulasi. Sampel yang
digunakan adalah albumin dan triptofan yang dibagi masing-masing menjadi tiga
dalam tabung reaksi dan akan direaksikan dengan larutan buffer asetat, HCl, dan
NaOH dengan dibantu pemanasan akan terjadi perubahan. Hasil uji dapat dilihat
pada tabel 3 berikut:
Tabel 3. Hasil Uji Denaturasi dan Koagulasi
Perlakuan
Sebelum Setelah
Sampel Setelah di (+) Gumpalan Hasil
dipanaska dipanaska
buffer asetat
n n
Albumin Bening
Putih susu - Ada +++++
I Keruh
Bening,
Albumin Bening
gumpalan Putih susu Ada ++++
II Keruh
di bawah
Bening,
Albumin Bening gumpalan
Putih susu Ada +++
III Keruh di bawah
sedikit
Triptofan
Bening bening - Tidak ada (-)
I
Triptofan
Bening bening Bening Tidak ada (-)
II
Triptofan
Bening bening Bening Tidak ada (-)
III
Keterangan :
I = dengan penambahan buffer asam asetat 1 M
II = dengan penambahan HCl 0,1 N
III = dengan penambahan NaOH 0,1 N
++++ : sangat banyak
+++ : banyak
++ : sedikit
+ : sedikit
Uji denaturasi dan koagulasi bertujuan untuk mengetahui proses perubahan
konformasi struktur 3 dimensi dari protein akibat denaturasi dan mengetahui
proses koagulasi protein saat mencapai titik isoelektriknya. Uji denaturasi dan
koagulasi termasuk kedalam uji kualitatif, karena hanya bertujuan untuk
mengetahui proses perubahan konformasi akibat denaturasi dan mengetahui
proses koagulasi tanpa mengetahui jumlah yang terdenaturasi atau terkoagulasi.
Perlakuan pertama pada uji denaturasi dan koagulasi ini adalah dengan
menambahkan larutan 9 ml buffer asam 1 M asetat pada tabung A1 dan T1, 9 ml
larutan HCl 0,1 M pada tabung A2 dan T2, dan 9 ml larutan NaOH pada tabung
A3 dan A3 kemudian dipanaskan.
Penambahan larutan buffer asetat berfungsi sebagai larutan penyangga dan
membantu sampel yang mengandung protein mencapai titik isoelektriknya.
Sedangkan HCl yang merupakan asam kuat dan NaOH uang merupakan basa
kuat, berfungsi untuk mendenaturasi sampel. Proses pemasan yang berfungsi
untuk mempercepat reaksi yang terjadi, dan bertujuan untuk melihat adanya
koagulasi protein yang disebabkan proses pemanasan. Setelah dipanaskan sampel
albumin pada tabung A1 terbentuk banyak gumpalan, sampel albumin pada
tabung A2 juga terbentuk gumpalan tetapi tidak sebanyak tabung A2, sampel
albumin pada tabung A3 juga terbentuk gumpalan tapi hanya sedikit, paling sedkit
dibandingkan dengan tabung A1 dan A2.
Sampel albumin memiliki pH titik isoelektrik 4,7 dititik tersebut reaksi
denaturasi dan koagulasi terjadi paling cepat dan paling tinggi. Sampel Albumin
pada tabung reaksi A1 yang ditambahkan buffer asetat menunjukan hasil reaksi
paling tinggi (+++++) yang berarti sangat banyak terjadi denaturasi dan koagulasi
karena pH buffer asetat 3.7-5.6 sehingga sampel albumin pada tabung A1 berada
pada daerah titik isoelektriknya dan menghasilkan denaturasi dan koagulasi paling
banyak. Sampel albumin pada tabung A2 yang ditambahkan HCl 0,1M
menunjukan hasil reaksi (++++) yang berarti banyak karena pH HCl adalah 1
yang lebih mendekati pH isoelektrik pada albumin dengan tingkatan dibawah
buffer asetat. HCl 0,1 M berfungsi sebagai pendenaturasi yang bertindak sebaagai
asam kuat, karena protein akan terdenatuasi pada asam kuat. Sampel albumin pada
tabung A3 yang ditambahkan NaOH 0,1M, NaOH berfungsi sebagai
pendenaturasi pada pH basa, karena protein akan terdenaturasi pada suasana basa
kuat, dari penambahan NaOH menunjukan hasil reaksi (+++) yang berarti sedang
hal ini terjadi karena pH NaOH adalah sekitar 12 yang sedikit lebih jauh dari pH
iso elektrik, jarak pH NaOH dengan pH isoelektrik albumin yang cukup jauh
terpaut 7,3 hal ini menyebabkan denaturasi dan koagulasi tidak sebanyak pada
HCl.
Akan tetapi ketika ditambahkan dengan buffer asetat, barulah sampel
mengalami penggumpalan, penambahan asam asetat bertujuan untuk membantu
protein mendekati atau mencapai pH isoelektriknya menyebabkan terjadinya
penggumpalan (Poedjiadi, 2006). Semua sampel triptofan memberikan hasil
negatif karena tidak terbentuk gumpalan. Hal ini sesuai dengan teori Poedjiadi
(2006), bahwa sampel triptofan merupakan asam amino bebas tidak berikatan
ikatan peptida, saat penambahan reagen asam kuat atau basa kuat yang ion H + dan
OH- sebagai pengganggu ikatan peptida, reaksi tersebut tidak akan terjadi
sehingga tidak terjadi denaturasi dan koagulasi.
V. KESIMPULAN

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:


1. Sifat-sifat asam amino, asam amino merupakan penyusun protein, mempunyai
asam amino bebas, tidak mempunyai gugus amida asam dan ikatan peptida,
tidak bersifat amfoter, dan tidak dapat terdenaturasi maupun terkoagulasi.
Protein mempunyai asam amino bebas, mempunyai gugus aminda asam dan
ikatan peptida, bersifat amfoter, dapat terdenaturasi dan koagulasi.
2. Pengujian protein yang dapat dilakukan dengan uji ninhidrin, uji biuret, dan uji
denaturasi dan koagulasi
3. Larutan albumin dari uji ninhidrin protein didapat hasil positif dengan warna
ungu pekat menandakan terdapat banyak asam amino bebas. Larutan albumin
bereaksi positif terhadap uji biuret dengan warna ungu bening menunjukkan
adanya ikatan peptida dan gugus amida asam, dan larutan albumin bereaksi
positif terhadap uji denaturasi dan uji koagulasi dengan warna putih keruh dan
terdapat endapan/gumpalan, hal ini menunjukkan albumin merupakan protein
yang dapat terdenturasi dan koagulasi.
4. Larutan triptofan dari uji Ninhidrin didapat hasil reaksi positif dengan warna
ungu, hal ini menunjukkan terdapat asam amino bebas. Uji biuret menunjukkan
hasil negatif dengan dihasilkannya warna bening kebiruan, hal ini
menunjukkan tritofan tidak punya ikatan peptida dan gugus amida asam. Uji
denaturasi dan koagulasi menunjukkan hasil negatif ditunjukkan dengan
dihasilkanny warna bening dan tidak terjadinya gumpalan, hal ini membuktikan
bahwa triptofan merupakan asam amino sederhana yang tidak dapat
terdenaturasi dan koagulasi.
5.
DAFTAR PUSTAKA

Batmanghelidj, F. 2009. Air Untuk Menjaga Kesehatan dan Menyembuhkan


Penyakit. Gramedia, Jakarta

Chang, R. 2005. Kimia Dasar: Konsep-Konsep Inti. Erlangga, Jakarta.

Day, J. R.., dan Underwood, A. L. 2002. Analisa Kimia Kuantitatif. Erlangga, Jakarta.

Desy, W. Y., Titik D. S., dan Suprayitno, E. 2013, Pengaruh Suhu Pengeringan
Vakum Terhadap Kualitas Serbuk Albumin Ikan Gabus (Ophiocephalus
striatus). THPi Student Journal 1(1):1-11.

Fessenden, R. J dan Fessenden, J. S. 1989. Kimia Organik. Erlangga, Jakarta.

Gilvery. 1996. Biokimia Suatu Pendekatan Fungsional. Airlangga University


Press, Surabaya.

Karmana, O. 2006. Biologi. Grafindo Media Pratama, Jakarta.

Katili, A. Struktur Dan Fungsi Protein Kolagen. Jurnal Pelangi Ilmu 2(5):1925.

Moore, J.W., Stannitski, C. L., dan Jurs, P.C. 2010. Principles of Chemistry: The
Molecular Science. Mary Finch, New York.

Patong, A.R. 2012, Biokimia Dasar, Lembah Harapan Press, Makassar.

Poedjiadi. 1994. Dasar Dasar Biokimia. Universitas Indonesia, Jakarta.

Poedjiadi. 2006. Dasar Dasar Biokimia. Universitas Indonesia, Jakarta.

Samadi, 2012, Konsep Ideal Protein (Asam Amino) Fokus pada Ternak Ayam
Pedaging. Jurnal Penelitian 12(2):42-48.

Siswoyo, R. 2009. Kimia Organik. Erlangga, Jakarta.

Sudjadi. 2008. Bioteknologi Kesehatan. Kanisius, Yogyakarta.

Sumardjo, D. 2009. Pengantar Kimia Buku Panduan Kuliah Mahasiswa


Kedokteran. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Sumardjo, D. 2008. Pengantar Kimia. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Vickie. A. 2008. Essential of Food Science Third Edition. Springer Science +


Business Media, New York.
Zainari, M. 2012. Pengaruh Variasi pH pelarut HCl Pada Sintesis Barium M-
Heksaferrit Dengan Dopping Zn Menggunakan Metode Kopresipitasi.
Jurnal Sains dan Seni 1(1):230-239.
LAMPIRAN
A. Gambar

Gambar 4. Hasil uji biuret (Dokumentasi pribadi, 2015).

Gambar 5. Hasil uji ninhidrin (Dokumentasi pribadi, 2015).


Gambar 6. Uji denaturasi dan koagulasi (Dokumentasi pribadi, 2015).

Anda mungkin juga menyukai