Pemeriksaan Ekstra Oral adalah pemeriksaan dari bagian tubuh penderita di luar mulut (muka,
kepala, leher)
Pemeriksaan Intra Oral adalah pemeriksaan dari bagian rongga mulut yang meliputi mukosa
(bibir, mulut, palatum, gingiva) dan gigi
Imunisasi adalah suatu proses untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh dengan cara
memasukkan vaksin, yakni virus atau bakteri yang sudah dilemahkan, dibunuh, atau bagian-
bagian dari bakteri (virus) tersebut telah dimodifikasi.
Palpasi adalah suatu tindakan pemeriksaan yang dilakukan dengan perabaan dan penekanan
bagian tubuh dengan menggunakan jari atau tangan. Palpasi dapat digunakan untuk mendeteksi
suhu tubuh, adanya getaran, pergerakan, bentuk, kosistensi dan ukuran. Rasa nyeri tekan dan
kelainan dari jaringan/organ tubuh. Dengan kata lain bahwa palpasi merupakan tindakan
penegasan dari hasil inspeksi, disamping untuk menemukan yang tidak terlihat.
Antigen-presenting Cel (APC) atau sel aksesori adalah sel asing yang menampilkan antigen
kompleks dengan major histocompatibility complex (MHC) pada permukaannya. T-sel dapat
mengenali kompleks mereka menggunakan T-sel reseptor (TCRs). Sel ini memproses antigen
dan menyajikan untuk T-sel.
Major Histocompatibility Complex (MHC) adalah molekul protein yang berguna untuk tempat
mengenali fragmen antigen, merupakan seluruh kompleks aloantigen yang terdapat pada
permukaan sel manusia.
Fungsi utama sel sebagai sel penampil antigen (antigen-presenting cell) terdapat pada sifat
fagositik yang mengikat antigen yang terlepas dari mekanisme pertahanan awal dan
menampilkan fragmen protein dari antigen tersebut pada kompleks MHC bagi sel T dan sel
B.Antigen yang diikat oleh sel dendritik akan ditelan ke dalam sitosol dan dipotong menjadi
peptida untuk kemudian diekspresikan menuju ke permukaan sel sebagai antigen MHC.
Antigen protein dari mikroba yang memasuki tubuh akan ditangkap oleh APC, kemudian
terkumpul di organ limfoid perifer dan dimulailah respons imun (lihat Tabel 7-1). Mikroba
masuk ke dalam tubuh terutama melalui kulit, saluran gastrointestinal, dan saluran napas. Epitel
merupakan pertahanan fisik terhadap infeksi. Epitel mengandung sekumpulan APC yang
tergolong dalam sel dendrit. Di kulit, sel dendrit epidermal disebut sebagai sel Langerhans. Sel
dendrit di epitel ini masih imatur karena tidak efisien untuk menstimulasi sel T.
Antigen mikroba yang memasuki epitel akan ditangkap oleh sel dendrit dengan cara fagositosis
(untuk antigen partikel) atau pinositosis (untuk antigen terlarut). Sel dendrit memiliki reseptor
untuk berikatan dengan mikroba. Reseptor tersebut mengenali residu manosa terminal (terminal
mannose residue) yang terdapat pada glikoprotein mikroba namun tidak ada pada glikoprotein
mamalia. Ketika makrofag dan sel epitel bertemu dengan mikroba, sel tersebut mengeluarkan
sitokin tumor necrosis factor (TNF) dan interleukin-1 (IL-1). Sitokin tersebut bekerja pada sel
dendrit yang telah menangkap antigen dan menyebabkan sel dendrit terlepas dari epitel.
Sel dendrit mempunyai reseptor terhadap kemokin yang diproduksi di kelenjar getah bening
yang penuh dengan sel T. Kemokin tersebut akan mengarahkan sel dendrit untuk masuk ke
pembuluh limfe dan menuju ke kelenjar getah bening regional. Selama proses migrasi, sel
dendrit bermaturasi dari sel yang berfungsi menangkap antigen menjadi APC yang dapat
menstimulasi limfosit T. Bentuk dari maturasi ini yaitu molekul MHC dan ko-stimulatornya
disintesis dan diekspresikan di permukaan APC.
Jika suatu mikroba berhasil menembus epitel dan memasuki jaringan ikat/parenkim, mikroba
tersebut akan ditangkap oleh sel dendrit imatur dan dibawa ke kelenjar getah bening. Antigen
terlarut di saluran limfe diambil oleh sel dendrit yang berada di kelenjar getah bening, sedangkan
antigen di dalam darah diambil oleh sel dendrit yang berada di limpa. Antigen protein dari
mikroba yang masuk ke dalam tubuh akan dikumpulkan di kelenjar getah bening sehingga dapat
bertemu dengan limfosit T. Sel T naif bersirkulasi terus-menerus dan melewati kelenjar getah
bening paling tidak satu kali sehari. Proses pertemuan APC dan sel T naif di kelenjar getah
bening sangat efisien. Jika suatu antigen mikroba masuk ke dalam tubuh, respons sel T terhadap
antigen ini akan dimulai di kelenjar getah bening regional dalam 12-18 jam.
Berbagai jenis APC mempunyai fungsi yang berbeda dalam respons imun tergantung sel T (T
cell-dependent immune response). Interdigitating dendritic cells merupakan APC yang paling
poten dalam mengaktivasi limfosit T naif. Sel dendrit tidak hanya menyebabkan dimulainya
respons sel T namun juga mempengaruhi sifat respons tersebut. Misalnya, terdapat beberapa
jenis sel dendrit yang dapat mengarahkan diferensiasi sel T CD4 naif menjadi suatu populasi
yang berfungsi melawan suatu jenis mikroba. Sel APC yang lain yaitu makrofag yang tersebar di
semua jaringan. Pada respons imun selular, makrofag memfagosit mikroba dan
mempresentasikannya ke sel T efektor, yang kemudian mengaktivasi makrofag untuk membunuh
mikroba. Limfosit B yang teraktivasi akan mencerna antigen protein dan mempresentasikannya
ke sel T helper; proses ini berperan penting dalam perkembangan respons imun humoral. Selain
itu, semua sel yang berinti dapat mempresentasikan antigen dari mikroba di dalam sitoplasma
kepada sel T sitotoksik.
Sel APC berperan penting dalam memulai respons sel T CD8 terhadap antigen mikroba
intraselular. Sebagian mikroba (misalnya virus) dapat menginfeksi sel pejamu dengan cepat dan
hanya dapat diatasi dengan cara penghancuran sel tersebut oleh sel T sitotoksik. Virus dapat
menginfeksi semua jenis sel pejamu (tidak hanya APC saja), dan sel-sel ini tidak dapat
memproduksi sinyal yang diperlukan untuk mengaktivasi sel T. Mekanisme yang terjadi pada
keadaan ini adalah sel APC memakan sel yang terinfeksi dan mempresentasikan antigen ke
limfosit T CD8. Hal ini disebut sebagai cross-presentation, artinya suatu jenis sel (yaitu APC)
mempresentasikan antigen dari sel lain (yaitu sel yang terinfeksi) kemudian mengaktivasi
limfosit T naif sehingga menjadi spesifik untuk antigen tersebut. Sel APC yang memakan sel
terinfeksi juga dapat mempresentasikan antigen ke limfosit T CD4.
Jenis APC
Professional APCs
Dendritic cells (DCs), Sel dendritik (dendritic cell, DC) adalah monosit yang
terdiferensiasi oleh stimulasi GM-CSF dan IL-4,dan menjadi bagian sistem kekebalan
mamalia. Bentuk sel dendritik menyerupai bagian dendrita pada neuron, namun sel
dendritik tidak bekerja pada sistem saraf, melainkan berperan sebagai perantara sistem
kekebalan turunan menuju sistem kekebalan tiruan.
Macrophages,
B-cells,
Non-professional
A non-professional APC
Fibroblasts (kulit)
Sel APC mensintesis molekul MHC kelas II secara terus-menerus di retikulum endoplasma.
Selama berada di dalam retikulum endoplasma, molekul MHC kelas II dicegah untuk berikatan
dengan peptida di dalam lumen oleh suatu protein yang dinamakan MHC class II-associated
invariant chain. Invariant chain ini mengandung suatu sekuens yaitu class II invariant chain
peptide (CLIP) yang berikatan erat dengan peptide-binding cleft pada MHC kelas II. Invariant
chain tersebut juga mengantarkan MHC kelas II ke endosom untuk berikatan dengan peptida
antigen eksogen yang telah diproses. Endosom mengandung protein yang dinamakan DM,
fungsinya untuk melepaskan CLIP dari molekul MHC kelas II, sehingga peptide-binding cleft
akan terbuka untuk menerima peptida antigen. Jika MHC kelas II dapat berikatan dengan
peptida, akan terbentuk kompleks yang stabil dan menuju ke permukaan sel. Namun jika
molekul MHC tidak dapat berikatan dengan peptida tersebut, molekul ini menjadi tidak stabil
dan dihancurkan oleh protease di dalam endosom. Suatu antigen protein akan dipecah menjadi
banyak peptida, tetapi hanya sedikit (satu atau dua) peptida yang dapat berikatan dengan molekul
MHC individu tersebut. Oleh sebab itu, hanya peptida ini yang dapat menimbulkan respons imun
pada individu tersebut sehingga disebut immunodominant epitopes.
Antigen endogen (termasuk antigen virus) akan diproses di retikulum endoplasma dan
dipresentasikan oleh molekul MHC kelas I kepada sel T CD8+, sedangkan antigen eksogen
diproses di lisosom (endosom) dan dipresentasikan oleh molekul MHC kelas II kepada sel T
CD4+
Sel APC tidak hanya mempresentasikan peptida antigen kepada sel T, tetapi juga berfungsi
sebagai sinyal kedua untuk aktivasi sel T. Antigen merupakan sinyal pertama, sedangkan
sinyal kedua adalah mikroba atau APC yang berespons terhadap mikroba. Peran penting dari
sinyal kedua ini adalah untuk menjaga agar respons imun spesifik hanya timbul terhadap
mikroba dan tidak terhadap bahan-bahan non infeksius yang tidak berbahaya. Berbagai produk
dari mikroba dan respons imun non spesifik dapat mengaktifkan APC untuk mengekspresikan
sinyal kedua bagi aktivasi limfosit. Sebagai contoh, berbagai bakteri menghasilkan
lipopolisakarida (LPS). Pada saat bakteri ditangkap oleh APC, LPS akan menstimulasi APC
tersebut. Sebagai respons, APC mengekspresikan protein permukaan yang disebut ko-stimulator.
Ko-stimulator ini akan dikenali oleh reseptornya di sel T. Sel APC juga mensekresi sitokin yang
akan dikenali oleh reseptor sitokin di sel T. Ko-stimulator dan sitokin bekerja bersama dengan
pengenalan antigen oleh T cell receptor (TCR) untuk merangsang proliferasi dan diferensiasi sel
T. Dalam hal ini, antigen adalah sinyal pertama, sedangkan kostimulator dan sitokin merupakan
sinyal kedua.
Major Histocompatibility Complex (MHC) adalah molekul protein yang berguna untuk
tempat mengenali fragmen antigen, merupakan seluruh kompleks aloantigen yang terdapat pada
permukaan sel manusia. Aloantigen adalah antigen yang dapat dikenali oleh antiserum pada
permukaan sel dari individu lain. HLA adalah MHC pada manusia yang merupakan region
genetik luas yang menyandi molekul MHC-I, MHC-II dan protein lain. Ekspresi MHC disandi
oleh gen pada kromosom 6.
Ada 3 kelas MHC yaitu MHC kelas I, MHC kelas II dan MHC kelas III. Dimana MHC kelas I
dan MHC kelas II digunakan untuk mengenali antigen
MHC kelas II :
1. Struktur MHC kelas II
a. Tersusun dari 2 rantai yaitu rantai : 1,2, dan rantai : 1 , 2
b. Mempunyai 2 molekul transmembran yang menembus membran sel APC
c. Pada proses sintesisnya, sisi pengikatan Ag ditempati oleh molekul penghalang: Li dan CLIP,
diperlukan HLA-DM untuk melepaskan CLIP dari ikatanya sehingga dapat ditempati oleh
fragmen peptide antigen.
2. MHC II berikatan dengan sel T CD 4
3. Mempresentasikan Ag ekstraseluler, dengan ukuran fragmen peptida lebih dari 13 asam amino
sehingga fragmen bakteri akan dipresentasikan oleh MHC II
4. Enzim yang berperan dalam pembentukan peptide adalah protease endosom dan lisosom
(misalnya katepsin)
5. Tempat peptide berikatan dengan MHC di kompartemen khusus dalam vesikel
6. Dipresentasikan oleh sel dendritik, makrofage dan lymposit B.
7. Diekspresikan pada sel hematopoietik dan sel stromal pada timus
A. PENGERTIAN
1. Imunologi adalah adalah ilmu yang mempelajari mengenai reaksi kekebalan tubuh terhadap
benda asing/ kuman penyakit pada mahluk hidup termasuk manusia.(www. Geocities.com)
2. Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi tubuh
terhadap pengaruh biologis luar dengan mengidentifikasi dan membunuh patogen serta sel
tumor. Sistem ini mendeteksi berbagai macam pengaruh biologis luar yang luas, organisme akan
melindungi tubuh dari infeksi, bakteri, virus sampai cacing parasit, serta menghancurkan zat-zat
asing lain dan memusnahkan mereka dari sel organisme yang sehat dan jaringan agar tetap dapat
berfungsi seperti biasa.
B. KLASIFIKASI
1.Sel-sel radang
a. Neutrofil
Neotrofil adalah sel darah putih pertama yang dating ke tempat Peradangan. Sel-sel ini
segera memulai memakan sel-sel dan sisa-sisa sel.
% dalam tubuh
Gambar Diagram
manusia
65%
b. Eosinofil
Eosinofil muncul di tempat-tempat respon alergi dan tampaknya berfungsi protektif bagi
pejamu dengan mengakhiri respons peradangan. Sel-sel ini terutama penting pada pertahanan
terhadap infeksi parasit dan berfungsi memfagositosis sisa-sisa sel dengan tingkat yang lebih
rendah dari pada neutrofil.
% dalam tubuh
Gambar Diagram
manusia
4%
c. Basofil
Basofil bersirkulasi dalam aliran darah dan apabila diak oleh cedera atau infeksi,
mengeluarkan histamin, bradikinin dan serotonin. Zat-zat ini meningkatkan permeabilitaskapiler
dan aliran darah ke daerah/tempat yang bersangkutan. Basofil mengeluarkan bahan . alami anti
pembekuan heparin, yang memastikan bahwa jalur pembekuan dan koagulasi tidak terus
berlangsung tanpa pengawasan. Basofil juga terlibat dalam pembentukan respon alergik. Sel-sel
ini memiliki fungsi yang sangat mirip dengan sel mast, yakni sel pencetus peradangan jaringan
tertentu.
% dalam tubuh
Gambar Diagram
manusia
<1%
d. Monosit
Monosit beredar dalam darah dan masuk ke jaringan yang cederamelewati membrane
kapiler yang menjadi permeable sebagai akibat dari reaksi peradangan. Monosit tidak bersifat
fagositik, tetapi setelah beberapa jam berada di jaringan, sel ini berkembang matang menjadi
makrofag
% dalam tubuh
Gambar Diagram
manusia
25%
e. Makrofag
Makrofag adalah sel besar yang mampu mencerna bakteri dan sisa sel dalam jumlah yang
sangat besar. Makrofag dapat memfagositosis sel darah merah dan sel darah putih lain yang telah
dilisis. Sebagian sel makrofag mengkoloni jaringan, misalnya jaringan kulit, kelenjar limfe, dan
paru selama berbulan bulan atau bertahun tahun. Sel-sel ini berfungsi menyapu berbagai
mikroorganisme yang masuk ke dalam tubuh melalui rute-rute tertentu.
% dalam
Gambar Diagram
tubuh manusia
6%
b. Sel T
Sel T menyusun sistem imun sel (Cellular Immunity). Pematangan sel T berlangsung
selama pergerakan melalui kelenjar timus, sewaktu sebuah sel T bertemu dengan
mikroorganisme (atau protein lain) dimana sel T tersebut telah deprogram secara genetis untuk
berespons terhadapnya, maka sel T tersebut secara langsung menyerang dan menghancurkan
rangsangan tersebut.
Sel T terdiriterdiri atas beberapa subset sel yaitu :
1) Sel Th (T helper)
Sel Th dibagi menjadi Th1 dan Th2 menolong sel Bdalam memproduksi antibodi. Untuk
memproduksi antibodi, kebanyakan antigen (T dependent antigen) harus dikenal terlebih dahulu,
baik oleh sel T maupun sel B. sel Th (Th1) berpengaruh atas sel Tc dalam mengenal sel yang
terkena infekasi virus, jaringan cangkok alogenik dan sel kanker. Istilah sel T inducer dipakai
untuk menunjukkan aktivitas sel Th yang mengaktifkan subset sel T lainnya. Sel Th juga melepas
limfokin; limfokin asal Th1 mengaktifkan makrofag, sedang limfokin asal sel Th2 mengaktifkan
sel B/sel plasma yang membentuk antibodi.
2) Sel Ts(T supresor)
Sel Ts menekan aktivitas sel T yang lain dan sel B. menurut fungsinya, sel Ts dapat dibagi
menjadi sel Ts spesifik untuk antigen tertentu dan sel Ts non-spesifik.
3) Sel Tdh atau Td (delayed hypersensitivity)
Sel Tdh adalah sel yang berperan pada pengerahan makrofag dan sel inflamasi lainnya ke
tempat terjadinya reaksi lambat. Dalam fungsinya, memerlukan rangsangan dari sel Th1.
4) Sel Tc (cytotoxic)
Sel Tc mempunyai kemampuan untuk menghancurkan sel alogenik, sel sasaran yang
mengandungvirus dan sel kanker.sel Th dan Ts disebutjuga sel T regulator sedang sel Tdh dan
Sel Tc disebut oleh sel efektor. Dalam fungsinya, sel Tc memerlukan rangsangan dari sel Th1.
5) Sel K
Sel K ADCC (Antibody Dependent Cell Cytotoxicity) adalah sel yang tergolong dalam
system imun non spesifik tetapi dalam kerjanya memerlukan bantuan imunoglobullin
3. Tanda-tanda Inflamasi
a. Eritema
Terjadi pada tahap inflamasi. Darah berkumpul pada daerah yang cedera jaringan akibat
pelepasan mediator kimia (prostaglandin, histamine, bradikinin, kinin)histamine mendilatasi
pembuluh darah.
b. Edema
Plasma merembes ke dalam jaringan interstitial pada tempat cedera. Kinin mendilatasi
anterior, dan meningkatkan permeabilitas kapiler.
c. Panas
Akibat bertambahnya aliran darah dan mungkin pula dengan pirogen endogen (substansi
yang menimbulkan demam) yang mengganggu pusat pengatur panas di hipotalamus.
d. Nyeri
Nyeri disebabkan oleh pembengkakan dan pelepasan mediator kimia.
e. Fungsi Laesa
Hilangnya fungsi disebabkan karena pengumpulan cairan pada tempat cedera jaringan
dank arena rasa nyeri yang mengurangi mobilitas pada daerah yang terkena.
F. RESPON IMUN
Respon imun berawal sewaktu sel B atau sel T berikatan seperti kunci dan gemboknya
(Lock & Key), dengan suatu protein yang diidentifikasi oleh sel T atau B sebagai benda asing.
Selama masa janin dihasilkan ratusan ribu sel B dan T yang memiliki potensi berikatan dengan
protein spesifik. Protein yang dapat berikatan dengan sel T atau B disebut Antigen. Apabila suatu
antigen menyebabkan sel T atau B menjadi aktif,, bermultiplikasi dan berdiferensiasi lebih lanjut,
maka antigen itu dikatakan bersifat imunogenik.
1.Respon sel T terhadap antigen
Sewaktu berikatan dengan antigen imunogenik, sel T terangsang untuk bereproduksi dan
menghasilkan 5 subtipe sel T yang mampu bekerja pada satu antigen. Kelima jenis sel T tersebut
adalah:
a. Sel T sitotoksik, secara langsung menghancurkan antigen dengan mengeluarkan bahan-bahan
kimia toksik yang bekerja dengan cara melubangi sel-sel yang membawa antigen. Sel T
sitotoksik disebut CD8 atau sel pembunuh.
b. Sel hipersensitivitas tipe lambat, merangsang sel-sel peradangan (makrofag) untuk berpartisipasi
dalam respons antigen dan bekerja dengan cara mengeluarkan berbagai mediator kimia yang
disebut limfokin.
c. Sel T helper, mensekresikan bahan-bahan kimia untuk merangsang respons imun humoral dan
membantu keberhasilan sel B menghancurkan mikroorganisme. Sel ini disebut T4 atau CD4.
d. Sel T penekan, penting untuk menghentikan respons imun seluler maupun humoral. Apabila
fungsi sel T terganggu maka reaksi imun dapat menjadi tidak terkontrol dan diarahkan terhadap
antigen-antigen diri (self).
e. Sel pengingat, memungkinkan pejamu untuk berespon segera terhadap antigen berikutnya.
2. Respons sel B terhadap antigen
Apabila sel B berikatan dengan antigen spesifiknya untuk pertama kali, maka sel tersebut
mengalami langkah pematangan akhir dan mesaat itu juga.njadi sel plasma atau sel pengingat
(memory cell). Sel plasma ditemukan dalam peredaran darah, limpa, dan tempat-tempat infeksi
atau peradangan. Sel plasma berespons terhadap suatu antigen dengan menghasilkan antibodi
yang berikatan dengan antigen bersangkutan. Apabila sel plasma menjadi aktif maka sel tersebut
dapat membelah dan menghasilkan lebih dari 10 juta salinan antibodi dalam 1 jam. Pembentukan
antibodi setelah pajanan primer sel B terhadap suatu antigen dapat memakan waktu 2 minggu
sampai lebih dari 1 tahun, tetapi secara normal antibodi terhadap suatu antigen telah dapat
terdeteksi dalam 6 bulan. Apabila di lain waktu antigen tersebut ditemukan kembali, maka
respons antibody terjadi hampir saat itu juga.
G. REAKSI PERADANGAN
Respon peradangan terjadi setelah infeksi atau cedera jaringan. Peradangan dapat
mendahului suatu respons imun. Terdapat 2 stadium pada reaksi peradangan yaitu :
1. Stadium vaskuler peradangan
Stadium vaskuler peradangan dimulai hampir segera setelah cedera. Arteriol di atau
dekat tempat cedera mengalami konstriksi secara singkat lalu vasodilatasi (relaksasi)
berkepanjangan.dilatasi arteriol menyebabkan peningkatan tekanan cairan di kapiler-kapiler
setelah hilir sehingga terjadi peningkatan perpindahan filtrate plasma ke dalam ruang
interstisium. Hal ini menyebabkan pembengkakan dan edema ruang interstisium
2. Stadium seluler peradangan
Stadium seluler peradangan dimulai setelah peningkatan aliran darah ke bagian yang
cedera. Sel-sel darah putih dan trombosit tertarik ke daerah tersebut dan bermigrasi melalui
kapiler yang bocor untuk mengelilingi sel-sel yang rusak. Sel-sel ini memfagositosis sel yang
mati dan mikroorganisme serta merangsang pembekuan untuk mengisolasi infeksi dan
mengontrol perdarahan. Sel-sel yang tertarik ke daerah cedera akhirnya akan berperan
melakukan penyembuhan.
H. REAKSI HIPERSENSITIVITAS
Hipersensitivitas adalah respon imun yang berlebihan dan dapat menimbulkan kerusakan
jaringan tubuh. Reaksi tersebut oleh Gell dan Coombs di bagi dalam 4 tipe reaksi menurut
kecepatannya dan mekanisme imun yang terjadi.
1. Reaksi tipe I
Reaksi tipe I juga disebut reaksi cepat, reaksi anafilaksis atau reaksi alergi dikenal
sebagai reaksi yang sering timbul sesudah allergen masuk ke dalam tubuh. Antigen yang masuk
tubuh akan ditangkap oleh fagosit, diprosesnya lalu dipersentasikan ke sel Th2. Sel yang
akhir melepas sitokin yang merangsang sel B untuk membentuk IgE. IgE akan diikat terutama
oleh sel mast melalui reseptor Fc (juga oleh eosinofil dan basofil), bila ada alergen yang sama
masuk tubuh akan diikat oleh IgE tadi (spesifik) dan menimbulkan degranulasisel mast.
Degranulasi tersebut mengeluarkan berbagai mediator antara lain histamin yang di dapat dalam
granul-granul sel dan menimbulkan gejala pada reaksi hipersensitivitas tipe I.
2. Reaksi tipe II
Reaksi tipe II disebut juga reaksi sitotoksit terjadi oleh karena dibentuk antibody jenis
IgG atau IgM terhadap antigen yang merupakan bagian sel pejamu. Antibody tersebut dapat
mensensitasi sel K sebagai efektor antibody dependent cell cytotoxicity (AADC) atau
mengaktifkan komplemen dan menimbulkan lisis.
3. Reaksi tipe III
Reaksi tipe III disebut juga reaksi kompleks imun terjadi akibat endapan
kompleks antigen antibodi dalam jaringan atau pembuluh darah. Antibodi biasanya jenis IgG.
Kompleks tersebut mengaktifkan komplemen yang kemudian melepas berbagai mediator
terutama macrophage chemotactic factor. Makrofag yang dikerahkan ke tempat tersebut akan
merusak jaringan sekitarnya. Antigen dapat berasal dari infeksi kuman pathogen yang persisten
(malaria), bahan yang terhirup (spora jamur yang menimbulkan alveolitis ekstrinsik alergi).
Infeksi tersebut disertai antigen dalam jumlah yang berlebihan, tetapi tidak disertai respons
antibodi efektif.
4. Reaksi tipe IV
Reaksi tipe IV disebut reaksi hipersensitivitas lambat, timbul lebih 24 jam setelah tubuh
terpajan antigen. Reaksi terjadi karena respons sel Th1 yang sudah disensitisasi terhadap antigen
tertentu. Dalam hal ini tidak ada peran antibodi. Akibat sensitasi tersebut sel Th1 melepas
limfokin antara lain MIF, MAF. Makrofag yang diaktifkan melepas berbagai mediator (sitokin,
enzim dan sebagainya) sehingga dapat menimbulkan kerusakan jaringan.
* Jaringan RM : kategori barier anatomi & fisiologi => fs : Sistem pertahanan thd kuman
patogen a.l. :
- membran mukosa, jar limfoid rm,
- kel air liur/saliva, celah gusi/sulkus gv
* Barier : epitel, aliran air liur, anatomi gigi, pertahanan seluler, imunitas humoral (Ab dlm saliva
& cairan sulkus gv
* Penurunan fungsi faktor2 tsb => bakteri oportunis => bakteri patogen
KOMPONEN JARINGAN
1. Membran mukosa
* berlapis - lapis
* jar lunak RM => epitel skuamosa :
- btknya sbg barier mekanik
- mekanisme : tgt
" deskuamasi yg konstan => bakteri sulit melekat
" keratinisasi => efisien sbg barier
* dlm lamina propria dekat membran basal : tdp sel limfoid & Ab
2. Jar Limfoid RM
* tonsil palatal, lingual, faringeal : merup. massa limfoid
* mgd byk sel B & sel T : fs pengawasan resp. imun.
4. Saliva
* disekresi o/ kel saliva (parotis, submandibula, submaksila, bbrp kel kecil) : 500mL/hari
* peningkatan/penurunan pH => mempengaruhi frek. karies, pkembangbiakan mo
* flow : pembersih, pelumas otot
* mgd : sIgA, laktoferin (dr sulkus : IgG, IgM, C3 leukosit 1jt/mnt)
5. Celah Gusi/Sulkus Gv
* komponen seluler & humoral dr darah keluar melewati junctional ep. dlm btk cairan sulk. gv
* flow : fisiologis or resp. infl => blm pasti
komponen seluler :
- PMN neutrofil, makrofag,
- sel T, sel B
komponen humoral :
- sIgA (200mg/L/hari),
- IgG (1,4mg/dL),
- IgM (0,2mg/dL) , C
Fs sIgA :
Gingivitis, kel. periodontal : komp. imun humoral meningkat => proses fagositosis tjd dlm
sulkus gv
1. Membrane Mukosa
Mukosa rongga mulut terdiri atas epitel skuamosa yang berguna sebagai barrier terhapad infeksi.
Mekanisme infeksinya tergantung pada duekuamasi sehinnga bakteri sulit melekat pada sel epitel
dan derajat keratinisasi yang sangat efisien menahan penetrasi microbial. ( lenner, 1992 dikutip
dari Roeslan, 2002 )
2. Nodus Limfatik
Jaringan lunak rongga mulut berhubungan dengan nodus limfatik ekstra oral dan agregasi intra
oral. Kapiler limfatik yang terdapat pada permukaan mukosa lidah, dasar mulut, palatim pipi,
dan bibir mirip yang berasal dari gingival dan pulpa gigi. Kapiler ini bersatu membentuk
pembuluh limfatik besar dan bergabung dengan pembuluh limfatik yang berasal dari bagian
dalam otot lidah dan struktur lainnya. Didalam rongga mulut terdapat tonsil palatel, lingual dan
faringeal yang banyak mengandung sel B dan sel T ( Lenner, 1992, dikutip dari Roeslan 2002 )
3. Saliva
Sekresi saliva merupakan perlindungan alamiah karena fungsinya memelihara jaringa keras dan
lunak rongga mulut agar tetap dalam keadaan fisiologis. Saliva yang disekresika oleh kelenjar
parotis, sub mandibularis dan beberapa kelenjar saliva kecil yang teebar dibawah mukosa,
berperan dalam membersihkan rongga mulut dari debris dan mikroorganisme selain bertindak
sebagai pelumas pada saat mengunyah dan berbicara ( Lenner, 1992 dikutp dari Roeslan 2002 ).
4. Celah Gingiva
Epitel jangsional dapat dilewati oleh komponen seluler dan humoral dari daerah dalam bentuk
cairan celah ginggiva ( CCG ). Alira CCG merupakan proses fisiologik atau merupakan respon
terhadap inflamiasi ( Lenner, 1992 dikutip dari Roeslan 2002 ).
Vaksinasi disebut juga imunisasi adalah pemberian vaksin ke dalam tubuh seseorang
untuk memberikan kekebalan terhadap penyakit tersebut. Kata vaksinasi berasal dari
bahasa Latin vacca yang berarti sapi diistilahkan demikian karena vaksin pertama
berasal dari virus yang menginfeksi sapi (cacar sapi). Imunisasi bisa didapatkan melalui
cara aktif dan pasif: vaksinasi adalah imunisasi aktif.
Imunisasi aktif Imunisasi aktif dapat timbul ketika seseorang bersinggungan dengan,
sebagai contoh, mikroba. Sistem kekebalan akan membentuk antibodi dan
perlindungan/perlawanan lainnya terhadap mkroba. Lain kali, tanggapan imunitas
terhadap mikroba ini dapat sangat efisien; ini adalah kasus dimana banyak anak-anak
terinfeksi walaupun hanya sekali, tetapi kemudian kebal. Imunisasi aktif buatan adalah
dimana mikroba, atau bagian darinya, diinjeksikan kepada seseorang sebelum ia dapat
melakukannya secara alami. Jika keseluruhan mikroba digunakan, they are pre-treated.
Pentingnya imunisasi adalah begitu besar, sehingga the American Centers for Disease
Control and Prevention menamainya sebagai salah satu dari the Ten Great Public Health
Achievements in the 20th Century. Vaksin hidup yang telah dilemahkan telah berkurang
sifat penyakitnya. Keefektifannya tergantung dari kemampuan sistem kekebalan untuk
mereplikasi dan memberikan tanggapan seperti terjadi infeksi alamiah. Biasanya sudah
efektif diberikan satu injeksi saja ( a single dose). Contoh vaksin hidup yang telah
dilemahkan meliputi tampek, gondongan, rubella, atau kombinasi ketiganya dalam satu
vaksin sebagai vaksin MMR, demam kuning (yellow fever), cacar air (varicella),
rotavirus, dan vaksin influenza.
Imunisasi pasif Imunisasi pasif adalah elemen-elemen pra-sintesa dari sistem kekebalan
yang dipindahkan kepada seseorang, sehingga tubuhnya tidak perlu membuatnya sendiri
elemen-elemen tersebut. Akhir-akhir ini, antibodi dapat digunakan untuk imunisasi pasif.
Metode imunisasi ini bekerja sangat cepat, tetapi juga berakhir cepat, karena antibodi
akan pecah dengan sendirinya, dan jika tak ada sel-sel B untuk membuat lebih banyak
antibodi, maka mereka akan hilang. Imunisasi pasif terdapat secara fisiologi, ketika
antibodi-antibodi dipindahkan dari ibu ke janin selama kehamilan, untuk melindungi
janin sebelum dan sementara waktu sesudah kelahiran. Imunisasi pasif buatan umumnya
diberikan melalui injeksi dan digunakan jika ada wabah penyakit tertentu atau
penanganan darurat keracunan, seperti pada tetanus. Antibodi-antibodi ini dapat dibuat
menggunakan binatang, dinamai terapi serum, meskipun ada kemungkinan besar
terjadinya syok anafilaksis, karena sistem kekebalan yang melawan serum binatang
tersebut. Jadi, antibodi manusia dihasilkan secara in vitro melalui kultur sel dan
digunakan menggantikan antibodi dari binatang, jika tersedia. Di kota-kota besar di
Indonesia selalu tersedia vaksin rabies untuk mereka yang ingin mendapatkan kekebalan
terhadap rabies dan serum anti-rabies bagi mereka yang dikhawatirkan sudah terjangkit
rabies, karena misalnya habis digigit anjing atau monyet.
Di dalam tubuh, sistem imun yang kita miliki dapat melakukan mekanisme pertahanan
dari berbagai jenis antigen, seperti bakteri, virus maupun kuman tertentu. Mekanisme
pertahanan tersebut dapat dilakukan dengan cara membentuk kekebalan aktif dan
kekebalan pasif. (Baca juga : Sistem Kekebalan Tubuh)
a. Kekebalan Aktif
Kekebalan aktif adalah kekebalan tubuh yang diperoleh dari dalam tubuh, karena tubuh
membuat antibodi sendiri. Jenis kekebalan ini dapat terbentuk baik secara alami ataupun
buatan. Kekebalan aktif alami (natural immunity) adalah kekebalan tubuh yang diperoleh
tubuh setelah seseorang sembuh dari serangan suatu penyakit. Sebagai contoh, orang
yang pernah terserang penyakit seperti cacar air, campak, dan gondongan tidak akan
terserang penyakit yang sama untuk kedua kalinya. Sebab, tubuh yang terserang
sudah begitu kenal atau tidak asing dengan antigen yang menyerang. Akibatnya, darah
membentuk antibodi untuk melawan antigen tersebut.
Selain secara alami, kekebalan aktif dapat diperoleh secara buatan. Kekebalan aktif
buatan (induced immunity) diperoleh dari luar tubuh, yakni setelah tubuh mendapatkan
vaksinasi. Vaksinasi merupa kan proses memasukkan vaksin ke dalam tubuh supaya
tubuh membentuk antibodi sehingga kebal terhadap suatu penyakit. Sementara vaksin
ialah kuman penyakit yang sudah dilemahkan atau dijinakkan sehingga tidak berbahaya
bagi tubuh.
Gambar 1. Berbagai penyakit yang dapat dilawan kekebalan aktif (a) cacar air (b) campak
Tindakan membentuk kekebalan dalam tubuh seseorang dengan memberikan vaksin
disebut imunisasi. Orang yang mengembangkan imunisasi pertama kali adalah dr.
Edward Jenner, seorang dokter berkebangsaan Inggris. Teknik ini seringkali diberikan
kepada semua umur supaya kebal terhadap antigen tertentu. Ada beberapa penyakit yang
dapat dilawan dengan vaksin, misalnya vaksin BCG yang melawan antigen penyakit
TBC. Imunisasi mempunyai beberapa tipe. Imunisasi yang diberikan kepada individu dari
spesies yang sama disebut isoimun. Sedangkan imunisasi yang diberikan pada individu
yang berbeda dan dari spesies yang berbeda pula disebut heteroimun.
b. Kekebalan Pasif
Kekebalan pasif adalah kekebalan yang diperoleh bukan dari antibodi yang disintesis
dalam tubuh, melainkan tinggal memakainya saja. Seperti halnya kekebalan aktif,
kekebalan pasif juga terjadi secara alami dan buatan. Kekebalan pasif alami adalah
kekebalan yang diperoleh bukan dari tubuhnya sendiri, melainkan dari tubuh orang lain.
Misalnya kekebalan bayi yang diperoleh dari ibunya. Ketika masih dalam
kandungan, bayi mendapatkan antibodi dari ibunya melalui plasenta dan tali pusat.
Kemudian setelah lahir, bayi mendapatkan antibodi dari ASI eksklusif melalui proses
menyusui.
Sedangkan kekebalan pasif buatan adalah kekebalan yang diperoleh dari antibodi yang
sudah jadi dan terlarut dalam serum. Sepintas antibodi ini mirip dengan vaksin.
Perbedaannya yakni vaksin bersifat sementara, sedangkan serum dapat digunakan dalam
jangka waktu yang relatif lebih lama. Bahkan dapat digunakan seumur hidup.
Sebagai contoh adalah suntikan ATS (Anti Tetanus Serum) dan suntikan IG (Globulin
Imun).
Pada bahasan sistem reproduksi telah dijelaskan bahwa ASI (Air Susu Ibu) berfungsi
sebagai sumber nutrisi bagi bayi. Selain itu, ASI juga membantu dalam pembentukan
kekebalan pasif alami. Kemudian, ASI juga dapat meningkatkan kecerdasan pada
anak. Hasil penelitian menunjuk kan bahwa anak yang mendapatkan ASI mempunyai
IQ yang lebih tinggi dan lebih kebal terhadap berbagai macam serangan
penyakit dibanding anak yang tidak mendapatkan ASI. Kandungan kolostrum dalam ASI,
terutama pada ASI eksklusif merupakan antibodi yang pertama kali diperoleh seorang
bayi setelah mereka lahir.