A. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Setelah diberikan penyuluhan, diharapkan keluarga dan penunggu pasien
mengetahui tentang perawatan pasien yang mengalami fraktur.
2. Tujuan Khusus
Diharapkan keluarga pasien dan pengunjung dapat :
1) Menjelaskan pengertian fraktur
2) Menjelaskan penyebab fraktur
3) Menjelaskan tanda dan gejala fraktur
4) Menjelaskan penanganan fraktur
B. SASARAN
Keluarga dan penunggu pasien Ruang IGD RST
C. KOMUNIKATOR
Mahasiswa Profesi PSIK Fakultas Kedokteran UB Malang
D. PENGORGANISASIAN
1) Pembicara : Lusia P.E
Moderator : Vinda Aditama P.
2) Pembimbing Akademik : Ns. Ika Setyo Rini, S.Kep., M.Kep.
Pembimbing Klinik : Ns. Ngudi Basuki, S.Kep.
3) Peserta : Keluarga dan penunggu pasien IGD RST
2
E. METODE
1. Ceramah
2. Diskusi
F. MEDIA
- Laptop
- LCD
- Leaflet
G. MATERI
1. Menjelaskan pengertian fraktur
2. Menjelaskan penyebab fraktur
3. Menjelaskan tanda dan gejala fraktur
4. Menjelaskan penanganan fraktur
H. PELAKSANAAN
I. SETTING TEMPAT
Keterangan
: Pembicara : Moderator
: Keluarga dan penunggu pasien : LCD monitor
J. KRITERIA EVALUASI
1. Evaluasi Struktur
a. Pengorganisasian dilaksanakan sebelum pelaksanaan kegiatan.
b. Kontrak dengan peserta 1 jam sebelum dimulai.
c. Pelaksanaan kegiatan dilaksanakan sesuai satuan acara penyuluhan
d. Peserta hadir ditempat penyuluhan sesuai kontrak yang disepakati
2. Evaluasi Proses
Peserta antusias dalam menyimak uraian materi penyuluhan dan demontrasi
4
tentang perawatan pasien dengan fraktur dan bertanya apabila ada yang
dianggap kurang dimengerti
3. Evaluasi Hasil
a. Seluruh peserta kooperatif selama proses diskusi ditunjukkan dengan 30 %
bertanya atau mengklarifikasi.
b. 60-70% peserta mampu menjawab pertanyaan dan memahami pengertian
sampai dengan hal-hal yang harus diperhatikan terkait perawatan pasien
dengan fraktur
c. Peserta sebanyak 80% mengikuti kegiatan penyuluhan dari awal hingga
akhir penyuluhan dan tidak ada yang meninggalkan tempat penyuluhan
sebelum acara penyuluhan berakhir kecuali ada kepentingan yang tidak
bisa diwakilkan
5
MATERI FRAKTUR
A. Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya
disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, Arif, et al, 2000). Menurut Linda Juall
(2001) fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan oleh tekanan
eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang.
B. Etiologi
Berdasarkan penyebab/etiologinya striktur dibagi menjadi 3 jenis :
a. Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya
kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat terbuka dengan garis patah
melintang atau miring.
b. Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh
dari terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling
lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
c. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekeuatan dapat
berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari
ketiganya, dan penarikan (Oswari, 1993).
C. Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan daya pegas untuk
menahan tekanan (Apley, 1993). Tapi apabila tekanan eksternal yang datang
lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang
yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontunuitas tulang (Carpenito,
1995). Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam
kotteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak.
Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di
rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang
patah Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon
inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan
6
infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar sari proses
penyembuhan tulang nantinya (Black, dkk, 1993).
D. Klasifikasi
1. Complete fraktur, patah tulang pada seluruh garis tengah tulang, luas dan
melintang. Biasanya disertai dengan perpindahan posisi tulang.
2. Closed fraktur, tidak menyebabkan robeknya kulit, imtegritas kulit masih utuh.
3. Open fraktur, merupakan fraktur dengan luka pada kulit (integritas kulit rusak
dan ujung tulang menonjol samapai menembus kulit) atau membran mukosa
sampai ke patahan tulang.
4. Greenstick, fraktur dimana salah satu sisi tulang patah sedang sisi lainnya
membengkok.
5. Tranversal, fraktur sepanjang garis tengah tulang
6. Spiral, fraktur memuntir seputar batang tulang.
7. Komunitif, fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen.
8. Oblik, fraktur membentuk sudut dengan garis tulang tengah.
9. Depresi, fraktur dengan fragmen patahan terdorong kedalam (sering terjadi
pada tulang tengkorak dan wajah).
10. Kompresi, fraktur dimana tulang mengalami kompresi.
11. Patologik, fraktur yang terjadi pada daerah tulang yang berpenyakit (kista
tulang, paget, metastasis tulang, tumor, dsb).
12. Avulsi, teretariknya fragmen tulang oleh ligamen atau tendon pada
perlekatannya.
13. Epifisial, fraktur melalui epifisis.
14. Impaksi, fraktur dimana fragmen tulang terdorong ke fragmen tulang lainnya.
E. Tanda dan gejala
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi, hematoma, dan edema.
2. Perubahan bentuk (deformitas) karena adanya pergeseran fragmen tulang yang
patah.
3. Hilangnya fungsi.
4. Terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang
melekat diatas dan dibawah tempat fraktur.
7
fiksator, (2) Fraktur intra artikuler yang perlu ORIF, (3) Simple fraktur (bisa
dengan pemasangan plate and screw nail wire), (3) Fraktur pada anak (fresh).
3. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi
4. Pemberian analgetik untuk mengerangi nyeri
5. Status neurovaskuler selalu dipantau meliputi peredaran darah, nyeri, perabaan,
gerakan.
6. Fisioterapi
Terapi latihan adalah salah satu modalitas fisioterapi dengan menggunakan
gerak tubuh baik secara active maupun passive untuk pemeliharaan dan perbaikan
kekuatan, ketahanan dan kemampuan kardiovaskuler, mobilitas dan fleksibilitas,
stabilitas, rileksasi, koordinasi, keseimbangan dan kemampuan fungsional (Kisner,
1996). Teknologi intervensi Fisioterapi yang dapat digunakan antara lain:
Positioning
Dengan mengelevasikan tungkai yang sakit maka dengan posisi ini bermanfaat
untuk mengurangi oedem.
Rileks passive movement
Merupakan gerakan yang murni berasal dari luar atau terapis tanpa
disertai gerakan dari anggota tubuh pasien. Gerakan ini bertujuan untuk melatih otot
secara pasif, oleh karena gerakan berasal dari luar atau terapis sehingga dengan
gerak rileks passive movement ini diharapkan otot yang dilatih menjadi rilek maka
menyebabkan efek pengurangan atau penurunan nyeri akibat incisi serta mencegah
terjadinya keterbatasan gerak serta menjaga elastisitas otot (Kisner, 1996).
Mekanisme penurunan nyeri oleh gerakan rileks passive movement sebagai berikut :
adanya stimulasi kinestetik berupa gerakan rileks pasif movement yang murni
berasal dari luar atau terapis tanpa disertai gerakan dari anggota tubuh pasien akan
merangsang muscle spindle dan organ tendo golgi dalam pengaturan motorik, fungsi
dari muscle spindle adalah (1) mendeteksi perubahan panjang serabut otot, (2)
mendeteksi kecepatan perubahan panjang otot, sedangkan fungsi dari organ tedo
golgi adalah mendeteksi ketegangan yang bekerja pada tendo golgi saat otot
berkontraksi (Guyton, 1991). Dengan terstimulasinya muscle spindle dan organ
tendo golgi lewat gerakan rileks passive movement akan mempengaruhi mekanisme
kontraksi dan rileksasi otot, yaitu bahwa ion-ion calsium secara normal berada
9
Active exercise
Merupakan gerakan yang dilakukan oleh otot-otot anggota tubuh itu sendiri.
Gerak dalam mekanisme pengurangan nyeri dapat terjadi secara reflek dan disadari.
Gerak yang dilakukan secara sadar dengan perlahan dan berusaha hingga mencapai
lingkup gerak penuh dan diikuti rileksasi otot akan menghasilkan penurunan nyeri
(Kisner,1996). Mekanisme gerak yang disadari dalam penurunan nyeri adalah
bahwa perananan muscle spindle sangat penting dalam mekanisme ini, sama
pentingnya dalam penurunan nyeri dengan menggunakan gerakan pasif. Untuk
menekankan pentingnya system eferen gamma, eferen gamma adalah suatu serabut
saraf kecil yang bertugas merangsang ujung-ujung serabut intrafusal agar daerah
sentral berkontraksi. Orang perlu menyadari bahwa 31 persen dari semua serabut
saraf motorik ke otot merupakan serabut eferen gamma, bukannya serabut motorik
besar jenis A alfa. Bila sinyal dikirimkan dari korteks motorik atau dari daerah otak
lain apapun ke motoneuron gamma hampir selalu terangsang pada saat bersamaan.
Ini menyebabkan serabut otot ekstrafusal dan intrafusal berkontraksi pada saat yang
sama.
Tujuan mengkontraksikan serabut muscle spindle pada saat bersamaan dengan
kontraksi serabut otot rangka besar mungkin ada dua macam : (1) mencegah muscle
spindle menentang kontraksi otot, (2) mempertahankan sifat responsif muscle
spindle terhadap peredaman dan beban yang tepat dengan tidak menghiraukan
11
perubahan panjang otot. Dengan bekerjanya muscle spindle secara sadar dan
optimal maka dengan mekanisme adaptasi dan rileksasi akan menimbulkan
penurunan nyeri (Guyton, 1991).
Active exercise terdiri dari assisted exercise, free active exercise dan resited
active exercise. Assisted exercise dapat mengurangi nyeri karena merangsang
rileksasi propioseptif. Resisted active exercise dapat meningkatkan tekanan otot,
dimana latihan ini akan meningkatkan rekruitment motor unit-motor unit sehingga
akan semakin banyak melibatkan komponen otot yang bekerja, dapat dilakukan
dengan peningkatan secara bertahap beban atau tahanan yang diberikan dengan
penurunan frekuensi pengulangan (Kisner, 1996). Mekanime peningkatan kekuatan
otot melalui gerakan resisted active execise adalah dengan adanya irradiasi atau over
flow reaction akan mempengaruhi rangsangan terhadap motor unit, motor unit
merupakan suatu neuron dan group otot yang disarafinya. Komponen-komponen
serabut otot akan berkontraksi bila motor unit tersebut diaktifir dengan memberikan
rangsangan pada cell (AHC) nya. Jadi kekuatan kontraksi otot ditentukan motor
unitnya, otot akan berkontraksi secara kuat bila otot tersebut semakin banyak
menerima rangsangan motor unitnya. Karena otot terdiri dari serabut-serabut dengan
motor unit yang mensyarafinya, maka kontraksi otot secara keseluruhan tergantung
dari jumlah motor unit yang mengaktifir otot tersebut pada saat itu. Jumlah motor
unit yang besar akan menimbulkan kontraksi otot yang kuat, sedangkan kontraksi
otot yang lemah hanya membutuhkan keaktifan motor unit relatif lebih sedikit.(Heri
Priatna, 1983).
Latihan jalan
Aspek terpenting pada penderita fraktur tungkai bawah adalah kemampuan
berjalan ,latihan yang yang dilaksanakan adalah ambulasi non weight bearing,
dengan menggunakan alat bantu berupa 2 buah kruk, caranya kedua kruk
dilangkahkan kemudian diikuti kaki yang sehat sementara kaki yang sakit
menggantung (Cash, 1966). Syarat berjalan dengan alat Bantu (1) Otot-otot lengan
harus kuat, (2) Harus mempertahankan keseimbangan dalam posisi berdiri dengan
alat bantu, (3) Bisa berdiri lama minimal 15 menit.(Tidys, 1961).
Pentalaksanaan dengan konservatif dan operatif
1. Cara konservatif
12
2. Operatif
Pada saat ini metode penatalaksanaan yang paling banyak keunggulannya mungkin
adalah pembedahan. Metode perawatan ini disebut fiksasi interna dan reduksi
terbuka. Pada umumnya insisi dilakukan pada tempat yang mengalami cedera dan
diteruskan sepanjang bidang anatomic menuju tempat yang mengalami fraktur.
Hematoma fraktur kemudian direposisi dengan tangan agar menghasilkan posisi
yang sudah normal kembali. Sesudah direduksi, fragmen-fragmen tulang ini
dipertahankan dengan alat-alat ortopedik berupa pen, sekrup, pelat, dan paku.
Keuntungan perawatan fraktur dengan pembedahan antara lain;
1. Ketelitian reposisi fragmen tulang yang patah
2. Kesempatan untuk memeriksa pembuluh darah dan saraf yang berada di
dekatnya
3. Dapat mencapai stabilitas fiksasiyang cukup memadai
4. Tidak perlu memasang gips dan alat-alat stabilisasi yag lain
5. Perawatan di RS dapat ditekan seminimal mungkin, terutama pada kasus-kasus
yang tanpa komplikasi dan dengan kemampuan mempertahankan fungsi sendi
dan fungsi otot hamper normal selama penatalaksanaan dijalankan.
14
DAFTAR PUSTAKA
Black, J.M, et al, 1995. Luckman and Sorensens. Medikal Nursing : A Nursing Process
Approach, 4 th Edition, W.B. Saunder Company
Carpenito, Lynda Juall. 1999. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan. EGC,
Jakarta
Henderson, M.A, 2002. Ilmu Bedah untuk Perawat, Yayasan Essentia Medika,
Yogyakarta
Hudak and Gallo, 1994. Keperawatan Kritis, Volume I EGC, Jakarta
Mansjoer, Arif, et al, 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid II, Medika Aesculapius
FKUI. Jakarta
Oswari, E, 1993. Bedah dan Perawatannya, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Price, Evelyn C, 1997. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis, Gramedia, Jakarta
Reksoprodjo, Soelarto, 2010. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah FKUI/RSCM, Binarupa
Aksara, Jakarta