Anda di halaman 1dari 14

SATUAN ACARA PENYULUHAN

Topik : Perawatan Pada Pasien Dengan Fraktur


Sasaran : Keluarga dan penunggu pasien IGD RST
Tempat : Ruang Tunggu IGD RST
Hari/tanggal : Senin, 30 Januari 2017
Jam :

A. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Setelah diberikan penyuluhan, diharapkan keluarga dan penunggu pasien
mengetahui tentang perawatan pasien yang mengalami fraktur.
2. Tujuan Khusus
Diharapkan keluarga pasien dan pengunjung dapat :
1) Menjelaskan pengertian fraktur
2) Menjelaskan penyebab fraktur
3) Menjelaskan tanda dan gejala fraktur
4) Menjelaskan penanganan fraktur

B. SASARAN
Keluarga dan penunggu pasien Ruang IGD RST

C. KOMUNIKATOR
Mahasiswa Profesi PSIK Fakultas Kedokteran UB Malang

D. PENGORGANISASIAN
1) Pembicara : Lusia P.E
Moderator : Vinda Aditama P.
2) Pembimbing Akademik : Ns. Ika Setyo Rini, S.Kep., M.Kep.
Pembimbing Klinik : Ns. Ngudi Basuki, S.Kep.
3) Peserta : Keluarga dan penunggu pasien IGD RST
2

E. METODE
1. Ceramah
2. Diskusi

F. MEDIA
- Laptop
- LCD
- Leaflet

G. MATERI
1. Menjelaskan pengertian fraktur
2. Menjelaskan penyebab fraktur
3. Menjelaskan tanda dan gejala fraktur
4. Menjelaskan penanganan fraktur

H. PELAKSANAAN

Kegiatan Waktu Uraian Kegiatan Kegiatan Peserta Pelaksana


Pembukaan 5 1. Mengucapkan salam 1.Menjawab salam Moderator
menit 2. Memperkenalkan 2.Mendengarkan dan
fasilitator fasilitator
3. Menjelaskan tujuan 3.Memperhatikan
penyuluhan
4. Menjelaskan mekanisme
kegiatan yang akan
dilaksanakan
Pelaksanaan 20 1. Menjelaskan 1. Memperhatikan Pembicara
menit Pengertian fraktur, penjelasan tentang dan
tanda dan gejala fraktur, perawatan pasien fasilitator
peyebab fraktur, fraktur
penanganan fraktur 2. Peserta menyimak dan
2. Tanya jawab tentang memperhatikan tentang
3

perawatan pasien perawatan kateter yang


dengan fraktur benar
3. Memberikan umpan
balik terkait demontrasi
perawatan kateter
Evaluasi 5 1. Mengucapkan terima 1. Memperhatikan Moderator
menit kasih atas partisipasi 2. Menjawab salam dan
peserta 3. Peserta menerima fasilitator
2. Mengucapkan salam leaflet
3. Membagikan leaflet

I. SETTING TEMPAT

Keterangan
: Pembicara : Moderator
: Keluarga dan penunggu pasien : LCD monitor

J. KRITERIA EVALUASI
1. Evaluasi Struktur
a. Pengorganisasian dilaksanakan sebelum pelaksanaan kegiatan.
b. Kontrak dengan peserta 1 jam sebelum dimulai.
c. Pelaksanaan kegiatan dilaksanakan sesuai satuan acara penyuluhan
d. Peserta hadir ditempat penyuluhan sesuai kontrak yang disepakati
2. Evaluasi Proses
Peserta antusias dalam menyimak uraian materi penyuluhan dan demontrasi
4

tentang perawatan pasien dengan fraktur dan bertanya apabila ada yang
dianggap kurang dimengerti
3. Evaluasi Hasil
a. Seluruh peserta kooperatif selama proses diskusi ditunjukkan dengan 30 %
bertanya atau mengklarifikasi.
b. 60-70% peserta mampu menjawab pertanyaan dan memahami pengertian
sampai dengan hal-hal yang harus diperhatikan terkait perawatan pasien
dengan fraktur
c. Peserta sebanyak 80% mengikuti kegiatan penyuluhan dari awal hingga
akhir penyuluhan dan tidak ada yang meninggalkan tempat penyuluhan
sebelum acara penyuluhan berakhir kecuali ada kepentingan yang tidak
bisa diwakilkan
5

MATERI FRAKTUR

A. Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya
disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, Arif, et al, 2000). Menurut Linda Juall
(2001) fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan oleh tekanan
eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang.
B. Etiologi
Berdasarkan penyebab/etiologinya striktur dibagi menjadi 3 jenis :
a. Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya
kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat terbuka dengan garis patah
melintang atau miring.
b. Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh
dari terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling
lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
c. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekeuatan dapat
berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari
ketiganya, dan penarikan (Oswari, 1993).
C. Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan daya pegas untuk
menahan tekanan (Apley, 1993). Tapi apabila tekanan eksternal yang datang
lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang
yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontunuitas tulang (Carpenito,
1995). Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam
kotteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak.
Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di
rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang
patah Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon
inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan
6

infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar sari proses
penyembuhan tulang nantinya (Black, dkk, 1993).
D. Klasifikasi
1. Complete fraktur, patah tulang pada seluruh garis tengah tulang, luas dan
melintang. Biasanya disertai dengan perpindahan posisi tulang.
2. Closed fraktur, tidak menyebabkan robeknya kulit, imtegritas kulit masih utuh.
3. Open fraktur, merupakan fraktur dengan luka pada kulit (integritas kulit rusak
dan ujung tulang menonjol samapai menembus kulit) atau membran mukosa
sampai ke patahan tulang.
4. Greenstick, fraktur dimana salah satu sisi tulang patah sedang sisi lainnya
membengkok.
5. Tranversal, fraktur sepanjang garis tengah tulang
6. Spiral, fraktur memuntir seputar batang tulang.
7. Komunitif, fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen.
8. Oblik, fraktur membentuk sudut dengan garis tulang tengah.
9. Depresi, fraktur dengan fragmen patahan terdorong kedalam (sering terjadi
pada tulang tengkorak dan wajah).
10. Kompresi, fraktur dimana tulang mengalami kompresi.
11. Patologik, fraktur yang terjadi pada daerah tulang yang berpenyakit (kista
tulang, paget, metastasis tulang, tumor, dsb).
12. Avulsi, teretariknya fragmen tulang oleh ligamen atau tendon pada
perlekatannya.
13. Epifisial, fraktur melalui epifisis.
14. Impaksi, fraktur dimana fragmen tulang terdorong ke fragmen tulang lainnya.
E. Tanda dan gejala
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi, hematoma, dan edema.
2. Perubahan bentuk (deformitas) karena adanya pergeseran fragmen tulang yang
patah.
3. Hilangnya fungsi.
4. Terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang
melekat diatas dan dibawah tempat fraktur.
7

5. Krepitasi akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya.


6. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit.
F. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan foto radiology dari fraktur : menentukan lokasi dan luasnya
1. X-ray
2. CT scan
3. Bone scanning
4. MRI (magnetic Resonance Imaging)
5. EMG (Elektromyogarfi).
Pemeriksaan darah lengkap
Arteriografi, dilakukan bila kerusakan dicurigai.
Kreatinin, trauma otot meningkatkan bebean kreatinin untuk klirens ginjal.
G. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan segera setelah cidera adalah imobilisasi bagian yang cidera
apabila klien akan dipindahkan perlu disangga bagian bawah dan atas tubuh
yang mengalami cidera tersebut untuk mencegah terjadinya rotasi atau angulasi.
2. Selanjutnya prinsip penanganan fraktur adalah reduksi. Reduksi fraktur berarti
mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi anatomis
Reduksi tertutup, mengembalikan fragmen tulang ke posisinya ( ujung ujungnya
saling berhubungan ) dengan manipulasi dan traksi manual. Alat yang digunakan
biasanya traksi, bidai dan alat yang lainnya. Reduksi terbuka, dengan
pendekatan bedah. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat,
paku. Imobilisasi dapat dilakukan dengan metode eksterna dan interna.
Ilizarov adalah suatu alat eksternal fiksasi yang berfungsi untuk menjaga
agar tidak terjadi pergeseran tulang dan untuk membantu dalam proses
pemanjangan tulang (Maryanto, 2003).
Indikasi pemasangan Ilizarov: (1) Menyamakan panjang lengan atau
tungkai yang tidak sama, (2) Menyamakan dan menumbuhkan daerah tulang
yang hilang akibat patah tulang terbuka yang hilang, (3) Membuang tulang yang
infeksi dan diisi dengan cara menumbuhkan tulang yang sehat, (4) Menambah
tinggi badan. Kontra indikasi pemasangan Ilizarov : (1) Open fraktur dengan soft
tissue yang perlu penanganan lanjut yang lebih baik bila dipasang single planar
8

fiksator, (2) Fraktur intra artikuler yang perlu ORIF, (3) Simple fraktur (bisa
dengan pemasangan plate and screw nail wire), (3) Fraktur pada anak (fresh).
3. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi
4. Pemberian analgetik untuk mengerangi nyeri
5. Status neurovaskuler selalu dipantau meliputi peredaran darah, nyeri, perabaan,
gerakan.
6. Fisioterapi
Terapi latihan adalah salah satu modalitas fisioterapi dengan menggunakan
gerak tubuh baik secara active maupun passive untuk pemeliharaan dan perbaikan
kekuatan, ketahanan dan kemampuan kardiovaskuler, mobilitas dan fleksibilitas,
stabilitas, rileksasi, koordinasi, keseimbangan dan kemampuan fungsional (Kisner,
1996). Teknologi intervensi Fisioterapi yang dapat digunakan antara lain:
Positioning
Dengan mengelevasikan tungkai yang sakit maka dengan posisi ini bermanfaat
untuk mengurangi oedem.
Rileks passive movement
Merupakan gerakan yang murni berasal dari luar atau terapis tanpa
disertai gerakan dari anggota tubuh pasien. Gerakan ini bertujuan untuk melatih otot
secara pasif, oleh karena gerakan berasal dari luar atau terapis sehingga dengan
gerak rileks passive movement ini diharapkan otot yang dilatih menjadi rilek maka
menyebabkan efek pengurangan atau penurunan nyeri akibat incisi serta mencegah
terjadinya keterbatasan gerak serta menjaga elastisitas otot (Kisner, 1996).
Mekanisme penurunan nyeri oleh gerakan rileks passive movement sebagai berikut :
adanya stimulasi kinestetik berupa gerakan rileks pasif movement yang murni
berasal dari luar atau terapis tanpa disertai gerakan dari anggota tubuh pasien akan
merangsang muscle spindle dan organ tendo golgi dalam pengaturan motorik, fungsi
dari muscle spindle adalah (1) mendeteksi perubahan panjang serabut otot, (2)
mendeteksi kecepatan perubahan panjang otot, sedangkan fungsi dari organ tedo
golgi adalah mendeteksi ketegangan yang bekerja pada tendo golgi saat otot
berkontraksi (Guyton, 1991). Dengan terstimulasinya muscle spindle dan organ
tendo golgi lewat gerakan rileks passive movement akan mempengaruhi mekanisme
kontraksi dan rileksasi otot, yaitu bahwa ion-ion calsium secara normal berada
9

dalam ruang reticulum sarcoplasma. Potensial aksi menyebar lewat tubulus


transversum dan melepaskan Ca 2+. Filamen-filamen actin (garis tipis) menyelip
diantara filamen-filamen myosin, dan garis-garis bergerak saling mendekati. Ca 2+
kemudian dipompakan kedalam reticulum sarcoplasma dan otot kemudian
mengendor (Chusid, 1993). Dengan kedaaan otot yang sudah mengendor maka
penurunan nyeri dapat terjadi melalui mekanisme-mekanisme sebagai berikut: (1)
Tidak ada lagi perbedaan tekanan intramuscular yang menekan nociceptor sehingga
nociceptor tidak terangsang untuk menimbulkan nyeri, (2) Dengan gerakan rileks
passive movement yang berulang-ulang maka nociceptor akan beradaptasi terhadap
nyeri. Suatu sifat khusus dari semua reseptor sensoris adalah bahwa mereka
beradaptasi sebagian atau sama sekali terhadap rangsang mereka setelah suatu
periode waktu. Yaitu, bila suatu rangsang sensoris kontinu bekerja untuk pertama
kali, mula-mula reseptor tersebut bereaksi dengan kecepatan impuls yang sangat
tinggi, kemudian secara progresif makin berkurang sampai akhirnya banyak
diantaranya sama sekali tidak bereaksi lagi . Hal ini dapat pula untuk menentukan
dosis gerakan rileks passive movement agar dapat menstimulasi muscle spindle.
Mekanisme umum dari adaptasi dibagi dua yaitu : (1) Sebagian adaptasi
disebabkan oleh penyesuaian didalam struktur reseptor itu sendiri, (2) Sebagian
disebabkan oleh penyesuaian didalam fibril saraf terminal. (Guyton, 1991). Dengan
mengendornya otot melalui gerakan rileks passive movement akan mempengaruhi
spasme otot dan iskemi jaringan sebagai penyebab nyeri. Spasme otot sering
menimbulkan nyeri alasanya mungkin dua macam, yaitu: (1) Otot yang sedang
berkontraksi menekan pembuluh darah intramuscular dan mengurangi atau
menghentikan sama sekali aliran darah, (2) Kontraksi otot meningkatkan kecepatan
metabolisme otot tersebut. Oleh karena itu, spasme otot mungkin menyebabkan
iskemi otot relatif sehingga timbul nyeri iskemik yang khas. Penyebab nyeri pada
iskemik belum diketahui, salah satu penyebab nyeri pada iskemik yang diasumsikan
adalah pengumpulan sejumlah besar asam laktat didalam jaringan, yang terbentuk
sebagai akibat metabolisme anaerobic yang terjadi selama iskemik, tetapi, mungkin
pila zat kimia lain, seperti bradikinin dan poliopeptida, terbentuk didalam jaringan
karena kerusakan sel otot dan bahwa inilah, bukannya asam laktat yang merangsang
ujung saraf nyeri. (Guyton, 1991).
10

Passive joint mobility


Gerakan tubuh manusia terjadi pada persendian. Macam gerakan dan
ROM tergantung dari struktur anatomi sendi, juga posisi otot yang mengontrol
gerakan tadi.
Kapsular ligament yang seluruhnya terdapat didalam kapsul sendi akan memberikan
penguat terhadap synovial membrane, dimana synovial membrane tadi akan
mengeluarkan cairan kedalam rongga sendi yang menjamin gerakan sendi tetap
licin, juga memberikan makan terhadap cartilago.
Pada kaki banyak terdapat persendian, sehingga memungkinkan kaki dapat berjalan,
menyesuaikan bermacam-macam permukaan dan tampak lentur atau mengeper.

Active exercise
Merupakan gerakan yang dilakukan oleh otot-otot anggota tubuh itu sendiri.
Gerak dalam mekanisme pengurangan nyeri dapat terjadi secara reflek dan disadari.
Gerak yang dilakukan secara sadar dengan perlahan dan berusaha hingga mencapai
lingkup gerak penuh dan diikuti rileksasi otot akan menghasilkan penurunan nyeri
(Kisner,1996). Mekanisme gerak yang disadari dalam penurunan nyeri adalah
bahwa perananan muscle spindle sangat penting dalam mekanisme ini, sama
pentingnya dalam penurunan nyeri dengan menggunakan gerakan pasif. Untuk
menekankan pentingnya system eferen gamma, eferen gamma adalah suatu serabut
saraf kecil yang bertugas merangsang ujung-ujung serabut intrafusal agar daerah
sentral berkontraksi. Orang perlu menyadari bahwa 31 persen dari semua serabut
saraf motorik ke otot merupakan serabut eferen gamma, bukannya serabut motorik
besar jenis A alfa. Bila sinyal dikirimkan dari korteks motorik atau dari daerah otak
lain apapun ke motoneuron gamma hampir selalu terangsang pada saat bersamaan.
Ini menyebabkan serabut otot ekstrafusal dan intrafusal berkontraksi pada saat yang
sama.
Tujuan mengkontraksikan serabut muscle spindle pada saat bersamaan dengan
kontraksi serabut otot rangka besar mungkin ada dua macam : (1) mencegah muscle
spindle menentang kontraksi otot, (2) mempertahankan sifat responsif muscle
spindle terhadap peredaman dan beban yang tepat dengan tidak menghiraukan
11

perubahan panjang otot. Dengan bekerjanya muscle spindle secara sadar dan
optimal maka dengan mekanisme adaptasi dan rileksasi akan menimbulkan
penurunan nyeri (Guyton, 1991).
Active exercise terdiri dari assisted exercise, free active exercise dan resited
active exercise. Assisted exercise dapat mengurangi nyeri karena merangsang
rileksasi propioseptif. Resisted active exercise dapat meningkatkan tekanan otot,
dimana latihan ini akan meningkatkan rekruitment motor unit-motor unit sehingga
akan semakin banyak melibatkan komponen otot yang bekerja, dapat dilakukan
dengan peningkatan secara bertahap beban atau tahanan yang diberikan dengan
penurunan frekuensi pengulangan (Kisner, 1996). Mekanime peningkatan kekuatan
otot melalui gerakan resisted active execise adalah dengan adanya irradiasi atau over
flow reaction akan mempengaruhi rangsangan terhadap motor unit, motor unit
merupakan suatu neuron dan group otot yang disarafinya. Komponen-komponen
serabut otot akan berkontraksi bila motor unit tersebut diaktifir dengan memberikan
rangsangan pada cell (AHC) nya. Jadi kekuatan kontraksi otot ditentukan motor
unitnya, otot akan berkontraksi secara kuat bila otot tersebut semakin banyak
menerima rangsangan motor unitnya. Karena otot terdiri dari serabut-serabut dengan
motor unit yang mensyarafinya, maka kontraksi otot secara keseluruhan tergantung
dari jumlah motor unit yang mengaktifir otot tersebut pada saat itu. Jumlah motor
unit yang besar akan menimbulkan kontraksi otot yang kuat, sedangkan kontraksi
otot yang lemah hanya membutuhkan keaktifan motor unit relatif lebih sedikit.(Heri
Priatna, 1983).
Latihan jalan
Aspek terpenting pada penderita fraktur tungkai bawah adalah kemampuan
berjalan ,latihan yang yang dilaksanakan adalah ambulasi non weight bearing,
dengan menggunakan alat bantu berupa 2 buah kruk, caranya kedua kruk
dilangkahkan kemudian diikuti kaki yang sehat sementara kaki yang sakit
menggantung (Cash, 1966). Syarat berjalan dengan alat Bantu (1) Otot-otot lengan
harus kuat, (2) Harus mempertahankan keseimbangan dalam posisi berdiri dengan
alat bantu, (3) Bisa berdiri lama minimal 15 menit.(Tidys, 1961).
Pentalaksanaan dengan konservatif dan operatif
1. Cara konservatif
12

Dilakukan pada anak-anak dan remaja dimana masih memugkinkan terjadinya


pertumbuhan tulang panjang . Selain itu, dilakukan karena adanya infeksi atau
diperkirakan dapat terjadi infeksi. Tindakan yang dilakukan adalah gips dan traksi
a. Gips
Gips yang ideal adalah yang membungkus tubuh sesuai dengan bentuk tubuh
Indikasi pemasangan gips adalah:
1. Perlu immobilisasi dan penyangga fraktur
2. Mengistirahatkan dan stabilisasi bagian tubuh yang fraktur
3. Koreksi deformitas
4. Mengurangi aktifitas bagian tubuh yang fraktur
5. Membuat cetakan tubuh yang orthotik
Sedangkan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemasangan gips adalah:
1. Gips yang pas tidak akan menimbulkan perlukaan
2. Gips patah tidak bias digunakan
3. Gips yang terlalu longgar atau terlalu kecil sangat membahayakan klien
4. Jangan merusak/menekan gips
5. Jangan pernah memasukkan benda asing ke dalam gips/menggaruk
6. Jangan meletakkan gips lebih rendah dari tubuh terlalu lama
b. Traksi
Secara umum traksi dilakukan dengan menempatkan beban dengan tali pada
ekstremitas pasien. Tempat tarikan disesuaikan sedemikian rupa sehingga arah
tarikan segaris dengan sumbu panjang tulang yang patah. Tujuan penggunaan traksi
mekanik adalah perbaikan dislokasi, mengurangi fraktur, dan pada keadaan
emergensi. Traksi mekanik ada 2 macam:
1. Traksi kulit (skin traction)
Dipasang pada dasar system skeletal untuk struktur yang lain missal otot.
Digunakan dalam waktu 4 minggu dan beban 5 kg.
2. Traksi skeletal
Merupakan traksi definitif pada orang dewasa yang merupakan balanced traction.
Dilakukan untuk menyempurnakan luka operasi dengan kawat metal/ penjepit
melaului tulang/ jaringan metal.
Kegunaan pemasangan traksi, antara lain:
13

1. Mengurangi nyeri akibat spasme otot


2. Memperbaiki dan mencegah deformitas
3. Immobilisasi
4. Difraksi penyakit (dengan penekanan untuk nyeri tulang sendi)
5. Menegencangkan pada perlekatannya

2. Operatif
Pada saat ini metode penatalaksanaan yang paling banyak keunggulannya mungkin
adalah pembedahan. Metode perawatan ini disebut fiksasi interna dan reduksi
terbuka. Pada umumnya insisi dilakukan pada tempat yang mengalami cedera dan
diteruskan sepanjang bidang anatomic menuju tempat yang mengalami fraktur.
Hematoma fraktur kemudian direposisi dengan tangan agar menghasilkan posisi
yang sudah normal kembali. Sesudah direduksi, fragmen-fragmen tulang ini
dipertahankan dengan alat-alat ortopedik berupa pen, sekrup, pelat, dan paku.
Keuntungan perawatan fraktur dengan pembedahan antara lain;
1. Ketelitian reposisi fragmen tulang yang patah
2. Kesempatan untuk memeriksa pembuluh darah dan saraf yang berada di
dekatnya
3. Dapat mencapai stabilitas fiksasiyang cukup memadai
4. Tidak perlu memasang gips dan alat-alat stabilisasi yag lain
5. Perawatan di RS dapat ditekan seminimal mungkin, terutama pada kasus-kasus
yang tanpa komplikasi dan dengan kemampuan mempertahankan fungsi sendi
dan fungsi otot hamper normal selama penatalaksanaan dijalankan.
14

DAFTAR PUSTAKA

Black, J.M, et al, 1995. Luckman and Sorensens. Medikal Nursing : A Nursing Process
Approach, 4 th Edition, W.B. Saunder Company
Carpenito, Lynda Juall. 1999. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan. EGC,
Jakarta
Henderson, M.A, 2002. Ilmu Bedah untuk Perawat, Yayasan Essentia Medika,
Yogyakarta
Hudak and Gallo, 1994. Keperawatan Kritis, Volume I EGC, Jakarta
Mansjoer, Arif, et al, 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid II, Medika Aesculapius
FKUI. Jakarta
Oswari, E, 1993. Bedah dan Perawatannya, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Price, Evelyn C, 1997. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis, Gramedia, Jakarta
Reksoprodjo, Soelarto, 2010. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah FKUI/RSCM, Binarupa
Aksara, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai