Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pneumonia merupakan penyakit yang menjadi masalah kesehatan utama pada
anak di berbagai negara terutama di negara berkembang termasuk di Indonesia.
Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak berusia di
bawah lima tahun. Menurut laporan Badan Kesehatan Dunia (World Health
Organization) hampir 1 dari 5 balita di negara berkembang meninggal karena
pneumonia. Di Indonesia, pneumonia merupakan penyebab kematian nomor tiga
setelah kardiovaskuler dan tuberkulosis.
Faktor sosial ekonomi yang rendah mempertinggi angka kematian. Terdapat
berbagai faktor risiko yang menyebabkan tingginya angka mortalitas pneumonia pada
anak balita di negara berkembang. Faktor risiko tersebut adalah pneumonia yang
terjadi pada masa bayi, berat badan lahir rendah (BBLR), tidak mendapat imunisasi,
tidak mendapat ASI yang adekuat, malnutrisi, defisiensi vitamin A, tingginya
prevalensi kolonisasi bakteri patogen di nasofaring, dan tingginya pajanan terhadap
polusi udara.1
Pneumonia dalam arti umum adalah peradangan parenkim paru yang
disebabkan oleh mikroorganisme, bakteri, virus, jamur, parasit, namun pneumonia
juga dapat disebabkan oleh penyebab lain selain mikroorganisme (fisik, kimiawi,
alergi) sering disebut sebagai pneumonitis.
Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru
(alveoli). Pneumonia merupakan proses konsolidasi rongga udara akibat rongga udara
1,4
alveolar terisi dengan eksudat inflamatori yang disebabkan oleh adanya infeksi.
Juga bisa didefinisikan peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari
bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta
menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat. Serta
menimbulkan angka kesakitan yang tinggi, dengan gejala-gejala batuk, demam, dan
sesak nafas.
Klasifikasi pneumonia dapat berdasarkan klinis dan epidemiologinya,
etiologinya, dan predileksi infeksi. Secara klinis dan epidemiologinya pneumonia
dapat diklasifikasikan sebagai pneumonia komuniti, pneumonia nosokomial,
pneumonia aspirasi, dan pneumonia pada penderita immunocompromised. Secara
etiologi dapat dibedakan atas pneumonia tipikal (bakteri), pneumonia atipikal,
pneumonia virus, dan pneumonia jamur. Sedangkan menurut predileksi infeksinya
diklasifikasikan sebagai pneumonia lobaris, pneumonia lobularis (bronkopneumonia),
dan pneumonia interstisial. Pembagian dibuat untuk memudahkan dalam menentukan
kemungkinan jenis mikroorganisme penyebabnya. 1,3,6
Identifikasi pneumonia dengan modalitas radiologi akan memberikan
gambaran yang sangat bervariasi mengingat pneumonia memiliki banyak penyebab.
Modalitas yang dapat digunakan saat ini berupa foto konvensional X-Ray Thorax,
High Resolution CT-Scan Thorax. Selain itu pemeriksaan lain seperti laboratorium,
dan diagnostik intervensional lainnya juga dapat digunakan untuk menujang
diagnosis pneumonia. 7

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

ANATOMI
Paru-paru normal bersifat ringan, lunak dan menyerupai spons. paru kiri dan
kanan terpisah oleh jantung dan pembuluh besar dalam mediastinum medius. Paru-paru
berhubungan dengan jantung dan trakhea melalui struktur dalam radix pulmonis. Radix
pulmonis adalah daerah peralihan pleura visceralis ke pleura parietalis yang
menghubungkan facies mediastinalis paru-paru dengan jantung dan trakea.
Hilum pulmonis berisi bronchus principalis, pembuluh pulmonal, pembuluh
bronkial, pembuluh limfe, dan saraf yang menuju ke paru-paru atau sebaliknya.
Fissura horizontalis dan fissura oblique pada pleura visceralis membagi paru-paru
menjadi lobus-lobus. Paru kanan terbagi menjadi 3 lobus yaitu lobus superior, lobus
medius, dan lobus inferior. Sedangkan paru kiri terbagi menjadi 2 lobus yaitu lobus
superior dan lobus inferior. Setiap lobus terdiri dari beberapa segmen.

Gambar 1. Anatomi Paru

3
Gambar 2. Setiap segmen dari lobus paru

Masing-masing paru mempunyai puncak (apex), tiga permukaan (facies costalis,


facies mediastinalis, facies diafragmatica), dan tiga tepi (margo anterior, margo inferior,
margo posterior).

Gambar 3. Gambaran Radiologis Thorax

Pembuluh Darah Paru-paru

Masing-masing paru memperoleh pendarahan dari satu arteri pulmonalis yang


besar dan dua vena pulmonalis. Arteri pulmonalis dextra dan arteri pulmonalis sinistra

4
berasal dari satu truncus pulmonalis setinggi angulus sterni dan mengantar darah yang
miskin oksigen ke paru-paru untuk oksigenasi. Arteri pulmonalis melintas ke radix
pulmonis dexter dan radix pulmonis sinister sebelum memasuki hilum pulmonis.

Vena pulmonalis mengantar darah yang kaya akan oksigen dari paru-paru ke
atrium sinistra jantung. vena pulmonalis menerima darah dari : bagian respiratorius paru,
pleura visceralis, cabang-cabang bronkus.

Gambar 4. Pembuluh Darah Paru-Paru

5
6
DEFINISI
Pneumonia adalah peradangan parenkim paru dimana asinus terisi oleh cairan
radang, dengan atau tanpa disertai infiltrasi dari sel radang ke dalam interstitium.
Terjadinya pnemonia pada anak seringkali bersamaan dengan proses infeksi akut pada
bronkus (biasa disebut bronchopneumonia).
Secara klinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yang
disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit). Peneumonia yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk, sedangkan keradangan paru
yang disebabkan oleh penyebab non infeksi (bahan kimia, radiasi, obat-obatan dan lain-
lain) lazimnya disebut pneumonitis.

EPIDEMIOLOGI
Kejadian pneumonia nosokomial (hospital-acquired) di ICU lebih sering daripada
pneumonia nosokomial (hospital-acquired) di ruangan umum, yaitu dijumpai pada
hampir 25% dari semua infeksi di ICU, dan 90% terjadi pada saat ventilasi mekanik.1
Pneumonia semakin sering dijumpai pada orang-orang lanjut usia (lansia) dan
seirng terjadi pada penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Juga dapat terjadi pada
pasien dengan penyakit lain seperti diabetes mellitus (DM), payah jantung, penyakit
arteri koroner. Juga adanya tindakan infasive seperti infuse, intubasi, traekostomi, atau
pemasangan ventilator. Perlu diteliti faktor lingkungan khususnya tempat kediaman
misalnya di rumah jompo atau panti, penggunaan antibiotik, obat suntik IV, serta keadaan
alkoholik yang meningkatkan kemungkinan terinfeksi kuman gram negative. Pasien-
pasien pneumonia komunitas juga dapat terinfeksi oleh berbagai jenis patogen yang baru.
1,8

ETIOLOGI
Etiologi pneumonia berbeda-beda pada berbagai tipe dari pneumonia, dan hal ini
berdampak kepada obat yang akan diberikan. Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai
macam mikroorganisme, yaitu bakteri, virus, jamur dan protozoa. Dari kepustakaan
pneumonia komuniti (community-acquired) yang diderita oleh masyarakat luar negeri
banyak disebabkan bakteri Gram positif, sedangkan pneumonia di rumah sakit
(nosokomial-acquired) banyak disebabkan bakteri Gram negatif sedangkan pneumonia
aspirasi banyak disebabkan oleh bakteri anaerob. Akhir-akhir ini laporan dari beberapa

7
kota di Indonesia menunjukkan bahwa bakteri yang ditemukan dari pemeriksaan dahak
penderita pneumonia komuniti adalah bakteri Gram negatif. 1,2

Tabel 1. Penyebab paling sering pneumonia yang di dapat di masyarakat


(komunitas) dan nosokomial (rumah sakit)3

Lokasi Sumber Penyebab


Masyarakat (community- Streptococcus pneumoniae
acquired) Mycoplasma pneumoniae
Haemophilus pneumoniae
Chlamydia pneumoniae
Rumah sakit (hospital-acquired) Basil usus gram negatif (misal,
Escherchia coli, Klebisiella pneumonia)
Pseudomonas aeruginosa
Staphylococcus aureus

PATOFISIOLOGI
Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan mikroornagisme di paru.
Keadaan ini disebabkan oleh mekanisme pertahanan paru. Apabila terjadi
ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dapat berkembang biak dan
menimbulkan penyakit. Resiko infeksi di paru sangat tergantung pada kemampuan
mikroorganisme untuk sampai dan merusak permukaan epitel saluran napas. Ada
beberapa cara mikroorganisme mencapai permukaan :
Inokulasi langsung
Penyebaran melalui pembuluh darah
Inhalasi bahan aerosol
Kolonisasi dipermukaan mukosa
Dari keempat cara tersebut diatas yang terbanyak adalah secara kolonisasi. Secara
inhalasi terjadi pada infeksi virus, mikroorganisme atipikal, mikrobakteria atau jamur.
Kebanyakan bakteri dengan ukuran 0,5 -2,0 mm melalui udara dapat mencapai bronkus
terminal atau alveoli dan selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila terjadi kolonisasi pada
saluran napas atas (hidung, orofaring) kemudian terjadi aspirasi ke saluran napas bawah

8
dan terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini merupakan permulaan infeksi dari sebagian
besar infeksi paru.2
Setelah mikroba samapai ke saluran napas bawah, maka ada empat rute masuknya
mikroba tersebut ke dalam saluran napas bagian bawah yaitu :
Aspirasi, merupakan rute terbanyak pada kasus-kasus tertentu seperti kasus
neurologis dan usia lanjut
Inhalasi, misalnya kontaminasi pada alat-alat bantu napas yang digunakan pasien
Hematogenik
Penyebaran langsung
Terjadi infeksi dalam alveoli, membran paru mengalami peradangan dan
berlubang-lubang sehingga cairan dan bahkan sel darah merah dan sel darah putih keluar
dari pembuluh darah masuk ke dalam alveoli. Dengan demikian, alveoli yang terinfeksi
disebarkan oleh perpindahan bakteri dari alveolus ke alveolus. Lobus bagian bawah paru
paling sering terkena karena mikroorganisme penyebab yang paling sering adalah bakteri
anaerob sehingga oksigenasi berkurang atau tidak terlalu dibutuhkan, disamping itu juga
karena efek gravitasi. 5,3,14
Adapun cara terjadinya penularan berkaitan dengan jenis kuman, misalnya infeksi
melalui droplet sering disebabkan Streptococcus pneumoniae, melalui selang infus oleh
Staphylococcus aureus sedangkan infeksi pada pemakaian ventilator oleh Pseudomonas
aeruginosa dan Enterobacter.1
Faktor resiko yang berkaitan dengan pneumonia yang disebabkan oleh
mikroorganisme adalah usia lanjut, penyakit jantung, alkoholisme, diabetes melitus,
penggunaan ventilator mekanik, PPOK, immune defect, serta terapi khusus. 6

KLASIFIKASI
Berdasarkan klinis dan epidemiologi
- Pneumonia komuniti (Community-acquired pneumonia = CAP)
- Penumonia nosokomial (Hospital-acquired Pneumonia = HAP)
- Pneumonia pada penderita immunocompromised Host
- Pneumonia aspirasi
Berdasarkan lokasi infeksi

9
- Pneumonia lobaris
Sering disebabkan aspirasi benda asing atau oleh infeksi bakteri
(Staphylococcus), jarang pada bayi dan orang tua. Pneumonia yang terjadi pada
satu lobus atau segmen kemungkinan sekunder disebabkan oleh obstruksi bronkus
misalnya pada aspirasi benda asing atau proses keganasan. Pada gambaran
radiologis, terlihat gambaran gabungan konsolidasi berdensitas tinggi pada satu
segmen/lobus atau bercak yang mengikutsertakan alveoli yang tersebar. Air
bronchogram adalah udara yang terdapat pada percabangan bronchus, yang
dikelilingi oleh bayangan opak rongga udara. Ketika terlihat adanya
bronchogram, hal ini bersifat diagnostik untuk pneumonia lobaris.
- Bronko pneumonia (Pneumonia lobularis)
Inflamasi paru-paru biasanya dimulai di bronkiolus terminalis. Bronkiolus
terminalis menjadi tersumbat dengan eksudat mukopurulen membentuk bercak-
bercak konsolidasi di lobulus yang bersebelahan. Penyakit ini seringnya bersifat
sekunder, mengikuti infeksi dari saluran nafas atas, demam pada infeksi spesifik
dan penyakit yang melemahkan sistem pertahanan tubuh. Pada bayi dan orang-
orang yang lemah, Pneumonia dapat muncul sebagai infeksi primer.
- Pneumonia interstisial
Terutama pada jaringan penyangga, yaitu interstitial dinding bronkus dan
peribronkil. Peradangan dapat ditemumkan pada infeksi virus dan mycoplasma.
Terjadi edema dinding bronkioli dan juga edema jaringan interstisial prebronkial.
Radiologis berupa bayangan udara pada alveolus masih terlihat, diliputi
perselubungan yang tidak merata.

GEJALA KLINIS
Gejala-gejala pneumonia serupa untuk semua jenis pneumonia. Gejala-gejala
meliputi:
Demam dan menggigil akibat proses peradangan
Batuk yang sering produktif dan purulen walaupun dapat juga non produktif
Sputum berwarna merah karat atau kehijauan dengan bau khas
Sesak, berkeringat, nyeri dada
Rasa lelah akibat reaksi peradangan dan hipoksia apabila infeksinya serius
Gambaran klinis biasanya didahului oleh infeksi saluran napas akut bagian atas
selama beberapa hari, kemudian diikuti dengan demam, menggigil, suhu tubuh kadang-

10
kadang melebihi 400C, sakit tenggorokan, nyeri otot dan sendi. Juga disertai batuk,
dengan sputum mukoid atau purulen, kadang-kadang berdarah. 8,15

DIAGNOSIS
Seringkali bentuk pneumonia mirip meskipun disebabkan oleh kuman yang
berbeda. Diagnosis pneumonia didasarkan kepada riwayat penyakit yang lengkap,
pemeriksaan fisis yang teliti, dan pemeriksaan penunjang.
Anamnesis
Ditujukan untuk mengetahui kemungkinan kuman penyebab yang berhubungan
dengan faktor infeksi.
Evaluasi faktor pasien/predisposisi, misal PPOK (Haemophilus influenzae),
penurunan imunitas (kuman gram negatif), kejang/tidak sadar (aspirasi gram
negatif)
Bedakan lokasi infeksi, misal pneumoni komunitas (Stretococcus pneumoniae,
Haemophilus influenzae, Mycoplasma pneumoniae)
Usia pasien, misal bayi (virus), muda (Mycoplasma pneumoniae), dewasa
(Streptococcus pneumoniae)
Onset time, misal cepat akut dengan rusty coloured sputum (Streptococcus
pneumoniae), perlahan dengan batuk dahak sedikit (Mycoplasma
pneumoniae).6

Pemeriksaan Fisik
Berikut beberapa gejala klinis yang mengarah pada tipe kuman
penyebab/patogenitas kuman dan tingkat berat penyakit.
Gejala yang tiba-tiba muncul dan langsung berat (Streptococcus pneumoniae,
Haemophilus influenzae, Staphylococcus aureus, Yersinia pestis)
Gejala yang timbulnya lambat (pneuomonia atipikal, Klebsiella pneumonia,
Pseudomonas aeruginosa, Enterobactericiae)
Gejala yang dialami pasien, misal nyeri pleuritik difus (Mycoplasma
pneumoniae), nyeri pleuritik tusuk (Streptococcus pneumoniae), coryza (virus),
red currentjelly seperti batu bata (Klebsiella pneumonia), sputum berbau busuk
(pneumonia aspirasi, infeksi anaerob)

11
Gejala intestinal, mual, muntah, diare, nyeri abdomen (Legionella pneumoniae)
Tampak bagian dada yang sakit tertinggal sewaktu bernafas dengan suara napas
bronchial kadang-kadang melemah
Didapatkan ronkhi halus, yang kemudian menjadi ronkhi basah kasar pada
stadium resolusi. 5,6,8,15

Pemeriksaan Radiologi
Pada foto konvensional, secara umum tidak mungkin mendiagnosis suatu agen
penyebab infeksi dari jenis bayangannya saja. Sehingga dibutuhkan keterangan klinis,
laboratoris seperti jumlah leukosit dan hitung jenis. Oleh karena itu pada dasarnya
semua pemeriksaan saling melengkapi dan saling membantu dalam menegakkan suatu
diagnosis. 16,18
American Thoracic Society merekomendasikan posisi PA (posteroanterior) dan
lateral (jika dibutuhkan) sebagai modalitas utama yang digunakan untuk melihat
adanya pneumonia. Gambaran pneumonia pada foto thorax sebenarnya sama seperti
gambaran konsolidasi radang. Prinsipnya jika udara dalam alveoli digantikan oleh
eksudat radang, maka bagian paru tersebut akan tampak lebih opaq pada foto
Roentgen. Jika kelainan ini melibatkan sebagian atau seluruh lobus disebut lobaris
pneumoniae, sedangkan jika berupa bercak yang mengikutsertakan alveoli secara
tersebar maka disebut bronchopneumoniae. 16,19
Adapun gambaran radiologis foto thorax pada pneumonia secara umum antara
lain: 16-19
Perselubungan padat homogen atau inhomogen
Batas tidak tegas, kecuali jika mengenai 1 segmen lobus
Volume paru tidak berubah, tidak seperti atelektasis dimana paru mengecil.
Tidak tampak deviasi trachea/ septum/ fissure atau seperti pada atelektasis.

a. Air bronchogram sign adalah bayangan udara yang terdapat di dalam

12
Gambar 5. Air bronchogram sign pada foto thorax dan CT scan.

percabangan bronkus yang dikelilingi oleh bayangan opaq rongga udara yang
akan tampak jelas jika udara tersebut tergantikan oleh cairan/eksudat akibat
proses inflamasi. Pada saat kondisi seperti itulah, maka dikatakan air
bronchogram sign positif (+) 4,19,20

b. Sillhoute sign adalah suatu tanda adanya dua bayangan benda (objek) yang berada
dalam satu bidang seakan tumpang tindih. Tanda ini bermanfaat untuk
menentukan letak lesi paru ; jika batas lesi dengan jantung hilang, berarti lesi
tersebut berdampingan dengan jantung atau di lobus medius kanan. Maka akan
disebut sebagai sillhoute sign (+).4,22

Gambar 6. Sillhoute sign

I. Pneumonia Lobaris

13
Berikut ilustrasi progresifitas konsolidasi pada pneumonia lobaris :

Gambar 7. Pneumonia
Lobaris 19

Pada gambar (A) memperlihatkan bahwa konsolidasi awalnya cenderung terjadi


di daerah paru dekat dengan pleura visceral dan lama kelamaan akan menyebar secara
sentripetal menuju ke pori-pori kohn (pore of kohn) yang selanjutnya akan membentuk
konsolidasi pada satu segmen (B), lalu daerah yang mengalami konsolidasi tersebut
sampai mengisi 1 lobus parenkim paru sehingga pada derah bronkus yang terkena akan
tampak dengan jelas air bronchogram sign (+).19

Gambar 8. Pneumonia Lobaris Pada posisi PA dan lateral tersebut tampak


perselubungan homogen pada lobus paru kanan tengah dengan tepi yang tegas. Lapangan
paru lainnya masih tampak normal. Cor, sinus,diafragma tidak tampak kelainan.
Pnemonia lobaris ini paling sering disebabkan oleh Strep. Pneumonia 19,21

14
Gambar 9. CT-scan thorax resolusi tinggi dengan memperlihatkan adanya
perselubungan di lobus atas paru kanan. Tampak air brochogram sign sepanjang bronkus
lobus atas paru kanan dan gambaran ground glass di tepi perselubungan dan paru normal.
(19)

Gambar diatas, menunjukkan foto High resolution CT-scan sangat baik


digunakan untuk melihat gambaran pola dan distribusi pneumonia dibandingkan dengan
foto konvensional seperti X-ray. Namun jarang digunakan untuk mengevaluasi pasien
yang curiga atau dipastikan pneumonia. Akan tetapi, CT-scan merupakan pilihan yang
direkomendasikan untuk menilai adanya kelainan non spesifik yang tidak di temukan
pada foto konvensional.19
II. Pneumonia Lobularis (Bronkopneumonia)
Gambaran radiologi bronkopneumonia bercak berawan, batas tidak tegas,
konsolidasi dapat berupa lobular, subsegmental, atau segmental. Khas biasanya
menyerang beberapa lobus, hal ini yang membedakan dengan pneumonia lobaris. Lokasi
predileksi bronkopneumonia biasanya hanya terjadi di lapangan paru tengah dan bawah.
4,19,21

Pada gambar (A) di bawah ini memperlihatkan bahwa mikroorganisme awalnya


menyerang bronkiolus yang lebih besar sehingga mengakibatkan nodul sentrilobuler dan
gambaran cabang bronkus yang berdensitas opaq (tree-in-bud pattern). Lalu proses
konsolidasi yang terjadi akan mengenai daerah peribronkhial dan akan berkembang
menjadi lobular, subsegmental, atau segmental (B). Selanjutnya proses konsolidasi
tersebut bisa terjadi multifocal, tepi tidak rata, corakan bronkovaskular kasar akibat
dinding cabang bronkus menjadi lebih tebal, namun perselubungan yang terjadi biasanya
tidak melebihi batas segmen (C) 19

15
Gambar 10. Bentuk
ilustrasi progresifitas
konsolidasi pada bronkopneumonia19

Gambar 11. Pada foto thorax posisi PA tersebut tampa perselubungan inhomogen pada
lobus medius di kedua lapangan paru. Bronchopneumonia ini sering disebabkan oleh
Staphylococcus aureus Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa. (19)

16
Gambar 12. Gambaran CT-scan thorax memprlihatkan adanya nodul sentrilobular (panah
lurus), perselubungan di daerah lobus yang disertai dengan gambaran ground-glass
opacity (panah lengkung).19

Gambar 13. Kadang-kadang, pneumonia dapat meluas menjadi pneumonia necrosis


(necrotizing pneumonia). Tampak adanya perselubungan di lobus paru kanan atas dan
lobus paru kiri bawah. Tampak bulging fissure sign di lobus paru kanan atas.(19)

III. Pneumonia Interstisial


Umumnya jenis pneumonia intersisial ini disebabkan oleh virus. Infeksi dari virus
berawal dari permukaan dengan terjadinya kerusakan silia sel goblet dan kelenjar mukus
bronkioli, sehingga dinding bronkioli menjadi edematous. Juga terjadi edema di jaringan
interstisial peribronkial. Kadang-kadang alveolus terisi cairan edema. Pneumonia
interstisial dapat juga dikatakan sebagai pneumonia fokal/difus, di mana terjadi infiltrasi
edema dan sel-sel radang terhadap jaringan interstisial paru. Septum alveolus berisi
infiltrat limfosit, histiosit, sel plasma dan neutrofil. Dapat timbul pleuritis apabila
peradangan mengenai pleura viseral.17

17
Gambar 13. Pada fase akut tampak gambaran bronchial cuffing, yaitu penebalan dan
edema dinding bronkiolus. Corakan bronkovaskular meningkat, hiperaerasi, bercak-
bercak inifiltrat dan efusi pleura juga dapat ditemukan. 17,19
\

IV. Pneumonia Cystis Carinii


Di negara berkembang, pola penyakit pneumonia ini sering dipersulit dengan
adanya imunosupresi akibat infeksi human immunodeficiency virus (HIV). Pola ini sulit
dikenali, namun petunjuknya adalah pembuluh darah paru tampak tidak berbatas tegas
atau kabur dan paru tampak sedikit opaq. Tidak ditemukan adanya air brochogram
sign. Pola ini sering ditemukan pada infeksi pneumonia Pneumocystis carinii yang
diderita oleh pasien dengan imunosupresi terutama akibat AIDS, infeksi mikoplasma dan
infeksi virus.4

18
Gambar 14. Foto Thorax Pneumocystis carinii

Gambaran radiologi x-ray :


- Bayangan ground-glass opak yang bilateral simetris atau pola reticulonodular
- Utamanya cenderung mengisi daerah perihiler
- Namun dapat juga meluas ke daerah ata dan bawah paru.4,20

Gambar 15. Gambaran CT Scan Pneumocystis carinii

Gambaran radiologi CT-scan Thorax :


- Bayangan ground-glass opak yang bilateral simetris

19
- Terkadang tidak rata dan menyebar. 20

V. Pneumonia Aspirasi
Pneumonia aspirasi adalah masuknya benda atau zat asing, padat atau cair ke
dalam saluran pernafasan, inhalasi uap atau asap. Pneumonia ini biasanya juga
disebabkan oleh adanya flora orofaring normal yang teraspirasi ke dalam saluran napas.

Gambar 16. Pada foto thorax menunjukkan tampak perselubungan homogen


bilateral di kedua lapangan paru yang disertai dengan adanya endotracheal di atas carina.
Kasus tersebut adalah seorang pria usia 29 tahun, dengan riwayat cerebral palsy dan
gangguan neurologis, di bawa ke rumah sakit dengan kesadaran menurun.22

2. Pemeriksaan Laboratorium
Leukositosis umumnya menandai adanya infeksi bakteri. Leukosit normal/rendah dapat
disebabkan oleh infeksi virus/mikooplasma atau pada infeksi yang berat sehingga tidak

20
terjadi respon leukosit. Leukopenia menunjukkan depresi imunitas, misalnya neutropenia
pada infeksi kuman gram negative. 1,8

3. Pemeriksaan Bakteriologis
Bahan berasal dari sputum, darah, aspirasi nasotrakeal, bronkoskopi. Kuman yang
predominan pada sputum yang disertai PMN yang kemungkinan merupakan penyebab
infeksi. Kultur kuman merupakan pemeriksaan utama pra terapi dan bermanfaat untuk
evaluasi terapi selanjutnya.1,8
Diagnosis pneumonia komuniti didapatkan dari anamnesis, gejala klinis pemeriksaan
fisis, foto toraks dan labolatorium. Diagnosis pasti pneumonia komuniti ditegakkan jika
pada foto toraks terdapat infiltrat baru atau infiltrat progresif ditambah dengan 2 atau lebih
gejala di bawah ini 2 :
a. Batuk-batuk bertambah
b. Perubahan karakteristik dahak / purulen
c. Suhu tubuh > 38oC (aksila) / riwayat demam
d. Pemeriksaan fisis : ditemukan tanda-tanda konsolidasi, suara napas bronkial dan
ronki
e. Leukosit > 10.000 atau < 4500
Sedangkan Menurut kriteria dari The Centers for Disease Control (CDC-Atlanta),
diagnosis pneumonia nosokomial adalah sebagai berikut 5,15 :

a. Onset pneumonia yang terjadi 48 jam setelah dirawat di rumah sakit dan
menyingkirkan semua infeksi yang inkubasinya terjadi pada waktu masuk rumah
sakit
b. Diagnosis pneumonia nosokomial ditegakkan atas dasar :
- Foto toraks : terdapat infiltrat baru atau progresif
- Ditambah 2 diantara kriteria berikut: suhu tubuh > 38 oC , sekret purulen dan
leukositosis 5,15
PENATALAKSANAAN

Pengobatan terdiri atas antibiotik dan pengobatan suportif. Pemberian antibiotik pada

penderita pneumonia sebaiknya berdasarkan data mikroorganisme dan hasil uji kepekaannya,

akan tetapi karena beberapa alasan yaitu : 2

21
1. Penyakit yang berat dapat mengancam jiwa
2. Bakteri patogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai penyebab

pneumonia.
3. Hasil pembiakan bakteri memerlukan waktu.

Maka pada penderita pneumonia dapat diberikan terapi secara empiris. Secara

umum pemilihan antibiotik berdasarkan baktri penyebab pneumonia dapat dilihat sebagai

berikut :

Tabel 2. Terapi Empirik Antibiotik Awal Untuk Pneumonia Nosokomial atau


Pneumonia Berhubungan Dengan Ventilator yang Tidak Disertai Faktro Resiko
Untuk Patogen Resisten Jamak, Onset Dini pada Semua Tingkat Berat Sakit

Patogen Potensial Antibiotik yang Disarankan


Streptococcus pneumonia Seftriaxon, Levofloksasin,
Haemophilus influenza Moksifloksasin, atau
Bakteri gram (-) sensitif antibiotic : Ciprofloksasin
Escherichia coli (Klebsiella Ampisilin/sulbaktam atau
pneumonia, Enterobacter spp., Serratia Ertapenem
marcescens)
Catatan : Karena Streptococcus pneumonia yang resisten penisilin semakin sering
terjadi maka, levofloksasin, moksifloksasin lebih dianjurkan. 1,2

Terapi suportif dapat berupa :

1. Terapi O2 untuk mencapai PaO2 80-100 mmHg atau saturasi 95-96% berdasarkan

pemeriksaan analisis gas darah


2. Fisioterapi dada untuk pengeluaran dahak, khususnya anjuran untuk batuk dan napas

dalam.
3. Pengaturan Cairan. Keutuhan kapiler paru sering terganggu pada pneumonia, dan paru

lebih sensitive pada pembebanan cairan terutama bila terdapat pneumonia bilateral.

Pemberian cairan pada pasien harus diatur dnegan baik, termasuk pada keadaan gangguan

22
sirkulasi dan gagal ginjal. Overhidrasi untuk maksud mengencerkan dahak tidak

diperkenankan.
4. Bila terdapat gagal napas , diberikan nutrisi dari lemak (50%) hingga dapat dihindari

produksi CO2 yang berlebihan. 1

PROGNOSIS DAN KOMPLIKASI

Pada umumnya prognosisnya adalah baik, tergantung dari faktor penderita,

bakteri penyebab dan penggunaan antibiotik yang tepat serta adekuat. Perawatan yang

baik dan intensif sangat mempengaruhi prognosis penyakit pada penderita yang dirawat.

Komplikasi yang dapat terjadi adalah pneumonia ekstrapulmoner, misalnya pada

pneumonia pneumokokkus dengan bakteremia dijumpai pada 10% kasus berupa

meningitis, arthritis, endokarditis, perikarditis, peritonitis, empiema.1,15

PENCEGAHAN

Untuk pneumonia komunitas (community-acquired), dapat dicegah dengan

pemberian vaksinasi pada penghuni rumah jompo atau rumah penampungan penyakit

kronik dan usia > 65 tahun, sedangkan pencegahan pada pneumonia nosokomial

(hospital-acquired) ditujukan kepada upaya program pengawasan dan pengontrolan

infeksi termasuk pendidikan staf pelaksana, pelaksanaan teknik isolasi, dan praktek

pengontrolan infeksi. Salah satau contoh tindakan pencegahannya yaitu berupa

pembatasan pemakaian selang nasogastrik atau endotrakeal atau pemakaian obat

sitoprotektif sebagai pengganti antagonis H2 dan antacid.1

23
24
DAFTAR PUSTAKA

1. Dahlan, Zul. Pneumonia. In: Sudoyo, Aru W dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Edisi Kelima. Jakarta: Interna Publishing. 2009; hal 2196-200, 2203-05
2. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pneumonia Komuniti. Pedoman Diagnosis
dan Penatalaksanaan di Indonesia. 2003; hal 2-6
3. Wilson, M Lorraine. Penyakit Pernapasan Restriktif. In: Price, Sylvia A., Wilson,
Lorraine M. Patofisiologi Edisi 6 Volume 2. Jakarta. Penerbit EGC. 2003; hal 804-806
4. Corr, Peter. Fot Thorax normal dan Infeksi Paru. In: Ramadhani, Dian.,
Dwijayanthi, Linda., Dharmawan, Didiek. Mengenali Pola Foto-Foto Diagnostik (terjemahan
dari Patterm Recognation in Diagnostic Imaging). Jakarta: Penerbit EGC. 2010; hal 28, 33-5
5. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pneumonia Nosokomial. Pedoman
Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. 2003; hal 2-5
6. Djojodibroto, Darmanto. Respirologi (Respiratory Medicine). Jakarta. Penerbit
EGC. 2007; hal 136-142
7. Kasper L, Dennis et all. Pneumonia in Harrisons Principles of Internal Medicine
17th Edition. United States of America: McGraww Hill Companies, Inc. 2008; Chapter 251
8. Wilson, Walter R., Sande, Mele A. Tracheobronchitis and Lower Respiratory
Tract Infections. In: Wilson, Walter R et all. Current Diagnosis and Treatment in Infectious
Disease. United States of America: McGraww Hill Companies, Inc. 2001; Part 10
9. Ellis, Harold. Clinical Anatomy. USA. BlackWell Publishing. 2006; page 20, 23-4
10. Swartz, Mark H. Textbook of Physical Diagnosis. In: Effendi, Harjanto., Hartanto,
Huriawati. Buku Ajar Diagnostik. Jakarta. Penerbit EGC. 1995; hal 155-7
11. Waugh, Anne., Grant, Allison. Anatomy and Physiology in Health and Illness.
Ninth Edition. Spain. Elsevier Limited. 2004; page 248, 262-3
12. Fanz, Omar., Moffat, David. Anatomy at A Glance. UK. BlackWell Publishers
Company. 2002; page 15, 17
13. Gunderman B, Richard. Essential Radiology Second Edition. New York. Thieme
Medical Publishers. 2006; page 69,78
14. Guyton C, Arthur., Hall, John E. Textbook of medical Physiology. In: Setiawan,
Irawati. Fisiologi Kedokteran. Jakarta. EGC. 1997: hal 673-4

25
15. McPhee, Stephen J., Papapdokis, Maxine A. Current Medical Diagnosis and
Treatment. California. McGraw Hill. 2008; Part Pulmonology
16. Nurlela Budjang. Radang Paru Tidak Spesifik. In: Rasad, Sjahriar. Radiologi
Diagnostik. Edisi Kedua Jakarta. Balai Penerbit FK UI. 2009: hal 101
17. Sutarto, Ade Satriyani., Budyatmoko, Bambang., Darmiati, Sawitri. Radiologi
Anak. In: Rasad, Sjahriar. Radiologi Diagnostik. Edisi Kedua Jakarta. Balai Penerbit FK UI.
2009: hal 400-1
18. Patel, Pradip R. Radiologi Lecture Notes. Jakarta. EMS. 2009; hal 36-7
19. Muller, Nestar L., Franquet Tomas., Kyung Soo, Lee. Imaging of Pulmonary
Infections 1st edition. Lippincott Williams & Wilkins. 2007; Part Bacterial Pneumonia, page
21-8
20. Muller, Nestar L., Franquet Tomas., Kyung Soo, Lee. Imaging of Pulmonary
Infections 1st edition. Lippincott Williams & Wilkins. 2007; Part Immunocompromised Host,
page 161-2
21. Ketai, Loren., Lofgren, Richard., Mecholic, Andrew J. Fundamental of Chest
Radiology. Sceond Edition. Philadelphia: Elsevier, Inc. 2006; page 106-9, 110-1
22. Lee, Jaw. Aspiration of Imaging. In: Lin, Eugene C. Pneumonia. Available from
www.medscape.com updated May 25, 2016

26

Anda mungkin juga menyukai