Anda di halaman 1dari 4

RESUME

Nama : PRATIWI RUCHIMAH DHINI


NPP : 25.0518
Kelas : Kelas F1
Buku : PARTAI POLITIK DAN SISTEM PEMILIHAN UMUM DI
INDONESIA
Pengarang : Dr. Muhadam Labolo | Teguh Ilham, S.STP

BAB 3
PERKEMBANGAN PARTAI POLITIK DI INDONESIA

Partai politik merupakan salah lembaga politik yang tergabung dalam


Infrstruktur Politik. Dalam perkembangan partai politik di Indonesia terbagi
menjadi 3 masa, yakni masa Demokrasi Liberal dan Terpimpin/ Orde Lama, Orde
Baru dan Reformasi.
A. Partai Politik Masa Demokrasi Liberal dan Demokrasi Terpimpin
(Orde Lama)
Pada masa pemerintahan presiden pertama Indonesia yaksi
Presiden Soekarno dikenal adanya dua sistem pemerintahan yang
berbeda. Pertama, masa Demokrasi Liberal atau Sistem Parlementer dan
masa Demokrasi Termpin atau Sistem Presidensial. Dimana, kedua sistem
ini dikenal pada masa Orde Lama.
1. Partai Politik pada Masa Demokrasi Liberal
Pada masa Demokrasi Liberal Indonesia (1950-1959) menganut
sitem pemerintahan parlementer dengan sistem multipartai. Diana
pada masa ini, secara keseluruhan terdapat 29 partai poltik. Seirng
berkembangnnya zaman ternyata sistem multpartai ini tidak
menguntungkan negara. Banyaknya jumlah partai mengakibatkan
perpecahan golongan karena setiap partai lebih fokus terhadap upaya
mendapatkan kekuasaan bukan memperjuangkan aspirasi rakyat. Hal
ini menyebabkan ketidakstabilan politik yang berdampak pada jatuh
bangunnya kabinet karena kuatnya persaingan partai politik. Karena
pada masa itu Indonesia menganut sistem parlementer maka anggota
DPR dapat dengan mudah mengeluarkan mosi tidak percaya kepada
pemerintah sehingga umur kabinet tidak berlangsung lama.
Pada masa ini sudah terjadi tujuh kali pergantian kabinet, yakni :
a. Kabinet Natsir (September 1950-Maret 1951)
b. Kabinet Sukiman (April 1951-Februari 1952)
c. Kabinet Wilopo )April 1952-Juni 1953)
d. Kabinet Ali Sastromijoyo I (Juli 1953-Agustus 1955)
e. Kabinet Burhanuddin Harahap (Agustus 1955-Maret 1956)
f. Kabinet Ali Sastromijoyo II (Maret 1956-Maret 1957)
g. Kabinet Juanda (Maret 1957- Juli 1959)
Seringnya pergantian kabinet pada masa ini berdampak buruk
terhadap kepercayaan masyarakat melalui pemerintah daerah
terhadap pemerintah pusat. Seringkali tuntutan rakyat terabaikan
karena pemerintah pusat lebih fokus pada pergantian kabinet sehingga
ada diantara pemerintah daeah yang masyarakatnya sangat kecewa
dan muncullah gejala provinsialisme. Gejala ini kemudian berkembang
menjadi gerakan separatisme atau usaha memisahkan diri dari pusat
seperti PRRI dan Permesta.
Jika dikaitkan dengan sistem kepartaian ala Giovani Sartori, corak
sistem kepartaian saat itu cenderung kearah pluralisme ekstrem
karena jumlah parai dominanna lebih dari dua dan relasi partai ideologi
partai yang satu dengan yang lain lebih cenderung kearah sentrifugal.
Kemudian, berdasarkan klasifikasi kepartaian ketika itu, terdapat
empat ideologi yang melandasi dibentuknya partai di Indonesia, yaitu
agama, nasionalis, sosialis, dan komunis.
Pemilu pertama dilaksanakan pda tahun 1955 pada masa Kabinet
Burhanuddin Harahap. Pemilu pertama ini bertujuan untuk memilih
anggota DPR dan Konstituante. Walaupun pada pemilu pertama ini
berjalan dengan lancar dan demokratis, namun ternyata anggota
Konstituante gagal membentuk Undang-Undang dasar dan segala
krsisis politik pada saat itu terus berlarut-larut. Sehingga akhirnya,
presiden Soekarno mengeluarnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 mengenai
pembubaran Konstituante dan pengaktifan kembali UUD 1945.
2. Partai Politik pada Masa Demokrasi Terpimpin
Pada masa ini disebut juga masa Orde Lama. Menurut Miriam
Budiarjo masa ini ditandai dengan adanya dominansi Presiden,
terbatasnya peran partai politik, berkembangnya pengaruh komunis
dan meluasnya pengaruh ABRI. Partai politik pad masa ini sangat
terbatas ruang geraknya, tidak seperti masa Demokrasi Liberal. Melalui
Penpres pada tahun 1959 Presiden Soekarno memangkas jumlah partai
politik menjadi sepuluh partai politik, yang diantaranya adalah NU dan
PNI serta golongan komunis. Selain itu Soekarno juga menghapuskan
DPR hasil pemilu 1955 menjadi DPR GR (Dewan Perwakilan Rakyat
Gotong Royong) yang anggotanya diangkat langsung oleh Presiden.
Pada masa Demokrasi Terpimpin, kekuatan yang mendominasi
meliputi tiga unsur yakni Presiden, PKI dan TNI AD dengan konsep
NASAKOM (Nasionalis, Agama dan Komunis) yang menghendakai
berjalanya tiga ideologi yang berbeda secara berdampingan.
Terbatasnya ruang partai politik pada masa ini juga ditandai dengan
tidak terlaksannya pemil kedua yang seharusnya diselenggarakan pada
tahun 1960.
B. Partai Politik Masa Orde Baru
Pada masa Orde Baru (1966-1998), terbatasnya ruang bagi partai
politik karena kuasa Presiden pada saat itu membuat perubahan yang
signifikan terhada sistem pemerintahan Indonesia. Pada saat itu telah
terjadi pemberontakan G 30 S PKI yang menentang adanya konsep
NASAKOM, hingga akhirmya terbitlah Surat Perintah 11 Maret 1967
(SUPERSEMAR) yang menghasilkan pemindahan kekuasaan sebagai
Presiden dari Soekarno kepada Soeharto.Pada tahun 1973 jumlah partai
secara drastis yang semula multipartai dikurangi menjadi tiga partai
politik melalui fusi atau penggabungan partai politik. Pemerintah melalui
UU No. 3 Tahun 1973, menean jumlah partai yang awalnya cukup banyak
menjadi 3 kekuatan sosial poliik yang terdiri dari 2 partai politik yakni PPP
dan PDI serta 1 Golkar. Penataan tersebut menyebabkan partai politik
tidak mampu untuk menyalurkan aspirasi rakyat karena dominannya
peran pemerintah.Hal itu terlihat dari hasil pemilu selama Orde Baru
sebanyak enam kali pemilu yang selalu dimenangkan oleh Golkar, yang
merupakan partai pemerintah. Sedangkan, dua partai lainnya, yaitu PDI
dan PPP hanya dijadikan aksesosis demokrasi semata.

C. Partai Politik Masa Reformasi


Pada era Reformasi, partai politik seolah terlepas dari semua
belenggu yang mengekang selama ini. Rezim orde baru yang otoriter
kemudian berganti kepada rezim reformasi yang dmokratis. Presiden
pertama pada era Reformasi, yaitu B.J Habibie akhirnya menerapkan
kembali sistem multipartai. Selain itu, partai politik juga diperkenankan
untuk tidak harus menjadikan Pancasila sebagai ideologi partai.
Antusisame masyarakat dalam berpolitik waktu itusungguh luar biasa,
pada tahun 1999 tercatat sebanyak 141 partai politik dan 48 diantaranya
dinyatakan memenuhi syarat untuk dapat mengikuti Pemilu. Namun,
kondii partai politik pada masa ini tetap meninggalkan banyak catatan.
Salah satunya adalah masalah deideologi partai. Keasyikan partai politik
menghadapi pemilu membuat partai menjadi pragmatis dan secara
perlahan berubah menjadi partai catch-all dengan berusaha merangkul
semua basis pemilih. Menurut Giovanni Sartori keadaan sistem kepartaian
yang seperti ini dapat disebut sebagai proses depolarisasi yang pada
gilirannya akan mencapai suatu konsensus sistem multipolar yang
cederung bersifat sentrifugal.

Anda mungkin juga menyukai