Anda di halaman 1dari 29

EKPLORASI ENDAPAN NIKEL LATERIT PADA DAERAH

SOROWAKO SULAWESI SELATAN

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Tugas Mata Kuliah Teknik Pemerconto
Pada Program Studi Teknik Pertambangan Fakultas Teknik
Universitas Islam Bandung Tahun Ajaran 2016/2017

Disusun Oleh:
1. Anang Ma'arup (10070114094)
2. Kahfi Kautsar Aliansyah (10070114107)
Kelas : B

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2017 M / 1438 H

i
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.


Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat
dan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah mengenai
Eksplorasi Endapan Nikel Laterit Pada Daerah Sorowako, Sulawesi
Selatan tepat pada waktunya. Penulis meyadari bahwa makalah ini hanya
sebuah tulisan yang penyusunanya masih jauh dari sempurna. Tiada lain karena
keterbatasan pengetahuan serta tak sedikitnya hambatan dan kesulitan yang
dihadapi. Namun berkat usaha dan bantuan dari berbagai pihak, penulis akhirnya
dapat menyelesaikan penulisan makalah ini.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada para dosen yang telah
membimbing untuk penulisan makalah ini.
Selanjutnya, penulis memohon maaf apabila dalam penulisan makalah ini
masih banya kekurangannya. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan
kritik dari para pembaca. Semoga makalah ini dapat bermanfaat baik bagi
penulis secara khusus maupun bagi pembaca pada umumnya.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Bandung, Januri 2017

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................1
DAFTAR ISI.................................................................................................1
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1
1.1 Latar Belakang...................................................................................4
1.2 Maksud dan Tujuan............................................................................5
1.2.1 Maksud........................................................................................
1.2.2 Tujuan........................................................................................5

BAB II LANDASAN TEORI.........................................................................5


2.1 Sampling............................................................................................5
2.1.1 Pengertian Sampling..................................................................3
2.1.2 Tujuan Sampling........................................................................3
2.1.3 Metode Sampling.......................................................................4
2.1.4 Pola Sampling ...........................................................................8
2.2 Nikel Laterit........................................................................................8
2.2.1 Ganesa Nikel Laterit..................................................................8
2.2.2 Faktor-Faktor Pembentukan Bijih Nikel Laterit.........................10
2.3 Ekplorasi Nikel Laterit.......................................................................12
2.4 Metode Analisis Laboratorium..........................................................13
2.5 Penentuan Volume Bijih Nikel...........................................................14

BAB III KEGIATAN PENELITIAN..............................................................18


3.1 Lokasi Penelitian..............................................................................15
3.1.1 Letak Wilayah..........................................................................15
3.1.2 Geologi Regional.....................................................................15
3.2 Kegiatan Penelitian...........................................................................16

BAB IV PEMBAHASAN............................................................................18
4.1 Survei Geofisika...............................................................................18
4.2 Metode Sumur Uji.............................................................................20
4.3 Pengeboran......................................................................................21

BAB IV KESIMPULAN..............................................................................25

i
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Nikel merupakan unsur logam dengan simbol Ni dan nomor atom 28.
Karakteristik nikel yang tahan karat menjadikan komoditas logam ini sangat
dibutuhkan oleh peradaban modern yang banyak membutuhkan logam tahan
karat sebagai bahan baku dalam produksi. Dalam Kadar nikel tertinggi hingga
mencapai 3000 ppm terdapat dalam batuan ultrabasa dunit dan peridotit seperti
yang ditemukan di Caledonia. Kandungan nikel pada berbagai jenis batuan
lainnya bervariasi, pada batuan metamorfik dan sedimen (batupasir)
mengandung 90 ppm Ni, 90 100 ppm Ni dalam lempung dan berkisar 10 -20
ppm batuan karbonatan, sedangkan pada batuan asam sangat tidak umum 5
ppm). Terdapat dua jenis cebakan nikel yaitu primer dan laterit (Sutisna et.al,
2006). Laterit berasal dari later, artinya bata (membentuk bongkah-bongkah yang
tersusun seperti bata berwarna merah). Ollier (1969) mengartikan sebagai Soil di
daerah tropis dengan horizon konkresi besi oksida, yang dalam keadaan normal
berwarna merah. Laterisasi merupakan proses pelapukan kimia pada kondisi
iklim yang lembab (tropis) yang berlangsung pada waktu yang lama dengan
kondisi tektonik yang relatif stabil, membentuk formasi lapisan regolith yang tebal
dengan karakteristik yang khas, (But and Zeegers, 1992). Secara umum, nikel
laterit diartikan sebagai suatu endapan bijih nikel yang terbentuk dari proses
laterisasi pada batuan ultramafik (peridotit, dunit dan serpentinit) yang
mengandung Ni dengan kadar yang tinggi, yang pada umumnya terbentuk pada
daerah tropis dan sub tropis. Kandungan Ni di batuan asal berkisar 0.28 % dapat
mengalami kenaikan menjadi 1 % Ni sebagai konsentrasi sisa (residual
concentration) pada zona limonit (Waheed Ahmad, 2006). Proses laterit ini
selanjutnya dapat berkembang menjadi proses pengayaan nickel (supergene
enrichment) pada zona saprolit sehingga dapat meningkatkan kandungan nikel
menjadi lebih besar dari 2 %. Sebetulnya, disamping endapan nikel laterit,
terdapat juga type endapan lain seperti yang dikenal dengan nama nikel sulfida
yang mana terbentuk dari proses hidrothermal sehingga membentuk suatu

i
cebakan/ endapan nikel dalam bentuk urat-urat (veins). Salah satu contoh dari
type endapan ini bisa ditemukan di tambang Sudbury-Kanada. Namun demikian,
untuk tulisan ini kita hanya ingin mengenal lebih jauh tentang nikel laterit itu
sendiri, yang mana tersebar banyak di daerah Sorowako, Bahodopi dan
Pomalaa.

1.2 Maksud dan Tujuan


1.2.1 Maksud
Maksud dari pembuatan makalah ini yaitu untuk mengetahui bagaimana
proses pengambilan sampel yang baik pada endapan bahan galian nikel laterit
dan mengetahui cara menganalisis nikel laterit.

1.2.2 Tujuan

Mengetahui sampling yang baik pada endapan nikel laterrit


Mengetahui bagaimana cara sampling dilakukan
Mengetahui cara analisis nikel laterit dengan pengambilan sampling dan
metode sumur uji

i
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Sampling
2.1.1 Pengertian Sampling

Sampling adalah proses pengambilan sebagian komoditas dari seluruh


komoditas yang akan diperiksa kualitasnya, seluruh komoditas tersebut disebut
populasi sedangkan bagian komoditas yang terambil tersebut sample atau
contoh. Tujuan sampling ialah mendapatkan contoh yang selain kualitasnya bisa
mewakili kualitas seluruh populasi, jumlahnya pun relatif masih bisa ditangani.
Faktor utama yang menentukan tingkat kesulitan suatu sampling ialah variabilitas
komponen-komponen pembentuk populasi.
Sampling yang baik adalah sampling yang di samping dilakukan dengan
akurat dan presisinya tinggi, sehingga contoh mewakili seluruh populasi dengan
baik, jumlah contoh yang terambil pun harus dapat ditangani. Karena tak
seorangpun tahu berapa nilai kualitas sesungguhnya suatu komoditas, maka
metode sampling, sample preparation dan analysis dianggap tidak pernah ada
yang 100% sempurna. Nilai kualitas yang didapat dari suatu pengukuran
hanyalah nilai pendekatan. Nilai yang paling dekat dengan nilai sesungguhnya
adalah nilai rata2 hasil analisis yang didapat oleh sebanyak mungkin
pemeriksaan, dengan menggunakan metode standar yang sama.
2.1.2 Tujuan Sampling
Sampling dapat dilakukan karena beberapa alasan (tujuan) maupun
tahapan pekerjaan (tahapan eksplorasi, evaluasi, maupun eksploitasi).

1. Selama fase eksplorasi sampling dilakukan pada badan bijih (mineable


thickness) dan tidak hanya terbatas pada zona mineralisasi saja, tetapi
juga pada zona-zona low grade maupun material barren, dengan tujuan
untuk mendapatkan batas yang jelas antara masing-masing zona
tersebut.
2. Selama fase evaluasi, sampling dilakukan tidak hanya pada zona
endapan, tapi juga pada daerah-daerah di sekitar endapan dengan tujuan

i
memperoleh informasi lain yang berhubungan dengan kestabilan lereng
dan pemilihan metode penambangan.
3. Sedangkan selama fase eksploitasi, sampling tetap dilakukan dengan
tujuan kontrol kadar (quality control) dan monitoring front kerja (kadar
pada front kerja yang aktif, kadar pada bench open pit, atau kadar pada
umpan material).
2.1.3 Metode Sampling
Terdapat beberapa metode sampling yang dapat digunakan untuk
pengambilan sampel, diantaranya yaitu :
1. Channel Sampling
Channel sampling adalah suatu metode (cara) pengambilan conto
dengan membuat alur (channel) sepanjang permukaan yang memperlihatkan
jejak bijih (mineralisasi). Alur tersebut dibuat secara teratur dan seragam (lebar 3-
10 m, kedalaman 3-5 m) secara horizontal, vertikal, atau tegak lurus kemiringan
lapisan

Gambar 2.1
Gambar Sketsa Pembuatan Channel Sampling Pada Endapan Yang Berlapis

Contoh paritan diambil dengan lebar sekitar 4 sampai 6 cm dan dalamnya


sekitar 3 sampai 4 cm, dengan arah biasanya tegak lurus jurus lapisan. Jarak
antara satu parit dengan parit lainnya tergantung dari keseragaman dari bahan
galiannya. Untuk kebanyakan deposit, jarak antar parit kira-kira satu setengah
meter, akan tetapi untuk deposit bijih yang kaya dan tersebar setempat-setempat
jarak tersebut hanya dapat sekitar sepertiga meter saja. Umumnya satu contoh
sudah cukup untuk mewakili sepanjang 2 meter dari parit yang dibuat.
2. Metode Selokan Uji (Trenching)
Metode ini berguna untuk menemukan bahan galian dan untuk
memperoleh data-data mengenai keadaan tubuh batuan (orebody) yang

i
bersangkutan, seperti ketebalan, sifat-sifat fisik, keadaan batuan di sekitarnya,
dan kedudukannya.
Cara pengambilan contoh dengan metode ini paling cocok dilakukan pada
tubuh bahan galian yang terletak dangkal di bawah permukaan tanah, yaitu
dimana lapisan penutup (over burden) kurang dari setengah meter. Trench yang
dibuat sebaiknya diusahakan dengan cara-cara berikut :
Dasar selokan dibuat miring, sehingga jika ada air dapat mengalir dan
mengeringkan sendiri (shelf drained) dengan demikian tidak diperlukan
adanya pompa.
Kedalaman selokan (trench) diusahakan sedemikian rupa sehingga para
pekerja masih sanggup mengeluarkan bahan galian cukup dengan
lemparan.
Untuk menemukan urat bijih yang tersembunyi di bawah material penutup
sebaiknya digali dua atau lebih parit uji yang saling tegak lurus arahnya
agar kemungkinan untuk menemukan urat bijih itu lebih besar. Bila
kebetulan kedua parit uji itu dapat menemukan singkapan urat bijihnya,
maka jurusnya (strike) dapat segera ditentukan. Selanjutnya untuk
menentukan bentuk dan ukuran urat bijih yang lebih tepat dibuat parit-parit
uji yang saling sejajar dan tegak lurus terhadap jurus urat bijihnya

Gambar 2.2
Bentuk Penampang Trenching

i
Gambar 2.3
Arah Penggalian Trenching (Selokan Uji)

3. Metode Chipping
Metode ini digunakan untuk pengambilan contoh pada endapan bijih yang
keras dan seragam, dimana pembuatan paritan sangat sukar karena kerasnya
batuan. Contoh diambil dengan cara dipecah dengan plu geologi dalam ukuran-
ukuran yang seragam dan tempat pengambilan tersebut dibuat secara teratur di
permukaan batuan. Jarak dari setiap titik pengambilan baik secara horisontal dan
vertikal dibuat sama (seragam) dan besarnya tergantung dari endapannya
sendiri.
4. Metode Sumur Uji (Test Pitting)
Metode ini digunakan jika lapisan penutup (over burden) agak tebal (lebih
dari setengah meter), sehingga metode trenching menjadi tidak praktis karena
pembuatan selokannya harus agak dalam sehingga menimbulkan masalah pada
pembuangan tanah hasil galian dan masalah pembuangan air yang mungkin
menggenang pada selokan, disamping akan memakan waktu yang lebih lama.
Dalam keadaan tersebut maka dipakai metode dengan pembuatan sumur uji
(test pitting) untuk mengambil contoh bahan galian. Pada umumnya ukuran
lubang test pit ini adalah dan kedalamannya dapat mencapai 35 meter, akan
tetapi untuk jenis over burden yang lepas-lepas seperti pasir, ukuran lubang pit
harus dibuat lebih besar untuk menghindari longsornya dinding, misalnya .
Demikian pula ketika kedalaman test pit besar, maka ukuran lubang juga harus
dibuat lebih besar, kemudian setelah kedalaman sampai setengahnya, ukuran
lubang diperkecil. Jika lapisan penutup sangat lepas-lepas, maka dinding test pit-
nya dibuat miring, sedangkan untuk material yang kompak dinding dibuat tegak
dengan ukuran .
Untuk penghematan biaya dan keberhasilan pembuatan test pit, maka hal-
hal yang harus diperhatikan, yaitu :

i
Test pit harus bebas dari bongkah karena jika terhalang oleh bongkah
maka pembuatan test pit tersebut akan memakan waktu yang lama
sehingga memakan biaya yang mahal.
Penggunaan penyangga yang seadanya, untuk batuan yang kompak
penyanggaan tidak perlu dilakukan.
Penyanggaan dapat dihindari dengan cara dinding lubang dibuat miring
dan kemiringan tergantung material dari over bunden.

Gambar 2.4
Macam Bentuk Penampang Test Pit

5. Metode Pemboran (Borehole Sampling)


Untuk eksplorasi nikel laterit dapat digunakan sebagai pengeboran
dangkal untuk pengambilan sampel permukaan untuk analisis geokimia tanah.
Dalam tahap ini titik pengeboran secara prosedural ditentukan pada area yang
sebelumnya telah dipertimbangkan secara geologi, baik keterdapatan batuan
dasar serta kemungkinan keterdapatan endapan dan konsentrasi nikel yang
signifikan (topografi, hidrologi, ketebalan saprolit). Pengeboran dangkal
merupakan opsi pilihan selain pembuatan sumur uji. Alat yang biasa dugunakan
dalam pengeboran ini adalah Hand Auger. Untuk eksplorasi dengan presisi yang
rinci, pengeboran dapat dilakukan dengan menggunakan alat bor dengan mesin
dan penangkap inti bor. Tingkat kedalaman umumnya mencapai batuan dasar.
Kegiatan pengeboran harus dipimpin oleh seorang Wellsite Geologist untuk
memimpin pelaksanaan pengeboran serta melakukan manual logging. Bila
diperlukan maka akan ditambah dengan proses wireline logging untuk
meningkatkan tingkat presisi. Spasi titik bor dapat berjarak 100 meter, 50 meter,
25meter bahkan hingga 12,5 meter, tergantung pada kebutuhan dan tingkat
presisi suatu eksplorasi.

i
2.1.4 Pola Sampling
Agar hasil dapat presisi, maka dalam beberapa pelaksanaan metode ini
menggunakan data primer dan sekunder sebagai penunjang Data primer yang
digunakan yaitu data resistivitas untuk setiap lintasan yang meliputi nilai
resistivitas semu. Data sekunder pada data bor pada daerah sepanjanglintasan
pengukuran yang meliputi:
1. Lokasi dari titik bor (X,Y), kedalamannya (Z).
2. Data geologi dari tiap log bor meliputi : lapisan limonit, saprolit dan
bedrock.
3. Data kandungan unsur kimia berupa persentasi nilai total material
magnesium (Mg), aluminium (Al), besi (Fe), kromium (Cr), nikel (Ni),
kobalt (Co), mangan (Mn) dan SiO2 (Silika).
Karena yang diperoleh di lapangan adalah resistivitas semu, maka perlu
dilakukan proses inversi. Proses inversi bertujuan untuk mengubah nilai
resistivitas semu menjadi nilai resistivitas sebenarnya. Proses inversi akan
dilakukan dengan menggunakan program komputer dengan menyesuaikan
metode konfigurasi katoda dan menghasilkan penampang 2 dimensi yang
selanjutnya dapat dihubungkan dengan data pengeboran (Muhtar et.al 2014).
Pola sampling pada eksplorasi nikel yaitu dengan cara regular karena
setiap titik memiliki wilayah cakupan atau daerah pengaruhnya dalam jarak
tertentu.

2.2 Nikel Laterit


2.2.1 Genesa Nikel Laterit
Kandungan nikel pada berbagai jenis batuan lainnya bervariasi, pada
batuan metamorfik dan sedimen (batupasir) mengandung 90 ppm Ni, 90 - 100
ppm Ni dalam lempung dan berkisar 10 -20 ppm batuan karbonatan, sedangkan
pada batuan asam sangat tidak umum 5 ppm). Kandungan Ni dalam soil
bagian horizon B2 (podzolic) berkisar dari nilai jejak (trace) hingga mencapai
5000 ppm.
Terdapat dua jenis cebakan nikel yaitu primer dan laterit, dimana
pembahasaan dalam karya tulis ini akan difokuskan kepada model perencanaan
eksplorasi terhadap cebakan nikel laterit di daerah Wayamli Teluk Buli Halmahera
Timur dan segala aspek terkait sehingga diharapkan mendapatkan hasil

i
optimal.Kategori cebakan nikel laterit dapat terdiri atas 2 (dua) jenis, yaitu nikel
mengandung Fe dan rijang(nickel ferroes ferugenous) dan silikat nikel (nickel
silicate). Jenis cebakan pertama mempunyai kandungan besi 40% Fe dan
kandungan Ni sekitar 1 (satu) % seperti yang terdapat di negara-negara Kuba
dan Filipina. Jenis nikel yang kedua umumnya mempunyai kandungan besi
rendah 35% Fe; Hotz,1964) dengan kandungan 15% Ni, yang terdapat pada
nickel garnierite dan terbentuk pada bagian bawah zona pelapukan atau pada
zona saprolit.
Kedua jenis endapan bijih nikel laterit ini membentuk lapisan selubung
dengan ketebalan 1 sampai 300 kaki dan rata - rata 50 kaki. Lapisan bagian atas
mempunyai kandunqan < 1% Ni, sedangkan bagian yang paling kaya terdapat
pada bagian dasar dari zona pelapukan. Logam nikel yang terkonsentrasi dalam
laterit berasal dari penghancuran mineral olivin dan piroksen selama
berlangsungnya proses pelapukan.
Konsentrasi nikel ini juga dapat berasal dari hasil pelapukan batuan ultra
basa peridotit dengan proses yang melibatkan cuaca atau iklim untuk
menguraikan olivin dan ortopiroksen dari batuan induknya. Pada proses ini terjadi
pemisahan magnesium dan silikat, sehingga menyisakan nikel dan besi dalam
tanah pelapukan. Selama pelapukan berlangsung hampir tidak ada kehilangan
unsur Ni. Kandungan 0,25% Ni dalam batuan peridotit dibentuk melalui proses
serpentinisasi dan akanmenghasilkan kandungan sebesar 3,5% Ni dengan rasio
1 : 6 sampai 1 : 16, yang berarti bahwa Ni mengalami peningkatan hingga 16 kali
dibandingkan kandungan awalnya. Pengayaan ini juga dipengaruhi oleh faktor
topografi, yang berperan dalam pengendalian I keseimbangan proses mekanik
dan kimia. Pada topografi dengan kemiringan lereng terjaldominan berlangsung
proses mekanik, sehingga tidak terjadi proses kimiawi yang menghasilkan
pertukaran unsur; sedangkan pada lereng yang landai terjadi dominasi proses
kimiawi.

i
Gambar 2.5
Penampang Tegak Endapan Nikel Laterit

Gambar 2.6
Skema Pembentukan Endapan Nikel Laterit
2.2.2 Faktor-faktor pembentukan bijih nikel laterit
Dalam Sundari (2012) Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan
bijih nikel laterit ini adalah :
1. Batuan asal, adanya batuan asal merupakan syarat utama untuk
terbentuknya endapan nikel laterit, batuan asalnya adalah batuan
ultrabasa. Dalam hal ini pada batuan ultrabasa terdapat elemen Ni yang

i
paling banyak di antara batuan lainnya dan mempunyai mineral-mineral
yang paling mudah lapuk atau tidak stabil (seperti olivin dan piroksin),
mempunyai komponenkomponen yang mudah larut dan memberikan
lingkungan pengendapan yang baik untuk nikel.
2. Iklim, adanya siklus musim kemarau dan musim penghujan dimana terjadi
kenaikan dan penurunan permukaan air tanah juga dapat menyebabkan
terjadinya proses pemisahan dansekaligus akumulasi unsur-unsur.
Perbedaan temperatur yang cukup besar akan membantu terjadinya
pelapukan mekanis, dimana akan terjadi rekahan-rekahan dalam batuan
yang akan mempermudah proses atau reaksi kimia pada batuan. Dengan
kondisi curah hujan tinggi pada wilayah Kabaena selama enam bulan
(Desember - Mei) akan mempercepat proses pelapukan kimia dimana
nikel laterit mudah terbentuk.
3. Reagen-reagen kimia dan vegetasi, maksud dari reagen-reagen kimia
adalah unsur-unsur dan senyawa-senyawa yang membantu
mempercepat proses pelapukan. Air tanah yang mengandung CO2
memegang peranan penting di dalam proses pelapukan kimia. Asam-
asam humus menyebabkan dekomposisi batuan dan dapat mengubah pH
larutan. Dalam hal ini, vegetasi akan mengakibatkan: Penetrasi air dapat
lebih dalam dan lebih mudah dengan mengikuti jalur akar pohon-
pohonan, akumulasi air hujan akan lebih banyak, humus akan lebih tebal
keadaan ini merupakan suatu petunjuk, dimana hutannya lebat pada
lingkungan yang baik akan terdapat endapan nikel yang lebih tebal
dengan kadar yang lebih tinggi.
4. Topografi, keadaan topografi setempat akan sangat mempengaruhi
sirkulasi air beserta reagen reagen lain. Untuk daerah yang landai, maka
air akan bergerak perlahan-lahan sehingga akan mempunyai kesempatan
untuk mengadakan penetrasi lebih dalam melalui rekahan-rekahan atau
pori-pori batuan. Akumulasi endapan umumnya terdapat pada daerah-
daerah yang landai sampaikemiringan sedang, hal ini menerangkan
bahwa ketebalan pelapukan mengikuti bentuk topografi. Pada daerah
yang curam, secara teoritis, jumlah air yang meluncur (run off) lebih
banyak daripada air yang meresap ini dapat menyebabkan pelapukan
kurang intensif.

i
5. Struktur yang sangat dominan adalah struktur kekar (joint) dibandingkan
terhadap struktur patahannya. Seperti diketahui, batuan beku mempunyai
porositas (kemampuan batuan untuk meloloskan air) dan permeabilitas
(kemampuan batuan untuk menahan air) yang kecil sekali sehingga
penetrasi air sangat sulit, maka dengan adanya rekahan-rekahan tersebut
akan lebih memudahkan masuknya air dan berarti proses pelapukan akan
lebih intensif.

2.3 Eksplorasi Nikel Laterit


Karakteristik suatu endapan akan menjadi tolak ukur dalam pemilikan
suatu metode eksplorasi mineral. Eksplorasi mineral membutuhkan pemahaman
geologi yang menunjang untuk menentukan wilayah eksplorasi untuk mencari
suatu endapan yang memiliki potensi ekonomis. Berikut merupakan beberapa
metode yang menjadi opsi berkaitan dengan eksplorasi nikel laterit :
1. Endapan nikel laterit berasosiasi dengan batuan ultrabasa, artinya dalam
memilih suatu wilayah eksplorasi dibutuhkan pemahaman tentang daerah
dengan keterdapatan batuan ultrabasa. Hal tersebut dapat dilakukan
dengan studi literatur melalui data geologi berupa peta geologi terdahulu
yang selanjutnya ditunjang dengan metode pemetaan geologi hingga
skala terperinci disertai dengan analisis data penunjang berupa citra
satelit dan data topografi. Pemahaman terhadap morfologi juga dapat
berguna untuk pemilihan wilayah karena pembentukan endapan ini salah
satunya dipengaruhi oleh topografi yang mempengaruhi gerakan air tanah
dan proses pelindian.
2. Endapan nikel laterit yang sebagian besar terdiri atas tubuh tanah hasil
proses pelapukan dan terjadi proses pengayaan oleh proses pelindian,
sehingga dibutuhkan metode analisis kimia untuk menentukan zonasi
lapisan yang terkayakan dengan metode pengambilan sampel melalui
pembuatan sumur uji dan pengeboran. Hal tersebut dikarenakan
sebagian besar endapan berupa tanah tidak menunjukan kondisi yang
tersingkap di permukaan. Sampel tersebut membutuhkan analisis
laboratorium berupa analisis laboratorium secara geologi dan analisis
kimia untuk mengetahui genesa, jenis bijih, dan kadar nikel.
3. Untuk memastikan profil endapan secara vertikal maupun persebaran
secara lateral, data geokimia serta profil dari pembuatan sumur uji dan

i
pengeboran ditunjang oleh metode geofisika. Dalam eksplorasi endapan
nikel laterit yang berkaitan dengan mineral oksida, mineral logam dan
faktor air tanah sebagai agen proses pelindian menjadi acuan metode
geofisika berupa metode tahanan jenis (resistivity).

2.4 Metode Analisis Laboratorium


Metode ini terdiri atas analisis laboratorium meliputi :
1. Analisis petrografi
Digunakan untuk mengidentifikasi mineralogi batuan dasar untuk
menjawab hubungan asosiasi mineral terhadap pengayaan kandungan nikel
(genesa batuan dan asosiasi mineral). Prosedur pelaksanaan yaitu membuat
preparasi sayatan batuan dasar dengan ketebalan standar 0.03 milimeter yang
diambil dari proses pemetaan maupun sumur uji dan inti bor, kemudian diamati
dengan mikroskop polarisasi.
2. Analisis mineragrafi
Saling berkaitan dengan analisis petrografi, digunakan untuk mendukung
analisis genesa perubahan batuan (serpentinisasi) serta kemunculan mineral
logam yang muncul dan berasosiasi dengan nikel. Prosedur pelaksanaan yaitu
menggunakan sayartan poles sampel batuan dasar, kemudian diamati dengan
menggunakan mikroskop mineragrafi atau mikroskop refleksi.
3. Analisis XRD
Ditujukan untuk mengidentifikasi nama-nama mineral yang terdapat pada
endapan nikel laterit. Dengan adanya analisis XRD ini dapat diketahui mineral-
mineral pembawa unsur Fe, Ni serta menganalisis perubahan yang terjadi pada
endapan nikel laterit akibat proses leaching oleh airtanah (Syafrizal et.al.,2011).
Prosedur standar analisis ini terdapat dua cara preparasi spesimen untuk analisis
XRD, yaitu cara kering dan basah. Cara kering menggunakan serbuk kering yang
dicetak pada cetakan aluminium yang merupakan cetakan standar untuk analisis
XRD berukuran 20 x 10 mm dan tebal 1 mm. Cara basah dilakukan dengan
meratakan serbuk sampel di atas gelas preparat dan menambahkan beberapa
tetes larutan kimia yang tidak akan merusak struktur kristal sampel, misalnya
aseton dan glikol (campuran 10% gliserol dan 90% etanol). Preparasi spesimen
basah lainnya adalah dengan mengikuti penyiapan sampel standar untuk analisis
mineral lempung yang dideskripsikan oleh serbuk sampel dicampur dengan air
murni, dikocok dan didiamkan sementara waktu sehingga butir-butir kasar akan
terpisah. Hasil suspensi larutan tersebut diteteskan di atas gelas preparat dan
dibiarkan mengering selama semalam pada suhu ruangan. Spesimen ini

i
kemudian dianalisis dengan metode XRD tanpa dan dengan penambahan
larutan glikol (Herdianita et.al.1999). Sampel dianalisis dengan alat Difraktometer
sinar-X.
4. Spektroskopi X-Ray Fluorescence (XRF)
merupakan teknik analisis unsur yang membentuk suatu material dengan
menjadikan interaksi sinar-X dengan material analit sebagai dasarnya. XRF
spektroskopi banyak dimanfaatkan dalam analisa batuan karena membutuhkan
jumlah sampel yang relatif kecil (sekitar 1 gram). Dibutuhkan kalibrasi alat
spektrosopi XRF terlebih dahulu sebelum melakukan analisis untuk memastikan
tingkat presisi.

2.5 Penentuan Volume Bijih Nikel


Perhitungan volume nikel laterit di daerah penelitian dilakukan
berdasarkan pada data yang diperoleh dari pemboran eksplorasi. Data-data
pemboran tersebut kemudian dianalisis sesuai dengan kadar nikel untuk
mengetahui ketebalan bijih (ore) dari tiap lubang bor sehingga dapat digunakan
metode area of influence atau daerah pengaruh, dimana untuk setiap titik bor
diekstensikan sejauh setengah jarak dari titik-titik di sekitarnya yang membentuk
satu daerah pengaruh (area of influence).

i
BAB III
KEGIATAN PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian


3.1.1 Letak Wilayah
Lokasi daerah penelitian yaitu terletak pada daerah Sorowako, Sulawesi
selatan. Berada di ketinggian 1388 kaki dpl. Desa-desa di sekitar Sorowako
yang termasuk dalam Kecamatan Nuha adalah: Desa Nuha, Desa Matano, Desa
Magani, dan dusun disekitarnya antara lain: Pontada, Salonsa, Old Camp dan
Lawewu.

Gambar 3.1
Peta lokasi daerah penelitian

3.1.2 Geologi Regional


Pulau Sulawesi dan sekitarnya terdiri dari 3 Mandala Geologi, yaitu :
1. Mandala Geologi Sulawesi Barat, dicirikan oleh adanya jalur gunungapi
Paleogen.
2. Intrusi Neogen dan sedimen Mesozoikum. Mandala Geologi Sulawesi
Timur, dicirikan oleh batuan Ofiolit yang berupa batuan ultramafik

i
peridotite, harzburgit, dunit, piroksenit dan serpintit yang diperkirakan
berumur kapur.
3. Mandala Geologi Banggai Sula, dicirkan oleh batuan dasar berupa
batuan metamorf Permo-Karbon, batuan plutonik yang bersifat granitis
berumur Trias dan batuan sedimen Mesozoikum.

Gambar 3.2
Peta Satuan Litotektonik Sulawesi (Van Leeuwen ,1944)

3.2 Kegiatan Penelitian


3.2.1 Pengambilan Sampel Nikel Laterit
1. Survei Geofisika
Survey geofisika dilakukan pada daerah sorowako untuk zonasi lapisan
nikel laterit
2. Pembuatan Sumur Uji
Dalam eksplorasi nikel laterit, sumur uji umumnya dilakukan berdasarkan
nilai anomali kandungan geokimia tanah serta topografi yang menunjang yaitu
morfologi lembah. Hal tersebut disebabkan karena pada daerah lembah
kandungan nikel pada saprolit lebih signifikan karena pola gerakan air
tanah.umumnya dibuat dengan peralatan manual penggalian seperti cangkul dan
lainnya dengan tenaga manusia. Gambar 4 menunjukan bentuk umum
penampang sumur uji. Kedalaman sumur dibuat berdasarkan kebutuhan

i
eksplorasi, bahkan sampai batuan dasar dengan lebar umum 3-5 meter. Spasi
dari setiap titik pembuatan sumur uji juga diperhitungkan dengan plot GPS untuk
mencari kemenerusan secara lateral.

Gambar 3.3
Variasi penampang sumur uji.

3. Pengeboran
Dari hasil pemetaan daerah zona prospek laterit, lokasi terbagi menjadi
3 block yaitu block A, B dan C, dari ke-3 block ini dapat mengetahui
penyebaran Laterit yang dominan di Block B dan C serta sebagian berada di
block A yang penyebarannya tidak terlalu luas. Dari ketiga block ini, fokus
pemboran di lakukan pada block A dan block C saja.

i
BAB IV
PEMBAHASAN

3.1 Survei Geofisika


Penggunaan data geofisika tahanan jenis dengan penampang bor untuk
menunjukan interpretasi nilai tahanan jenis terhadap zonasi lapisan nikel laterit
pada daerah Bukit Hasan North, Sorowako, Sulawesi Selatan. Berikut beberapa
hasil model inversi nilai tahanan jenis berupa model 2 dimensi ditunjukan oleh
gambar berikut :

Gambar 4.1
Penampang nilai resistivitas lintasan N6

Gambar 4.1 menunjukan hasil interpretasi batas lapisan dengan


memasukan data sumur pengeboran.

Gambar 4.2
Penampang nilai resistivitas lintasan N6 dengan interpretasi batas lapisan
menggunakan data bor
Interpretasi lebih lanjut yaitu menentukan zonasi lapisan laterit
berdasarkan penarikan batas lapisan (gambar 4.3).

i
Gambar 4.3
Penampang nilai resistivitas lintasan N6 dengan interpretasi batas dan zona
lapisan menggunakan data bor

Berdasarkan interpretasi tersebut disimpulkan dan disajikan suatu


interpretasi berupa penampang perlapisan secara vertikal. Hasil tersebut
ditunjukan pada gambar 11 yang disertai dengan nilai tahanan jenis serta zonasi
lapisan nikel laterit.

Gambar 4.4
Interpretasi penampang vertikal data resistivitas dan data bor
Berdasarkan interpretasi tersebut akan mempermudah pembuatan model
geologi daerah penelitian khususnya untuk endapan nikel laterit baik secara
vertikal maupun kemenerusan secara lateral.

i
3.2 Metode Sumur Uji
Korelasi antara data yang diperoleh dengan menggunakan metode
pembuatan sumur uji dengan data ketebalan bijih pada daerah Sorowako,
Sulawesi Selatan (Tonggiroh, 2009). Penelitian tersebut. Tabel 4.1 dan 4.2
menunjukan ketebalan bijih nikel dan ketebalan limonit serta saprolit pada
daerah tersebut dan untuk penampang sumur uji digambarkan pada gambar 4.5
Tabel 2. hasil dari analisis ketebalan bijih terhadap ketebalan limonit

Tabel 3. hasil dari analisis ketebalan bijih terhadap ketebalan Saprolit

Gambar 4.5. Ilustrasi penampang sumur uji daerah Sorowako, Sulawesi Selatan
Kemudian berdasarkan korelasi tersebut disimpulkan untuk kandungan
nikel dengan grade tinggi terdistribusi pada bagian punggungan serta lembah
yang lebih landai (pengaruh topografi). Gambar 4.6 menunjukan distribusi serta
kadar nikel daerah tersebut.

i
Gambar 4.6
Distribusi serta kadar nikel daerah Sorowako, Sulawesi Selatan

4.3 Pengeboran
BLOCK A
Mesin yang digunakan untuk melakukan pengeboran di block A adalah
Jackro 100. Pada block A jumlah pengeboran yang dilakukan adalah 3 titik
dengan ketebalan laterit mencapai 2 m, bagian bawahnya sudah dijumpai
bedrock berupa batugamping kristalin yang sangat kompak sehingga
pemboran diblock A dihentikan. Tidak semua block A memiliki ketebalan
laterit 2 m, dan ada yg lebih dari 2 m. Hal ini menyebabkan pengeboran
dialihkan ke block C. Hasil analisis sampel pengeboran pada block A di
ketahui kadar nikel (Ni) yang tertinggi terdapat di titik bor A-19 pada
kedalaman 1 m yaitu 0,60.

i
Gambar 4.7
Lokasi Titik A

Gambar 4.8
Peta stratigrafi titik bor di block A

BLOCK B
Pada block B dilakukan Uji Pengeboran dengan alat handauger dan Tes
Pit pada 2 titik. Dari hasil analisis diketahui bahwa kadar nikel (Ni) yang
tertinggi terdapat di titik GR-1 yaitu 1,83 pada kedalaman 8 m dan kadar
terendah pada kedalaman 3 m dengan kadar 0,88. Penyebaran lateritnya
berada dipunggungan bukit, dengan kondisi litologi yang memiliki kandungan
serpentine yang sangat tinggi yang telah mengalami pelapukan lanjut,
sehingga menyebabkan kadar nikelnya tinggi.

i
Gambar 4.9
Peta lokasi titik bor di block B

BLOCK C
Lokasi di block C memiliki luasan 11,75 Ha. Kenampakan relief
perbukitan bergelombang dengan ketinggian antara 19 sampai 55 mdpl, slope
0 0
rata rata 5 sampai 23 , dilokasi penyelidikan banyak terdapat rawa dan
sungai. Pada pemboran pada block C, mesin yang digunakan adalah Jackro
100. Jumlah keseluruhan titik diblock C adalah 129 titik, sedangkan yang
berhasil dibor adalah 52 titik dengan total depth keseluruhan adalah 691,12 m
dan diblock C ada 4 titik dengan total kedalaman 19.86 m, sisanya
terkendala masalah izin lahan. Penyebaran laterit umumnya utara-selatan,
dengan ketebalan rata-rata sekitar 4 m, sedangkan saprolit mempunyai
ketebalan rata-rata 7 m. Pada kedalaman rata-rata sekitar 11 m dijumpai
bedrock berupa batugamping, breksi dan konglomerat. Dari hasil analisis
pengeboran 56 titik di block C diketahui kadar nikel (Ni) tertinggi adalah di
titik bor C-3 yaitu 1,03 pada kedalaman 8 m, serta titik bor C-37 yaitu 1,25 pada
kedalaman 6 m.

i
Gambar 4.10
Peta lokasi titik bor di block C

Gambar 4.11
Peta lokasi penyebaran laterit di Block C

Gambar 4.12
Penampang stragrafi lokasi block C setelah di modelling

i
BAB V
KESIMPULAN

Zonasi suatu endapan nikel laterit terdiri atas lapisan penutup, lapisan
limonit, lapisan saprolit, dan batuan dasar (batuan induk) yang terbentuk oleh
proses pelindian oleh larutan meteorik.Endapan nikel laterit yang berasosiasi
dengan batuan ultrabasa dalam proses pembentukan cadangan ekonomis
sangat dipengaruhi oleh faktor batuan induk, iklim, agen kimia, topografi, dan
struktur geologi. Metode eksplorasi yang dapat diterapkan dalam pengumpulan
data untuk endapan nikel laterit yaitu metode pemetaan geologi, metode
geolistrik tahanan jenis, metode sumur uji, metode pengeboran disertai dengan
analisis mineralogi dan geokimia. Penggunaan kombinasi data dari berbagai
metode menghasilkan interpretasi eksplorasi yang lebih komperhensif mengenai
sumber daya mineral endapan nikel laterit baik secara vertikal maupun
kemenerusan secara lateral.
Dilihat dari hasil analisis laboratorium kadar nikel di block A yang
tertinggi terdapat pada titik A12 yaitu 1,22 berada pada kedalaman 3 m. Dari
hasil pengeboran 4 titik kadarnya rendah dan kedalamanya yang relatif dangkal
maka pengeboran diblock A bagian barat disarankan untuk ditutup atau tidak
prospek dan difokuskan ke block A bagian selatan serta selanjutnya mengarah
ke block B.
Dari hasil analisis laboratoruim berdasarkan sampel dari handauger
dan Tes Pit maka diketahui kadar nikel untuk block B cukup tinggi karena ada
yang memenuhi standar diatas 1,8 sehingga memenuhi syarat untuk
dilakukakan eksploitasi. Setelah melakukan survey tinjau dilihat banyak
singkapan batuan serpentine yang tersingkap diatas permukaan yang sudah
mengalami pelapukan tingkat tinggi. Sedangkan untuk block C perlu
dipertimbangan lagi karena kadarnya relatif rendah, hanya ada beberapa
sumur yang sudah memenuhi standar yaitu diatas 1,8 sedangkan kebanyakan
sumur lainnya, kadarnya rendah. Jadi kesimpulan untuk block C adalah tidak
prospek untuk dieksploitasi karena penyebarannya tipis.

i
DAFTAR PUSTAKA

1. Ahmad. W. 2005. Nickel Laterites. P.T Vale. Indonesia


2. Sulasmoro. B. 1985. Buletin : Kajian Nikel. Departemen Pertambangan
dan Energi. Direktorat Jenderal Pertambangan Umum. Pusat
Pengembangan Teknologi Mineral ; Bandung
3. Eltrit, Bima. 2012. Identifikasi Sebaan Nikel Laterit Dan Volume Bijih
Nikel. https://densowestliferz.wordpress.com. Diakses 25 Desember
2016 Pukul 19:30 WIB
4. Westlifer, Denso. 2011.Metoda Sampling Pada jenis-jenis Endapan.
https://densowestliferz.wordpress.com. Diakses 25 Desember 2016
Pukul 18:30 WIB

Anda mungkin juga menyukai