Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Tugas Mata Kuliah Teknik Pemerconto
Pada Program Studi Teknik Pertambangan Fakultas Teknik
Universitas Islam Bandung Tahun Ajaran 2016/2017
Disusun Oleh:
1. Anang Ma'arup (10070114094)
2. Kahfi Kautsar Aliansyah (10070114107)
Kelas : B
i
KATA PENGANTAR
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................1
DAFTAR ISI.................................................................................................1
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1
1.1 Latar Belakang...................................................................................4
1.2 Maksud dan Tujuan............................................................................5
1.2.1 Maksud........................................................................................
1.2.2 Tujuan........................................................................................5
BAB IV PEMBAHASAN............................................................................18
4.1 Survei Geofisika...............................................................................18
4.2 Metode Sumur Uji.............................................................................20
4.3 Pengeboran......................................................................................21
BAB IV KESIMPULAN..............................................................................25
i
BAB I
PENDAHULUAN
i
cebakan/ endapan nikel dalam bentuk urat-urat (veins). Salah satu contoh dari
type endapan ini bisa ditemukan di tambang Sudbury-Kanada. Namun demikian,
untuk tulisan ini kita hanya ingin mengenal lebih jauh tentang nikel laterit itu
sendiri, yang mana tersebar banyak di daerah Sorowako, Bahodopi dan
Pomalaa.
1.2.2 Tujuan
i
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Sampling
2.1.1 Pengertian Sampling
i
memperoleh informasi lain yang berhubungan dengan kestabilan lereng
dan pemilihan metode penambangan.
3. Sedangkan selama fase eksploitasi, sampling tetap dilakukan dengan
tujuan kontrol kadar (quality control) dan monitoring front kerja (kadar
pada front kerja yang aktif, kadar pada bench open pit, atau kadar pada
umpan material).
2.1.3 Metode Sampling
Terdapat beberapa metode sampling yang dapat digunakan untuk
pengambilan sampel, diantaranya yaitu :
1. Channel Sampling
Channel sampling adalah suatu metode (cara) pengambilan conto
dengan membuat alur (channel) sepanjang permukaan yang memperlihatkan
jejak bijih (mineralisasi). Alur tersebut dibuat secara teratur dan seragam (lebar 3-
10 m, kedalaman 3-5 m) secara horizontal, vertikal, atau tegak lurus kemiringan
lapisan
Gambar 2.1
Gambar Sketsa Pembuatan Channel Sampling Pada Endapan Yang Berlapis
i
bersangkutan, seperti ketebalan, sifat-sifat fisik, keadaan batuan di sekitarnya,
dan kedudukannya.
Cara pengambilan contoh dengan metode ini paling cocok dilakukan pada
tubuh bahan galian yang terletak dangkal di bawah permukaan tanah, yaitu
dimana lapisan penutup (over burden) kurang dari setengah meter. Trench yang
dibuat sebaiknya diusahakan dengan cara-cara berikut :
Dasar selokan dibuat miring, sehingga jika ada air dapat mengalir dan
mengeringkan sendiri (shelf drained) dengan demikian tidak diperlukan
adanya pompa.
Kedalaman selokan (trench) diusahakan sedemikian rupa sehingga para
pekerja masih sanggup mengeluarkan bahan galian cukup dengan
lemparan.
Untuk menemukan urat bijih yang tersembunyi di bawah material penutup
sebaiknya digali dua atau lebih parit uji yang saling tegak lurus arahnya
agar kemungkinan untuk menemukan urat bijih itu lebih besar. Bila
kebetulan kedua parit uji itu dapat menemukan singkapan urat bijihnya,
maka jurusnya (strike) dapat segera ditentukan. Selanjutnya untuk
menentukan bentuk dan ukuran urat bijih yang lebih tepat dibuat parit-parit
uji yang saling sejajar dan tegak lurus terhadap jurus urat bijihnya
Gambar 2.2
Bentuk Penampang Trenching
i
Gambar 2.3
Arah Penggalian Trenching (Selokan Uji)
3. Metode Chipping
Metode ini digunakan untuk pengambilan contoh pada endapan bijih yang
keras dan seragam, dimana pembuatan paritan sangat sukar karena kerasnya
batuan. Contoh diambil dengan cara dipecah dengan plu geologi dalam ukuran-
ukuran yang seragam dan tempat pengambilan tersebut dibuat secara teratur di
permukaan batuan. Jarak dari setiap titik pengambilan baik secara horisontal dan
vertikal dibuat sama (seragam) dan besarnya tergantung dari endapannya
sendiri.
4. Metode Sumur Uji (Test Pitting)
Metode ini digunakan jika lapisan penutup (over burden) agak tebal (lebih
dari setengah meter), sehingga metode trenching menjadi tidak praktis karena
pembuatan selokannya harus agak dalam sehingga menimbulkan masalah pada
pembuangan tanah hasil galian dan masalah pembuangan air yang mungkin
menggenang pada selokan, disamping akan memakan waktu yang lebih lama.
Dalam keadaan tersebut maka dipakai metode dengan pembuatan sumur uji
(test pitting) untuk mengambil contoh bahan galian. Pada umumnya ukuran
lubang test pit ini adalah dan kedalamannya dapat mencapai 35 meter, akan
tetapi untuk jenis over burden yang lepas-lepas seperti pasir, ukuran lubang pit
harus dibuat lebih besar untuk menghindari longsornya dinding, misalnya .
Demikian pula ketika kedalaman test pit besar, maka ukuran lubang juga harus
dibuat lebih besar, kemudian setelah kedalaman sampai setengahnya, ukuran
lubang diperkecil. Jika lapisan penutup sangat lepas-lepas, maka dinding test pit-
nya dibuat miring, sedangkan untuk material yang kompak dinding dibuat tegak
dengan ukuran .
Untuk penghematan biaya dan keberhasilan pembuatan test pit, maka hal-
hal yang harus diperhatikan, yaitu :
i
Test pit harus bebas dari bongkah karena jika terhalang oleh bongkah
maka pembuatan test pit tersebut akan memakan waktu yang lama
sehingga memakan biaya yang mahal.
Penggunaan penyangga yang seadanya, untuk batuan yang kompak
penyanggaan tidak perlu dilakukan.
Penyanggaan dapat dihindari dengan cara dinding lubang dibuat miring
dan kemiringan tergantung material dari over bunden.
Gambar 2.4
Macam Bentuk Penampang Test Pit
i
2.1.4 Pola Sampling
Agar hasil dapat presisi, maka dalam beberapa pelaksanaan metode ini
menggunakan data primer dan sekunder sebagai penunjang Data primer yang
digunakan yaitu data resistivitas untuk setiap lintasan yang meliputi nilai
resistivitas semu. Data sekunder pada data bor pada daerah sepanjanglintasan
pengukuran yang meliputi:
1. Lokasi dari titik bor (X,Y), kedalamannya (Z).
2. Data geologi dari tiap log bor meliputi : lapisan limonit, saprolit dan
bedrock.
3. Data kandungan unsur kimia berupa persentasi nilai total material
magnesium (Mg), aluminium (Al), besi (Fe), kromium (Cr), nikel (Ni),
kobalt (Co), mangan (Mn) dan SiO2 (Silika).
Karena yang diperoleh di lapangan adalah resistivitas semu, maka perlu
dilakukan proses inversi. Proses inversi bertujuan untuk mengubah nilai
resistivitas semu menjadi nilai resistivitas sebenarnya. Proses inversi akan
dilakukan dengan menggunakan program komputer dengan menyesuaikan
metode konfigurasi katoda dan menghasilkan penampang 2 dimensi yang
selanjutnya dapat dihubungkan dengan data pengeboran (Muhtar et.al 2014).
Pola sampling pada eksplorasi nikel yaitu dengan cara regular karena
setiap titik memiliki wilayah cakupan atau daerah pengaruhnya dalam jarak
tertentu.
i
optimal.Kategori cebakan nikel laterit dapat terdiri atas 2 (dua) jenis, yaitu nikel
mengandung Fe dan rijang(nickel ferroes ferugenous) dan silikat nikel (nickel
silicate). Jenis cebakan pertama mempunyai kandungan besi 40% Fe dan
kandungan Ni sekitar 1 (satu) % seperti yang terdapat di negara-negara Kuba
dan Filipina. Jenis nikel yang kedua umumnya mempunyai kandungan besi
rendah 35% Fe; Hotz,1964) dengan kandungan 15% Ni, yang terdapat pada
nickel garnierite dan terbentuk pada bagian bawah zona pelapukan atau pada
zona saprolit.
Kedua jenis endapan bijih nikel laterit ini membentuk lapisan selubung
dengan ketebalan 1 sampai 300 kaki dan rata - rata 50 kaki. Lapisan bagian atas
mempunyai kandunqan < 1% Ni, sedangkan bagian yang paling kaya terdapat
pada bagian dasar dari zona pelapukan. Logam nikel yang terkonsentrasi dalam
laterit berasal dari penghancuran mineral olivin dan piroksen selama
berlangsungnya proses pelapukan.
Konsentrasi nikel ini juga dapat berasal dari hasil pelapukan batuan ultra
basa peridotit dengan proses yang melibatkan cuaca atau iklim untuk
menguraikan olivin dan ortopiroksen dari batuan induknya. Pada proses ini terjadi
pemisahan magnesium dan silikat, sehingga menyisakan nikel dan besi dalam
tanah pelapukan. Selama pelapukan berlangsung hampir tidak ada kehilangan
unsur Ni. Kandungan 0,25% Ni dalam batuan peridotit dibentuk melalui proses
serpentinisasi dan akanmenghasilkan kandungan sebesar 3,5% Ni dengan rasio
1 : 6 sampai 1 : 16, yang berarti bahwa Ni mengalami peningkatan hingga 16 kali
dibandingkan kandungan awalnya. Pengayaan ini juga dipengaruhi oleh faktor
topografi, yang berperan dalam pengendalian I keseimbangan proses mekanik
dan kimia. Pada topografi dengan kemiringan lereng terjaldominan berlangsung
proses mekanik, sehingga tidak terjadi proses kimiawi yang menghasilkan
pertukaran unsur; sedangkan pada lereng yang landai terjadi dominasi proses
kimiawi.
i
Gambar 2.5
Penampang Tegak Endapan Nikel Laterit
Gambar 2.6
Skema Pembentukan Endapan Nikel Laterit
2.2.2 Faktor-faktor pembentukan bijih nikel laterit
Dalam Sundari (2012) Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan
bijih nikel laterit ini adalah :
1. Batuan asal, adanya batuan asal merupakan syarat utama untuk
terbentuknya endapan nikel laterit, batuan asalnya adalah batuan
ultrabasa. Dalam hal ini pada batuan ultrabasa terdapat elemen Ni yang
i
paling banyak di antara batuan lainnya dan mempunyai mineral-mineral
yang paling mudah lapuk atau tidak stabil (seperti olivin dan piroksin),
mempunyai komponenkomponen yang mudah larut dan memberikan
lingkungan pengendapan yang baik untuk nikel.
2. Iklim, adanya siklus musim kemarau dan musim penghujan dimana terjadi
kenaikan dan penurunan permukaan air tanah juga dapat menyebabkan
terjadinya proses pemisahan dansekaligus akumulasi unsur-unsur.
Perbedaan temperatur yang cukup besar akan membantu terjadinya
pelapukan mekanis, dimana akan terjadi rekahan-rekahan dalam batuan
yang akan mempermudah proses atau reaksi kimia pada batuan. Dengan
kondisi curah hujan tinggi pada wilayah Kabaena selama enam bulan
(Desember - Mei) akan mempercepat proses pelapukan kimia dimana
nikel laterit mudah terbentuk.
3. Reagen-reagen kimia dan vegetasi, maksud dari reagen-reagen kimia
adalah unsur-unsur dan senyawa-senyawa yang membantu
mempercepat proses pelapukan. Air tanah yang mengandung CO2
memegang peranan penting di dalam proses pelapukan kimia. Asam-
asam humus menyebabkan dekomposisi batuan dan dapat mengubah pH
larutan. Dalam hal ini, vegetasi akan mengakibatkan: Penetrasi air dapat
lebih dalam dan lebih mudah dengan mengikuti jalur akar pohon-
pohonan, akumulasi air hujan akan lebih banyak, humus akan lebih tebal
keadaan ini merupakan suatu petunjuk, dimana hutannya lebat pada
lingkungan yang baik akan terdapat endapan nikel yang lebih tebal
dengan kadar yang lebih tinggi.
4. Topografi, keadaan topografi setempat akan sangat mempengaruhi
sirkulasi air beserta reagen reagen lain. Untuk daerah yang landai, maka
air akan bergerak perlahan-lahan sehingga akan mempunyai kesempatan
untuk mengadakan penetrasi lebih dalam melalui rekahan-rekahan atau
pori-pori batuan. Akumulasi endapan umumnya terdapat pada daerah-
daerah yang landai sampaikemiringan sedang, hal ini menerangkan
bahwa ketebalan pelapukan mengikuti bentuk topografi. Pada daerah
yang curam, secara teoritis, jumlah air yang meluncur (run off) lebih
banyak daripada air yang meresap ini dapat menyebabkan pelapukan
kurang intensif.
i
5. Struktur yang sangat dominan adalah struktur kekar (joint) dibandingkan
terhadap struktur patahannya. Seperti diketahui, batuan beku mempunyai
porositas (kemampuan batuan untuk meloloskan air) dan permeabilitas
(kemampuan batuan untuk menahan air) yang kecil sekali sehingga
penetrasi air sangat sulit, maka dengan adanya rekahan-rekahan tersebut
akan lebih memudahkan masuknya air dan berarti proses pelapukan akan
lebih intensif.
i
pengeboran ditunjang oleh metode geofisika. Dalam eksplorasi endapan
nikel laterit yang berkaitan dengan mineral oksida, mineral logam dan
faktor air tanah sebagai agen proses pelindian menjadi acuan metode
geofisika berupa metode tahanan jenis (resistivity).
i
kemudian dianalisis dengan metode XRD tanpa dan dengan penambahan
larutan glikol (Herdianita et.al.1999). Sampel dianalisis dengan alat Difraktometer
sinar-X.
4. Spektroskopi X-Ray Fluorescence (XRF)
merupakan teknik analisis unsur yang membentuk suatu material dengan
menjadikan interaksi sinar-X dengan material analit sebagai dasarnya. XRF
spektroskopi banyak dimanfaatkan dalam analisa batuan karena membutuhkan
jumlah sampel yang relatif kecil (sekitar 1 gram). Dibutuhkan kalibrasi alat
spektrosopi XRF terlebih dahulu sebelum melakukan analisis untuk memastikan
tingkat presisi.
i
BAB III
KEGIATAN PENELITIAN
Gambar 3.1
Peta lokasi daerah penelitian
i
peridotite, harzburgit, dunit, piroksenit dan serpintit yang diperkirakan
berumur kapur.
3. Mandala Geologi Banggai Sula, dicirkan oleh batuan dasar berupa
batuan metamorf Permo-Karbon, batuan plutonik yang bersifat granitis
berumur Trias dan batuan sedimen Mesozoikum.
Gambar 3.2
Peta Satuan Litotektonik Sulawesi (Van Leeuwen ,1944)
i
eksplorasi, bahkan sampai batuan dasar dengan lebar umum 3-5 meter. Spasi
dari setiap titik pembuatan sumur uji juga diperhitungkan dengan plot GPS untuk
mencari kemenerusan secara lateral.
Gambar 3.3
Variasi penampang sumur uji.
3. Pengeboran
Dari hasil pemetaan daerah zona prospek laterit, lokasi terbagi menjadi
3 block yaitu block A, B dan C, dari ke-3 block ini dapat mengetahui
penyebaran Laterit yang dominan di Block B dan C serta sebagian berada di
block A yang penyebarannya tidak terlalu luas. Dari ketiga block ini, fokus
pemboran di lakukan pada block A dan block C saja.
i
BAB IV
PEMBAHASAN
Gambar 4.1
Penampang nilai resistivitas lintasan N6
Gambar 4.2
Penampang nilai resistivitas lintasan N6 dengan interpretasi batas lapisan
menggunakan data bor
Interpretasi lebih lanjut yaitu menentukan zonasi lapisan laterit
berdasarkan penarikan batas lapisan (gambar 4.3).
i
Gambar 4.3
Penampang nilai resistivitas lintasan N6 dengan interpretasi batas dan zona
lapisan menggunakan data bor
Gambar 4.4
Interpretasi penampang vertikal data resistivitas dan data bor
Berdasarkan interpretasi tersebut akan mempermudah pembuatan model
geologi daerah penelitian khususnya untuk endapan nikel laterit baik secara
vertikal maupun kemenerusan secara lateral.
i
3.2 Metode Sumur Uji
Korelasi antara data yang diperoleh dengan menggunakan metode
pembuatan sumur uji dengan data ketebalan bijih pada daerah Sorowako,
Sulawesi Selatan (Tonggiroh, 2009). Penelitian tersebut. Tabel 4.1 dan 4.2
menunjukan ketebalan bijih nikel dan ketebalan limonit serta saprolit pada
daerah tersebut dan untuk penampang sumur uji digambarkan pada gambar 4.5
Tabel 2. hasil dari analisis ketebalan bijih terhadap ketebalan limonit
Gambar 4.5. Ilustrasi penampang sumur uji daerah Sorowako, Sulawesi Selatan
Kemudian berdasarkan korelasi tersebut disimpulkan untuk kandungan
nikel dengan grade tinggi terdistribusi pada bagian punggungan serta lembah
yang lebih landai (pengaruh topografi). Gambar 4.6 menunjukan distribusi serta
kadar nikel daerah tersebut.
i
Gambar 4.6
Distribusi serta kadar nikel daerah Sorowako, Sulawesi Selatan
4.3 Pengeboran
BLOCK A
Mesin yang digunakan untuk melakukan pengeboran di block A adalah
Jackro 100. Pada block A jumlah pengeboran yang dilakukan adalah 3 titik
dengan ketebalan laterit mencapai 2 m, bagian bawahnya sudah dijumpai
bedrock berupa batugamping kristalin yang sangat kompak sehingga
pemboran diblock A dihentikan. Tidak semua block A memiliki ketebalan
laterit 2 m, dan ada yg lebih dari 2 m. Hal ini menyebabkan pengeboran
dialihkan ke block C. Hasil analisis sampel pengeboran pada block A di
ketahui kadar nikel (Ni) yang tertinggi terdapat di titik bor A-19 pada
kedalaman 1 m yaitu 0,60.
i
Gambar 4.7
Lokasi Titik A
Gambar 4.8
Peta stratigrafi titik bor di block A
BLOCK B
Pada block B dilakukan Uji Pengeboran dengan alat handauger dan Tes
Pit pada 2 titik. Dari hasil analisis diketahui bahwa kadar nikel (Ni) yang
tertinggi terdapat di titik GR-1 yaitu 1,83 pada kedalaman 8 m dan kadar
terendah pada kedalaman 3 m dengan kadar 0,88. Penyebaran lateritnya
berada dipunggungan bukit, dengan kondisi litologi yang memiliki kandungan
serpentine yang sangat tinggi yang telah mengalami pelapukan lanjut,
sehingga menyebabkan kadar nikelnya tinggi.
i
Gambar 4.9
Peta lokasi titik bor di block B
BLOCK C
Lokasi di block C memiliki luasan 11,75 Ha. Kenampakan relief
perbukitan bergelombang dengan ketinggian antara 19 sampai 55 mdpl, slope
0 0
rata rata 5 sampai 23 , dilokasi penyelidikan banyak terdapat rawa dan
sungai. Pada pemboran pada block C, mesin yang digunakan adalah Jackro
100. Jumlah keseluruhan titik diblock C adalah 129 titik, sedangkan yang
berhasil dibor adalah 52 titik dengan total depth keseluruhan adalah 691,12 m
dan diblock C ada 4 titik dengan total kedalaman 19.86 m, sisanya
terkendala masalah izin lahan. Penyebaran laterit umumnya utara-selatan,
dengan ketebalan rata-rata sekitar 4 m, sedangkan saprolit mempunyai
ketebalan rata-rata 7 m. Pada kedalaman rata-rata sekitar 11 m dijumpai
bedrock berupa batugamping, breksi dan konglomerat. Dari hasil analisis
pengeboran 56 titik di block C diketahui kadar nikel (Ni) tertinggi adalah di
titik bor C-3 yaitu 1,03 pada kedalaman 8 m, serta titik bor C-37 yaitu 1,25 pada
kedalaman 6 m.
i
Gambar 4.10
Peta lokasi titik bor di block C
Gambar 4.11
Peta lokasi penyebaran laterit di Block C
Gambar 4.12
Penampang stragrafi lokasi block C setelah di modelling
i
BAB V
KESIMPULAN
Zonasi suatu endapan nikel laterit terdiri atas lapisan penutup, lapisan
limonit, lapisan saprolit, dan batuan dasar (batuan induk) yang terbentuk oleh
proses pelindian oleh larutan meteorik.Endapan nikel laterit yang berasosiasi
dengan batuan ultrabasa dalam proses pembentukan cadangan ekonomis
sangat dipengaruhi oleh faktor batuan induk, iklim, agen kimia, topografi, dan
struktur geologi. Metode eksplorasi yang dapat diterapkan dalam pengumpulan
data untuk endapan nikel laterit yaitu metode pemetaan geologi, metode
geolistrik tahanan jenis, metode sumur uji, metode pengeboran disertai dengan
analisis mineralogi dan geokimia. Penggunaan kombinasi data dari berbagai
metode menghasilkan interpretasi eksplorasi yang lebih komperhensif mengenai
sumber daya mineral endapan nikel laterit baik secara vertikal maupun
kemenerusan secara lateral.
Dilihat dari hasil analisis laboratorium kadar nikel di block A yang
tertinggi terdapat pada titik A12 yaitu 1,22 berada pada kedalaman 3 m. Dari
hasil pengeboran 4 titik kadarnya rendah dan kedalamanya yang relatif dangkal
maka pengeboran diblock A bagian barat disarankan untuk ditutup atau tidak
prospek dan difokuskan ke block A bagian selatan serta selanjutnya mengarah
ke block B.
Dari hasil analisis laboratoruim berdasarkan sampel dari handauger
dan Tes Pit maka diketahui kadar nikel untuk block B cukup tinggi karena ada
yang memenuhi standar diatas 1,8 sehingga memenuhi syarat untuk
dilakukakan eksploitasi. Setelah melakukan survey tinjau dilihat banyak
singkapan batuan serpentine yang tersingkap diatas permukaan yang sudah
mengalami pelapukan tingkat tinggi. Sedangkan untuk block C perlu
dipertimbangan lagi karena kadarnya relatif rendah, hanya ada beberapa
sumur yang sudah memenuhi standar yaitu diatas 1,8 sedangkan kebanyakan
sumur lainnya, kadarnya rendah. Jadi kesimpulan untuk block C adalah tidak
prospek untuk dieksploitasi karena penyebarannya tipis.
i
DAFTAR PUSTAKA