1. Latar Belakang
Informasi gaya berat (gravity) banyak digunakan dalam bidang geofisika, geodesi,
dan geologi. Dalam geofisika, informasi spasial gaya berat dipakai sebagai salah satu cara
untuk memprediksi struktur geologi dan densitas batuan penyusun kerak bumi. Data
anomali Bouguer merupakan salah satu data dasar kebumian yang diperlukan untuk
perencanaan pembangunan, eksplorasi energi, sumber daya mineral, dan untuk keperluan
Indonesia merupakan salah satu wilayah di dunia yang sering terjadi gempabumi baik
gempa tektonik maupun gempa vulkanik. Hal ini disebabkan karena Indonesia merupakan
wilayah pertemuan 3 lempeng tektonik yaitu Lempeng Eurasia, Pasifik dan Indo-
Australia. Gempabumi bagi masyarakat Indonesia merupakan salah satu bencana alam
Gempabumi yang terjadi pada tahun 2006 silam, di wilayah Daerah Istimewa
Keberadaan Sesar Opak memang telah diperkirakan oleh para ahli geologi dan
tertuang pada Peta Geologi Lembar Yogyakarta keluaran P3G Bandung tahun 1977 dan
diperbarui tahun 1995. Namun sesar ini menjadi lebih populer setelah kejadian
gempabumi di Yogyakarta dan Jawa Tengah pada tanggal 27 Mei 2006, karena sebagian
ahli geologi (Sulaiman, C.dkk, 2008, Natawijaya, 2007) beranggapan gempa tersebut
Sesar Opak merupakan sesar yang berada di sekitar Sungai Opak, sesar Opak ini
berarah timur laut barat daya kurang lebih U 235o T/ 80o, dimana blok timur relatif
bergeser ke utara dan blok barat bergeser ke selatan dengan lebar zona sesar ini
1
diperkirakan sekitar 2,5 km (Subowo,dkk., 2007). Berdasarkan hasil kajian deformasi
koseismik menyimpulkan bahwa sesar penyebab gempabumi 27 Mei 2006 adalah sesar
jenis sinistral dengan panjang 18 km, lebar 10 km, strike 48o ,dan dip 89o dan berada di
sebelah timur 3-4 km dari lokasi Sesar Opak yang biasa digambarkan pada peta geologi
(Abidin dkk, 2007). Berdasarkan kajian after sock yang datanya diambil selama 3 bulan
dimulai hari ke empat setelah gempa, sesar penyebab gempa berada kurang lebih 10 km
Dari uraian tersebut di atas dijumpai permasalahan sesar Opak memang ada, tetapi
perkiraan lokasi tepatnya dimana sesar tersebut masih kontroversi. Berangkat dari
masalah tersebut, penelitian menganggap bahwa sesar Opak perlu dilakukan pengkajian
lebih detail, untuk itu maka penulis mengkaji struktur geologi bawah permukaan di Kali
jenis sesar dan dampak yang ditimbulkan sehingga dapat dilakukan mitigasi terhadap
daerah Imogiri dan sekitarnya. Tujuan penelitian ini secara khusus adalah untuk
mengetahui nilai gravitasi pada daerah penelitian yang meliputi Imogiri, Kabupaten
daerah penelitian diambil dan diproses hingga menghasilkan sebuah peta anomali
gravitasi lokal yang dapat menggambarkan kondisi struktur bawah permukaan yang
2
3. Batasan Masalah
Sesuai dengan judul yang diangkat, maka dalam penyusunan penelitian ini hanya akan
membahas mengenai identifikasi sesar dan hasil analisis sesar Opak di wilayah Imogiri,
GEOLOGI UMUM
1. Fisiografi
Secara umum fisiografi Pulau Jawa telah dibagi oleh Pannekoek (1949) dan van
Bemmelen (1949) menjadi beberapa zona fisiografi. Menurut Pannekoek (1949) dapat
1. Zona Selatan / Zona Plato, terdiri dari beberapa plato dengan kemiringan kearah
selatan menuju Samudra Indonesia dan umumnya di bagian utara dipotong oleh
gawir. Di beberapa tempat gawir tersebut hampir tidak terlihat lagi, untuk
2. Zona Tengah / Zona Depresi Vulkanik, merupakan daerah depresi yang disusun
oleh endapan vulkanik muda, hal ini disebabkan karena pada daerah tersebut
3. Zona Utara / Zona Lipatan, yang terdiri dari rangkaian pegunungan lipatan yang
diselingi oleh beberapa gunungapi dan sering berbatasan dengan aluvial. Zona
utara ini dibagi lagi menjadi dua sub - zona, yaitu : Perbukitan Kendeng dan
memanjang dengan arah barat - timur, yang oleh van Bemmelen (1949) depresi
ini disebut sebagai Zona Randublatung. Dari Pannekoek (1949), daerah penelitian
3
Timur) dibagi berdasarkan kondisi morfologi, litologi penyusun dan pola struktur
yang ada menjadi 7 Zona Fisiografi (Gambar 1), dari utara sampai selatan adalah:
Solo (Bemmelen, 1983). Daerah penelitian sebelah barat laut merupakan Zona Solo
dan sebelah timur hingga memanjang ke arah selatan merupakan Zona Pegunungan
Selatan.
4
2. Stratigrafi
Stratigrafi merupakan urut-urutan batuan yang ada pada suatu daerah mulai
dari yang tua hingga muda. Urutan batuan di lokasi penelitian pada Zona
(Tmn), Formasi Wonosari (Tmwl) dan Endapan Gunung Merapi Muda (Qmi).
3. Pola Tektonik
Pulau Jawa menempati posisi tepi aktif interaksi lempeng - lempeng antara
Benua Eurasia dan Lempeng Samudera Hindia yang saling berinteraksi sejak
Kapur Akhir. Elemen tektonik utama sebagai akibat interaksi Lempeng Eurasia
dan Hindia adalah jalur subduksi, jalur magmatik - volkanik. Akibatnya, Pulau
Jawa disusun oleh gabungan antara kerak benua Eurasia dan kerak hasil akresi
Dari uraian regional, cukup jelas bahwa Jawa menempati posisi penting dalam
geologi Indonesia bagian barat karena wilayah ini menempati daerah frontal pada
peralihan kerak penyusun batuan dasar maupun pola struktur. Kondisi tersebut
Timur bagian barat yang dikontrol oleh struktur geologi. Struktur geologi di
daerah Pegunungan Selatan bagian barat berupa perlapisan homoklin, sesar, kekar
dan lipatan.
Perlapisan homoklin terdapat pada bentang alam Sub Zona Baturagung mulai
dari Formasi Kebo - Butak di sebelah utara hingga Formasi Sambipitu dan
5
Gambar 2. Peta regional Jawa memperlihatkan pola struktur, dua sesar
mendatar regional dan implikasi geologi yang disebabkan (Satyana dan
Purwaningsih, 2002).
: Daerah penelitian
Kemiringan perlapisan menurun secara berangsur dari sebelah utara (20 - 35) ke
sebelah selatan (5 - 15). Bahkan pada Subzona Wonosari, perlapisan batuan yang
termasuk Formasi Oyo dan Formasi Wonosari mempunyai kemiringan sangat kecil
(kurang dari 5) atau bahkan datar sama sekali. Pada Formasi Semilir di sebelah barat,
antara Prambanan - Patuk, perlapisan batuan secara umum miring ke arah baratdaya.
Sementara itu, di sebelah timur, pada tanjakan Sambeng dan Dusun Jentir, perlapisan
batuan miring ke arah timur. Perbedaan jurus dan kemiringan batuan ini mungkin
disebabkan oleh sesar blok (anthithetic fault blocks; van Bemmelen, 1949) atau sebab
merupakan kemiringan asli (original dip) dari bentang alam kerucut gunungapi dan
6
Struktur sesar pada umumnya berupa sesar turun dengan pola anthithetic fault
blocks (van Bemmelen, 1949). Sesar utama berarah baratlaut - tenggara dan setempat
berarah timurlaut - baratdaya. Di kaki selatan dan kaki timur Pegunungan Baturagung
dijumpai sesar geser mengkiri. Sesar ini berarah hampir utara - selatan dan memotong
lipatan yang berarah timurlaut - baratdaya. Bronto dkk. (1998, dalam Bronto dan
Hartono, 2001) menginterpretasikan tanda - tanda sesar di sebelah selatan (K. Ngalang
dan K. Putat) serta di sebelah timur (Dusun Jentir, tanjakan Sambeng) sebagai bagian
dari longsoran besar (mega slumping) batuan gunungapi tipe Mt. St. Helens. Di sebelah
barat K. Opak diduga dikontrol oleh sesar bawah permukaan yang berarah timurlaut -
struktur sesar yang terletak di Pegunungan Selatan, DIY dan Perbukitan Jiwo, Klaten,
Jawa Tengah mengemukakan bahwa terdapat 4 set sesar mayor, masing-masing berarah
timur laut-barat daya (set 1), arah utara selatan (set 2), barat laut tenggara (set 3),
dan barat timur (set 4). Set 1 terbentuk pada akhir Kapur dan akhir Eosen Miosen
Tengah, set 2 dan set 3 terbentuk pada awal Pliosen dan set 4 terbentuk pada Plistosen
Tengah.
Pada akhir Eosen dan Miosen Tengah tegasan purba jenis kompresi bekerja berarah
utara selatan (N 185o E). Pada Pliosen Awal tegasan purba masih berjenis kompresi,
tetapi arahnya berubah menjadi utara barat laut selatan tenggara (N 158o E). Pada
Plistosen Tengah berubah jenisnya menjadi tegasan regangan (tensional stress) dengan
arah utara timur laut selatan barat daya (N 21o E) dan baratlaut tenggara (N 317o E).
Sesar set 1 (arah timur laut barat daya) yang ditemukan pada batuan malihan
(batuan dasar) merupakan sesar tua yang terbentuk karena hasil tumbukan lempeng
Eurasia dengan lempeng Indo-Australia pada umur Kapur. Sesar set 1 yang ditemukan
7
pada batuan yang terletak di atas batuan dasar, terbentuk karena adanya reaktivasi sesar
Sesar set 2 dan 3 terbentuk dari perkembangan struktur-struktur kekar akibat sistem
wrenching sesar-sesar set 1. Sesar arah utara-selatan (set 2) dan barat laut- tenggara (set
3) bukan hasil secara langsung dari reaktivasi sesar set 1 pada batuan dasar. Tegasan
regangan berarah utara timur laut selatan barat daya menghasilkan sesar turun di
sebelah utara kaki utara gawir Baturagung ( Sesar turun Prambanan Bayat dan sesar
turun Gunung Kampak). Tegasan regangan berarah barat laut tenggara mengaktifkan
sesar-sesar geser mendatar sekitar Sungai Opak sehingga berubah menjadi sesar turun.
Reaktivasi tersebut hasil salah satunya adalah sesar turun Opak yang membentuk terban
Yogyakarta. Tegasan regangan juga berhubungan dengan gaya-gaya release pada fase
METODE GRAVITASI
Metode gaya berat (gravitasi) adalah salah satu metode geofisika yang didasarkan
pada pengukuran medan gravitasi. Pengukuran ini dapat dilakukan di permukaan bumi,
di kapal maupun di udara. Dalam metode ini yang dipelajari adalah variasi medan
gravitasi akibat variasi rapat massa batuan di bawah permukaan sehingga dalam
pelaksanaannya yang diselidiki adalah perbedaan medan gravitasi dari suatu titik
observasi terhadap titik observasi lainnya. Metode gravitasi umumnya digunakan dalam
eksplorasi jebakan minyak (oil trap). Disamping itu metode ini juga banyak dipakai
Prinsip pada metode ini mempunyai kemampuan dalam membedakan rapat massa
permukaan dapat diketahui. Pengetahuan tentang struktur bawah permukaan ini penting
8
untuk perencanaan langkah-langkah eksplorasi baik minyak maupun mineral lainnya.
Untuk menggunakan metode ini dibutuhkan minimal dua alat gravitasi, alat gravitasi
yang pertama berada di base sebagai alat yang digunakan untuk mengukur pasang surut
gravitasi, alat yang kedua dibawa pergi ke setiap titik pada stasiun mencatat perubahan
Pada dasarnya gravitasi adalah gaya tarik menarik antara dua benda yang memiliki
rapat massa yang berbeda, hal ini dikemukakan oleh Isaac Newton (1643 1727)
bahwa dua benda yang terpisah pada jarak r akan mengalami gaya gravitasi. Hal
tersebut dapat diekspresikan oleh rumus hukum yang sederhana sebagai berikut:
m1 m2
F =G
2
dimana : F adalah besarnya gaya gravitasi antara dua massa tersebut (Newton),
9
Berdasarkan Hukum Newton II yang menyatakan bahwa percepatan dari suatu
benda merupakan hasil pembagian dari gaya yang dialami dengan massa benda
tersebut.
Jika pada gambar 3, M1 adalah massa bumi, M2 adalah massa suatu benda di
permukaan bumi, dan r adalah jari-jari bumi maka percepatan gravitasi yang dialami
G(r) = =G r
Satuan yang umumnya digunakan pada metode gravitasi adalah miligal, dimana 1
miligal = 10-5 m/s2. Jari-jari di ekuator (Re) lebih besar daripada jari-jari di kutub (Rk)
sehingga bentuk bumi menjadi tidak bulat sempurna. Jari-jari ekuator lebih besar
karena adanya gaya sentrifugal yang menarik massa keluar. Hal ini mengakibatkan
timbul perbedaan nilai percepatan gravitasi antara di kutub dan di ekuator (Gambar 4).
6350 km
6372 km
Re
Rk
observasi dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor faktor yang mempengaruhi nilai
gobservasi adalah :
- Alat
10
- Elevasi
- Topografi
Data gravitasi observasi merupakan data mentah yang belum bisa diintepretasi.
Koreksi baca alat adalah koreksi yang dilakukan apabila terjadi kesalahan dalam
pembacaaan alat gravitasi yang digunakan. Rumus umum dalam pembacaan alat dapat
bumi seperti bulan dan matahari, yang berubah terhadap lintang dan waktu. Untuk
mendapatkan nilai pasang surut ini maka, dilihatlah perbedaan nilai gravitasi stasiun dari
waktu ke waktu terhadap base. Gravitasi terkoreksi tidal dapat ditulis sebagai berikut :
g st = gs + t
dimana:
Koreksi apungan akibat adanya perbedaan pembacaan gravity dari stasiun yang
sama pada waktu yang berbeda, yang disebabkan karena adanya guncangan pegas alat
11
gravimeter selama proses transportasi dari suatu stasiun ke stasiun lainnya.
dimana :
dimana:
4. Koreksi Lintang
Koreksi ini dilakukan karena bentuk bumi yang tidak sepenuhnya bulat sempurna,
tetapi pepat pada daerah ekuator dan juga karena rotasi bumi. Hal tersebut membuat ada
perbedaan nilai gravitasi karena pengaruh lintang yang ada di bumi. Secara umum
dimana
Koreksi ini dilakukan untuk mengkompensasi ketinggian antara titik pengamatan dan
datum (mean sea level). Koreksi ini dapat ditulis sebagai berikut:
g FA = - 0.3086 x h
dimana :
12
6. Koreksi Bouguer
antara stasiun pengukuran dan (mean sea level) yang diabaikan pada koreksi udara bebas.
g B = 0.04193 x x h
di mana :
pengukuran. Pada saat pengukuran, elevasi topografi di sekitar titik pengukuran, biasanya
dalam radius dalam dan luar, diukur elevasinya. Sehingga koreksi ini dapat ditulis sebagai
berikut :
8. Metode Grid
Grid adalah jaringan titik segi empat yang tersebar secara teratur ke seluruh area
pemetaan. Grid dibentuk berdasarkan pada data XYZ dan menggunakan algoritma
matematis tertentu. Gridding merupakan proses penggunaan titik data asli (data
pengamatan) yang ada pada file data XYZ untuk membentuk titik-titik data tambahan
13
pada sebuah grid yang tersebar secara teratur. Dalam pembuatan file grid ini akan diatur
mengenai :
1. Geometri garis grid, yang terdiri dari parameter batas grid dan kepadatan grid.
Batas grid merupakan batas-batas pemetaan yang diambil dari nilai X terkecil, X
terbeasr, Y terkecil, dan Y terbesar. Nilai X dan Y diambil dari data mentah di worksheet.
Batas-batas pemetaan tersebut membentuk sebuah segi empat dengan koordinat terluar
nilai-nilai terbesar dari X dan Y. Kepadatan grid merupakan lebar kolom dan garis pada file
grid. Kolom dan baris ini berupa garis grid minor yang terbentuk oleh proses interpolasi file
XYZ di sepanjang sumbu X dan Y. Berikut ini merupakan metode grid yang digunakan
Kriging merupakan metode gridding geostatistik yang telah terbukti berguna dan
populer di berbagai bidang. Metode ini menghasilkan visual peta yang menarik dari
data yang tidak teratur. Krigging merupakan metode gridding yang sangat fleksibel
karena dapat menghasilkan jaringan yang akurat pada data dengan menggunakan
Metode Natural Neighbour menghasilkan kontur yang baik dari data set yang
berisi data padat di beberapa daerah dan data jarang di daerah lainnya. Hal ini tidak
menghasilkan data daerah tanpa data dan tidak terekpolasi nilai-nilai Z di luar grid
jangkauan data.
9. Densitas Batuan
Dalam metode gayaberat, distribusi parameter fisika yaitu densitas dari material di
bawah permukaan bumi berasosiasi dengan kondisi dan struktur geologi di dalam bumi,
14
sehingga karakteristik densitas dari tiap jenis batuan patut diketahui geofisikawan
karena nilai percepatan gravitasi yang terukur di permukaan bumi akan bervariasi
dipengaruhi oleh variasi distribusi densitas batuan. Densitas batuan diartikan massa
benda per satuan volum. Densitas batuan mengidentifikasi lapisan batuan di daerah
penelitian, menggunakan data densitas seperti yang ada dalam Tabel 1 (Telford
dkk,1990)
Sedimentary Rock
Alluvium 1,96 - 2,00 1,98
Clay 1,63 - 2,60 2,21
Gravel 1,70 - 2,40 2,00
Loess 1,40 - 1,93 1,64
Silt 1,80 - 2,20 1,93
Soil 1,20 - 2,40 1,92
Sand 1,70 - 2,30 2,00
Sandstone 1,61 - 2,76 2,35
Shale 1,77 - 3,20 2,40
Limestone 1,93 - 2,90 2,55
Dolomite 2,28 - 2,90 2,70
Chalk 1,53 - 2,60 2,01
Halite 2,10 - 2,60 2,22
Glacier ice 0,88 - 0,92 0,90
Igneous Rock
Rhyolite 2,35 - 2,70 2,52
Granite 2,50 - 2,81 2,64
Basalte 2,40 - 2,80 2,61
Syenite 2,60 - 2,95 2,77
Basalt 2,70 - 3,30 2,99
Gabbro 2,70 - 3,50 3,03
Metamorphic Rock
Schist 2,39 - 2,90 2,64
Gneiss 2,59 - 3,00 2,80
Phyllite 2,68 - 2,80 2,74
15
Slate 2,70 - 2,90 2,79
Granulite 2,52 - 2,73 2,65
Amphibolite 2,90 - 3,04 2,96
Eclogite 3,20 - 3,54 3,37
METODE PENELITIAN
dari data bawah permukaan (gravitasi) dan analisa yang didapat, nantinya dilakukan
Tahapan Penelitian
Tahapan penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini dibagi dalam 3 (tiga)
tahapan, yaitu : tahap persiapan, tahap analisa dan tahap penyusunan laporan.
1. Tahap Persiapan
Dalam tahapan ini dilakukan pengambilan data lapangan (data primer) berupa
data gravitasi dengan menggunakan metode looping (jalur lintasan) di 2 lokasi yaitu
Dua lokasi pengambilan data (jalur lintasan) memanjang dari arah timur ke barat
terdapat di Kabupaten Bantul. Setiap lokasi memiliki 16 titik pengamatan yang terpisah
16
Setiap titik pengamatan ini akan dilakukan pengukuran nilai gravitasi dengan
singkapan, morfologi, dan ketinggian lokasi tersebut dari permukaan air laut.
Meliputi penulisan akhir laporan dengan memproses data-data primer yang sudah
diambil dan dianalisa ke dalam bentuk laporan resmi atau akhir termasuk di dalamnya
analisis studio dan komputerisasi (Olah data digital geologi, dan penulisan laporan).
4. Sintesa
Untuk dapat menghasilkan sintesa yang akurat diperlukan suatu metodologi yang
akurat. Hasil dari pengambilan data primer dan pemrosesan yang menghasilkan suatu
PENGAMBILAN DATA
arah barat kurang lebih 1,6 km dan ke arah timur 1,6 km dengan 16 titik pengamatan
dengan spasi 200 meter di setiap titiknya (Gambar 6). Jalur lintasan melintasi jalan raya
17
Imogiri timur ke arah timur hingga pertigaan ke arah makam raja-raja Imogiri. Data
Lokasi
pengambilan data
Lokasi pengambilan data gravitasi di jalur Imogiri berada pada satuan endapan
lempung kerakal dan breksi basalt kemas terbuka Nglanggran dengan jalur mengarah
barat laut tenggara dan memotong sungai opak yang mengalir mengarah utara
selatan.
dengan jarak kurang lebih 10 km serta jarak dari Ibukota Propinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta kurang lebih 18 km. Jalur Pundong terletak di selatan Jalur Imogiri (Gambar
7) dengan jarak kedua jalur sekitar 3 km. Hasil pengukuran di Jalur Pundong disajikan
18
LOKASI
PENELITIAN
Gambar 5.8
gravitasi diolah sedemikian rupa dengan metode Krigging maupun Natural Neighbor.
memperhitungkan titik-titik persebaran data yang ada, sehingga tidak terjadi ekstrapolasi
seperti halnya dalam metode pengkonturan dengan metode krigging. Dari ke-2 lintasan
Pemodelan merupakan hal penting dalam analisis data gravitasi. Pemodelan dapat
memperkirakan konfigurasi benda penyebab anomali. Dari peta anomali Bouguer yang
memiliki pola kontur memanjang relatif dalam satu arah, benda anomalinya dapat didekati
19
JALUR IMOGIRI U
JALUR PUNDONG
1. Pemodelan
Imogiri dan Kecamatan Pundong (Gambar 9). Jalur Imogiri memotong sungai Opak di
JALUR IMOGIRI
JALUR PUNDONG
20
JALUR IMOGIRI
JALUR PUNDONG
Gambar 10. Peta Anomali Gravitasi dengan Krigging Model Beserta Persebaran Titik, daerah
dengan batas kotak merah, : daerah pembelokkan kontur
Adanya pembelokkan kontur yang ada di jalur Imogiri. Pembelokkan kontur ini
mengidentifikasikan adanya struktur bawah permukaan berupa sesar yang ada di bawah
Anomali nilai gravitasi tinggi berkisar antara 110 mgal 108 mgal dijumpai pada
jalur Pundong pada koordinat UTM (430000,9120500) sedangkan anomali nilai gravitasi
rendah kisaran antara 95 -100 mgal dijumpai pada jalur Imogiri pada koordinat UTM
(430000,9122500).
Sesar normal memberikan respon anomali nilai gravitasi tinggi di bagian yang
terangkat (hanging wall) dan memberikan respon anomali nilai gravitasi rendah di bagian
yang turun. Adanya struktur pembelokkan kontur menunjukkan batas blok batuan.
Berdasarkan pada Gambar 5.12, memperlihatkan adanya pola liniasi medan anomali
gravitasi regional berarah timur laut barat daya dan nilai anomali cenderung mengecil ke
arah utara dan timur laut. Dari profil penampang di bawah (Gambar 11) terbaca adanya
sesar turun dengan pergeseran 100 175 meter. Sedangkan pada peta Anomali Gravitasi
21
(Gambar 7 dan 8) terdapat pembelokkan kontur sehingga dapat diintepretasikan adanya
permukaannya diestimasi tersusun oleh tiga satuan batuan di mana satuan batuan dengan
warna merah yaitu batugamping merupakan basement batuan di daerah penelitian dengan
kedalaman mencapai 350 meter dan di atasnya diendapkan satuan batuan dengan warna
hijau yaitu breksi lapili dan paling atas merupakan satuan batuan paling muda dengan
warna kuning yaitu endapan. Nilai anomali gravitasi tinggi berupa tinggian dengan nilai
gravitasi sebesar 102 mgal dan nilai gravitasi sebesar 97 mgal pada penampang
blok batuan berupa hanging wall. Sedangkan daerah yang berupa rendahan
mengidentifikasikan adanya foot wall. Dengan adanya hanging wall dan foot wall
22
1.2 Pemodelan di Jalur Pundong
tinggian pada penampang di atas mengidentifikasikan adanya blok batuan berupa hanging
wall. Sedangkan daerah yang berupa rendahan mengidentifikasikan adanya foot wall.
Dengan adanya hanging wall dan foot wall mengindikasikan adanya sesar yaitu sesar
normal. Ada 2 sesar turun di jalur Pundong yang dapat diamati pergerakannya yaitu sesar
Sedangkan pada peta Anomali Gravitasi (Gambar 9 dan 10) tidak terdapat
pembelokkan kontur pada Jalur Pundong sehingga tidak diintepretasikan adanya struktur
geologi yaitu sesar mendatar ke kiri tetapi pada Peta Geologi (lampiran lepas 3)
diidentifikasi sebagai sesar turun dengan pergeseran sebesar 50- 100 meter.
diestimasi tersusun oleh tiga satuan batuan yang ditunjukkan dengan warna yang berbeda
untuk setiap satuan batuan. Satuan batuan dengan warna merah merupakan basement
batuan di daerah penelitian dengan satuan batugamping dengan kedalaman mencapai 750
meter dan di atasnya diendapkan satuan batuan dengan warna hijau, satuan batuan yang
23
diendapkan di atas batugamping diestimasi merupakan breksilapili dengan densitas 2.63
gr/cc dengan ketebalan 250 meter dan paling atas merupakan satuan batuan paling muda
dengan warna kuning yang diintepretasikan sebagai sedimen dengan densitas 2.7 gr/cc
dengan ketebalan satuan batuan 200 m. Nilai gravitasi tinggi atau daerah anomali gravitasi
tinggi adalah berupa tinggian dengan nilai gravitasi sebesar 117 mgal dan nilai anomali
gravitasi rendah sebesar 113 mgal pada penampang merupakan daerah rendahan.
KESIMPULAN
Dari hasil- hasil intepretasi dari peta anomaly gravitasi dan penampang di atas, maka
dapat disimpulkan bahwa sesar Opak di daerah penelitian dijumpai adanya sesar turun
(normal fault). Hal ini menunjukkan bahwa Sesar Opak yang sekarang ini berupa sesar
turun walaupun mungkin dulunya berupa sesar geser mengkiri yang mengalami reaktivasi
kembali.
DAFTAR PUSTAKA
24
Pandita, H, Pambudi,S, Winarti, 2008. Analisis Model Facies Formasi Sentolo dan
Formasi Wonosari sebagai Identifikasi Awal Dasar Cekungan Yogyakarta.
Laporan HIBER tahun 1. Sekolah Tinggi Teknologi Nasional
Yogyakarta.(tidak dipublikasikan)
Prihatmoko dkk. 2002, Potensi Jebakan Mineral di Jawa Tengah dan Daerah
Istimewa Yogyakarta.IAGI 2002.UPN Veteran Yogyakarta.
Sampurno, Samudro ,1997. Peta Geologi Lembar Ponorogo skala 1:1000. Direktorat
P3G Bandung.
Twiss, R. & Moore, E., 1992. Structural Geology, W.H. Freeman, New York. Unruh,
J.R., Twiss, R.J. & Hauksson, E., 1996. Seismogenic deformation ...
Wijaksono, Egie, 2008. Permodelan Tiga Dimensi (3D) Zona Sesar Opak Bantul,
Yogyakarta Berdasarkan Data Anomali Bouguer Lengkap. Jurnal hal 1-2
25