Anda di halaman 1dari 24

PRESENTASI KASUS

Diabetes Melitus Tipe 2

Disusun oleh :

Katharina L Prastiwi G4A015007

Pembimbing :

dr. Andreas, Sp.PD.

SMF ILMU PENYAKIT DALAM

RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARDJO

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

PURWOKERTO
2016
LEMBAR PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS KECIL

Disusun oleh :
Katharina L Prastiwi G4A015007

Diajukan untuk memenuhi syarat


mengikuti Kepaniteraan Klinik
di bagian Ilmu Penyakit Dalam
RSUD Prof. DR. Margono Soekarjo Purwokerto

telah disetujui dan dipresentasikan


pada tanggal: Januari 2016

Purwokerto, Januari 2016


Pembimbing,

dr. Andreas, Sp. PD


I. PENDAHULUAN

Diabetes Melitus (DM) adalah suatu penyakit metabolik yang ditandai


dengan peningkatan kadar gula darah karena kelainan sekresi maupun kerja
insulin. Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit kronik yang
prevalensinya secara global terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun
(DAdamo, 2008).
Jumlah penderita diabetes mellitus di Indonesia pada tahun 2000 mencapai
8,43 juta jiwa dan WHO telah memperkirakan bahwa jumlah ini akan meningkat
menjadi sebanyak 21,3 juta jiwa pada tahun 2030. Saat ini prevalensi DM di
Indonesia menduduki urutan ke empat di dunia setelah India, Cina dan Amerika
Serikat (Perkeni, 2011).
Penyakit DM terdiri dari 2 tipe yaitu DM tipe 1 dan DM tipe 2. DM tipe 1
merupakan jenis diabetes yang terjadi karena tubuh kekurangan atau tidak
diproduksinya hormon insulin oleh pankreas, sedangkan DM tipe 2 adalah kondisi
di mana jumlah hormon insulin dalam tubuh cukup namun tidak dapat berfungsi
dengan baik (McWright,2008).
Penyakit DM tipe 2 di Indonesia merupakan salah satu penyebab utama
kematian karena penyakit tidak menular atau sekitar 2,1% dari seluruh kematian.
Diperkirakan sekitar 90% kasus DM di seluruh dunia tergolong DM tipe 2.
Jumlah penderita DM tipe 2 semakin meningkat pada kelompok umur dewasa
terutama umur > 30 tahun dan pada seluruh status sosial ekonomi (Perkeni, 2011).
II. STATUS PASIEN

A. Identitas Pasien
a. Nama : Ny. D
b. Umur : 62 Tahun
c. Jenis kelamin : Wanita
d. Status : Janda
e. Suku bangsa : Jawa
f. Agama : Islam
g. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
h. Alamat : Keniten 1/4, Kedung Banteng
i. Tanggal Masuk : 16 Januari 2016 (IGD)
j. Autoanamnesis : 19 Januari 2016 (Bangsal Dahlia Kamar No. 4)

B. Anamnesis

a. Keluhan Utama : Muntah-muntah


b. Keluhan Tambahan : Mual, pusing, lemas, diare
c. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IGD RSMS tanggal 16 Januari 2016 dengan
keluhan muntah-muntah selama 3 hari. Muntah-muntah dirasakan
pasien semakin sering setiap saat makan. Dalam satu hari, pasien bisa
muntah 6-8 kali. Pasien mengeluhkan merasa semakin berat tiap akan
makan dan terasa membaik ketika istirahat.
Selain muntah-muntah, pasien juga mengeluh diare selama 2
hari SMRS namun saat ini sudah tidak diare, merasa mual, dan pusing.
Pasien juga merasa lemas dan cepat lelah. Pasien mengaku cepat haus
dan sering BAK hingga 2-3 kali pada malam hari saat tidur. Pandangan
mata pasien kabur sejak 1 tahun ini dan kaki terkelupas sejak 1
minggu. Pasien baru saja ditinggal suaminya yang meninggal dunia 6
bulan yang lalu. Pasien mengaku hal tersebut masih menjadi beban
pikirannya dan mengganggu aktivitasnya sehai-hari.

d. Riwayat Penyakit dahulu :


1 Riwayat keluhan yang sama : Disangkal
2 Riwayat hipertensi :Diakui,
biasanya tensi tinggi apabila pasien
sedang ada masalah
3 Riwayat DM :Diakui pertama kali
terdiagnosis DM sejak 10 tahun yang
lalu, rutin minum obat dan kontrol di
Poli DM RSMS selama 9 tahun, dan
1 tahun terakhir di Puskesmas
Kedung Banteng
4 Riwayat penyakit jantung : Disangkal
5 Riwayat penyakit ginjal : Disangkal
6 Riwayat HD : Disangkal
7 Riwayat alergi / asma : Disangkal
8 Riwayat OAT : Disangkal
e. Riwayat Penyakit Keluarga :
1 Riwayat keluhan yang sama : Disangkal
2 Riwayat hipertensi : Disangkal
3 Riwayat DM : Diakui. Ibu pasien
merupakan penderita diabetes
mellitus tipe 2
4 Riwayat penyakit jantung : Disangkal
5 Riwayat penyakit ginjal : Disangkal
f. Riwayat Sosial dan Ekonomi
1 Keluarga
Pasien tinggal bersama dengan ke empat anaknya di lingkungan
pedesaan yang cukup padat penduduknya. Suami pasien baru 6
bulan yang lalu meninggal dunia. Pasien berasal dari keluarga
dengan sosial ekonomi sedang. Sumber pembiayaan kesehatan
berasal dari BPJS.
2 Rumah
Pasien tinggal di sebuah rumah bersama dengan keluarganya.
Rumah yang dihuni terdiri dari 4 kamar, ruang tamu, dapur dan
ruang makan. Memiliki kamar mandi dan jamban di dalam rumah.
Atapnya memakai genteng dan lantai terbuat dari ubin.Ventilasi
dan pencahayaan rumah dirasa pasien cukup.
3 Pekerjaan
Pasien merupakan ibu rumah tangga.
4 Kebiasaan
Pasien jarang berolahraga dan melakukan aktivitas fisik lain. Pasien
mengaku senang mengkonsumsi makanan manis namun sudah
mulai mengurangi sejak terdiagnosis DM 10 tahun lalu. Namun
akhir-akhir ini karena ada beban pikiran, pola makan pasien tidak
terkontrol seperti bulan-bulan sebelumnya.
C. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum : Baik
b. Kesadaran : Compos mentis dengan GCS 15
(E=4, V=5, M=6)
c. Status Gizi : BB 70 kg, TB 156 cm, BMI 28.76
(Obesitas I)
d. Tanda Vital
1) Tekanan Darah : 130/70 mmHg
2) Nadi : 80x/menit
3) Pernapasan : 20x/menit
4) Suhu (Peraksiller) : 36.8 C
e. Status Generalis
1) Pemeriksaan kepala
Bentuk kepala : Simetris, mesocephal
Rambut : Distribusi merata
2) Pemeriksaan mata
Konjungtiva : Anemis (-/-)
Sklera : Ikterik (-/-)
Palpebra : Oedem (-/-)
Reflek cahaya langsung/tidak langsung : (+/+) / (+/+)
3) Pemeriksaan telinga
Simetris
Kelainan bentuk : (-)
Discharge : (-)
4) Pemeriksaan Hidung
Discharge : (-)
Nafas Cuping Hidung : (-)
5) Pemeriksaan mulut
Bibir sianosis : (-)
Lidah sianosis : (-)
Lidah kotor : (-)
6) Pemeriksaan leher
Deviasi trakea : (-)
Perbesaran kelenjar tiroid : (-)
Perbesaran limfonodi : (-)
JVP : 5 + 2 cm H2O
7) Pemeriksaan Ekstremitas
Superior dekstra/sinistra : Oedem (-/-)
Inferior dekstra/sinistra : Oedem (-/-)
f. Status Lokalis
Pulmo
Inspeksi : Simetris kanan kiri, retraksi (-), ketinggalan gerak (-)
Palpasi : Vokal fremitus lobus superior kanan = kiri
Vokal fremitus lobus inferior kanan = kiri
Perkusi : Hipersonor di seluruh lapangan paru, batas paru hepar di
SIC V LMCD.
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+)
Suara tambahan wheezing (-), RBH (-), RBK(-)
Jantung
Inspeksi : Ictus Cordis terlihat di SIC V, 2 jari medial LMCS
Palpasi : Ictus Cordis teraba SIC V, 2 jari medial LMCS,
kuat angkat (-)
Perkusi : Batas kanan atas SIC II LPSD
Batas kanan bawah SIC IV LPSD
Batas kiri atas SIC II LPSS
Batas kiri bawah SIC VI, 2 jari medial LMCS
Auskultasi : S1 > S2 di apeks reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Cembung, jejas (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal.
Palpasi : Nyeri tekan (-)
hepar tidak teraba
lien tidak teraba
undulasi (-)
Perkusi : Timpani, pekak alih (-), pekak sisi (-)

D. Pemeriksaan Penunjang
a) Laboratorium 16 Januari 2016

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan


Darah Lengkap
Hemoglobin 11.7 g/dL 11,7 15,5
Leukosit 9250 U/L 4800 11000
Hematokrit 37 % 37 47
Eritrosit 4.3 ^6/uL 3,8 5,4
Trombosit 268.000 / uL 150.000 450.000
MCV 87.3 fL 79 99
MCH 27.5 pg 27 31
MCHC 31.5 % 32 37
RDW 14.1 % 11,5 14,5
MPV 11.4 fL 9,4 12,3
Hitung Jenis Leukosit
Basofil 0,6 % 0,0 1,0
Eosinofil 2.4 % 2,0 4,0
Batang 0.3 % () 2,0 5,0
Segmen 47.3 % () 40,0 70,0
Limfosit 40,1 % () 25,0 40,0
Monosit 9,3 % () 2,0 8,0
Kimia Klinik
Ureum darah 23.8 mg/dL 14,98 38,52
Kreatinin darah 0.94 mg/dL 0,60 1,00
Glukosa sewaktu 352 mg/dL () 200

Tanggal 17 Januari 2016


Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Glukosa Puasa 251 mg/dL () 126 mg/dL
Glukosa 2 jam PP 337 mg/dL () 200 mg/dl
HbA1C >14.0 % () 4.7-7.0

Tanggal 18 Januari 2016

Urin Lengkap Hasil Nilai Rujukan


Warna Kuning Kuning muda-kng tua
Kejernihan Jernih Jernih
Bau Khas Khas
Berat jenis 1.020 1.010-1.030
pH 7.0 4.6-7.8
Leukosit 25 () Negatif
Nitrit Negatif Negatif
Protein Negatif Negatif
Glukosa 1000 () Normal
Keton Negatif Negatif
Urobilinogen Normal Normal
Bilirubin Negatif Negatif
Eritrosit Negatif Negatif
Sedimen leukosit Negatif Negatif
Sedimen eritrosit 0-1 () Negatif
Sedimen epitel 0-3 () Negatif
Silinder hialin Negatif Negatif
Silinder lilin Negatif Negatif
Silinder eritrosit Negatif Negatif
Silinder leukosit Negatif Negatif
Granuler halus Negatif Negatif
Granuler kasar Negatif Negatif
Kristal Negatif Negatif
Bakteri Negatif Negatif
Trikomonas Negatif Negatif
Jamur Negatif Negatif

E. Resume (Kesimpulan Pemeriksaan)


a. Anamnesis :
1) Muntah
2) Mual
3) Pusing
4) Lemas dan mudah lelah
5) Diare
6) Pandangan mata kabur
7) Infeksi pada kaki
8) Cepat haus (polidipsi)
9) Sering BAK terutama malam hari (poliuri)

b. Pemeriksaan Fisik :
1) KU : Baik
2) Status generalis : Dalam batas normal
c. Pemeriksaan Laboratorium :
1) Hiperglikemia

F. Diagnosis Kerja
Diabetes Melitus tipe 2
Dispepsia
Tinea Pedis

G. Terapi
a. Non Farmakologis
1) Istirahat
2) Diet bergizi seimbang
3) Menghindari makanan yang terlalu banyak mengandung gula
4) Meningkatkan aktivitas fisik dan olahraga
5) Edukasi penyakit kepada pasien dan keluarga meliputi pencetus,
terapi, komplikasi penyakit, prognosis penyakit.

b. Farmakologi

1) IVFD RL 0.9% 30tpm


2) Diet DM 1300 kkal
3) Novorapid 3x8U
4) Metformin 2x500mg
5) Acarbose 2x50mg
6) Inj ranitidine 2x1amp
7) Ketokonazole 2x1
8) Loratadin 1x1
9) Mikonazol salep 20cc

H. Prognosis
Ad Vitam : Dubia ad bonam
Ad Fungsionam : Dubia ad malam
Ad Sanastionam : Dubia ad malam
III. TINJAUAN PUSTAKA

A. Diabetes Melitus Tipe 2


1. Definisi
Diabetes melitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada
seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar glukosa
darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif. Diabetes
Melitus tipe 2 atau dikenal juga dengan sebutan Non Insulin Dependent
Diabetes Mellitus (NIDDM) adalah kondisi hiperglikemia kronis yang
disebabkan karena kegagalan relatif sel pankreas dan resistensi insulin
(Perkeni, 2011).

2. Faktor risiko
Faktor risiko diabetes tipe 2 terbagi atas:
Faktor risiko yang tidak dapat diubah seperti ras, etnik, riwayat keluarga
dengan diabetes, usia > 45 tahun, riwayat melahirkan bayi dengan berat
badan lahir lebih dari 4 kg, riwayat pernah menderita DM Gestasional
dan riwayat berat badan lahir rendah < 2,5 kg.
Faktor risiko yang dapat diperbaiki seperti berat badan lebih (indeks
massa tubuh > 23kg/m2, kurang aktivitas fisik, hipertensi (>140/90
mmHg), dislipidemia (HDL <35 mg/dl dan atau trigliserida > 250 mg/dl
dan diet tinggi gula rendah serat.
Faktor risiko lain yang terkait dengan risiko diabetes seperti penderita
sindrom ovarium poli-kistik, atau keadaan klinis lain yang terkait
dengan ressitensi insulin, sindrom metabolik, riwayat toleransi glukosa
terganggu/glukosa darah puasa terganggu dan riwayat penyakit
kardiovascular (stroke, penyempitan pembuluh darah koroner jantung,
pembuluh darah arteri kaki) (Perkeni, 2011).

3. Patofisiologi
Patofisiologi diabetes melitus tipe 2 terdiri atas tiga mekanisme, yaitu
(Suyono, 2007) :
a. Resistensi insulin
Resistensi insulin terjadi karena adanya penurunan kemampuan
hormon insulin untuk bekerja secara efektif pada jaringan-jaringan target
perifer (terutama pada otot dan hati. Resistensi terhadap insulin ini
merupakan hal yang relatif. Untuk mencapai kadar glukosa darah yang
normal dibutuhkan kadar insulin plasma yang lebih tinggi. Pada orang
dengan diabetes melitus tipe 2, terjadi penurunan terhadap penggunaan
maksimum insulin, yaitu lebih rendah 30 - 60 % daripada orang normal.
Resistensi terhadap kerja insulin menyebabkan terjadinya gangguan
penggunaan insulin oleh jaringan-jaringan yang sensitif dan meningkatkan
pengeluaran glukosa hati. Kedua efek ini memberikan kontribusi
terjadinya hiperglikemi pada diabetes. Peningkatan pengeluaran glukosa
hati digambarkan dengan peningkatan FPG (Fasting Plasma Glukose).
Penggunaan glukosa pada jaringan yang independen terhadap insulin tidak
menurun pada diabetes melitus tipe 2.
Mekanisme molekular terjadinya resistensi insulin telah diketahui.
Level kadar reseptor insulin dan aktifitas tirosin kinase pada jaringan otot
menurun, hal ini merupakan defek sekunder pada hiperinsulinemia bukan
defek primer. Oleh karena itu, defek pada post reseptor diduga mempunyai
peranan yang dominan terhadap terjadinya resistensi insulin. Polimorfik
dari IRS-1 (Insulin Receptor Substrat) mungkin berhubungan dengan
intoleransi glukosa. Polimorfik dari bermacam-macam molekul post
reseptor diduga berkombinasi dalam menyebabkan keadaan resistensi
insulin. Sekarang ini, patogenesis terjadinya resistensi insulin terfokus
pada defek PI-3 kinase (Phosphatidyl Inocytol) yang menyebabkan
terjadinya reduktasi translokasi dari GLUT-4 (Glukose Transporter) ke
membran plasma untuk mengangkut insulin. Hal ini menyebabkan insulin
tidak dapat diangkut masuk ke dalam sel dan tidak dapat digunakan untuk
metabolisme sel, sehingga kadar insulin di dalam darah terus meningkat
dan akhirnya menyebabkan terjadinya hiperglikemi.
Teori lain menyatakan terjadinya resistesi insulin pada penderita
diabetes melitus tipe 2 adalah karena obesitas. Obesitas dapat
mengakibatkan terjadinya resistensi insulin melalui beberapa cara, yaitu
peningkatan asam lemak bebas yg mengganggu penggunaan glukosa pada
jaringan otot, merangsang produksi dan gangguan fungsi sel pankreas.
b. Defek sekresi insulin
Defek sekresi insulin berperan penting bagi munculnya diabetes
melitus tipe 2. Pada hewan percobaan, jika sel-sel beta pankreas normal,
resistensi insulin tidak akan menimbulkan hiperglikemik karena sel ini
mempunyai kemampuan meningkatkan sekresi insulin sampai 10 kali
lipat. Hiperglikemi akan terjadi sesuai dengan derajat kerusakan sel beta
yang menyebabkan turunnya sekresi insulin. Pelepasan insulin dari sel beta
pankreas sangat tergantung pada transpor glukosa melewati membran sel
dan interaksinya dengan sensor glukosa yang akan menghambat
peningkatan glukokinase. Induksi glukokinase akan menjadi langkah
pertama serangkaian proses metabolik untuk melepaskan granul-granul
berisi insulin. Kemampuan transpor glukosa pada diabetes melitus tipe 2
sangat menurun, sehingga kontrol sekresi insulin bergeser dari glukokinase
ke sistem transpor glukosa. Defek ini dapat diperbaiki oleh sulfonilurea.
Kelainan yang khas pada diabetes melitus tipe 2 adalah
ketidakmampuan sel beta meningkatkan sekresi insulin dalam waktu 10
menit setelah pemberian glukosa oral dan lambatnya pelepasan insulin fase
akut. Hal ini akan dikompensasi pada fase lambat, dimana sekresi insulin
pada diabetes melitus tipe 2 terlihat lebih tinggi dibandingkan dengan
orang normal. Meskipun telah terjadi kompensasi, tetapi kadar insulin
tetap tidak mampu mengatasi hiperglikemi yang ada atau terjadi defisiensi
relatif yang menyebabkan keadaan hiperglikemi sepanjang hari. Selain itu,
defek yang juga terjadi pada diabetes melitus tipe 2 adalah gangguan
sekresi insulin basal. Normalnya sejumlah insulin basal disekresikan
secara kontinyu dengan kecepatan 0,5 U/jam, pola berdenyut dengan
periodisitas 12-15 menit (pulsasi) dan 120 menit (osilasi). Insulin basal ini
dibutuhkan untuk meregulasi kadar glukosa darah puasa dan menekan
produksi hati. Puncak-puncak sekresi yang berpola ini tidak ditemukan
pada penderita DM tipe 2 yang menunjukan hilangnya sifat sekresi insulin
yang berdenyut.
c. Produksi glukosa hati
Hati merupakan jaringan yang sensitif terhadap insulin. Pada
keadaan normal, insulin dan gukosa akan menghambat pemecahan
glikogen dan menurunkan glukosa produk hati. Pada penderita diabetes
melitus tipe 2 terjadi peningkatan glukosa produk hati yang tampak pada
tingginya kadar glukosa darah puasa (GDP). Mekanisme gangguan
produksi glukosa hati belum sepenuhnya jelas.
Pada penelitian yang dilakukan pada orang sehat, terjadi peningkatan
kadar insulin portal sebesar 5 U/ml di atas nilai dasar akan menyebabkan
lebih dari 50% penekanan produksi glukosa hati. Untuk mencapai hasil
yang demikian, penderita diabetes melitus tipe 2 ini membutuhkan kadar
insulin portal yang lebih tinggi. Hal tersebut menunjukkan terjadinya
resistensi insulin pada hati. Peningkatan produksi glukosa hati juga
berkaitan dengan meningkatnya glukoneogenesis akibat peningkatan asam
lemak bebas dan hormon anti insulin seperti glukagon.

4. Penegakan Diagnosis
Penegakan diagnosis untuk diabetes melitus baik tipe 1 maupun 2
dapat dilakukan dengan memperhatikan kriteria sebagai berikut (Perkeni,
2011) :
a. Gejala klasik DM (Poliuri, Polidipsi, Polifagi) ditambah dengan hasil
pemeriksaan glukosa darah sewaktu >200 mg/dl
b. Gula darah puasa > 126 mg/dl dengan adanya gejala klasik
c. Gula darah 2 jam post prandial > 200 mg/dl. Pemeriksaannya dilakukan
dengan Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) di mana subjek diberikan 75
gr glukosa yang dilarutkan ke dalam 250 cc air lalu 2 jam kemudian
dilakukan pengecekan gula darah.

Diabetes melitus tipe 1 dan 2 memiliki kriteria diagnosis yang


sama. Untuk membedakan kedua jenis diabetes ini dapat dilakukan
dengan memperhatikan hal-hal berikut ini (Suyono, 2007) :

DM Tipe 1 DM Tipe 2
Onset (umur) Biasanya < 30 tahun Biasanya > 30 tahun
Keadaan klinis saat Berat Ringan
diagnosis
Kadar Insulin Tak ada insulin Insulin normal atau
tinggi
Berat badan Biasanya kurus Biasanya gemuk atau
normal
Pengobatan Insulin, diet, olahraga Diet, olahraga, tablet,
insulin

5. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan DM yaitu :
Jangka pendek : menghilangkan keluhan dan gejala DM.
Jangka panjang : mencegah penyulit DM baik mikroangiopati,
makroangiopati maupun retinopati.
Pengelolaan Diabetes Melitus dimulai dengan terapi gizi medis dan latihan
jasmani selama beberapa waktu (2 4 minggu). Apabila kadar glukosa
darah belum mencapai sasaran, dilakukan intervensi farmakologis dengan
obat hipoglikemik oral (OHO) dan atau suntikan insulin. Pada keadaan
tertentu, OHO dapat segera diberikan secara tunggal atau langsung
kombinasi, sesuai indikasi (Perkeni, 2011).

Pilar penatalaksanaan Diabetes Melitus terdiri dari (Perkeni, 2011) :


a. Edukasi
Edukasi yang diberikan kepada pasien meliputi pemahaman tentang :
- Perjalanan penyakit DM
- Penyulit DM dan risikonya
- Intervensi farmakologis dan non-
farmakologis serta target perawatan
- Interaksi antara asupan makanan, aktifitas
fisik, dan obat hipoglikemik oral atau insulin serta obat-obatan lain
- Cara pemantauan glukosa darah
- Pentingnya latihan jasmani yang teratur
b. Terapi gizi medis (TGM)
Prinsip pengaturan makan pada penderita DM yaitu makanan
yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-
masing individu. Selain itu, perlu ditekankan pentingnya keteraturan
makan dalam hal jadwal makan, jenis dan jumlah makanan.
Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari (Perkeni, 2011) :
- Karbohidrat
Dianjurkan sebesar 45-65 % total asupan energi dengan sukrosa tidak
lebih dari 10% total asupan energi.
- Lemak
Dianjurkan sekitar 20 25% kebutuhan kalori dengan lemak jenuh <
7% kebutuhan kalori. Perlu adanya pembatasan terhadap makanan
yang banyak mengandung lemak jenuh dan lemak trans antara lain :
daging berlemak dan susu penuh (whole milk). Selain itu, dianjurkan
juga untuk mengkonsumsi kolesterol < 300 mg/hari.
- Protein
Dibutuhkan sebesar 15 20% total asupan energi. Sumber protein
yang baik adalah ikan, seafood, daging tanpa lemak, ayam tanpa
kulit, produk susu rendah lemak, kacang dan kacang-kacangan, tahu,
tempe. Pada pasien dengan nefropati perlu penurunan asupan protein
menjadi 0,8 g/kg BB/hari atau 10% dari kebutuhan energi.
- Garam
Dianjurkan untuk mengkonsumsi garam tidak lebih dari 3000 mg
atau sama dengan 6 7 g (1 sendok teh) garam dapur. Selain itu,
natrium dibatasi sampai 2400 mg atau sama dengan 6g/hari terutama
pada penderita hipertensi.
- Serat
Anjuran konsumsi serat adalah 25 g/hari.
c. Latihan jasmani
Dianjurkan latihan jasmani teratur 3-4 kali tiap minggu selama + 30
menit yang sifatnya CRIPE ( Continous Rhytmical Interval
Progressive Endurace training ).
- Continous (Latihan harus berkesinambungan
dan dilakukan terus-menerus tanpa henti).
- Rhytmical (Latihan olah raga harus dipilih
yang berirama sehingga otot-otot berkontraksi dan berelaksasi secara
teratur).
- Interval (Latihan dilakukan berselang-seling
antara gerak cepat dan lambat).
- Progressive (Latihan dilakukan secara
bertahap sesuai kemampuan dari intensitas ringan sampai berat
hingga mencapai 30-60 menit).
- Endurance (Latihan daya tahan untuk
meningkatkan kemampuan kardiorespirasi).
d. Intervensi farmakologis
Jika sasaran glukosa darah belum tercapai dengan TGM dan latihan
jasmani, maka terapi selanjutnya dilakukan dengan intervensi
farmakologi yang meliputi (Sudoyo, 2006)
1) Obat Hipoglikemik Oral ( OHO )
Berdasarkan cara kerjanya, OHO diklasifikasikan ke dalam 4
golongan (Sudoyo, 2006) :
- Memicu sekresi insulin (sulfonilurea dan glinid)
- Meningkatkan sensitivitas terhadap insulin (metformin,
tiazolidindion)
- Menghambat glukoneogenesis (metformin)
- Menghambat absorpsi glukosa (penghambat glukosidase )

Tabel 2.1. OHO


Obat Cara Kerja Efek samping
1. Pemicu Sekresi Insulin
Sulfonilurea sekresi insulin Hipoglikemia Glibenclamide
Pilihan utama BB naik Gliclazide
pasien dgn BB N/< Glipizide
Gilmepiride

Glinid sekresi insulin BB naik Repaglinid


fase pertama Nateglinid
2. Penambah Sensitivitas Insulin
Tiazolidindion Berikatan pada adiposity t.u Rosiglitazone
PPAr- ( reseptor di subkutan dgn Pioglitazone
sel otot dan lemak) redistribusi
lemak,BB,
Rentensi cairan

Penghambat Glukoneogenesis
Biguanides Glukoneogenesis Mual, anorexia, Metformin
diare, asidosis laktat

3. Penghambat
Glukosidase Alfa
Acarbose absorpsi glukosa di Kembung dan Acarbose
usus halus flatulens

2) Insulin
Indikasi pemberian insulin yaitu sebagai berikut (Perkeni, 2011):
- Penurunan berat badan yang cepat
- Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
- Ketoasidosis diabetik
- Hiperglikemia hiperosmolar nonketotik
- Hiperglikemia dengan asidosis laktat
- Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir
maksimal
- Stres berat ( infeksi sistemik, operasi besar,
IMA, stroke )
- Diabetes melitus gestasional yang tidak
terkendali dengan TGM
- Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
- Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
Efek samping terapi insulin (Perkeni, 2011) :
- Efek samping utama adalah terjadinya hipoglikemia
- Efek samping yang lain berupa reaksi imun terhadap insulin yang
dapat menimbulkan alergi insulin atau resistensi insulin
Algoritma terapi Diabetes melitus tipe 2 adalah sebagai berikut :
KESIMPULAN

1 Pada kasus ini pasien terdiagnosis Diabetes Melitus tipe 2 berdasarkan


anamnesis, pemeriksaan fisik, hasil laboratorium dan pemeriksaan penunjang
yang mendukung.
2 Penegakan diagnosis diabetes melitus tipe 2 berdasarkan kadar GDS >200
mg/dl, GDP 126 mg/dl, GD2PP 200 mg/dl, dan HbA1C >14% dengan
usia > 45 tahun.
DAFTAR PUSTAKA

Dadamo, P.J. 2008. Diet Sehat Diabetes sesuai Golongan Darah.


Yogyakarta: Delapratasa

McWright, B. 2008. Panduan Bagi Penderita Diabetes. Jakarta : Prestasi. Pustaka


Publisher

PDPI. 2011. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Pedoman, Diagnosis, dan
Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta : PDPI

PERKENI. 2011. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe


2 di Indonesia 2011. Jakarta: PB PERKENI

Sudoyo, A.W., et al. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III, Edisi IV.
Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI

Suyono, S. 2007. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu. Jakarta: FKUI

Anda mungkin juga menyukai