Anda di halaman 1dari 5

ANGIOEDEMA

Manifestai klinis
Lesi sirkumskripta, menonjol, eritematosa, biasanya gatal, area edema
yang melibatkan bagian superfisial dari dermis dikenal sebagai urtikaria. Ketika
proses pembengkakan meluas ke bagian dalam dermis dan/atau subkutan dan
lapisan submukosa, dikenal sebagai angioedema. Urtikaria dan angioedema dapat
terjadi di setiap lokasi bersama-sama atau secara individual. Angioedema
umumnya timbul di daerah jaringan ikat longgar seperti wajah, bibir, pipi, dan
periorbital telinga bagian luar dan daerah kemaluan bagian luar. Angioedema juga
dapat mengenai lidah, faring, atau laring serta bagian dari ekstremitas. Biasanya
keluhan nyeri lebih sering dirasakan daripada gatal, rasa seperti terbakar mungkin
juga dirasakan. Batas lesi tidak jelas dan berwarna pucat atau normal dan dapat
berlangsung beberapa hari Gejala traktus gastrointestinal dan pernapasan meliputi
disfagia, dyspnea, nyeri kolik abdomen, muntah dan diare. Gejala gastrointestinal
lebih sering terjadi pada angioedema tipe herediter. Angioedema bisa terjadi
sebagai akibat dari trauma. Pada angioedema tipe herediter atau acquired, jarang
disertai urtikaria

A. PENATALAKSANAAN

Pengobatan urtikaria atau angioedema, terdiri atas terapi


medikamentosa dan non-medikamentosa.

1. Non-medikamentosa

Pasien sebaiknya diberi penjelasan dan informasi tentang faktor


pencetus, pengobatan dan prognosis penyakit. Pengobatan yang paling
ideal tentu saja adalah mengobati penyebab atau bila mungkin
menghindari penyebab yang dicurigai. Bila tidak mungkin, paling tidak
mencoba mengurangi penyebab tersebut, minimal tidak menggunakan
atau tidak melakukan kontak dengan penyebabnya. Pengobatan lokal di
kulit dapat diberikan secara simptomatik, misalnya anti pruritus
(calamine atau menthol 1%). Pasien juga diminta untuk menghindari
penggunaan obat-obatan seperti aspirin, NSAIDs, kodein dan morfin.
Selain itu, mengindari faktor pencetus seperti stress, konsumsi alkohol,
dan pajanan terhadap panas secara berlebihan juga penting untuk
dilakukan. Eliminasi diet dicobakan pada pasien yang sensitif terhadap
makanan

2. Medikamentosa

Di samping terapi non-medikamentosa, pasien perlu mendapatkan


intervensi tambahan, termasuk pengobatan sistemik yaitu:

- First line therapies

Pengobatan dengan antihistamin pada urtikaria sangat


bermanfaat. Cara kerja antihistamin telah diketahui dengan jelas,
yaitu menghambat histamin pada reseptor-reseptornya. Berdasarkan
reseptor yang dihambat, antihistamin dibagi menjadi dua kelompok
besar, yaitu antagonis reseptor H1 (antihistamin 1, AH1) dan reseptor
H2 (AH2).

Secara klinis dasar pengobatan pada urtikaria dan angioedema


bergantung pada efek antagonis terhadap histamin pada reseptor H 1,
namun efektivitas tersebut acapkali berkaitan dengan efek samping
farmakologik, yaitu sedasi. Dalam perkembangannya terdapat
antihistamin yang baru yang berkhasiat terhadap reseptor H1 tetapi
nonsedasi, golongan ini disebut sebagai antihistamin non-klasik.

Pada umumnya, antihistamin H1 cepat diabsorbsi, dan mencapai


puncak dalam 2 jam.
Biasanya antihistamin golongan AH1 yang klasik menyebabkan
kontraksi otot polos, vasokonstriksi, penurunan permeabilitas kapiler,
penekanan sekresi dan penekanan pruritus. Selain efek ini terdapat
pula efek yang tidak berhubungan dengan antagonis reseptor H1,
yaitu efek antikolinergik atau menghambat reseptor alfa-adrenergik.

Antihistamin H1 klasik, contohnya hydroxyzine, diphenhydramine,


dan cyproheptadine. Hydroxyzine ternyata lebih efektif daripada
antihistamin lain untuk mencegah urtikaria, dermografisme, dan
urtikaria kolinergik, Obat ini merupakan antihistamin short-acting,
dosis 10-25 mg setiap 6 jam. Hydroxyzine juga dapat dikombinasi
dengan antihistamin long-acting seperti chlorpheniramine maleate.
Chlorpheniramine atau diphenhydramine seringkali diberikan pada
wanita hamil karena lebih aman, tetapi pemberian cetirizine,
loratidine, dan mizolastine sebaiknya dihindari.

Antihistamin H1 yang non-klasik contohnya terfenadine,


astemizole, loratadine, dan mequitazine. Golongan ini diabsorpsi
lebih cepat dan mencapai kadar puncak dalam waktu 1-4 jam. Masa
awitan lebih lambat dan mencapai efek maksimal dalam waktu 4 jam
(misalnya terfenadine), sedangkan astemizole dalam waktu 96 jam
setelah pemberian oral. Efektivitasnya berlangsung lebih lama
berbanding AH1 klasik, bahkan astemizole masih efektif hingga 21
hari setelah pemberian dosis tunggal secara oral. Golongan ini juga
dikenal sehari-hari sebagai antihistamin yang long-acting. Loratadine
(dosis dewasa 10 mg/hari) merupakan derivat azatadine. Cetirizine
(dosis dewasa 10 mg/hari) hanya dimetabolisme di hati dalam jumlah
sedikit, dan lebih banyak diekskresikan dalam bentuk urin. Cetirizine
lebih bersifat sedatif dibandingkan plasebo pada beberapa studi dan
paling baik digunakan di malam hari.
Keunggulan lain AH1 non-klasik adalah tidak mempunyai efek
sedasi karena tidak dapat menembus sawar darah otak. Di samping
itu golongan ini tidak memberi efek antikolinergik, tidak
menimbulkan potensiasi dengan alkohol, dan tidak terdapat
penekanan pada SSP serta relatif non-toksik.

Obat antihistamin mampu menembus plasenta. Namun tidak ada


sumber yang dapat dipercaya yang mengatakan bahwa antihistamin
bersifat teratogenik, tetapi sebaiknya penggunaannya dihindari pada
wanita hamil, khususnya pada trimester pertama.

- Second line therapies

Doxepin adalah suatu antidepressant trisiklik dengan aktivitas


antihistamin yang kuat, dimulai dengan dosis 10-30 mg, sangat
berguna pada pasien yang sering merasa cemas di malam hari.

Pemberian kortikosteroid sistemik oral lebih efektif pada urtikaria


berat dengan pemberian prednisolon dosis tinggi yaitu 0.5-1.0
mg/kgBB/hari.

Untuk kasus darurat pada angioedema non-herediter yang


menyebabkan angioedema orofaring-laring, diberikan epinefrin.
Epinefrin bekerja secara cepat dengan menstimulasi -
adrenoreceptor sehingga terjadi vasokonstriksi dan stabilisasi mast
cell. Angioedema pada orofaring sangat membahayakan dan harus
ditangani secepatnya dengan memberikan epinefrin (adrenalin) 0.5-
1.0 mg secara intramuskular. Pemberian dapat diulang setiap 10-15
menit, tergantung pada tekanan darah dan nadi yang harus dipantau
sampai terjadi perbaikan klinis. Efek samping epinefrin adalah
takikardi, kecemasan, dan sakit kepala. Oleh karena itu,
penggunaannya harus berhati-hati pada pasien dengan hipertensi,
penyakit serebrovaskular, penyakit jantung iskemik dan diabetes
mellitus.

Respon angioedema herediter terhadap pengobatan konvensional


untuk urtikaria sangat kurang Pada angioedema herediter, pemberian
kortikosteroid, antihistamin, dan norepinefrin tidak memiliki efek. Pada
serangan yang bersifat akut, diberikan plasma C1-esterase inhibitor. Jika
tidak tersedia, dapat diberikan infus dengan fresh frozen plasma 500-
2000 ml. Untuk tindakan profilaksis, bisa diberikan Androgen (Danzol
200-600 mg/hari), diatur berdasarkan gambaran klinis dan inhibitor
levels. C4 tidak perlu distabilisasikan.

Anda mungkin juga menyukai