Anda di halaman 1dari 6

7.

Malignant Tumor Palpebra

Maligna Tumor Palpebra adalah tumor palpebra berpigmen yang jarang yang harus
dibedakan dari Nevi dan karsinoma sel basal.26Terdapat peningkatan 4% kejadian melanoma
maligna yang didiagnosa setiap tahun. Ada 51.400 kasus baru melanoma didiagnosa pada
tahun 2002 dengan 7.800 kematian. 25% pasien melanoma maligna dijumpai pada umur di
bawah 40 tahun.

Meloma hanya ditemukan 1% dari keseluruhan lesi palpebra. Kenyataannya, walaupun hanya
3% dari semua kanker kulit melanoma, ini sangat penting karena lebih dari dua pertiga dari
semua kematian akibat kanker kulit yang disebabkan melanoma maligna. Oleh karena itu,
penting untuk mengenali lesi jinak dan ganas kelopak mata, terutama ketika berpigmen.

a) Faktor Risiko

Mereka yang paling berisiko untuk berkembangnya melanoma adalah kelompok yang
mempunyai riwayat melanoma dalam keluarga dan pasien dengan nevus displastik.
Kelompok berisiko tinggi adalah pasien dengan xeroderma pigmentosa, pasien dengan
limfoma non- Hodgkin, dan pasien dengan transplantasi organ atau AIDS. Pasien melanoma
memiliki risiko tinggi lima kali lipat untuk mengidap melanoma kedua.

b) Penatalaksanaan

Terapi bedah dapat dilakukan untuk alasan kosmetik atau kecurigaan keganasan pada lesi
jinak berpigmen. Prosedur pilihan untuk pengobatan melanoma maligna kulit kelopak mata
adalah eksisi bedah lebar dengan 1 cm margin kulit dikonfirmasi oleh histologi. Pemotongan
kelenjar getah bening regional harus dilakukan untuk tumor yang lebih besar dari 1,5 mm
secara mendalam dan / atau untuk tumor yang menunjukkan bukti penyebaran vaskular atau
limfatik.28

Laser dapat digunakan untuk lesi berpigmen kelopak mata tertentu, sebuah penelitian
terbaru telah menunjukkan kasus uveitis bilateral setelah terapi laser pada lesi kelopak mata
berpigmen.

8. Dakriosistitis

Dakriosistitis adalah peradangan pada sakus lakrimalis akibat adanya obstruksi pada duktus
nasolakrimalis. Obstruksi pada anak-anak biasanya akibat tidak terbukanya membran
nasolakrimal, sedangkan pada orang dewasa akibat adanya penekanan pada salurannya, misal
adanya polip hidung.

a) Faktor Predisposisi Dan Etiologi

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya obstruksi duktus nasolakrimalis:

o Terdapat benda yang menutupi lumen duktus, seperti pengendapan kalsium,


atau koloni jamur yang mengelilingi suatu korpus alienum.
o Terjadi striktur atau kongesti pada dinding duktus.
o Penekanan dari luar oleh karena terjadi fraktur atau adanya tumor pada sinus
maksilaris.
o Obstruksi akibat adanya deviasi septum atau polip.
Dakriosistitis dapat disebabkan oleh bakteri Gram positif maupun Gram negatif. Bakteri
Gram positif Staphylococcus aureus merupakan penyebab utama terjadinya infeksi pada
dakriosistitis akut, sedangkan Coagulase Negative-Staphylococcus merupakan penyebab
utama terjadinya infeksi pada dakriosistitis kronis. Selain itu, dari golongan bakteri Gram
negatif, Pseudomonas sp. juga merupakan penyebab terbanyak terjadinya dakriosistitis akut
dan kronis.

Literatur lain menyebutkan bahwa dakriosistitis akut pada anak-anak sering disebabkan
oleh Haemophylus influenzae, sedangkan pada orang dewasa sering disebabkan oleh
Staphylococcus aureus dan Streptococcus -haemolyticus. Pada literatur ini, juga disebutkan
bahwa dakriosistitis kronis sering disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae.

b) Patofisiologi

Awal terjadinya peradangan pada sakus lakrimalis adalah adanya obstruksi pada duktus
nasolakrimalis. Obstruksi duktus nasolakrimalis pada anak-anak biasanya akibat tidak
terbukanya membran nasolakrimal, sedangkan pada orang dewasa akibat adanya penekanan
pada salurannya, misal adanya polip hidung.

Obstruksi pada duktus nasolakrimalis ini dapat menimbulkan penumpukan air mata,
debris epitel, dan cairan mukus sakus lakrimalis yang merupakan media pertumbuhan yang
baik untuk pertumbuhan bakteri.

Ada 3 tahapan terbentuknya sekret pada dakriosistitis. Hal ini dapat diketahui dengan
melakukan pemijatan pada sakus lakrimalis . Tahapan-tahapan tersebut antara lain:

Tahap obstruksi
Pada tahap ini, baru saja terjadi obstruksi pada sakus lakrimalis, sehingga yang keluar
hanyalah air mata yang berlebihan.
Tahap Infeksi
Pada tahap ini, yang keluar adalah cairan yang bersifat mukus, mukopurulen, atau
purulent tergantung pada organisme penyebabnya.
Tahap Sikatrik
Pada tahap ini sudah tidak ada regurgitasi air mata maupun pus lagi. Hal ini
dikarenakan sekret yang terbentuk tertahan di dalam sakus sehingga membentuk suatu
kista.

c) Terapi

Pengobatan dakriosistitis pada anak (neonatus) dapat dilakukan dengan masase kantong
air mata ke arah pangkal hidung. Dapat juga diberikan antibiotik amoxicillin/clavulanate atau
cefaclor 20-40 mg/kgBB/hari dibagi dalam tiga dosis dan dapat pula diberikan antibiotik
topikal dalam bentuk tetes (moxifloxacin 0,5% atau azithromycin 1%) 17 atau menggunakan
sulfonamid 4-5 kali sehari .

Pada orang dewasa, dakriosistitis akut dapat diterapi dengan melakukan kompres
hangat pada daerah sakus yang terkena dalam frekuensi yang cukup sering. Amoxicillin dan
chepalosporine (cephalexin 500mg p.o. tiap 6 jam) juga merupakan pilihan antibiotik
sistemik yang baik untuk orang dewasa . Untuk mengatasi nyeri dan radang, dapat diberikan
analgesik oral (acetaminofen atau ibuprofen), bila perlu dilakukan perawatan di rumah sakit
dengan pemberian antibiotik secara intravena, seperti cefazoline tiap 8 jam . Bila terjadi abses
dapat dilakukan insisi dan drainase . Dakriosistitis kronis pada orang dewasa dapat diterapi
dengan cara melakukan irigasi dengan antibiotik. Sumbatan duktus nasolakrimal dapat
diperbaiki dengan cara pembedahan jika sudah tidak radang lagi.

Penatalaksaan dakriosistitis dengan pembedahan bertujuan untuk mengurangi angka


rekurensi. Prosedur pembedahan yang sering dilakukan pada dakriosistitis adalah
dacryocystorhinostomy (DCR). Di mana pada DCR ini dibuat suatu hubungan langsung
antara sistem drainase lakrimal dengan cavum nasal dengan cara melakukan bypass pada
kantung air mata. Dulu, DCR merupakan prosedur bedah eksternal dengan pendekatan
melalui kulit di dekat pangkal hidung. Saat ini, banyak dokter telah menggunakan teknik
endonasal dengan menggunakan scalpel bergagang panjang atau laser.

9. Konjungtivitis

Konjungtivitis adalah peradangan pada konjungtiva dan penyakit ini adalah penyakit mata
yang paling umum di dunia. Karena lokasinya, konjungtiva terpajan oleh banyak
mikroorganisme dan faktor-faktor lingkungan lain yang mengganggu (Vaughan, 2010).
Penyakit ini bervariasi mulai dari hiperemia ringan dengan mata berair sampai konjungtivitis
berat dengan banyak sekret purulen kental (Hurwitz, 2009).
Konjungtivitis Bakteri

Konjungtivitis Bakteri adalah inflamasi konjungtiva yang disebabkan oleh bakteri.


Pada konjungtivitis ini biasanya pasien datang dengan keluhan mata merah, sekret pada mata
dan iritasi mata (James, 2005).

a) Etiologi dan Faktor Resiko

Konjungtivitis bakteri dapat dibagi menjadi empat bentuk, yaitu hiperakut, akut, subakut
dan kronik. Konjungtivitis bakteri hiperakut biasanya disebabkan oleh N gonnorhoeae,
Neisseria kochii dan N meningitidis. Bentuk yang akut biasanya disebabkan oleh
Streptococcus pneumonia dan Haemophilus aegyptyus. Penyebab yang paling sering pada
bentuk konjungtivitis bakteri subakut adalah H influenza dan Escherichia coli, sedangkan
bentuk kronik paling sering terjadi pada konjungtivitis sekunder atau pada pasien dengan
obstruksi duktus nasolakrimalis (Jatla, 2009). Konjungtivitis bakterial biasanya mulai pada
satu mata kemudian mengenai mata yang sebelah melalui tangan dan dapat menyebar ke
orang lain. Penyakit ini biasanya terjadi pada orang yang terlalu sering kontak dengan
penderita, sinusitis dan keadaan imunodefisiensi (Marlin, 2009).

b) Patofisiologi
Jaringan pada permukaan mata dikolonisasi oleh flora normal seperti streptococci,
staphylococci dan jenis Corynebacterium. Perubahan pada mekanisme pertahanan tubuh
ataupun pada jumlah koloni flora normal tersebut dapat menyebabkan infeksi klinis.
Perubahan pada flora normal dapat terjadi karena adanya kontaminasi eksternal, penyebaran
dari organ sekitar ataupun melalui aliran darah (Rapuano, 2008).
Penggunaan antibiotik topikal jangka panjang merupakan salah satu penyebab perubahan
flora normal pada jaringan mata, serta resistensi terhadap antibiotik (Visscher, 2009).

Mekanisme pertahanan primer terhadap infeksi adalah lapisan epitel yang meliputi
konjungtiva sedangkan mekanisme pertahanan sekundernya adalah sistem imun yang berasal
dari perdarahan konjungtiva, lisozim dan imunoglobulin yang terdapat pada lapisan air mata,
mekanisme pembersihan oleh lakrimasi dan berkedip. Adanya gangguan atau kerusakan pada
mekanisme pertahanan ini dapat menyebabkan infeksi pada konjungtiva (Amadi, 2009).

c) Penatalaksanaan

Terapi spesifik konjungtivitis bakteri tergantung pada temuan agen mikrobiologiknya.


Terapi dapat dimulai dengan antimikroba topikal spektrum luas. Pada setiap konjungtivitis
purulen yang dicurigai disebabkan oleh diplokokus gram-negatif harus segera dimulai terapi
topical dan sistemik . Pada konjungtivitis purulen dan mukopurulen, sakus konjungtivalis
harus dibilas dengan larutan saline untuk menghilangkan sekret konjungtiva (Ilyas, 2008).

Konjungtivitis Virus

Konjungtivitis viral adalah penyakit umum yang dapat disebabkan oleh berbagai jenis
virus, dan berkisar antara penyakit berat yang dapat menimbulkan cacat hingga infeksi
ringan yang dapat sembuh sendiri dan dapat berlangsung lebih lama daripada konjungtivitis
bakteri (Vaughan, 2010).

a. Etiologi dan Faktor Resiko

Konjungtivitis viral dapat disebabkan berbagai jenis virus, tetapi adenovirus adalah virus
yang paling banyak menyebabkan penyakit ini, dan herpes simplex virus yang paling
membahayakan. Selain itu penyakit ini juga dapat disebabkan oleh virus Varicella zoster,
picornavirus (enterovirus 70, Coxsackie A24), poxvirus, dan human immunodeficiency virus
(Scott, 2010). Penyakit ini sering terjadi pada orang yang sering kontak dengan penderita dan
dapat menular melalu di droplet pernafasan, kontak dengan benda-benda yang menyebarkan
virus (fomites) dan berada di kolam renang yang terkontaminasi (Ilyas, 2008).

b. Patofisiologi

Mekanisme terjadinya konjungtivitis virus ini berbeda-beda pada setiap jenis


konjungtivitis ataupun mikroorganisme penyebabnya (Hurwitz, 2009). Mikroorganisme yang
dapat menyebabkan penyakit ini dijelaskan pada etiologi.

c. Penatalaksanaan

Konjungtivitis virus yang terjadi pada anak di atas 1 tahun atau pada orang dewasa
umumnya sembuh sendiri dan mungkin tidak diperlukan terapi, namun antivirus topikal atau
sistemik harus diberikan untuk mencegah terkenanya kornea (Scott, 2010). Pasien
konjungtivitis juga diberikan instruksi hygiene untuk meminimalkan penyebaran infeksi
(James, 2005).

Konjungtivitis Alergi

Konjungtivitis alergi adalah bentuk alergi pada mata yang paing sering dan disebabkan
oleh reaksi inflamasi pada konjungtiva yang diperantarai oleh sistem imun (Cuvillo et al,
2009). Reaksi hipersensitivitas yang paling sering terlibat pada alergi di konjungtiva adalah
reaksi hipersensitivitas tipe 1 (Majmudar, 2010).

a. Etiologi dan Faktor Resiko

Konjungtivitis alergi dibedakan atas lima subkategori, yaitu konjungtivitis alergi musiman
dan konjungtivitis alergi tumbuh-tumbuhan yang biasanya dikelompokkan dalam satu grup,
keratokonjungtivitis vernal, keratokonjungtivitis atopik dan konjungtivitis papilar raksasa
(Vaughan, 2010).

Etiologi dan faktor resiko pada konjungtivitis alergi berbeda-beda sesuai dengan
subkategorinya. Misalnya konjungtivitis alergi musiman dan tumbuhtumbuhan biasanya
disebabkan oleh alergi tepung sari, rumput, bulu hewan, dan disertai dengan rinitis alergi
serta timbul pada waktu-waktu tertentu. Vernal konjungtivitis sering disertai dengan riwayat
asma, eksema dan rinitis alergi musiman. Konjungtivitis atopik terjadi pada pasien dengan
riwayat dermatitis atopic, sedangkan konjungtivitis papilar rak pada pengguna lensakontak
atau mata buatan dari plastik (Asokan, 2007).
b. Penatalaksanaan

Penyakit ini dapat diterapi dengan tetesan vasokonstriktor-antihistamin topikal dan


kompres dingin untuk mengatasi gatal-gatal dan steroid topikal jangka pendek untuk
meredakan gejala lainnya (Vaughan, 2010).

Anda mungkin juga menyukai