WIF Deh
WIF Deh
ibid. = ibidum
op.cit. = opere citato
loc.cit. = locus citato
MEMBACA EFFEKTIF
1) Membaca Dasar
- Pengembangan Keterampilan Kosa Kata
Mengenal kata kunci
Mempelajari asal kata dan bagiannya
Pemakaian kamus
- Pengembangan Keterampilan Menanggapi
- Pengembangan Ingatan Ungkapan Harfiah
Mengenal ide Pokok dan Rinciannya
Mengenal Pola Paragraf
Membedakan Fakta dan Opini
2) Membaca Sidik
3) Membaca Analitis
4) Membaca Sintopis
Contoh :
op.cit. , singkatan dari opere citato, yang berarti dalam karya yang
telah dikutip sebelumnya.
Contoh : J.Anderson, op.cit, pp. 45-60
loc.cit. , singkatan dari locus citato, yang berarti pada tempat
yang telah dikutip sebelumnya. Karena tempatnya sudah
diketahui (nomor halaman), tidak perlu lagi menulis pada
halaman berapa.
Contoh : J.Anderson loc.cit.
Notasi yang berasal dari Buku
Contoh [3]:
Contoh [4]:
Contoh [8]:
Sudana Atmawidjaja, Slamet Ibrahim, Pengujian Kadar Residu
Beberapa Pestisida dalam Tanaman Solanum khasianum , Acta
Pharmaceutica Indonesia, Volum IV, Nomor 3, September
1990, hal. 84-90.
Contoh [10] :
Moskal, Barbara M. 2000 Scoring Rubrics : What, When
and How ? Practical Assessment, Research and Evaluation,
7 (3) Available on line http://ericae.net/pare/getvn.asp?
v=7&n=3.
Contoh [11] :
Wiggins, Grant 1990 The Case for Authentic Assessment
ERIC Digest ED328611 (online) Available
http://www.ed.gov/databases/ERIC
Digest/ed1238611.html
Bahan Penambah
Setengah padat :
R/ Liq.Carbonis Det. 10 ml R/ Terracortril eye oint
Hydrocortison 2% tube I 1% tb I
Vaselin alba ad 20 S 3 dd o.d
mf ungt.
sue
Cair:
R/ Succus Liquiritiae 1,67 R/ Rivanol 1 % 500
Paracetamol 650 mg
Amm.Chloride 500 mg Obat Cuci Luka
Ephedrine HCl 50 mg
Chlorpheniramine mal. 20 mg
Etanol 2 %
Ol. menth.pip. q.s.
Menthol crystal q.s.
Aqua ad 50 ml
Definisi :
1) Karbohidrat
2) Glikosida
3) Cairan (minyak lemak, malam, sterol,
dan fosfolipid)
4) Protein
5) Alkaloida
6) Minyak atsiri
7) Eksudat tanaman ( damar, oleoresin,
gum resi, dan balsem)
8) Prostaglandin
Simplisia ialah bahan alamiah yang
dipergunakan sebagai obat yang belum
mengalami pengolahan apapun juga, dan
kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang
telah dikeringkan.
1. Sediaan oral :
- serbuk
- rajangan (cacahan) - sirup
- kapsul, tablet, pil - sediaan
terdispers
(untuk ekstrak)
2. Sediaan topikal :
- salep/krim (ekstrak)
- suppositoria (ekstrak)
- linimenta (ekstrak)
- bedak
Pedoman jenis pengujian bentuk sediaan obat tradisional :
Sediaan Oral
Ra- Ser- Pil, Sirup Sediaan
jangan buk Kapsul, terdis-
Tablet pers
a. Organoleptik
b. Makroskopik
c. Kebenaran komposisi,
termasuk mikroskopik
d.Kebenaran zat
identitas/ zat berkhasiat
e. Cemaran mikroba
f. Cemaran logam berat
(Pb,As)
g. Cemaran bahan
organik asing
h. Kadar air
i. Keseragaman Bobot
j. Zat tambahan yang
diizinkan
k. Waktu hancur
l. Kadar metanol
m. Kadar etanol
n. Kadar gula
o. Keseragaman volume
Sediaan Topikal
Salep/ Supposi- Lini- Bedak Param
Krim toria menta
a.Organoleptik
b. Kebenaran zat
identitas
c. kebenaran
komposisi,
termasuk
mikroskopik
d. Zat tambahan
diizinkan
e.Keseragaman
bobot
f. Cemaran
mikroba
g. Kadar air
h.Homogenitas
i. Waktu hancur
j. Derajat
kehalusan
k. Suhu Lebur
l. Uji khusus
m. Keseragaman
volume
1. Jenkins, F et al, (1957) Scovilles The Art of
Compounding Mc Graw Hill
2. Sprowls, J.B. (1970) Prescription Pharmacy,
J.B.Lippincott Company, Philadelphia
3. Gennaro, A.R. [Ed.] (1985) Remingtons
Pharmaceutical Sciences, Mack Publishing Company,
Easton, Pennsylvania.
4. DepKes RI, DirJen POM (1983) Pemanfaatan
Tanaman Obat
5. Ibid. (1985) Cara Pembuatan
Simplisia
6. Ibid. (1985) Obat Kelompok
Fitoterapi
Kestabilan Obat
Degradasi suatu produk mungkin sudah terjadi selama manufaktur (pabrikasi) atau selama
penyimpanan dalam jangka waktu tertentu. Hal ini dapat disebabkan oleh ketidaktelitian pada
persiapan desain formulasi dan pengembangan formula untuk produksi. Adanya kekurangan atau
kesalahan pada produksi dapat diketahui melaui supervisi yang ketat pada proses manufaktur dan dari
pengujian potensi obat. Dalam hal terbentuknya produk degradasi yang toksik perlu diadakan
pengujian khusus. Kerusakan obat yang terjadi selama produksi dapat dideteksi dengan mudah pada
tahap pengembangannya, tetapi akan lebih sukar untuk memprediksi kestabilan obat untuk jangka
waktu lama. Pada saat obat digunakanoleh pasien, potensi obat itu harus sesuai dengan yang tertera
pada label. Pihak manufaktur perlu mencantumkan umur obat pada label, kecuali obat itu dijamin akan
stabil dalam waktu 3 tahun. Seharusnya obat yang sudah berumur 5 tahun tidak boleh digunakan lagi.
Khususnya golongan Antibiotika dan Vitamin, biasanya dicantumkan waktu atau tanggal kadaluarsa
(Expired / Expiration Date). Kadang-kadang dalam label perlu dicantumkan pula suhu penyimpanan
dan faktor lingkungan lain, misalnya cahaya, kelembaban atau udara. Dengan demikian maka
pengembangan formulasi yang dapat menjamin produk yang cukup stabil adalah bidang R&D.
Penelitian dalam bidang ini didasarkan pada kinetika reaksi kemungkinan terjadinya kerusakan produk,
dan kondisi yang dapat mempengaruhinya, misalnya konsentrasi pereaksi, pH, mungkin katalisator,
suhu dan radiasi.
Biofarmasetika.
Suatu bahan yang terbukti mempunyai aktivitas farmakodinamik biasanya tidak dapat langsung
diberikan kepada manusia atau hewan tanpa dibentuk dalam suatu bentuk sediaan tertentu. Bentuk
sediaan ini, maupun hendaknya dapat melepaskan bahan aktifnya dalam waktu dan derajat yang
diperlukan untuk bahan obat itu bekerja, karena akan mempengaruhi pula waktu dan derajat absorpsi.
Ketersediaan (availability) farmasetik ialah jumlah relatif bahan obat yang diberikan yang dapat
diabsorpsi setelah tenggang waktu tertentu, jadi meliputi pula pelepasan dan disolusi. Beberapa bahan
obat dimetabolisme sampai jumlah tertentu pada, pada dinding usus atau hepar yang dinamakan first
pass effect. Karena itu kriteria pilihan ialah jumlah relatif obat yang mencapai sirkulasi umum :
ketersediaan hayati (biological availability = bioavalability). Hal ini terlihat pada kurva waktu-
konsentrasi obat yang diberikan yang mencapai sirkulasi. Hal ini tidak berlaku bagi obat yang
diberikan secara lokal. Biofarmasi ialah cabang ilmu farmasi yang mempelajari faktor-faktor yang
mempengaruhi ketersediaan farmasetis dan biologis suatu obat.
III Bahan
Manufaktur obat jadi memerlukan bahan-bahan sebagai berikut : (1) Bahan aktif, yang disebut
juga bahan baku obat, (2) Bahan pembantu atau bahan penambah (3) Bahan Pengemas. Pelarut yang
tidak tersisa pada produk akhir dikelompokkan dalam bahan penambah, bahan pengemas di sini
dibatasi hanya pada pengemas yang akan berkontak langsung dengan obat jadi, misalnya ampul atau
botol sirop, tetapi dos sirop tidak termasuk.
Bahan aktif
Bahan aktif perlu diuji identitas, kemurnian dan potensinya, berdasarkan persyaratan buku resmi
misalnya Farmakope Indonesia atau Kompendia lain, atau pun pustaka terakhir untuk bahan obat baru.
Kadang-kadang perlu spesifikasi tertentu dari bahan baku yang memerlukan perlakuan khusus,
misalnya mengenai ukuran partikel karena persyaratan biofarmasetik (derajat disolusi), kemurnian
mikrobiologis, atau modifikasi kristal spesifik.
Sampel untuk analisis harus diambil sendiri oleh bagian QC. Bahan baku ini disimpan dalam
karantina sampai disetujuinya pelepasan bahan tersebut untuk satu batch. Perlu perhatian khusus
terhadap pemberian kode pada batch menggunakan nomor kode batch agar dapat ditelusuri kembali
bahan bakunya dalam obat jadi yang sudah mencapai batas tanggal kadaluarsa, diperiksa kembali
ketepatan jumlah bahan baku sesuai dengan catatn administrasi, dan untuk keperluan protokol
produksi.
Bahan pembantu
Sistem analisis yang dibicarakan untuk bahan aktif juga berlaku bagi bahan pembantu. Namun
demikian, bahan pembantu ini tidak dibicarakan dalam Farmakope, dan lagi pula banyak bahan
pembantu ini yang sulit ditentukan komposisinya secara tepat. Sebagai contoh, minyak lemak adalah
kombinasi dari berbagai jenis ester asam lemak yang berbeda komposisinya dalam minyak lemak
sehingga tidak dapat ditentukan standarnya. Minyak lemak banyak digunakan sebagai pengemulsi.
Material dari bahan alam sangat mungkin tercemar mikroba; untuk ini dalam beberapa Farmakope
telah tercantum persyaratan kemurnian mikrobiologis. Kadang-kadang digunakan minyak menguap
sebagai pelarut organik, yang tidak akan ditemukan lagi pada produk akhir. Namun demikian,
penghilangan pelarut ini sangat sukar karena terabsorpsi, misalnya jika menggunakan pelarut eter pada
pembuatan tablet, bau eter akan menempel terus pada tablet untuk waktu yang lama.
IV Produksi
Perencanaan produksi suatu bentuk sediaan untuk dapat dipabrikasi biasanya didahului oleh
percobaan di laboratorium dalam skala kecil. Hal ini terutama diperlukan untuk bentuk sediaan tertentu
dan tergantung pada besar kecilnya jumlah yang akan diproduksi. Untuk pembuatan larutan dan kapsul
prosedur ini tidak terlalu sulit, akan tetapi pada pembuatan tablet dan sediaan steril yang menggunakan
mesin-mesin berkecepatan tinggi, kemungkinan besar terjadi perbedaan antara percobaan di
laboratorium dengan produksi yang sebenarnya. Terlepas dari apa bentuk sediaannya, semua data yang
berkaitan dengan produksi itu harus dicatat dan dipelajari untuk memastikan bahwa prosedur-prosedur
yang dipilih tersebut akan menghasiljan produk yang sesuai dengan standar. Setelah itu dapat dituliskan
formula induk (master formula) dan urutan kerjanya. Catatan ini hendaknya terperinci, termasuk
instruksi terhadap kondisi lingkungan pabrik dan kontrol in-process (sementara produksi).
V Pertimbangan Formulasi
Dalam mengatasi masalah formulasi yang ditemukan pada cairan farmasetis diperlukan
keterampilan dalam dua hal, yaitu pertama masalah faktor kelarutan dan kestabilan yang berkaitan
dengan ilmu, dan masalah faktor rasa (flavor) dan karakteristik organoleptis yang lain. Dengan
demikian maka untuk menghasilkan formulasi cairan maupun bentuk sediaan lain yang sukses,
diperlukan gabungan keahlian keilmuan dan seni farmasetika.
Kelarutan
Kesetimbangan kelarutan suatu obat dalam suatu pelarut perlu diuji sebelumnya dalam skala kecil
agar diperoleh hasil yang sama untuk produk akhirnya. Penelitian kelarutan umnya dilakukan pada
suhu tertentu, lebih baik pada suhu di atas suhu kamar (30 o C) agar dapat dipertahankan kondisi yang
sama berapa pun variasi suhu laboratorium. Pada saat produk didistribusikan kelak, kemungkinan besar
produk akan terpaparkan pada kondisi suhu yang sangat bervariasi. Karena itu perlu diadakan
penelitian tentang pengaruh suhu terhadap kelarutan bahan obat. Sebagai patokan, produk itu harus
dirancang sedemikian agar kelarutan bahan itu tidak terlampaui meskipun pada suhu rendah (4 oC).
Untuk itu perlu diperhatikan sifat kimia bahan obat dan jenis produk akhir yang diinginkan. Apabila
produk itu bersifat basa atau asam, maka kelarutannya akan dipengaruhi oleh pH. Dalam pemilihan
lingkungan pH yang sesuai, perlu diperhatikan beberapa faktor lain. pH yang cocok dengan kebutuhan
kelarutan bahan tidak boleh bertentangan dengan keperluan produk yang lain, misalnya kestabilan dan
tercamurkan secara fisiologis. Apabila faktor pH yang sangat penting untuk kestabilan obat, maka
larutan itu harus didapar. Karena itu pemilihan dapar harus memenuhi kriteria :
1. Kapasitas dapar yang cukup besar pada rentang pH yang diinginkan
2. Dapar itu harus aman secara biologis untuk tujuan pemakaiannya
3. Dapar tidak merusak kestabilan produk akhir
4. Dapar tidak mengakibatkan suatu masalah organoleptik
Pemilihan dapar pun harus sesuai, apakah pada sediaan obat cair untuk pemakaian dalam, pemakaian
luar, atau untuk injeksi.
Pengawetan
Pertumbuhan bakteri dan fungi dalam sistem farmasetik dapat mempengaruhi kestabilan produk
dan dapat berbahaya bagi yang menggunakannya. Bentuk sediaan obat yang kemungkinan besar
merupakan media pertumbuhan mikroba harus dibuat bakteriostatik atau pun bakterisida dengan
penambahan bahan antimikroba yang sesuai. Bahan pengawet yang ideal paling kurang harus
memenuhi kriteria berikut ini :
1. Efektif terhadap mikroorganisme secara spektrum luas (broad spectrum)
2. Stabil secara fisik, kimia dan mikrobiologis sepanjang umur produk.
3. Tidak toksis atau menyebabkan alergi, cukup mudah larut, dapat tercampurkan dengan komponen
formula lain, dan dapat diterima dari segi rasa dan bau dalam konsentrasi yang digunakan.
Tidak ada pengawet yang cocok untuk semua formula. Pemilihan pengawet hendaknya dilakukan untuk
keperluan masing-masing bentuk produk. Seringkali dibutuhkan kombinasi 2 pengawet untuk
memperoleh efek antimikroba yang diinginkan. Bahan antibakteri yang sering digunakan dapat
dikelompokkan dalam : asam, netral, merkuri dan senyawa amonium kuaterner.
Banyak kualitas produk yang tidak dapat diukur secara kuantitatif, misalnya rasa, dan
penampakan. Karakteristik ini sering dinamakan keindahan farmasetis. Nilai suatu produk farmasetik
diukur dari kualitas medis dan keberhasilannya secara komersial. Umumnya cairan farmasetis
berbentuk sirup atau eliksir. Keduanya ini merupakan larutan yang selain berisi bahan obat juga
mengandung bahan pemanis, pengawet, pengharum, pewarna, dan jika perlu mengandung pula bahan
petambah yang mengubah sifat fisis dan kimia sistem itu, misalnya bahan ko-solven, dapar, surfaktan
dan pengental.
Bahan pemanis
Bagian terbesar dari zat terlarut dalam sediaan cair terdiri atas bahan pemanis. Sejak lama telah
digunakan sukrosa (gula tebu), karena mudah larut dalam air, dapat dibuat sampai kadar 85%, dapat
diperoleh dalam keadaan murni dan murah, dan stabil secara fisi dan kimia pada rentang pH 4,0 sampai
8,0. Untuk mengurangi kecenderungan gula mengkristal, maka sering dikombinasi dengan sorbitol,
gliserin, dan poliol lain. Bahan pemanis lain yang sering digunakan ialah glukose cair, madu dan
molasses. Untuk tujuan tertentu, misalnya pada formulasi bebas gula, digunakan bahan pemanis buatan,
misalnya sakarin dan siklamat.
Kontrol kekentalan
Seringkali diperlukan bahan pengental untuk kemudahan digunakan dan agar mudah dituang.
Biasanya digunakan polivinil pirolidon atau berbagai turunan selulosa, misalnya metilselulosa,
karboksimetilselulosa natrium. Keduanya ini dapat diperoleh dalam berbagai derajat kekentalan.
Penampakan
Penampakan produk cair yang umum ialah kejernihan dan warnanya. Pemberian warna
disesuaikan dengan rasa yang digunakan, misalnya kuning atau jingga untuk rasa jeruk, hijau atau biru
untuk rasa mentol. Untuk kejernihannya dilakukan melalui. Partikel kecil dapat berasal dari serat atau
pembentukan endapan zat yang sukar larut. Oleh karena itu perlu dilakukan penjernihan atau
penyaringan.
Kestabilan
Kestabilan kimia bahan obat dalam larutan homogen dapat diprediksi, meskipun umumnya bahan
obat dalam larutan lebih tidak stabil dibanding dalam keadaan padat atau suspensi. Demikian pula,
meskipun ketidakstabilan zat dalam larutan homogen sudah dapat diatasi dengan cara-cara tertentu,
dalam bentuk sediaan larutan heterogen kestabilan ini sangat berisiko.
Kestabilan fisik bentuk sediaan larutan oral dapat dipertahankan jika selama usia produk obat itu
dapat dipertahankan kekentalannya, warna, kejernihannya, rasa dan baunya. Perubahan warna dapat
diukur secara spektrofotometri. Kejernihan diukur dengan melewatkan cahaya melalui larutannya
(pemeriksaan kekeruhan). Rasa dan bau agak sukar diperiksa, namun ada cara-cara yang dapat
digunakan, seperti halnya pengujian bau pada industri parfum (minyak wangi).
Kestabilan secara keseluruhan perlu dilakukan terhadap wadah pengemas, yang mungkin
berpengaruh terhadap isinya. Kebanyakan larutan oral dikemas dalam wadah kaca berwarna coklat atau
jernih dengan penutup logam atau plastik. Sekarang ini banyak wadah obat minum yang terbuat dari
bahan plastik tertentu Meskipun dapat mengalami korosi, penutup logam bisa bertahan pada rentang
pH larutan air untuk cairan per oral, demikian pula penutup plastik mempunyai kelemahannya yaitu
dapat pecah.
Nama umum sediaan ini ialah salep, namun beberapa tipe sediaan lain mempunyai nama khusus,
misalnya pasta yaitu salep yang mengandung bahan padat lebih 50 %, dan krim ialah emulsi yang
mempunyai persentase air tinggi, dapat digunakan emulsi tipe W/O maupun tipe O/W. Salep adalah gel
yang plastis, sehingga dapat diukur nilai yield atau yield value sebagai ukuran kekakuan (stiffness).
Demikian pula salep hendaknya cukup tixotropik agar dapat dioleskan secara merata. Untuk basis salep
terdapat banyak sekali pilihan tergantung kebutuhan, misalnya salep untuk melindungi kulit
(protective), atau yang memberikan efek mendinginkan. Mungkin pula diinginkan aksi regeneratif obat,
atau dinginkan obat itu menembus kulit sampai batas tertentu. Mungkin hanya dinginkan efek sebagai
kosmetik. Jadi pada pemilihan basis salep perlu dipertimbangkan anatomi kulit dan fungsi setiap
lapisan kulit.
3 % setylalkohol 75
5 % kolesterol 250
5 % monopalmitin 30
5 % mono-olein 200
5 % malam putih (Cera Alba) 250
Sebenarnya campuran demikian itu termasuk kategori emulsi W/O. Kegunaannya ialah sebagai
pendingin kulit karena air akan menguap perlahan-lahan ketika dioleskan pada kulit. Dengan demikian
maka apabila diinginkan basis itu diabsorbsi dengan tujuan agar senyawa aktifnya dapat menembus ke
dalam kulit, maka janganlah menggunakan basis hidrokarbon.
a. Bubuk (Powder)
Bubuk adalah bentuk sediaan obat yang paling sederhana, yang dapat digunakan untuk pemakaian
dalam maupun pemakaian luar. Bubuk (bedak) untuk pemakaian luar dikemas dalam kaleng atau
karton. Untuk pemakaian dalam dibedakan bubuk yang terbagi-bagi untuk takaran tunggal (singke
dose) dan dalam bentuk bulk. Bentuk bulk jarang diproduksi oleh pabrik, contohnya garam
Natriumbikarbonat untuk sakit lambung, dan Natrium atau Magnesiumsulfat yang digunakan sebagai
pencahar. Bentuk takaran tunggal yang diproduksi pabrik ialah misalnya garam rehidrasi oral (Oral
Rehydration Salt = ORS atau Oralit), yang berisi campuran Dekstrose, Natrium sitrat atau
Natriumbikarbonat dan Natriumklorida. Di Indonesia digunakan campuran sederhana, yaitu gula dan
garam. Bentuk takaran tunggal ini dikemas dalam kantong untuk dilarutkan dalam 1 gelas air minum.
Jadi produksi sediaan ini meliputi pencampuran (agar homogen dan pengisian dalam wadah kantong.
b. Kapsul
Kapsul terbuat dari gelatin yang dapat dibedakan kapsul cangkang keras (hard capsules) dan
kapsul lembek (soft capsules). Untuk bahan obat padat hanya digunakan kapsul keras. Kapsul lembek
digunakan untuk pengisian cairan atau bahan semi padat, namun produksi kapsul lembek ini
memerlukan peralatan mesin khusus. Kapsul cangkang keras terdapat dalam ukuran berbeda sesuai
dengan volume pengisiannya :
Yang paling banyak digunakan ialah nomor 1 dan 2. Cangkang kapsul keras terdiri dari 2 bagian, yaitu
tempat pengisian dan penutup. Saat ini telah diciptakan snap-fit capsule, yaitu kapsul dengan penutup
khusus untuk menghindari kebocoran pada penyimpanan dan penyerahan.
c. Tablet
Tablet adalah bentuk sediaan padat yang dimanufaktur secara kompresi dari massa bubuk.
Bentuk sediaan tablet paling banyak digunakan karena berbagai kelebihannya sebagai berikut:
Sudah jelas bahwa sifat berbagai macam tablet ini akan berbeda sesuai penggunaannya. Pada umumnya
tablet dikehendaki akan berdesintegrasi (hancur) secara cepat, tetapi tablet bukal harus hancur perlahan,
karena dimaksudkan bahan obatnya akan beraksi dalam rongga mulut untuk jangka waktu tertentu.
Berbeda dengan tablet sublingual yang bahan obatnya perlu cepat diabsorpsi ke dalam darah untuk
memperoleh aksi kerja cepat, misalnya nitrogliserin pada angina pectoris. Tablet implantasi harus steril,
dan tidak boleh langsung terdisintegrasi, karena obatnya dimaksudkan dilepaskan perlahan dan bekerja
untuk jangka waktu lama, yaitu beberapa bulan.
Beberapa bahan aktif perlu penanganan khusus, namun pada dasarnya pembuatan tablet meliputi
prosedur beikut:
Penghalusan (diminution) bahan baku
Pencampuran bahan aktif dengan bahan penambah yang diperlukan
Granulasi
Pengeringan granul
Kompresi
Penyalutan (jika perlu)