Oleh :
Muhammad Abdul Yazifa Muizd
NIM. 151101038
(Kelas D)
HALAMAN PENGESAHAN
Penyusun :
Disetujui Oleh :
Asisten Praktikum Mikropaleontologi
Mengetahui,
Kepala Laboratorium Sumber Daya Energi
ii
3
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telang memberikan Rahmat dan Hidayahnya sehingga penyusun dapat
menyelesaikan laporan ini dengan baik dan benar. Laporan yang penyusun susun
ini adalah sebagai laporan akhir yang menjadi tugas Praktikum
Mikropaleontologi.
Penyusun
iii
4
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.................................................................................. i
HALAMAN PENGESAHAN.................................................................... ii
KATA PENGANTAR................................................................................. iii
DAFTAR ISI............................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR.................................................................................. vi
DAFTAR TABEL....................................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................... 8
1.1 Latar belakang.............................................................................. 8
1.2 Maksud dan Tujuan...................................................................... 8
1.3 Metode Penulisan......................................................................... 9
1.4 Alat dan Bahan.............................................................................. 9
BAB II MIKROPALEONTOLOGI......................................................... 10
2.1 Pengertian Mikropaleontologi...................................................... 10
2.2 Sejarah Mikropaleontologi........................................................... 10
2.3 Taksonomi..................................................................................... 11
2.4 Penamaan Genus-Spesies............................................................. 12
BAB III LAPANGAN................................................................................ 13
3.1 Pengambilan Contoh Batuan........................................................ 13
3.1.1 Dasar teori............................................................................. 13
3.1.2 Geologi regional daerah penelitian....................................... 16
3.1.3 Waktu, lokasi dan kesampaian daerah.................................. 19
3.1.4 Terlampir (Lampiran 1)
BAB IV ANALISIS.................................................................................... 20
4.1 Penyajian atau Preparasi Fosil...................................................... 20
4.1.1 Alat dan bahan...................................................................... 20
4.1.2 Langkah kerja....................................................................... 20
4.2 Determinasi Fosil.......................................................................... 24
4.2.1 Dasar teori............................................................................. 24
4.2.2 Alat dan bahan...................................................................... 31
iv
5
v
6
DAFTAR GAMBAR
vi
7
DAFTAR TABEL
vii
8
BAB I
PENDAHULUAN
mengguankan data lapangan secara langsung yang berasal dari pengambilan data
di daerah penelitian Kecamatan Kalibawang, Kabupaten Kulon Progo, Daerah
Istimewa Yogyakarta, sedangkan metode tidak langsung ialah metode berdasarkan
pada dasar teori yang diambil dari buku panduan pratikum, literatur-literatur dan
buku-buku lain yang berkaitan dengan mikropaleontologi serta pengambilan
literatur yang berasal dari internet.
BAB II
MIKROPALEONTOLOGI
CARL VON LINEOUS (1758) seorang yang berasal dari Swedia yang
memperkenalkan tata nama baru dalam bukunya yang berjudul Systema
Naturae. Tata nama ini penting karena cara penamaan ini lebih sederhana dan
sampai sekarang digunakan untuk penamaan binatang maupun tumbuhan.
DORBIGNY (1802-1857) menulis tentang foraminifera yang digolongkan
dalam kelas Cephalopoda. Beliau juga menulis tentang fosil mikro seperti
Ostracoda, Conodonta, beliau dikenal sebagai Bapak Mikropaleontologi.
EHRENBERG dalam penyelidikan organisme mikro menemukan berbagai
jenis Ostracoda, Foraminifera dan Flagellata. Penyelidikan tentang sejarah
perkembangan foraminifera dilakukan oleh CARPENTER dan LISTER (1894).
Selain itu, mereka juga menemukan bentuk-bentuk mikrofosil dari cangkang-
cangkang foraminifera.
CUSHMAN (1927) pertama kali menulis tentang fosil-fosil foraminifera dan
menitikberatkan pada studi determinasi foraminifera, serta menyusun kunci untuk
mengenal fosil-fosil foraminifera.
JONES (1956) membahas fosil mikro, diantaranya Foraminifera,
Gastropoda, Conodonta, Spora dan Pollen serta kegunaan fosil-fosil tersebut, juga
membahas mengenai ekologinya.
2.3 Taksonomi
CARL VAN LINEOUS (1758), ahli Botani dari Swedia yang
memperkenalkan tata nama baru dalam bukunya Systema Naturae,
mengusulkan Taksonomi dan sampai sekarang masih dipercaya dan digunakan
oleh banyak orang. Tata cara penamaan yang digunakan menggunakan bahasa
latin. Taksonomi adalah tata cara penamaan atau sistematika penamaan bertingkat
pada kehidupan tertinggi sampai pada tingkat kehidupan terendah.
12
BAB III
LAPANGAN
13
B. Kualitas Sample
Pengambilan sample batuan untuk analisis mikropaleontologi harus
memenuhi kriteria sebagai berikut :
1) Bersih, sebelum mengambil sampel harus dibersihkan dari smeua
kepingan pengotor.
2) Representatif dan Komplit, harus dipisahkan dengan jelas antara sample
batuan yang mewakili suatu sisipan atau suatau lapisan batuan. Ambil
sekitar 300-500 gram (hand specimen) sampel batuan yang sudah
dibersihkan.
3) Pasti, apabila sample terkemas dengan baik dalam suatu kemasan kedap
air yang ditandai dengan tulisan tahan air, yang mencakup segala hal
keterangan tentang sample tersebut seperti nomor sample, lokasi, jenis
batuan dan waktu pengambilan, maka hasil analisis sample pasti akan
bermanfaat.
Ketidakhati-hatian dalam memperlakukan sample batuan akan berakibat
fatal dalam mikropalentologi maupun startigrafi apabila tercampur baur,
terkontaminasi ataupun hilang.
C. Jenis Sample
Jenis sample terdapat 2 macam, yaitu :
1) Sample permukaan, sample yang diambil langsung dari pengamatan
singkapan dilapangan. Lokasi & posisi stratigrafinya dapat diplot pada
peta.
2) Sample bawah permukaan, sample yang diambil dari suatu pemboran.
15
Tabel 1. Jumlah rata-rata mikrofosil yang dijumpai pada berbagai batuan (Bignot, 1982)
(Buku Panduan Kuliah Mikropaleontologi)
Mikrofosil
Conodonta
Radiolaria
Ostracoda
Diatomae
Dinokista
Coccolith
Batuan
Evaporit
Dolomit
Batupasir
Batubara
Silt, Chert
dan sedimen
silika
Batugamping
Napal &
Lempung
Batuan
metamorf
Keterangan : : Melimpah : Jarang : Kadang-kadang
B. Stratigrafi regional
Berdasarkan sistem umur yang ditentukan oleh penyusun batuan stratigrafi
regional menurut Wartono Rahardjo dkk (1977), Wirahadikusumah (1989), dan
Mac Donald dan partners (1984), daerah penelitian dapat dibagi menjadi 4
formasi, yaitu :
1) Formasi Nanggulan
Mempunyai penyusun yang terdiri dari batupasir, sisipan lignit, napal
pasiran dan batulempung dengan konkresi limonit, batugamping dan tuff,
kaya akan fosil foraminifera dan moluska dengan ketebalan 300 m.
Berdasarkan penelitian tentang umur batuannya didapat umur Formasi
Nanggulan sekitar Eosen tengah sampai Oligosen atas. Formasi ini tersingkap
di daerah Kali Puru dan Kali Sogo di bagian timur Kali Progo. Formasi
Nanggulan dibagi menjadi 3, yaitu :
a) Axinea beds, formasi paling bawah dengan ketebalan lapisan sekitar 40
m, terdiri dari batupasir, dan batulempung dengan sisipan lignit yang
18
3.1.4 Terlampir
Lampiran deskripsi lapangan dan kolom stratigrafi terukur
BAB IV
ANALISIS
begitu kompak perlu diurai menjadi butir-butir yang lepas, sedangkan untuk
batuan yang telah kompak dimana penguraian butirnya tidak memungkinkan,
perlu dilakukan secara khusus, misalnya dengan sayatan tipis, kemudian diteliti
dengan mikroskop.
l.
m. 4.1.2 Langkah Kerja
A. Proses Penguraian Batuan
n. Proses penguraian batuan sedimen dapat dikerjakan dengan 2 cara, yaitu ;
proses penguraian secara fisik dan proses penguraian secara kimia.
1) Proses penguraian secara fisik
o. Cara ini digunakan terutama untuk batuan sedimen yang belum
begitu kompak dan dilakukan dengan beberapa tahap, yaitu :
a) Batuan sedimen ditumbuk dengan palu karet sampai menjadi pecahan-
pecahan dengan diameter 3-6 mm
b) Pecahan-pecahan batuan direndam
20 dalam air
c) Kemudian direas-remas dalam air
d) Diaduk dengan mesin aduk atau alat pengaduk yang bersih
e) Dipanaskan selama 5-10 menit
f) Didinginkan
p. Umumnya batuan sedimen yang belum begitu kompak, apabila
mengalami proses-proses tersebut akan terurai.
q.
2) Proses penguraian secara kimia
21
ab. be.
ac. 5 bf. 4,00
ad. 6 bg. 3,36
ae. 7 bh. 2,83
af. 8 bi. 2,38
ag. 10 bj. 2,00
ah. 12 bk. 1,68
ai. 14 bl. 1,41
aj. 16 bm. 1,19
ak. 18 bn. 1,00
al. 20 bo. 0,84
am.25 bp. 0,71
an. 30 bq. 0,59
ao. 35 br. 0,50
ap. 40 bs. 0,42
aq. 45 bt. 0,35
ar. 50 bu. 0,297
as. 60 bv. 0,250
at. 70 bw.0,210
au. 80 bx. 0,177
av. 100 by. 0,149
aw. 120 bz. 0,125
ax. 140 ca. 0,105
ay. 170 cb. 0,088
az. 200 cc. 0,074
ba. 230 cd. 0,062
bb. 270 ce. 0,053
bc. 325 cf. 0,044
bd.
cg.
4) Proses Pemisahan Fosil
ch. Setelah contoh batuan selesai diayak, maka pekerjaan selanjutnya
adalah pemisahan fosil dari butiran lainnya. Fosil-fosil dipisahkan dari
butiran lainnya dengan menggunakan jarum. Untuk menjaga agar fosil yang
telah dipisahkan tidak hilang, maka fosil perlu disimpan di tempat yang aman.
Setelah selesai pemisahan fosil, penelitian atau determinasi terhadap masing-
masing fosil siap untuk dilakukan.
ci.
cj. 4.2 Determinasi fosil
ck. 4.2.1 Dasar teori
24
co.
cp.
cq.
cr.
cs.
ct.
cu.
cv.
cw.
25
cx.
cy. Gambar 3. Bagian-bagian (test) foraminifera
cz. (Buku Panduan Kuliah Mikropaleontologi)
da.
1) Komposisi cangkang (test)
db. Pada umumnya komposisi test terdiri dari 5 macam :
a) Arenaceous/aglutine, seperti gamping (putih) dan terdiri dari butiran
mineral (microgranular)
b) Chitinous/khitin, campuran dari zat organik berwarna cokelat muda
sampai kekuningan, transparan/ tembus cahaya dan masif
c) Hyaline, seperti gamping transparan dan berpori, biasanya dimiliki oleh
foram planktonik
d) Porcellaneous, berwarna putih, kadang merah muda, terbentuk dalam
tubuh fosil dan keluar melalui pori-pori fosil tersebut
e) Siliceous, berwarna putih jernih dari silika, dimiliki dari spesies laut dalam
2) Bentuk cangkang (test), bentuk dan susunan kamar
dc.Secara garis besar bentuk-bentuk cangkang, meliputi :
a) Tabular (tabung) m) Biconvex
b) Radial (bola) n) Tabulospinate (berduri)
c) Ellips o) Clavate (ganda)
p) Cuneate (tanduk)
d) Lagenoid (botol)
q) Flaring (mekar)
e) Sagittate (anak panah) r) Fistulose (jantung)
s) Sirkular
f) Fusiform (kumparan)
t) Kipas
g) Palmate (tapak/jejak) u) Biconvex trochospiral
v) Spiroconvex trochospiral
h) Lencticular (lensa)
w) Umbilicus biconvex
i) Rhomboid (ketupat)
trochospiral
j) Globular (seperti peluru) x) Evolute planispiral
y) Involute planispiral
k) Subglobular
z) Streptospiral
l) Kerucut aa) Enrolled biserial
ab) Globular (bulat)
ac)
ad)
ae)
af)
26
ag)
ah)
ai)
aj)
ak)
al)
am)
an)
ao)
ap)
aq)
ar)
as)
at) Gambar 4. Bentuk dasar test Foraminifera
au) (Buku Panduan Kuliah Mikropaleontologi)
av)
aw)
ax)
ay)
az) Lenticular (lensa) -
-.Lenticulina atascaderoensis Tabung
ba) -.Plectofrondicularia sacatensis
bb)
bc)
bd)
be)
bf) Tabulospinate (duri bersaluran) Streptospiral
-.Globigeronoides rubery
-. Hantkenina
bg)
bh)
bi)
bj)
Umbilicus convex trochospiral Involute planispiral
bk)-.Osangularia insigna secunda
bl) Gambar 5. Bentuk dasar test Foraminifera
bm)(Buku Panduan Kuliah Mikropaleontologi)
27
bn)
bo) Sedangkan bentuk kamar dari fosil foram antara lain :
a) Spherical f) Tabulospinate
b) Ovale g) Angular conical
c) Hemisperical h) Angular trunctate
d) Radial elongated i) Angular rhomboidal
e) Clavate
j)
3) Aperture
k) Aperture merupakan lubang utama pada cangkang foraminifera
yang umumnya terletak pada permukaan kamar akhir. Aperture mempunyai
fungsi sebagai tempat keluarnya protoplasma, yang kemudian berfungsi
sebagai pseudopodia (kaki semu) dan aperture tersebut penting untuk
klasifikasi. Macam-macam aperture :
a) Primary aperture : lubang utama yang terletak pada kamar terakhir
b) Secondary aperture : lubang tambahan yang terletak pada kamar utama
c) Accesory aperture : lubang yang nampak tidak langsung kamar utama
tetapi pada asesoris sturktur
l)
m)
n)
o)
p)
q)
r)
s)
t)
u)
v)
w)
x) Gambar 6. Macam-macam aperture
y) (Buku Panduan Kuliah Mikropaleontologi)
28
z)
aa) Bentuk-bentuk aperture yang umum dijumpai, yaitu :
a) Aperture berbentuk bulat e) Aperture pada umbilicus
b) Aperture memancar f) Aperture multiple
c) Aperture phialine g) Aperture tambahan
d) Aperture crescentric h) Aperture yang bergigi
i)
j) Berdasarkan bentuknya, aperture juga dibedakan :
a) Aperture tunggal, terletak pada ujung kamar terakhir.
b) Aperture pada apertural face, terletak pada permukaan kamar tekahir.
c) Aperture periferal, yang memanjang dari umbilicus ke arah tepi (peri-
peri).
k)
l)
m)
n)
Radial Celah/slitlike
o)
p)
Bulat
q) Koma/virgulin
r)
s)
Corong
t)
u)
v) Gigi satu/dua Cressentril
w)
x)
y)
z)
aa)
ab) Gambar 7. Jenis-jenis aperture pada fosil foraminifera
ac) (Buku Panduan Kuliah Mikropaleontologi)
ad)
4) Suture
29
ae)Adalah suatu hiasan yang memisahkan dua kamar yang saling berdekatan.
Adapun bentuk-bentuk suture antara lain :
a) Melengkung kuat
b) Melengkung lemah
c) Lurus
5) Hiasan dan Tekstur Permukaan
a) Keel, selaput tipis yang mengelilingi bagian peri-peri test foraminifera
b) Smooth, permukaan test yang halus tanpa hiasan
c) Costae, galengan vertikal yang dihubungkan dengan garis-garis suture
yang halus
d) Pustulose, permukaan luar test yang dihiasi dengan bulatan-bulatan yang
menonjol
e) Spines, duri-duri yang menonjol pada bagian tepi kamarnya
f) Cancellata, permukaan luar test dengan pori-pori kasar dan tidak selalu
bulat bentuknya.
g) Bridge suture, garis-garis suture yang terbentuk dari septa yang terputus-
putus
h) Punctate, bagian permukaan luar test yang berupa pori-pori bulat yang
kasar
i) Limbate suture, garis-garis suture yang berbentuk kumpalan pori-pori yang
halus
j) Reticulate, bentuk dinding test yang berupa pori-pori bulat yang kasar
k) Umbilical plug, bagian pusat test, dapat berbentuk bulatan yang menonjol
ataupun yang cekung ke dalam
l) Umbilicus, bagian pusat cangkang yang biasanya merupakan bagian kamar
pertama.
af)
Keel
ag)
ah)
ai)
aj)
ak)
Smooth/halus tanpa hiasan Punctate/berpori
al)
am)
an)
ao)
ap)
aq) Flaps
Spines/duri
ar)
as)
at)
au)
av)
Punctate/berpori aw)
ax) Gambar 8. Hiasan pada test foraminifera
ay) (Buku Panduan Kuliah Mikropaleontologi)
az) 4.2.2 Alat dan bahan
ba) Peralatan dan bahan-bahan yang diperlukan dalam
pendeterminasian fosil antara lain :
a. Mikroskop e. Jarum
b. Lembar determinasi fosil f. Alata tulis lengkap
c. Sampel fosil foraminifera g. Buku panduan deskripsi
d. Cawan h. Plate (tempat fosil)
i.
j. 4.2.3 Langkah kerja
a. Menyiapkan peralatan di atas agar proses determinasi berjalan baik dan
lancar
b. Taruhlah sampel fosil ke dalam cawan dan kemudian pilah dengan baik
antara fosil dan pasir, serta telitilah dalam memilih fosil yang bersih
karena tidak semua fosil bersih karena masih merekatnya pengotor pada
fosil
c. Setelah fosil didapatkan, kemudian pindahkan fosil ke dalam plate
d. Mulailah pendeskripsian dengan menaruh plate di bawah lensa obyektif
pada mikroskop
e. Pilih metode yang akan digunakan sebelum pendeskripsian fosil foram
f. Setelah itu catat dalam lembar determinasi fosil
k.
l. 4.2.4 Terlampir
m. Lampiran mengenai hasil determinasi fosil yang ditemukan
n.
31
o.
p.
q.
r.
s.
t.
u.
v.
w. BAB V
x. APLIKASI FORAMINIFERA
y.
z. 5.1 Penentuan Umur Relatif Batuan
aa.Umur relatif adalah penempatan suatu stratigrafi relatif terhadap zaman-
zaman geologi yang didasarkan pada fosil-fosil tertentu tanpa ditentukan batas-
batasnya secara geokronologi yang dinyatakan dalam skala waktu atau satuan
waktu dalam tahun. Penentuan umur relatif batuan pada dua lapisan yang berbeda
dalam satu penampang dapat ditentukan dengan melihat lapisan yang terlebih
dahulu diendapkan, yang terendapkan pertama lebih tua umurnya dibanding
dengan yang terendapkan kemudian. Proses ini berlangsung terus sampai semua
lapisan tersusun dalam suatu skala umur relatif yang memperlihatkan urutan
kejadiannya.
ab.Cara menentukan umur relatif pada umumnya didasarkan atas dijumpainya
fosil di dalam batuan. Di dalam mikropaleontologi cara menentukan umur relatif
dengan menggunakan :
a. Foraminifera kecil planktonik : Disamping jumlah genus sedikit,
planktonik sangat peka terhadap perubahan kadar garam, hal ini
menyebabkan hidup suatu spesies mempunyai kisaran umur yang pendek
sehingga baik untuk penciri umur suatu lapisan batuan. Biozonasi
foraminifera planktonik yang populer dan sering digunakan di Indonesia
adalah Zonasi Blow (1969), Bolli (1966) dan Postuma (1971).
32
Bolli dan Saunders (1985). Biozonasi ini memiliki ketepatan yang jauh
lebih detail dibandingkan dengan biozonasi foram besar. Hal ini terlihat
dari nilai Z yang lebih besar yaitu 1,58-2,01 untuk foraminifera planktonik
dan 5,26-5,75 pada foraminifera besar (Z score adalah perbandingan
tengang waktu tersier dalam juta tahun di bagi dengan jumlah biozona
yang menyusunnya). Seluruh biozonasi planktonik mengunakan datum
pemunculan awal dan akhir spesies tertentu untuk manbatasi masing-
masing zonanya. Prinsip zona selang banyak di gunakan dalam penarikan
batas-batas zona setiap boizonasi.
c. Biozonasi foram kecil (benthos), selain digunakan untuk penentuan
lingkungan purba, beberapa spesies foram kecil (benthos) dapat digunakan
untuk penentuan umur. Penggunaan data foram benthos untuk penentuan
umur dapat dipertanggungjawabkan kehandalannya. Hal ini terpaksa
dilakukan mengingat tidak seluruh batuan sedimen mengandung foram
planktonik. Beberapa jenis batuan sedimen yang diendapkan di tepi pantai
(litoral), kandungan foram benthoniknya melimpah dan hal ini
memberikan petunjuk yang baik untuk peneliti yang kreatif dalam
pemanfaatan data yang tersedia.
ah.Secara garis besar, penentuan umur relatif dilakukan dengan analisis fosil
foraminifera palnktonik dengan menentukan kisaran umur yang mewakili dari
seluruh fosil foram yang dianalisis. Untuk penentuan lingkungan pengendapan,
dilakukan dengan analisis foram benthonik.
ai.
aj.
ak.
al.
am. 5.1.2 Alat dan bahan
an.Peralatan dan bahan yang digunakan untuk penentuan umur relatif batuan
yaitu:
a. Fosil yang belum dipisahkan d. Cawan
b. Timbangan e. Jarum
c. Mikroskop f. Alat tulis
34
at. 60
as. 20 30
120
av. 100
au. 30 40
600
ax. 100
aw. 40 50
600
az. 550
ay. 50 60
700
bb. 680
ba. 60 70
825
bd. 700
bc. 70 80
1100
bf. 900
be. 80 90
1200
bh. 1200
bg. 90 100
2000
bi.
bj.
bm.
%
bk. Lingkungan Pengedapan bl. Kedalam
R
Bentos an
ati
o
bo. 0
bp. 0
bn. Neritik Tepi
20
20
m
br. 20
bs. 20
bq. Neritik Tengah 10
0 50
m
bu. 10
0
bv. 20
bt. Neritik Atas
20 50
0
m
bx. 20
0
by. 30
bw.Bathyal Atas
50
50
0
m
37
ca. 50
0 cb. 50
bz. Bathyal Bawah
20 10
00 0
m
cc.
cd. 5.2.2 Alat dan bahan
ce.Peralatan dan bahan yang digunakan untuk penentuan umur relatif batuan
yaitu:
a. Fosil yang belum dipisahkan e. Jarum
b. Timbangan f. Alat tulis
c. Mikroskop g. Mikroskop
d. Cawan
h.
i. 5.2.3 Langkah kerja
j. Langkah kerja untuk menentukan lingkungan batymetrey yaitu :
a. Sample fosil ditimbang 0.5 gram dari masing-masing kelompok Top, Middle
dan Bottom.
b. Sample tersebut dicampur
c. Sample dipisahkan 0.5 gram setiap kelompok
d. Dipisahkan antara plantonik dan bentonik di mikroskop dengan jarum
e. Lalu dijumlah dan dimasukan dalam rumus
k.
l.
f. Hasilnya dilihat dalam tabel
m.
n. 5.2.4 Terlampir
o. Kolom penentuan lingkungan bathymetri
p.
q.
r. BAB VI
s. PENUTUP
t.
u. 6.1 Penutup
v. 6.2 Saran
w.
x.
y.
z.
aa.
ab.
ac.
ad.
ae.
af.
ag.
ah.
ai.
aj.
ak.
al.
am.
an.
ao.
ap.
aq.
ar.
as.
at.
au.
av.
aw.DAFTAR PUSTAKA
ax.
ay. https://metaluwitasari.wordpress.com/ipa-1/klasifikasi-zat/klasifikasi-
makhluk-hidup/ (19 November 2016, pukul 15.23 WIB)
az.
ba.
bb.
bc.
bd.
be.
bf.
bg.
bh.
bi.
bj.
bk.