Anda di halaman 1dari 37

1

AIN FITRAH AN

1102014008

1. Memahami dan Menjelaskan Pusat dan Jaras Nyeri


2. Memahami dan Menjelaskan Nyeri Kepala
2.1 Definisi
2.2 Etiologi
2.3 Klasifikasi
2.4 Patofisiologi
2.5 Diagnosis dan DD
2.6 Manifestasi Klinis
2.7 Tatalaksana
2.8 Komplikasi
2.9 Prognosis
3. Memahami dan Menjelaskan Gambaran Klinis dan Klasifikasi Nyeri
Somatoform
4. Memahami dan Menjelaskan Aspek Klinis Gangguan Somatisasi
4.1 Klasifikasi Gangguan Nyeri Somatoform
4.2 Faktor-faktor Penyebab Somatoform
4.3 Faktor-faktor Predisposisi Somatoform / Kepribadian
4.4 Faktor-faktor Presipitasi Somatoform / Aspek Psikososial
4.5 Kriteria Diagnosis Gangguan Somatoform
4.6 Kriteria Diagnosis versi PPDGJ III
4.7 Gangguan Somatoform versi DSM IV
4.8 Terapi Psikosuportif
4.9 Prognosa
5. Memahami dan Menjelaskan Keluarga Sakinah, Mawaddah dan Warahmah

1. Memahami dan Menjelaskan Pusat dan Jaras Nyeri


2

Gambar: Jaras Sensorik


A Traktus Spinotalamikus Lateralis

i Axon dari neuron orde pertama (ganglion spinalis) memasuki ujung cornu
posterius substantia grissea medulla spinalis dan segera bercabang menjadi
serabut yang naik dan yang turun
ii Sesudah memasuiki satu atau dua segmen medulla spinalis membentuk
tractus posterolateral (lissaueri) , serabut ini segera bersinapsis dengan
3

neuron orde kedua yang terletak pada kelompok sel substantia gelatinosa
cornu posterius
iii Axon dari neuron orde kedua berjalan menyilang garis tengah pada
comissura anterior substantia grissea dam substantia alba kemudian naik
keatas pada sisi kontra lateral sebagai anterius. Sewaktu berjalan keatas,
serabut saraf baru terus bertambah sesuai dengan banyaknya segmen
medulla spinalis, demikian rupa sehingga pada bagian atas cervical
terdapat
a Serabut sraf yang datang dari sacral terletak posterolateral
b Serabut saraf yang datang dari cervical terletak anteromedial
(serebut saraf yang menghantarkan rasa sakit terletak didepan yang
menghantarkan sensasi suhu)
iv Pada Medulla oblongata tractus tersebut terletak pada dataran lateral antara
nucleus olivarius inferius dengan nucleus tractus spinalis N.Trigeminus.
disini ia bergabung dengan
1 Tractus spinothalamicus anterius
2 Tractus spinotectalis
Yang kemudian gabungan dari ketiganya disebut lemniscus spinalis
v Pada pons kemudian naik keatas dibagian belakang pons
vi Pada mesencephalon kemudian lemniscus medialis berjalan pada
tegmentum , lateralis dari lemniscus medialis
vii Pada diencephalon serabut saraf dari tractus spinothalamicus lateralis akan
bersinapsis dengan neuron orde ketiga yaitu nucleus posterolateral dari
keolompok ventral thalamus (bagian dari nucleus lateralis thalamus),
dimana disini akan terjadi penilaian kasar sensasi sakit dan suhu dan reaksi
emosi mulai timbul.
viii Axon dari neuron orde ketiga jalan memasuki crus posterior capsula
interna dan corona radiata untuk berakhi pada gyrus postcentralis
(brodmann 3 2 1) . dari sini informasi rasa sakit dan suhu akan diteruskan
ke area motorik dan area asosiasi di cortex lobus parietalis.
ix Cortex cerevri gyrus psotcentralis berfungsi untuk menafsirkan suhu dan
sakit sehingga akan muncul kesadaran terkait sensasi tersbut.

Pembagian secara fisiologis


Sewaktu memasuki medulla spinalis , sinyal rasa nyeri melewati dua jalur ke otak
yaitu:
4

A Traktus neospinotalamikus
Traktus neospinotalamisu berfungsi utnuk menyalurkan nyeri
secara cepat. Terutama terdiri atas serabut A-Delta yang tyerutama
dilalui oleh rasa nyeri mekanik dan nyeri suhu akut. Serabut perifer
jalur ini berakhir pada lamina I kornu dorsalis. Dan dari sini akan
merangsang neuron orde dua dari tractus neospinotalamicus. Neuron
ini akan mengirimkan sinyal ke serabut panjang yang terletak di dekat
sisi lain medulla spinalis dalam komisura anterior dan selanjutnya
berbelok naik ke otak dalam kolumna anterolateralis.
1 Hanya sebagian kecil saja serabut neopinotalamikus
berakhir di daerah retikularis batang otak, sisaya melewati
batang otak dan langsung berakir di kompleks ventrobasal
thalami.
2 Nyeri cepat dapat dilokalisasi dengan mudah di dalam
tubuh
3 Neurotransmiter A delta umumnya adalah glutamat

B Traktus paleospinotalamikus
Jalur ini befungsi untuk menjalarkan nyeri lambat-kronik , sebagian
serabutnya adalah tipe C, sebagian kecil A-delta. Dalam jaras ini, serabut-
serabut perifer berakhri pada lamina II dan II kornu dorsalis yang secara
bersama-sama disebut substansi gelatinosa, serabut C terletak lebih lateral
dari A-delta. Setelah itu akan berlanjut ke lamina V dan neuron-neuronnya
merangsang akson-akson panjang (yang juga menjadi penghantar nyeri
5

cepat) yang mula-mula melewati komisura anterior ke sisi berlawanan dari


medulla spinalis ,kemudian naik ke otak melalui jaras anterolateral
Neotransmiter nya adalah glutamat dan Substansi P, substansi P
bersifat lebih lambat dari Glutamat yang memungkinkan glutamat untuk
sampai terlebih dahulu. Yang menjelaskan suatu fenomena rasa sakit
ganda
Jaras paleospinotalamikus berakhir kebanyakan di
a Mucleus retikularis medula, pons dan mesensefalon
b Area tektal mesensefalon sampai kolukulus usperior dan inferior
c Daerah periakuaduktus substansia grisea yang mengelilingi
aquaductus sylvii
Kemampuan lokalisasi rasa nyeri pada jalur lambat sangatlah
buruk dan kebanyakan hanya dapat dilokalisasi di bagian tubuh yang
luas
Formasio retikularis berfungsi untuk menimbulkan persepsio
nyeri yang disadari

Fisiologi nyeri melalui proses-proses berikut

1. Proses Transduksi (Transduction)

Proses transduksi merupakan proses dimana suatu stimuli nyeri diubah menjadi
suatu aktifitas listrik yang akan diterima ujung-ujung saraf. Stimuli ini dapat berupa
stimuli fisik (tekanan), suhu (panas) atau kimia (substansi nyeri). Transduksi rasa sakit
dimulai ketika ujung saraf bebas (nociceptors) dari serat C dan serat A delta neuron
aferen primer menanggapi rangsangan berbahaya. Nosiseptors terkena rangsangan
berbahaya ketika kerusakan jaringan dan inflamasi terjadi sebagai akibat dari,
misalnya, trauma, pembedahan, peradangan, infeksi dan iskemia.

Nociceptors didistribusikan pada ;

1. Struktur Somatik (kulit, otot, jaringan ikat, tulang, sendi);


2. Struktur Viseral (organ viseral seperti hati, saluran gastro-intestinal).

3. Serat C dan serat A-delta yang terkait dengan kualitas yang berbeda rasa
sakit.

Ada tiga kategori rangsangan berbahaya:

1 Mekanik (tekanan, pembengkakan, abses, irisan, pertumbuhan


Tumor)
2. Thermal (membakar, panas);
6

3. Kimia (neurotransmitter rangsang, racun, iskemia, infeksi).

Penyebab stimulasi mungkin internal, seperti tekanan yang diberikan oleh tumor
atau eksternal, misalnya, terbakar. Stimulasi ini menyebabkan pelepasan mediator
kimia berbahaya dari sel-sel yang rusak, termasuk: prostaglandin, bradikinin,
serotonin, substansi P, kalium, histamin. Mediator kimia ini mengaktifkan nosiseptor
terhadap rangsangan berbahaya. Dengan maksud memperbaiki rasa nyeri, pertukaran
ion natrium dan kalium (depolarisasi dan repolarisasi) terjadi pada membran sel. Hal
ini menghasilkan suatu potensial aksi dan generasi dari sebuah impuls nyeri.

2. Proses Transmisi ( Trasmision)

Proses tranmisi dimaksudkan sebagai penyaluran impuls melalui saraf sensoris


menyusul proses transduksi. Impuls ini akan disalurkan oleh serabut saraf A delta dan
serabut C sebagai neuron pertama, dari perifer ke medulla spinalis dimana impuls
tersebut mengalami modulasi sebelum diteruskan ke thalamus oleh traktus
sphinotalamikus sebagai neuron kedua. Dari thalamus selanjutnya impuls disalurkan
ke daerah somato sensoris di korteks serebri melalui neuron ketiga, dimana impuls
tersebut diterjemahkan dan dirasakan sebagai persepsi nyeri.

3. Proses Modulasi (Modulation)

Proses modulasi adalah proses dimana terjadi interaksi antara sistem analgesik
endogen yang dihasilkan oleh tubuh pada saat nyeri masuk ke kornu posterior medula
spinalis. Proses acendern ini di kontrol oleh otak. Sistem analgesik endogen ini
meliputi enkefalin, endorfin, serotonin, dan noradrenalin memiliki efek yang dapat
menekan impuls nyeri pada kornu posterior medulla spinalis. Kornu posterior ini
dapat diibaratkan sebagai pintu yang dapat tertutup atau terbukanya pintu nyeri
tersebut diperankan oleh sistem analgesik endogen tersebut di atas. Proses modulasi
inilah yang menyebabkan persepsi nyeri menjadi sangat subyektif pada setiap orang. .
Suatu jaras tertentu telah diternukan di sistem saran pusat yang secara selektif
menghambat transmisi nyeri di medulla spinalis. Jaras ini diaktifkan oleh stress atau
obat analgetika seperti morfin (Dewanto).

4. Persepsi

Persepsi merupakan titik kesadaran seseorang terhadap nyeri. Pada saat individu
menjadi sadar akan nyeri, maka akan terjadi reaksi yang kompleks.
7

a Korteks somatosensori: Ini adalah terlibat dengan persepsi dan interpretasi dari
sensasi. Ini mengidentifikasi intensitas, jenis dan lokasi sensasi rasa sakit dan
sensasi yang berkaitan dengan pengalaman masa lalu, memori dan aktivitas
kognitif. Ini mengidentifikasi sifat stimulus sebelum memicu respons, misalnya,
di mana rasa sakit itu, seberapa kuat itu dan bagaimana rasanya.
b Sistem limbik: Hal ini bertanggung jawab untuk respon emosi dan perilaku
terhadap rasa sakit misalnya, perhatian, suasana hati, dan motivasi, dan juga
dengan pengolahan rasa sakit,dan pengalaman masa lalu rasa sakit.

RESEPTOR NYERI

Aferen primer mencakup serat A-alfa dan A-beta yang besar dan bermielen serta
membawa impuls yang besar dan tidak bermielin ( tidak diperlihatkan ) serta membawa
impuls yang memperantarai sentuhan, tekanan, dan propriosepsi dan serat A-delta yang
kecil bermielin dan serat C yang tidak bermielin, yang membawa impuls nyeri. Aferen-
aferen primer ini menyatu di sel-sel kornu dorsalis medulla spinalis, masuk ke zona
lissauer, serat pascaganglion simpatis adalah serat eferen dan terdiri dari serat-serat C
tidak bermielin.

SENSITISASI NOSISEPTOR DI DAERAH CEDERA JARINGAN


8

Pengaktifan langsung dengan tekanan intensif yang menyebabkan kerusakan sel.


Kerusakan sel menyebabkan dibebaskannya kalium (K) intra sel dan sintesis
prostaglandin (PgG) dan bradikinin (BK. Prostaglandin meningkatkan sensitivitas
reseptor nyeri bradikinin, yaitu zat kimia penghsil nyeri yang paling kuat.

Apapun bentuknya, pada nantinya hal tersebut akan menyebabkan perubahan


permeabilitas neurong sehingga dapat terjadi suatu potensial aksi dengan perpindahan
ion-ion yang timbul.

2. Memahami dan Menjelaskan Nyeri Kepala

2.1 Definisi

Sakit kepala adalah rasa sakit atau tidak nyaman antara orbita dengan kepala yang
berasal dari struktur sensitif terhadap rasa sakit. Neurology and neurosurgery illustrated
Kenneth).

2.2 Etiologi

Sakit kepala bisa disebabkan oleh kelainan:


1 Vascular
2 jaringan saraf
9

3 gigi geligi,
4 orbita,
5 hidung dan
6 sinus paranasal,
7 jaringan lunak di kepala, kulit, jaringan subkutan, otot, dan periosteum kepala.
Selain kelainan yang telah disebutkan diatas, sakit kepala dapat disebabkan oleh
stress dan perubahan lokasi (cuaca, tekanan, dll.)

2.3 Klasifikasi

Berdasarkan patofisiologinya nyeri terbagi dalam:

1 Nyeri nosiseptif atau nyeri inflamasi, yaitu nyeri yang timbul akibat adanya stimulus
mekanis terhadap nosiseptor.

2 Nyeri neuropatik, yaitu nyeri yang timbul akibat disfungsi primer pada system saraf

3 Nyeri idiopatik, nyeri di mana kelainan patologik tidak dapat ditemukan.

4 Nyeri psikologik

Berdasarkan kausanya, digolongkan nyeri kepala primer dan nyeri kepala sekunder.
Nyeri kepala primer adalah nyeri kepala yang tidak jelas terdapat kelainan anatomi atau
kelainan struktur atau sejenisnya. Sedangkan nyeri kepala sekunder, yaitu nyeri kepala lebih
10

dari tiga bulan yang mengalami pertambahan dalam derajat berat, frekuensi dan durasinya
serta dapat disertai munculnya deficit neurologis yang lain selain nyeri kepala.
1 Primer, tidak terdapat penyebab dasarnya. Diantaranya:
a. Migraine, adanya vasodilatasi arteri ekstrakranial dimana pada saat serangan terjadi
vasokonstriksi intra cranial
b. Nyeri kepala tipe tegang, karena kontraksi otot leher.
2 Sekunder, disebabkan karena vasodilatasi akibat demam tinggi, peningkatan tekanan
darah, hipoksia, intoksikasi CO, dan keadaan patologis lainnya. Diantaranya:
a Traction headache, karena trakdi atau kompresi dari struktur peka nyeri intracranial
akibat tumor, hematom, dsb.
b Inflamasi, disebabkan stimulasi struktur peka nyeri intracranial akibat perdarahan
subarachnoid, meningitis, dural sinus phlebitis, juga ekstrakranial temporal arteritis.
c Referred head pain, disebabkan sakit mata, hidung atau sinus, gigi, dsb
d Psikogenik, akibat depresi, delusi.

Nyeri kepala secara general dibagi atas:

1 Nyeri kepala Intrakranial

Daerah sensitif nyeri tempurung kepala

Jaringan otak sendiri tidak sensitif terhadap rasa sakit, perangsangan jaringan otak,
terutama korteks akan malah menimbulkan sensai nyeri di tempat yang jauh (misal tangan
atau kaki). Sebaliknya, tekanan , regangan, segala bentuk cedera yang mempengaruhi sinus
venosis dan arteri di otak (terutama arteri meningea media) akan menyebabkan nyeri kepala
yang sangat hebat

Daerah kepala tempat peralihan nyeri kepala intrakranial

Semua rangsangan berupa [eristiwa apapun yang terjadi diatas tentorium cerebri akan
menimbulkan manifestasi sakit kepala separuh bagian frontal, sedangkan stimulasi-stimulasi
yang berasal dari bawah bagian bawah Tentorium (batang otak, serebelum) akan
bermanifestasi sebagai sakit kepala pada separuh belakang kepala

a Nyeri kepala meningitis


Peradangan selaput otak yang terjadi pada meningitis akan bermanifestasi
sebagi sakit kepala yang terjadi di semua derah kepala
b Nyeri kepala akibat kekurangan CSF
Apabila seseorang dikeluarkan sebagian CSF nya maka akan timbul nyeri
hebat saat ia berdiri
11

c Nyeri kepala Migrain


Nyeri ini disebabkan oleh gangguan vaskular yang dapat juga terkait faktor
psikogenik
d Nyeri kepala alkoholik
Hal ini ditimbulkan akibat konsumsi alkohol berlebih, alkohol toksik
terhadap jaringan otak
e Nyeri kepala konstipasi
Konstipasi dapat menimbulkan nyeri kepala
2 Nyeri kepala ekstrakranial
a Nyeri kepala akibat spasme otot
i Nyeri ini dapat ditimbulkan oleh ketegangan emosiaonal yan
gmenyebvabkan spasme otot-oto yang melekat pad kulit kepala , leher, dan
occiput. Keadaan ini diduga merupakan penyebab umum timbulnya nyeri
kepala. Sebagai akibatmnya, nyeri akan dialihkan ke daerah kepala yang
lebih dalam, menyebabkan rasa nyeri yang ada serupa dengan nyeri kepala
intrakranial dan terasa parah.
b Nyeri kepala akibat iritasi hidung dan struktur sekitarnya
i Peradangan [pada mukosa hidung dan struktur terkait (misal:sinus) akan
menyebabkan nyerikepala yang akan dialihkan kebagian belakang mata
atau permukaan frontal dahi dan kulit kepala.
c Nyeri kepala akibat kelainan mata.
i Nyeri kepala yang timbul pada tipe ini dapat disebabkan oleh kerja
muskulus ciliaris yang berlebihan dalam upaya akomodasi saat seseorang
berusaha memfokuskan terhadap sesuatu, yang akan menimbulkan spasme
otot okuler dan otot facialis
ii atau juga saat terpajan cahaya yang berlebihan, cimana akan terjadi cedera
retina dan menimbulkan rasa nyeri.

2.4 Patofisiologi
12

Beberapa mekanisme umum yang tampaknya bertanggung jawab memicu


nyeri kepala adalah sebagai berikut (Lance,2000) : (1) peregangan atau pergeseran
pembuluh darah; intrakranium atau ekstrakranium, (2) traksi pembuluh darah, (3)
kontraksi otot kepala dan leher ( kerja berlebihan otot), (3) peregangan periosteum
(nyeri lokal), (4) degenerasi spina servikalis atas disertai kompresi pada akar nervus
servikalis (misalnya, arteritis vertebra servikalis), defisiensi enkefalin (peptida otak
mirip- opiat, bahan aktif pada endorfin).

2.5 Manifestasi Klinis

Fase I : Prodromal
Sebanyak 50% pasien mengalami fase prodromal ini yang berkembang pelan-
pelan selama 24 jam sebelum serangan. Gejala: kepala terasa ringan ,tidak
enak, iritabel, memburuk bila makan makanan tertentu seperti makanan manis,
mengunyah terlalu kuat, sulit/malas berbicara.
Fase II : Aura
a Gangguan penglihatan yang paling sering dikeluhkan pasien. Khas pasien
melihat seperti melihat kilatan lampu blits (photopsia) atau melihat garis
zig zag disekitar mata dan hilangnya sebagian penglihatan pada satu atau
kedua mata (scintillating scotoma).
b Gejala sensoris yang timbul berupa rasa kesemutan atau tusukan jarum
pada lengan, dysphasia.
13

c Fase ini berlangsung antara 5 60 menit. Sebanyak 80% serangan


migraine tidak disertai aura.
Fase III : Headache
a Nyeri kepala yang timbul terasa berdenyut dan berat. Biasanya hanya pada
salah satu sisi kepal tetapi dapat juga pada kedua sisi. Sering disertai mual
muntah tidak tahan cahaya (photofobia) atau suara (phonofobia). Nyeri kepala
sering memburuk saat bergerak dan pasien lebih senang istrahat ditempat yang
gelap dan ini sering berakhir antara 2 72 jam.
Fase IV : Postdromal
Saat ini nyeri kepala mulai mereda dan akan berakhir dalam waktu 24 jam,
pada fase ini pasien akan merasakan lelah, nyeri pada ototnya kadang kadang
euphoria. Setelah nyeri kepala hilang;

2.6 Diagnosis dan DD

1 ANAMNESIS NYERI KEPALA

Mula timbul

Nyeri kepala yang dimulai sejak masa kanak-kanak, masa remaja atau dewasa muda
biasanya migren; jenis ini umumnya berhenti pada saat menopause, meskipun pada beberapa
kasus justru mulai dirasakan pada masa tersebut. Nyeri kepala tipe tegang dapat mulai
diderita setiap saat, Sedangkan nyeri kepala yang baru mulai dirasakan pada usia yang lebih
lanjut harus diselidiki kemungkinan penyebab organiknya seperti arteritis temporalis,
gangguan peredaran darah otak atau tumor. Hati-hati terhadap nyeri kepala yang progresif
memberat karena mungkin didasari kelainan organik; makin lama nyeri kepala diderita
tanpaberubah sifat, makin besar kemungkinan- nya disebabkan oleh faktor-faktor yang jinak
(benign).

Lokasi

Nyeri kepala migren dapat dirasakan di manapun, paling sering di daerah temporal
(pelipis), bisa unilateral, bilateral atau berganti-ganti. Nyeri kepala unilateral di sekitar orbita
dapat disebabkan oleh nyeri kepala klaster. Nyeri kepala akibat gangguan gigi-geligi, sinus
atau mata biasanya dirasakan di daerah frontal, dapat menjalar ke oksipital dan leher,
sedangkan nyeri bitemporal dapat disebabkan oleh tumor sella/parasella. Nyeri kepala akibat
14

tumor, bergantung letaknya, bila supratentorial umumnya dirasakan di frontal atau vertex,
sedangkan bila letaknya infratentorial/fossa posterior

Frekuensi

Pola serangan nyeri dapat merupakan petunjuk diagnosis, terutama tipe klaster yang
khas, berupa serangan-serangan singkat antara 3090 menit, berulang 26 kali sehari selama
beberapa hari, kemudian dapat remisi selama beberapa minggu sampai beberapa tahun.
Migren juga dapat bersifat sporadik, sedangkan nyeri kepala tipe tegang umumnya bersifat
menetap, berangsur-angsur memberat atau berfluktuasi selama berhari-hari.

Sifat

Nyeri berdenyut dapat disebabkan oleh demam, migren, hipertensi atau tumor
hemangioma. Nyeri kepala akibat tumor atau meningitis biasanya menetap dan nyeri,
kadang-kadang juga terasa berdenyut. Nyeri kepala tipe tegang dirasakan menekan, persisten
dan kadang-kadang dirasakan seperti diikat. Nyeri paling hebat disebabkan oleh pecahnya
aneurisma, meningitis, demam, migren atau yang berhubungan dengan hipentensi maligna;
nyeri hebat dan mendadak (thunderclap), apalagi bila disusul dengan rasa lemah dan
penurunan kesadaran harus dicurigai disebabkan oleh aneunisma intrakranial yang pecah.
Nyeri kepala akibat tumor atau abses biasanya bersifat Sedang, demikian juga dengan nyeri
yang disebabkan oleh proses di daerah sinus, gigi geligi atau mata. Nyeri kepala migren
jarang berlangsung lebih dari 14 jam, yang khas ialah adanya periode bebas keluhan di antara
serangan; sedangkan nyeri kepala tipe tegang dapat berlangsung berhari- hari, bahkan
bertahun-tahun. Nyeri yang terutama dirasakan di pagi hari, selain yang disebabkan oleh
tumor, juga dapat ditimbulkan oleh hipertensi, atau migren biasa. Mignen timbul di saat
ketegangan emosional, cuaca panas, kesibukan yang meningkat,sedangkan nyeri kepala yang
berhubungan dengan sinus muncul saat infeksi saluran napas, di saat pergantian musim atau
berkaitan dengan alergi

2). Pemeriksaan fisisk


1 Keadaan umum pasien & mentalnya
2 Tanda tanda rangsangan meningeal
3 Adakah kelainan saraf cranial ?
4 Adakah kelainan pada kekuatan otot, refleks dan koordinasinya ?

3). Pemeriksaan penunjang


1.Laboratorium darah ,LED
2. Lumbal punksi
3. Elektroensefalografi
15

4. CT Scan kepala , MRI

Migren
Anamnesa riwayat penyakit dan ditegakkan apabila terdapat tanda tanda
khas migren. Kriteria diagnostik IHS untuk migren dengan aura mensyaratkan bahwa harus
terdapat paling tidak tiga dari empat karakteristik berikut :
(1) migren dengan satu atau lebih aura reversibel yang mengindikasikan disfungsi serebral
korteks dan atau tanpa disfungsi batang otak
(2) paling tidak ada satu aura yang terbentuk berangsur angsur lebih dari 4 menit
(3) aura tidak bertahan lebih dari 60 menit
(4) sakit kepala mengikuti aura dalam interval bebas waktu tidak mencapai 60 menit

Kriteria diagnostik IHS untuk migren tanpa aura mensyaratkan bahwa harus terdapat
paling sedikit lima kali serangan nyeri kepala seumur hidup yang memenuhi kriteria berikut :
(a) berlangsung 4 72 jam (b) paling sedikit memenuhi dua dari :
(1) unilateral (2) sensasi berdenyut (3) intensitas sedang berat (4) diperburuk oleh aktifitas
(5) bisa terjadi mual muntah, fotofobia dan fonofobia.
Pemeriksaan Penunjang Migren Pemeriksaan untuk menyingkirkan penyakit lain
( jika ada indikasi) adalah pencitraan ( CT scan dan MRI) dan punksi lumbal.

Sakit Kepala Cluster


Tidak seperti migraine, nyeri kepala cluster selalu unilateral dan biasanya terjadi pada
region yang sama secara berulang-ulang. Nyeri kepala ini umumnya terjadi pada malam hari,
membangunkan pasien dari tidur, terjadi tiap hari, seringkali terjadi lebih dari sekali dalam
satu hari. Nyeri kepala ini bermulai sebagai sensasi terbakar (burning sensastion) pada aspek
lateral dari hidung atau sebagai sensasi tekanan pada mata. Injeksi konjunctiva dan lakrimasi
ipsilateral, kongesti nasal, ptosis, photophobia, sindrom Horner, bahkan ditemukan pula
pasien dengan gejala
gastrointestinal

Diagnosis Banding
16

2.7 Tatalaksana

Nyeri kepala dapat diobati dengan preparat asetilsalisilat dan jika nyeri kepala
sangat berat dapat diberikan preparat ergot (ergotamin atau dihidroergotamin). Bila
perlu dapat diberikan intravena dengan dosis 1 mg dihidroergotaminmetan sulfat
atau ergotamin 0,5 mg. Preparat Cafergot ( mengandung kafein 100 mg dan 1 mg
ergotamin) diberikan 2 tablet pada saat timbul serangan dan diulangi jam
berikutnya.

Pada pasien yang terlalu sering mengalami serangan dapat diberikan preparat
Bellergal (ergot 0,5 mg; atropin 0,3 mg; dan fenobarbital 15mg) diberikan 2 3 kali
sehari selama beberapa minggu. Bagi mereka yang refrakter dapat ditambahkan
pemberian ACTH (40 u/hari) atau prednison (1mg/Kg BB/hari) selama 3 4
minggu.

Preparat penyekat beta,seperti propanolol dan timolol dilaporkan dapat


mencegah timbulnya serangan migren karena mempunyai efek mencegah
vasodilatasi kranial. Tetapi penyekat beta lainnya seperti pindolol, praktolol, dan
aprenolol tidak mempunyai efek teraupetik untuk migren, sehingga mekanisme
kerjanya disangka bukan semata mata penyekat beta saja. Preparat yang efektif
17

adalah penyekat beta yang tidak memiliki efek ISA ( Intrinsic Sympathomimetic
Activity).

Cluster headache umunya membaik dengan pemberian preparat ergot. Untuk


varian Cluster headache umumnya membaik dengan indometasin. Tension type
headache dapat diterapi dengan analgesik dan/atau terapi biofeedback yang dapat
digunakan sebagai pencegahan timbulnya serangan.

Terapi preventif yang bertujuan untuk menurunkan frekuensi, keparahan, dan


durasi sakit kepala. Terapi ini diresepkan kepada pasien yang menderita 4 hari atau
lebih serangan dalam sebulan atau jika pengobatan di atas tidak efektif. Terapi ini
harus digunakan setiap hari. Terapi preventif tersebut adalah pemberian beta bloker,
botox, kalsium channel blokers, dopamine reuptake inhibitors, SSRIs, serotonin atau
dopamin spesifik, dan TCA

Tata Laksana untuk nyeri kepala tipe tegang

A Terapi
Non farmakologis
1 Terapi perilaku
a Konseling
b Terapi perilaku
c Terapi manajemen stress
d Latihan relaksasi
e Biofeedback.
2 Intervensi medis
a Blokade saraf occipital
b Ice packs
c Panas
Farmakologis
1 Terapi farmakologis yang ada adalah NSAID berupa
a Acetaminophen
b Aspirin
c Ibuprofen
d Naproxen
e Ketoprofen
f Ketorolac
Obat-obat ini tidak boleh dikonsumsi melebihi 9 hari karena akan
menyebabkan timbulnya komplikasi berupa progresi ke tipe kronik.
2 Kegagalan terapi dengan Over the counter medicine menandakan perlunya
obat preskripsi
3 Dapat juga ditambahakan butalbital dan codeine pada regimen NSAID
18

4 Terapi profilaksis dapat diberikan pada pasien yang bertipe kronik dengan
serangan lebih dari dua kali dalam satu minggu dengan durasi selama 3-4
jam.
5 Tricyclic Anti Depressant dapat diberikan pada pasien untuk mencegah
terjadinya suatu depresi.

Perlu diingat bahwa dengan adanya resiko substance abuse, maka terapi hanya digunakan
untuk membantu pasien-pasien yang mengalami kesulitan dengan hanya menggunakan
behavioural therapy, bukan sebagai suatu lini pertama.

2.8 Komplikasi

Komplikasi TTH adalah rebound headache yaitu nyeri kepala yang disebabkan oleh
penggunaan obat - obatan analgesia seperti aspirin, asetaminofen, dllyang berlebihan.
Tension type headache episodik dapat berkembang menjadi tipe kronik, dan depresi
akibat gejalanya dapat terjadi sebagai suatu komplikasi pada pasien. Komplikasi Migren
adalah rebound headache, nyeri kepala yang disebabkan oleh penggunaan obat-obatan
analgesia seperti aspirin, asetaminofen, dll yang berlebihan.

2.9 Prognosis

Kelainan tipe episodik jauh lebih mudah ditangani daripada tipe kronik.

3. Memahami dan Menjelaskan Gambaran Klinis dan Klasifikasi Nyeri


Somatoform

Suatu kelompok gangguan yang memiliki gejala fisik di mana tidak ditemukan penjelasan
medis yang adekuat. Gejala dan keluhan somatik menyebabkan penderitaan
emosional/gangguan pada kemampuan pasien untuk berfungsi di dalam peranan sosial
atau pekerjaan.

Manifestasi klinis gangguan ini adalah adanya keluhan-keluhan gejala fisik yang berulang disertai
permintaan pemeriksaan medik, meskipun sudah berkali-kali terbukti hasilnya negatif dan juga
telah dijelaskan dokternya bahwa tidak ada kelainan yang mendasari keluhannya. Beberapa orang
biasanya mengeluhkan masalah dalam bernafas atau menelan, atau ada yang menekan di dalam
19

tenggorokan. Masalah-masalah seperti ini dapat merefleksikan aktivitas yang berlebihan dari
cabang simpatis sistem saraf otonomik, yang dapat dihubungkan dengan kecemasan. Kadang kala,
sejumlah simtom muncul dalam bentuk yang lebih tidak biasa, seperti kelumpuhan pada tangan
atau kaki yang tidak konsisten dengan kerja sistem saraf. Dalam kasus- kasus lain, juga dapat
ditemukan manifestasi di mana seseorang berfokus pada keyakinan bahwa mereka menderita
penyakit yang serius, namun tidak ada bukti abnormalitas fisik yang dapat ditemukan.Pada
gangguan ini sering kali terlihat adanya perilaku mencari perhatian (histrionik), terutama pada
pasien yang kesal karena tidak berhasil membujuk dokternya untuk menerima bahwa keluhannya
memang penyakit fisik dan bahwa perlu adanya pemeriksaan fisik yang lebih lanjut (PPDGJ III,
1993). Dalam kasus-kasus lain, orang berfokus pada keyakinan bahwa mereka menderita penyakit
serius, namun tidak ada bukti abnormalitas fisik yang dapat ditemukan.

Ada 5 gangguan somatoform yang spesifik yaitu :

1. Gangguan konversi

Merupakan bentuk perubahan yang mengakibatkan adanya perubahan fungsi fisik yang
tidak dapat dilacak secara medis. Gangguan ini muncul dalam konflik atau pengalaman
traumatik yang memberikan keyakinan akan adanya penyebab psikologis.

2. Hipokondriasis

Terpaku pada keyakinan bahwa dirinya menderita penyakit yang serius. Ketakukan akan
adanya penyakit terus ada meskipun secara medis telah diyakinkan. Sensasi atau rasa
nyeri fisik biasanya sering diasosiasikan dengan gejala penyakit kronis tertentu.

3. Gangguan somatisasi

Keluhan fisik yang muncul berulang mengenai simptom fisik yang tidak ada dasar
organis yang jelas. Gangguan ini menyebabkan seseorang untuk melakukan kunjungan
medis berkali-kali atau menyebabkan hendaya yang signifikan dalam fungsi.

4. Gangguan dismorfik tubuh

Terpaku pada kerusakan fisik yang dibayangkan atau berlebih-lebihan. Menganggap


orang tidak memperhatikannya karena kerusakan tubuh yang dimilikinya
(dipersepsikannya). Gangguan ini akan membawa seseorang pada perilaku komplusif
seperti berulang-ulang berdandan.
20

5. Gangguan nyeri

Gejala utamanya adalah adanya nyeri pada satu atau lebih tempat yang tidak sepenuhnya
disebabkan oleh kondisi medis atau neurologis nonpsikiatris, disertai oleh penderitaan
emosional dan gangguan fungsional dan gangguan memiliki hubungan sebab yang masuk
akal dengan factor psikologis.

4. Memahami dan Menjelaskan Aspek Klinis Gangguan Somatisasi

4.1 Klasifikasi Gangguan Nyeri Somatoform

4.2 Faktor-faktor Penyebab Somatoform

Faktor-faktor Biologis
Faktor ini berhubungan dengan kemungkinan pengaruh genetis (biasanya pada
gangguan somatisasi).
b. Faktor Lingkungan Sosial
Sosialisasi terhadap wanita pada peran yang lebih bergantung, seperti peran sakit
yang dapat diekspresikan dalam bentuk gangguan somatoform.
c. Faktor Perilaku
Pada faktor perilaku ini, penyebab ganda yang terlibat adalah:
21

Terbebas dari tanggung jawab yang biasa atau lari atau menghindar dari situasi yang
tidak nyaman atau menyebabkan kecemasan (keuntungan sekunder).
Adanya perhatian untuk menampilkan peran sakit.
Perilaku kompulsif yang diasosiasikan dengan hipokondriasis atau gangguan
dismorfik tubuh dapat secara sebagian membebaskan kecemasan yang diasosiasikan
dengan keterpakuan pada kekhawatiran akan kesehatan atau kerusakan fisik yang
dipersepsikan.
d. Faktor Emosi dan Kognitif
Pada faktor penyebab yang berhubungan dengan emosi dan kognitif, penyebab ganda
yang terlibat adalah sebagai berikut:
Salah interpretasi dari perubahan tubuh atau simptom fisik sebagai tanda dari adanya
penyakit serius (hipokondriasis).
Dalam teori Freudian tradisional, energi psikis yang terpotong dari impuls-impuls
yang tidak dapat diterima dikonversikan ke dalam simptom fisik (gangguan konversi).
Menyalahkan kinerja buruk dari kesehatan yang menurun mungkin merupakan suatu
strategi self-handicaping (hipokondriasis).

4.3 Faktor-faktor Predisposisi Somatoform / Kepribadian (Pendukung)

Faktor biologi

Emosi dikaitkan dengan bangkitan sistem neuroindokrin melalui pelepasan

kortikosteroid, aksi sistem neurotransmiter, dan perubahan reseptor pascasinaptik dalam

berespon terhadap stres.

umpan balik pengaturan gangguan stres yang relevan, terutama aktivasi kekebalan dan

peradangan, dapat, pada gilirannya, memberikan kontribusi untuk patologi stres yang

terkait, termasuk perubahan dalam perilaku, sensitivitas insulin, metabolisme tulang, dan

diperoleh respon imun

teori genetik menunjukkan bahwa stres berkepanjangan dapat menyebabkan

perubahan fisiologis, yang mengakibatkan gangguan fisik, penyakit jantung, gangguan

pencernaan, dan iritasi kulit.

Faktor psikologis

Kepribadian tipe A mewakili hubungan tipe kepribadian dengan gangguan fisiologis,

dalam hal ini penyakit jantung.

Penyakit fisik dapat terjadi tanpa disertai kerusakan organic


22

optimis tampaknya memiliki gejala fisik lebih sedikit dan dapat menunjukkan

pemulihan lebih cepat dari penyakit

percaya pada kendali pribadi, atau self-efficacy

focus peningkatan pada peran pelindung negara emosional yang positif. satu gagasan

tentang sifat-sifat ini adalah bahwa kepribadian penyembuhan diri, yang dicirikan

oleh antusiasme

Faktor sosiokultural

Keparahan gejala pada individu dipengaruhi oleh aspek lingkungan sosial dan budaya

pengalaman subjektif stres dapat ditingkatkan atau dikurangi dengan sifat dan jumlah

masalah dalam dunia orang tersebut, perubahan iklim dunia yang emosional, dan

dengan kehidupan sosial orang yang sakit itu.

menjadi sakit adalah peran sosial akan sebagai kondisi dan masyarakat ditempatkan

keyakinan tertentu dan harapan pada orang yang jatuh sakit.

4.4 Faktor-faktor Presipitasi Somatoform / Aspek Psikososial (Pencetus)

Faktor biologis

o Penyakit psikofisiologis diakibatkan akumulasi kejadian kecil yang menimbulkan stres.

Faktor Psikologis

o Sulit mengenali satu atau lebih stressor yang menyeababkan masalah

Faktor sosiokultural

o pola bekerja terlalu berat dan berlebih-lebihan

4.5 Kriteria Diagnosis Gangguan Somatoform

Kriteria diagnostik untuk Gangguan Somatisasi


A. Keluhan fisik dimulai sebelum usia 30 tahun, terjadi selama periode beberapa tahun
B. Tiap kriteria berikut ini harus ditemukan,
23

4 gejala (G) nyeri: sekurangnya empat tempat atau fungsi yang berlainan (misalnya
kepala, perut, punggung, sendi, anggota gerak, dada, rektum, selama menstruasi,
selama hubungan seksual, atau selama miksi)
2 G gastrointestinal: sekurangnya dua gejala selain nyeri (misalnya mual, kembung,
muntah selain dari selama kehamilan, diare, atau intoleransi terhadap beberapa jenis
makanan)
1 G seksual: sekurangnya satu gejala selain dari nyeri (misalnya indiferensi seksual,
disfungsi erektil atau ejakulasi, menstruasi tidak teratur, perdarahan menstruasi
berlebihan, muntah sepanjang kehamilan).
1 G pseudoneurologis: sekurangnya satu gejala atau deficit yang mengarahkan pada
kondisi neurologis yang tidak terbatas pada nyeri (gangguan koordinasi atau
keseimbangan, paralisis, sulit menelan, retensi urin, halusinasi, hilangnya sensasi atau
nyeri, pandangan ganda, kebutaan, ketulian, kejang; gejala disosiatif seperti amnesia;
atau hilangnya kesadaran selain pingsan).
C. Salah satu (1)atau (2):
Setelah penelitian yang diperlukan, tiap gejala dalam kriteria B tidak dapat
dijelaskan sepenuhnya oleh sebuah kondisi medis umum yang dikenal atau efek
langsung dan suatu zat (misalnya efek cedera, medikasi, obat, atau alkohol)
Jika terdapat kondisi medis umum, keluhan fisik atau gangguan sosial atau pekerjaan
yang ditimbulkannya adalah melebihi apa yang diperkirakan dari riwayat penyakit,
pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium.
D. Gejala tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti gangguan buatan atau
pura-pura).

Dignosis multiaksial (PERKIRAAN) :


Axis I : Gangguan somatoform, somatisasi
Axis II : tidak ada diagnosisi aksis II
Axis III : tidak ada diagnosis aksis III
Axis IV : masalah dengan keluarga
Axis V : 51-60 gejala sedang, disabilitas sedang
Prognosis : dubia et malam. Pasien susah sembuh walo sudah ngikutin pedoman pengobatan.
Sering kali pada psien wanita berakhir pada percobaan bunuh diri.
4.6 Kriteria Diagnosis versi PPDGJ III

Penggolongan Gangguan Jiwa (PPDGJ III)


F0 : GMO, termasuk Gangguan Mental Simptomatik

F1 : Ggn Mental & Perilaku Akibat Zat Psikoaktif

F2 : Skizofrenia, Ggn Skizotipal dan Ggn Waham

F3 : Gangguan Suasana Perasaan (Mood/Afektif)


24

F4 : Ggn Neurotik, Ggn Somatoform dan Ggn ~ Stres

F5 : Sind Tingkah Laku yg Berhub dg Ggn Fisiologis & Fisik

F6 : Gangguan Kepribadian dan Perilaku Masa Dewasa

F7 : Retardasi Mental

F8 : Gangguan Perkembangan Psikologis

F9 : Ggn Perilaku & Emosional dg Onset Biasanya pd Masa kanak dan Remaja

Somatoform berdasarkan PPDGJ III dibagi menjadi,


F.45.0 gangguan somatisasi
F.45.1 gangguan somatoform tak terperinci
F.45.2 gangguan hipokondriasis
F.45.3 disfungsi otonomik somatoform
F.45.4 gangguan nyeri somatoform menetap
F.45.5 gangguan somatoform lainnya
F.45.6 gangguan somatoform YTT
DSM-IV, ada tujuh kelompok, lima sama dengan klasifikasi awal dari PPDGJ ditambah dengan
gangguan konversi, gangguan dismorfik tubuh.

DIAGNOSIS MENURUT PPDGJ III :

Gangguan Somatoform
Ciri utama gangguan ini adalah adanya keluhan-keluhan gejala fisik yang
berulang-ulang disertai permintaan pemeriksaan medik, meskipun sudah berkali-kali
terbukti hasilnya negatif dan sudah dijelaskan dokternya bahwa tidak ditemukan
keluhan yang menjadi dasar keluhannya. Penderita juga menyangkal dan menolak
untuk membahas kemungkinan kaitan antara keluhan fisiknya dengan problem atau
konflik dalam kehidupan yang dialaminya bahkan meskipun didapatkan gejala-gejala
anxietas dan depresi.
Tidak adanya saling pengertian antara dokter dan pasien mengenai
kemungkinan penyebab keluhan-keluhannya yang menimbulkan frustasi dan
kekecewaan pada kedua belah pihak

Gangguan Somatisasi
Pedoman diagnostik
25

Diagnosis pasti memerlukan semua hal berikut :


Adanya banyak keluhan-keluhan fisik yang bermacam-macam yang tidak
dapat dijelaskan atas dasar kelainan fisik yang sudah berlangsung sedikitnya 2 tahun
Tidak mau menerima nasehat atau penjelasan dari beberapa dokter bahwa
tidak ada kelainan fisik yang dapat menjelaskan keluhannya
Terdapat disabilitas dalam fungsinya di masyarakat dan keluarga yang
berkaitan dengan sifat keluhan-keluhannya dan dampak dari perilakunya

a. Gangguan Somatoform Tak Terinci


Pedoman diagnostik
Keluhan-keluhan fisik bersifat multipel, bervariasi dan menetap, akan tetapi
gambaran klinis yang khas dan lengkap dari gangguan somatisasi tidak terpenuhi
Kemungkinan ada ataupun tidaknya faktor penyebab psikologis belum jelas,
akan tetapi tidak boleh ada penyebab fisik dan keluhan-keluhannya

b. Gangguan Hipokondrik
Pedoman diagnostik
Untuk diagnostik pasti, kedua hal ini harus ada :
Keyakinan yang menetap adanya sekurang0kurangnya satu penyakit fisik yang
serius yang dilandasi keluhan-keluhannya, meskipun pemeriksaan yang berulang-
ulang tidak menunjang adanya alasan fisik yang memadai, ataupun adanya
preokupasi yang menetap kemungkinan deformitas atau perubahan bentuk
penampakan fisik
Tidak mau menerima nasehat atau dukungan penjelasan dari beberapa dokter
bahwa tidak ditemukan penyakit atau abnormalitas fisik yang melandasi keluhannya.

c. Gangguan Otonomik Somatoform


Pedoman diagnostik
Diagnosis pasti memerlukan semua hal berikut :
Adanya gejala-gejala bangkitan otonomik seperti palpitasi, berkeringat,
tremor, muka panas/flushing, yang menetap dan mengganggu
Gejala subjektif tambahan mengacu pada sistem atau organ tertentu (gejala
tidak khas)
26

Preokupasi dengan dan penderitaan (distress) mengenai kemungkinan adanya


gangguan yang serius (sering tidak begitu khas) dari sistem atau organ tertentu, yang
tidak terpengaruh oleh hasil pemeriksaan berulang, maupun penjelasan dari dokter
Tidak terbukti adanya gangguan yang cukup berarti pada struktur/fungsi dari
sistem atau organ yang dimaksud.

Karakter kelima : F45.30 = jantung dan sistem kardiovaskuler


F45.31 = saluran pencernaan bagian atas
F45.32 = saluran pencernaan bagian bawah
F45.33 = sistem pernafasan
F45.34 = sistem genito-urinaria
F45.35 = sistem atau organ lainnya

d. Gangguan Nyeri Somatoform Menetap


Pedoman diagnostik
Keluhan utama adalah nyeri hebat, menyiksa, menetap, yang tidak dapat
dijelaskan sepenuhnya atas dasar proses fisiologik maupun adanya gangguan fisik
Nyeri timbul dalam hubungan dengan adanya konflik emosional atau problem
psikososial yang cukup jelas untuk dapat dijadikan alasan dalam mempengaruhi
terjadinya gangguan tersebut
Dampaknya adalah meningkatnya perhatian dan dukungan, baik personal
maupun medis, untuk yang bersangkutan.
e. Gangguan Somatoform Lainnya
Pedoman diagnostik
Pada gangguan ini keluhan-keluhannya tidak sistem saraf otonom dan terbatas
secara spesifik pada bagian tubuh atau sistem tertentu
Tidak ada kaitannya dengan kerusakan jaringan

4.7 Gangguan Somatoform versi DSM IV

A Riwayat banyak keluhan fisik yang dimulai sebelum usia 30 tahun yang terjadi selama
periode beberapa tahun dan membutuhkan terapi, yang menyebabkan gangguan
bermakna dalam fungsi sosial, pekerjaan dan fungsi penting lainnya.
27

B Tiap kriteria berikut ini harus ditemukan, dengan gejala individual yang terjadi pada
sembarangan waktu selama perjalanan gangguan :
1 Empat gejala nyeri : riwayat nyeri yang berhubungan dengan sekurangnya
empat tempat atau fungsi yang berlainan (misalnya kepala, perut, punggung,
sendi, anggota gerak, dada, rektum selama menstruasi, selama berhubungan
seksual atau selama miksi)
2 Dua gejala gastrointestinal : riwayat sekurangnya dua gejala gastrointestinal
selain nyeri (misalnya mual, kembung, muntah selain dari selama kehamilan,
diare atau intoleransi terhadap beberapa jenis makanan)
3 Satu gejala seksual : riwayat sekurangnya satu gejala seksual atau reproduktif
selain dari nyeri (misalnya indiferensi seksual, disfungsi erektil atau ejakulasi,
mendtruasi tidak teratur, perdarahan menstruasi berlebihan, muntah sepanjang
kehamilan)
4 Salah satu gejala pseudoneurologis : riwayat sekurangnya satu gejala atau
defisit yangmengarahkan pada kondisi neurologis yang tidak terbatas pada
nyeri (gejala konversi seperti gangguan koordinasi atau keseimbangan,
paralisis atau kelemahan setempat, ssulit menelan atau benjolan di
tenggorokan, afonia, retensi urin, halusinasi, hilangnya sensasi atau nyeri,
pandangan ganda, kebutaan, ketulian, kejang, amnesia, hilangnya kesadaran
selain pingsan)
C Salah (1) atau (2) :
1 Setelah penelitian yang diperlukan, tiap gejala dalam kriteria B tidak dapat
dijelaskan sepenuhnya oleh sebuah kondisi umum medis yang dikenal atau
efek langsung dan suatu zat (misalnya efek cedera, medikasi, obat atau
alkohol)
2 Jika terdapat kondisi umum medis, keluhan fisik atau gangguan sosial atau
pekerjaan yang ditimbulkannya adalah melebihi apa yang diperkiraannya dan
riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium
D Gejala tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti pada gangguan
buatan atau pura-pura)
28
29

4.8 Terapi Psikosuportif

Kebijakan klinis menyarankan pendekatan halus dan suportif seraya memberikan


penghargaan kepada pasien atas setiap perbaikan kondisi sekecil apa pun yang
berhasil dicapai (Simon, 1998).
Orang-orang yang menderita gangguan somatoform jauh lebih sering datang ke dokter
dibanding ke psikiater atau psikolog karena mereka menganggap masalah berkait
dengan kondisi fisik. Para pasien tersebut menganggap rujukan dokter ke psikolog
atau psikiater sebagai tanda bahwa dokter menganggap penyakit mereka terletak di
kepala; sehingga mereka tidak merasa senang dirujuk ke ahli jiwa. Mereka
menguji kesabaran dokter mereka, yang sering kali meresepkan berbagai macam obat
atau penanganan medis dengan harapan akan menyembuhkan keluhan somatik
tersebut.
Penyembuhan dengan berbicara yang menjadi dasar psikoanalisis dilandasi oleh
30

asumsi bahwa suatu represif masif telah memaksa energi psikis diubah menjadi
anestesia atau kelumpuhan yang membingungkan. Namun demikian, psikoanalisis
tradisional dengan terapi jangka panjang dan psikoterapi yang berorientasi
psikoanalisis tidak menunjukkan hasil yang bermanfaat bagi gangguan konversi,
kecuali mungkin mengurangi kekhawatiran pasien atas penyakitnya. Penanganan
psikodinamika jangka pendek dapat menjadi efektif untuk menghilangkan simtom-
simtom gangguansomatoform.
Pasien somatoform sering menderita kecemasan dan depresi. Dengan
menangani kecemasan dan depresi sering kali mengurangi kekhawatiran somatoform.
Pada kasus komorbiditas antara ganguan obsesif kompulsif dan gangguan somatoform
tertentu, seperti hipokondriasis dan gangguan dismorfik tubuh memiliki penanganan
pilihan untuk ganguan kompulsif-pemaparan dan pencegahan respons-dapat menjadi
efektif untuk gangguan somatoform tersebut.
Terapis perlu memperhitungkan untuk memastikan pasien tidak kehilangan muka
ketika gangguan tersebut tidak lagi dialaminya. Terapis harus mempertimbangkan
kemungkinan pasien merasa dipermalukan ketika kondisinya menjadi lebih baik
melalui penanganan yang tidak berkaitan dengan masalah medis (fisik).

Terapi untuk gangguan somatisasi


Pemaparan atau terapi kognitif dapat digunakan untuk mengatasi ketakutan,
berkurangnya rasa takut dapat membantu mengurangi berbagai keluhan somatik.
Terapi keluarga, membantu pasien dan keluarga mengubah jaringan hubungan yang
bertujuan untuk membantu usahanya menjadi lebih mandiri.
Training asersi dan keterampilan sosial, bermanfaat untuk membantunya manguasai
atau menguasai kembali, berbagai cara untuk berhubungan dengan orang lain dan
mengatasi berbagai tantangan tanpa harus mengatakan Saya seorang yang malang,
lemah, dan sakit.
Dokter tidak menghindari validitas keluhan-keluhan fisik, namun meminimalkan
penggunaan berbagai tes diagnostik dan pemberian obat, mempertahankan kontak
dengan pasien. Teknik-teknik seperti training relaksasi dan berbagai bentuk terapi
kognitif juga terbukti bermanfaat. Biofeedback, yang mencangkup pengendalian atas
proses-proses fisiologis telah terbukti efektif dalam mengurangi berbagai pikiran yang
merusak pada para pasien yang menderita gangguan somatoform-bahkan lebih efektif
dibanding teknik relaksasi.

Terapi utuk hipokondriasis


31

Pendekatan kognitif behavioral. Penelitian menunjukkan bahwa para pasien


hipokondrial menunjukkan penyimpanan kognitif dengan menganggap masalah kesehatan
yang muncul sebagai suatu ancaman. Terapi kognitif-behavioral dapat ditujukan untuk
merestrukturisasi pemikiran pesimistik.
Penanganan dapat mencangkup beberapa strategi seperti mengarahkan perhatian
selektif pasien ke simtom-simtom fisik dan tidak mendorong pasien mencari kepastian medis
bahwa ia tidak sakit.

Terapi untuk rasa nyeri


Nyeri mengandung dua komponen, yaitu nyeri psikogenik dan nyeri yang benar-benar
disebabkan factor medis, seperti cedera jaringan otot. Penanganan yang efektif cenderung
terdiri dari hal-hal berikut:
A Melakukan validasi bahwa rasa nyeri memang nyata, dan tidak hanya dalam pikiran
pasien.
B Pelatihan relaksasi
C Menghadiahi pasien karena berperilaku yang tidak sejalan dengan rasa nyeri (menahan
rasa nyeri).
Varian terapi psikodinamika jangka pendek, yang disebut terapi tubuh psikodinamika,
efektif untuk mengurangi rasa nyeri dan mempertahankannya dalam jangka waktu lama.
Dosis rendah obat antidepresan, terutama imipramine, lebih tinggi manfaatnya
dibandingkan placebo untuk mengurangi rasa nyeri dan distress kronis. Obat-obatan
tersebut tidak menghilangkan depresi terkait.

a Secara umum tampaknya perlu disarankan untuk mengalihkan focus dari hal-hal yang
tidak dapat dilakukan pasien karena penyakitnya dan bahkan mengajarkan pada pasien
bagaimana cara mengatasi stres, mendorong aktivitas yang lebih banyak, dan
meningkatkan kontrol diri

Penatalaksanaan
Bagan pengobatan keseluruhan

Gangguan Tujuan pengobatan Strategi dan teknik Strategi dan teknik


somatoform psikoterapi dan farmakologikal dan fisik
psikososial
32

1. mencegah adopsi dari rasa


sakit, invalidasi (tidak
membenrakan
pemikiran/meyakinkan
nahwa gejala hanya ada dlam
pikiran tidak untuk 1. pengobatan yang
kehidupan nyata konsisiten, ditangani
oleh dokter yang sama
2. meminimalisir biaya dan
komplikasi dengan 2. buat jadwal regular
menghindari tes-tes ddengan interval waktu
diagnosis, treatment, dan kedatangan yang
obat-obatan yang tidak perlu memadai
1. diberikan hanya bila
3. melakukan kontrol 3. memfokuskan terapi
indikasinya jelas
farmakologis terhadap secara gradual dari
sindrom comorbid gejala ke personal dan 2. hindari obat-obatan yang
(memperparah kondisi) ke masalah sosial bersifat addiksi

Gangguan 1,2,3 1,2,3 1,2


somatisasi
- anti anxietas dan
antidepressan

Gangguan 1,2,3 1,2,3 1 dan 2


somatisasi tak
- obat anti anxietas dan anti
terperinci
depresan (jika perlu)

hipokondriasi 1,2,3 1,2,3 2


Therapi kognitiv- Usahakan untuk mengurangi
behaviour gejala hipokondriacal dengan
SSRI (Fluoxetine 60-80 mg/
hari)
dibandingkan dengan obat
lain

Gangguan 1,2,3 1,2,3 1 dan 2


nyeri
Jika nyeri nya akut (< 6 Nyeri kronik : Akut : acetaminophen dan
menetap
bulan), tambahkan obt pertimbangkan terapi NSAIDS (tidak dicampur)
simptomatik untuk gejala fisik dan pekerjaan, atau sebagai yambahan pda
yang timbul serta terapi kognitif- opioid
behavioural
Jika nyeri bersifat kronik (>6 Kronik : Trisiklik anti
bulan ), fokus pada depresan, acetaminophen dan
pertahankan fungsi dan NSAID
motilitas tubuh daripada
Pertimbangkan akupunnktur
fokus pada penyembuhan
nyeri

Gangguan 1,2,3 Akut : yakinkan, 1 dan 2


konversi sugesti pasien untuk
33

mengurangi gejala Pertimbangkan narcoanalisis


(sedative hipnotic)
Pertimbangkan
narcoanalisis (sedativ
hipnotis), hipnoterapi,
behavioural terapi
Kronik : 1,2, dan 3
Eksplorasi lebih lanjut
mengenai konflik yang
bersifat unterpersonal
pada pasien

Gangguan 1,2,3 1,2,3 2


dismorfik
Khususnya menghindari Terapi kognitif- Usahakan untuk mengurangi
tubuh
pembedahan behavioural gejala hipokondriacal dengan
SSRI (Fluoxetine 60-80 mg/
hari)
dibandingkan dengan obat
lain

(Sumber dari DSM IV)


b Terapi kognitif-behavioural, untuk mengurangi pemikiran atau sifat pesimis pada pasien.
Teknik behavioral, terapis bekerja secara lebih langsung dengan si penderita gangguan
somatoform, membantu orang tersebut belajar dalam menangani stress atau kecemasan dengan
cara yang lebih adaptif. Terapi kognitif, terapis menantang keyakinan klien yang terdistorsi
mengenai penampilan fisiknya dengan cara meyemangati mereka untuk mengevaluasi
keyakinan mereka dengan bukti yang jelas.
c Gangguan somatisasi ditatalaksana dengan ikatan terapeutik, perjanjian teratur, dan intervensi
krisis.
d Penatalaksanaan untuk gangguan konversi adalah sugesti dan persuasi dengan berbagai teknik.
Strategi penatalaksanaan pada hipokondriasis meliputi pencatatan gejala, tinjauan psikososial,
dan psikoterapi.
e Gangguan dismorfik tubuh diterapi dengan ikatan terapeutik, penatalaksanaan stres,
psikoterapi, dan pemberian antidepresan.
f Terapi pada gangguan nyeri mencakup ikatan terapeutik, menentukan kembali tujuan terapi,
dan pemberian antidepresan.

5. Memahami dan Menjelaskan Keluarga Sakinah, Mawaddah dan Warahmah

Sakinah mawaddah warahmah.


Kata Sakinah. Sakinah merupakan pondasi dari bangunan rumah tangga yang sangat
penting. Tanpanya, tiada mawaddah dan warahmah. Sakinah itu meliputi kejujuran,
34

pondasi iman dan taqwa kepada Allah SWT.

Dalam Al Quran pun dikatakan bahwa suatu saat, akan banyak orang yang saling
berkasih sayang di dunia, tetapi di akhirat kelak mereka akan bermusuhan, menyalahkan
dan saling melempar tanggung jawab. Kecuali orang-orang yang berkasih sayang
dilandasi dengan cinta kepada Allah SWT.

Kata adalah mawaddah. Mawaddah itu berupa kasih sayang. Setiap mahluk Allah kiranya
diberikan sifat ini, mulai dari hewan sampai manusia. Dalam konteks pernikahan, contoh
mawaddah itu berupa kejutan suami untuk istrinya, begitu pun sebaliknya. Misalnya
suatu waktu si suami bangun pagi-pagi sekali, membereskan rumah, menyiapkan sarapan
untuk anak-anaknya. Dan ketika si istri bangun, hal tersebut merupakan kejutan yang luar
biasa. Rasa cinta yang tumbuh di antara suami istri adalah anugrah dari Allah Swt kepada
keduanya, dan ini merupakan cinta yang sifatnya tabiat. Tidaklah tercela orang yang
senantiasa memiliki rasa cinta asmara kepada pasangan hidupnya yang sah. Bahkan hal itu
merupakan kesempurnaan yang semestinya disyukuri. Namun tentunya selama tidak
melalaikan dari berdzikir kepada Allah Swt, karena Allah berfirman,

Wahai orang-orang yang beriman, janganlah harta-harta kalian dan anak-anak


kalian melalaikan kalian dari dzikir kepada Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian
maka mereka itulah orang-orang yang merugi. (Al-Munafiquun [63]: ayat 9)

Kata terakhir adalah warahmah. Warahmah ini hubungannya dengan kewajiban.


Kewajiban seorang suami menafkahi istri dan anak-anaknya, mendidik, dan memberikan
contoh yang baik. Kewajiban seorang istri untuk menaati suaminya. Intinya warahmah
ini kaitannya dengan segala kewajiban.

Kewajiban Suami Istri dalam Islam

HAK BERSAMA SUAMI ISTRI

1 Suami istri, hendaknya saling menumbuhkan suasana mawaddah dan rahmah. (Ar-Rum:
21)
2 Hendaknya saling mempercayai dan memahami sifat masing-masing pasangannya. (An-
Nisa: 19 Al-Hujuraat: 10)
3 Hendaknya menghiasi dengan pergaulan yang harmonis. (An-Nisa: 19)
4 Hendaknya saling menasehati dalam kebaikan. (Muttafaqun Alaih)
35

SUAMI KEPADA ISTRI

1 Suami hendaknya menyadari bahwa istri adalah suatu ujian dalam menjalankan agama.
(At-aubah: 24)
2 Seorang istri bisa menjadi musuh bagi suami dalam mentaati Allah clan Rasul-Nya. (At-
Taghabun: 14)
3 Hendaknya senantiasa berdoa kepada Allah meminta istri yang sholehah. (AI-Furqan: 74)
4 Diantara kewajiban suami terhadap istri, ialah: Membayar mahar, Memberi nafkah
(makan, pakaian, tempat tinggal), Menggaulinya dengan baik, Berlaku adil jika beristri
lebih dari satu. (AI-Ghazali)
5 Jika istri berbuat Nusyuz, maka dianjurkan melakukan tindakan berikut ini secara
berurutan: (a) Memberi nasehat, (b) Pisah kamar, (c) Memukul dengan pukulan yang tidak
menyakitkan. (An-Nisa: 34) Nusyuz adalah: Kedurhakaan istri kepada suami dalam
hal ketaatan kepada Allah.
6 Orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah, yang paling baik akhlaknya dan
paling ramah terhadap istrinya/keluarganya. (Tirmudzi)
7 Suami tidak boleh kikir dalam menafkahkan hartanya untuk istri dan anaknya.(Ath-
Thalaq: 7)
8 Suami dilarang berlaku kasar terhadap istrinya. (Tirmidzi)
9 Hendaklah jangan selalu mentaati istri dalam kehidupan rumah tangga. Sebaiknya
terkadang menyelisihi mereka. Dalam menyelisihi mereka, ada keberkahan. (Baihaqi,
Umar bin Khattab ra., Hasan Bashri)
10 Suami hendaknya bersabar dalam menghadapi sikap buruk istrinya. (Abu Yala)
11 Suami wajib menggauli istrinya dengan cara yang baik. Dengan penuh kasih sayang, tanpa
kasar dan zhalim. (An-Nisa: 19)
12 Suami wajib memberi makan istrinya apa yang ia makan, memberinya pakaian, tidak
memukul wajahnya, tidak menghinanya, dan tidak berpisah ranjang kecuali dalam rumah
sendiri. (Abu Dawud).
13 Suami wajib selalu memberikan pengertian, bimbingan agama kepada istrinya, dan
menyuruhnya untuk selalu taat kepada Allah dan Rasul-Nya. (AI-Ahzab: 34, At-Tahrim :
6, Muttafaqun Alaih)
14 Suami wajib mengajarkan istrinya ilmu-ilmu yang berkaitan dengan wanita (hukum-
hukum haidh, istihadhah, dll.). (AI-Ghazali)
15 Suami wajib berlaku adil dan bijaksana terhadap istri. (An-Nisa: 3)
16 Suami tidak boleh membuka aib istri kepada siapapun. (Nasai)
17 Apabila istri tidak mentaati suami (durhaka kepada suami), maka suami wajib
mendidiknya dan membawanya kepada ketaatan, walaupun secara paksa. (AIGhazali)
18 Jika suami hendak meninggal dunia, maka dianjurkan berwasiat terlebih dahulu kepada
istrinya. (AI-Baqarah: 40)

ISTRI KEPADA SUAMI

1 Hendaknya istri menyadari clan menerima dengan ikhlas bahwa kaum laki-Iaki adalah
pemimpin kaum wanita. (An-Nisa: 34)
2 Hendaknya istri menyadari bahwa hak (kedudukan) suami setingkat lebih tinggi daripada
istri. (Al-Baqarah: 228)
36

3 Istri wajib mentaati suaminya selama bukan kemaksiatan. (An-Nisa: 39)


4 Diantara kewajiban istri terhadap suaminya, ialah: a. Menyerahkan dirinya, b. Mentaati
suami, c. Tidak keluar rumah, kecuali dengan ijinnya, d. Tinggal di tempat kediaman yang
disediakan suami, e. Menggauli suami dengan baik. (Al-Ghazali)
5 Istri hendaknya selalu memenuhi hajat biologis suaminya, walaupun sedang dalam
kesibukan. (Nasa i, Muttafaqun Alaih)
6 Apabila seorang suami mengajak istrinya ke tempat tidur untuk menggaulinya, lalu sang
istri menolaknya, maka penduduk langit akan melaknatnya sehingga suami meridhainya.
(Muslim)
7 Istri hendaknya mendahulukan hak suami atas orang tuanya. Allah swt. mengampuni dosa-
dosa seorang Istri yang mendahulukan hak suaminya daripada hak orang tuanya.
(Tirmidzi)
8 Yang sangat penting bagi istri adalah ridha suami. Istri yang meninggal dunia dalam
keridhaan suaminya akan masuk surga. (Ibnu Majah, TIrmidzi)
9 Kepentingan istri mentaati suaminya, telah disabdakan oleh Nabi saw.: Seandainya
dibolehkan sujud sesama manusia, maka aku akan perintahkan istri bersujud kepada
suaminya. .. (Timidzi)
10 Istri wajib menjaga harta suaminya dengan sebaik-baiknya. (Thabrani)
11 Istri hendaknya senantiasa membuat dirinya selalu menarik di hadapan suami(Thabrani)
12 Istri wajib menjaga kehormatan suaminya baik di hadapannya atau di belakangnya (saat
suami tidak di rumah). (An-Nisa: 34)
13 Ada empat cobaan berat dalam pernikahan, yaitu: (1) Banyak anak (2) Sedikit harta (3)
Tetangga yang buruk (4) lstri yang berkhianat. (Hasan Al-Bashri)
14 Wanita Mukmin hanya dibolehkan berkabung atas kematian suaminya selama empat bulan
sepuluh hari. (Muttafaqun Alaih)
15 Wanita dan laki-laki mukmin, wajib menundukkan pandangan mereka dan menjaga
kemaluannya. (An-Nur: 30-31)
37

DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Kesehatan RI. Direktorat Jenderal Pelayanan Medik. (2003). Pedoman


Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III. Jakarta.
2. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2010. Buku Ajar Psikiatri. Cetakan
pertama. Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta
3. Kaplan, B.J., Sadock, V.A. 2007, Kaplan & Sadocks Synopsis of Psychiatry
Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry. 10th Edition.

4. Lindsay, Kenneth W. (2004). Headache. Neurology and Neurosurgery. London.


Churchill Livingstone.

5. Price, Sylvia A. 2006. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit edisi 6.


Jakarta : EGC.
6. Sherwood, Lauralee. 2014. Fisiologi Manusia dari sel ke sistem Edisi 8. Jakarta.
EGC.

7. Tamsuri, A. 2007. Konsep dan penatalaksanaan nyeri. Jakarta : EGC. Hlm 1-63

8. Yutzy SH. (2006). Somatization. In: Blumenfield M, Strain JJ, penyunting.


Psychosomatic Medicine. 1st ed. New York: Lippincott Williams & Wilkins.

9. http://www.akhlaqulkharimah.com diakses pada 25 Desember 2016

Anda mungkin juga menyukai