Trauma mengacu pada luka tubuh atau kejutan yang dihasilkan oleh cedera fisik tiba-tiba,
seperti dari kekerasan atau kecelakaan. Hal ini juga dapat digambarkan sebagai "luka fisik atau
cedera, seperti fraktur atau pukulan. Mayor trauma (didefinisikan oleh Skor Keparahan Cedera
yang lebih besar dari 15) Trauma dapat mengakibatkan komplikasi sekunder seperti kejutan
peredaran darah, kegagalan pernafasan dan kematian. Resusitasi pasien trauma sering melibatkan
beberapa prosedur manajemen. Trauma adalah penyebab utama kematian di seluruh dunia
keenam, akuntansi untuk 10% dari semua kematian, dan merupakan masalah kesehatan
masyarakat yang serius dengan biaya sosial dan ekonomi yang signifikan. Pada Trauma terjadi
dua hal penting pada tubuh manusia :
1. Proses trauma : kecelakaan akan mengakibatkan benturan pada tubuh manusia yang
menyebabkan cedera, proses ini disebut Biomedika Trauma
2. Tubuh manusia bereaksi terhadap trauma dengan adanya perubahan metabolisme
disebut Respon Metabolik Terhadap Trauma.
Pada suatu KLL maka pada penderita yang berada dalam mobil akan mengalami
beberapa collision (benturan) berturut-turut :
Primary collision : terjadi pada saat mobil menabrak
Tabrakan dapat terjadi dengan cara :
Frontal
Sampling (T-bone)
Dari belakang
Terbalik (roll-over) : pada saat primary coliision, baru mobil yang menabrak,
penderita masih dalam posisi
Secondary collision
Penderita menabrak bagian dalam mobil (atau sabuk pengaman). Tergantung dari arah
tabrakan (frontal, dsb), perlukaan akan terjadi pada tubuh penderita yang langsung
terbentur
Tertiary collision
Organ tubuh penderita yang dalam rongga tubuh akan melaju ke arah depan (pada
tabrakan frontal) dan mungkin akan mengalami perlukaan langsung atau terlepas (robek)
dari alat pengikatnya dalam rongga tubuh tersebut
Subsidary collision
1
Tergantung dari isi mobil, mungkin penumpang dibelakang terpental ke depan atau
barang dibelakang yang terpental ke depan, dan kemudian menimbulkan kerusakan lebih
lanjut pada penumpang yang di depan
Sejumlah data membantu menjelaskan pola kompleks kecelakaan lalu lintas, terutama
yang ditopang oleh pengendara.
2
Pada pengemudi yang menabrak bangunan seperti gedung,sesaat tmpak dapat
terlihat mobil yang menabrak berhenti, tetapi sebenarnya mobil tersebut tidak
benar-benar berhenti melainkan mengalami deselerasi atau pengurangan
kecepatan secara perlahan-lahan.
Nilai G force dihitung dengan rumus : G = C(V2)/D
V = kecepatan(Km/jam)
D = jarak pemberhentian kendaraan sesudah menabrak
C = konstanta 0,0039
FIGURE9.1Majorpointsofinjurytoanunrestraineddriverofavehicleindecelerationimpact.
Mekanisme Cedera :
Tabrakan antra penderita dengan kendaraan atau tabrakan antra penderita dengan
benda statis di luar kendaraan
Benturan antara organ-organ di dalam tubuh penderita sendiri (kompresi organ)
Lima tipe tabrakan :
Tabrakan frontal
Tabrakan Lateral / samping
Tabrakan dari samping
Tabrakan dari 4 arah (quarter panel)
Terbalik
Terlempar
Tabrakan frontal
3
Tabrakan frontal adalah tabrakan atau benturan dengan benda di depan kendaraan
yang secara tiba- tiba mengurangi kecepatannya. 25 % korban berusia > 50 tahun.
Orang yang didalam kendaraan yang mengerem mendapat jumlah energy yang
sama , tetapi di bagi pada permukaan yang luas ( seperti gesekan tempat duduk, kaki
pada lantai, ban yang mengerem, ban pada jalan, tangan pada setir) dan untuk jangka
waktu yang lebih lama. Penumpang yang tidak memakai sabuk pengaman dalam
kendaraan yang tabrakan, mengalami peristiwa yang sama seperti kendaraan yang
ditumpanginya. Ketika tabrakan menyebabkan kendaraan berhenti tiba-tiba,
penumpangnya bergerak terus kedepan dengan initial velocity yang sama sampai
sesuatu menghentikan gerakkannya seperti dashboard, kaca depan atau tanah kalau
penumpang tersebut terlempar keluar.1
Gerakan kedepan dari tubuh terhadap tungkai dapat mengakibatkan :
1. Fraktur dislokasi sendi ankle
2. Dislikasi sendi lutut
3. Fraktur femur
4. Dislokasi posterior acetabulum femoris
Komponen kedua dari gerakan down and under ini adalah gerakan kedepan dari
tubuh dan mengenai setir atau dashboard. Bila bentuk kursi dan posisi penderita
menyebabkan kepala menjadi titik paling depan , maka kepala akan mengenai kaca
depan atau rangka kca depan.
Vertebra cervical menyerap sebagian dari energy initial dan abdomen menyerap
energy dari benturan pada setir atau benturan frontal. Dan juga kompresi langsung
pada struktur muka. Dapat juga terjadi laserasi pada jaringan lunak oleh
pecahan/bagian dari kendaraan.
Tabrakan frontal dengan penderita tanpa sabuk pengaman akan dapat terjadi :
Bagian bawah penderita bergeser ke depan, biasanya lutut akan
menghantam dashboard
Bagian atas penderita turut tergeser ke depan, dada atau perut akan
menghantam stir
Tubuh pendorong terdorong ke atas kepala akan menghantam kaca depan
Penderita terpental kembali ke tempat duduk
Pada pada suatu benturan frontal dengan penderita tanpa sabuk pengaman akan
ada beberapa fase :
1. Fase I : bagian bawah penderita tergeser ke depan. Biasanya lutut akan
menghantam dashboard
4
2. Fase II : bagian atas penderita turut tergeser ke depan pada fase ini dada
atau/dan perut akan menghantam setir harus berhati-hati terhadap
kemungkinan perlukaan dada atau perut
3. Fase 3 : Tubuh penderita akan naik, lalu kepala menghantam jendela atau
tepi jendela harus berhati-hati terhadap kemungkinan patah tulang leher.
4. Fase 4 : penderita terpental kembali ke tempat duduk. Pada fase ini harus
berhati hati terhadap kemungkinan patah tulang leher. Kemungkinan
yang lebih parah pada fase 4 adalah bila terpental keluar
5
dan trauma whiplash. Fraktur dari elemen posterior vertebra servikalis dapat terjadi,
seperti fraktur laminar, fraktur vedikel, fraktur spinous procces, dan ini disebar ke
seluruh vertebra cervical. Fraktur pada beberapa tingkat sering terjadi dan sering
disebabkan karena kontak langsung dari bagian-bagian bertulang. Benturan frontal
dapat terjadi setelah kendaraan digerakan.
Terbalik
Pada kendaraan yang terbalik penumpangnya dapat mengenai atau terbentur pada
semua bagian dari kompartemen penumpang. Jenis trauma dapat diprediksi dengan
mempelajari titik benturan pada penderita.
Sebagai hukum yang umum dalam kejadian terbaliknya kendaraan maka terjadi beberapa
gerakan yang dahsyat dapat menyebabkan trauma yang serius (multipeltrauma). Ini lebih
berat bagi penumpang yang tidak memakai sabuk pengaman.
Benturan organ :
a. Trauma Kompresi
Trauma kompresi terjadi bila bagian depan dari badan berhenti bergerak,
sedangkan bagian dalam tetap bergerak kedepan. Organ-organ terjepit dari belakang oleh
bagian belakang dinding thoraco abdominal dan columna vertebralis dan didepan oleh
struktur yag terjepit. Trauma tumpul miokardial adalah contoh khas untuk jenis
mekanisme trauma ini.
Trauma yang mirip dapat terjadi pada parenkim paru dan organ abdominal. Paru-paru dan
isi rongga abdomen menggambarkan variasi khusus mekanisme trauma dan menekankan
prinsip yang menyatakan bahwa keadaan jaringan pada saat pemindahan energy
mempengaruhi kerusakan jaringan. Pada tabrakan penderita secara reflek akan menarik
nafas dan menahannya dengan menutup glottis, kompresi pada torak menyebabkan
rupture alveola dan terjadi pneumothorak dan atau tension pneumothorak. Meningkatnya
tekanan intra abdominal menyebabkan rupture diafragma dan translokasi organ-organ
abdomen kedalam rongga thorak. Juga dapat terjadi rupture hepar dan gangguan usus
akibat kompresi ini. Trauma kompresi dapat juga terjadi pada jaringan otak. Gerakan
kepala dikaitkan dengan penerapan Force melalui benturan dapat merupakan akselerasi
cepat pada otak. Akselerasi otak pada axis manapun dapat menyebabkan trauma kompresi
pada jaringan susunan syaraf pusat ditempat yang berlawanan dengan titik benturan.
6
Akselerasi otak juga menyebabkan penekanan dan peregangan pada tempat pertemuan
kritis, seperti pertemuan otak dan batang otak atau sumsum tulang belakang, dan
pertemuan perenkim otak dan membrane meningeal. Trauma kompresi dapat juga terjadi
pada depresi tulang tengkorak.
b. Trauma Deselerasi
Trauma deselerasi terjadi jika bagian yang menstabilisasi organ, seperti pedikel
ginjal, ligamentum teres, aorta desnden thorax, berhenti bergerak ke depan bersama
badan, sedangkan organ yang mobil seperti limpa, ginjal atau jantung dan aortic arch
tetap bergerak ke depan. Shear forces terjadi di aorta dengan berlanjutnya gerak ke depan
dari aortic arch terhadap aorta desenden yang statis. Aorta distal melekat pada tulang
punggung dan deselerasi yang cepat terjadi bersama badan. Shear forces yang terbesar
terjadi dimana arch aorta desenden yang stabil bertemu dengan ligamentum arteriosum.
Mekanisme trauma ini dapat juga terjadi dengan limpa dan ginjal pada pedikelnya : pada
hati terjadi laserasi hati bagian sentral, ketika terjadi deselerasi lobus kanan dan kiri
sekitar ligamentum teres : di tengkorak ketika bagian belakang otak terlepas dari
tengkorak dan merobek pembuluh darah dan terbentuk lagi space occupying. Perlekatan
yang banyak pada dura, arachnoid dan pia didalam tengkorak secara efektif memisahkan
otak ke dalam beberapa kompartmen. Kompartmen-kompartmen ini menderita beban
oleh akselerasi maupun deselerasi. Contoh lain adalah vertebra cervical yang fleksibel
dan terikat pada vertebra thoracalis yang relative tidak dapat bergerak, sering terjadi
trauma pada pertemuan servikal 7- thorakal 1.
c. Trauma karena alat pengaman (sabuk pengaman)
Nilai alat pengaman dalam menurunkan trauma telah terbukti, sehingga tidak
perlu diperdebatkan lagi. Riwayat alat pengaman dimulai pada waktu perang dunia ke I.
pemakaian kantung udara akan mengurangi risiko benturan pada saat tabrakan fontal,
namun hanya 70% tabrakan. Pada saat tabrakan kantung udara akan mengembang lalu
segera mengempis kembali. Kantung udara tidak bermanfaat pada tabrakan dari samping,
belakang ataupun terbaik. Kantung udara samping, untuk menghadapi tabrakan lateral
saat ini sedang dalam perkembangan. Saat ini proteksi maksimal hanya dicapai bila
kantung udara dipakai bersama sabuk pengaman. Bila dipakai dengan benar, sabuk
pengaman dapat mengurangi trauma. Pada kecepatan tinggi, sabuk pengaman sendiri
7
dapat merupakan sumber trauma, namun tentu saja traumanya akan lebih ringan. Bila
tidak dipakai dengan benar, sabuk pengaman dapat menimbulkan trauma. Agar berfungsi
baik, sabuk pengaman harus dipakai di bawah spina iliaka anterior superior, dan diatas
femur, tidak boleh mengendor saat tabrakan dan harus mengikat penumpang dengan baik.
Bila dipakai terlalu tinggi (diatas spina iliaka) maka hepar, lien, pancreas, usus halus,
duodenum dan ginjal akan terjepit antara sabuk pengaman dan tulang belakang, dan
timbul burst injury atau laserasi.
Hiperefleksi vertebra lumbalis akibat sabuk terlalu tinggi akan mengakibatkan
fraktur kompresi anterior dari vertebra lumbalis (chance fracture). Transfer energy dalam
rongga thorak dapat sangat besar, walaupun memakai sabuk pengaman dan dapat menjadi
pneumothorak, trauma tumpul jantung maupun fraktur klavikula; penumpang tidak akan
hidup tanpa sabuk pengaman.
9
yang dialami selama tabrakan sekunder bergantung pada tempat benturan, energy
kinetik dari pengendara/motornya dan interval waktu (lamanya) energy ini bekerja.
b. Benturan Lateral
Pada benturan samping, mungkin akan terjadi fraktur terbuka atau tertutup
tungkai bawah, Crush Injury padatungkai bawah sering dijumpai. Kalau pengendara
sepeda/ sepeda motor ditabrak oleh kendaraan bergerak, maka pengendara akan
rawan untuk mengalami tipe trauma yang sama dengan pemakai mobil yang
mengalami tabrakan samping. Tidak seperti penumpang dalam mobil, pengendara
sepeda/motor tidak memiliki struktur kompartemen bagi penumpang yang dapat
mengurangi pemindahan energy kinetic benturan. Pengendara menerima energy
benturan secara penuh. Sebagaiman halnya dalam benturan frontal, tabrakan trauma
yang dialami selama benturan sekunder yaitu benturan dengan tanah atau obyek-
obyek statis lainnya.
c. Laying The bike down
Untuk menghindari terjepit antara kendaraan dan objek yang akan
ditabraknya, pengendara mungkin akan menjatuhkan kendaraannya ke samping,
membiarkan kendaraannya bergeser dan ia sendiri bergeser dibelakangnya. Strategi
ini dimaksudkan untuk memprlambat pengendara dan memisahkan pengendara dari
sepeda/motor. Disamping jenis-jenis trauma yang telah di uraikan sebelumnya, bila
jatuh dengan cara ini akan dapat terjadi trauma jaringan lunak yang parah.
d. Helm
Helm yang digunakan oleh pengendara sepeda (bermotor maupun bukan
bermotor) telah terbukti secara meyakinkan dapat menurunkan angka kematian,
kejadian trauma kepala berat, pemendekan waktu perawatan, mengurangi biaya
rumah sakit, dan mungkin berhubungan dengan berkurangnya kebiasaan mengambil
resiko. Baik pada pengendara sepeda maupun sepeda motor, trauma kepala akan
terjadi pada lebih dari 1/3 kasus trauma dan 66% akan dirawat. Trauma kepala juga
merupakan kematian nomor 1 (85%) diantara penyebab kematian lain pada
pengendara sepeda/ sepeda motor.
Walaupun kemampuan helm untuk melindungi kepala agak terbatas namun
penggunaannya jangan diremehkan. Helm didesain untuk mengurangi kekuatan yang
mengenai kepala dengan cara mengubah energy kinetic benturan melalui kerja
10
deformasi dari bantalannya dan di ikuti dengan mendistribusikan (menyebarkan)
kekuatan yang menimpa tersebuta melalui area yang seluas-luasnya. Secara nyata
helm mampu mengurangi energy transfer dengan cara tranlasi. Secara umum di
anggap bahwa yang sangat sering menyebabkan trauma otak adalah akselerasi
angular atau rotasional. Helm akan mengurangi gaya rotasional dan benturan
Jatuh (Falls)
Seperti halnya kecelakaan kendaraan bermotor, terjaduh menyebabkan trauma karena
ada perubahan kecepatan yang tiba-tiba. Bila ada suatu kekuatan eksternal dibenturkan kepada
tubuh manusia, akan beratnya trauma merupakan hasil dari interaksi antara factor-faktor fisik
dari kekuatan tersebut dan jaringan tubuh. Beratnya trauma yang terjadi berhubungan dengan
kemampuan objek statis untuk menahan tubuh. Pada tempat benturan akan terjadi perbedaan
pergerakan dari jaringan tubuh, yang akan menimbulkan disrupsi jaringan. Karakteristik dari
permukaan yang menghentikan gerak tubuh yang terjatuh penting. Beton, aspal atau
permukaan yang keras menambah beratnya deselerasi yang akan menimbulkan trauma yang
berat.
Trauma juga bergantung pada elastisitas dan vikositas dari jaringan tubuh. Elastisitas
adalah kemampuan jaringan untuk kembali pada keadaan sebelum benturan. Viskositas adalah
kemampuan jaringan untuk menjaga bentuk aslinya walaupun ada benturan.
Toleransi tubuh menahan benturan tergantung pada kedua keadaan diatas. Berat trauma
yang terjadi tergantung seberapa jauh gaya yang ada, akan dapat melewati patahan jaringan.
Karena berat-ringannya trauma akan ditentukan oleh kinematik dari deselerasi vertical,
viskoelastisitas jaringan dan karakteristik dari permukaan benturan. Suatu komponen lain
yang harus dipertimbangkan dalam berat nya trauma ialah posisi dari tubuh relative terhadap
permukaan benturan. Sebagai contoh laki-laki terjatuh 5 feet /4,5 meter dari atap sebuah
rumah. Dalam keadaan contoh pertama dia mendarat dengan kakinya, yang kedua dengan
punggungnya, situasi terakhir dia mendarat dengan bagian belakang kepala dengan leher pada
posisi fleksi 15 derajat.
Pada keadaan pertama seluruh transfer energi terjadi pada area permukaan yang
ekuivalen dengan area dari telapak kaki tersebut, energi di transfer melalui tulang-tulang dari
ekstremitas bawah ke pelvis dan kemudian ke kolom vertebralis. Jaringan lunak dan organ-
organ visceral akan mengalami deselerasi pada tingkat yang lebih lambat dibandingkan
11
dengan tulang. Sebagai tambahan : tulang belakang lebih cenderung untuk fleksi daripada
ekstensi karena adanya organ visceral pada posisi ventralnya. Pada jatuh seperti ini maka
harus dicurigai fraktur calcaneus, fraktur femur, fraktur kompresi anterior vertebra dan trauma
ligamentum vertebra. Juga sering terjadi avulsi dari visceral abdominalis di perlekatannya dan
peritoneum dan mesenterium.
Pada contoh yang kedua, gaya didistribusikan melalui area yang lebih luas dan
karenanya kerusakan jaringan yang mungkin terjadi bisa kurang berat. Pada contoh terakhir
seluruh energi transfer ditujukan pada suatu area yang kecil dan terfokus pada suatu titik
dalam kolum cervicalis dimana puncak sudut fleksinya terjadi. Sangatlah mudah untuk
melihat bagaimana bedanya trauma yang terjadi dalam masing-masing contoh tadi, padahal
mekanisme dan pertukaran total energi yang terjadi dalam contoh-contoh tadi adalah identik
12
Jaringan paru akan menunjukkan suatu conclusi, edema dan rupture yang dapat menghasilkan
pneumothorax. Rupture alveoli dan vena pulmonalis dapat menyebabkan emboli udara dan
kemudian kematian mendadak. Perdarahan intra okuler dan ablasio retina merupakan
manifestasi okuler yang biasa terjadi pada trauma ledak primer, dengan demikian juga rupture.
Trauma ledak sekunder merupakan hasil dari obyek-obyek yang melayang dan
kemudian menghantam individu.
Trauma ledak tersier terjadi bila individunya sendiri berubahmenjadi suatu misil
dan terlempar kemudian beradu dengan suatu obyek atau tanah. Trauma ledak
sekunder dan tersier dapat mengakibatkan trauma baik tembus maupun tumpul
secara bersamaan.
2. Trauma Tembus
Kavitas merupakan hasil perubahan energy antara peluru yang bergerak dan jaringan
tubuh. Jumlah kavitasi (atau perubahan energi) adalah sebanding dengan area permukaan
pada titik tabrak, kepadatan jaringan dan kecepatan dari proyektil pada saat tabrakan.
Luka pada titik tembak ditentukan oleh:
Bentuk dari peluru (Mushroom, atau tidak)
Hubungan dan posisi peluru terhadap benturan (tumble,yaw)
Adanya fragmentasi (shotgun,fragmen peluru, peluru khusus)
a) Peluru
Kebanyakan peluru berkecepatan rendah sampai sedang terbuat dari timah. Timah
akan mencair bila bergerak dengan kecepatan lebih dari 2.000 feet per detik (600 m per
detik). Peluru dengan kecepatan tinggi ini bias memilki jaket secara penuh dengan
campuran tembaga nikel atau baja untuk mencegah pelebutran. Beberapa peluru memang
khusus dirancang untuk menambah daya rusaknya. Ingat bahwa kerusakan yang timbul
adalah hasil transfer energy ke jaringa, interval waktu di mana terjadi transfer energy ini
dan luasnya area permukaan yang menerima energy. Peluru yang disertai dengan ujung
hampa atau semi jaket sebagai penutupnya dirancang agar menjadi datar pada titik
benturan, dan dengan demikian akan menambah memperluas area permukaan benturan,
dan juga berhentinya lebih cepat, sehingga transfer energinya lebih besar. Beberapa jenis
13
peluru dirancang untuk pecah menjadi fragmen-fraagmen yang lebih kecil, atau bahkan
meledak sehingga menambah kerusakan yang terjadi.
14
(muzzle velocity) senapan sejenis ini umumnya lebih dari 1200 feet/detik (360
meter/detik). Setelah di tembakkan, tembakan akan keluar berbentuk corong mulai dari
lubang laras. Dengan lubang laras yang dipersempit, 70% pellet akan di deposit dalam
diameter 30 inchi (75 cm) pada jarak 40 yard (36 meter). Tetapi yang tembakkanny
berbentuk corong ini dan efek gesekan udara dan jaringan tubuh yang sangat tinggi,
mengakibatkan senjata ini mungkin sangat mematikan pada jarak dekat namun potensi
untuk merusak secara cepat berkurang sesuai dengan pertambahan jarak. Area dari trauma
maksimal terhadap jaringan, relatif superfisial kecuali senjata di tembakkan dalam jarak
yang sangat dekat.
15