Anda di halaman 1dari 4

Bagaimana status harta debitor pailit yang dijaminkan di bank padahal statusnya pada saat itu

masuk dalam daftar bundel pailit?

(Kami mengasumsikan jaminan yang dimiliki oleh Bank berupa Jaminan Fidusia dan/atau
Hak Tanggungan)

Merujuk kepada Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang
Jaminan Fidusia(UU Fidusia) dan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996
tentang Hak Tanggungan(UUHT) maka dapatlah kita simpulkan dari kedua ketentuan
tersebut dimana pemegang hak jaminan fidusia dan/atau tanggungan memiliki posisi
yang secure didalam proses pailit maupun PKPU. Yang dapat diartikan dimana dengan
adanya kondisi kepailitan ataupun PKPU tidak berpengaruh terhadap pemilik hak agunan
tersebut.

Pasal 27 ayat (3) UU Fidusia:


Hak yang didahulukan dari Penerima Fidusia tidak hapus karena adanya kepailitan
dan atau likuidasi Pemberi Fidusia.

Pasal 21 UUHT:
Apabila pemberi Hak Tanggungan dinyatakan pailit, pemegang Hak Tanggungan
tetap berwenang melakukan segala hak yang diperolehnya menurut ketentuan
Undang-Undang ini.

Hal ini kemudian kembali dipertegas dalam Pasal 55 ayat (1) UUK yang isinya:

Dengan tetap memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56, 57,
dan Pasal 58, setiap kreditor pemegang gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan,
hipotek atau hak agunan atas kebedaan lainnya, dapat mengeksekusi haknya seolah-
olah tidak terjadi kepailitan.

Jadi, dari ketentuan di atas, meskipun dengan adanya status hukum debitor dalam pailit
ataupun PKPU, hal tersebut tidak mengesampingkan hak-hak kreditor separatis dari
pemegang jaminan fidusia maupun tanggungan.
Bagaimana status dari pemegang hak separatis yang masuk ke dalam daftar boedel pailit
(harta pailit)? Melihat salah satu tugas dari kurator dalam melakukan pengurusan dan
pemberesan adalah melakukan pencatatan terhadap seluruh harta-harta dari debitur pailit dan
juga mencantumkan sifat dari piutang tersebut (vide Pasal 100 jo. Pasal 102 UUK), maka
dimasukannya harta dari debitor yang sudah dijaminkan kepada bank tidak serta-merta
menghilangkan hak dari pemegang jaminan tersebut.

Apakah Kurator dapat meminta sertifikat yang menjadi agunan debitor pailit untuk dihitung
dan kemudian dilelang?

Merujuk ketentuan yang diatur dalam Pasal 59 ayat (1) UUK:

Dengan tetap memperhatikan ketentuan Pasal 56, Pasal 57 dan Pasal 58, Kreditor
pemegang hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) harus melaksanakan
haknya tersebut dalam jangka waktu paling lambat 2 (dua) bulan setelah dimulainya
keadaan insolvensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 178 ayat (1)

Berdasarkan hal tersebut maka pemilik hak agunan tersebut harus melaksanakan haknya
setelah jatuhnya insolvensi dalam kurun waktu 2 (dua) bulan.

Bagaimana jika kurun waktu tersebut sudah dilewati dan pemilik hak agunan tersebut belum
melaksanakan haknya? Kita merujuk ketentuan pada Pasal 59 ayat (2) UUK yang isinya:

Setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kurator harus
menuntut diserahkan benda yang menjadi agunan untuk selanjutnya dijual sesuai
dengan cara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 185 tanpa mengurangi hak
Kreditor pemegang hak tersebut atas hasil penjualan agunan tersebut

Merujuk kepada Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang
Jaminan Fidusia(UU Fidusia) dan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996
tentang Hak Tanggungan(UUHT) maka dapatlah kita simpulkan dari kedua ketentuan
tersebut dimana pemegang hak jaminan fidusia dan/atau tanggungan memiliki posisi
yang secure didalam proses pailit maupun PKPU. Yang dapat diartikan dimana dengan
adanya kondisi kepailitan ataupun PKPU tidak berpengaruh terhadap pemilik hak agunan
tersebut.

Pasal 27 ayat (3) UU Fidusia:


Hak yang didahulukan dari Penerima Fidusia tidak hapus karena adanya kepailitan
dan atau likuidasi Pemberi Fidusia.

Pasal 21 UUHT:
Apabila pemberi Hak Tanggungan dinyatakan pailit, pemegang Hak Tanggungan
tetap berwenang melakukan segala hak yang diperolehnya menurut ketentuan
Undang-Undang ini.

Hal ini kemudian kembali dipertegas dalam Pasal 55 ayat (1) UUK yang isinya:

Dengan tetap memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56, 57,
dan Pasal 58, setiap kreditor pemegang gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan,
hipotek atau hak agunan atas kebedaan lainnya, dapat mengeksekusi haknya seolah-
olah tidak terjadi kepailitan.

Jadi, dari ketentuan di atas, meskipun dengan adanya status hukum debitor dalam pailit
ataupun PKPU, hal tersebut tidak mengesampingkan hak-hak kreditor separatis dari
pemegang jaminan fidusia maupun tanggungan.
Kedua ketentuan tersebut di atas menerangkan bahwa pemegang hak agunan harus
melaksanakan haknya dalam kurun waktu 2 (dua) bulan semenjak dimulainya keadaan
insolvensi. Dalam hal kreditor pemegang hak agunan tidak melaksanakan haknya maka
kurator berhak meminta seluruh kebendaan (sertifikat-sertifikat dan bukti lainnya) dari
pemegang agunan untuk kemudian dilelang dan kemudian dibagikan kepada para kreditor
tanpa mengurangi hak separatis dari pemilik hak agunan tersebut.

Bagaimana hubungannya dengan UU KPKPU?


Kami berasumsi yang Anda maksud dengan UU KPKPU adalah Undang-Undang Kepailitan
dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, yang kami sebut di atas dengan UUK.
Dalam kontes status hukum debitur dalam PKPU, permasalahan yang rekan sampaikan di
atas hampir sama penerapannya. Pada saat penundaan kewajiban pembayaran utang
(PKPU), pemilik pemegang hak agunan tidak terpengaruhi akan proses PKPU yang
berlangsung ( Pasal 244 UUK).

Namun perlu diketahui lebih lanjut bahwa selama proses PKPU berlangsung pemilik hak
agunan tidak dapat melaksanakan haknya. (Pasal 246 UUK).

Anda mungkin juga menyukai