Anda di halaman 1dari 116

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN

STATUS GIZI LEBIH PADA ANAK PRA SEKOLAH


DI TK SALMAN ITB CIPUTAT
TAHUN 2013

Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)

Oleh
Anis Karomah
NIM: 109101000078

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1435 H./2013 M.
i
NIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
PEMINATAN GIZI MASYARAKAT

Skripsi, November 2013

Anis Karomah, NIM. 109101000078

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi Lebih pada Anak Pra
Sekolah di TK Salman ITB Ciputat Tahun 2013

xviii + (77) halaman, (17) tabel, (2) bagan, (2) gambar, (4) lampiran

ABSTRAK

Latar Belakang. Status gizi lebih menjadi salah satu masalah kesehatan yang umum
pada anak. Karakteristik anak, orang tua dan lingkungan mempunyai andil yang
cukup besar pada kejadian gizi lebih anak pra sekolah. Ditemukan 21,4% anak pra
sekolah di TK Salman ITB yang mengalami gizi lebih. Jumlah ini melebihi batasan
minimal masalah kesehatan masyarakat tentang gizi lebih yaitu 15%.

Metode. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan desain


cross sectional study. Pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara
dengan alat bantu kuesioner dan pengukuran secara langsung terhadap responden dan
Ibu responden. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa selain play group di TK
Salman ITB Ciputat tahun ajaran 2013/2014. Sampel penelitian ini berjumlah 56
responden. Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis univariat dan
bivariat.

Hasil. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa anak pra sekolah yang
mengalami gizi lebih di TK Salman sebesar 16,1%. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa hanya 1 variabel yang memiliki hubungan yang bermakna dengan status gizi
lebih yaitu variabel persen asupan lemak. Sedangkan variabel lain seperti jenis
kelamin, lama menonton televisi, status gizi lebih orang tua, dan riwayat penyakit
jantung orang tua tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan status gizi lebih
anak pra sekolah.

Saran. TK Salman ITB Ciputat perlu mengadakan permainan, cerita, maupun cara
edukatif lainnya yang berhubungan dengan pola makan yang baik agar secara tidak
langsung anak-anak mengenal dan mulai terbiasa dengan pola makan yang baik
terutama sayur dan buah guna membantu metabolisme lemak dan energi dalam tubuh

ii
mengingat konsumsi anak di TK Salman adalah tinggi lemak, tinggi energi dan
rendah serat. Hendaknya sekolah memberikan program olahraga bagi siswanya secara
rutin satu minggu sekali minimal 30 menit agar energi dalam tubuh dapat digunakan
dan tidak tersimpan sebagai lemak. Perlu juga mengadakan kerjasama dengan instansi
kesehatan misalnya Puskesmas untuk membantu mengecek status gizi anak dan
melakukan usaha preventif dan promotif tentang pentingnya menerapkan pola makan
yang baik khususnya edukasi mengenai perlunya asupan sayur buah dan sayur di
setiap harinya.

Kata Kunci : pra sekolah, status gizi lebih, persen asupan lemak.

Daftar Bacaan : 38 (1997 2013)

iii
SYARIF HIDAYATULLAH STATE ISLAMIC UNIVERSITY JAKARTA
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE
STUDY PROGRAM OF PUBLIC HEALTH
CONCENTRATION HEALTH PUBLIC NUTRITION

Undergraduated Thesis, November 2013

Anis Karomah, NIM. 109101000078

The Factors in which Related with Overweight Status of Pre School Children at
TK Salman ITB Ciputat in 2013.

xviii + 77 pages, 17 table, 2 bagan, 2 drawing, 4 attachment

ABSTRAK

Background. The overweight status is one of common health problems in children.


Characteristic of children , parents, and environment have great contribute in forming
overweight of pre school children. it was found amount 21,4% of pre school children
at TK Salman ITB who get overweight. This amount exceeds the minimum limit
public health problem in the overweight, it is about 15%.

Methode. This research is quantitative research methode using cross sectional study
design. In collecting data used interview methode by questioner and measuring
directly toward respondence and mother's respondence. The study population was all
students besides play group at TK Salman ITB Ciputat in school year 2013/2014.
Sample of this research is 56 respondence. data analysis is using univariat and
bivariat analysis.

Result. Based on the result, known that pre school children who gets the overweight
at TK Salman amount 16,1 %. the result shown that only 1 variable which has related
significant with the overweight status , it is variable percent fat intake. Where as the
other variable such sex, spent time to watching tv, the better parental nutritional
status, and parental history of heart disease do not have significant relation with
overweight status of pre school children.

Suggestion. TK Salman ITB Ciputat needs hold game playing, telling story, or the
another education way in which related with good consumption so that inditectly
children know and getting usual with good consumption especially vegetables and
fruits to help fat metabolism and energy in the body remembering consumption of
children at TK salman are high fat, high energy and low fiber. The schools should

iv
provide sports programs for their students on a regular basis once a week for at least
30 minutes so that the energy in the body can be used and it is not stored as fat. The
schools also need hold cooperation with health instance such community health
center to help in checking nutritional status of children and doing preventing and
promoting about the importance of applying good consumption especially education
in demanding of vegetables and fruits everyday.

Keywords : pre school, overweight status, percent fat intake.

List References: 38 (1997 2013)

v
vi
vii
RIWAYAT HIDUP

IDENTITAS PRIBADI
Nama Lengkap : Anis Karomah
TTL :Magelang, 10 Oktober 1990
Jenis Kelamin :Perempuan
Alamat :Pluberan, Sucen , Salam, Magelang, 56484
Agama :Islam
Kebangsaan :Indonesia
Telp/Hp :085780845059
Email : dxaniez.maniez@gmail.com

RIWAYAT PENDIDIKAN
1997-2003 : Sekolah Dasar (SD) Salam
2003-2006 : Madrasah Tsanawiyah (MTs) Yajri Payaman Magelang
2006-2009 : Madrasah Aliyah (MA) Yajri Payaman Magelang
2003-2009 : Pondok pesantren Sirojul Mukhlasin II Payaman
2009-sekarang : Mahasiswi Peminatan Gizi Program Studi Kesehatan
Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidyatullah Jakarta

RIWAYAT ORGANISASI
2007-2009 : Koordinator bag kemahasiswaan Badan Eksekutif Siswa dan
Santri (BESS) MA Yajri Payaman Magelang
2009- 2010 : Anggota Muda Pecinta Alam ARKADIA UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta,
2010-2011 : Staff Kesenian dan Olahraga Pergerakan Mahasiswa Indonesia
(PMII),
2011-sekarang: Staff Kesenian dan Olahraga Badan Eksekutif Mahasiswa
(BEM) Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah, Solois Paduan Suara LAMYUZARD, dan aktif
dalam kegiatan marawis KESMAS.

viii
KATA PENGANTAR

, segala puji bagi Allah Subhanahu Wataala yang telah melimpahkan

Rahmat dan Kuasa-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan

tepat waktu. Sholawat serta salam semoga tetap tercurah atas baginda Nabi

Muhammad SAW berkat kasih sayangnya, membawa kita dari jaman kegelapan dan

kebodohan menuju jaman yang terang benderang dan kaya akan ilmu pengetahuan.

Skripsi yang berjudul Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi

Lebih pada Anak Pra Sekolah di TK Salman ITB Ciputat Tahun 2013 telah diuji

pada tanggal 12 November 2013 ini merupakan tugas akhir untuk mendapatkan gelar

Sarjana Kesehatan Masyarakat di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis menyadari bahwa Skripsi ini tidak akan dapat diselesaikan tanpa

bantuan, dukungan, motivasi dan inspirasi dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini

penulis ingin menyampaiakan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Allah SWT yang senantiasa memberikan kekuatan, kesabaran serta

petunjuk di kala penulis mengalami berbagai kesulitan.

2. Keluarga tercinta, ayahanda Parjiman dan ibunda Ginem Lestari serta

adikku tersayang Anif Khusnan Hanafi yang telah memberikan motivasi

dan dukungan penuh baik secara moril maupun materil serta doa yang

tiada pernah putus-putusnya. Terimakasih atas kasih sayang kalian. I

Love U so much.

ix
3. Prof. Dr (hc). dr. M. K. Tajudin, Sp. And selaku Dekan Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Ibu Febrianti, Msi, selaku Kepala Program Studi Kesehatan Masyarakat

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Bapak Drs. M. Farid Hamzeins, Msi dan bapak dr Yuli Prapanca Satar,

MARS selaku pembimbing fakultas yang telah memberikan pengarahan,

masukan dan inspirasi serta terimakasih atas ilmu yang telah diberikan.

6. Ibu Narila Mutia Nasir Ph.D, ibu Yuli Amran, MKM, dan ibu dr

Andarini yang telah memberikan banyak masukan dan arahan dalam

perbaikan skripsi ini.

7. Departemen Agama Republik Indonesia yang telah memberikan

beasiswa dan kesempatan pada penulis untuk dapat menimba ilmu di

UIN Syarif Hidayatullah sampai saat ini.

8. Kepala TK Salman ITB Ciputat yang telah memberikan izin kepada

penulis untuk melaksanakan penelitian di TK Salman ITB Ciputat.

9. Seluruh guru-guru di TK Salman yang telah mendukung dan membantu

proses pengambilan data.

10. Seluruh orang tua dan siswa TK Salman ITB Ciputat yang telah

bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.

11. Ka Nia Pratiwi 2007, ka Ami 2007 dan ka Septi, terimakasih atas

bantuannya dan semangatnya agar penulis bisa menyelesaikan skripsi

ini.

x
12. Teman-teman gidza holic, terimakasih atas kebersamaan yang telah kita

jalani hingga tahun ini. Semoga persahabatan ini akan kekal selamanya.

Sukses bareng ya semuanya ,,^_^.

13. Temen-temen CSS MORA 2009, terimakasih atas dukungan dan doanya

selama ini. Tetep eksis, narsis, dan berprestasi ya kawan.

14. Temen-temen Kesmas Angkatan 2009, yang telah memberikan inspirasi

melalui semangat kalian.

15. Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis mengharapkan semoga segala yang diberikan kepada penulis

mendapatkan balasan kebaikan dari Allah SWT. Dan atas semua kekhilafam dan

kekurangan yang penulis lakukan, dengan segenap hati penulis memohon maaf yang

sebesar-besarnya kepada semua pihak.

Tiada gading yang tak retak. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan

kritik dan saran semua pihak atas skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat

bagi kita semua, khususnya penulis. Amin.

Jakarta, November 2013

Penulis

xi
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 5
1.3 Pertanyaan Penelitian 5
1.4 Tujuan Penelitian 6
1.4.1 Tujuan Umum 6
1.4.2 Tujuan Khusus 6
1.5 Manfaat Penelitian 8
1.5.1 Bagi Peneliti 8
1.5.2 Bagi Pengelola Yayasan 8
1.5.3 Bagi Prodi Kesehatan Masyarakat 8
1.5.4 Bagi Peneliti Lain 8
1.6 Ruang Lingkup Penelitian 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Status Gizi 10
2.1.1 Pengertian 10
2.1.2 Penilaian Status Gizi 10
2.1.2.1 Indeks Antropometri 11
2.1.2.2 Figure Rating Scale 18
2.1.4 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi 20
2.2 Gizi Lebih pada Anak Pra Sekolah 22
2.2.1 Anak Pra Sekolah 22
2.2.2 Kecukupan Gizi Anak Pra Sekolah 23
2.2.3 Batasan Normal Konsumsi Lemak 23
2.2.4 Gizi Lebih pada Anak Pra Sekolah 24
2.3 Patofisiologi dan Dampak Gizi Lebih 24
2.3.1 Patofisiologi Gizi Lebih pada Anak Pra Sekolah 24
2.3.2 Dampak Gizi Lebih pada Anak Pra Sekolah 26
2.4 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Gizi lebih 28
2.4.1 Karakteristik Anak 28
2.4.1.1 Umur 28
2.4.1.2 Jenis Kelamin 29
2.4.2 Ketidak Seimbangan Energi 30
2.4.3 Asupan Makanan 31
2.4.3.1 Persen Asupan Lemak 31
2.4.4 Kerentanan Terhadap Kenaikan Berat Badan 32
2.4.5 Perilaku Menetap 34
2.4.6 Aktivitas Fisik 35
2.4.6.1 Kebiasaan Olahraga 35
2.4.7 Gaya Pengasuhan dan karakteristik Keluarga 35
2.4.8 Karakteristik Masyarakat, Demografi dan Sosial 36

xii
2.5 Kerangka teori 38
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep 39
3.2 Definisi Operasional 42
3.3 Hipotesis 44
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian 45
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 45
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian 45
4.3.1 Populasi Penelitian 45
4.3.2 Sampel Penelitian 45
4.3.3 Penentuan Jumlah Sampel 46
4.4 Instrumen Penelitian 46
4.5 Pengumpulan Data 47
4.6 Pengolahan Data 47
4.7 Analisis Data 48
4.7.1 Univariat 48
4.7.2 Bivariat 49
BAB V HASIL PENELITIAN
5.1 Gambaran Umum TK Salman ITB Ciputat 50
5.2 Analisis Univariat 51
5.2.1 Gambaran Responden berdasarkan Status Gizi Lebih 51
5.2.2 Gambaran Responden berdasarkan Jenis Kelamin 52
5.2.3 Gambaran Responden berdasarkan Persen Asupan Lemak 53
5.2.4 Gambaran Responden berdasarkan Perilaku Menetap (Menonton Televisi)
53
5.2.5 Gambaran Responden berdasarkan Kerentanan Familial terhadap Kenaikan
Berat Badan (Status Gizi Lebih Orang Tua dan Riwayat Penyakit Jantung)
54
5.3 Analisis Bivariat 55
5.3.1 Hubungan antara Jenis Kelamin degan Status Gizi Lebih 55
5.3.2 Hubungan antara Persen Asupan Lemak dengan Status Gizi Lebih 56
5.3.3 Hubungan antara Perilaku Menetap (Menonton Televisi) dengan Status
Gizi Lebih 57
5.3.4 Hubungan antara Kerentanan Familial terhadap Kenaikan Berat Badan
dengan Status Gizi Lebih 58
5.3.4.1 Hubungan antara Status Gizi Lebih Orang Tua dengan Status Gizi
Lebih 58
5.3.4.2 Hubungan antara Riwayat Penyakit Jantung Orang Tua dengan
Status Gizi Lebih 58
BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian 60
6.2 Gambaran Status Gizi Lebih pada Anak Pra Sekolah di TK Salman ITB Tahun
2013 60
6.3 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi Lebih 62

xiii
6.3.1 Hubungan Antara Jenis Kelamin dengan Status Gizi Lebih 62
6.3.2 Hubungan antara Persen Asupan Lemak dengan Status Gizi Lebih 64
6.3.3 Hubungan Antara Perilaku Menetap (Menonton Televisi) dengan Status
Gizi Lebih 68
6.3.4 Hubungan Antara Keterntanan Familial terhadap Kenaikan Berat Badan
dengan Status Gizi Lebih 70
6.3.4.1 Hubungan Antara Status Gizi Orang Tua dengan Status Gizi Lebih
70
6.3.4.2 Hubungan Antara Riwayat Penyakit Jantung Orang Tua dengan
Status Gizi Lebih 72
BAB VII PENUTUP
7.1 Simpulan 75
7.2 Saran 76
7.2.1 Bagi TK Salman ITB 76
7.2.2 Bagi Peneliti Lain 77
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

xiv
DAFTAR TABEL

Nama Tabel Halaman


Tabel 2.1 Kategori Ambang Batas IMT (Depkes,1994) 15
Tabel 2.2 Kategori Ambang Batas Status Gizi Anak Menurut Indeks IMT/U 16
Tabel 2.3 Angka Kecukupan Gizi Anak 23
Tabel 2.4 Klasifikasi status gizi orang dewasa menurut IMT 33
Tabel 3.1 Definisi Operasional 42
Tabel 5.1 Jumlah Siswa di TK Salman ITB Ciputat Tahun Ajaran 2013/2014.50
Tabel 5.2 Distribusi Responden berdasarkan Status Gizi pada Anak Pra Sekolah
di TK Salman ITB Ciputat Tahun 2013 52
Tabel 5.3 Distribusi Responden berdasarkan Jenis Kelamin pada Anak Pra
Sekolah di TK Salman ITB Ciputat Tahun 2013 52
Tabel 5.4 Distribusi Responden berdasarkan Persen Asupan Lemak pada Anak
Pra Sekolah di TK Salman ITB Tahun 2013 53
Tabel 5.5 Distribusi Responden berdasarkan lama Menonton Televisi pada Anak
Pra Sekolah di TK Salman ITB Tahun 2013 54
Tabel 5.6 Distribusi Responden berdasarkan Status Gizi Orang Tua pada Anak
Pra Sekolah di TK Salman ITB Tahun 2013 54
Tabel 5.7 Distribusi Responden berdasarkan Riwayat Penyakit Jantung Orang
Tua pada Anak Pra Sekolah di TK Salman ITB Tahun 2013 55
Tabel 5.8 Distribusi Status Gizi Lebih menurut Jenis Kelamin pada Anak Pra
Sekolah di TK Salman ITB Tahun 2013 56
Tabel 5.9 Distribusi Status Gizi Lebih menurut Persen Asupan Lemak pada
Anak Pra Sekolah di TK Salman ITB Tahun 2013 56
Tabel 5.10 Distribusi Status Gizi Lebih menurut Lama Menonton Televisi pada
Anak Pra Sekolah di TK Salman ITB Tahun 2013 57
Tabel 5.11 Distribusi Status Gizi Lebih menurut Status Gizi Lebih Orang Tua
pada Anak Pra Sekolah di TK Salman ITB Tahun 2013 58
Tabel 5.12 Distribusi Status Gizi Lebih menurut Riwayat Penyakit Jantung Orang
Tua pada Anak Pra Sekolah di TK Salman ITB Tahun 2013 59

xv
DAFTAR GAMBAR

Nama Gambar Halaman


Gambar 2.1 Instrumen Figure Rating Scale untuk Perempuan 19
Gambar 2.2 instrumen Figure Rating Scale untuk Laki-laki 19

xvi
DAFTAR BAGAN

Nama Bagan Halaman


Bagan 2.1 Kerangka Teori 38
Bagan 3.1 Kerangka Konsep 41

xvii
DAFTAR LAMPIRAN

Nama Lampiran
Lampiran 1 Surat Ijin Penelitian
Lampiran 2 Lembar Pengukuran Antropometri
Lampiran 3 Kuesioner Penelitian
Lampiran 4 Output Analisis Univariat dan Bivariat

xviii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masa balita hingga masa pra sekolah merupakan masa yang penting bagi

anak. Pada masa ini, terjadi pertumbuhan dan perkembangan yang cepat sehingga

membutuhkan dukungan dari segi kesehatan, pendidikan serta lingkungan anak.

Salah satu sisi kesehatan yang perlu dilihat adalah kecukupan gizi anak.

Usia anak pra sekolah berkisar antara antara 3-6 tahun

(Biechler dan Snowman (1993) dalam Patmonodewo (2000)). Pada usia ini dengan

anak bergerak aktif bermain bersama teman-temannya, tertarik mempelajari hal

baru, terus menerus mempraktekkan hal yang baru didapat, diperlukan perhatian

lebih agar kesehatan anak tetap optimal salah satunya dengan memperhatikan pola

makan anak. Tingkat aktifitas yang cukup tinggi, maka diperlukan asupan yang

tinggi juga agar tercapai keseimbangan antara jumlah asupan dengan kalori yang

dikeluarkan. Hal ini dapat dicapai dengan pemenuhan nutrisi sesuai umur anak

dalam kehidupan sehari-hari.

Realitanya, beberapa masalah pola makan dan gizi yang kerap terjadi di

rentang 3-5 tahun antara lain adalah tidak suka sayuran, pilih-pilih makanan, dan

cenderung menyukai junk food (Kurniasih dkk, 2010). Menurut Badjeber, dkk

(2009) melalui penelitiannya menunjukkan bahwa anak yang sering

mengkonsumsi fast food minimal 3 kali per minggu mempunyai risiko 3,28 kali

menjadi gizi lebih. Apalagi anak usia pra sekolah merupakan usia yang rentan

1
2

terhadap segala macam penyakit. Oleh karena itu perlu diusahakan untuk

meningkatkan dan mempertahankan status gizi anak agar tetap berada pada status

gizi yang baik.

Status gizi adalah keadaan fisiologis tubuh yang merupakan akibat dari

konsumsi makanan dan penggunaan zat gizi dalam tubuh. Status gizi dapat

dibedakan menjadi status gizi buruk, kurang, baik dan lebih (Almatsier, 2009).

Sedangkan untuk pengukuran status gizi khususnya untuk anak dan remaja

menggunakan pengukuran antropometri berdasarkan BB/U, TB/U dan BB/TB atau

IMT/U. Masing-masing mempunyai kekurangan dan kelebihan dalam

pengukurannya. Pengukuran antropometri yang digunakan untuk melihat status

gizi akut (sekarang) adalah dengan menggunakan IMT/U.

Dewasa ini, sebagai negara yang berkembang Indonesia memiliki masalah

status gizi ganda antara lain gizi kurang dan gizi lebih. Masalah gizi ini tidak

mengenal tingkat ekonomi maupun tingkat pendidikan seseorang, artinya dapat

dialami oleh siapa saja. Banyak faktor yang mempengaruhi status gizi seseorang

antara lain kemiskinan, persediaan pangan, tingkat pendidikan, kurangnya

pengetahuan tentang gizi dan lingkungan (Almatsier, 2009). Di samping masalah

gizi kurang pada anak yang sampai saat ini belum tuntas dapat diatasi, muncul

masalah gizi lebih pada anak yang harus diwaspadai.

Gizi lebih akan menimbulkan berbagai penyakit seperti obesitas, darah

tinggi, diabetes, jantung dan stroke dalam jangka waktu pendek maupun panjang.

Fisiologis anak yang mengalami gizi lebih, hal ini akan menyebabkan depresi pada
3

anak karena bentuk tubuh yang tidak ideal, merusak liver (hati), penyakit jantung

koroner, diabetes, stroke dan osteoartritis (Devi, 2012).

Menurut Dunne (2002), overweight (gizi lebih) adalah kondisi seseorang

dengan berat badan melebihi 20% dari berat badan ideal. Pada tahun 2010

prevalensi kegemukan secara nasional di Indonesia mencapai 14,0% (Riskesdas,

2010). Angka ini lebih rendah dibandingkan hasil dari WNPG tahun 2004 yang

menemukan kasus gizi lebih pada orang dewasa sudah mencapai 21% bahkan

11,1% diantaranya sudah masuk ke dalam kategori obesitas.

Kasus gizi lebih tidak hanya terjadi pada orang dewasa (> 18 tahun) saja

tetapi juga terjadi pada remaja hingga anak-anak. Prevalensi gizi lebih pada balita

diperkirakan sekitar 5,3% di kota dan 4,27% di perdesaan (WNPG, 2004).

Penelitian untuk mendapatkan gambaran status gizi lebih dan mencari faktor-

faktor yang berhubungan pernah dilakukan oleh Wati (2006) di TK Al Azhar

Kemang yang menghasilkan prevalensi gizi lebih sebesar 31,3%.

Status gizi anak dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain lingkungan,

sosial ekonomi, gaya hidup, kognitif, perilaku, biologis dan kesehatan (Brown

(2005) dan Shills (2004) dalam Mardayanti (2009)). Sedangkan menurut Jellieffe

dalam Mardayanti (2009), faktor-faktor yang secara langsung mempengaruhi

status gizi antara lain pola konsumsi makanan sehari-hari, aktifitas fisik, keadaan

kesehatan, pendapatan, pendidikan orangtua dan kebiasaan makan.

Seorang anak dikatakan gemuk atau obesitas apabila Indeks Masa Tubuh

(IMT) per umur di atas normal. Anak akan kelebihan berat badan jika asupan

energi yang masuk tidak seimbang dengan energi yang dibutuhkan untuk aktivitas
4

dan pertumbuhan. Faktor lainnya adalah keturunan, metabolisme dan lingkungan.

Anak yang orang tuanya gemuk cenderung untuk mengalami kegemukan (Devi,

2012).

TK Salman merupakan salah satu TK yang bisa disebut favorit yang terletak

di daerah Ciputat Tangerang Selatan. Banyak orang tua dari berbagai tempat

membawa anaknya untuk disekolahkan di sini. Sekitar 60% dari siswa yang berada

di TK Salman adalah orang-orang dengan tingkat ekonomi menengah ke atas.

Kasus gizi lebih dan obesitas banyak terjadi pada keluarga yang mempunyai

tingkat ekonomi menengah ke atas. Di samping itu, anak-anak di TK Salman

banyak meraih prestasi baik di bidang akademik maupun di perlombaan-

perlombaan yang diadakan antar TK. Oleh karena itu tidak heran kalau TK ini

menjadi salah satu TK yang banyak diminati orang tua untuk mendaftarkan

anaknya agar bisa sekolah di TK Salman ini.

Hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada 14 anak di TK Salman dengan

melakukan pengukuran antropometri Indeks Masa Tubuh per Umur (IMT/U),

ditemukan sebanyak 28,57% anak mempunyai masalah gizi berupa gizi kurang

sebesar 7,1%, dan gizi lebih 21,4%. Masalah gizi lebih di TK Salman sebesar

21,4%, menunjukkan bahwa masalah ini sudah termasuk ke dalam masalah

kesehatan yaitu minimal 15% (WHO, 2000).

Gizi lebih merupakan salah satu masalah kesehatan yang menjadi faktor

risiko terjadinya berbagai penyakit seperti penyakit jantung koroner, stroke,

tekanan darah tinggi, diabetes dan penyakit lainnya bila tidak segera diatasi.

Beberapa faktor yang diduga menyebabkan gizi lebih antara lain umur, jenis
5

kelamin, asupan makanan, aktivitas fisik, perilaku menetap dan kerentanan

terhadap kenaikan berat badan ) (Davidson dan Birch, 2001).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di TK Salman dengan

melakukan pengukuran antropometri (IMT/U), ditemukan sebanyak 28,57% anak

mempunyai masalah gizi berupa gizi kurang sebesar 7,1%, dan gizi lebih 21,4%.

Dengan adanya masalah gizi lebih sebesar 21,4%, maka masalah gizi lebih sudah

termasuk ke dalam masalah kesehatan yaitu minimal 15% (WHO, 2000).

Dengan adanya masalah gizi lebih yang mempunyai persentasi lebih dari

15% pada anak pra sekolah di TK Salman, peneliti tertarik untuk meneliti

hubungan faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi lebih pada anak pra

sekolah di TK Salman tahun 2013.

1.3 Pertanyaan penelitian

1. Bagaimana gambaran status gizi lebih pada anak pra sekolah di TK Salman

ITB Ciputat tahun 2013?

2. Bagaimana gambaran distribusi jenis kelamin pada anak pra sekolah di TK

Salman ITB Ciputat tahun 2013?

3. Bagaimana gambaran persen asupan lemak pada anak pra sekolah di TK

Salman ITB Ciputat tahun 2013?

4. Bagaimana gambaran perilaku menetap (menonton televisi) pada anak pra

sekolah di TK Salman ITB Ciputat tahun 2013?


6

5. Bagaimana gambaran kerentanan familial terhadap kenaikan berat badan

(status gizi orang tua, dan riwayat penyakit jantung) dengan status gizi lebih

pada anak pra sekolah di TK Salman ITB Ciputat tahun 2013?

6. Apakah ada hubungan antara faktor jenis kelamin dengan status gizi lebih

pada anak pra sekolah di TK Salman ITB Ciputat tahun 2013?

7. Apakah ada hubungan antara faktor persen asupan lemak dengan status gizi

lebih pada anak pra sekolah di TK Salman ITB Ciputat tahun 2013?

8. Apakah ada hubungan antara faktor perilaku menetap (menonton televisi)

dengan status gizi lebih pada anak pra sekolah di TK Salman ITB Ciputat

tahun 2013?

9. Apakah ada hubungan antara faktor kerentanan familial terhadap kenaikan

berat badan (status gizi orang tua, dan riwayat penyakit jantung) dengan

status gizi lebih pada anak pra sekolah di TK Salman ITB Ciputat tahun

2013?

1.4 Tujuan penelitian


1.4.1 Tujuan umum

Diketahuinya faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi lebih

pada anak pra sekolah di TK Salman ITB Ciputat tahun 2013.

1.4.2 Tujuan khusus

1. Diketahuinya gambaran status gizi lebih pada anak pra sekolah di TK

Salman ITB Ciputat tahun 2013

2. Diketahuinya gambaran distribusi jenis kelamin pada anak pra sekolah

di TK Salman ITB Ciputat tahun 2013


7

3. Diketahuinya gambaran persen asupan lemak pada anak pra sekolah di

TK Salman ITB Ciputat tahun 2013

4. Diketahuinya gambaran perilaku menetap (menonton televisi) pada anak

pra sekolah di TK Salman ITB Ciputat tahun 2013

5. Diketahuinya gambaran kerentanan familial terhadap kenaikan berat

badan (status gizi orang tua, dan riwayat penyakit jantung) dengan status

gizi lebih pada anak pra sekolah di TK Salman ITB Ciputat tahun 2013

6. Diketahuinya hubungan antara faktor jenis kelamin dengan status gizi

lebih pada anak pra sekolah di TK Salman ITB Ciputat tahun 2013?

7. Diketahuinya hubungan antara faktor persen asupan lemak dengan

status gizi lebih pada anak pra sekolah di TK Salman ITB Ciputat tahun

2013?

8. Diketahuinya hubungan antara faktor perilaku menetap (menonton

televisi) dengan status gizi lebih pada anak pra sekolah di TK Salman

ITB Ciputat tahun 2013?

9. Diketahuinya hubungan antara faktor kerentanan familial terhadap

kenaikan berat badan (status gizi orang tua, dan riwayat penyakit

jantung) dengan status gizi lebih pada anak pra sekolah di TK Salman

ITB Ciputat tahun 2013?


8

1.5 Manfaat Penelitian


1.5.1 Bagi peneliti

Agar menjadi wadah bagi penambahan wawasan dan pengembangan

skill mahasiswa serta mengaplikasikan keilmuan yang telah didapat dalam

bidang penelitian

1.5.2 Bagi Pengelola Yayasan

Sebagai salah satu sumber informasi mengenai status gizi anak

didiknya sehingga dapat dipantau status gizi secara lebih teratur lagi demi

mempertahankan meningkatkan derajat kesehatan setinggi-tingginya.

1.5.3 Bagi Prodi Kesehatan Masyarakat

Agar menjadi bahan referensi keilmuan khususnya dalam bidang gizi.

Sebagai informasi dan dokumentasi yang dapat digunakan untuk data dalam

penelitian serupa di masa mendatang.

1.5.4 Bagi Peneliti Lain

Agar menjadi bahan referensi, informasi dan pertimbangan untuk

melakukan penelitian lebih lanjut mengenai status gizi lebih pada anak pra

sekolah.

1.6 Ruang lingkup penelitian

Penelitian ini dilakukan oleh peneliti yang berstatus mahasiswi kesehatan

masyarakat peminatan gizi UIN Jakarta, dilakukan di TK Salman ITB Ciputat,

pada bulan Juni-Oktober 2013 dengan menggunakan penelitian kuantitatif dengan

desain penelitian cross sectional yang menggunakan data primer berupa data yang

dilakukan dengan pengukuran antropometri menggunakan timbangan dan


9

microtoise dan melakukan wawancara dengan menggunakan alat bantu kuesioner

yang telah disiapkan.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Status Gizi


2.1.1 Pengertian

Status gizi adalah keadaan fisiologis tubuh yang merupakan akibat dari

konsumsi makanan dan penggunaan zat gizi dalam tubuh. Status gizi dapat

dibedakan menjadi status gizi buruk, kurang, baik, dan lebih (Almatsier,

2009). Gibson (2005) juga menyatakan bahwa status gizi merupakan

keadaan kesehatan tubuh yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan

(absorbsi) dan penggunaan (utilization) zat gizi makanan.

2.1.2 Penilaian Status Gizi

Untuk mengetahui status gizi seseorang, diperlukan pengukuran

tertentu baik secara langsung maupun tidak. Pengukuran status gizi secara

langsung dibagi ke dalam empat penilaian yaitu antropometri, klinis,

biokimia dan biofisik. Sedangkan penilaian secara tidak langsungnya dibagi

dalam tiga cara penilaian yaitu dengan survei konsumsi makanan, statistik

vital dan faktor ekologi (Supariasa dkk, 2001).

Status gizi bisa didapatkan dengan melakukan pengukuran pada

dimensi tubuh. Pengukuran dilakukan menggunakan parameter umur, berat

badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, lingkar kepala, lingkar dada, lingkar

pinggul dan tebal lemak di bawah kulit (Anggraeni, 2012). Menurut standar

10
11

antropometri WHO 2005 dalam Kepmenkes 2010, umur dihitung dalam

bulan penuh. Contoh : umur 2 bulan 29 hari dihitung sebagai umur 2 bulan.

Berat badan merupakan parameter terpenting dalam antropometri.

Berat badan digunakan untuk menggambarkan jumlah protein, lemak, air

dan mineral pada tulang. Parameter tinggi badan penting untuk mengetahui

gizi masa lalu dan sekarang jika umur tidak diketahui secara tepat. Lingkar

lengan atas dapat digunakan sebagai salah satu pilihan untuk menilai status

gizi. Namun, parameter ini tidak bisa menjadi pilihan tunggal untuk menilai

status gizi karena tidak dapat mewakili perubahan status gizi seseorang

dalam jangka pendek (Supariasa dkk, 2001).

Dalam kondisi normal, pengukuran berat badan, tinggi badan dan

parameter lain berbeda pelaksanaannya pada bayi, balita, remaja hingga

dewasa. Pengukuran pada berat badan pada anak, remaja ataupun dewasa

disesuaikan dengan alat dan cara masing-masing. Berat badan bayi diukur

menggunakan timbangan bayi, balita menggunakan timbangan dacin, remaja

hingga dewasa menggunakan timbangan injak. Pengukuran tinggi badan dan

parameter lain juga menyesuaikan dengan kondisi yang ada (Anggraeni,

2012).

2.1.2.1 Indeks Antropometri


1. BB/U

Berat badan merupakan salah satu parameter yang

menggambarkan massa tubuh. Massa tubuh sangat sensitif

terhadap perubahan-perubahan kecil. Oleh karena itu parameter


12

ini sangat labil dan hanya bisa akurat jika tubuh dalam keadaan

normal. Saat kondisi normal, berat badan berkembang selaras

dengan umur. Sedangkan saat kondisi abnormal, berat badan

mungkin lebih lambat maupun lebih cepat dari yang seharusnya

(Anggraeni, 2012)

Indeks BB/U lebih mudah dimengerti oleh masyarakat.

Indeks ini dapat digunakan untuk menilai status gizi akut atau

kronis, sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan kecil dan

dapat mendeteksi kegemukan (overweight) (Supariasa dkk,

2001).

Disamping mempunyai kelebihan, beberapa kekurangan

indeks ini antara lain menimbulkan imterpretasi status gizi yang

salah jika ternyata yang diukur mengalami asites/edema, umur

tidak dapat ditaksir dengan tepat di daerah pedesaan karena

pencatatan yang kurang baik, sedangkan untuk mengetahui status

gizi pada balita memerlukan data umur yang akurat, selain itu

sering terjadi kesalahan dalam pengukuran seperti gerakan anak

saat penimbangan, yang terakhir adalah pada pengukuran ini

sering mengalami hambatan dengan sosial dan budaya

masyarakat setempat yang merasa anaknya dijadikan sebagai

barang dagangan (Supariasa dkk, 2001).


13

2. TB/U

Tinggi badan adalah parameter yang dapat melihat status

gizi sekarang dan keadaan yang telah lalu. Pertumbuhan tinggi /

panjang badan tidak secepat dan sesignifikan berat badan, serta

relatif kurang sensitif untuk menilai masalah kekurangan gizi

dalam waktu singkat. Status kekurangan gizi baru terlihat dalam

waktu yang relatif lama (Anggraeni, 2012).

Beberapa kelebihan dalam indeks TB/U ini antara lain baik

untuk menilai gizi masa lampau, dan untuk ukuran panjang dapat

dibuat sendiri dan murah. Sedangkan untuk kelemahan indeks ini

antara lain tinggi badan tidak cepat naik dan turun, diperlukan

dua orang untuk melakukan pengukuran pada anak agar anak

bisa berdiri tegak, serta ketepatan umur yang sulit didapat

(Supariasa dkk, 2001).

3. BB/TB

Berat badan mempunyai hubungan yang linear dengan

tinggi badan. Dalam keadaan normal, perkembangan berat badan

akan searah dengan tinggi badan dengan kecepatan tertentu.

Indeks ini merupakan indeks yang baik untuk menilai status gizi

saat ini. Indeks BB/TB merupakan indeks yang independen

terhadap umur (Anggraeni, 2012).

Indeks BB/TB tidak memerlukan data umur dan dapat

digunakan untuk membedakan proporsi badan (gemuk, normal


14

dan kurus). Di sisi lain, indeks ini ternyata tidak dapat

memberikan gambaran apakah anak tersebut pendek, cukup

tinggi badan atau kelebihan tinggi badan menurut umurnya

karena indeks ini tidak mempertimbangkan faktor umur.

Terdapat kesulitan juga dalam melakukan pengukuran karena

memerlukan dua alat ukur, waktu yang lama, kesulitan dalam

mengukur anak balita serta sering terjadi kesalahan terutama jika

dilakukan oleh tenaga non-profesional (Supariasa dkk, 2001).

4. LLA/U

Lingkar Lengan Atas (LLA) dapat memberikan gambaran

tentang keadaan jaringan otot dan lapisan kulit. LLA biasanya

digunakan untuk menngidentifikasi adanya malturisi pada anak-

anak. Pada ibu hamil, LLA digunakan untuk memprediksi

kemungkinan bayi yang dilahirkannya (Anggraeni, 2012).

Parameter ini biasanya digunakan bersama parameter umur yang

disebut dengan indeks LLA/U.

Indeks LLA/U mempunyai beberapa keuntungan karena

indeks ini merupakan indikator yang baik untuk menilai KEP

berat, alat yang digunakan pun murah, sangat ringan dan dapat

dibuat sendiri. Indeks LLA/U hanya dapat digunakan untuk

mendeteksi KEP berat saja, sulit menentukan ambang batas,

serta sulit digunakan untuk melihat pertumbuhan anak umur 2


15

tahun yang pertumbuhannya tidak nampak nyata (Supariasa dkk,

2001).

5. IMT

FAO/WHO/UNU tahun 1985 menyatakan bahwa batasan

berat badan normal orang dewasa ditemukan berdasarkan nilai

body mass indeks (BMI). Di Indonesia BMI biasa disebut dengan

Indeks Massa Tubuh (IMT) (Anggraeni, 2012). IMT digunakan

untuk memantau status gizi orang dewasa. Rumus perhitungan

IMT adalah sebagai berikut:

Kategori ambang batas IMT untuk Indonesia menurut

RISKESDAS 2007 yang mengacu pada Depkes 1994 dapat

dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 2.1
Kategori Ambang Batas IMT

Kategori IMT
Kekurangan BB tingkat berat <17,0
Kurus
Kekurangan BB tingkat ringan 17,0-18,5
Normal 18,5-25,0
Kelebihan BB tingkat ringan >25,0-27,0
Gemuk
Kelebihan BB tingkat berat >27,0
Sumber:Depkes 1994

IMT tidak dapat digunakan untuk mengukur status gizi

anak dan remaja. Oleh karena itu untuk mengukur status gizi

anak dan remaja saat kini (sekarang) menggunakan IMT/U.


16

Indeks ini merujuk pada standar antropometri penilaian status

gizi anak menurut WHO 2005 yang dikeluarkan oleh

Kepmenkes pada tahun 2010. Indeks IMT/U menggunakan

ambang batas standar deviasi. Standar deviasi disebut juga

dengan Z-skor. WHO menyarankan menggunakan cara ini untuk

meneliti dan memantau pertumbuhan. Standar deviasi dapat juga

dipakai dalam indeks BB/U, TB/U dan BB/TB.

Pada Keputusan Menteri Kesehatan tahun 2010

memutuskan bahwa klasifikasi status gizi Anak Bawah Lima

Tahun (Balita) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Kategori

ambang batas status gizi anak berdasarkan indeks IMT/U pada

Kepmenkes 2010 adalah sebagai berikut:

Tabel 2.2
Kategori Ambang Batas Status Gizi Anak menurut Indeks
IMT/U

Ambang Batas
Indeks Kategori Status Gizi
(Z-Score)
Indeks Massa Tubuh Sangat kurus <-3 SD
menurut Umur Kurus -3 SD sampai <-2 SD
(IMT/U) Anak Umur Normal -2 SD sampai 2 SD
0-60 Bulan Gemuk >2 SD
Indeks Massa Tubuh Sangat kurus <-3 SD
menurut Umur Kurus -3 SD sampai <-2 SD
(IMT/U) Anak Umur Normal -2 SD sampai 1 SD
5-18 tahun Gemuk >1 SD sampai 2 SD
Obesitas >2 SD
Sumber: Kepmenkes, 2010
17

6. Tebal Lemak Bawah Kulit Menurut Umur

Tebal lemak di bawah kulit merupakan salah satu

parameter yang digunakan dalam pengukuran status indeks

antropometri untuk mengukur status gizi. Parameter ini

digunakan untuk memperkirakan jumlah lemak di dalam tubuh.

Jumlah tubuh seseorang tergantung dari berat badan, jenis

kelamin, umur dan aktivitas. Pengukuran tebal lemak di bawah

kulit disebut dengan skonfold (Anggraeni, 2012).

Pengukuran tebal lemak dibawah kulit (skinfold) dilakukan

pada beberapa bagian tubuh, misal pada bagian lengan atas,

lengan bawah, tulang belikat, di tengah garis ketiak, sisi dada,

perut, suprailiaka, paha, tempurung lutut dan pertengahan

tungkai bawah. Hasilnya dinyatakan dalam persen terhadap

tubuh total. Secara umum jumlah lemak tubuh untuk pria 3,1 kg

dan pada wanita 5,1 kg (Supariasa dkk, 2001).

7. Rasio Lingkar Pinggang dengan Pinggul

Rasio lingkar pinggang dan pinggul adalah cara penilaian

obesitas terbaik untuk mengukur risisko serangan jantung.

Tujuan dari pengukuran ini adalah untuk mengetahui seberapa

besar risiko seseorang terhadap berbagai penyakit seperti

diabetes tipe II, kolesterol yang tidak terkontrol, tekanan darah

tinggi, dan penyakit jantung (Anggraeni, 2012).


18

Rasio lingkar pinggang dan pinggul untuk perempuan

adalah 0,77 dan 0,90 untuk laki-laki. Penyakit yang berhubungan

dengan rasio lingkar pinggang dan pinggul ini adalah penyakit

kardiovaskuler. Rata-rata rasio orang yang terkena penyakit

kardiovaskuler dengan orang sehat adalah 0,938 dan 0,925

(Supariasa dkk, 2001).

2.1.2.2 Figure Rating Scale

Figure Rating Scale (FRS) atau a novel pictorial method

merupakan salah satu cara pengukuran yang dapat digunakan untuk

menilai status gizi berdasarkan BMI seseorang meggunakan gambar

ukuran tubuh manusia, laki-laki dan perempuan sehingga bisa

didapatkan status gizi seseorang melalui persepsi yang didapatkan

dari gambar pada instrumen (Harris et.al, 2008).

Cara ini telah diuji validitas dan rebilitasnya sehingga dapat

menjadi salah satu instrumen untuk menilai status gizi seseorang

tanpa melakukan pengukuran secara langsung. FRS menentukan

status gizi berdasarkan size seseorang dalam gambar seperti terlihat

dalam gambar 2.1 dan 2.2.


19

Gambar 2.1
Instrumen Figure Rating Scale untuk Perempuan

Gambar 2.2
Instrumen Figure Rating Scale untuk laki-laki
20

Instrumen ini sudah diuji validitas dan reabilitasnya sehingga dapat

digunakan sebagai salah satu intrumen untuk menentukan status gizi tanpa

melakukan pengukuran secara langsung.

2.1.3 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi

Supariasa (2001) mengatakan bahwa status gizi ditentukan oleh dua

faktor yaitu faktor secara langsung dan tidak langsung. Faktor yang

mempengaruhi secara langsung antara lain faktor kesehatan dan konsumsi

makanan. Sedangkan untuk faktor tidak langsung yang mempengaruhi status

gizi adalah:

1. Daya beli keluarga

Kemampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan keluarga untuk

membeli bahan pangan dipengaruhi oleh besar kecilnya pendapat

keluarga, harga bahan makanan dan tingkat pengelolaan sumber daya

lahan dan pekarangan.

2. Kebiasaan makan

Pola makan yang benar dengan memperhatikan frekuensi makanan

utama dan makanan selingan serta memperhatikan porsi yang pas akan

menjadi salah satu cara seseorang mencapai status gizi yang optimal.

Karena dengan hal tersebut, metabolisme akan lancar dan badan akan

terasa lebih sehat.

3. Sosial budaya

Penduduk yang tinggal di daerah perkotaan dan mempunyai

pendapatan yang cukup tinggi, akan lebih memilih makanan kaleng


21

dan olahan pabrik dikarenakan adanya gengsi. Sedangkan penduduk

yang tinggal di daerah pedesaan menganggap bahwa ayah mempunyai

kedudukan yang tinggi sehingga ayah mendapatkan bagian yang paling

besar.

4. Zat gizi dalam makanan

Makanan yang baik adalah yang mengandung zat-zat gizi bagi tubuh.

Terdiri dari makronutrien dan mikronutrien. Dengan asupan makanan

yang bergizi diharapkan kesehatan akan terjaga dan status gizi baik.

5. Pemeliharaan kesehatan

Seseorang yang sadar akan kesehatannya akan berusaha menjaga

tubuhnya agar tetap dalam kondisi yang prima. Dengan pemeriksaan

kesehatan secara rutin, maka secara tidak langsung akan berdampak

baik bagi kesehatannya. Disamping itu individu perlu melakukan

kegiatan-kegiatan preventive agar tidak mudah terserang penyakit.

6. Kebersihan lingkungan

Penyakit infeksi berhubungan dengan kebersihan lingkungan. Bila

penyakit infeksi ini menyerang pada individu maka akan menyebabkan

terganggunya status gizi. Lingkungan yang sehat akan membuat

makanan yang dikonsumsi terbebas dari kuman penyebab penyakit

infeksi sehingga gizi baik dapat dicapai.


22

2.2 Gizi Lebih pada Anak Pra Sekolah


2.2.1 Anak Pra Sekolah

Taman kanak-kanak merupakan salah satu ruang lingkup pendidikan

anak dini. Anak-anak yang berada di taman kanak-kanak disebut dengan

anak pra sekolah.

Menurut Biechler dan Snowman (1993) yang dimaksud dengan anak

usia pra sekolah adalah mereka yang berusia antara 3-6 tahun. Sedangkan

Solehuddin (1997) batasan tentang masa anak/anak usia pra sekolah

tergantung kepada dasar pembatasan yang digunakan dan atau teori yang

dirujukinya. Dalam pandangan mutakhir yang lazim dianut di negara-negara

maju, istilah anak usia dini (early childhood) adalah anak yang berumur

antara 0-8 tahun.

Anak dalam usia pra sekolah sudah berani untuk menolak ataupun

menerima ajakan. Anak kadang memprotes setiap ajakan, hal ini disebut

dengan negativistik. Oleh karena itu orang tua hendaknya lebih sabar

terhadap anak dan tidak memaksakan jika anak memang sedang tidak ingin

makan. Karena dengan cara memaksa, anak malah tidak akan menyukai

makanan tersebut seumur hidupnya (Uripi, 2004).

2.2.2 Kecukupan Gizi Anak Pra Sekolah

Gizi yang seimbang perlu menjadi perhatian bagi setiap orang tua

karena jika gizi yang masuk dalam tubuh anak tidak seimbang akan

menyebabkan berbagai masalah kesehatan di kemudian hari. Anak


23

membutuhkan segala macam zat gizi mulai dari gizi makro yaitu

karbohidrat, lemak dan protein dan gizi mikro.

Kecukupan energi bagi anak umur 1-3 tahun adalah 1000 Kkal energi

dan 25 gram protein. Sedangkan untuk anak umur 4-6 tahun kebutuhan

energinya sebesar 1550 kkal dan 39 gram protein (AKG, 2004 dalam

Depkes, 2004). Kecukupan gizi anak umur 1-3 dan 4-6 tahun menurut AKG

disajikan dalam Tabel 2.3.

Tabel 2.3
Angka Kecukupan Gizi Anak

BB TB Energi Protein
Umur
(kg) (cm) (kkal) (g)
1-3
12 90 1000 25
tahun
4-6
17 110 1550 39
tahun
Sumber: AKG 2004

2.2.3 Batasan Normal Konsumsi Lemak

Lemak merupakan salah satu makronutrien yang dibutuhkan untuk

menunjang fungsi utama tubuh seperti membantu pencernaan dan

penyerapan nutrisi. Kalori dalam molekul lemak (9 kalori per gram)

menyediakan lebih dari dua kali energi yang dimiliki oleh karbohidrat dan

protein (4 kalori per gram), sehingga pada saat sumber energi kita menipis

(glikogen dalam level rendah), tubuh akan mengambil energi dari lemak.

Lemak dalam makanan mengangkut vitamin larut lemak menuju usus. Hal

ini yang memudahkan penyerapan nutrisi penting seperti vitamin A, D, E


24

dan K. Jika kekurangan lemak, maka kita akan berisiko kekurangan vitamin-

vitamin tersebut (Denny, 2013).

Menurut Harsono (2006) kebutuhan lemak kita adalah 20% hingga

30% dari kebutuhan total energi dengan proporsi lemak tak jenuh lebih lebih

dominan daripada lemak jenuh. Untuk asupan lemak tak jenuh, dapat

dipenuhi dengan mengkonsumsi kacang-kacangan, biji-bijian, buah-buahan

seperti alpukat, zaitun, ikan laut dalam seperti salmon dan makarel.

2.2.4 Gizi lebih pada Anak Pra Sekolah

Kegemukan /obesitas pada anak anak membuat pertumbuhan anak

menjadi tidak seoptimal anak-anak seusianya. Kegemukan akan menjadikan

anak akan cepat terengah-engah, ngos-ngosan atau sesak nafas ketika

berjalan ataupun berlari. Anak menjadi tidak kuat dalam menjalankan

aktifitas dalam jangka waktu yang lama. Hal ini akan berpengaruh terhadap

daya tahan tubuh anak dalam melakukan suatu pekerjaan. Dengan begitu,

anak menjadi lebih lamban dalam mengerjakan sesuatu (Devi, 2002).

Batasan gizi lebih sehingga bisa disebut dengan masalah gizi adalah

minimal 15%, obesitas sebesar 5% (WHO,2000). Anak yang mengalami gizi

lebih memiliki struktur otot dan rangka yang besar (Uripi, 2004).

2.3 Patofisiologi dan Dampak Gizi Lebih


2.3.1 Patofisiologi Gizi Lebih pada Anak Pra Sekolah

Davidson dan Birch (2001) mengatakan bahwa konsep perubahan

berat badan disebabkan oleh asupan energi yang tinggi dan penggunaan

energi yang rendah.


25

Hal serupa juga dikatakan oleh Supariasa (2001), gizi lebih disebabkan

oleh dua hal yaitu :

1. Pemasukan kalori yang tinggi pada tubuh. Kalori yang tinggi dalam tubuh

akan menyebabkan:

a. Penyimpanan glikogen yang tinggi. Keadaan ini akan

menyebabkan pertukaran glukosa juga tinggi. Dengan glukosa

yang tinggi di dalam darah, maka insulin akan ikut naik yang

disertai dengan meningkatnya trigliserida. Peningkatan insulin

menyebabkan tingginya reabsorbsi natrium yang akan

berpengaruh pada tekanan darah seseorang.

b. Penyimpanan protein yang tinggi menyebabkan simpanan asam

amino yang tinggi juga di dalam tubuh.

2. Pemakaian energi yang rendah. Pemakaian energi lebih rendah dari

asupan kalori, akan menyebabkan penimbunan lemak dalam tubuh.

Penimbunan dapat terjadi pada beberapa tempat yaitu:

a. Sel lemak pada gluteal, sehingga lipolisis basal akan tinggi. Hal in

berakibat pada penurunan kadar HDL dan peningkatan risiko

terhadap penyakit jantung koroner.

b. Sel lemak pada abdominal, sehingga asam lemak portal

meningkat. Dengan demikian akan terjadi pertukaran kolesterol

yang tinggi yang berpengaruh pada tingginya ekskresi kolesterol

serta meningkatnya risiko terkena batu empedu.


26

2.3.2 Dampak Gizi Lebih pada Anak Pra Sekolah

Anak dengan overweight (gizi lebih) mampunyai risiko yang cukup

besar terhadap berbagai penyakit. Gizi lebih dalam jangka waktu yang lama

akan menyebabkan obesitas. Obesitas merupakan gangguan status kesehatan

berupa timbunan lemak akibat dari kelebihan asupan yang tidak seimbang

dengan kebutuhan tubuh (Uripi,2004).

Orang tua merasa bahwa anak dengan kondisi gemuk malah merasa

senang karena anggapan bahwa anak gemuk adalah lucu. Padahal,

kegemukan merupakan faktor pencetus terjadinya penyakit yang

menurunkan usia harapan hidup. Menurut Devi (2012), jika anak mengalami

gizi lebih, maka akan menyebabkan gangguan kesehatan seperti:

1. Memicu depresi

Anak akan depresi dengan bentuk badannya yang tidak ideal, apalagi

jika anak mendapatkan ejekan dari teman-temannya, susah berteman,

dan tidak diikutsertakan dalam kegaiatan olahraga karena dianggap

lamban.

2. Merusak liver (hati)

Lemak pada tubuh yang semakin lama semakin menumpuk akan

mengganggu metabolisme liver dan menyebabkan peradangan dan luka

pada liver. Hal berikut akan mengundang penyakit hati lainnya mudah

menyerang lever.
27

3. Penyakit Jantung koroner

Penyakit jantung terjadi karena adanya plak yang disebabkan oleh

adanya kolesterol dan trigliserida di dalam darah. Oleh karena itu

kelebihan berat badan harus segera diatasi agar tidak terjadi masalah

gizi yang tidak diharapkan.

4. Diabetes

Terjadinya diabetes adalah karena tingginya kadar gula dalam darah.

Tingginya kadar glukosa dalam darah jangka waktu yang lama akan

menyebabkan diabetes

5. Stroke

Stroke diawali dengan tingginya kolesterol dan trigliserida di dalam

darah. Menurut WHO, stroke adalah gejala defisit fungsi susunan saraf

yang diakibatkan oleh penyakit pembuluh darah otak.

6. Osteoartritis

Kegemukan dapat menyebabkan adanya gangguan di bagian sendi

terutama sendi lutut karena sendi ini terbebani oleh berat badan yang

lebih, dengan begini tulang rawan akan semakin menipis dan menjadi

aus. Akibatnya, dengan gerak sendi yang terbatas, dapat menyebabkan

nyeri dan bisa menyebabkan peradangan. Gejala ini disebut dengan

osteoartritis.
28

2.4 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Gizi Lebih


2.4.1 Karakteristik Anak Pra Sekolah

Menurut Dunne (2002), overweight (gizi lebih) adalah kondisi

seseorang dengan berat badan melebihi 20% dari berat badan ideal. Pada

tahun 2010 prevalensi kegemukan secara nasional di Indonesia mencapai

14,0% (Riskesdas, 2010).

Karakteristik anak seperti umur dan jenis kelamin mempunyai

partisipasi dalam aktivitas fisik termasuk olahraga dan mempengaruhi

manfaat yang berbeda pada pemeliharaan status berat badan yang sehat.

Penelitian mengatakan, anak laki-laki lebih aktif dan lebih sehat daripada

anak perempuan (Davidson dan Birch, 2001).

Masa pra sekolah adalah masa bagi anak mempunyai keasyikan

tersendiri dalam bermain sebagai cara untuk mengenal dunia sekitar dan

mengembangkan seluruh potensinya. Jika orang tua tidak memperhatikan

jadwal makan anak, bisa jadi setelah anak kelelahan karena bermain seharian

baru minta makan. Padahal masa- masa balita cukup rawan karena

pertumbuhan dan perkembangannya akan menentukan perkembangan fisik

dan mental anak di usia remaja dan ketika dewasa (Kurniasih dkk, 2010).

2.4.1.1 Umur

Berdasarkan hasil penelitian oleh Nelson (2001) pada anak

sekolah bahwa anak yang berumur 3-4 tahun memiliki prevalensi

gizi lebih besar (44%) dibandingkan dengan anak yang berusia dua

tahun yaitu 31%.


29

Davidson dan Birch (2001) mengatakan bahwa semakin

bertambahnya usia, maka penurunan aktivitas fisik semakin terlihat.

Menurunnya aktivitas fisik ini dimungkinkan dapat dijelaskan

dengan adanya masa pubertas pada remaja, perubahan emosional

dan sosial. Hal ini lah yang pada akhirnya mendukung terjadinya

peningkatan kasus gizi lebih pada anak-anak dan remaja.

2.4.1.2 Jenis Kelamin

Anggraini (2008) hasil penelitiannya di Kota Bogor

mengenai obesitas pada anak TK menunjukkan bahwa obesitas

cenderung terjadi pada anak laki-laki (58.7%) dibandingkan pada

anak perempuan (38.9%). Penelitian lainnya juga menunjukkan

bahwa obesitas cenderung terjadi pada laki-laki (Partiwi, 2011).

Nelson (2001) mengatakan ada hubungan antara jenis kelamin

dengan status gizi. Sedangkan menurut Australian Institute of

Helath and Welfare (AIHW) (2003) dalam News South Wales

(NSW) Centre (2005) laki-laki lebih berpotensi untuk mengalami

gizi lebih dibandingkan perempuan.

Sedangkan menurut Davidson dan Birch (2001), perempuan

lebih berisiko untuk mengalami obesitas dibandingkan dengan anak

laki-laki terutama pada anak yang salah satu atau lebih orangtuanya

mengalami obesitas sehingga kerentanan untuk naiknya berat badan

lebih besar.
30

Menurut WHO (2000), perempuan cenderung mengalami

peningkatan penyimpanan lemak. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa perempuan cenderung mengonsumsi sumber karbohidrat

yang lebih kuat sebelum masa pubertas, sementara laki-laki lebih

cenderung mengonsumsi makanan yang kaya protein. Tetapi

penelitian yang dilakukan oleh Proper, Cerin, Brown, dan Owen

(2006) menyatakan bahwa laki-laki secara signifikan lebih

berkemungkinan untuk menjadi overweight atau obesitas daripada

wanita, karena laki-laki cenderung untuk menghabiskan lebih

banyak waktu untuk santai pada saat akhir minggu atau waktu

senggang.

2.4.2 Ketidakseimbangan Energi

Keseimbangan energi dalam tubuh ditentukan oleh asupan kalori dari

makanan dan pengeluaran energi melalui aktivitas fisik. Jika energi melebihi

kebutuhan tubuh, maka energi akan diubah menjadi lemak tubuh sehingga

tubuh akan mengalami kegemukan atau berlebih. Kegemukan bisa terjadi

karena kebanyakan makan makanan yang mengandung karbohidrat, protein,

lemak dan kurang bergerak/ beraktivitas (Almatsier, 2009).

Hal selaras juga dikatakan oleh NSW Centre (2005) bahwa

peningkatan berat badan dan obesitas berkembang dari akumulasi

ketidakseimbangan energi, dimana asupan energi melebihi keluaran energi.


31

Tercapainya keseimbangan energi hingga dapat dicegahnya obesitas

menyatakan pentingnya peran orang tua dalam membentuk pola makan

anak-anak, aktivitas dan perilaku menetap (Davidson dan Birch, 2001).

2.4.3 Asupan Makanan


2.4.3.1 Persen Asupan Lemak
Pola diet anak-anak sangat penting dalam mempertahankan

berat badan anak. Pemasukan kalori yang berlebih, relatif sedikit

pada penggunaan energi akan menghasilkan lemak pada

penyimpanan energinya. Selain itu, lemak lebih mudah disimpan

sebagai lemak juga dibandingkan dengan makronutrien lainnya

seperti karbohidrat dan protein (Davidson dan Birch, 2001).

Harsono (2013) menyebutkan maksimal kebutuhan lemak kita

adalah 30% dan didominasi oleh lemak tidak jenuh. Asupan persen

lemak yang lebih tinggi telah dikaitkan dengan peningkatan yang

lebih besar pada ketebalam lipatan kulit anak-anak dan peningkatan

BMI pada anak lebih dari 2 tahun.

Sedangkan Almatsier (2009) menyebutkan bahwa asupan

lemak dibagi ke dalam 3 kategori kurang (persen lemak dari asupan

total kita kurang dari 10%), cukup (10-25%) dan lebih ( > 25%).

Anak yang mempunyai konsumsi lemak berlebih memiliki

risiko sebesar 4.257 kali dibandingkan dengan anak yang tidak

mengkonsumsi lemak berlebih. Konsumsi lemak mempunyai


32

hubungan yang signifikan terhadap obesitas dengan didapatkannya

p value sebesar 0,027 (Anggraini, 2008).

Penelitian di Amerika dan Finlandia menunjukkan bahwa

kelompok dengan asupan tinggi lemak mempunyai risiko

peningkatan berat badan 1.7 kali dibanding kelompok dengan

asupan rendah lemak (OR 1.7). Penelitian lain menunjukkan

peningkatan konsumsi daging akan meningkatkan risiko obesitas

sebesar 1.46 kali. Keadaan ini disebabkan karena makanan

berlemak mempunyai kandungan energi lebih besar dan

mempunyai efek pembakaran dalam tubuh yang lebih kecil

dibandingkan makanan yang banyak mengandung protein dan

karbohidrat (Hidayati et.al, 2006).

2.4.4 Kerentanan Terhadap Kenaikan Berat Badan

Anak yang salah satu atau lebih orang tuanya mengalami obesitas,

akan mempunyai kerentanan untuk mengalami obesitas juga. Seorang anak

dari orang tua yang memiliki penyakit jantung memungkinkan untuk

mempunyai kebiasaan dalam menghindari makanan yang berlemak karena

mengikuti pola diet orang tua mereka yang mulai mengurangi konsumsi

makanan yang mengandung banyak lipid. Pada dasarnya, anak dari salah

satu atau lebih orang tua obesitas akan lebih rentan bertambah berat

badannya saat mengkonsumsi lemak dibandingkan anak yang salah satu atau

lebih orang tuanya tidak obesitas (Davidson dan Birch, 2001).


33

WHO (2000) mengatakan bahwa orang tua yang salah satu / keduanya

mengalami obesitas, maka anaknya akan mengalami obesitas juga sebesar

50-60%.

Menurut klasifikasi WHO, orang dewasa dikatakan overweight jika

IMT nya > 25, dan jika IMT nya >30, maka disebut dengan obesitas. Berikut

klasifikasi Status gizi orang dewasa menurut WHO (CDC,2006).

Tabel 2.4
Klasifikasi Status Gizi Orang Dewasa menurut IMT

IMT STATUS
<18,5 Underweight
18,5-24,9 Healthyweight
25-29,9 Overweight
>30 Obese
Sumber: Supariasa, 2001

Penelitian dari Permatasari, et.al (2013) yang menghasilkan p value =

0,05 yang berarti adanya hubungan yang signifikan antara status gizi orang

tua terhadap kasus obesitas pada anak dengan risiko masing-masing OR=1,1

untuk ayah dan OR=2,5 untuk ibu.

Walau demikian menurut penelitian yang dilakukan Internasional

Obesity Task Force (IOTF) yaitu bagian dari WHO yang mengurusi masalah

kegemukan pada anak, faktor genetik hanya berpengaruh 1 % dari kejadian

obes pada anak sedangkan 99 % disebabkan faktor lingkungan (Anggraini,

2008).
34

2.4.5 Perilaku Menetap

Menurut Kurniasih dkk (2010), aktivitas fisik yang baik dilakukan

anak adalah aktivitas yang mengeluarkan banyak tenaga sehingga anak

bergerak aktif. Ini bermanfaat untuk menghasilkan tenaga dari asupan kalori

yang didapat agar tidak tertimbun menjadi lemak.

Aktivitas fisik dapat mengurangi risiko penambahan berat badan pada

anak, tapi tidak untuk perilaku menetap seperti menonton televisi atau video.

Beberapa kemungkinan alasan tingginya anak-anak yang menonton televisi

meliputi aksesbilitas, banyak program yang disukai anak-anak, kurangnya

pengawasan orang tua, kurangnya area bermain outdoor, lingkungan aman

dan penggunaan televisi sebagai baby sitter bagi anak-anak (Davidson dan

Birch, 2001).

Study of Parents and Children yang meneliti anak sejak dalam

kandungan hingga usia 7 tahun, menemukan kaitan antara menonton televisi

dengan kejadian obesitas. Anak yang menonton televisi 4 sampai 8 jam per

minggu diusia 3 tahun, mempunyai kemungkinan sebesar 1,37 kali untuk

menjadi obes (odds ratio) pada usia 7 tahun. Secara keseluruhan anak yang

menonton televisi lebih dari delapan jam seminggu memiliki kemungkinan

menjadi obes 1,55 kali lebih besar dibandingkan anak yang menonton

televisi kurang dari delapan jam perminggu (Reilly et.al, 2005).

Menonton televisi akan menyebabkan adanya permintaan anak untuk

dibelikan makanan yang akhirnya akan berpegaruh pada pola diet anak-anak.

Selain itu, menonton televisi lebih dari satu jam per hari telah terkait dengan
35

tingginya konsumsi makanan cepat saji, permen, keripik, dan pizza serta

sedikitnya konsumsi buah dan sayur (Davidson dan Birch, 2001).

2.4.6 Aktivitas Fisik

Aktivitas yang tinggi dapat mengimbangi asupan energi yang berlebih

sehingga tubuh akan tetap sehat. Survey terbaru menemukan bahwa hanya

36% dari anak-anak yang mempunyai aktivitas lebih berat sehingga peluang

anak-anak untuk kelebihan berat badan masih sangat tinggi (Davidson dan

Birch, 2001).

2.4.6.1 Kebiasaan olahraga

Fungsi olahraga antara lain untuk merangsang pertumbuhan

anak. Olahraga seperti lari pagi dengan kaki berjinjit, bola basket,

lompat dengan skipping atau berenang bisa menambah tinggi badan

apalagi jika dilakukan pada pukul 6-7 pagi. Ada baiknya mencoba

olahraga rutin yaitu olahraga di atas 30-60 menit dan dilakukan 3-5

kali seminggu (Devi, 2012).

Aktivitas olahraga yang diadakan oleh pihak sekolah

seminggu sekali akan menambah aktivitas anak-anak sehingga

dapat menyeimbangkan asupan energi dan dapat mempertahankan

berat badan (Davidson dan Birch, 2001).

2.4.7 Gaya Pengasuhan dan Karakteristik Keluarga

Perilaku anak-anak tidak terlepas dari konteks keluarga. Secara tidak

sadar, orang tua adalah sosial model bagi anaknya. Partisipasi orang tua

dalam pola diet dan aktivitas akan sangat berpengaruh pada perilaku anak.
36

Orang tua yang aktif lebih mungkin untuk menikmati aktivitas dan percaya

dalam kesehatan dan mendapatkan manfaat positif secara emosional. Orang

tua seperti ini akan menciptakan lingkungan yang mempromosikan kegiatan

yang mendorong anak-anak untuk lebih aktif dengan mendaftarkan anak-

anak mereka pada acara olahraga ataupun kegiatan lainnya (Davidson dan

Birch, 2001).

Orang tua khususnya ibu memiliki peran yang cukup besar bagi anak.

Latar belakang pendidikan ibu, yang akhirnya tergambar pada keterampilan

ibu dalam menyiapkan makanan dan pemenuhan gizi bagi anak-anaknya

menyumbang besar terhadap status gizi keluarga. Dalam pengasuhan,

perilaku ibu dalam pemenuham nutrisi sangat berkaitan dengan indeks masa

tubuh atau status gizi anak (Prakoso et.al, 2012).

2.4.8 Karakteristik Masyarakat, Demografi dan Sosial

Etnis dan pengaruh sosial ekonomi juga merupakan faktor risiko yang

walaupun secara tidak langsung ikut mempengaruhi terjadinya kasus

kelebihan berat badan. Orang dengan sosial ekonomi tinggi mempunyai

aktivitas yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan orang dengan sosial

ekonomi rendah. Hal ini terjadi karena kurangnya pengetahuan tentang

manfaat olahraga bagi kesehatan, dan kurangnya waktu luang (Davidson dan

Birch, 2001).

Masyarakat dengan ekonomi yang rendah cenderung memiliki

lingkungan dengan sanitasi yang kurang baik. Kebiasaan dan pola hidup

yang tidak sehat ini akan berdampak pada kesehatan masyarakat. Gaya hidup
37

yang tidak sehat, pola asuh yang tidak baik bisa muncul dari lingkungan

masyarakat seperti ini. Di dalam keluarga, Ibu cenderung memberikan

nutrisi yang menurutnya umum di masyarakatnya tanpa mengetahui

pentingnya nutrisi yang terkandung di dalam makanan yang disediakannya.

Ini didukung pula oleh rendahnya pengetahuan dan pendidikan yang ada di

lingkungan sekitar (Masithah et.al, 2005).

Lingkungan yang akrab dengan anak-anak adalah lingkungan sekolah.

Anak-anak menghabiskan waktu seharian di sekolah. Oleh karena itu,

sekolah sebenarnya mempunyai banyak peluang untuk mengekspos anak-

anak dengan berbagai kegiatan aktivitas fisik. Sayangnya pendidikan

jasmani menerima prioritas yang rendah dalam anggaran sekolah. Akibatnya

banyak sekolah yang tidak menyediakan pendidikan jasmani selama hari

sekolah (Davidson dan Birch, 2001).


38

2.5 Kerangka Teori

Berdasarkan penjelasan dari bab sebelumnya maka kerangka teori yang

digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Bagan 2.5
Kerangka Teori

Sumber: Davidson and Birch (2001)


BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep

Status gizi lebih dipengaruhi oleh karakteristik anak dan faktor risiko

anak, karakteristik orang tua dan gaya hidup orang tua, dan karakteristik

lingkungan, demografi dan sosial. Karakteristik anak dan faktor risiko anak

saling berinteraksi meningkatkan berat badan anak secara langsung terhadap

kenaikan berat badan anak. Sedangkan karakteristik orang tua dan

demografi sosial mempengaruhi secara tidak langsung terhadap karakteristik

dan faktor risiko anak.

Berdasarkan kerangka teori, peneliti bermaksud untuk meneliti faktor

yang berhubungan terhadap obesitas yaitu semua variabel yang ada di

karakteristik anak dan faktor risiko anak kecuali variabel umur dan aktifitas

fisik.

Variabel umur tidak diteliti karena sampelnya berupa anak pra sekolah

adalah yang usianya antara 3-6 tahun. Pada umur sekian, mereka

mempunyai karakteristik yang tidak terlalu berbeda dari pertumbuhan dan

perkembangannya pada setiap tingkatan umurnya walaupun untuk

penentuan status gizinya dibedakan menurut tingkatan umurnya karena

memang berat badan dan tinggi badan tumbuh searah dengan bertambahnya

umur seseorang. Oleh karena itu peneliti menganggap bahwa variabel umur

adalah homogen.

39
40

Aktifitas fisik tidak diteliti karena adanya beberapa penelitian yang

telah dilakukan, tidak terdapat hubungan yang signifikan pada aktifitas fisik

dengan obesitas. Hasil yang didapat dari penelitian Sallis dan kawan-kawan

dalam Davidson dan Birch (2001) mengemukakan bahwa ada hubungan

yang tidak tentu antara aktivitas fisik dengan status gizi lebih pada anak.

Akhirnya faktor aktivitas fisik dianggap tidak penting dalam usaha

menurunkan kelebihan berat badan pada anak. Aktivitas fisik anak terbentuk

dengan adanya kombinasi dari pola aktivitas orang tua, aktivitas dengan

teman sebaya dan karakteristik dari anak. Oleh karena itulah peneliti tidak

meneliti aktivitas fisik.

Adapun kerangka konsep pada penelitian ini dapat dilihat pada bagan

3.1 yaitu:
41

Bagan 3.1
Kerangka konsep

Variabel independen Variabel dependen

Jenis Kelamin

Persen Asupan Lemak

Perilaku menetap:
GIZI LEBIH
Waktu PADA ANAK
menonton
PRA SEKOLAH
Televisi / video

Kerentanan familial
terhadap kenaikan
berat badan :

Status gizi
lebih orang tua
Riwayat
penyakit
jantung orang
tua
42

3.2 Definisi Operasional

No Variabel Definisi Cara ukur Alat ukur Hasil ukur Skala Referensi
Variabel dependen
1 Gizi lebih Suatu keadaan Pengukuran Timbangan, Indeks IMT/U Ordinal Kepmenkes, 2010
kelebihan berat badan antropometri microtoise 1. Gizi lebih: >2SD
yang diukur berat (u/ umur 3-5
badan dan tinggi tahun) dan >1 SD
badannya serta sampai 2 SD (u/
diketahui umurnya umur >5 tahun)
menggunakan indeks 2. Gizi tidak lebih:
IMT/U menurut 2 SD (u/ umur
Kepmenkes 2010 3-5 tahun), 1
SD dan > 2 SD
(u/ umur >5
tahun)
Variabel independen
2 Jenis Kelamin Golongan tipe individu Wawancara Kuesioner 1. Perempuan Ordinal Davidson dan
yang dibedakan 2. Laki-laki Birch (2001)
menurut kondisi
biologis yang ada
3 Persen Jumlah asupan lemak Wawancara Food 1. Lebih : > 25% Ordinal Almatsier (2001)
Asupan dalam persen dari total Recall 2 asupan energi
Lemak asupan energi kali 24 total
jam 2. Cukup: 10-25%
asupan energi
total
3. Kurang: <10%
43

asupan energi
total
4 Lama Waktu yang dihabiskan Wawancara Kuesioner 1. Lebih (>1 Ordinal Davidson dan
menonton tv / untuk melakukan jam/hari) Birch (2001)
video kegiatan santai seperti 2. Cukup (1 jam
menonton televisi / sehari)
video
5 Status gizi Suatu kelebihan berat Pengukuran Timbangan 1. Ayah dan / ibu Ordinal Depkes (1994),
lebih orang badan yang merupakan antropomet dan overweight: IMT Harris et al
tua hasil dari berat badan ri (Ibu) microtoise antara 25-29,9 / > (2008)
dibagi dengan tinggi Figure Instrumen gambar C
badan dikuadratkan Rating FRS 2. Ayah dan / ibu
(dalam meter) Score tidak overweight:
(Ayah) IMT tidak di
antara 25-29,9 /
gambar C
6 Riwayat Adanya salah satu Wawancara Kuesioner 1. Tidak Ordinal Davidson dan
penyakit orang tua responden 2. Ya Birch (2001)
jantung orang yang memiliki riwayat
tua penyakit jantung
44

3.3 Hipotesis

1. Ada hubungan antara faktor jenis kelamin dengan status gizi lebih

pada anak pra sekolah di TK Salman ITB Ciputat tahun 2013

2. Ada hubungan antara faktor persen asupan lemak dengan status gizi

lebih pada anak pra sekolah di TK Salman ITB Ciputat tahun 2013

3. Ada hubungan antara faktor perilaku menetap (lama menonton

televisi) dengan status gizi lebih pada anak pra sekolah di TK

Salman ITB Ciputat tahun 2013

4. Ada hubungan antara faktor status gizi lebih orang tua dengan status

gizi lebih pada anak pra sekolah di TK Salman ITB Ciputat tahun

2013

5. Ada hubungan antara faktor riwayat penyakit jantung orang tua

dengan status gizi lebih pada anak pra sekolah di TK Salman ITB

Ciputat tahun 2013


BAB IV
METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan desain

cross sectional yaitu penelitian dimana variabel-variabel yang termasuk faktor

risiko dan variabel yang termasuk efek diobservasi sekaligus pada waktu yang

sama (Amran, 2012).

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di TK Salman ITB Ciputat dan dilaksanakan pada

bulan Juni-Oktober 2013.

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian


4.3.1 Populasi Penelitian

Populasi penelitian ini adalah anak usia pra sekolah baik TK A

maupun TK B dan terdaftar sebagai murid TK Salman tahun ajaran

2013/2014.

4.3.2 Sampel Penelitian

Sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan metode simple random

sampling. Kriteria yang bisa masuk ke dalam sampel penelitian harus

memenuhi kriteria inklusi sebagai berikut:

Kriteria inklusi:

Berumur 3-6 tahun di bulan Juni 2013.

Sedang tidak sakit/ masuk saat penimbangan dilakukan.

45
46

Mau menjadi responden

Diijinkan oleh orang tua untuk mengikuti penelitian

4.3.3 Penentuan Jumlah Sampel

Penentuan jumlah sampel ini menggunakan rumus uji hipotesis beda

dua proporsi (Lemeshow, 1997), dengan rumus perhitungan sebagai berikut:

n = {Z1-/2 + Z1- }2

(P1-P2)2

Keterangan :

n : Jumlah sampel

Z1-/2 : Tingkat kemaknaan pada = 5% (Z1-/2 = 1,96)

Z1- : Kekuatan uji pada 1- = 80% (Z1- = 0,84)

P1 :Proporsi persen asupan lemak >25% anak gizi lebih pada

penelitian sebelumnya yaitu 16,7% (Wati, 2006)

P2 :Proporsi persen asupan lemak 25% anak gizi lebih pada

penelitian sebelumnya yaitu 41,9% (Wati, 2006)

P : P1+P2 /2 (0,293)

Dari hasil perhitungan dengan rumus besar sampel di atas maka

didapat jumlah sampel minimal sebesar 50 dan diputuskan untuk mengambil

sebanyak 56 sampel.

4.4 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Kuesioner.
47

2. Timbangan digital Secca dengan kapasitas 150 kg dan ketelitian 0,1 kg

3. Alat pengukur tinggi badan yaitu microtoise yang memiliki ketelitian 0,1

cm

4. Form pengukuran berat badan dan tinggi badan anak pra sekolah TK

Salman ITB tahun 2013

4.5 Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan antara lain data profil TK Salman ITB Ciputat, data

antropometri anak, data karakteristik sampel dan orang tua sampel. Data profil TK

Salman diambil melalui data sekunder, data antropometri anak dan orang tua

didapatkan melalui pengukuran tinggi badan dan berat badan. Data karakteristik

sampel, orangtua sampel dan variabel lainnya diperoleh dengan cara wawancara

kepada ibu menggunakan alat bantu kuesioner. Data Asupan makanan ditanyakan

kepada yang mengurusi dan mengatur makan anak, baik ibu maupun pengasuh

anak.

4.6 Pengolahan Data

Data diolah dengan menggunakan program nutri survey, dan program

komputer. Pengolahan data dilakukan dengan perlakuan sebagai berikut:

1. Data Coding

Kegiatan untuk memberi kode pada masing-masing kelas dan

mengklasifikannya dengan tujuan untuk mengumpulkan data.

2. Data Editing

Kegiatan dalam pengeditan atau penyuntingan data sebelum data

dimasukkan. Penting untuk mengecek data saat di lapangan sebelum akhirnya


48

proses memasukkan data agar kesalahan masih dapat diperbaiki dan

ditanyakan kembali kepada responden yang bersangkutan.

3. Data Structur

Penentuan atau penetapan masing-masing variabel; nama, skala ukur

variabel, dan jumlah digit. Data structure ini tergantung pada perkembangan

masing-masing perangkat yang digunakan untuk menganalisis data.

4. Data Entry

Proses pengisian data/ memasukkan data ke dalam perangkat lunak yang

telah terisi program dan fasilitas analisis data.

5. Data Cleaning

Setelah data dientri, maka tiba saatnya pembersihan data. Caranya

adalah dengan menilai kelogisan variabel-variabel melalui distribusi

frekuensinya.

(Amran,2012).

4.7 Analisis Data


4.7.1 Univariat

Analisa univariat digunakan untuk menganalisis data kategorik, maka

nilai yang dapat diinformasikan dengan metode ini adalah ukuran tengah dan

ukuran variasi yang digambarkan dengan presentasi atau proporsi (Amran,

2012).
49

4.7.2 Bivariat

Analisa bivariat yang dilakukan untuk melihat hubungan antara

variabel independen dan dependen adalah menggunakan uji Chi-Square

dengan menggunakan derajat kemaknaan = 0,05 (derajat kepercayaan

95%). Jika diperoleh P value 0.05, maka uji statistik bermakna, artinya

ada hubungan antara variabel independen dan variabel dependen. Dan jika

hasil uji menunjukkan P value sebesar >0,05, maka uji tidak bermakna

artinya tidak ada hubungan antara variabel independen dan variabel

dependen.
BAB V
HASIL PENELITIAN

5.1 Gambaran Umum TK Salman ITB Ciputat

TK Salman ITB merupakan salah satu sekolah favorit yang terletak di

Kelurahan Pisangan, Ciputat, Tangerang Selatan, Banten. TK ini berada di

bawah Yayasan Pembina Pendidikan Keluarga Sakinah Salman ITB dan telah

didirikan sejak 28 April 1987.

Taman kanak-kanak Salman berperan sebagai suatu lembaga pendidikan

pra sekolah yang memberikan ruzang bagi siswa untuk mendapatkan hak nya

bermain dan mendapatkan pendidikan yang berkualitas. Anak-anak dapat

dilibatkan dalam berbagai kegiatan untuk mengembangkan diri dalam proses

pembentukan kepribadian yang mantap, bertanggung jawab dan cinta pada diri

sendiri, keluarga, masyarakat, bangsa dan agama tentunya.

TK Salman menganut beberapa konsep dalam menerapkan proses belajar

mengajar yaitu konsep pendidikan yang berbasis kepedulian, partisipatif, kreatif

serta islami. Metode yang digunakan dalam proses belajar mengajar adalah

belajar dengan bermain (learning by playing) dan belajar melalui pembiasaan

(habit forming).

TK Salman ITB membuka pendidikan bagi anak yang berumur 2,5 tahun

sampai maksimal 5,5 tahun untuk dapat masuk ke dalam 7 kelas yang telah

dibagi sesuai umur anak. Namun karena peneliti hanya meneliti anak pra

sekolah yaitu anak yang berumur 3 sampai 6 tahun, maka yang menjadi

50
51

populasi penelitian ini adalah semua kelas selain kelas play group. Jumlah

siswa TK Salman selain play group tahun ajaran 2013/2014 dapat dilihat pada

tabel 5.1.

Tabel 5.1
Jumlah Siswa di TK Salman ITB Ciputat
Tahun Ajaran 2013/2014

No Kelas Jumlah Siswa


1 A1 19
2 A2 16
3 A3 16
4 B1 20
5 B2 21
6 B3 24
Total 116
Sumber: Data TK Salman ITB Tahun Ajaran 2013/2014

5.2 Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk melihat gambaran distribusi variabel

dependen yaitu status gizi lebih anak pra sekolah dan variabel independen

antara lain jenis kelamin, persen asupan lemak, menonton televisi, status gizi

dan riwayat penyakit jantung orang tua.

5.2.1 Gambaran Responden berdasarkan Status Gizi Lebih

Berdasarkan hasil pengumpulan data dan analisis diperoleh

gambaran status gizi lebih responden dengan menggunakan Indeks Massa

Tubuh menurut umur (IMT/U) berdasarkan Kepmenkes RI NO.

1995/MENKES/SK/XII/2010. Menurut Kepmenkes 2010, anak dikatakan

mengalami status gizi lebih apabila IMT/U anak pada umur 3-5 tahun

menunjukkan nilai z-score >2 SD dan >1 SD sampai 2 SD untuk anak


52

umur >5 tahun. Distribusi responden berdasarkan status gizi dapat dilihat

pada tabel 5.2.

Tabel 5.2
Distribusi Responden berdasarkan Status Gizi pada
Anak Pra Sekolah di TK Salman ITB Tahun 2013

Status Gizi Frekuensi (n) Persentase (%)


Obesity 1 1,8
Overweight 9 16,1
Normal 45 80,3
Underweight 1 1,8
Jumlah 56 100

Dari tabel di atas diperoleh bahwa walaupun status gizi normal

paling banyak (80,3%), namun ditemukan masalah gizi lebih sebesar

16,1%.

5.2.2 Gambaran Responden berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis kelamin yang terdiri dari laki-laki dan perempuan menjadi

salah satu variabel yang akan diteliti oleh peneliti. Distribusi jenis

kelamin responden dapat dilihat pada tabel 5.3.

Tabel 5.3
Distribusi Responden berdasarkan Jenis Kelamin pada Anak Pra
Sekolah di TK Salman ITB Tahun 2013

Jenis Kelamin Frekuensi (n) Persentase (%)


Perempuan 30 53,6
Laki-laki 26 46,4
Jumlah 56 100

Berdasarkan hasil penelitian yang terlihat pada tabel 5.3 diperoleh

bahwa anak pra sekolah yang berjenis kelamin perempuan lebih banyak

dibandingkan anak pra sekolah berjenis kelamin laki-laki.


53

5.2.3 Gambaran Responden berdasarkan Persen Asupan Lemak

Persen asupan lemak menurut Almatsier (2006) dikategorikan

menjadi 3: kurang jika kurang dari 10%, cukup jika antara 10-25% dan

lebih jika lebih dari 25%. Distribusi persen asupan lemak responden dapat

dilihat pada tabel 5.4.

Tabel 5.4
Distribusi Responden berdasarkan Persen Asupan Lemak pada
Anak Pra Sekolah di TK Salman ITB Tahun 2013

Persen Asupan
Frekuensi (n) Persentase (%)
Lemak
Lebih 48 85,7
Cukup 7 12,5
Kurang 1 1,8
Jumlah 56 100

Berdasarkan hasil penelitian yang terlihat pada tabel 5.4 diperoleh

bahwa 85,7% responden mempunyai persen asupan lemak yang berlebih

dibandingkan responden dengan persen asupan lemak cukup dan kurang.

5.2.4 Gambaran Responden berdasarkan Perilaku Menetap (Menonton


Televisi)

Perilaku menetap yang digambarkan dengan lamanya menonton

televisi pada responden dibagi ke dalam 2 kategori yaitu lebih dari satu

jam dan kurang dari satu jam (Davidson dan Birch, 2001). Distribusi

lamanya menonton televisi responden dapat dilihat pada tabel 5.5.


54

Tabel 5.5
Distribusi Responden berdasarkan Lama Menonton Televisi pada
Anak Pra Sekolah di TK Salman ITB Tahun 2013

Lama Menonton Televisi Frekuensi (n) Persentase (%)


>1 jam 42 75
1 jam 14 25
Jumlah 56 100

Berdasarkan hasil penelitian yang terlihat pada tabel diperoleh hasil

bahwa responden yang menonton televisi lebih dari satu jam lebih banyak

daripada responden yang menonton kurang dari satu jam.

5.2.5 Gambaran Responden berdasarkan Kerentanan Familial terhadap


Kenaikan Berat Badan (Status Gizi Lebih Orang Tua dan Riwayat
Penyakit Jantung)

Status gizi orang tua diperoleh dengan melakukan pengukuran

antropometri sehingga diperoleh nilai hasil perhitungan indeks massa

tubuh atau BB/TB2 pada salah satu atau kedua orang tua responden antara

25-29,9 atau lebih dari gambar C menurut pengukuran FRS. Distribusi

responden berdasarkan status gizi lebih orang tua dapat dilihat di tabel

5.6.

Tabel 5.6
Distribusi Responden berdasarkan Status Gizi Lebih Orang Tua
pada Anak Pra Sekolah di TK Salman ITB Tahun 2013

Status Gizi Lebih Orang


Frekuensi (n) Persentase (%)
Tua
Ya 20 35,7
Tidak 36 64,3
Jumlah 56 100

Berdasarkan hasil penelitian yang terlihat pada tabel diperoleh

bahwa salah satu dan atau kedua orang tua dari responden yang
55

mengalami gizi lebih mempunyai persentase lebih kecil daripada yang

tidak mengalami gizi lebih.

Selain status gizi lebih orang tua, variabel yang termasuk

kerentanan familial yaitu riwayat penyakit jantung. Variabel ini diperoleh

dari hasil wawancara menggunakan kuesioner. Distribusi responden

berdasarkan riwayat penyakit jantung salah satu dan atau kedua orang tua

dapat dilihat pada tabel 5.7.

Tabel 5.7
Distribusi Responden berdasarkan Riwayat Penyakit Jantung Orang
Tua pada Anak Pra Sekolah di TK Salman ITB Tahun 2013

Riwayat Penyakit Jantung salah


Frekuensi (n) Persentase (%)
satu dan atau kedua orang tua
Tidak 53 94,6
Ya 3 5,4
Jumlah 56 100

Berdasarkan hasil penelitian yang terlihat pada tabel diperoleh

bahwa orang tua responden yang salah satu dan atau keduanya

mempunyai riwayat penyakit jantung sangat sedikit dibandingkan yang

tidak mempunyai penyakit jantung

5.3 Analisis Bivariat


5.3.1 Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Status Gizi Lebih

Hasil analisis bivariat antara jenis kelamin dengan status gizi lebih

pada anak pra sekolah di TK Salman ITB Ciputat tahun 2013 dapat dilihat

pada tabel 5.8.


56

Tabel 5.8
Distribusi Status Gizi Lebih menurut Jenis Kelamin pada Anak Pra
Sekolah di TK Salman ITB Tahun 2013

Status Gizi Lebih


P
Jenis Tidak Gizi Total
Gizi Lebih value
Kelamin Lebih
N % N % N %
Perempuan 6 20,0 24 24 30 100
0,481
Laki-laki 3 11,5 23 88,5 26 100
Total 9 16,1 47 83,9 56 100

Berdasarkan hasil uji statistik dengan = 5%, diperoleh p value =

0,481 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang

signifikan antara jenis kelamin dengan status gizi lebih pada anak pra

sekolah.

5.3.2 Hubungan antara Persen Asupan Lemak dengan Status Gizi Lebih

Hasil analisis bivariat antara persen asupan lemak dengan status gizi

lebih pada anak pra sekolah di TK Salman ITB Ciputat tahun 2013 dapat

dilihat pada tabel 5.9.

Tabel 5.9
Distribusi Status Gizi Lebih menurut Persen Asupan Lemak pada
Anak Pra Sekolah di TK Salman ITB Tahun 2013

Status Gizi Lebih


Persen P
Tidak Gizi Total
Asupan Gizi Lebih value
Lebih
Lemak
N % N % N %
>25% (lebih) 8 16,7 40 83,3 48 100
10-25% 0 0 7 100 7 100
(cukup) 0,037
<10% 1 100 0 0 1 100
(kurang)
Total 9 16,1 47 83,9 56 100
57

Berdasarkan hasil uji statistik dengan = 5% didapatkan p value =

0,037 sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang

bermakna antara persen asupan lemak dengan status gizi lebih pada anak

pra sekolah.

5.3.3 Hubungan antara Perilaku Menetap (Menonton Televisi) dengan


Status Gizi Lebih

Hasil analisis bivariat antara persen asupan lemak dengan status gizi

lebih pada anak pra sekolah di TK Salman ITB Ciputat tahun 2013 dapat

dilihat pada tabel 5.10.

Tabel 5.10
Distribusi Status Gizi Lebih menurut Lama Menonton Televisi pada
Anak Pra Sekolah di TK Salman ITB Tahun 2013

Status Gizi Lebih


Lama P
Tidak Gizi Total
Menonton Gizi Lebih value
Lebih
Televisi
N % N % N %
>1 jam 7 16,7 35 83,3 42 100
1,00
1 jam 2 14,3 12 85,7 14 100
Total 9 16,1 47 83,9 56 100

Berdasarkan hasil uji statistik dengan = 5% didapatkan p value =

1,00 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang

signifikan antara lama menonton televisi dengan status gizi lebih pada

anak pra sekolah.


58

5.3.4 Hubungan antara Kerentanan Familial terhadap Kenaikan Berat


Badan dengan Status Gizi Lebih
5.3.4.1 Hubungan antara Status Gizi Lebih Orang Tua dengan
Status Gizi Lebih
Hasil analisis bivariat antara status gizi lebih orang tua

dengan status gizi lebih pada anak pra sekolah di TK Salman

ITB Ciputat tahun 2013 dapat dilihat pada tabel 5.11.

Tabel 5.11
Distribusi Status Gizi Lebih menurut Status Gizi Lebih
Orang Tua pada Anak Pra Sekolah di TK Salman ITB
Tahun 2013

Status Gizi Lebih


Status Gizi P
Tidak Gizi Total
Lebih Gizi Lebih value
Lebih
Orang Tua
N % N % N %
Gizi lebih 5 25,0 15 75,0 20 100
Tidak Gizi 4 11,1 32 88,9 36 100 0,256
lebih
Total 9 16,1 47 83,9 56 100

Berdasarkan hasil uji statistik dengan = 5% didapatkan p

value = 0,256 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat

hubungan yang signifikan antara status gizi lebih orang tua

dengan status gizi lebih pada anak pra sekolah.

5.3.4.2 Hubungan antara Riwayat Penyakit Jantung Orang Tua


dengan Status Gizi Lebih

Hasil analisis bivariat antara riwayat penyakit jantung

orang tua dengan status gizi lebih pada anak pra sekolah di TK

Salman ITB Ciputat tahun 2013 dapat dilihat pada tabel 5.12.
59

Tabel 5.12
Distribusi Status Gizi Lebih menurut Riwayat Penyakit
Jantung Orang Tua pada Anak Pra Sekolah di TK Salman
ITB Tahun 2013

Riwayat Status Gizi Lebih


P
Penyakit Tidak Gizi Total
Gizi Lebih value
Jantung Lebih
Orang Tua N % N % N %
Tidak 9 17,0 44 83,0 53 100
1,00
Ya 0 0 3 100,0 3 100
Total 9 16,1 47 83,9 56 100

Berdasarkan hasil uji statistik dengan = 5% didapatkan p

value = 1,00 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat

hubungan yang signifikan antara riwayat penyakit jantung orang

tua dengan status gizi lebih pada anak pra sekolah.


BAB VI
PEMBAHASAN

6.1 Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini memiliki keterbatasan baik yang murni dari peneliti maupun

dari metode yang digunakan dan keadaan di luar kemampuan peneliti. Adapun

keterbatasan yang ada pada penelitian ini yaitu:

Penelitian ini menggunakan desain cross sectional, yaitu penelitian yang

dilakukan pada saat ini dengan pengambilan data dependen dan independen

dalam waktu yang bersamaan. Metode ini tidak dapat digunakan untuk melihat

masalah kausalitas terjadinya gizi lebih pada anak pra sekolah. Tidak diketahui

faktor-faktor yang mana yang lebih dulu atau yang paling utama menyebabkan

terjadinya gizi lebih

6.2 Gambaran Status Gizi Lebih pada Anak Pra Sekolah di TK Salman ITB
Tahun 2013

Anak merupakan aset bangsa yang akan menentukan masa suatu negara

pada masa yang akan datang. Pertumbuhan anak dimulai dari bayi, balita, remaja

hingga dewasa. Dalam tingkatan itu perlu bagi orang tua untuk selalu

memperhatikan kesehatan anaknya termasuk asupan terutama pada anak balita.

Gizi pada masa ini akan mempengaruhi gizi saat dewasa. Kebiasaan pola makan

yang baik dari orang tua akan diikuti oleh anak. Kebutuhan gizi anak harusnya

lebih diperhatikan juga saat anak mulai memasuki dunia pendidikan, play group

dan TK. Anak-anak dengan usia 3-6 tahun yang masuk dalam taman kanak-

60
61

kanak disebut dengan anak pra sekolah. Salah satu masalah gizi yang mengenai

anak pra sekolah adalah status gizi lebih.

Status gizi lebih atau kegemukan pada anak memang cukup tinggi. Status

gizi lebih pada anak pra sekolah di TK Salman ITB sebanyak 16,1%. Persentase

ini sudah masuk ke dalam masalah kesehatan masyarakat yaitu minimal 15%

(WHO, 2000). Persentase yang ditemukan pada penelitian ini lebih rendah dari

pada saat dilakukannya studi pendahuluan (21,4%). Hal ini terjadi karena

responden pada saat ini berbeda dengan responden saat dilakukannya studi

pendahuluan. Responden pada penelitian ini adalah siswa tahun ajaran

2013/2014 sedangkan responden saat studi pendahuluan adalah siswa tahun

ajaran 2012/2013.

Dari hasil penelitian ditemukan bahwa orang tua responden dengan status

gizi lebih sebesar 35,7%. Ditemukan juga besarnya persen asupan lemak yang

dinilai dengan melakukan recall sebanyak dua kali menunjukkan bahwa

sebanyak 85,7% responden memiliki persen asupan lemak yang berlebih (>25%

dari energi total). Perilaku mengkonsumsi lemak dalam jumlah yang berlebih ini

jika terus dibiarkan akan menyebabkan berbagai penyakit seperti depresi,

penyakit jantung, diabetes mellitus tipe dua dan masalah kesehatan lainnya

(Devi, 2012).

Oleh karena itu perilaku ini perlu dihentikan agar masalah kesehatan yang

terjadi akibat dari konsumsi lemak berlebih dapat diatasi. Cara yang bisa

digunakan untuk mengatasi perilaku ini adalah dengan mengubah pola konsumsi

dengan menambahkan buah dan sayur pada menu makan anak sehingga lemak
62

dapat dimetabolisme menjadi energi dan tidak langsung disimpan dalam bentuk

lemak.

6.3 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi Lebih


6.3.1 Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Status Gizi Lebih

Jenis kelamin yang merupakan salah satu karakteristik anak ikut

memberi peran dalam penentuan status gizi anak. Anak perempuan

cenderung untuk mengalami gizi lebih dibandingkan dengan anak laki-

laki dikarenakan anak laki-laki lebih aktif dibandingkan dengan anak

perempuan (Davidson dan Birch, 2001).

Nelson (2001) mengatakan ada hubungan antara jenis kelamin

dengan status gizi. Sedangkan menurut Australian Institute of Helath and

Welfare (AIHW) (2003) dalam News South Wales (NSW) Centre (2005)

laki-laki lebih berpotensi untuk mengalami gizi lebih dibandingkan

perempuan.

Hal ini selaras dengan penelitian Anggraini (2008) yang dilakukan

di Kota Bogor mengenai obesitas pada anak TK menunjukkan bahwa

obesitas cenderung terjadi pada anak laki-laki (58.7%) dibandingkan pada

anak perempuan (38.9%). Penelitian yang dilakukan oleh Pratiwi (2011)

juga menunjukkan bahwa obesitas cenderung terjadi pada laki-laki.

Dari hasil uji yang dilakukan peneliti diperoleh hasil yang berbeda

yaitu ditemukan bahwa anak perempuan cenderung mengalami gizi lebih

(20%) dibandingkan anak laki-laki (11,5%). Penelitian ini ternyata selaras


63

dengan penelitian Wati (2006) yang menemukan bahwa perempuan

cenderung mengalami gizi lebih dibandingkan dengan laki-laki.

Dengan menggunakan = 5%, diperoleh p value = 0,481 yang

artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara gizi lebih anak pra

sekolah dengan jenis kelamin di TK Salman ITB Ciputat tahun 2013.

Hasil penelitian ini kembali didukung oleh penelitian Wati (2006) yang

menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara anak laki-laki dan

perempuan terhadap status gizi lebih pada anak pra sekolah di TK Al

Azhar (p value= 0,633).

Dijelaskan oleh WHO (2000), perempuan cenderung mengalami

peningkatan penyimpanan lemak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

perempuan cenderung mengonsumsi sumber karbohidrat yang lebih kuat

sebelum masa pubertas, sementara laki-laki lebih cenderung

mengonsumsi makanan yang kaya protein. Tetapi penelitian yang

dilakukan oleh Proper, Cerin, Brown, dan Owen (2006) menyatakan

bahwa laki-laki secara signifikan lebih berkemungkinan untuk menjadi

overweight atau obesitas daripada wanita, karena laki-laki cenderung

untuk menghabiskan lebih banyak waktu untuk santai pada saat akhir

minggu atau waktu senggang.

Di samping itu, bertambahnya usia hingga mencapai masa pubertas,

perempuan akan mengalami perubahan hormonal yang berpengaruh pada

metabolisme lemak dan akhirnya mempengaruhi peningkatan berat

badan. Oleh karena itu, pada masa pra sekolah wajar jika tidak ditemukan
64

adanya hubungan antara jenis kelamin dengan status gizi lebih karena

memang perubahan hormonal yang mempengaruhi pengikatan lemak

belum aktif hingga dicapainya masa pubertas (masa remaja) (Davidson

dan Birch, 2001).

Dalam hal kebutuhan asupan kalori antara anak laki-laki dan

perempuan pada usia pra sekolah tidak mengalami perbedaan yang

signifikan sehingga peluang untuk mengalami kenaikan berat badan

sebenarnya sama. Oleh karena itu dimungkin juga tidak adanya perbedaan

kejadian status gizi lebih ini antara jenis kelamin anak pra sekolah

(Almatsier, 2001).

Pada dasarnya gizi lebih terjadi akibat tingginya asupan lemak yang

dikonsumsi dan rendahnya aktivitas fisik. Walaupun beberapa penelitian

menyebutkan bahwa gizi lebih cenderung kepada salah satu dari jenis

kelamin seseorang, persen asupan lemak menyumbang paling besar

terhadap terjadinya gizi lebih. Oleh karena itu penting perlunya untuk

memperhatikan asupan lemak yang dikonsumsi sehari-hari, mengkonsumi

sayur dan buah untuk membantu metabolisme lemak serta melakukan

aktivitas fisik untuk membakar kalori sehingga lemak tidak tertimbun di

dalam tubuh.

6.3.2 Hubungan antara Persen Asupan Lemak dengan Status Gizi Lebih

Lemak dalam tubuh diperlukan dalam metabolisme sebagai pelarut

vitamin A, D, E, K dan sebagai cadangan energi dalam tubuh. Namun


65

jika asupan lemak dalam tubuh sudah lebih dari yang dibutuhkan tubuh

(>25%) sehingga tubuh mengalami gizi lebih akan menyebabkan

berbagai masalah kesehatan seperti diabetes melitus tipe II, penyakit

jantung, depresi dan gangguan kesehatan lainnya (Devi, 2012).

Dalam bukunya Almatsier (2009) menyebutkan bahwa asupan

lemak dibagi ke dalam 3 kategori kurang (persen lemak dari asupan total

kita kurang dari 10%), cukup (10-25%) dan lebih ( > 25%). Almatsier

juga menyebutkan bahwa lemak merupakan makonutrien yang lebih

mudad disimpan dalam tubuh sebagai lemak daripada karbohidrat dan

protein.

Anak yang mempunyai konsumsi lemak berlebih memiliki risiko

sebesar 4.257 kali dibandingkan dengan anak yang tidak mengkonsumsi

lemak berlebih. Konsumsi lemak mempunyai hubungan yang signifikan

terhadap obesitas dengan didapatkannya p value sebesar 0,027

(Anggraini, 2008).

Penelitian di Amerika dan Finlandia menunjukkan bahwa kelompok

dengan asupan tinggi lemak mempunyai risiko peningkatan berat badan

1.7 kali dibanding kelompok dengan asupan rendah lemak (OR 1.7).

Penelitian lain menunjukkan peningkatan konsumsi daging akan

meningkatkan risiko obesitas sebesar 1.46 kali. Keadaan ini disebabkan

karena makanan berlemak mempunyai kandungan energi lebih besar dan

mempunyai efek pembakaran dalam tubuh yang lebih kecil dibandingkan


66

makanan yang banyak mengandung protein dan karbohidrat (Hidayati et

al 2006).

Dari hasil penelitian diperoleh anak yang mengalami gizi lebih

dengan persen asupan lebih dari 25% sebanyak 16,7%. Berdasarkan uji

statistik dengan = 5% diperoleh p value = 0,037 sehingga dapat

dikatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara persen asupan

lemak dengan status gizi lebih pada anak. Penelitian ini selaras dengan

penelitian Pratiwi (2011) yang menyatakan bahwa terhadap hubungan

yang signifikan antara persen asupan lemak dengan obesitas dengan

didapatkan p value sebesar 0,016.

Faktor risiko obesitas pada anak menurut analisis multivariat

adalah; IMT ayah, lama menonton TV, kurangnya waktu bermain di luar

rumah, konsumsi energi dan konsumsi lemak. IMT ayah merupakan

faktor yang berhubungan nyata dengan obesitas anak (P = 0.001) dengan

OR = 8.449. Lama menonton TV menunjukkan hubungan yang nyata

dengan obesitas pada anak (P = 0.018) dengan OR = 4.236. Kurangnya

waktu bermain di luar rumah memiliki hubungan nyata dengan obesitas

anak (P= 0.040) dengan OR = 3.840. Konsumsi energi (OR = 7.266) dan

konsumsi lemak (OR = 4.257) berhubungan nyata dengan obesitas pada

anak (P= 0.006 dan P = 0.027) (Hidayati, 2006).

Harsono (2013) menyebutkan maksimal kebutuhan lemak kita

adalah 30% dan didominasi oleh lemak tidak jenuh. Asupan persen lemak
67

yang lebih tinggi telah dikaitkan dengan peningkatan yang lebih besar

pada ketebalam lipatan kulit anak-anak dan peningkatan BMI pada anak

lebih dari 2 tahun.

Status gizi lebih merupakan akibat dari tingginya asupan

dibandingkan dengan pengeluaran energi. Asupan lemak dari makanan

padat terutama lemak jenuh akan lebih cepat meningkatkan berat badan

dibandingkan dengan lemak tidak jenuh. Asupan density (tinggi energi,

tinggi lemak dan rendah serat) menyumbang besar terhadap penyimpanan

lemak di dalam tubuh. Kurangnya asupan sayur yang mempunyai fungsi

dalam metabolisme lemak semakin mendukung diubahnya makanan

menjadi lemak dalam tubuh (Devi, 2012).

Asupan yang melebihi batasan kecukupan gizi khususnya yang

mengandung lemak (>25% dari kebutuhan energi total) dalam jangka

waktu yang lama akan tertimbun di dalam tubuh dan berisiko tinggi

menyebabkan berbagai masalah kesehatan seperti memicu depresi,

merusak hati, penyakit jantung koroner, diabetes tipe II, stroke, dan

osteoartritis (Devi, 2012).

Mengingat gizi lebih mempunyai risiko terhadap berbagai masalah

kesehatan, perlu hendaknya selalu menjaga asupan makanan terutama

asupan lemak. Perlu juga menyeimbangkan dengan mengkonsumsi sayur

dan buah untuk membantu metabolisme lemak dan melakukan olahraga


68

teratur untuk membakar kalori sehingga lemak dapat dibakar dan tidak

tertimbun di dalam tubuh.

6.3.3 Hubungan antara Perilaku Menetap (Menonton Televisi) dengan


Status Gizi Lebih

Menonton televisi merupakan salah satu sarana mendapatkan

hiburan dan informasi. Namun bagi anak, perlu bagi orang tua untuk

memberikan tontonan yang pantas dan sesuai dengan umur anak. Di

samping itu, lama menonton televisi rupanya memberikan kesempatan

bagi anak / memberikan ruang anak untuk mengemil makanan. Hal ini lah

yang menjadi salah satu faktor risiko terjadinya gizi lebih pada anak.

Dikatakan bahwa menonton televisi lebih dari 1 jam merupakan salah

satu faktor risiko anak menjadi gizi lebih (Davidson dan Birch, 2001).

Study of Parents and Children) yang meneliti anak sejak dalam

kandungan hingga usia 7 tahun, menemukan kaitan antara menonton

televisi dengan kejadian obesitas. Anak yang menonton televisi 4 sampai

8 jam perminggu diusia 3 tahun, mempunyai kemungkinan sebesar 1,37

kali untuk menjadi obes (odds ratio) pada usia 7 tahun. Secara

keseluruhan anak yang menonton televisi lebih dari delapan jam

seminggu memiliki kemungkinan menjadi obes 1,55 kali lebih besar

dibandingkan anak yang menonton televisi kurang dari delapan jam

perminggu (Reilly et al, 2005).

Dari hasil dari uji statistik dengan = 5% diperoleh p value = 1,00

sehingga dapat dikatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna


69

antara lamanya menonton televisi dengan status gizi lebih. Anak yang

mengalami gizi lebih berdasarkan lama menonton televisi lebih dari 1 jam

sebanyak 16,7%.

Beberapa penelitian yang pernah dilakukan di Australia mengatakan

bahwa menonton televisi membuat anak-anak senang dengan

menampilkan iklan-iklan yang menarik bagi anak-anak terutama pada

produk makanan cepat saji sehingga anak yang sudah bisa menangkap

pesan dari iklan tersebut (biasanya bermula dari umur 3-4 tahun) akan

meminta orang tua untuk membelikannya suatu saat (Crowle dan Turner,

2010).

Namun pada riilnya, penelitian-penelitian yang dilakukan tidak bisa

menjelaskan lamanya menonton televisi sebagai risiko terjadinya gizi

lebih. Hingga pada akhirnya ditemukan bahwa hubungan antara lama

menonton televisi terhadap status gizi lebih adalah adanya perilaku

menetap saat menonton televisi (Crowle dan Turner, 2010). Sedangkan

untuk anak pra sekolah tidak bisa dikatakan adanya perilaku menetap

yang lama saat menonton televisi. Anak cenderung untuk aktif bergerak,

mengikuti gerakan-gerakan yang ada di televisi serta menyanyi. Sehingga

perilaku ini tidak bisa diterapkan pada anak pra sekolah.

Lamanya perilaku menetap saat menonton televisi tidak dapat

menyebabkan gizi lebih jika tidak disertai dengan adanya konsumsi

asupan lemak yang tinggi misal melalui camilan-camilan pada saat

menonton televisi. Asupan lemak memegang peranan yang penting


70

sebagai penyebab terjadinya gizi lebih dibandingkan dengan lamanya

seseorang menonton televisi tanpa mengkonsumsi makanan apapun. Oleh

karena itu penting untuk memperhatikan asupan lemak dalam pola makan

karena asupan lemak mempunyai peranan yang sangat besar terhadap

kejadian gizi lebih dan menyeimbangkannya dengan mengkonsumsi sayur

dan buah.

6.3.4 Hubungan antara Kerentanan Familial terhadap Kenaikan Berat


Badan dengan Status Gizi Lebih
6.3.4.1 Hubungan antara Status Gizi Orang Tua dengan Status Gizi
Lebih

Status gizi orang tua ternyata ikut memberikan andil

terhadap status gizi anaknya. WHO (2000) mengatakan bahwa

orang tua yang salah satu / keduanya mengalami obesitas, maka

anaknya akan mengalami obesitas juga sebesar 50-60%.

Permatasari, et al (2013) menemukan bahwa risiko ayah yang

obesitas terhadap anak adalah sebesar 1,1 kali, sedangkan ibu

yang obes berisiko 2,5 kali menyebabkan obesitas pada anak.

Dari hasil uji statistik diperoleh orang tua yang mengalami

gizi lebih mempunyai jumlah yang lebih besar (25%)

dibandingkan yang tidak mengalami gizi lebih (11,1%).

Berdasarkan hasil uji statistik dengan = 5% didapatkan p value

= 0,256 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat

hubungan yang signifikan antara status gizi lebih orang tua

dengan status gizi lebih pada anak pra sekolah.


71

Hasil yang sama juga diperoleh pada penelitian yang

dilakukan Wati (2006) di TK Al Azhar yang menemukan tidak

adanya hubungan yang signifikan antara status gizi orang tua

dengan status gizi anak.

Hasil penelitian berlainan dengan penelitian dari

Permatasari, et al (2013) yang menghasilkan p value = 0,05 yang

berarti adanya hubungan yang signifikan antara status gizi orang

tua terhadap kasus obesitas pada anak dengan risiko masing-

masing OR=1,1 untuk ayah dan OR=2,5 untuk ibu.

Davidson dan Birch (2001) mengatakan bahwa walaupun

orang tua memiliki andil dalam gen untuk menyebabkan anak

mengalami status gizi seperti orang tua, namun gen bukan

merupakan satu-satunya faktor yang menyebabkan terjadinya

gizi lebih. Kebiasaan makan orang tua yang diterapkan dalam

gaya konsumsi di dalam keluarga secara tidak langsung akan

mempengaruhi anak dalam memilih makanan seperti orang

tuanya.

Lingkungan anak terutama di lingkungan keluarga dan

sekolahnya juga perlu diperhatikan. Sekolah memberikan andil

yang cukup besar dalam pemilihan makanan bagi anak saat

bersosialisasi dengan teman-temannya.

Adanya preferensi (pemilihan) terhadap makanan tinggi

energi dan lemak pada anak pra sekolah dan rendahnya


72

preferensi terhadap sayur dan buah merupakan penyebab

terjadinya gizi lebih di TK Salman. Oleh karena itu Sekolah

perlu memberikan edukasi dengan cara permainan maupun cara

edukatif lainnya dalam pembentukan pola makan anak agar

secara perlahan anak-anak mengetahui dan mau mengkonsumsi

sayur dan buah. Perlu juga memprogramkan anak-anak untuk

olahraga minimal 30 menit seminggu sekali bersama-sama.

6.3.4.2 Hubungan antara Riwayat Penyakit Jantung Orang Tua


dengan Status Gizi Lebih

Overweight atau gizi lebih merupakan faktor risiko

terjadinya berbagai masalah kesehatan salah satunya penyakit

degeneratif. Dalam perkembangannya penyakit degeratif seperti

penyakit jantung ternyata dapat dipengaruhi juga oleh pola

makan seseorang. Seseorang yang mengkonsumsi makanan

tinggi lemak (lemak jenuh) apalagi yang tinggi kolesterolnya

akan semakin membuka peluang untuk terjadinya penyakit

jantung ini (Davidson dan Birch, 2001).

Beberapa faktor risiko penyebab penyakit jantung antara

lain usia dan jenis kelamin, keturunan dari keluarga, merokok,

kegemukan, gaya hidup (kurangnya aktivitas) dan stress

(Magdalena, 2013).

Berdasarkan hasil uji statistik dengan = 5% didapatkan p

value = 1,00 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat


73

hubungan yang signifikan antara riwayat penyakit jantung orang

tua dengan status gizi lebih pada anak pra sekolah.

Anak yang salah satu atau lebih orang tuanya mengalami

obesitas, akan mempunyai kerentanan untuk mengalami obesitas

juga. Sedangkan seorang anak dari orang tua yang memiliki

penyakit jantung memungkinkan untuk mempunyai kebiasaan

dalam menghindari makanan yang berlemak karena mengikuti

pola diet orang tua mereka yang mulai mengurangi konsumsi

makanan yang mengandung banyak lipid (Davidson dan Birch,

2001).

Dikatakan oleh Citrakesumari (2008) bahwa faktor

perilaku (konsumsi frekuensi tinggi makanan beresiko lemak)

sebagai risiko penyakit jantung menjadi faktor risiko baik

obesitas (IMT)(OR=1,17, I 95% CI=1,113-1,227) maupun

obesitas (LPi) (OR=1,20, 95% CI=1,127-1,266). Dengan ini

berarti faktor konsumsi lemak mempunyai risiko sebesar 1,17

kali terhadap obesitas yang diukur melalui Indeks Masa Tubuh

(IMT).

Pada dasarnya, anak dari salah satu atau lebih orang tua

obesitas yang tidak atau memiliki riwayat penyakit jantung akan

lebih rentan bertambah berat badannya saat mengkonsumsi

lemak dibandingkan anak yang salah satu atau lebih orang

tuanya tidak obesitas (Davidson dan Birch, 2001). Keduanya


74

tidak bisa menjadi faktor utama, melainkan adanya konsumsi

lemak yang berlebih yang lebih menyebabkan status gizi lebih

pada anak.

Walau demikian menurut penelitian yang dilakukan

Internasional Obesity Task Force (IOTF) yaitu bagian dari WHO

yang mengurusi masalah kegemukan pada anak, faktor genetik

hanya berpengaruh 1 % dari kejadian obes pada anak sedangkan

99 % disebabkan faktor lingkungan (Anggraini, 2008).

Fakta bahwa faktor asupan lemak yang lebih berpengaruh

pada kejadian gizi lebih dibandingkan dengan faktor genetik,

maka penting untuk mengurangi asupan lemak dan

meningkatkan aktivitas fisik. Lingkungan anak seperti sekolah

dapat membantu membentuk pola makan anak dengan mengecek

status gizi anak setiap bulan, mengedukasi anak tentang manfaat

buah dan sayur, bekerjasama dengan Puskesmas setempat.


BAB VII
PENUTUP

7.1 Simpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka didapatkan kesimpulan sebagai

berikut:

1. Status gizi lebih pada anak pra sekolah di TK Salman ITB Ciputat tahun

2013 adalah 16,1%, berjenis kelamin perempuan adalah 53,6%, laki-laki

adalah 46,4%, asupan lemak kurang sebanyak 1,8%, cukup sebanyak

12,5% dan lebih sebanyak 85,7%, lama menonton televisi lebih dari 1 jam

sebanyak 75%, status gizi lebih orang tua sebanyak 35,7%, mempunyai

riwayat jantung orang tua sebanyak 5,4%.

2. Hanya satu variabel yang berhubungan dengan status gizi lebih anak pra

sekolah di TK Salman ITB Ciputat tahun 2013 yaitu variabel persen asupan

lemak dengan p value sebesar 0,037.

3. Variabel-variabel yang tidak berhubungan dengan status gizi lebih anak pra

sekolah antara lain jenis kelamin (p = 0,481), lama menonton televisi (p =

1,00), status gizi lebih orang tua (p = 0,256), dan riwayat penyakit jantung

orang tua (p = 1,00)

75
76

7.2 Saran
7.2.1 Bagi TK Salman ITB

1. Bagi Orang Tua Siswa

Perlu adanya untuk lebih kreatif dan variatif tentang pemberian

makanan pada anak agar anak menyukai beraneka ragam makanan

khususnya sayuran dan buah mengingat pola makan pada anak di TK

Salman adalah tinggi lemak tinggi energi dan rendah serat sehingga

metabolisme lemak menjadi lebih cepat dan status gizi lebih dapat

dihindarkan.

2. Bagi Guru Siswa

Perlu diadakannya permainan, cerita, maupun cara edukatif

lainnya yang berhubungan dengan pola makan yang baik khususnya

terhadap sayur dan buah agar secara tidak langsung anak-anak

mengenal manfaat sayur dan buah serta mulai terbiasa dengan pola

makan yang baik.

Hendaknya sekolah memberikan program olahraga bagi

siswanya secara rutin satu minggu sekali minimal 30 menit agar energi

dalam tubuh dapat digunakan dan tidak tersimpan sebagai lemak.

3. Bagi Manajemen TK Salman

Perlu juga mengadakan kerjasama dengan instansi kesehatan

misalnya Puskesmas untuk membantu mengecek status gizi anak dan

melakukan usaha preventif dan promotif tentang pentingnya

menerapkan pola makan yang baik khususnya edukasi mengenai


77

perlunya asupan sayur buah dan sayur di setiap harinya agar tidak ada

lagi siswa dengan perilaku makan tinggi energi, tinggi lemak dan

rendah serat.

7.2.2 Bagi Peneliti Lain

Dari hasil penelitian ini diperoleh bahwa hanya variabel persen

asupan lemak yang berhubungan dengan status gizi lebih. Oleh karena itu

peneliti menyarankan untuk meneliti faktor lain seperti riwayat kesehatan

anak, psikologi anak, hormonal, kebiasaan makan, suku/bangsa dan citra

tubuh serta mengembangkan desain penelitian sehingga tidak terbatas

pada desain cross sectional saja.


DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, Sunita. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Utama

Amran, Yuli. 2012. Pengolahan dan Analisis Data Statistik di Bidang Kesehatan.
Jakarta: Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN SYARIF
HIDAYATULLAH

Anggraeni, A.C. 2012. Asuhan Gizi; Nutritional Care Proses. Yogyakarta: Graha
Ilmu

Anggraini, dan Suciaty. 2008. Faktor Risiko Obesitas Pada Anak Taman Kanak-
Kanak Di Kota Bogor. Bogor: Program Studi Gizi Masyarakat Dan
Sumberdaya Keluarga Fakultas Pertanian IPB

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2010. Riset Kesehatan Dasar


(RISKESDAS) 2010. Kemenkes RI

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan (2008),


RISKESDAS 2007, Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Departemen Kesehatan

Badjeber,F, Kapantouw, N.H dan Punuh,M. 2009. Konsumsi Fast Food Sebagai
Faktor Risiko Terjadinya Gizi Lebih pada Siswa SD Negeri 11 Manado.
Manado: Jurnal Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

Citrakesumari. 2008. Analisis Faktor Lingkungan dan Perilaku Sebagai Faktor


Risiko Penyakit Jantung Koroner pada Masyarakat di Indonesia. Research
Report from JKPKBPPK / 2009-10-16 16:26:56. Makassar: Universitas
Hasanudin
Crowle, Jacqueline and Turner, Erin. 2010. Possible Causes of Overweight and
Obesity. Australia: Australian Government

Daryono. 2003. Hubungan Antara Konsumsi Makanan, Kebiasaan Makan, dan


Faktor Faktor Lain dengan Status Gizi Anak Sekolah di SD Al Falah Jambi
Tahun 2003. Tesis. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Indonesia

Denny. 2013. Berapa Banyak Lemak Yang harus Dikonsumsi Setiap Hari?. Diakses
pada 14 Juli 2013 dari : http://duniafitnes.com/nutrition/berapa-banyak-lemak-
yang-harus-dikonsumsi-tiap-hari.html

Departemen Kesehatan. 2004. Tabel Angka Kecukupan Gizi 2004 Bagi Orang
Indonesia.Jakarta: Diakses pada 18 Juli 2013 dari:
http://gizi.depkes.go.id/download/AKG2004.pdf

Devi, Nirmala 2012. Gizi Anak Sekolah. Jakarta: Kompas

Gibson, R.S. 2005. Principles of Nutritional Assessment. New York: Second Edition
Oxford University Press

Handayani, M.H. 2002. Hubungan Konsumsi Lemak dengan Pengetahuan Gizi serta
Status Gizi Anak Usia Sekolah di Kota dan Desa Bogor. Skripsi. Jurusan Gizi
Masyarakat Dan Sumber Daya Keluarga Fakultas Pertanian. Bogor: Institut
Pertanian Bogor.

Harris, C.V, Bradlyn, A.S, Coffman, J, Gunel, E and Cottrell, L. 2008. BMI-based
body size guides for women and men:development and validation of a novel
pictorialmethod to assess weight-related concepts. International Journal of
Obesity (2008) 32, 336-342.

Harsono, Andry. 2006. Terapi Gizi dan Diet Rumah Sakit ed, 2. Jakarta: EGC
Hidayati, S.N, Irawan, R, dan Hidayat, B. 2006. Obesitas pada Anak. Diakses pada
13 Juli 2013 dari http://old.pediatrik.com/buletin/06224113652-048qwc.pdf

Hilma, Irma. 2004. Hubungan Antara Kebiasaan Makan dan Aktivitas Fisik dengan
Kejadian Obesitas pada Anak Pra Sekolah di TK Don Bosco II Pulo Mas
Jakarta Timur Tahun 2004. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Depok:
Universitas Indonesia.

Kaur, Harsohena, Choi, W.S, Mayo, M.S, Harris, K.J. 2003. Duration of Television
Watching is Associated with Increased Body mass Indeks. Journal Pediatric
2003, vol.143,no. 506:11

Keputusan Menteri Kesehatan. 2010. Standar Antropometri Penilaian Status Gizi.


Jakarta: Direktorat Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak

Kurniasih, Dedeh, Hilmansyah, H, Astuti M.P, Imam, Saiful. 2010. Sehat dan Bugar
Berkat Gizi Seimbang. Jakarta: Gramedia

Mardayanti, Purnama. 2008.Hubungan Faktor-faktor Risiko dengan Status Gizi pada


Anak Remaja Kelas 8 yang berusia rata-rata 12-13 tahun di SLTPN 7 Bogor.
Skripsi. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia

Martorrel, R, Khan, L.K, Hughes, M.L and Grummer-Strawn, L.M. .2000.


Overweight And Obesity In Preschool Children From Developing Countries.
International Jounal of Obesity 24, 959967.

Masithah, T, Sukirman, Martianto, D. 2005. Hubungan Pola Asuh Makan dan


Kesehatan dengan Status Gizi Anak Batita di Desa Mulya Harja. Jurnal. Media
Gizi dan Keluarga 29 (2): 29-39

Nelson, J.A, Chiasson, M.A, dan Ford,V. 2002. Childhood Obesity in a NEW YORK
City Wic Population. New York: Journal of Medical and Health Research
Association (MHRA) 2002, vol.1, no. 3
News South Wales Centre. 2005. A Literature Review of the Evidence for
Interventions to Address Overweight and Obesity in Adults and Older
Australians. NSW CENTRE FOR OVERWEIGHT AND OBESITY
UNIVERSITY OF SYDNEY

Patmonodewo, Soemiarti. 2000. Pendidikan Anak Pra Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta
dan Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Prakoso, I.B, Yamin, A dan Susanti, R.D. 2012. Hubungan Perilaku Ibu dalam
Memenuhi Kebutuhan Gizi dan Tingkat Konsumsi Energi dengan Status Gizi
Balita di Desa Cibeusi Kecamatan Jatinangor Kabupaten Sumedang. Jurnal.
Fakultas Ilmu Keperawatan. Bandung: Universitas Padjajaran

Reilly, J.J et.al. 2005. The Avon Longitudinal Study of Parents and Children Study
Team. Early life risk factors for obesity in childhood: cohort study. British
Medical Journal 2005; 330: 1357

Rinjani, Citra.2006.Perilaku Makan dan Aktifitas Fisik Anak TK Berstatus Gizi Lebih
dan Gizi Baik di Kota Bogor tahun 2006.Skripsi. Jurusan GMSK Fakultas
Pertanian.Bogor: Institur Pertanian Bogor

Solehuddin, M. 1997. Konsep Dasar Pendidikan Pra Sekolah. Bandung: Depdikbud

Supariasa, dkk. 2001.Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC

Uripi, Vera. 2004. Menu Sehat untuk Balita. Jakarta: Puspa Swara

Wati, E. 2006. Gambaran Gizi Lebih dan Faktor-faktor yang Berhubungan pada
Anak Pra Sekolah di TK Al Azhar Kemang Jakarta Selatan Tahun 2006.
Skripsi.Peminatan Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat.
Depok: Universitas Indonesia

Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII.2004.Ketahanan Pangan dan Gizi di Era
Otonomi Daerah dan Globalisasi. Jakarta: LIPI Press
World Health Organization. 2000.Obesity: Preventing and Managing. Geneva: WHO
Tehnical Report Series

Yulni, Hadju, V, Virani, D. 2013. Hubungan Asupan Zat Gizi Makro Dengan Status
Gizi Pada Anak Sekolah Dasar Di Wilayah Pesisir Kota Makassar Tahun 2013.
Jurnal. Makassar: UNHAS
Lampiran 3
No. Responden:

Kuesioner Penelitian
Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi Lebih pada
Anak Pra Sekolah di RA Salman ITB Ciputat Tahun 2013

Assalamualaikum wr,wb.

Perkenalkan, saya, Anis Karomah adalah mahasiswi tingkat akhir Peminatan Gizi
Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, sedang melakukan penelitian untuk
penyusunan tugas akhir skripsi.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengtahui faktor-faktor yang berhubungan


dengan status gizi lebih pada anak pra sekolah di RA Salman ITB Ciputat tahun
2013.

Oleh karena itu, saya mohon kerjasama dari ibu/bapak selaku wali murid siswa RA
Salman, untuk bekerjasama demi kelancaran penelitian ini. Peneliti sangat
menghargai privasi dari setiap orang, oleh karena itu informasi yang bapak/ibu
berikan saya jamin kerahasiaannya.

Berikut adalah kuesioner yang berisi beberapa pertanyaan mengenai faktor-faktor


yang berhubungan dengan status gizi lebih pada anak pra sekolah, oleh karena itu
saya mohon kesediaan bapak/ibu untuk menjawab pertanyaan yang ada di dalam
kuesioner ini.

Dengan ini saya bersedia untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner


yang diajukan kepada saya,

Tanda tangan Responden

( )
No. Responden:

(Petunjuk: Isilah titik-titik yang tersedia berikut dengan jawaban yang benar
mengenai karakteristik anak)

A. Karakteristik Anak
1. Nama Anak:...........................................................................................
2. Berat badan:........................................................................(diisi peneliti)
3. Tinggi badan:......................................................................(diisi peneliti)
4. Kelas :...................................................................................................
5. Jenis Kelamin: a. Laki-laki b. Perempuan
6. Tanggal lahir :...... / ...... / ............ (tanggal/bulan/tahun)
7. Anak ke: ............ dari ............ bersaudara
8. Alamat Lengkap:............................................................................................
.........................................................................................................................
........................................................................................................................
9. No. Telepon (penting diisi):..........................................................................

(Petunjuk : Isilah titik-titik yang tersedia berikut ini dan pilihlah jawaban yang
sesuai dengan melingkari salah satu huruf yang ada mengenai karakteristik orang tua)

B. Karakteristik Orang Tua


B1. Karakteristik Ibu
1. Nama: ..........................................................
2. Umur: ........................ tahun
3. Berat Badan: .................. kg (diisi peneliti)
4. Tinggi badan: .................. cm (diisi peneliti)

B2. Karakteristik Ayah

1. Nama: ..........................................................
2. Umur: ........................ tahun
3. Berat Badan: .................. kg
4. Tinggi badan: .................. cm
No. Responden:

5. Menurut pendapat Ibu bagaimanakah postur tubuh suami ibu?

(jawab dengan melingkari huruf di bawah gambar)

Figure Rating Scale


No. Responden:

C. Asupan Makanan
C1. Persen Asupan Lemak

Waktu Nama makanan Bahan Zat gizi


makan Jenis Banyaknya Energi Protein
(kkal) (kkal)
URT Gram
Nasi uduk Beras 1 centong
Sayur bening Bayam, 1 mangkuk
wortel,
daun
Contoh seledri

Tempe goreng Tempe 1 potong


Ayam bakar Ayam 1 potong
Keripik pisang Pisang 1 piring

Susu kedelai 1 gelas


Teh manis 1 gelas

Pagi

Siang
No. Responden:

Malam

Keterangan:
URT: Ukuran Rumah Tangga, misalnya: piring, mangkok, sendok, potong, gelas,
dan lain-lain
Apakah anak anda selalu menghabiskan makanannya?
1. Ya 2. Tidak

D. Perilaku Menetap
D1. Waktu Menonton Televisi dan Video
1. Apakah anak Ibu sering menonton televisi atau VCD di rumah?
1. Ya 2. Tidak
Berapa kali dalam satu minggu, anak Ibu menonton televisi atau VCD
Jawab:,,,,,,,,,,,,,,,, (dalam hari, contoh: 3 hari )
2. Berapa jam dalam setiap kali anak Ibu menonton dalam sehari (misal, 2
jam, dari pukul 14.00 WIB sampai pukul 16.00 WIB)
1. ........jam.,dari pukul ..............WIB sampai pukul ..............WIB
2. ........jam.,dari pukul ..............WIB sampai pukul ..............WIB
3. ........jam.,dari pukul ..............WIB sampai pukul ..............WIB
3. Apakah anak ibu melakukan aktifitas fisik selama menonton televisi atau
VCD?
1. Tidak 2. Ya
Jika ya, sebutkan aktifitas fisik yang dilakukan:
...............................................................................................................
...............................................................................................................
No. Responden:

4. Apakah anak ibu mengkonsumsi makanan/camilan selama menonton


televisi atau VCD?
1. Ya 2. Tidak

Jika ya, sebutkan makanan/camilan apa saja yang dikonsumsi selama


menonton televisi:

...............................................................................................................
..............................................................................................................

E. Kecenderungan Kenaikan Berat Badan Familial

1. Apakah ibu memiliki riwayat penyakit jantung?


1. Tidak 2. Ya
2. Apakah bapak memiliki riwayat penyakit jantung?
1. Tidak 2. Ya

ooOOO Terima kasih OOOoo


LAMPIRAN

Lampiran 1

Surat Ijin Penelitian


Lampiran 2

Lembar pengukuran antropometri

BB 1 BB 2 TB
No Nama Tgl lahir
(kg) (kg) (cm)
Lampiran 4

Output Analisis Univariat

*status gizi anak

stsgizianak

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid overweight 9 16.1 16.1 16.1

tidak overweight 47 83.9 83.9 100.0

Total 56 100.0 100.0

*jenis kelamin

jeniskelamin

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid perempuan 30 53.6 53.6 53.6

laki-laki 26 46.4 46.4 100.0

Total 56 100.0 100.0

*persen lemak

persenlemak1

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 1 48 85.7 85.7 85.7

2 7 12.5 12.5 98.2

3 1 1.8 1.8 100.0

Total 56 100.0 100.0


*lama menonton televisi

nontontv

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid >1jam 42 75.0 75.0 75.0

<=1jam 14 25.0 25.0 100.0

Total 56 100.0 100.0

*status gizi lebih orang tua

stsgiziortu

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid overweight 20 35.7 35.7 35.7

tidak overweight 36 64.3 64.3 100.0

Total 56 100.0 100.0

*riwayat jantung orang tua

rwytjtgortu

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid tidak 53 94.6 94.6 94.6

ya 3 5.4 5.4 100.0

Total 56 100.0 100.0


Output Analisis Bivariat

*hubungan jenis kelamin dengan status gizi lebih anak

jeniskelamin * stsgizianak Crosstabulation

stsgizianak

overweight tidak overweight Total

jeniskelamin perempuan Count 6 24 30

% within jeniskelamin 20.0% 80.0% 100.0%

laki-laki Count 3 23 26

% within jeniskelamin 11.5% 88.5% 100.0%

Total Count 9 47 56

% within jeniskelamin 16.1% 83.9% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square .739 1 .390
b
Continuity Correction .245 1 .621

Likelihood Ratio .755 1 .385

Fisher's Exact Test .481 .313

Linear-by-Linear Association .726 1 .394


b
N of Valid Cases 56

a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,18.

b. Computed only for a 2x2 table


*hubungan persen asupan lemak tubuh dengan status gizi lebih anak

persenlemak1 * stsgizianak Crosstabulation

stsgizianak

overweight tidak overweight Total

persenlemak1 1 Count 8 40 48

% within persenlemak1 16.7% 83.3% 100.0%

2 Count 0 7 7

% within persenlemak1 .0% 100.0% 100.0%

3 Count 1 0 1

% within persenlemak1 100.0% .0% 100.0%

Total Count 9 47 56

% within persenlemak1 16.1% 83.9% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2-


Value df sided)
a
Pearson Chi-Square 6.575 2 .037

Likelihood Ratio 6.122 2 .047

Linear-by-Linear Association .234 1 .629

N of Valid Cases 56

a. 3 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum


expected count is ,16.
*hubungan lamanya menonton televisi dengan status gizi lebih anak

nontontv * stsgizianak Crosstabulation

stsgizianak

overweight tidak overweight Total

nontontv >1jam Count 7 35 42

% within nontontv 16.7% 83.3% 100.0%

<=1jam Count 2 12 14

% within nontontv 14.3% 85.7% 100.0%

Total Count 9 47 56

% within nontontv 16.1% 83.9% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square .044 1 .834
b
Continuity Correction .000 1 1.000

Likelihood Ratio .045 1 .832

Fisher's Exact Test 1.000 .601

Linear-by-Linear Association .043 1 .835


b
N of Valid Cases 56

a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,25.

b. Computed only for a 2x2 table


*hubungan status gizi lebih orang tua dengan status gizi lebih anak

stsgiziortu * stsgizianak Crosstabulation

stsgizianak

overweight tidak overweight Total

stsgiziortu overweight Count 5 15 20

% within stsgiziortu 25.0% 75.0% 100.0%

tidak overweight Count 4 32 36

% within stsgiziortu 11.1% 88.9% 100.0%

Total Count 9 47 56

% within stsgiziortu 16.1% 83.9% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 1.839 1 .175
b
Continuity Correction .953 1 .329

Likelihood Ratio 1.766 1 .184

Fisher's Exact Test .256 .164

Linear-by-Linear Association 1.806 1 .179


b
N of Valid Cases 56

a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,21.

b. Computed only for a 2x2 table


*hubungan riwayat jantung orang tua dengan status gizi lebih anak

rwytjtgortu * stsgizianak Crosstabulation

stsgizianak

overweight tidak overweight Total

rwytjtgortu tidak Count 9 44 53

% within rwytjtgortu 17.0% 83.0% 100.0%

ya Count 0 3 3

% within rwytjtgortu .0% 100.0% 100.0%

Total Count 9 47 56

% within rwytjtgortu 16.1% 83.9% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square .607 1 .436
b
Continuity Correction .000 1 1.000

Likelihood Ratio 1.083 1 .298

Fisher's Exact Test 1.000 .585

Linear-by-Linear Association .596 1 .440


b
N of Valid Cases 56

a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,48.

b. Computed only for a 2x2 table

Anda mungkin juga menyukai