Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Ambliopia adalah penurunan ketajaman penglihatan,walaupun sudah
diberi koreksi yang terbaik, dapat unilateral atau bilateral (jarang) yang tidak
dapat dihubungkan langsung dengan kelainan struktural mata maupun jaras
penglihatan posterior.3

Klasifikasi ambliopia dibagi ke dalam beberapa kategori dengan nama


yang sesuai dengan penyebabnya yaitu ambliopia strabismik, ambliopia
anisometropik, ambliopia refraktif, ambliopia ametropik dan lainnya.3

Ambliopia, dikenal juga dengan istilah mata malas (lazy eye), adalah
masalah dalam penglihatan yang memang hanya mengenai 2 3 % populasi, tapi
bila dibiarkan akan sangat merugikan nantinya bagi kehidupan si penderita.
Ambliopia tidak dapat sembuh dengan sendirinya, dan ambliopia yang tidak
diterapi dapat menyebabkan gangguan penglihatan permanen. Jika nantinya pada
mata yang baik itu timbul suatu penyakit ataupun trauma, maka penderita akan
bergantung pada penglihatan buruk mata yang ambliopia, oleh karena itu
amblyopia harus ditatalaksana secepat mungkin. Hampir seluruh ambliopia itu
dapat dicegahdan bersifat reversibel dengan deteksi dini dan intervensi yang tepat.
Anak dengan ambliopia atauyang beresiko ambliopia hendaknya dapat
diidentifikasi pada umur dini, dimana prognosis keberhasilan terapi akan lebih
baik.3

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Mata


A. Retina
Retina atau selaput jala, merupakan bagian mata yang
mengandungreseptor yang menerima rangsangan cahaya.Retina berbatas dengan
koroid dengan sel pigmen epitel retina, dan terdiriatas lapisan :
1. Lapis fotoreseptor, merupakan lapis terluar retina terdiri atas sel batang
yang mempunyai bentuk ramping dan sel kerucut.
2. Membran limitan eksterna yang merupakan membran ilusi.
3. Lapis nukleus luar, merupakan susunan lapisan nukleus sel kerucut dan
batang. Ketiga lapis diatas avaskular dan mendapat metabolisme dari
kapiler koroid.
4. Lapis fleksiform luar, merupakan lapis aselular dan merupakan tempat
asinapsis sel fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal.
5. Lapis nukleus dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal dan sel
muller lapis ini mendapat metabolisme dari arteri retina sentral.
6. Lapis fleksiform dalam, merupakan lapis aselular merupakan tempat
sinaps bipolar, sel amakrin dengan sel ganglion.
7. Lapis sel ganglion yang merupakan lapis badan sel daripada neuron kedua.
8. Lapis serabut saraf, merupakan lapis akson sel ganglion menuju saraf
optik. Di dalam lapisan-lapisan ini terletak sebagian besar pembuluh darah
retina.
9. Membran limitan interna, merupakan membran hialin antara retina dan
badan kaca.
Pembuluh darah di dalam retina merupakan cabang arteri oftalmika,
arteriretina sentral masuk retina melalui papil saraf optik yang akan
memberikannutrisi pada retina dalam.
Lapisan luar retina atau sel kerucut dan batang mendapat nutrisi
dankoroid. Untuk melihat fungsi retina maka dilakukan pemeriksaan subyektif
retinaseperti : tajam penglihatan, penglihatan warna, dan lapangan

2
pandang.Pemeriksaan obyektif adalah elektroretinografi (ERG), elektrookulografi
(EOG),dan visual evoked respons (VER).4

Gambar 1. Anatomi Retina


2.2 Ambliopia

2.2.1 Definisi

Ambliopia berasal dari bahasa Yunani yaitu amblyos(tumpul) dan opia


(penglihatan). Dikenal juga dengan lazy eye atau mata malas. Ambliopia adalah
suatu keadaan dimana tajam penglihatan tidak mencapai optimal sesuai dengan
usia dan intelegensinya walaupun sudah dikoreksi kelainan refraksinya.2

2.2.2 Epidemiologi

Prevalensi ambliopia di Amerika Serikat sulit untuk ditaksir dan berbeda


pada tiap literatur, berkisar antara 1 3,5 % pada anak yang sehat sampai 4 5,3
% pada anak dengan problema mata. Hampir seluruh data mengatakan sekitar 2 %
dari keseluruhan populasi menderita ambliopia. Usia terjadinya ambliopia yaitu
pada periode kritis dari perkembangan mata. Resiko meningkat pada anak yang
perkembangannya terlambat, prematur dan atau dijumpai adanya riwayat
keluarga ambliopia.3

2.2.3 Etiologi

Sebab ambliopia adalah anisometropia, juling, oklusi, dan katarak atau


kekeruhan media penglihatan lainnya, diduga terdapat 2 faktor yang dapat
merupakan penyebab terjadinya ambliopia yaitu supresi dan nirpakai (non use).

3
Ambliopia nirpakai terjadi akibat tidak dipergunakannya elemen visual retino
kortikal pada saat kritis perkembangannya terutama pada usia sebelum 9 tahun.
Supresi yang terjadi pada amblyopia dapat merupakan proses kortikal yang akan
mengakibatkan terdapatnya skotoma absolut pada penglihatan binokular (untuk
mencegah terjadinya diplopia pada mata yang juling), atau sebagai hambatan
binokular (monokular kortikal inhibisi) pada bayangan retina yang kabur.2

2.2.4 Patofisiologi

Pada ambliopia didapati adanya kerusakan penglihatan sentral, sedangkan


daerah penglihatan perifer dapat dikatakan masih tetap normal. Adanya periode
kritis sesuai dengan perkembangan sistem penglihatan anak yangpeka terhadap
masukan abnormal yang diakibatkan oleh rangsangan deprivasi, strabismus, atau
kelainan refraksi yang signifikan. Secara umum, periode kritis untuk ambliopia
deprivasi terjadi lebih cepat dibanding strabismus maupun anisometropia. Lebih
lanjut, waktu yang dibutuhkan untuk terjadinya ambliopia ketika periode kritis
lebih singkat pada rangsang deprivasi dibandingkan strabismus ataupun
anisompetropia.3

Periode kritis tersebut adalah :


1. Perkembangan tajam penglihatan dari 20/200 (6/60) hinga 20/20 (6/6),
yaitu pada saat lahir sampai usia 3 5 tahun.
2. Periode yang beresiko (sangat) tinggi untuk terjadinya ambliopia
deprivasi, yaitu di usia beberapa bulan hingga usia 7 8 tahun.
3. Periode dimana kesembuhan ambliopia masih dapat dicapai, yaitu sejak
terjadinya deprivasi sampai usia remaja atau bahkan terkadang usia
dewasa.3

2.2.5 Klasifikasi
Ambliopia dibagi kedalam beberapa bagian sesuai dengan
gangguan/kelainan yang menjadi penyebabnya.

Ambliopia Strabismik

4
Ambliopia yang terjadi akibat juling lama (biasanya juling ke dalam pada
anak sebelum penglihatan tetap.
Ambliopia Anisometropik
Ambliopia anisometropik terjadi akibat terdapatnya kelainan refraksi
kedua mata yang berbeda jauh. 2
Amblyopia Deprivasi
Istilah lama ambliopia ex anopsia atau disuse amblyopiasering masih
digunakan untuk ambliopia deprivasi, dimana sering disebabkan oleh
kekeruhan media kongenital atau dini, akan menyebabkan terjadinya
penurunan pembentukan bayangan yang akhirnya menimbulkan
ambliopia.3
2.2.6 Diagnosis
Ambliopia didiagnosis bila terdapat penurunan tajam penglihatanyang
tidak dapat dijelaskan, dimana hal tersebut ada kaitan dengan riwayat atau kondisi
yang dapat menyebabkan ambliopia.
Anamnesis
Bila menemui pasien ambliopia, ada 4 pertanyaan penting yang harus kita
tanyakan dan harus dijawab dengan lengkap, yaitu :
1. Kapan pertama kali dijumpai kelainanambliogenik ? (seperti strabismus,
anisometropia, dll)
2. Kapan penatalaksanaan pertama kali dilakukan?
3. Terdiri dari apa saja penatalaksanaan itu?
4. Bagaimana kedisiplinan pasien terhadap penatalaksanaan itu?2
Terdapat beberapa tanda pada mata dengan ambliopia, seperti :
a) Berkurangnya penglihatan satu mata
b) Menurunnya tajam penglihatan terutama pada fenomena crowding.
c) Hilangnya sensitivitas kontras.
d) Mata mudah mengalami fiksasi eksentrik.
e) Adanya anisokoria.
f) Tidak mempengaruhi penglihatan warna.
g) Biasanya daya akomodasi menurun.
h) ERG dan EEG penderita ambliopia selalu normal yang berarti tidak
terdapat kelainan organik pada retina maupun korteks serebri.3
Pemeriksaan Ambliopia
a. Uji Crowding Phenomena

5
Penderita diminta membaca huruf kartu Snellen sampai huruf terkecil yang
dibuka satu persatu atau yang diisolasi, kemudian isolasi huruf dibuka dan
pasien disuruh melihat sebaris huruf yang sama. Bila terjadi penurunan
tajam penglihatan dari huruf isolasi ke huruf dalam baris maka ini disebut
adanya fenomena crowding pada mata tersebut. Mata ini menderita
ambliopia.2

Gambar 2. Snellen
Neutral Density (Nd) Filter Test
Tes ini digunakan untuk membedakan ambliopia fungsional dan organik.
Filter densitas netral (Kodak No.96, ND 2.00 dan 0,50)dengan densitas yang
cukup unTuk menurunkan tajam penglihatan mata normal dari 20/20 (6/6)
menjadi 20/40 (6/12) ditempatkan di depan mata yang ambliopik.Bila pasien
menderita amblIopia, tajam penglihatan dengan NDF tetap sama dengan visus
semula atau sedikit membaik.
Jika ada ambliopia organik, tajam penglihatan menurun dengan nyata bila
digunakan filter, misalnya 20/100 (6/30) menjadi hitung jari atau lambaian
tangan.Keuntungan tes ini bisa, digunakan untuk screeningsecara cepat sebelum,
dikerjakan terapi oklusi, apabila penyebab ambliopia tidak jelas.3

6
Gambar 3. Tes Filter Densitas Netral
Visuskop
Alat untuk menentukan letak fiksasi. Dengan melakukan visuskopi dapat
ditentukan bnetuk fiksasi monokular pada ambliopia.2

Gambar 4. Visuskop
2.2.7 Diagnosis Banding
Diagnosis banding ambliopia adalah keadaan posisi abnormal bola
mata,seperti pada esotropia dan eksotropia. Selain itu ptosis kongenital juga perlu
diperhatikan.3

2.2.8Penatalaksanaan
Ambliopia merupakan kelainan yang reversibel dan akibatnya tergantung
pada saat mulai dan lamanya. Saat yang sangat rentan adalah bayi pada umur 6
bulan pertama dan ambliopia tidak akan terjadi sesudah usia lebih dari 5 tahun.
Ambliopia bila diketahui dini dapat dicegah sehinggatidak menjadi
permanen.Perbaikan dapat dilakukan bila penglihatan masih dalam

7
perkembangannya. Bila ambliopia ini ditemukan pada usia dibawah 6 tahun maka
masih dapat dilakukan latihan untuk perbaikan penglihatan.
Pengobatan dapat dengan :
Untuk memulihkan kembali ambliopia pada seorang pasien muda, harus
dilakukan suatu pengobatan antisupresi aktif menyingkirkan faktor
ambliopiagenik.
Oklusi mata yang sehat.
Penalisasi dekat, mata ambliopia dibiasakan melihat dekat dengan
memberi lensa + 2,5 D sedang mata yang baik diberi atropin.
Penalisasi jauh dimana mata yang ambliopia dipaksa melihat jauh dengan
memberi atropin pada mata yang baik serta diberi lensa + 2,50.
Latihan ortoptik bila terjadi juling.
Pencegahan terhadap ambliopia ialah pada anak berusia kurang 5 tahun
perlu pemeriksaan tajam penglihatan terutama bila memperlihatkan tanda-
tanda juling.2

2.2.9 Prognosis
Bila penatalaksanaan dimulai sebelum usia 5 tahun, visus normal dapat
tercapai. Hal ini semakin berkurang seiring dengan pertambahan usia. Hanya
kesembuhan parsial yang dapat dicapai bila usia lebih dari 10 tahun.
Faktor resiko gagalnya penatalaksanaan ambliopia adalah sebagai berikut :
Jenis Ambliopia : Pasien dengan anisometropia tinggi dan pasien dengan
kelainan organik, prognosisnya paling buruk. Pasien dengan ambliopia
strabismik prognosisnya paling baik.
Usia dimana penatalaksanaan dimulai : Semakin muda pasien maka
prognosis semakin baik.
Dalamnya ambliopia pada saat terapi dimulai : Semakin bagus tajam
penglihatan awal pada mata ambliopia, maka prognosisnya juga semakin
baik.3
BAB III
PENUTUP

8
3.1 Kesimpulan
Ambliopia adalah suatu keadaan dimana tajam penglihatan tidak mencapai
optimal sesuai dengan usia dan intelegensinya walaupun sudah dikoreksi kelainan
refraksinya. Pada ambliopia terjadi penurunan tajam penglihatan unilateral atau
bilateral disebabkan karena kehilangan pengenalan bentuk, interaksi binokular
abnormal, atau keduanya, dimana tidak ditemukan kausa organik pada
pemeriksaan fisik mata dan pada kasus yang keadaan baik, dapat dikembalikan
fungsinya dengan pengobatan.
Ambliopia ini dapat tanpa kelainan organik dan dapat pula dengan
kelainan organik yang tidak sebanding dengan visus yang ada.
Ambliopia merupakan kelainan yang reversibel dan akibatnya tergantung
pada saat mulai dan lamanya. Saat yang sangat rentan adalah bayi pada umur 6
bulan pertama dan ambliopia tidak akan terjadi sesudah usia lebih dari 5 tahun.
Ambliopia bila diketahui dini dapat dicegah sehinggatidak menjadi
permanen.Perbaikan dapat dilakukan bila penglihatan masih dalam
perkembangannya. Bila ambliopia ini ditemukan pada usia dibawah 6 tahun maka
masih dapat dilakukan latihan untuk perbaikan penglihatan.

DAFTAR PUSTAKA

9
1. Eva, Paul Riordan dan John P. Whitcher. 2012. Vaughan and Asbury:
Oftalmologi Umum Edisi 17. Jakarta: EGC.
2. Ilyas, Sidarta dan Sri Rahayu Yulianti. 2014. Ilmu Penyakit Mata Edisi
Kelima.Jakarta: Badan Penerbit FKUI
3. Siregar, Nurchaliza Hazaria. 2009. Amblyopia. Available at :
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3439/1/09E01852.pdf
4. Sari, R. 2016. Anatomi Mata. Available at :
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/56126/4/Chapter%20II.pdf
5. Putz, R dan Pabst, R. 2006. Atlas Anatomi Manusia Sobotta Jilid 1. Jakarta :
EGC

10

Anda mungkin juga menyukai