LAPORAN KASUS
OLEH :
Lita Damafitra
111611101054
PEMBIMBING
Drg. Leni R Dewi, Sp.PM
Recurrent Aphthous Stomatitis (RAS) adalah penyakit mukosa rongga mulut yang
paling sering dijumpai pada manusia atau biasa yang disebut sariawan. Recurrent Aphthous
Stomatitis (RAS) merupakan ulser suatu kelainan yang ditandai dengan berulangnya ulser.
Frekuensi RAS terjadi hingga 25% pada populasi umum dan 50 % berulang dalam 3 bulan.
Sampai saat ini, etiologi yang pasti dari RAS belum diketahui dengan pasti. Tetapi,
terdapat beberapa faktor yang turut berperan dalam timbulnya lesi yaitu herediter, infeksi
bakteri dan virus, psikologi atau emosi, gangguan hipersensitif atau alergi, hormonal.
Stress dan kelelahan sangat berpengaruh pada sejumlah perubahan hidup yang terjadi
termasuk kemampuan dalam menimbulkan suatu penyakit. Stress dapat disertai rasa cemas
dan kadang terlihat adanya depresi. Kejadian stress dapat memberikan respon terhadap tubuh
baik itu respon fisiologis, respon psikologis, respon hormonal, maupun respon hemostatik.
Aktifnya hormon glukokortikoid pada orang yang mengalami stress menyebabkan
meningkatnya katabolisme protein sehingga sintesis protein menurun. Akibatnya
metabolisme sel terganggu sehingga rentan terhadap rangsangan (mudah terjadi ulcer).
RAS dapat terjadi pada semua kelompok umur tetapi lebih sering ditemukan pada
masa dewasa muda. RAS paling sering dimulai selama dekade kedua dari kehidupan
seseorang. Pada sebagian besar keadaan, ulser akan makin jarang terjadi pada pasien yang
memasuki dekade keempat dan tidak pernah terjadi pada pasien yang memasuki dekade
kelima dan keenam.
Selain itu, penyakit mulut lain yang disebabkan infeksi bakteri yaitu Oral
Candidiasis. Oral Candidiasis adalah infeksi oportunistik umum pada rongga mulut yang
disebabkan oleh pertumbuhan yang berlebihan dari spesies Candida. Kira-kira 40% dari
populasi mempunyai spesies Candida di dalam mulut dalam jumlah kecil sebagai bagian yang
normal dari mikroflora oral, dengan berbagai hal mikroflora oral normal ini bisa menjadi
pathogen pada keadaan: imunokompromise, obat-obatan (antibiotik, kortikosteroid),
chemotherapy, diabetes mellitus, produksi saliva yang menurun, dan protese. Pada sebagian
besar kasus, lesi tersebut disebabkan oleh jamur Candida albicans.
Faktor predisposisi terjadinya kandidiasis oral terdiri atas faktor lokal dan sistemik.
beberapa faktor lokal tersebut seperti penggunaan gigi tiruan, xerostomia, dan kebiasaan
merokok. Selain faktor lokal, beberapa faktor sistemik seperti penyakit defisiensi imun ,
kemoterapi, radioterapi, dan penggunaan obat antibiotik dan steroid juga dapat menyebabkan
timbulnya kandidiasis oral.
Laporan Kasus
Seorang perempuan berusia 22 tahun datang ke RSGM Universitas Jember dengan
keluhan sariawan pada bibir bawah bagian dalam. Berdasarkan anamnesa yang telah
dilakukan, sariawan pada bibir bawah bagian dalam muncul secara tiba-tiba sejak kurang
lebih 3 hari yang lalu. Keadaan sekarang sakit dan sudah diobati dengan Abothyl.
Sebelumnya pasien sering mengalami sariawan dengan sebab yang sama atau secara tiba-tiba
dengan tempat yang berpindah pindah. Pasien mengaku dalam seminggu terakhir ini
mengalami stress dan kelelahan akibat tugas yang menumpuk di kampusnya.
Dari hasil dari perhitungan Body Mass Index (BMI) menunjukkan bahwa pasien
normal, keadaan sosial pasien dalam kategori baik, dan pasien juga tidak mempunyai
kebiasaan buruk.
Pada pemeriksaan intra oral menunjukkan bahwa terdapat ulser single pada mukosa
labial bawah dengan ukuran 8 mm, bentuk oval, beraturan, tengah putih, tepi kemerahan, dan
sakit (Gambar 1) . Pada lidah juga terdapat plak putih, dapat dikerok, dan tidak sakit (Gambar
2).
Gambar 1. Ulser single, uk.5 mm, tengah putih, tepi kemerahan, sakit
Gambar 3. Cicatrix warna sekitar kemerahan, batas tidak jelas, tidak sakit
Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami RAS dan
kandidiasis yang dipicu karena stress dan kelelahan yang dapat menurunkan sistem imun
tubuh. Terapi yang diberikan yaitu pemberian BBG dan Nistatin untuk terapi simptomatis
serta multivitamin sebagai terapi suportif.
Daftar Pustaka