BAB 1. Pendahuluan
Polip hidung merupakan salah satu penyakit yang cukup sering ditemukan
di bagian THT. Keluhan pasien yang datang dapat berupa sumbatan pada hidung
yang makin lama semakin berat. Kemudian pasien juga mengeluhkan adanya
gangguan penciuman dan sakit kepala. Untuk mengetahui massa di rongga hidung
merupakan polip atau bukan selain perlu dikuasai anatomi hidung juga perlu
dikuasai cara pemeriksaan yang dapat menyingkirkan kemungkinan dagnosa lain.
Polip biasanya ditemukan pada orang dewasa dan jarang terjadi pada anak-
anak. Pada anak-anak, polip mungkin merupakan gejala dari kistik fibrosis. Polip
hidung banyak ditemukan pada penderita asma nonalergi (13%) dibanding
penderita asma alergi (5%). Polip hidung terutama ditemukan pada usia dewasa
dan lebih sering pada laki-laki, di mana rasio antara laki-laki dan perempuan 2:1
atau 3:1. Penyakit ini ditemukan pada seluruh kelompok ras.
2
1.2 Tujuan
1.2.1 Agar mengetahui anatomi fisiologi dari polip hidung;
1.2.2 Agar mengetahui pengertian dari polip hidung;
1.2.3 Agar mengetahui etiologi dari polip hidung;
1.2.4 Agar mengetahui klasifikasi dari polip;
1.2.5 Agar mengetahui manifestasi klinis dari polip;
1.2.6 Agar mengetahui patofisiologi dari polip;
1.2.7 Agar mengetahui insiden polip hidung di dunia;
1.2.8 Agar mengetahui pemeriksaan penunjang dari polip hidung;
1.2.9 Agar mengetahui komplikasi dari polip;
1.2.10 Agar mengetahui penatalaksanaan dari polip;
1.2.11 Agar konsep asuhan keperawatan dari polip hidung.
BAB 2. Pembahasan
2.1 Pengertian
Polip hidung adalah massa lunak yang tumbuh di dalam rongga hidung.
Polip hidung merupakan daging tumbuh seperti tumor yang timbul di dalam salah
4
satu rongga hidung atau keduanya. Polip hidung tersebut dapat dilihat dari luar,
tampak seperti lendir berwarna keabua-abuan.
Polip hidung adalah tumor bertangkai yang timbul dari mukosa sinus
hidung. Polip ini menyebabkan obstruksi hidung, rinorea, bersin, dan penurunan
atau hilangnya kemampuan menghirup. Terapi dengan kortikosteroid topikal dapat
dilakukan. Terapi bedah mencakup polipektomi dan etmoidektomi.
Kebanyakan polip berwarna putih bening atau keabu-abuan, mengkilat,
lunak karena banyak mengandung cairan (polip edematosa). Polip yang sudah
lama dapat berubah menjadi kekuning-kuningan atau kemerah-merahan dan
menjadi lebih kenyal (polip fibrosa). Polip berasal dari pembengkakan mukosa
hidung yang banyak berisi cairan interseluler dan kemudian terdorong ke dalam
rongga hidung oleh gaya berat.
Polip hidung merupakan suatu pertumbuhan dari selaput lendir hidung
yang bersifat jinak. Polip kebanyakan berasal dari mukosa sinus etmoid, biasanya
multipel dan dapat bilateral. Polip dapat timbul dari tiap bagian mukosa hidung
atau sinus paranasal atau sering kali bilateral. Polip hidung sering berasal dari
sinus maksilaris (antrum) yang dapat keluar melalui ostium sinus maksilaris, lalu
masuk ke rongga hidung dan membesar di koana dan nasofaring. Polip ini disebut
dengan polip koana ( Antro Koana).
Polip hidung adalah massa lunak yang mengandung banyak cairan di
dalam rongga hidung, berwarna putih keabu-abuan, yang terjadi akibat inflamasi
mukosa. Polip dapat timbul pada penderita laki-laki maupun perempuan, dari usia
anak-anak sampai usia lanjut. Bila ada polip pada anak di bawah usia 2 tahun,
harus disingkirkan kemungkinan meningokel atau meningoensefalokel.
Polip hidung bukanlah penyakit yang murni berdiri sendiri.
Pembentukannya berkaitan erat dengan berbagai masalah kesehatan THT
(Telinga, Hidung, Tenggorokan) lainnya seperti rinitis alergika, radang kronis
pada mukosa hidung-sinus paranasal, fibrosis kistik, dan penyakit atopi lain.
Banyak penelitian yang mengemukakan berbagai teori dan para ahli sampai saat
ini menyatakan bahwa etiologi polip nasi/polip hidung masih belum diketahui
secara pasti.
5
2.2 Epidemiologi
Prevalensi polip nasi belum diketahui secara pasti karena hanya sedikit
laporan dari hasil studi epidemiologi serta tergantung pada pemilihan populasi
penelitian dan metode diagnostik yang digunakan. Prevalensi polip nasi
dilaporkan 1-2% pada orang dewasa di Eropa dan 4,3% di Finlandia. Di Amerika
Serikat prevalensi polip nasi kira-kira 1-4%. Pada anak-anak sangat jarang
ditemukan, diperkirakan hanya 0,1%. Di Indonesia studi epidemiologi
menunjukkan bahwa perbandingan pria dan wanita 2-3 : 1 dengan prevalensi
0,2% - 4,3%. Polip nasi biasanya timbul setelah anak berumur lebih dari 2 tahun.
Jika timbul sebelum 2 tahun maka dapat deperkirakan adanya ensefalokal atau
meningokel. Polip nasi jarang terjadi pada anak yang berusia kurang dari 10
tahun. Dari keseluruhan polip hidung pada anak, 33% kasus merupakan polip
antrokoanal.
2.3 Etiologi
Penyebab pasti polip hidung belum diketahui. Di duga terdapat beberapa
faktor risiko polip hidung di antaranya inflamasi kronik, asma bronkial, fibrosis
kistik, rhinitis alergi, dan rhinosinusitis kronik. Polip hidung biasanya terbentuk
sebagai akibat dari reaksi hipersensitivitas atau reaksi alergi di dalam selaput
mukosa hidung. Di mana kerusakan jaringan setempat dalam mukosa
menimbulkan produksi berlebihan cairan interseluler dan cenderung membentuk
edema yang disebut polip. Peranan infeksi terhadap kejadian polip hidung belum
diketahui secara pasti tetapi infeksi dalam hidung atau sinus paranasal seringkali
ditemukan bersamaan dengan adanya polip.
Polip hidung sering ditemukan pada penderita rinitis alergika, sinusitis kronis,
dan fibrosis kistik. Polip berasal dari pembengkakan lapisan mukosa hidung atau
sinus, yang kemudian menonjol dan turun ke dalam rongga hidung. Polip banyak
mengandung cairan interseluler dan sel radang (neutrofil dan eosinofil) dan tidak
mempunyai ujung saraf atau pembuluh darah.
6
2.5 Patofisiologi
Menurut Mackay yang dikutip dari Hamadi, terdapat 4 stadium dari polip
nasi yaitu:
Stadium 0: tidak ada polip.
Stadium 1: polip terbatas dalam meatus media tidak keluar ke rongga hidung
tidak tampak dengan pemeriksaan rinoskopi anterior hanya terlihat dengan
nasoendoskopi.
Stadium 2: polip sudah keluar dari meatus media dan tampak di rongga hidung
tetapi tidak memenuhi/menutupi rongga.
Stadium 3: polip sudah memenuhi rongga hidung.
Polip berasal dari pembengkakan mukosa hidung yang terdiri atas cairan
interseluler dan kemudian terdorong ke dalam rongga hidung dan gaya berat.
Polip dapat timbul dari bagian mukosa hidung atau sinus paranasal dan
seringkali bilateral. Polip hidung paling sering berasal dari sinus maksilaris
(antrum) dan dapat keluar melalui ostium sinus maksilla dan masuk ke rongga
hidung dan membesar di koana dan nasofaring. Polip ini disebut polip koana.
Secara makroskopik polip terlihat sebagai massa yang lunak berwarna
putih atau keabu-abuan. Sedangkan secara mikroskopik tampak submukosa
hipertrofi dan sembab. Sel tidak bertambah banyak dan terutama terdiri dari sel
eosinofil, limfosit dan sel plasma, letaknya berjauhan dan dipisahkan oleh cairan
8
interseluler. Pembuluh darah, saraf dan kelenjar sedikit dalam polip dan polip
dilapisi oleh epitel thorak berlapis semu.
Pada tingkat permulaan ditemukan edema mukosa yang kebanyakan
terdapat di daerah meatus medius. Kemudian stroma akan terisi oleh cairan
interseluler, sehingga mukosa yang sembab menjadi polipoid. Bila proses terus
berlanjut, mukosa yang sembab makin membesar dan kemudian akan turun ke
dalam rongga hidung sambil membentuk tangkai sehingga terbentuk polip.
Polip di rongga hidung terbentuk akibat proses peradangan yang lama.
Penyebab tersering adalah sinusitis kronik dan rinitis alergi. Dalam jangka waktu
yang lama, vasodilatasi terjadi dengan lama dari pembuluh darah submukosa dan
menyebabkan edema mukosa. Mukosa akan menjadi irreguler dan terdorong ke
sinus dan pada akhirnya membentuk suatu struktur bernama polip. Biasanya
terjadi di sinus maksila, kemudian di sinus etmoid. Setelah polip terus membesar
di antrum, polip akan turun ke rongga hidung. Hal ini terjadi karena bersin dan
pengeluaran sekret yang berulang yang sering dialami oleh orang yang
mempunyai riwayat rinitis alergi karena pada rinitis alergi terutama rinitis alergi
perennial yang banyak terdapat di Indonesia karena tidak adanya variasi musim
sehingga alergen terdapat sepanjang tahun. Begitu sampai dalam rongga hidung,
polip akan terus membesar dan bisa menyebabkan obstruksi di meatus media.
karena sekret atau cairan tidak bisa keluar dari rongga hidung dan justru tertahan
di dalamnya.
2.7 Pengobatan
Terapi medis untuk polip hidung biasanya diberikan pada pasien yang
tidak memerlukan tindakan operasi atau yang membutuhkan waktu lama untuk
mengurangi gejala. Dengan terapi medikamentosa, jarang polip hidung yang dapat
hilang dengan sempurna. Tetapi hanya akan mengalami pengecilan yang cukup
sehingga dapat mengurangi keluhan pasien. Polip yang rekuren biasanya terjadi
setelah pengobatan dengan terapi medikamentosa maupun pembedahan. Terapi
medikamentosa dapat diberikan Dexametason 12 mg/8 mg/4 mg (3 hari),
Methylprednisolon 10 mg (10 hari), Prednisone 1mg/kgbb (10 hari).
Salah satu obat yang dapat dijadikan rujukan untuk mengobati polip
hidung adalah Beklometason (beclovent, beconase, beconas AQ nasal, vancenase,
vancenase AQ nasal, vanceril). Berikut adalah keterangan lebih lanjut mengenai
obat ini yaitu:
1. Indikasinya yaitu intranasal: digunakan pada penatalaksanaan rinitis dan
alergika penyakit inflamasi hidung kronis lainnya termasuk polip hidung.
2. Kerja obat
Antiinflamasi dan permodifikasi imun yang kuat dan bekerja setempat.
3. Farmakokinetik
a. Absorpsi: kerja obat sebagian besar bersifat setempat. Obat tambahan dapat
ditelan, namun absorpsi sistemik minimal pada dosis yang dianjurkan
b. Distribusi: kerja obat bersifat setempat; 10-25% dosis inhalasi terdeposisi di
tempat kerja obat dalam saluran pernapasan
10
2.8 Pencegahan
garam dengan 2 cangkir (0,5 liter) air hangat. Hindari saline semprot
yang mengandung zat aditif yang dapat membakar lapisan mukosa
hidung.
13
BAB 3. PATHWAYS
14
4.1 Pengkajian
1. Anamnase
a. Identitas pasien
(nama, jenis kelamin, umur, status perkawinan, agama, suku
bangsa,pendidikan, bahasa yang digunakan, pekerjaan, alamat, diagnosa
medis, sumber biaya, dan sumber informasi)
b. Keluhan Utama
Merupakan keluhan pasien yang merupakan alasan pasien datang ke
rumah sakit/fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
Mengkaji penyakit yang pernah diderita pasien seperti apakah pasien
pernah menderita penyakit sinusitis, riwayat penyakit THT, dan apakah
klien pernah mengalami pendarahan hidung atau trauma.
d. Riwayat Kesehatan Sekarang
Apakah klien merasa ada yang mengganjal dihidung dan sulit bernafas
serta nyeri pada hidung.
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Mengkaji apakah ada anggota keluarga yang pernah mengalami yang
serupa yang sedang dialami klien.
f. Riwayat Psikososial
Apakah klien merasa cemas akibat keluhan yang sedang dirasakan dan
apakah terdapat gangguan citra diri yang berhubungan dengan suara
sangau akibat terdapat massa dalam hidung pasien.
2. Pemeriksaan Fisik
Polip nasi yang massif dapat menyebabkan deformitas hidung luar
sehingga hidung tampak melebar karena terjadi pelebaran pada batang
hidung. Pada pemeriksaan rinoskopi anterior terlihat sebagai massa yang
berwarna pucat yang berasal dari meatus medius dan mudah digerakkan.
Pembagian stadium polip menurut Mackay dan Lund (1997) sebagai
berikut.
3. Pemeriksaan diagnostik
a. Rinoskopi Anterior
Rinoskopi Anterior adalah pemeriksaan rongga hidung dari depan dengan
memakai spekulum hidung. Tangan kiri memegang speculum dengan ibu jari
(di atas/depan) dan jari telunjuk (dibawah/belakang) pada engsel speculum.
Jari tengah diletakan dekat hidung, sebelah kanan untuk fiksasi. Jari manis
dan kelingking membuka dan menutup spekulum. Speculum dimasukkan
tertutup ke dalam vestibulum nasi setelah masuk baru dibuka. Tangan kanan
bebas : dapat membantu memegang alat-alat pinset dan kait dsb, menahan
kepala dari belakang/tengkuk atau mengatur sikap kepala. Melebarkan nares
anterior dengan meregangkan ala nasi. Melihat jelas dengan menyisihkan
rambut hidung. Hal-hal yang harus diperhatikan pada rinoskopi anterior :
a. Mukosa. Dalam keadaaan normal berwarna merah muda, pada radang
berwarna merah, pada alergi pucat atau kebiruan (livid)
b. Septum. Normalnya terletak ditengah dan lurus, perhatikan apakah terdapat
deviasi, krista, spina, perforasi, hematoma, abses, dan lain-lain.
16
c. Pemeriksaan radiologi
Foto polos sinus paranasal (posisi water, AP, caldwell, dan lateral)
dapat memperlihatkan penebalan mukosa dan adanya batas udara dan cairan di
dalam sinus, tetapi pemeriksaan ini kurang bermanfaat pada pada kasus polip.
Pemeriksaan CT scan sangat bermanfaat untuk melihat dengan jelas keadaan
di hidung dan sinus paranasal apakah ada kelainan anatomi, polip, atau
sumbatan pada komplek osteomeatal. CT scan terutama diindikasikan pada
kasus polip yang gagal diterapi dengan medikamentosa.
4.2.6 Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri akut ditandai dengan pasien
terlihat lemah, gelisah, penignkatan frekuensi pernafasan dan anoreksia.
4.2.7 Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan ansietas ditandai dengan
distress pernafasan.
teknik
distraksi dan
relaksasi
sehingga
dapat
mempraktekk
annya bila
mengalami
nyeri.
3. Ketidakseimbangan Setelah
a Pastikan pola a Membantu
nutrisi kurang dari diberikan
diet pasien dalam
kebutuhan tubuh asuhan
yang disukai mengidentifi
berhubungan keperawatan
atau tidak kasi
dengan dispnea dan selama 3x24
disukai kebutuhan
sianosis ditandai jam diharapkan
b Observasi
pasien.
dengan berat badan pasien dapat
masukan b Berguna
berada pada angka meningkatkan
serta dalam
dibawah berat nafsu makan
pengeluaran mengukur
badan normal, dengan kriteria
dan berat kefektifan
asupan makanan hasil :
badan pasien nutrisi dan
tidak adekuat a Pasien
secara dukungan
kurang dari yang mampu
periodik cairan tubuh.
dianjurkan, meningkatka c Anjurkan c Memaksimalk
konjungtiva dan n asupan pasien makan an masukan
membrane mukosa makannya sedikit dan nutrisi tanpa
pucat. dengan baik sering dengan kelemahan
b Pasien tidak
makanan yang tidak
menunjukkan
tinggi kalori perlu atau
adanya
dan tinggi kebutuhan
penurunan
karbohidrat. energi dari
berat badan d Auskultasi
makanan
20
dalam
rentang
norma,
tidakk ada
suara nafas
upnormal
c. Tanda vital
dalam
rentang
normal
(tekanan
darah, nadi,
pernafasan)
4.4 Implementasi
NAMA
TANGGAL JAM TINDAKAN KEPERAWATAN PERAWAT/
MAHASISWA
27 oktober 09.40 a. Mengobservasi RR, bunyi Ns. Depi
2015 WIB napas, kedalaman inspirasi, dan
gerakan dada;
9.40 b. Mengauskultasi bagian dada
WIB anterior dan posterior;
09.40 c. Memberikan posisi fowler atau
WIB semifowler;
10.00 e Melakukan Tindakan
WIB kolaborasi: memberikan obat
sesuai dengan indikasi seperti
mukolitik
27 Oktober 09.40 a Mengobservasi tanda-tanda Ns. Depi
2015 WIB vital dan keluhan pasien
26
WIB rutin
e Memantau suhu, catat adanya
menggigil dan takikardi
dengan atau tanpa demam
4.5 Evaluasi
No Diagnosa Keperawatan Evaluasi
1 Bersihan jalan nafas tidak efektif S: Pasien mengatakan saya sudah lebih
berhubungan dengan obstruksi enak dalam bernafas
jalan nafas yang ditandai dengan O: Nafas pasien terlihat normal
mukosa hidung A: Masalah telah teratasi
P: Tindakan keperawatan dihentikan
BAB 5. Penutup
5.1 Kesimpulan
Polip hidung adalah massa lunak yang tumbuh di dalam rongga hidung.
Polip hidung merupakan daging tumbuh seperti tumor yang timbul di dalam salah
satu rongga hidung atau keduanya. Polip hidung tersebut dapat dilihat dari luar,
tampak seperti lendir berwarna keabua-abuan. Polip yang sudah lama dapat
berubah menjadi kekuning-kuningan atau kemerah-merahan dan menjadi lebih
kenyal (polip fibrosa). Polip berasal dari pembengkakan mukosa hidung yang
banyak berisi cairan interseluler dan kemudian terdorong ke dalam rongga hidung
oleh gaya berat. Polip hidung bukanlah penyakit yang murni berdiri sendiri.
Pembentukannya berkaitan erat dengan berbagai masalah kesehatan THT
(Telinga, Hidung, Tenggorokan) lainnya seperti rinitis alergika, radang kronis
pada mukosa hidung-sinus paranasal, fibrosis kistik, dan penyakit atopi lain.
Banyak penelitian yang mengemukakan berbagai teori dan para ahli sampai saat
ini menyatakan bahwa etiologi polip nasi/polip hidung masih belum diketahui
secara pasti
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi Edisi 3.Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran: EGC
Doenges. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: Penerbit buku
Kedokteran EGC.
Mansjoer, Arief. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 2 Jilid 2. Jakarta: Media
Aesculapicus Penerbit FK UI.
Polip Hidung. Poliphidung.org (diakses pada tanggal 13 November 2013 jam
18.30 WIB)
Widjaja, Anton Cahaya dkk. 1994. Diagnosis Fisik: Evaluasi Diagnosis dan
Evaluasi di Bangsal. Jakarta: EGC