Anda di halaman 1dari 33

1

BAB 1. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Polip hidung merupakan salah satu penyakit yang cukup sering ditemukan
di bagian THT. Keluhan pasien yang datang dapat berupa sumbatan pada hidung
yang makin lama semakin berat. Kemudian pasien juga mengeluhkan adanya
gangguan penciuman dan sakit kepala. Untuk mengetahui massa di rongga hidung
merupakan polip atau bukan selain perlu dikuasai anatomi hidung juga perlu
dikuasai cara pemeriksaan yang dapat menyingkirkan kemungkinan dagnosa lain.

Menurut Drs.H.Syaifuddin hidung atau naso atau nasal merupakan saluran


udara yang pertama,mempunyai dua lubang (kavum nasi),dipisahkan oleh sekat
hidung(septum nasi).Di dalamnya terdapat bulu-bulu yang berguna untuk
menyaring udara ,debu dan kotoran yang masuk ke dalam lubang hidung. Polip
hidung adalah massa lunak, berwarna putih atau keabu-abuan yang terdapat dalam
rongga gidung. Paling sering berasal dari sinus etmoid, multiple, dan bilateral.
Biasanya pada orang dewasa. Pada anak mungkin merupakan gejala kistik
fibrosis. Epistaksis adalah satu keadaan pendarahan dari hidung yang keluar
melalui lubang hidung akibat sebab kelainan lokal pada rongga hidung ataupun
karena kelainan yang terjadi di tempat lain dari tubuh. Mimisan terjadi pada
hidung karena hidung punya banyak pembuluh darah, terutama di balik lapisan
tipis cupingnya. Mimisan sendiri bukan merupakan suatu penyakit tetapi
merupakan gejala dari suatu penyakit, itu artinya mimisan bisa terjadi karena
bermacam sebab dari yang ringan sampai yang berat.

Polip biasanya ditemukan pada orang dewasa dan jarang terjadi pada anak-
anak. Pada anak-anak, polip mungkin merupakan gejala dari kistik fibrosis. Polip
hidung banyak ditemukan pada penderita asma nonalergi (13%) dibanding
penderita asma alergi (5%). Polip hidung terutama ditemukan pada usia dewasa
dan lebih sering pada laki-laki, di mana rasio antara laki-laki dan perempuan 2:1
atau 3:1. Penyakit ini ditemukan pada seluruh kelompok ras.
2

Prevalensi polip hidung dilaporkan 1-2% pada orang dewasa di Eropa


(Hosemann dkk,1994) dan 4,3% di Finlandia (Hedman dkk 1999). Dengan
perbandingan pria dan wanita 2-4:1 (Drake Lee ,1987). Jarang ditemukan pada
anak-anak. Biasanya polip hidung ditemukan pada umur setelah 20 tahun. Di
Indonesia studi epidemiologi menunjukkan bahwa perbandingan pria dan wanita
2-3 : 1 dengan prevalensi 0,2%-4,3%

1.2 Tujuan
1.2.1 Agar mengetahui anatomi fisiologi dari polip hidung;
1.2.2 Agar mengetahui pengertian dari polip hidung;
1.2.3 Agar mengetahui etiologi dari polip hidung;
1.2.4 Agar mengetahui klasifikasi dari polip;
1.2.5 Agar mengetahui manifestasi klinis dari polip;
1.2.6 Agar mengetahui patofisiologi dari polip;
1.2.7 Agar mengetahui insiden polip hidung di dunia;
1.2.8 Agar mengetahui pemeriksaan penunjang dari polip hidung;
1.2.9 Agar mengetahui komplikasi dari polip;
1.2.10 Agar mengetahui penatalaksanaan dari polip;
1.2.11 Agar konsep asuhan keperawatan dari polip hidung.

1.3 Implikasi Keperawatan


Pasien dengan diagnosa polip hidung memerlukan dorongan serta
dukungan pada saat dilakukannya pemeriksaan fisik baik secara psikis atau yang
lainnya untuk meneliti beberapa kemungkinan terjadi suatu kejadian yang tidak
diharapkan. Kita sebagai perawat harus menjelaskan kepada pasien beserta
anggota keluarganya mengenai perawatan tindak lanjut dan berbagai tindakan
yang harus dilakukan kepada pasien tersebut. Kepada pasien juga disarankan
untuk menggunakan identitas diri seperti tanda pengenal dan menyimpan obat
serta informasi tentang kelainan pada setiap saat. Pada saat menangani pasien
dengan polip hidung, sebagai perawat juga bisa menggunakan kesempatan ini
untuk melakukan studi tentang penyakit tersebut sehingga hasilnya dapat di
publikasikan guna menambah wawasan bagi teman sejawat.
3

BAB 2. Pembahasan
2.1 Pengertian
Polip hidung adalah massa lunak yang tumbuh di dalam rongga hidung.
Polip hidung merupakan daging tumbuh seperti tumor yang timbul di dalam salah
4

satu rongga hidung atau keduanya. Polip hidung tersebut dapat dilihat dari luar,
tampak seperti lendir berwarna keabua-abuan.
Polip hidung adalah tumor bertangkai yang timbul dari mukosa sinus
hidung. Polip ini menyebabkan obstruksi hidung, rinorea, bersin, dan penurunan
atau hilangnya kemampuan menghirup. Terapi dengan kortikosteroid topikal dapat
dilakukan. Terapi bedah mencakup polipektomi dan etmoidektomi.
Kebanyakan polip berwarna putih bening atau keabu-abuan, mengkilat,
lunak karena banyak mengandung cairan (polip edematosa). Polip yang sudah
lama dapat berubah menjadi kekuning-kuningan atau kemerah-merahan dan
menjadi lebih kenyal (polip fibrosa). Polip berasal dari pembengkakan mukosa
hidung yang banyak berisi cairan interseluler dan kemudian terdorong ke dalam
rongga hidung oleh gaya berat.
Polip hidung merupakan suatu pertumbuhan dari selaput lendir hidung
yang bersifat jinak. Polip kebanyakan berasal dari mukosa sinus etmoid, biasanya
multipel dan dapat bilateral. Polip dapat timbul dari tiap bagian mukosa hidung
atau sinus paranasal atau sering kali bilateral. Polip hidung sering berasal dari
sinus maksilaris (antrum) yang dapat keluar melalui ostium sinus maksilaris, lalu
masuk ke rongga hidung dan membesar di koana dan nasofaring. Polip ini disebut
dengan polip koana ( Antro Koana).
Polip hidung adalah massa lunak yang mengandung banyak cairan di
dalam rongga hidung, berwarna putih keabu-abuan, yang terjadi akibat inflamasi
mukosa. Polip dapat timbul pada penderita laki-laki maupun perempuan, dari usia
anak-anak sampai usia lanjut. Bila ada polip pada anak di bawah usia 2 tahun,
harus disingkirkan kemungkinan meningokel atau meningoensefalokel.
Polip hidung bukanlah penyakit yang murni berdiri sendiri.
Pembentukannya berkaitan erat dengan berbagai masalah kesehatan THT
(Telinga, Hidung, Tenggorokan) lainnya seperti rinitis alergika, radang kronis
pada mukosa hidung-sinus paranasal, fibrosis kistik, dan penyakit atopi lain.
Banyak penelitian yang mengemukakan berbagai teori dan para ahli sampai saat
ini menyatakan bahwa etiologi polip nasi/polip hidung masih belum diketahui
secara pasti.
5

2.2 Epidemiologi
Prevalensi polip nasi belum diketahui secara pasti karena hanya sedikit
laporan dari hasil studi epidemiologi serta tergantung pada pemilihan populasi
penelitian dan metode diagnostik yang digunakan. Prevalensi polip nasi
dilaporkan 1-2% pada orang dewasa di Eropa dan 4,3% di Finlandia. Di Amerika
Serikat prevalensi polip nasi kira-kira 1-4%. Pada anak-anak sangat jarang
ditemukan, diperkirakan hanya 0,1%. Di Indonesia studi epidemiologi
menunjukkan bahwa perbandingan pria dan wanita 2-3 : 1 dengan prevalensi
0,2% - 4,3%. Polip nasi biasanya timbul setelah anak berumur lebih dari 2 tahun.
Jika timbul sebelum 2 tahun maka dapat deperkirakan adanya ensefalokal atau
meningokel. Polip nasi jarang terjadi pada anak yang berusia kurang dari 10
tahun. Dari keseluruhan polip hidung pada anak, 33% kasus merupakan polip
antrokoanal.

2.3 Etiologi
Penyebab pasti polip hidung belum diketahui. Di duga terdapat beberapa
faktor risiko polip hidung di antaranya inflamasi kronik, asma bronkial, fibrosis
kistik, rhinitis alergi, dan rhinosinusitis kronik. Polip hidung biasanya terbentuk
sebagai akibat dari reaksi hipersensitivitas atau reaksi alergi di dalam selaput
mukosa hidung. Di mana kerusakan jaringan setempat dalam mukosa
menimbulkan produksi berlebihan cairan interseluler dan cenderung membentuk
edema yang disebut polip. Peranan infeksi terhadap kejadian polip hidung belum
diketahui secara pasti tetapi infeksi dalam hidung atau sinus paranasal seringkali
ditemukan bersamaan dengan adanya polip.
Polip hidung sering ditemukan pada penderita rinitis alergika, sinusitis kronis,
dan fibrosis kistik. Polip berasal dari pembengkakan lapisan mukosa hidung atau
sinus, yang kemudian menonjol dan turun ke dalam rongga hidung. Polip banyak
mengandung cairan interseluler dan sel radang (neutrofil dan eosinofil) dan tidak
mempunyai ujung saraf atau pembuluh darah.
6

Polip hidung, yang terlihat seperti balon intranasal kecil biasanya


berhubungan dengan alergi hidung yang telah berlangsung lama (rinitis alergika
abadi). Merupakan jaringan edema berwarna abu-abu-biru sampai kuning-
kecoklatan, lembut, dan tidak sensitif terhadap sentuhan. Kadang-kadang tampak
seperti anggur. Polip berasal dari sel-sel udara etmoid juga dapat terjadi pada
sinusitis etmoidalis kronis.
Polip antrokoanal adalah polip hidung yang berasal dari sinus maksilla,
keluar melewati ostium sinus maksila yang masuk ke kavum nasi dan meluas
sampai ke koana. Menurut Khalid polip antrokoanal adalah polip yang tumbuh
dari mukosa pada sinus maksila an keluar melewati ostium dan masuk ke kavum
nasi.

2.4 Tanda dan Gejala


Polip hidung dapat menyebabkan hidung tersumbat, yang selanjutnya
dapat menginduksi rasa penuh atau tekanan pada hidung dan rongga sinus.
Kemudian dirasakan hidung yang berair (rhinorea) mulai dari yang jernih sampai
dengan purulen, hiposmia atau anosmia (gangguan penciuman), serta dapat juga
dirasakan nyeri kepala daerah frontal. Gejala lain yang dapat timbul tergantung
dari penyertanya, pada infeksi bakteri dapat disertai dengan post nasal drip
(akumulasi lendir di belakang hidung dan tenggorokan yang memberi sensasi
tetesan lendir yang menurun dari belakang hidung), serta rhinorea mulai dari yang
jernih hingga purulen. Gejala sekunder yang muncul adalah bernafas melalui
mulut, suara sengau, halitosis (bau mulut), dan gangguan tidur. Dapat juga
menyebabkan gejala pada saluran nafas bawah, berupa batuk kronik dan mengi,
terutama pada penderita dengan asma.
Pasien polip dengan sumbatan total rongga hidung atau polip tunggal yang
besar memperlihatkan gejala sleep apnea obstruktif dan pernafasan lewat mulut
yang kronik. Gejala yang ditimbulkan oleh polip hidung adalah rasa sumbatan di
hidung. Sumbatan ini menetap, tidak hilang timbul dan makin lama semakin berat
keluhannya. Sumbatan yang berat ini dapat menyebabkan hilangnya indra
penciuman. Gangguan drainase sinus dapat menyebabkan nyeri kepala dan
7

keluarnya sekret hidung. Bila penyebabnya alergi, penderita mengeluh adanya


iritasi hidung yang disertai bersin-bersin. Pada rinoskopi anterior polip hidung
sering kali harus dibedakan dengan konka hidung yang menyerupai polip (Konka
Polipoid).
Perbedaan antara polip dan konka yaitu:
1. Polip bertangkai sehingga mudah digerakkan, konsistensinya lunak,
tidak nyeri bila ditekan, tidak mudah berdarah dan pada pemakaian
vasokonstriktor (adrenalin) tidak mengecil.
2. Konka polipoid tidak bertangkai sehingga sukar digerakkan,
konsistensinya keras, nyeri bila ditekan dengan pinset, mudah berdarah
dan dapat mengecil pada pemakaian vasokonstriktor.

2.5 Patofisiologi
Menurut Mackay yang dikutip dari Hamadi, terdapat 4 stadium dari polip
nasi yaitu:
Stadium 0: tidak ada polip.
Stadium 1: polip terbatas dalam meatus media tidak keluar ke rongga hidung
tidak tampak dengan pemeriksaan rinoskopi anterior hanya terlihat dengan
nasoendoskopi.
Stadium 2: polip sudah keluar dari meatus media dan tampak di rongga hidung
tetapi tidak memenuhi/menutupi rongga.
Stadium 3: polip sudah memenuhi rongga hidung.
Polip berasal dari pembengkakan mukosa hidung yang terdiri atas cairan
interseluler dan kemudian terdorong ke dalam rongga hidung dan gaya berat.
Polip dapat timbul dari bagian mukosa hidung atau sinus paranasal dan
seringkali bilateral. Polip hidung paling sering berasal dari sinus maksilaris
(antrum) dan dapat keluar melalui ostium sinus maksilla dan masuk ke rongga
hidung dan membesar di koana dan nasofaring. Polip ini disebut polip koana.
Secara makroskopik polip terlihat sebagai massa yang lunak berwarna
putih atau keabu-abuan. Sedangkan secara mikroskopik tampak submukosa
hipertrofi dan sembab. Sel tidak bertambah banyak dan terutama terdiri dari sel
eosinofil, limfosit dan sel plasma, letaknya berjauhan dan dipisahkan oleh cairan
8

interseluler. Pembuluh darah, saraf dan kelenjar sedikit dalam polip dan polip
dilapisi oleh epitel thorak berlapis semu.
Pada tingkat permulaan ditemukan edema mukosa yang kebanyakan
terdapat di daerah meatus medius. Kemudian stroma akan terisi oleh cairan
interseluler, sehingga mukosa yang sembab menjadi polipoid. Bila proses terus
berlanjut, mukosa yang sembab makin membesar dan kemudian akan turun ke
dalam rongga hidung sambil membentuk tangkai sehingga terbentuk polip.
Polip di rongga hidung terbentuk akibat proses peradangan yang lama.
Penyebab tersering adalah sinusitis kronik dan rinitis alergi. Dalam jangka waktu
yang lama, vasodilatasi terjadi dengan lama dari pembuluh darah submukosa dan
menyebabkan edema mukosa. Mukosa akan menjadi irreguler dan terdorong ke
sinus dan pada akhirnya membentuk suatu struktur bernama polip. Biasanya
terjadi di sinus maksila, kemudian di sinus etmoid. Setelah polip terus membesar
di antrum, polip akan turun ke rongga hidung. Hal ini terjadi karena bersin dan
pengeluaran sekret yang berulang yang sering dialami oleh orang yang
mempunyai riwayat rinitis alergi karena pada rinitis alergi terutama rinitis alergi
perennial yang banyak terdapat di Indonesia karena tidak adanya variasi musim
sehingga alergen terdapat sepanjang tahun. Begitu sampai dalam rongga hidung,
polip akan terus membesar dan bisa menyebabkan obstruksi di meatus media.

2.6 Komplikasi dan Prognosis


Kekambuhan pasca operasi atau pasca pemberian kortikosteroid masih
sering terjadi pada prognosis polip hidung umumnya. Untuk itu follow-up pasca
operasi merupakan pencegahan dini yang dapat dilakukan untuk mengatasi
kemungkinan terjadinya sinekia dan obstruksi ostia pasca operasi.

Komplikasi pada polip hidung tidak hanya akan mengakibatkan sinusitis,


polip juga bisa merusak struktur tulang penderitanya disebabkan karena tekanan
terjadi secara terus menerus. Bila polip ini menyumbat sinus paranasal, maka
sebagai komplikasinya akan terjadi sinusitis dengan keluhan nyeri kepala dan
rhinorea. Sinusitis sebagai akibat munculnya polip pada hidung itu sendiri terjadi
9

karena sekret atau cairan tidak bisa keluar dari rongga hidung dan justru tertahan
di dalamnya.

2.7 Pengobatan

Tujuan utama pengobatan pada kasus polip nasi ialah menghilangkan


keluhan- keluhan, mencegah komplikasi dan mencegah rekurensi polip.
Pemberian kortikosteroid untuk menghilangkan polip nasi disebut juga
polipektomi medikamentosa. Dapat diberikan topical atau sistemik.

Terapi medis untuk polip hidung biasanya diberikan pada pasien yang
tidak memerlukan tindakan operasi atau yang membutuhkan waktu lama untuk
mengurangi gejala. Dengan terapi medikamentosa, jarang polip hidung yang dapat
hilang dengan sempurna. Tetapi hanya akan mengalami pengecilan yang cukup
sehingga dapat mengurangi keluhan pasien. Polip yang rekuren biasanya terjadi
setelah pengobatan dengan terapi medikamentosa maupun pembedahan. Terapi
medikamentosa dapat diberikan Dexametason 12 mg/8 mg/4 mg (3 hari),
Methylprednisolon 10 mg (10 hari), Prednisone 1mg/kgbb (10 hari).

Salah satu obat yang dapat dijadikan rujukan untuk mengobati polip
hidung adalah Beklometason (beclovent, beconase, beconas AQ nasal, vancenase,
vancenase AQ nasal, vanceril). Berikut adalah keterangan lebih lanjut mengenai
obat ini yaitu:
1. Indikasinya yaitu intranasal: digunakan pada penatalaksanaan rinitis dan
alergika penyakit inflamasi hidung kronis lainnya termasuk polip hidung.
2. Kerja obat
Antiinflamasi dan permodifikasi imun yang kuat dan bekerja setempat.
3. Farmakokinetik
a. Absorpsi: kerja obat sebagian besar bersifat setempat. Obat tambahan dapat
ditelan, namun absorpsi sistemik minimal pada dosis yang dianjurkan
b. Distribusi: kerja obat bersifat setempat; 10-25% dosis inhalasi terdeposisi di
tempat kerja obat dalam saluran pernapasan
10

c. Metabolisme dan ekskresi: elimihidungnya terutama melalui feses, sisanya


dimetabolisme dengan cepat. Menembus plasenta.
d. Waktu paruh: 15 jam
4. Kontraindikasi dan perhatian
Dikontraindikasikan pada alergi terhadap propelan fluorokarbon. Gunakan
secara hati-hati pada
a. pengobatan kronis dengan dosis yang lebih tinggi dari yang dianjurkan
karena dapat menyebabkan supresi adrenal
b. terapi glukokortikoid sistemik (tidak boleh dihentikan mendadak pada saat
terapi inhalasi atau intranasal dimulai)
5. Reaksi merugikan dan efek samping
Mata dan THT: rasa terbakar pada hidung, iritasi hidung, mimisan,
serangan bersin (setelah pemberian intranasal).
6. Rute dan dosis
Intranasal anak-anak 6-11 tahun: 1 semprotan pada setiap lubang hidung 3
kali sehari
7. Sediaan
Aerosol untuk inhalasi nasal: memberikan 42 mcg/aktivasi, 200 dosis
terukur/16,8 gr canister. Larutan aerosol untuk inhalasi nasal 0,042% larutan, 200
dosis terukur/25 gr botolTindakan pengangkatan polip dapat digunakan
menggunakan senar polip dan anestesi lokal. Untuk polip yang besar dan
menyebabkan kelainan pada hidung, memerlukan jenis operasi yang lebih besar
dan anestesi umum.
Kasus polip yang sangat massif dipertimbangkan untuk terapi bedah.
Dapat dilakukan ekstraksi polip (polipektomi) menggunakan senar polip atau
cunam dengan analgesi local, etmoidektomi intra nasal atau etmoidektomi
ekstranasal untuk polip etmoid, operasi Caldwell_Luc (fenestration dinding
anterior dari sinus maksila dan drainase sinus, pertama kali dijelaskan oleh
George Caldwell) untuk sinus maksila. Yang terbaik adalah apabila tersedia
fasilitas endoskopi maka dapat dilakukan fasilitas endoskopi, maka dapat
dilakukan tindakan BSEF (Bedah Sinus Endoskopi Fungsional).
Pengobatan infeksi dengan antibiotik akan mencegah perkembangan polip
lebih lanjut dan mengurangi perdarahan selama pembedahan. Pemilihan
11

antibiotik dilakukan berdasarkan kekuatan daya bunuh dan hambat terhadap


spesies Staphylococcus, Streptococcus, dan golongan anaerob yang merupakan
mikroorganisme tersering yang ditemukan pada sinusitis kronik.
Polipektomi atau polip diangkat dengan operasi. Operasi dilakukan dengan
sangat hati-hati. Jika polip terjadi akibat adanya alergi hidung dan alerginya tidak
disembuhkan, polip akan tumbuh lagi. Indikasi pembedahan yaitu:
1. Polip berhubungan dengan tumor
2. Polip menghalangi saluran pernafasan
3. Polip menghalangi drainase dari sinus sehingga sering terjadi infeksi sinus

2.8 Pencegahan

1. Mengatur alergi dan asma. Mengikuti pengobatan rekomendasi dari


dokter untuk mengelola asma dan alergi.
2. Hindari iritasi. Sebisa mungkin, hindari hal-hal yang mungkin untuk
memberikan kontribusi untuk peradangan atau iritasi sinus, seperti
alergen, polusi udara dan bahan kimia.
3. Hidup bersih yang baik. Cuci tangan secara teratur dan menyeluruh.
Ini adalah salah satu cara terbaik untuk melindungi terhadap infeksi
bakteri dan virus yang dapat menyebabkan peradangan pada hidung
dan sinus.
4. Melembabkan rumah. Gunakan pelembab ruangan jika di dalam
rumah udara terasa kering. Hal ini dapat membantu meningkatkan
aliran lendir dari sinus dan dapat membantu mencegah sumbatan dan
peradangan.
5. Gunakan bilasan hidung atau nasal lavage. Gunakan air garam (saline)
spray atau nasal lavage untuk membilas hidung. Hal ini dapat
meningkatkan aliran dan menghilangkan lendir penyebab alergi dan
iritasi. Semprotan saline atau lavage nasal dapat dibeli dengan
perangkatnya, seperti sedotan atau selang, untuk mengantarkan bilasan.
Dapat dibuat sendiri dengan mencampurkan 1 / 4 sendok teh (1.2 ml)
12

garam dengan 2 cangkir (0,5 liter) air hangat. Hindari saline semprot
yang mengandung zat aditif yang dapat membakar lapisan mukosa
hidung.
13

BAB 3. PATHWAYS
14

BAB 4. Asuhan Keperawatan

4.1 Pengkajian
1. Anamnase
a. Identitas pasien
(nama, jenis kelamin, umur, status perkawinan, agama, suku
bangsa,pendidikan, bahasa yang digunakan, pekerjaan, alamat, diagnosa
medis, sumber biaya, dan sumber informasi)
b. Keluhan Utama
Merupakan keluhan pasien yang merupakan alasan pasien datang ke
rumah sakit/fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
Mengkaji penyakit yang pernah diderita pasien seperti apakah pasien
pernah menderita penyakit sinusitis, riwayat penyakit THT, dan apakah
klien pernah mengalami pendarahan hidung atau trauma.
d. Riwayat Kesehatan Sekarang
Apakah klien merasa ada yang mengganjal dihidung dan sulit bernafas
serta nyeri pada hidung.
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Mengkaji apakah ada anggota keluarga yang pernah mengalami yang
serupa yang sedang dialami klien.
f. Riwayat Psikososial
Apakah klien merasa cemas akibat keluhan yang sedang dirasakan dan
apakah terdapat gangguan citra diri yang berhubungan dengan suara
sangau akibat terdapat massa dalam hidung pasien.

2. Pemeriksaan Fisik
Polip nasi yang massif dapat menyebabkan deformitas hidung luar
sehingga hidung tampak melebar karena terjadi pelebaran pada batang
hidung. Pada pemeriksaan rinoskopi anterior terlihat sebagai massa yang
berwarna pucat yang berasal dari meatus medius dan mudah digerakkan.
Pembagian stadium polip menurut Mackay dan Lund (1997) sebagai
berikut.

Stadium 1 : polip masi terbatas di meatus medius

Stadium2 : polip sudah keluar dari meatus medius, tampak di rongga


hidung tapi belum memenuhi rongga hidung
15

Stadium 3 : polip yang massif

Pemeriksaan Fisik Persistem.


1) B1 (breath) : RR dapat meningkat atau menurun, terjadi
perubahan pola napas akibat adanya massa yang membuntu jalan napas,
adanya suara napas tambahan seperti ronchi akibat penumpukan secret, serta
terlihat adanya otot bantu napas saat inspirasi.
2) B2 (blood) : tidak ada gangguan.
3) B3 (brain) : adanya nyeri kronis akibat pembengkakan pada
mukosa, gangguan penghidu atau penciuman.
4) B4 (bladder) : terjadi penurunan intake cairan.
5) B5 (bowel) : nafsu makan menurun, berat badan turun, klien
terlihat lemas.
6) B6 (bone) : tidak ada gangguan.

3. Pemeriksaan diagnostik

a. Rinoskopi Anterior
Rinoskopi Anterior adalah pemeriksaan rongga hidung dari depan dengan
memakai spekulum hidung. Tangan kiri memegang speculum dengan ibu jari
(di atas/depan) dan jari telunjuk (dibawah/belakang) pada engsel speculum.
Jari tengah diletakan dekat hidung, sebelah kanan untuk fiksasi. Jari manis
dan kelingking membuka dan menutup spekulum. Speculum dimasukkan
tertutup ke dalam vestibulum nasi setelah masuk baru dibuka. Tangan kanan
bebas : dapat membantu memegang alat-alat pinset dan kait dsb, menahan
kepala dari belakang/tengkuk atau mengatur sikap kepala. Melebarkan nares
anterior dengan meregangkan ala nasi. Melihat jelas dengan menyisihkan
rambut hidung. Hal-hal yang harus diperhatikan pada rinoskopi anterior :
a. Mukosa. Dalam keadaaan normal berwarna merah muda, pada radang
berwarna merah, pada alergi pucat atau kebiruan (livid)
b. Septum. Normalnya terletak ditengah dan lurus, perhatikan apakah terdapat
deviasi, krista, spina, perforasi, hematoma, abses, dan lain-lain.
16

c. Konka. Perhatikan apakah konka normal (eutrofi), hipertrofi, hipotrofi atau


atrofi.
b. Naso-endoskopi

Naso-endoskopi memberikan gambaran yang baik dari polip, khususnya


polip berukuran kecil di meatus media. Polip stadium 1 dan 2 kadang-kadang
tidak terlihat pada pemeriksaan rinoskopi anterior tetapi tampak dengan
pemeriksan naso-endoskopi. Pada kasus polip koanal juga dapat dilihat tangkai
polip yang berasal dari ostium asesorius sinus maksila. Dengan naso-endoskopi
dapat juga dilakukan biopsi pada layanan rawat jalan tanpa harus ke meja operasi.

c. Pemeriksaan radiologi

Foto polos sinus paranasal (posisi water, AP, caldwell, dan lateral)
dapat memperlihatkan penebalan mukosa dan adanya batas udara dan cairan di
dalam sinus, tetapi pemeriksaan ini kurang bermanfaat pada pada kasus polip.
Pemeriksaan CT scan sangat bermanfaat untuk melihat dengan jelas keadaan
di hidung dan sinus paranasal apakah ada kelainan anatomi, polip, atau
sumbatan pada komplek osteomeatal. CT scan terutama diindikasikan pada
kasus polip yang gagal diterapi dengan medikamentosa.

4.2 Diagnosa Keperawatan


4.2.1 Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan nafas
yang ditandai dengan penumpukan cairan pada mukosa hidung;
4.2.2 Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi dan penekanan polip (massa)
pada jaringan sekitar.
4.2.3 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan gangguan sensori penciuman ditandai dengan penurunan nafsu
makan.
4.2.4 Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan luka insisi dan pendarahan.
4.2.5 Ansietas berhubungan dengan inflamasi ditandai dengan nyeri akut.
17

4.2.6 Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri akut ditandai dengan pasien
terlihat lemah, gelisah, penignkatan frekuensi pernafasan dan anoreksia.
4.2.7 Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan ansietas ditandai dengan
distress pernafasan.

4.3 Intervensi Keperawatan


N Diagnosa Tujuan dan
Intervensi Rasional
o Keperawatan Kriteria Hasil
1. Bersihan jalan Setelah a. Observasi RR, a Mengetahui
nafas tidak efektif diberikan bunyi napas, keefektifan pola
berhubungan asuhan kedalaman napas.
b Mengetahui
dengan obstruksi keperawatan inspirasi, dan
ada tidaknya
jalan nafas yang selama 3x24 gerakan dada;
bunyi
ditandai dengan jam diharapkan b. Auskultasi
tambahan dan
mukosa hidung bersihan jalan bagian dada
penurunan
nafas menjadi anterior dan
ventilasi.
efektif dengan posterior;
c Posisi
kriteria hasil: c. Berikan posisi
membantu
a Frekuensi fowler atau
memaksimalk
nafas semifowler;
an ekspansi
menjadi d Tindakan
paru dan
normal kolaborasi:
menurunkan
b Tidak ada
berikan obat
upaya
suara nafas
sesuai dengan
pernafasan
tambahan
indikasi d Obat-obat
pada pasien
seperti dengan jenis
c Tidak
mukolitik mukolitik
mengguna
mampu
kan otot
mengencerkan
pernafasan
secret
tambahan
sehingga dapat
pada pasien
18

d Pasien tidak dengan mudah


menjadi dikeluarkan.
dispneu dan
sianosis.
2. Nyeri akut Setelah a Observasi a Mengetahui
berhubungan diberikan tanda-tanda keadaan
dengan penekanan asuhan vital dan umum dan
polip (massa) pada keperawatan keluhan pasien perkembanga
jaringan sekitar. selama 3x24 b Kaji tingkat n kondisi
jam diharapkan nyeri pasien pasien.
b Mengetahui
berkurangnya c Jelaskan sebab
tingkat nyeri
rasa nyeri dan akibat
pasien dalam
terjadi dengan nyeri beserta
menentukan
kriteria hasil: keluarga
tindakan
a Klien d Ajarkan teknik
selanjutnya
mengungkap relaksasi dan
c Dengan
akan nyeri distraksi pada
menjelaskan
yang pasien atau
sebab dan
dirasakan keluarga
akibat nyeri
berkurang pasien
diharapkan
atau hilang.
pasien atau
keluarga
berpartisipasi
dalam
perawatan
untuk
mengurangi
nyeri.
d Pasien atau
keluarga
mengetahui
19

teknik
distraksi dan
relaksasi
sehingga
dapat
mempraktekk
annya bila
mengalami
nyeri.
3. Ketidakseimbangan Setelah
a Pastikan pola a Membantu
nutrisi kurang dari diberikan
diet pasien dalam
kebutuhan tubuh asuhan
yang disukai mengidentifi
berhubungan keperawatan
atau tidak kasi
dengan dispnea dan selama 3x24
disukai kebutuhan
sianosis ditandai jam diharapkan
b Observasi
pasien.
dengan berat badan pasien dapat
masukan b Berguna
berada pada angka meningkatkan
serta dalam
dibawah berat nafsu makan
pengeluaran mengukur
badan normal, dengan kriteria
dan berat kefektifan
asupan makanan hasil :
badan pasien nutrisi dan
tidak adekuat a Pasien
secara dukungan
kurang dari yang mampu
periodik cairan tubuh.
dianjurkan, meningkatka c Anjurkan c Memaksimalk
konjungtiva dan n asupan pasien makan an masukan
membrane mukosa makannya sedikit dan nutrisi tanpa
pucat. dengan baik sering dengan kelemahan
b Pasien tidak
makanan yang tidak
menunjukkan
tinggi kalori perlu atau
adanya
dan tinggi kebutuhan
penurunan
karbohidrat. energi dari
berat badan d Auskultasi
makanan
20

bunyi usus banyak dan


menurunkan
iritasi gaster.
d Penurunan
atau hipoaktif
bising usus
menunjukkan
penurunan
motilitas
gaster dan
konstipasi
yang
berhubungan
dengan
pembatasan
pemasukan
cairan, pilihan
makanan yang
buruk,
penurunan
aktivitas,dan
hipoksemia.
21

4. Resiko infeksi Setelah a Tingkatkan a Mencegah


tinggi berhubungan diberikan cuci tangan kontaminasi
dengan asuhan yang baik oleh atau kolonisasi
terhambatnya keperawatan pemberi bakteri.
b Menurunkan
secret (menetapnya selama 2x24 perawatan dan
risiko infeksi
cairan) dan tidak jam diharapkan pasien.
b Pertahankan bakteri.
adekuatnya resiko infeksi
c Menurunkan
teknik aseptik
pertahanan utama berkurang
resiko
ketat pada
(penurunan kerja dengan kriteria
kerusakan pada
prosedur atau
silia) hasil :
kulit atau
perawatan luka
a Mengidentifi
c Berikan jaringan dan
kasi perilaku
perawatan infeksi
untuk d Meningkatkan
kulit, perineal,
mencegah sirkulasi darah
dan oral
atau dan mencegah
dengan cermat
menurunkan d Berikan decubitus yang
resiko perubahan menyebabkan
infeksi, posisi atau infeksi
b Meningkatka e Adanya proses
ambulasi
n inflamasi atau
secara rutin
penyembuha e Pantau suhu, infeksi
n luka, bebas catat adanya membutuhkan
eritema, dan menggigil dan evaluasi
demam takikardi pengobatan
f Membatasi
dengan atau
pemajanan
tanpa demam
f Pantau atau pada bakteri
batasi atau infeksi
pengunjung

a Kaji tingkat a Mengetahui


kecemasan tingkat
22

5. Ansietas Setelah pasien kecemasan


b Tanyakan
berhubungan diberikan pasien
kepada pasien b Mengetahui
dengan terdapat asuhan
tentang penyebab
sumbatan pada keperawatan
kecemasannya kecemasan
hidung ditandai seelama 2x24
c Ajak pasien
pasien
dengan pasien jam diharapkan
untuk c Meningkatkan
terlihat gelisah, resiko ansietas
berdiskusi motivasi diri
peningkatan dapat berkurang
masalah pasien
tekanan darah, dengan kriteria d Tingkat
penyakitnya
peningkatan hasil : kenyamanan
dan
frekuensi pasien dapat
memberikan
a Pasien tidak
pernapasan, dan mempengaruhi
kesempatan
menunjukkan
anoreksia. kecemasan
pada pasien
kegelisahan
pada pasien
b Pasien dapat untuk
e Hiburan akan
mengkomunik menentukan
mengalihkan
asikan pilihan
fokus pasien
d Berikan posisi
kebutuhan dan
dari
yang nyaman
perasaan
kecemasannya
pada pasien
negatif
e Berikan
hiburan
kepada pasien

6 Gangguan pola Setelah a. Jelaskan a.Mengetahui


tidur berhubungan diberikan pentingnya pentingnya
23

dengan nyeri akut asuhan tidur yang tidur yang


ditandai dengan keperawatan adekuat adekuat
b. Fasilitas untuk b. Meningkatk
pasien terlihat selama 2x24
mempertahan an
lemah, gelisah, jam diharapkan
kan aktifitas kenyamanan
penignkatan gangguan pola
sebelum tidur saat tidur
frekuensi tidur pada
c.Meningkatkan
(membaca)
pernafasan dan pasien
c. Ciptakan kenyamanan
anoreksia. berkurang
lingkungan sebelum dan
dengan kriteria
yang nyaman saat tidur
hasil: d. Kolaborasi d. Mempercep
Jumalah jam pemberian at tidur
e.Mengetahui
tidur dalam obat tidur
e. Diskusikan teknik tidur
batas normal 6-8
dengan pasien untuk
jam perhari
b Pola tidur, dan keluarga masing-
kualitas dalam tentang teknik masing
batas normal tidur pasien keluhan
Perasaan segar f. Monitor f. Mengetahui
sesudah tidur waktu makan pola makan
atau istirahat dan minum dan minum
d Mampu
dengan waktu sebelum
mengidentifikasi
tidur tidur
hal-hal yang g. Intruksikan g. Mengetahui
meningkatkan untuk pola tidur
tidur memonitor pasien
h. Mengetahui
tidur pasien
h. Monitor atau kebutuhan
catat tidur
kebutuhan
tidur pasien
setiap hari
7 Ketidakefektifan Setelah a. Buka jalan a. Mendilatasi
pola nafas diberikan nafas, gunakan jalan nafas
24

berhubungan asuhan teknik chin lift b. Melancarkan


dengan ansietas keperawatan bila perlu jalan nafas
b. Posisikan c. Mengetahui
ditandai dengan selama 3x24
pasien untuk kebutuhan
distress pernafasan jam diharapkan
memaksimalka pasien untuk
Ketidakefektifan
n ventilasi memperlanca
pola nafas pada
c. Identifikasi
r jalan nafas
pasien
pasien d. Mengetahui
berkurang
perlunya kebutuhan
dengan kriteria
pemasangan pasien untuk
hasil:
alat jalan nafas memperlanca
a. Mendemonst
buatan r jalan nafas
rasikan batuk d. Pasang mayo e. Merileksasi
efektif dan bila perlu jalan nafas
e. Lakukan f. Mengurangi
suara nafas
fisioterapi dada secret yang
yang bersih,
bila perlu mengganggu
tidak ada
f. Keluarkan
jalan nafas
sianosis dan
secret dengan g. Mendilatasi
dipsnea
batuk atau jalan nafas
(mampu h. Memonitor
section
mengeluarka g. Berikan intake cairan
n sputum, pelembab yang
mampu udara kasa membantu
bernafas basah NaCl memperlanca
dengan lembab rkan jalan
h. Atur intake
mudah) nafas
b. Menunjukka untuk cairan i. Mengetahui
n jalan nafas mengoptimalka respirasi dan
yang paten, n status O2
irama nafas, keseimbangan pasien
i. Monitor
frekuensi
respirasi dan
pernafasan
status O2
25

dalam
rentang
norma,
tidakk ada
suara nafas
upnormal
c. Tanda vital
dalam
rentang
normal
(tekanan
darah, nadi,
pernafasan)

4.4 Implementasi

NAMA
TANGGAL JAM TINDAKAN KEPERAWATAN PERAWAT/
MAHASISWA
27 oktober 09.40 a. Mengobservasi RR, bunyi Ns. Depi
2015 WIB napas, kedalaman inspirasi, dan
gerakan dada;
9.40 b. Mengauskultasi bagian dada
WIB anterior dan posterior;
09.40 c. Memberikan posisi fowler atau
WIB semifowler;
10.00 e Melakukan Tindakan
WIB kolaborasi: memberikan obat
sesuai dengan indikasi seperti
mukolitik
27 Oktober 09.40 a Mengobservasi tanda-tanda Ns. Depi
2015 WIB vital dan keluhan pasien
26

12.00 b Mengkaji tingkat nyeri pasien


WIB c Menjelaskan sebab dan akibat
12.00 nyeri beserta keluarga
WIB d Mengajarkan teknik relaksasi
12.00 dan distraksi pada pasien atau
WIB keluarga pasien

27 Oktober 09.00 Ns. Depi


2015 a Memastikan pola diet pasien
WIB
yang disukai atau tidak
disukai
Setiap
b Mengobservasi masukan
selesai
serta pengeluaran dan berat
kegiatan
badan pasien secara periodik
09.00 c Menganjurkan pasien makan
WIB sedikit dan sering dengan
makanan tinggi kalori dan
tinggi karbohidrat.
d Telah diauskultasi bunyi usus
09.40
WIB
27 Oktober Setiap a meningkatkan cuci tangan Ns. Depi
2015 sebelum yang baik oleh pemberi
dan perawatan dan pasien.
setelah
tindakan
Setelah b Mempertahankan teknik
selesai aseptik ketat pada prosedur
tindakan atau perawatan luka
c Memberikan perawatan kulit,
13.00
perineal, dan oral dengan
WIB
cermat
d Memberikan perubahan
14.00
posisi atau ambulasi secara
27

WIB rutin
e Memantau suhu, catat adanya
menggigil dan takikardi
dengan atau tanpa demam

a Memantau atau batasi


pengunjung
Setiap Ns. Depi
b Mengkaji tingkat kecemasan
27 Oktober Waktu
pasien
2015 09.00 c Menanyakan kepada
WIB pasien tentang
09.00 kecemasannya
d Mengajak pasien untuk
WIB
berdiskusi masalah
09.00
penyakitnya dan memberikan
WIB
kesempatan pada pasien untuk
menentukan pilihan
e Memberikan posisi yang
nyaman pada pasien
Setiap f Memberikan hiburan kepada
saat pasien
Setiap
bertemu
28

27 Oktober 09.00 a. Menjelaskan pentingnya tidur Ns. Depi


2015 WIB yang adekuat
b. Memfasilitasi untuk
09.00
mempertahankan aktifitas
WIB
sebelum tidur (membaca)
c. Menciptakan lingkungan yang
09.00
nyaman
WIB d. Mengkolaborasi pemberian
12.00 obat tidur
e. Mendiskusikan dengan pasien
WIB
dan keluarga tentang teknik
12.00
tidur pasien
WIB
f. Memonitor waktu makan dan
minum dengan waktu tidur
Setiap g. Menginstruksikan untuk
saat memonitor tidur pasien
h. Memonitor atau catat
kebutuhan tidur pasien setiap
hari
Setiap
bertemu
29

27 Oktober 09.00 a. Membuka jalan nafas, Ns. Depi


2015 WIB gunakan teknik chin lift bila
perlu
b. Memposisikan pasien untuk
Setiap
memaksimalkan ventilasi
bertemu
c. Mengidentifikasi pasien
Setiap
perlunya pemasangan alat
saat
jalan nafas buatan
d. Memasang mayo bila perlu
e. Melakukan fisioterapi dada
Setiap
bila perlu
saat
f. Mengeluarkan secret dengan
Setiap
batuk atau section
saat g. Memberikan pelembab udara
Bangun kasa basah NaCl lembab
h. Mengatur intake untuk cairan
tidur
mengoptimalkan
Setiap
keseimbangan
bertemu
i. Memonitor respirasi dan status
Setiap O2
bertemu
Setiap
saat
30

4.5 Evaluasi
No Diagnosa Keperawatan Evaluasi
1 Bersihan jalan nafas tidak efektif S: Pasien mengatakan saya sudah lebih
berhubungan dengan obstruksi enak dalam bernafas
jalan nafas yang ditandai dengan O: Nafas pasien terlihat normal
mukosa hidung A: Masalah telah teratasi
P: Tindakan keperawatan dihentikan

2 Nyeri akut berhubungan dengan S: Pasien mengatakan tidak merasa


penekanan polip (massa) pada nyeri lagi
jaringan sekitar. O: Pasien terlihat lebih nyaman
A: Masalah telah teratasi
P: Tindakan keperawatan dihentikan
3 Ketidakseimbangan nutrisi S: Pasien mengatakan nafsu makannya
kurang dari kebutuhan tubuh meningkat kembali
berhubungan dengan dispnea dan O: Berat badan pasien meningkat
sianosis ditandai dengan berat A: Masalah telah teratasi
badan berada pada angka P: Tindakan keperawatan dihentikan
dibawah berat badan normal,
asupan makanan tidak adekuat
kurang dari yang dianjurkan,
konjungtiva dan membran
mukosa pucat.
4 Resiko infeksi tinggi S: Pasien mengatakan bisa merasakan
berhubungan dengan indra penciumannya aktif kembali
terhambatnya secret (menetapnya walaupun belum sempurna
cairan) dan tidak adekuatnya O: Peningkatan indra penciuman pasien
pertahanan utama (penurunan A: Masalah telah teratasi sebagian
kerja silia). P: Tindakan keperawatan dilanjutkan
5 Ansietas berhubungan dengan S: Pasien mengatakan tidak merasa
terdapat sumbatan pada hidung cemas lagi
31

ditandai dengan pasien terlihat O: Pasien terlihat nyaman dan tidak


gelisah, peningkatan tekanan terlihat gelisah seperti dulu
darah, peningkatan frekuensi A: Masalah telah teratasi
pernapasan, dan anoreksia. P: Tindakan keperawatan dihentikan

6 Gangguan pola tidur S: Pasien mengatakan saya sudah lebih


berhubungan dengan nyeri akut nyenyak saat tidur
ditandai dengan pasien terlihat O: Pasien terlihat tidak lemah
lemah, gelisah, peningkatan A: Masalah telah teratasi
frekuensi pernafasan dan P: Tindakan keperawatan dihentikan
anoreksia.
7 Ketidakefektifan pola nafas S: Pasien mengatakan nafasnya sudah
berhubungan dengan ansietas lebih baik
ditandai dengan distress O: Nafas pasien terlihat mudah
pernafasan A: Masalah telah teratasi
P: Tindakan keperawatan dihentikan
32

BAB 5. Penutup

5.1 Kesimpulan

Polip hidung adalah massa lunak yang tumbuh di dalam rongga hidung.
Polip hidung merupakan daging tumbuh seperti tumor yang timbul di dalam salah
satu rongga hidung atau keduanya. Polip hidung tersebut dapat dilihat dari luar,
tampak seperti lendir berwarna keabua-abuan. Polip yang sudah lama dapat
berubah menjadi kekuning-kuningan atau kemerah-merahan dan menjadi lebih
kenyal (polip fibrosa). Polip berasal dari pembengkakan mukosa hidung yang
banyak berisi cairan interseluler dan kemudian terdorong ke dalam rongga hidung
oleh gaya berat. Polip hidung bukanlah penyakit yang murni berdiri sendiri.
Pembentukannya berkaitan erat dengan berbagai masalah kesehatan THT
(Telinga, Hidung, Tenggorokan) lainnya seperti rinitis alergika, radang kronis
pada mukosa hidung-sinus paranasal, fibrosis kistik, dan penyakit atopi lain.
Banyak penelitian yang mengemukakan berbagai teori dan para ahli sampai saat
ini menyatakan bahwa etiologi polip nasi/polip hidung masih belum diketahui
secara pasti

5.2 Saran

Perawat harus lebih memahami mengenai polip hidung dan asuhan


keperawatan yang harus diberikan kepada pasien agar tidak terjadi kesalahan
ketika akan melakukan tindakan keperawatan kepada pasien serta harus sesuai
dengan prosedur yang sudah ada. Sebagai perawat sebaiknya kita mencegah
penularan penyakit daripada mengobati.
33

DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi Edisi 3.Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran: EGC
Doenges. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: Penerbit buku
Kedokteran EGC.
Mansjoer, Arief. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 2 Jilid 2. Jakarta: Media
Aesculapicus Penerbit FK UI.
Polip Hidung. Poliphidung.org (diakses pada tanggal 13 November 2013 jam
18.30 WIB)
Widjaja, Anton Cahaya dkk. 1994. Diagnosis Fisik: Evaluasi Diagnosis dan
Evaluasi di Bangsal. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai