Ikuti Wikipedia Bahasa Indonesia Di

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 15

Kekerasan terhadap anak

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Kekerasan terhadap anak adalah tindak kekerasan secara fisik, seksual, penganiyaan
emosional, atau pengabaian terhadap anak.[1] Di Amerika Serikat, Pusat Pengendalian dan
Pencegahan Penyakit (CDC) mendefinisikan penganiayaan anak sebagai setiap tindakan atau
serangkaian tindakan wali atau kelalaian oleh orang tua atau pengasuh lainnya yang dihasilkan
dapat membahayakan, atau berpotensi bahaya, atau memberikan ancaman yang berbahaya
kepada anak.[2] Sebagian besar terjadi kekerasan terhadap anak di rumah anak itu sendiri dengan
jumlah yang lebih kecil terjadi di sekolah, di lingkungan atau organisasi tempat anak
berinteraksi. Ada empat kategori utama tindak kekerasan terhadap anak: pengabaian, kekerasan
fisik, pelecehan emosional/psikologis, dan pelecehan seksual anak.

Yurisdiksi yang berbeda telah mengembangkan definisi mereka sendiri tentang apa yang
merupakan pelecehan anak untuk tujuan melepaskan anak dari keluarganya dan/atau penuntutan
terhadap suatu tuntutan pidana. Menurut Journal of Child Abuse and Neglect, penganiayaan
terhadap anak adalah "setiap tindakan terbaru atau kegagalan untuk bertindak pada bagian dari
orang tua atau pengasuh yang menyebabkan kematian, kerusakan fisik serius atau emosional
yang membahayakan, pelecehan seksual atau eksploitasi, tindakan atau kegagalan tindakan yang
menyajikan risiko besar akan bahaya yang serius". [3] Seseorang yang merasa perlu untuk
melakukan kekerasan terhadap anak atau mengabaikan anak sekarang mungkin dapat
digambarkan sebagai "pedopath".[4]

Daftar isi

1 Tipe

o 1.1 Penelantaran

o 1.2 Kekerasan fisik


o 1.3 Pelecehan seksual anak

o 1.4 Kekerasan emosional/Psikologis

2 Prevalensi

o 2.1 Kematian

3 Penyebab

4 Efek

o 4.1 Efek psikologis

o 4.2 Efek pada fisik

5 Pencegahan

6 Perawatan

7 Etika

8 Organisasi

9 Lihat pula

10 Referensi

11 Bacaan lebih lanjut

12 Pranala luar

Tipe
Kekerasan terhadap anak dapat mengambil beberapa bentuk:[5] Empat jenis utama adalah
kekerasan secara fisik, seksual, psikologis, dan penelantaran.[6]

Penelantaran

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Penelantaran anak

Penelantaran anak adalah di mana orang dewasa yang bertanggung jawab gagal untuk
menyediakan kebutuhan memadai untuk berbagai keperluan, termasuk fisik (kegagalan untuk
menyediakan makanan yang cukup, pakaian, atau kebersihan), emosional (kegagalan untuk
memberikan pengasuhan atau kasih sayang), pendidikan (kegagalan untuk mendaftarkan anak di
sekolah) , atau medis (kegagalan untuk mengobati anak atau membawa anak ke dokter).

Kekerasan fisik

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Kekerasan fisik

Seorang gadis Kristen yang memar dan dibakar selama kekerasan Orissa pada bulan Agustus
2008

Kekerasan fisik adalah agresi fisik diarahkan pada seorang anak oleh orang dewasa. Hal ini dapat
melibatkan meninju, memukul, menendang, mendorong, menampar, membakar, membuat
memar, menarik telinga atau rambut, menusuk, membuat tersedak atau menguncang seorang
anak.

Guncangan terhadap seorang anak dapat menyebabkan sindrom guncangan bayi yang dapat
mengakibatkan tekanan intrakranial, pembengkakan otak, cedera difus aksonal, dan kekurangan
oksigen yang mengarah ke pola seperti gagal tumbuh, muntah, lesu, kejang, pembengkakan atau
penegangan ubun-ubun, perubahan pada pernapasan, dan pupil melebar. Transmisi racun pada
anak melalui ibunya (seperti dengan sindrom alkohol janin) juga dapat dianggap penganiayaan
fisik dalam beberapa wilayah yurisdiksi.

Sebagian besar negara dengan hukum kekerasan terhadap anak mempertimbangkan penderitaan
dari luka fisik atau tindakan yang menempatkan anak dalam risiko yang jelas dari cedera serius
atau kematian tidak sah. Di luar ini, ada cukup banyak variasi. Perbedaan antara disiplin anak
dan tindak kekerasan sering kurang didefinisikan. Budaya norma tentang apa yang merupakan
tindak kekerasan sangat bervariasi: kalangan profesional serta masyarakat yang lebih luas tidak
setuju pada apa yang disebut merupakan perilaku kekerasan.[7]

Beberapa profesional yang bertugas di bidang manusia mengklaim bahwa norma-norma budaya
yang berhubungan dengan sanksi hukuman fisik adalah salah satu penyebab kekerasan terhadap
anak dan mereka telah melakukan kampanye untuk mendefinisikan kembali norma-norma
tersebut.[8]

Penggunaan tindak kekerasan apapun terhadap anak-anak sebagai tindakan disiplin adalah ilegal
di 24 negara di seluruh dunia[9], akan tetapi lazim dan diterima secara sosial di banyak negara
lainnya. Lihat hukuman di rumah untuk informasi lebih lanjut.

Pelecehan seksual anak

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Pelecehan seksual anak


Seorang anak laki-laki yang menjadi korban pelecehan seksual. Dipublikasikan pada tanggal 1
Februari 1910.

Pelecehan seksual terhadap anak adalah suatu bentuk penyiksaan anak di mana orang dewasa
atau pelanggaran yang dilakukan oleh remaja yang lebih tua terhadap seorang anak untuk
mendapatkan stimulasi seksual.[10][11] Bentuk pelecehan seksual anak termasuk meminta atau
menekan seorang anak untuk melakukan aktivitas seksual (terlepas dari hasilnya), paparan
senonoh dari alat kelamin kepada anak, menampilkan pornografi kepada anak, kontak seksual
yang sebenarnya terhadap anak, kontak fisik dengan alat kelamin anak, melihat alat kelamin
anak tanpa kontak fisik, atau menggunakan anak untuk memproduksi pornografi anak.[10][12][13]

Pengaruh pelecehan seksual anak termasuk rasa bersalah dan menyalahkan diri, kenangan buruk,
mimpi buruk, insomnia, takut hal yang berhubungan dengan pelecehan (termasuk benda, bau,
tempat, kunjungan dokter, dll), masalah harga diri, disfungsi seksual, sakit kronis , kecanduan,
melukai diri sendiri, keinginan bunuh diri, keluhan somatik, depresi,[14] gangguan stres pasca
trauma,[15] kecemasan,[16] penyakit mental lainnya (termasuk gangguan kepribadian).[17] dan
gangguan identitas disosiatif,[17] kecenderungan untuk mengulangi tindakan kekerasan setelah
dewasa,[18] bulimia nervosa,[19] cedera fisik pada anak di antara masalah-masalah lainnya. [20]
Sekitar 15% sampai 25% wanita dan 5% sampai 15% pria yang mengalami pelecehan seksual
ketika mereka masih anak-anak.[21][22][23][24][25] Kebanyakan pelaku pelecehan seksual adalah orang
yang kenal dengan korban mereka; sekitar 30% adalah keluarga dari anak, paling sering adalah
saudara, ayah, ibu, paman atau sepupu, sekitar 60% adalah kenalan teman lain seperti keluarga,
pengasuh anak, atau tetangga; orang asing adalah yang melakukan pelanggar hanya sekitar 10%
dari kasus pelecehan seksual anak.[21]

Kekerasan emosional/Psikologis

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Kekerasan emosional

Dari semua kemungkinan bentuk pelecehan, pelecehan emosional adalah yang paling sulit untuk
didefinisikan. Itu bisa termasuk nama panggilan, ejekan, degradasi, perusakan harta benda,
penyiksaan atau perusakan terhadap hewan peliharaan, kritik yang berlebihan, tuntutan yang
tidak pantas atau berlebihan, pemutusan komunikasi, dan pelabelan sehari-hari atau penghinaan.
[26]

Korban kekerasan emosional dapat bereaksi dengan menjauhkan diri dari pelaku, internalisasi
kata-kata kasar atau dengan menghina kembali pelaku penghinaan. Kekerasan emosional dapat
mengakibatkan gangguan kasih sayang yang abnormal atau terganggu, kecenderungan korban
menyalahkan diri sendiri (menyalahkan diri sendiri) untuk pelecehan tersebut, belajar untuk tak
berdaya, dan terlalu bersikap pasif.

https://id.wikipedia.org/wiki/Kekerasan_terhadap_anak

Beberapa Jenis Kekerasan Pada Anak Dalam Keluarga

Ada beberapa situasi yang menyulitkan orang tua dalam menghadapi anak sehingga tanpa
disadari mengatakan atau melakukan sesuatu yang tanpa disadari dapat membahayakan atau
melukai anak, biasanya tanpa alasan yang jelas. Kejadian seperti inilah yang disebut
penganiayaan terhadap anak. Dalam beberapa laporan penelitian, penganiayaan terhadap anak
dapat meliputi: penyiksaan fisik, penyiksaan emosi, pelecehan seksual, dan pengabaian.

Faktor-faktor yang mendukung terjadinya penganiayaan terhadap anak antara lain


immaturitas/ketidakmatangan orang tua, kurangnya pengetahuan bagaimana menjadi orang tua,
harapan yang tidak realistis terhadap kemampuan dan perilaku anak, pengalaman negatif masa
kecil dari orang tua, isolasi sosial, problem rumah tangga, serta problem obat-obat terlarang dan
alkohol. Ada juga orang tua yang tidak menyukai peran sebagai orang tua sehingga terlibat
pertentangan dengan pasangan dan tanpa menyadari bayi/anak menjadi sasaran amarah dan
kebencian.

Penyiksaan fisik

Segala bentuk penyiksaan fisik terjadi ketika orang tua frustrasi atau marah, kemudian
melakukan tindakan-tindakan agresif secara fisik, dapat berupa cubitan, pukulan, tendangan,
menyulut dengan rokok, membakar, dan tindakan - tindakan lain yang dapat membahayakan
anak. Sangat sulit dibayangkan bagaimana orang tua dapat melukai anaknya. Sering kali
penyiksaan fisik adalah hasil dari hukuman fisik yang bertujuan menegakkan disiplin, yang tidak
sesuai dengan usia anak. Banyak orang tua ingin menjadi orang tua yang baik, tapi lepas kendali
dalam mengatasi perilaku sang anak.

Efek dari penyiksaan fisik


Penyiksaan yang berlangsung berulang-ulang dalam jangka waktu lama akan menimbulkan
cedera serius terhadap anak, dan meninggalkan bekas baik fisik maupun psikis, anak menjadi
menarik diri, merasa tidak aman, sukar mengembangkan trust kepada orang lain, perilaku
merusak, dll. Dan bila kejadian berulang ini terjadi maka proses recoverynya membutuhkan
waktu yang lebih lama pula.

Penyiksaan emosi

Penyiksaan emosi adalah semua tindakan merendahkan atau meremehkan orang lain. Jika hal ini
menjadi pola perilaku maka akan mengganggu proses perkembangan anak selanjutnya. Hal ini
dikarenakan konsep diri anak terganggu, selanjutnya anak merasa tidak berharga untuk dicintai
dan dikasihi. Anak yang terus menerus dipermalukan, dihina, diancam atau ditolak akan
menimbulkan penderitaan yang tidak kalah hebatnya dari penderitaan fisik.
Bayi yang menderita deprivasi (kekurangan) kebutuhan dasar emosional, meskipun secara fisik
terpelihara dengan baik, biasanya tidak bisa bertahan hidup. Deprivasi emosional tahap awal
akan menjadikan bayi tumbuh dalam kecemasan dan rasa tidak aman, dimana bayi lambat
perkembangannya, atau akhirnya mempunyai rasa percaya diri yang rendah.

Jenis-jenis penyiksaan emosi adalah:

Penolakan

Orang tua mengatakan kepada anak bahwa dia tidak diinginkan, mengusir anak, atau memanggil
anak dengan sebutan yang kurang menyenangkan. Kadang anak menjadi kambing hitam segala
problem yang ada dalam keluarga.

Tidak diperhatikan

Orang tua yang mempunyai masalah emosional biasanya tidak dapat merespon kebutuhan anak-
anak mereka. Orang tua jenis ini mengalami problem kelekatan dengan anak. Mereka
menunjukkan sikap tidak tertarik pada anak, sukar memberi kasih sayang, atau bahkan tidak
menyadari akan kehadiran anaknya. Banyak orang tua yang secara fisik selalu ada disamping
anak, tetapi secara emosi sama sekali tidak memenuhi kebutuhan emosional anak.

Ancaman

Orang tua mengkritik, menghukum atau bahkan mengancam anak. Dalam jangka panjang
keadaan ini mengakibatkan anak terlambat perkembangannya, atau bahkan terancam kematian.

Isolasi

Bentuknya dapat berupa orang tua tidak mengijinkan anak mengikuti kegiatan bersama teman
sebayanya, atau bayi dibiarkan dalam kamarnya sehingga kurang mendapat stimulasi dari
lingkungan, anak dikurung atau dilarang makan sesuatu sampai waktu tertentu.
Pembiaran

Membiarkan anak terlibat penyalahgunaan obat dan alkohol, berlaku kejam terhadap binatang,
melihat tayangan porno, atau terlibat dalam tindak kejahatan seperti mencuri, berjudi,
berbohong, dan sebagainya. Untuk anak yang lebih kecil, membiarkannya menonton adegan-
adegan kekerasan dan tidak masuk akal di televisi termasuk juga dalam kategori penyiksaan
emosi.

Efek dari penyiksaan emosi

Penyiksaan emosi sukar diidentifikasi atau didiagnosa karena tidak meninggalkan bekas yang
nyata seperti penyiksaan fisik. Dengan begitu, usaha untuk menghentikannya juga tidak mudah.
Jenis penyiksaan ini meninggalkan bekas yang tersembunyi yang termanifestasikan dalam
beberapa bentuk, seperti kurangnya rasa percaya diri, kesulitan membina persahabatan, perilaku
merusak seperti tiba-tiba membakar barang atau bertindak kejam terhadap binatang, beberapa
melakukan agresi, menarik diri, penyalahgunaan obat dan alkohol, ataupun kecenderungan
bunuh diri.

Pelecehan seksual

Sampai saat ini tidaklah mudah membicarakan hal ini, atau untuk menyadarkan masyarakat
bahwa pelecehan seksual pada setiap usia termasuk bayi - mempunyai angka yang sangat
tinggi. Bahkan Hopper (2004) mengemukakan bahwa hal ini terjadi setiap hari di Amerika
Serikat.

Pelecehan seksual pada anak adalah kondisi dimana anak terlibat dalam aktivitas seksual dimana
anak sama sekali tidak menyadari, dan tidak mampu mengkomunikasikannya, atau bahkan tidak
tahu arti tindakan yang diterimanya.

Semua tindakan yang melibatkan anak dalam kesenangan seksual masuk dalam kategori ini:
Pelecehan seksual tanpa sentuhan. Termasuk di dalamnya jika anak melihat pornografi,
atau exhibitionisme, dsb.

Pelecehan seksual dengan sentuhan. Semua tindakan anak menyentuh organ seksual
orang dewasa termasuk dalam kategori ini. Atau adanya penetrasi ke dalam vagina atau
anak dengan benda apapun yang tidak mempunyai tujuan medis.

Eksploitasi seksual. Meliputi semua tindakan yang menyebabkan anak masuk dalam
tujuan prostitusi, atau menggunakan anak sebagai model foto atau film porno.

Ada beberapa indikasi yang patut kita perhatikan berkaitan dengan pelecehan seksual yang
mungkin menimpa anak seperti keluhan sakit atau gatal pada vagina anak, kesulitan duduk atau
berjalan, atau menunjukkan gejala kelainan seksual.

Efek pelecehan seksual

Banyak sekali pengaruh buruk yang ditimbulkan dari pelecehan seksual. Pada anak yang masih
kecil dari yang biasanya tidak mengompol jadi mengompol, mudah merasa takut, perubahan pola
tidur, kecemasan tidak beralasan, atau bahkan simtom fisik seperti sakit perut atau adanya
masalah kulit, dll. Pada remaja, mungkin secara tidak diduga menyulut api, mencuri, melarikan
diri dari rumah, mandi terus menerus, menarik diri dan menjadi pasif, menjadi agresif dengan
teman kelompoknya, prestasi belajar menurun, terlibat kejahatan, penyalahgunaan obat atau
alkohol, dsb.

Pengabaian anak

Pengabaian terhadap anak termasuk penyiksaan secara pasif, yaitu segala ketiadaan perhatian
yang memadai, baik fisik, emosi maupun sosial. Pengabaian anak banyak dilaporkan sebagai
kasus terbesar dalam kasus penganiayaan terhadap anak dalam keluarga.

Jenis-jenis pengabaian anak:


Pengabaian fisik merupakan kasus terbanyak. Misalnya keterlambatan mencari bantuan
medis, pengawasan yang kurang memadai, serta tidak tersedianya kebutuhan akan rasa
aman dalam keluarga.

Pengabaian pendidikan terjadi ketika anak seakan-akan mendapat pendidikan yang sesuai
padahal anak tidak dapat berprestasi secara optimal. Lama kelamaan hal ini dapat
mengakibatkan prestasi sekolah yang semakin menurun.

Pengabaian secara emosi dapat terjadi misalnya ketika orang tua tidak menyadari
kehadiran anak ketika ribut dengan pasangannya. Atau orang tua memberikan perlakuan
dan kasih sayang yang berbeda diantara anakanaknya.

Pengabaian fasilitas medis. Hal ini terjadi ketika orang tua gagal menyediakan layanan
medis untuk anak meskipun secara finansial memadai. Dalam beberapa kasus orang tua
memberi pengobatan tradisional terlebih dahulu, jika belum sembuh barulah kembali ke
layanan dokter.

Efek pengabaian anak

Pengaruh yang paling terlihat adalah kurangnya perhatian dan kasih sayang orang tua terhadap
anak. Bayi yang dipisahkan dari orang tuanya dan tidak memperoleh pengganti pengasuh yang
memadai, akan mengembangkan perasaan tidak aman, gagal mengembangkan perilaku akrab
(Hurlock, 1990), dan selanjutnya akan mengalami masalah penyesuaian diri pada masa yang
akan datang.

Faktor-faktor lain yang mempengaruhi besar/kecil dampak yang diderita anak

Disamping segala bentuk penganiayaan yang dialami anak sebagaimana yang tercantum diatas,
ada beberapa hal yang mempunyai andil dalam besar / kecilnya dampak yang diderita anak,
antara lain:
Faktor usia anak. Semakin muda usia anak maka akan menimbulkan akibat yang lebih
fatal.

Siapa yang terlibat. Jika yang melakukan penganiayaan adalah orang tua, ayah atau ibu
tiri, atau anggota keluarga maka dampaknya akan lebih parah daripada yang
melakukannya orang yang tidak dikenal.

Seberapa parah. Semakin sering dan semakin buruk perlakuan yang diterima anak akan
memperburuk kondisi anak.

Berapa lama terjadi. Semakin lama kejadian berlangsung akan semakin meninggalkan
trauma yang membekas pada diri anak.

Jika anak mengungkapkan penganiayaan yang dialaminya, dan menerima dukungan dari
orang lain atau anggota keluarga yang dapat mencintai, mengasihi dan
memperhatikannya maka kejadiannya tidak menjadi lebih parah sebagaimana jika anak
justru tidak dipercaya atau disalahkan.

Tingkatan sosial ekonomi. Anak pada keluarga dengan status sosial ekonomi rendah
cenderung lebih merasakan dampak negatif dari penganiayaan anak.

Dalam beberapa kasus anak-anak yang mengalami penganiayaan tidak menunjukkan gejala-
gejala seperti diatas. Banyak faktor lain yang berpengaruh seperti seberapa kuat status mental
anak, kemampuan anak mengatasi masalah dan penyesuaian diri. Ada kemungkinan anak tidak
mau menceritakannya karena takut diancam, atau bahkan dia mencintai orang yang melakukan
penganiyaan tersebut. Dalam hal ini anak biasanya menghindari adanya tindakan hukum yang
akan menimpa orang-orang yang dicintainya, seperti orang tua, anggota keluarga atau pengasuh.

http://www.smallcrab.com/anak-anak/550-beberapa-jenis-kekerasan-pada-anak
Kekerasan Pada Anak 13 September 2014 04:45:53 Diperbarui: 18 Juni 2015 00:50:26 Dibaca :
3,273 Komentar : 0 Nilai : 0 Durasi Baca : 3 menit Kekerasan Pada Anak Hak Asasi Manusia
(HAM) adalah hak-hak yang dimiliki manusia sejak lahir dan berlaku seumur hidup serta tidak
dapat diganggu gugat.Jika kita lihat perkembangan HAM di Indonesia ini ternyata masih banyak
pelanggaran HAM yang sering kita temui. Mulai dari pelanggaran ringan hingga berat yang
mengakibatkan kematian. Salah satu contoh dari pelanggaran HAM di Indonesia adalah
kekerasan pada anak. Kekerasan terhadap anak adalah perilaku tindak penganiayaan yang
dilakukan oleh para orang tua, wali, atau orang lain terhadap anak-anak sepanjang mereka masih
berstatus anak secara hukum. Bentuk kekerasan terhadap naka diklasifikasikan kekerasan secara
fisik, kekerasan secara psikologi, kekerasan secara seksual dan kekerasan secara sosial.Banyak
orangtua menganggap kekerasan pada anak adalah hal yang wajar. Mereka beranggapan
kekerasan adalah bagian dari mendisiplinkan anak. Mereka lupa bahwa orangtua adalah orang
yang paling bertanggung jawab dalam mengupayakan perlindungan dan tumbuh kembang
anaknya. Keluarga adalah tempat pertama kali anak belajar mengenal aturan yang berlaku di
lingkungan keluarga dan masyarakat. Namun orang tua menyikapi proses belajar anak yang salah
ini dengan kekerasan. Bagi orangtua, tindakan anak yang melanggar perlu dikontrol dan
dihukum. Bagi orangtua tindakan yang dilakukan anak itu melanggar sehingga perlu dikontrol
dan dihukum. A. Beberapa kriteria yang termasuk perilaku menyiksa dan kekerasan adalah :
1.Menghukum anak secara berlebihan 2.Memukul 3.Menyulut dengan ujung rokok, membakar,
membanting, menampar 4.Terus menerus mengkritik, mengancam, atau menunjukkan sikap
penolakan terhadap anak 5.Pelecehan seksual 6.Menyerang anak secara agresif 7.Mengabaikan
anak; tidak memperhatikan kebutuhan makan, bermain, kasih sayang, dan memberikan rasa
aman yang memadai B.Macam-macam kekerasan terhadap anak Penyiksaan terhadap anak dapat
digolongkan menjadi: penyiksaan fisik (physical abuse), penyiksaan emosi
(psychological/emotional abuse), pelecehan seksual (sexual abuse), dan pengabaian (child
neglect). 1 . Penyiksaan Fisik (Physical Abuse). Segala bentuk penyiksaan secara fisik, dapat
berupa cubitan, pukulan, tendangan, menyundut dengan rokok, membakar, dan tindakan-
tindakan lain yang dapat membahayakan anak. Banyak orangtua yang menyiksa anaknya
mengaku bahwa perilaku yang mereka lakukan adalah semata-mata suatu bentuk pendisiplinan
anak, suatu cara untuk membuat anak mereka belajar bagaimana berperilaku baik. 2. Penyiksaan
Emosi (Psychological/Emotional Abuse). Penyiksaan emosi adalah semua tindakan merendahkan
atau meremehkan anak, selanjutnya konsep diri anak terganggu, anak merasa tidak berharga
untuk dicintai dan dikasihi. Jenis-jenis penyiksaan emosi adalah: a.Penolakan.
b.Tidakdiperhatikan. c.Ancaman. d.Isolasi. 3.PelecehanSeksual (SexualAbuse). Pelecehan
seksual pada anak adalah kondisi dimana anak terlibat dalam aktivitas seksual, anak sama sekali
tidak menyadari, dan tidak mampu mengkomunikasikannya, atau bahkan tidak tahu arti tindakan
yang diterimanya 4. Pengabaian (Child Neglect). Pengabaian terhadap anak termasuk penyiksaan
secara pasif, yaitu segala ketiadaan perhatian yang memadai, baik fisik, emosi maupun sosial.
C.Faktor penyebab kekerasan terhadap anak Ada banyak faktor yang sangat berpengaruh untuk
mengarahkan seseorang kepada penyiksaan anak terhadap anak. Faktor-faktor yang paling umum
adalah sebagai berikut: 1. Lingkaran kekerasan, seseorang yang mengalami kekerasan semasa
kecilnya mempunyai kecenderungan untuk melakukan hal yang pernah dilakukan terhadap
dirinya pada orang lain. 2. Stres dan kurangnya dukungan. Menjadi orangtua maupun pengasuh
dapat menjadi sebuah pekerjaan yang menyita waktu dan sulit. Orangtua yang mengasuh anak
tanpa dukungan dari keluarga, teman atau masyarakat dapat mengalami stress berat. 3. Pecandu
alkohol atau narkoba. Para pecandu alkohol dan narkoba seringkali tidak dapat mengontrol
emosi dengan baik, sehingga kecenderungan melakukan penyiksaan lebih besar. 4.. Menjadi
saksi kekerasan dalam rumah tangga adalah sebuah bentuk penyiksaan anak secara emosional
dan mengakibatkan penyiksaan anak secara fisik. 5. Kemiskinan dan akses yang terbatas ke
pusat ekonomi dan sosial saat masa-masa krisis. 6. Peningkatan krisis dan jumlah kekerasan di
lingkungan sekitar mereka. D .Dampak kekerasan terhadap anak Anak-anak korban kekerasan
umumnya menjadi sakit hati, dendam, dan menampilkan perilaku menyimpang di kemudian hari.
Berikut ini adalah dampak-dampak yang ditimbulkan kekerasan terhadap anak (child abuse) ,
antara lain: 1) Dampak kekerasan fisik, anak yang mendapat perlakuan kejam dari orang tuanya
akan menjadi sangat agresif, dan setelah menjadi orang tua akan berlaku kejam kepada anak-
anaknya. Orang tua agresif melahirkan anak-anak yang agresif, yang pada gilirannya akan
menjadi orang dewasa yang menjadi agresif. 2) Dampak kekerasan psikis. Jenis kekerasan ini
meninggalkan bekas yang tersembunyi yang termanifestasikan dalam beberapa bentuk, seperti
kurangnya rasa percaya diri, kesulitan membina persahabatan, perilaku merusak, menarik diri
dari lingkungan, penyalahgunaan obat dan alkohol, ataupun kecenderungan bunuh diri. 3)
Dampak kekerasan seksual. Jika kekerasan seksual terjadi pada anak yang masih kecil pengaruh
buruk yang ditimbulkan antara lain dari yang biasanya tidak mengompol jadi mengompol,
mudah merasa takut, perubahan pola tidur, kecemasan tidak beralasan, atau bahkan simtom fisik
seperti sakit perut atau adanya masalah kulit, dll (dalam Nadia, 1991). 4) Dampak penelantaran
anak. Pengaruh yang paling terlihat jika anak mengalami hal ini adalah kurangnya perhatian dan
kasih sayang orang tua terhadap anak, Hurlock (1990) mengatakan jika anak kurang kasih
sayang dari orang tua menyebabkan berkembangnya perasaan tidak aman, gagal
mengembangkan perilaku akrab, dan selanjutnya akan mengalami masalah penyesuaian diri pada
masa yang akan datang. Dan adapun cara untuk mengurangi kekerasan terhadap anak yaitu:
Untuk mencegah dan menghentikan kekerasan pada anak dibutuhkan beberapa pendekatan
diantaranya, pendekatan individu, yaitu dengan cara menambah pemahaman agama, karena
tentunya seorang yang mempunyai pemahaman agama yang kuat akan lebih tegar menghadapi
situasi-situasiyang menjadi faktor terjadinya kekerasan. 1.Pendekatan sosial melingkupi
pendekatan partisipasi masyarakat dalam melaporkan dan waspada setiap tindakan kejahatan,
terutama human trafficking. 2.Pendekatan medis, untuk memberikan pelayanan dan perawatan
baik secara fisik atau kejiwaan, juga memberikan penyuluhan terhadap orang tua tentang
bagaimana mengasuh anak dengan baik dan benar. 3.Pendekatan hukum, tentunya yang
bertanggung jawab masalah ini adalah pemerintah untuk selalu mencari dan menanggapi secara
sigap terhadap setiap laporan atau penemuan kasus kekerasan dan kejahatan dan menghukumnya
dengan ketentuan hukum yang berlaku. SUMBER: Abu Huraerah. (2006). Kekerasan Terhadap
Anak Jakarta :Penerbit Nuansa,Emmy Soekresno S. Pd.(2007). Mengenali Dan Mencegah
Terjadinya Tindak Kekerasan Terhadap Anak. Kurikulum 2013. (2014). Pendidikan Pancasila
dan Kewarganegaraan SMA kelas XI NAMA : SARAH HANIFAH FARIDA KELAS : XI MIA 2
NO : 28 Sarah Hanifah Farida /sarahhanifah I am a dreamer Selengkapnya... IKUTI Share Share
0 0 JADIKAN FAVORIT KOMPASIANA ADALAH PLATFORM BLOG, SETIAP ARTIKEL
MENJADI TANGGUNGJAWAB PENULIS. LABEL edukasi humaniora

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/sarahhanifah/kekerasan-pada-
anak_54f97800a3331191658b46d1
http://www.kompasiana.com/sarahhanifah/kekerasan-pada-anak_54f97800a3331191658b46d1

Anda mungkin juga menyukai