Kebijakan Pemerintah Terkait Pendidikan TAHUN 1945-2017 Pendidikan Sesudah Kemerdekaan A. Kondisi Pendidikan Periode 1945 - 1969

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 8

KEBIJAKAN PEMERINTAH TERKAIT PENDIDIKAN

TAHUN 1945-2017

Pendidikan Sesudah Kemerdekaan


a. Kondisi Pendidikan Periode 1945 1969
Landasan yuridis atau kebijakan pendidikan Indonesia adalah seperangkat konsep
peraturan perundang-undangan yang menjadi titik tolak system pendidikan Indonesia, yang
menurut Undang-Undang Dasar 1945 meliputi, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia,
Undang-Undang Peraturan Pemerintah pengganti undang-undang, peraturan pemerintah, dan
lainnya.
Berikut kebijakan-kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan yang diselenggarakan di
Indonesia:
a) Dalam pembukaan (UUD 1945, antara lain : Atas berkat Ramat Tuhan yang Maha
Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan
berkebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia dengan ini menyatakan
kemerdekaannya. Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintahan
negara republik Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan
kebangsaan Indonesia itu dalam suatu undang-undang dasar negara Indonesia, yang
terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat
dengan berdasar kepada : Ketuhanan yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan
beradab, persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan, serta dengan mewujudkan statu
keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.
b) Pasal 31 UUD 1945 menyatakan bahwa (1) Setiap warga negara berhak mendapatkan
pendidikan; (2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan
pemerintah wajib membiayainya; (3) Pemerintah mengusahakan dan
menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan
ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa; (4)
Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen
dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan
belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional;
serta (5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung
tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta
kesejahteraan umat manusia.
1. Zaman Revolusi Fisik Kemerdekaan
Jenjang pendidikan disempurnakan menjadi SMTP dan SMTA dan mulai
mempersiapkan sistem pendidikan nasional sesuai dengan amanat UUD 1945.
Menteri pendidikan, pengajaran dan kebudayaan mengintruksikan agar membuang
sistem pendidikan kolonial dan mengutamakan patriotisme. Rancangan UU yang
dihasilkan : UURI no. 4 tahun 1950 tentang dasar-dasar pendidikan dan pengajaran di
sekolah.
2. Peletakan Dasar Pendidikan Nasional
Mulai tanggal 18 Agustus 1945, sejak PPKI menetapkan UUD 1945 sebagai
konstitusi negara yang didalamnya memuat pancasila, implikasinya bahwa sejak saat
itu dasar sistem pendidikan nasional kita adalah Pancasila dan UUD 1945.
3. Demokrasi Pendidikan
Sesuai amanat UUD 1945 dan UURI No. 4 tahun 1950 pemerintah mengusahakan
terselenggaranya pendidikan yang bersifat demokratis yaitu kewajiban belajar sekolah
bagi anak-anak yang berumur 8 tahun.
4. Lahirnya LPTK pada Tingkat Universiter
Dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan mendorong Prof. Moh. Yamin
mendirikan Perguruan Tinggi Pendidikan Guru (PTPG). Atas dasar konferensi antar
FKIP negeri seluruh Indonesia maka lembaga pendidikan tenaga guru ( PGSLP,
Kursus BI, BII, dan PTPG) diintegrasikan dalam FKIP pada Universitas. Kemudian
didirkan IKIP yang berdiri sendiri sebagai pindahan dari PTPG sesuai dengan UU PT
No. 22 tahun 1961.
5. Lahirnya Perguruan Tinggi
Pada tanggal 4 Desember 1961 lahir UU no. 22 tentang perguruan tinggi dengan
prinsip Tridharma Perguruan Tinggi.

b. Kondisi Pendidikan Pada PJP I : 1969 1993


Selama kurun waktu pelita I-V, pendidikan Indonesia mengalami banyak bahan dan
kemajuan, semakin mantapnya sistem pendidikan nasional dengan disahkannya Undang-
undang nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional beserta sejumlah Peraturan
Pemerintah yang menyertainya.
1) UU tentang Sistem Pendidikan Nasional
Sebagai penjabaran Undang-undang nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem
Pendidikan Nasional disahkan 8 Peraturan Pemerintah (PP) yaitu :
a) PP No. 27/1990 tentang Pendidikan Prasekolah
b) PP No. 28/1990 tentang Pendidikan Dasar
c) PP No. 29/1990 tentang Pendidikan Menengah
d) PP No. 30/1990 tentang Pendidikan Tinggi (kemudian diganti PP No. 60/1999)
e) PP No. 72/1991 tentang Pendidika Luar Biasa
f) PP No. 73/1991 tentang Pendidikan Luar Sekolah
g) PP No. 38/1992 tentang Tenaga Kependidikan
h) PP No. 39/1992 tentang Peran serta Masyarakat dalam Pendidikan Nasional.
2) Taman Kanak-Kanak
Pendidikan di TK mengalami perkembangan yang cukup mengesankan, hal ini
menunjukkan bahwa masyarakat khususnya orang tua semakin menyadari akan
pentingnya pendidikan prasekolah sebagai wahana untuk menyiapkan anak dari segi sikap,
pengetahuan, ketrampilan guna memasuki SD.
3) Pendidikan Dasar
Prestasi yang sangat mengesankan yang dicapai selama PJOP I ialah melonjaknya
jumlah peserta didik pada SD dan MI. Kendala yang dihadapi adalah banyaknya siswa
putus sekolah dan angka tinggal kelas cukup tinggi. Untuk meninhkatkan mutu sumber
daya manusia Indonesia hingga minimal berpendidikan SLTP maka pada tanggal 2 Mei
1994 program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun dicanangkan.
4) Pendidikan Menengah
Persoalan yang menonjol pada SLTA umum selama pelita V adalah tentang mutu
kelulusan yang terutama diukur dari kesiapannya untuk memasuki jenjang perguruan
tinggi. NEM dan UMPTN menunjukkan keragaman dalam mutu SLTA antara sekolah dab
lokasi geografis yang berbeda-beda. Maka pada Repelita VI upaya memperbanyak jumlah
SLTA Umum yang bermutu menjadi prioritas melalui pengembangan SMU Plus yang
dilakukan melalui pengerahan peran serta masyarakat.
5) Pendidikan Tinggi
PTN dan PTS sama-sama menghadapi tantangan mengenai rendahnya proporsi
mahasiswa yang mempelajari bidang teknologi dan MIPA yang menimbulkan dampak
negatif pada dunia kerja. Mengingat dosen memegang peranan kunci dalam peningkatan
mutu maka peningkatan kualifikasi dosen merupakan prioritas dalam pengembangan
pendidikan tinggi di Indonesia saat ini.
6) Pendidikan Luar Sekolah
Pembangunan pendidikan luar sekolah diprioritaskan pada pemberantasan buta
aksara melalui perluasan jangkauan kejar paket A. Hasilnya adalah semakin menurunnya
jumlah warga masyarakat yang buta huruf.
7) Tantangan, Kendala, dan Peluang
Berdasarkan perkembangan pendidikan pada PJP I, ada sejumlah tantangan yang
dihadapi oleh pendidikan Indonesia pada masa-masa selanjutnya , yaitu :
a. Belum mampunya pendidikan mengimbangi perubahan struktur ekonomi dari
pertanian tradisional ke industri dan jasa
b. Masih rendahnya relevansi pendidikan
c. Masih belum meratanya mutu pendidikan
d. Masih tingginya angka putus sekolah dan tinggal kelas
e. Masih banyaknya kelompok umur 10 tahun yang buta huruf
f. Masih kurangnya peran serta dunia usaha dan pendidikan
Kendala yang dihadapi dalam meningkatkan kinerja pendidikan nasional, Yaitu:
a. Kemiskinan dan keterbelakangan
b. Terbatasnya guru yang bermutu
c. Terbatasnya sarana dan prasarana
d. Manajemen sistem pendidikan yang belum secara terarah menuju peningkatan
mutu, relevansi, dan efisiensi pendidikn.
Adapun peluang yang dimiliki oleh pendidikan nasional ialah:
a. Keberhasilan wajib belajar 6 tahun yang memberi landasan bagi pelaksanaan
wajar sembilan tahun.
b. Semakin meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan
c. Semakin luasnya sarana komunikasi
d. Semakin tersebarluasnya lembaga pendidikan negeri dan swasta
e. Adanya UU No. 2/1989 tentang sistem pendidikan nasional yang memberikan
landasan yang kokoh bagi pendidikan nasional.

c. Program Pembangunan Nasional (1999-2004)

Di dalam Propenas 1999-2004 Bab VII terdapat Pembangunan Pendidikan. Di


dalamnya memuat program-program baik untuk Pendidikan Dasar dan Prasekolah,
Pendidikan Menengah, Pendidikan Tinggi, maupun pendidikan luas sekolah. Di antara
program-program tersebut terdapat Program Pembinaan baik berupa pembinaan Pendidikan
Dasar dan Prasekolah, maupun Pendidikan Menengah. Di dalam program pembinaan inilah
ada tujuan yang hendak dicapai antara lain: meningkatkan kesamaan kesempatan untuk
memperoleh pendidikan bagi kelompok yang kurang beruntung, termasuk mereka yang
tinggal di daerah terpencil dan perkotaan kumuh, daerah bermasalah, masyarakat miskin, dan
anak yang berkelainan. Sasaran yang hendak dicapai dalam program ini antara lain
meningkatnya angka partisipasi kasar (APK) untuk SD/MI, SLTP/MTs, SMU/SMK/MA dan
penuntasan wajib belajar 9 tahun sebanyak 5,6 juta siswa..
Program pembinaan Pendidikan Luar Sekolah (PLS) bertujuan untuk menyediakan
pelayanan kepada masyrakat yang tidak atau belum sempat memperoleh pendidikan formal
untuk mengembangkan diri, sikap, pengetahuan dan keterampilan, potensi pribadi, dan dapat
mengembangkan usaha produktif guna meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Untuk
melaksanakan ini maka dilakukan usaha berupa: meningkatkan sosialisasi dan jangkauan
pelayanan pendidikan dan kualitas serta kuantitas warga belajar Kejar Paket A setara SD,
Kejar Paket B setara SLTP untuk mendukung wajib belajar 9 tahun, dan mengembangkan
berbagai jenis pendidikan luar sekolah yang berorientasi pada kondisi dan potensi lingkungan
dengan mendayagunakan prasarana dan kelembagaan yang sudah ada di masyarakat..

Di samping itu terdapat pula upaya pemerataan pendidikan. Salah satu upaya
pemerataan pendidikan adalah menerapkan alternatif layanan pendidikan, khususnya bagi
masyarakat yang kurang beruntung (masyarakat miskin, berpindah-pindah, terisolasi,
terasing,minoritas dan di daerah bermasalah, termasuk anak jalanan), seperti SD dan MI
kecil satu guru, guru kunjung dan sistem tutorial, SD Pamong dan SD/MI terpadu kelas
jauh, serta SLTP/MTs terbuka. Untuk meningkatkan kulaitas pendidikan dasar dan
prasekolah dilakukan dengan cara meningkatkan penyediaan, penggunaan, perawatan sarana
dan prasarana pendidikan berupa buku pelajaran pokok, buku bacaan, alat pendidikan Ilmu
Pengetahuan Spsial (IPS), IPA dan matematika, perpustakaan, laboratorium, serta ruang lain
yang diperlukan.

Pada jenjang perguruan tinggi ada kegiatan pokok untuk memperluas kesempatan
memperoleh pendidikan tinggi bagi masyarakat. Salah satu kegiatannya adalah
menyebarkan kapasitas pendidikan tinggi secara geografis untuk mendukung pembangunan
sdaerah serta memberikan kesempatan bagi kelompok masyarakat yang berpenghasilan
rendah termasuk kelompok masyarakat dari daerah bermasalah, dengan menyelenggarakan
pembinaan perguruan tinggi sebagai pusat pertumbuhan di kawasan serta menyelenggarakan
pembinaan program unggul di wilayah kedudukan perguruan tinggi.

Dari uraian di atas tampak jelas keinginan pemerintah untuk memajukan pendidikan
baik pendidikan dasar dan prasekolah, pendidikan menengah, pendidikan luar sekolah dan
pendidikan tinggi. Kegiatan yang sangat menonjol adalah upaya pemerataan pendidikan,
wajib belajar 9 tahun serta pembinaan perguruan tinggi. Pemerataan pendidikan dilakukan
dengan mengupayakan agar semua lapisan masyarakat dapat menikmati pendidikan tanpa
mengenal usia dan waktu. Untuk itu dilakukan pembinaan ke semua jenjang pendidikan baik
pendidikan reguler ataupun terbuka seperti SD kecil, guru kunjung, SD Pamong, SLTP
terbuka, pendidikan penyetaraan SD, SLTP dan SMU (paket A, B, C), dan pendidikan tinggi
terbuka yang lebih dikenal pendidikan jarak jauh.

Suatu bukti bahwa pemerintah serius mengelola pemerataan pendidikan dan


penuntasan Wajib Belajar 9 tahun adalah dianggarkannya Rp 90 miliar untuk meningkatkan
kualitas dan jumlah SMP Terbuka. PROGRAM smp Terbuka seudah berjalan 25 tahun sejak
tahun 1979 yang telah menamatkan 245 ribu siswa dengan jumlah sekolah 2.870 unit
sekolah, 12.871 Tempat Kegiatan Belajar (TKB), dan itu baru menjangkau 18% kebutuhan
(Rina Rachmawati dalam http://www.tempointeraktif.com/ Hari Rabu, 28 Juli 2004, diambil
tanggal 12 Oktober 2008).

UU No. 20 Tahun 2003 tentang: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian
diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa, dan negara.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Nasional pendidikan menyatakan


bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
d. Program Pembangunan Nasional (2004-2009)
Di dalam Program Pembangunan Nasional (Propenas)Tahun 2004-2009 tidak jauh berbeda
dengan Propenas sebelumnya, namun apabila dilihat dalam Rencana Strategis (Renstra)
2005-2009 Departemen Pendidikan Nasional terdapat Kebijakan Pembangunan Lima Tahun
2005-2010. Dalam kebijakan itu memuat Kegiatan Pokok Strategis di antaranya adalah
Bidang Mutu, Relevansi dan Daya saing. Salah satu kegiatan pokok dalam bidang ini adalah
Program Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi. Tolok ukur keberhasilannya
adalah 100% SMP/MTs yang memiliki akses listrik menerapkan TV Based Learning yang
dimulai tahun 2006 hingga 2009. Selain itu yanbg menjadi tolok ukur adalah 50%
SMA/MA/SMK yang memiliki akses listrik menerapkan ICT Based Learning yang juga
dimulai tahun 2006 hingga 2009.
Di samping jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah, program dan kegiatan seperti di atas
juga meliputi perguruan tinggi dengan tolok ukurnya adalah 10 perguruan tinggi (PT)
menerapkan pembelajaran dan penelitian berbasis ICT.
Kegiatan Pokok Strategis untuk Pendidikan Luar Sekolah salah satunya berupa perluasan
layanan PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) melalui pemberdayaan masyarakat, Perluasan
Paket A dan Paket B untuk menunjang wajib belajar 9 tahun serta ekstensifikasi Paket C.
Selain itu juga guna peningkatan mutu, relevansi dan daya saing ditingkatkan pemanfaatan
ICT dalam pembelajaran.
Dari uraian-uraian di atas ternyata dalam Renstra Departemen Pendidikabn Nasional 2005-
2009 jelas terprogram upaya peningkatan kegiatan pembelajaran pada setiap jenjang
pendidikan bahkan sampai ke Pendidikan Luar Sekolah. Ini membuktikan bahwa keseriusan
pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan dan jumlah warga yang belajar atau
memperoleh pendidikan.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional.
Pendidikan Pasal 1 yang berisi bahwa Standar nasional pendidikan adalah criteria minimal
tentang sistem pendidikan diseluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.
e. Kebijakan-Kebijakan Khusus
Untuk dapat melaksanakan kebijakan-kebijakan umum tersebut pemerintah
menuangkannya dalam kebijakan-kebijakan khusus berupa Undang-Undang (UU), Peraturan
Pemerintah (PP), dan Peraturan Menteri (Permen).
UU yang berkaitan dengan pendidikan seperti
UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
UU No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen..
Peraturan Pemerintah yang mendukung kebijakan umum seperti
PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Di samping itu ada pula Peraturan Menteri (Permen) misalnya:
Permen No. 14 Tahun 2007 tentang Standar isi Program Paket A, Paket B, Paket C,
Permen No. 49 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan oleh Satuan Pendidikan
Nonformal.
Permen No. 1 Tahun 2008 tentang Standar Proses Pendidikan khusus.
Permen No. 3 Tahun 2008 tentang Standar Proses Program Paket A, Paket B, Paket C,
Permen No. 35 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Gerakan Nasional Percepatan
Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 tahun dan Pembentukan Pendidikan Buta
Aksara.
Permen No. 38 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Tekonologi Komunikasi dan Informasi
dalam Lingkungan Departemen Pendidikan Nasional.
Radio dan Televisi Pendidikan yang Mendukung Pendidikan pada Umumnya dan Pendidikan
Jarak Jauh.

f. Kebijakan Pendidikan 2016


Agenda Pendidikan 2016. Dua kementerian bidang pendidikan ini telah berusaha
keras melaksanakan tugas dan fungsinya masing-masing. Namun karena banyak dan
kompleksnya permasalahan pendidikan di negeri ini, maka masih banyak persoalan
pendidikan yang harus dilaksanakan secara bertahap, mulai tahun 2016 dan dilanjutkan pada
tahun-thun berikutnya.
Agenda Pendidikan 2016. Dari pengalaman mengikuti tiga kali rapat evaluasi pembangunan
pendidikan di Indonesia sebulan terakhir (Desember 2015) ini, dan mengikuti perkembangan
masyarakat sekarang ini, seperti Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang dimulai 1
Januari 2016 ini, menghadapi Indonesia emas dengan bermodalkan bonus demokrafi, penulis
mencatat terdapat banyak permasalahan pendidikan di negeri ini yang segera harus
diselesaikan pada tahun 2016 ini, diantaranya ;
PERTAMA, Kebijakan pemerintah melibatkan keluarga dalam proses pendidikan
(pendidikan informal) merupakan sesuatu yang baru dan penting di negeri. Karena
pentingnya kebijakan tersebut, maka penulis ingatkan agar peran dan fungsi keluarga
ditempatkan pada posisi yang baik dan benar sebagai institusi pendidikan informal.
Kekhawatiran penulis, keterlibatan keluarga dalam proses pendidikan hanya sebatas
suplement bagi pendidikan formal sebagaimana yang terjadi selama ini. Setiap anak
semestinya memperoleh 30 persen bobot pembelajaran informal, Dengan kata lain, saat
mereka berada di rumahnya tidak boleh lagi disibukkan dengan pekerjaan rumah mengenai
pelajarannya di sekolah yang diberikan oleh pihak guru dan sekolahnya. Ketuntasan
pembelajaran harus diselesaikan di sekolah itu juga, jangan dibawa lagi ke rumah.
KEDUA, implementasi kurikulum 2013 tidak sebatas bicara tentang isi (content atau subject
matter) saja, melainkan juga memperhatikan unsur strategi dan metode pembelajaran yang
menurut para ahli pembelajaran jauh lebih penting. Melalui kurikulum 13 ini, peserta didik
belajar dalam suasana menyenangkan guna menumbuhkan kemampuan asosiasi, bertanya,
mengamati, mengeksprimentasi, dan membangun jejaringan.
KETIGA, akreditasi sekolah atau madrasah dan perguruan tinggi sebagai bukti kelayakan
sebuah institusi dan program harus diyakini dan diamalkan sebagai pilar mutu
penyelenggaraan pendidikan. Peringkat akreditasi yang masih sangat rendah, bahkan tidak
terakreditasi harus menjadi perhatian serius semua stakeholder pendidikan, terutama bagi
pemerintah dan pemerintah daerah, khususnya beberapa pemerintah kabupaten atau kota di
Kalimantan Barat yang sangat kurang peduli terhadap akreditasi sekolah atau madrasah
selama ini, padahal peraturan dan perundang-undangan mengenai kewajibannya sudah ada.
KEEMPAT, kualifikasi, akreditasi harus ditingkatkan dan distribusi guru tersebar merata.
Rendahnya peringkat akreditasi sekolah dan perguruan tinggi selama ini disumbang oleh
kurangnya tenaga pendidik, rendahnya kualifikasi dan kompetensi guru dan dosen.
Berdasarkan data tahun 2014, guru di Kalimantan Barat yang belum memenuhi kualifikasi
akademik (sarjana) sebesar 46%. Dan kompetensi guru melalui Uji Kompetensi Guru (UKG)
tahun 2015 lalu di bawah rata-rata nasional, yakni 5,5.
Terkait rendahnya kualifikasi dan kompetensi guru di Indonesia ini, pemerintah di tahun 2016
antara lain melalui perbaikan hulunya, yakni melaksanakan program Revitalisasi Lembaga
Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) dan pembinaan guru dalam jabatan secara terus
menerus didasarkan pada klasifikasi atau peringkat hasil UKG.
KELIMA, setelah ditetapkan berlakunya UU RI No. 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah,
dimana terjadi alih kewenangan penyelenggaraan sekolah menengah (SMA dan SMK) dari
kabupaten atau kota ke provinsi, maka di tahun 2016 ini, alih kewenangan tersebut harus
berjalan efektif.
KEENAM, jika di tahun 2015, prioritas pembangunan pendidikan tinggi adalah akses atau
peningkatan Angka Partisipasi Kasar (APK) Perguruan Tinggi (PT), setelah itu baru mutu,
relevansi, daya saing dan tata kelola. Di tahun 2016, prioritas pembangunan pendidikan
tinggi mengalami pergeseran, yang dulunya (2015) prioritas pada akses bergeser pada mutu,
diikuti akses, relevansi, daya saing dan tata kelola.
Oleh karena itu, tema besar pendidikan tinggi di Indonesia adalah Pendidikan Tinggi
Bermutu. Budaya dan penjaminan mutu, baik secara internal maupun eksternal harus
ditumbuh kembangkan. Sebaliknya, pendidikan tinggi tidak bermutu didorong dan dibina
agar bermutu. Sementara perguruan tinggi ilegal dan abal-abal harus dimusnahkan dari muka
bumi dan pihak atau oknun penyelenggara pendidikan tinggi tersebut diambil tindakan tegas
sebagaimana telah diatur dalam perundang-undangan yang berlaku. Dan riset di perguruan
tinggi didorong ke arah inovasi berdaya saing tinggi, tidak sebatas untuk menghasil jurnal
skala nasional dan internasional yang menjadi momok selama ini.
KETUJUH, pendidikan terbaik dari yang terbaik adalah pendidikan terbaik oleh dan untuk
semua. Oleh karena itu, keterlibatan publik dalam pembangunan pendidikan menjadi penting.
Tahun 2016, gerakan melibatkan publik dalam proses pembangunan pendidikan harus
ditingkatkan baik kuantitas maupun kualitasnya, seperti gerakan Ayo Sekolah yang telah
dilakukan oleh pemerintah kabupaten Sambas selama ini.
KEDELAPAN, implementasi revolusi mental di semua jenjang dan jenis pendidikan wajib
dilaksanakan guna menghasilkan generasi yang mandiri, berdaulat dan berkpribadian.
Adapun implementasi revolusi mental dan bela negara di lembaga pendidikan harus
didasarkan pada hakikat dan misi lembaga pendidikan, bukan hakikat dan misi lembaga lain.
Misalnya, implementasi revolusi mental dan bela negara di perguruan tinggi berbasis Tri
Dharma Perguruan Tinggi, yakni : mendidik dengan keteladanan, meneliti dengan kejujuran,
dan mengabdi dengan keikhlasan.
KESEMBILAN, keberhasilan pembangunan pendidikan tidak bisa dilepaskan dari
konsensus politik. Namun, jika salah memposisikan politik di dunia pendidikan (intervensi
politk di dunia pendidikan), maka yang terjadi adalah kegaduhan dunia pendidikan yang tidak
boleh lagi terjadi di tahun 2016 dan di masa-masa yang akan datang.

1. Permendikbud No. 20 Tahun 2016 tentang Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan


Dasar dan Menengah yang digunakan sebagai acuan utama pengembangan standar isi,
standar proses, standar penilaian pendidikan,standar pendidik dan tenaga
kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, dan standar
pembiayaan. Dengan diberlakukanya Peraturan Menteri ini, maka Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 54 Tahun 2013 Tentang Standar Kompetensi
Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.

2. Permendikbud No. 21 Tahun 2016 tentang Standar Isi Pendidikan Dasar dan
Menengah yang memuat tentang Tingkat Kompetensi dan Kompetensi Inti sesuai
dengan jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Kompetensi Inti meliputi sikap spiritual,
sikap sosial, pengetahuan dan ketrampilan. Ruang lingkup materi yang spesifik untuk
setiap mata pelajaran dirumuskan berdasarkan Tingkat Kompetensi dan Kompetensi
Inti untuk mencapai kompetensi lulusan minimal pada jenjang dan jenis pendidikan
tertentu. Dengan diberlakukannya Peraturan Menteri ini, maka Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 64 Tahun 2013 tentang Standar Isi untuk Satuan
Pendidikan Dasar dan Menengah, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

3. Permendikbud No. 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan
Menengah yang merupakan kriteria mengenai pelaksanaan pembelajaran pada satuan
pendidikan dasar dan satuan pendidikan dasar menengah untuk mencapai kompetensi
lulusan. Dengan diberlakukanya Peraturan Menteri ini, maka Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 65 Tahun 2013 Tentang Standar Proses untuk Satuan
Pendidikan Dasar dan Menengah, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

4. Permendikbud No. 23 Tahun 2016 tentang Standar Penilaian Pendidikan yang


merupakan kriteria mengenai lingkup, tujuan, manfaat, prinsip, mekanisme, prosedur,
dan instrumen penilaian hasil belajar peserta didik yang digunakan sebagai dasar
dalam penilaian hasil belajar peserta didik pada pendidikan dasar dan pendidikan
menengah. Dengan diberlakukannya Peraturan Menteri ini, maka Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 66 Tahun 2013 tentang Standar Penilaian
Pendidikan dan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 104 Tahun
2014 tentang Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik Pada Pendidikan Dasar dan
Pendidikan Menengah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

g. Kebijakan Pendidikan 2017


Permendikbud Nomor 3 Tahun 2017 ini dilatarbelakangi perlu adanya penilaian hasil
belajar peserta didik oleh pemerintah dan satuan pendidikan sesuai amanah dari Pasal
65 ayat (6) dan Pasal 71A Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan
PP Nomor 13 Tahun 2005.
Kebudayaan Nomor 3 Tahun 2017 tentang Penilaian Hasil Belajar oleh. Pemerintah
dan Penilaian Hasil Belajar oleh Satuan Pendidikan
Permenristekdikti No. 20 Tahun 2017 tentang Pemberian Tunjangan Profesi Dosen
dan Tunjangan Kehormatan Profesor

Anda mungkin juga menyukai